İçeriğe atla

Yirmi Dördüncü Söz/id: Revizyonlar arasındaki fark

"Sekarang wahai filsuf yang masuk ke dalam “tetesan”, lewat tero- pong tetesan pikiranmu dan lewat tangga filsafat engkau naik hingga mencapai bulan. Engkau masuk ke dalam bulan. Lihatlah! Bulan ter- sebut demikian tebal dan gelap; tidak memiliki cahaya dan kehidupan. Usahamu menjadi sia-sia dan pengetahuanmu tidak berguna." içeriğiyle yeni sayfa oluşturdu
("Temanmu yang ketiga yang menyerupai “percikan” miskin tak berwarna dengan cepat menguap oleh panas matahari. Ia meninggal- kan egonya dan menguap hingga naik ke angkasa. Materi padat yang berada di dalamnya berkobar oleh panas rasa rindu. Lewat sinar ia be- rubah menjadi cahaya. Ia menggenggam kilau yang bersumber dari manifestasi sinar tersebut dan sekaligus dekat dengannya." içeriğiyle yeni sayfa oluşturdu)
("Sekarang wahai filsuf yang masuk ke dalam “tetesan”, lewat tero- pong tetesan pikiranmu dan lewat tangga filsafat engkau naik hingga mencapai bulan. Engkau masuk ke dalam bulan. Lihatlah! Bulan ter- sebut demikian tebal dan gelap; tidak memiliki cahaya dan kehidupan. Usahamu menjadi sia-sia dan pengetahuanmu tidak berguna." içeriğiyle yeni sayfa oluşturdu)
127. satır: 127. satır:
Demikianlah, sebagaimana manusia yang berada di malam hari tak dapat melihat matahari di mana ia hanya melihat bayangannya pada cermin bulan, ia juga tidak dapat menanamkan dalam akalnya serta ti- dak dalam menyerap hebatnya cahaya matahari dan gravitasinya yang besar. Ia hanya bisa mengekor pada orang yang melihatnya.
Demikianlah, sebagaimana manusia yang berada di malam hari tak dapat melihat matahari di mana ia hanya melihat bayangannya pada cermin bulan, ia juga tidak dapat menanamkan dalam akalnya serta ti- dak dalam menyerap hebatnya cahaya matahari dan gravitasinya yang besar. Ia hanya bisa mengekor pada orang yang melihatnya.


<div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
Begitu pula orang yang tidak mencapai kedudukan tinggi dari nama al-Qadîr (Mahakuasa) dan al-Muhyî (Maha Menghidupkan) serta nama-nama lainnya lewat warisan kenabian. Ia hanya bisa melihat pengumpulan di hari akhir dan kiamat lewat sikap taklid dengan berkata, “Ia bu- kan wilayah akal.” Sebab hakikat kebangkitan dan kiamat merupakan fenomena manifestasi nama-Nya yang paling agung dan kedudukan tertinggi dari sebagian nama-Nya yang lain. Siapa yang pandangan- nya tidak bisa naik ke kedudukan tersebut ia hanya bisa mengikut dan bertaklid.
Öyle de veraset-i Ahmediye (asm) ile Kadîr ve Muhyî gibi isimlerin mertebe-i uzmasına yetişmeyen, haşr-i a’zamı ve kıyamet-i kübrayı taklidî olarak kabul eder “Aklî bir mesele değildir.” der. Çünkü hakikat-i haşir ve kıyamet, ism-i a’zamın ve bazı esmanın derece-i a’zamının mazharıdır. Kimin nazarı oraya çıkmazsa taklide mecburdur. Kimin fikri oraya girse haşir ve kıyameti, gece gündüz, kış ve bahar derecesinde kolay görür, itminan-ı kalp ile kabul eder.
</div>


<div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
Sementara yang pandangannya bisa tembus menuju ke sana, ia akan melihat kebangkitan dan kiamat dengan mudah sebagaimana mudahnya pergantian siang dan malam, musim dingin dan musim pa- nas. Dengan itu, kalbunya menjadi rida dan lapang.Demikianlah. Dari rahasia ini al-Qur’an al-Karim menyebutkan kebangkitan dan kiamat dalam kedudukan tertinggi dan dalam pen- jelasan yang paling sempurna. Rasul x yang memeroleh cahaya na- ma-Nya yang paling agung juga menjelaskannya. Adapun para nabi terdahulu tidak menjelaskan masalah kebangkitan secara detail, tetapi hanya secara global, karena hal tersebut sesuai dengan tuntutan hik- mah dalam berdakwah (menyampikan petunjuk) di mana umat mere- ka masih dalam kondisi sangat sederhana dan primitif.
İşte şu sırdandır ki haşir ve kıyameti en a’zam mertebede, en ekmel tafsilatla Kur’an zikrediyor ve ism-i a’zamın mazharı olan Peygamberimiz aleyhissalâtü vesselâm ders veriyor. Ve eski peygamberler ise hikmet-i irşadın iktizasıyla, bir derece basit ve iptidaî bir halde olan ümmetlerine, haşri en a’zam bir derecede, en geniş bir tafsilatla ders vermemişler. Hem şu sırdandır ki bir kısım ehl-i velayet bazı erkân-ı imaniyeyi mertebe-i uzmasında görmemişler veya gösterememişler. Hem şu sırdandır ki marifetullahta derecat-ı ârifîn çok tefavüt ediyor. Daha bunlar gibi çok esrar şu hakikatten inkişaf eder.
</div>


<div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
Dari rahasia ini pula sebagian wali tidak bisa melihat sejumlah rukun iman dalam kedudukannya yang paling agung atau mereka tak mampu menerangkannya seperti itu.
Şimdi şu temsil hem bir derece hakikati ihsas ettiğinden hem hakikat çok geniş ve çok derin olduğundan biz dahi temsil ile iktifa ediyoruz. Haddimizin ve tâkatimizin fevkinde olan esrara girişmeyeceğiz.
Dari rahasia di atas juga dapat dipahami mengapa derajat kaum arif dalam mengenal Allah sangat berbeda. Begitulah hakikat banyak rahasia semacamnya menjadi jelas. Sekarang, kita cukupkan dengan perumpamaan di atas karena ia relatif bisa memberikan kesadaran tentang hakikat yang ada. Pasalnya, hakikatnya sangat luas dan men- dalam. Kita tidak akan masuk ke wilayah sejumlah rahasia yang bera- da di luar kemampuan kita.
</div>


<div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
<span id="ÜÇÜNCÜ_DAL"></span>
== ÜÇÜNCÜ DAL ==
==DAHAN KETIGA==
</div>


<div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
Adanya absurditas dalam memahami sejumlah hadis Nabi x yang berbicara tentang “tanda-tanda dan peristiwa hari kiamat” serta tentang “keutamaan dan pahala amal”, hal itu membuat sejumlah pe- mikir yang bersandar pada logika mendaifkannya, sebagian lain me- nganggapnya sebagai hadis maudhu (palsu), bahkan sebagian lainnya yang lemah iman dan tertipu oleh akal mereka bersikap ekstrim de- ngan langsung mengingkarinya.Di sini kita tidak ingin mendebat mereka secara detil. Namun kita hanya ingin menegaskan “dua belas” prinsip dan kaidah umum yang bisa dijadikan pegangan dalam memahami hadis-hadis Nabi yang menjadi topik bahasan kita saat ini.
Kıyamet alâmetlerinden ve âhir zaman vukuatından ve bazı a’malin fazilet ve sevaplarından bahseden ehadîs-i şerife güzelce anlaşılmadığından, akıllarına güvenen bir kısım ehl-i ilim onların bir kısmına zayıf veya mevzu demişler. İmanı zayıf ve enaniyeti kavî bir kısım da inkâra kadar gitmişler. Şimdi tafsile girişmeyeceğiz. Yalnız '''on iki aslı''' beyan ederiz.
</div>


<div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
'''Prinsip Pertama'''
'''Birinci Asıl:''' Yirminci Söz’ün âhirindeki sual ve cevapta izah ettiğimiz meseledir. İcmali şudur ki:
Yaitu persoalan yang telah kami jelaskan saat menjawab perta- nyaan yang terdapat pada akhir “Kalimat Kedua Puluh”. Ringkasnya adalah sebagai berikut:
</div>


<div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
<div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">