77.975
düzenleme
("Contoh semacam ini bisa dilihat dalam dua kata berikut: رَبُّكَ dan رَبُّ ال۟عَالَمٖينَ. Al-Qur’an mengajarkan ahadiyah lewat ungkapan pertama رَبُّكَ dan wâhidiyah lewat ungkapan kedua رَبُّ ال۟عَالَمٖينَ. Wâhi- diyah sendiri mencakup ahadiyah. Balagah semacam itu kadang juga bisa dilihat dalam sebuah kalimat. Dalam satu ayat misalnya, al-Qur’an memperlihatkan pe- ngetahuan-Nya yang menembus letak..." içeriğiyle yeni sayfa oluşturdu) |
("------ <center> KALIMAT KEDUA PULUH EMPAT ⇐ | Al-Kalimât | ⇒ KALIMAT KEDUA PULUH ENAM </center> ------" içeriğiyle yeni sayfa oluşturdu) |
||
(Aynı kullanıcının aradaki diğer 27 değişikliği gösterilmiyor) | |||
1.444. satır: | 1.444. satır: | ||
Balagah semacam itu kadang juga bisa dilihat dalam sebuah kalimat. Dalam satu ayat misalnya, al-Qur’an memperlihatkan pe- ngetahuan-Nya yang menembus letak partikel di pupil mata serta letak matahari di jantung langit. Ia memperlihatkan qudrah-Nya yang komprehensif yang meletakkan sebuah perangkat persis di tempatnya dengan menjadikan matahari laksana mata bagi langit. | Balagah semacam itu kadang juga bisa dilihat dalam sebuah kalimat. Dalam satu ayat misalnya, al-Qur’an memperlihatkan pe- ngetahuan-Nya yang menembus letak partikel di pupil mata serta letak matahari di jantung langit. Ia memperlihatkan qudrah-Nya yang komprehensif yang meletakkan sebuah perangkat persis di tempatnya dengan menjadikan matahari laksana mata bagi langit. | ||
Ia pun menya- takan:“(Dia) menciptakan langit dan bumi...” (QS. al-Hadîd [57]: 4), kemudian: | |||
“(Dia) memasukkan malam ke siang dan memasukkan siang ke malam...” (QS. al-Hadîd [57]: 6). Lalu: | |||
“Dia Maha Mengetahui apa yang tersembunyi dalam dada.” (QS. al-Hadîd [57]: 6).Dia menyudahi dengan pengetahuan-Nya yang menembus apa yang tersembunyi di dalam dada setelah menyebutkan keagungan penciptaan di langit dan bumi dan setelah menghamparkannya di ha- dapan makhluk. Dia menanamkan dalam benak bahwa Dia mengeta- hui bisikan hati lewat penyebutan keagungan-Nya dalam menciptakan langit dan bumi. Hal ini adalah satu bentuk penjelasan yang membawa gaya bahasa yang mudah dipahami oleh orang awam menuju petunjuk yang mulia, umum, dan menarik. | |||
'''Pertanyaan:'''Pandangan yang dangkal dan hanya selintas tidak dapat melihat berbagai hakikat penting yang dihadirkan al-Qur’an. Ia tidak mengetahui jenis kesesuaian dan korelasi antara kesimpulan yang mengungkapkan tauhid yang mulia atau menghadirkan hukum yang universal dengan sebuah peristiwa parsial yang bersifat biasa. Oleh karena itu, sebagian orang menilai ada cacat dalam balagah al- Qur’an. Misalnya, tidak jelasnya korelasi balagah dalam penyebutan prinsip agung:“Dan di atas tiap-tiap orang yang berpengetahuan itu ada Yang Maha mengetahui.” (QS. Yûsuf [12]: 76). | |||
''' | Ayat di atas disebutkan setelah peristiwa parsial yaitu upaya Yu- suf membuat saudaranya tinggal bersamanya lewat sebuah rekaya- sa cerdas. Apa rahasia di dalamnya dan apa hikmahnya? | ||
'''Jawaban:'''Sebagian besar surah yang panjang dan sedang—di mana masing-masing laksana sebuah al-Qur’an—tidak hanya berisi dua atau tiga tema utama al-Qur’an (ketauhidan, kenabian, kebang- kitan, dan keadilan beserta ibadah). Namun masing-masing berisi seluruh esensi al-Qur’an dan keempat tema utama sekaligus. Dengan kata lain, al-Qur’an merupakan kitab zikir, iman, dan pemikiran di samping sebagai kitab syariat, hikmah, dan petunjuk. Jadi, setiap surah darinya berisi sejumlah kitab dan menunjukkan sejumlah pelajaran yang berbeda. Setiap kondisi dan konteksnya—bahkan setiap halaman—membuka ke hadapan manusia sejumlah pintu iman yang dapat merealisasikan sejumlah tema lain di mana al-Qur’an menyebutkan apa yang tertulis dalam kitab alam yang besar ini dan menerangkannya secara jelas. Sehingga ia tanamkan dalam jiwa seorang mukmin rububiyah Allah yang meliputi segala sesuatu sekaligus memperlihat- kan manifestasi-Nya yang terdapat di cakrawala dan jiwa. Oleh karena itu, korelasi yang tampak lemah menjadi landasan dari berbagai tema universal. Lalu sejumlah korelasi yang kuat menyusul korelasi yang tampak lemah tadi sehingga gaya bahasanya sesuai dengan konteks dan kondisi yang ada. Dengan begitu, tingkatan balagahnya menjadi tinggi. | |||
''' | |||
'''Pertanyaan lain:'''Apa hikmah al-Qur’an mengetengahkan ribuan dalil untuk menetapkan urusan akhirat, dalam mengajarkan tauhid serta ketika membahas tentang pemberian ganjaran dan hukuman bagi manusia? Apa rahasia di balik upaya al-Qur’an mengarahkan perhatian kepada urusan tersebut secara eksplisit dan implisit pada setiap surah, bahkan pada setiap halaman mushaf dan pada setiap kondisi? | |||
''' | |||
'''Jawabannya:''' Karena al-Qur’an mengingatkan manusia tentang perubahan terbesar yang terjadi dalam wilayah makhluk sepanjang se- jarah alam, yaitu akhirat. Al-Qur’an menunjukkan persoalan terbesar yang terkait dengannya sebagai pengemban amanat utama dan khali- fah di muka bumi, yaitu persoalan tauhid yang menjadi penentu nasib; meraih kebahagiaan abadi atau menuai kesengsaraan yang kekal. Pada waktu yang sama, al-Qur’an melenyapkan gelombang syubhat yangdatang secara terus-menerus serta menghantam bentuk pembangka- ngan dan pengingkaran yang paling hebat.Oleh karena itu, kalau al-Qur’an mengarahkan perhatian manu- sia untuk percaya kepada berbagai perubahan dahsyat tersebut dan membawa mereka untuk membenarkan urusan agung yang sangat penting itu... Ya, kalau al-Qur’an melakukan itu semua ribuan kali dan mengulangnya sebanyak jutaan kali, hal itu bukan merupakan pembo- rosan dalam hal balagah dan tidak membuat bosan. Bahkan kebutu- han untuk terus-menerus membacanya dalam al-Qur’an tidak pernah selesai. Sebab, tidak ada yang lebih penting di alam ini daripada uru- san tauhid dan akhirat. | |||
''' | |||
Contoh, ayat yang berbunyi:“Adapun orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal saleh, kelak kami akan masukkan ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya selamanya...” (QS. an-Nisâ [4]: 57).Hakikat ayat di atas merupakan kabar gembira akan kebahagiaan abadi yang diumumkan kepada manusia malang yang menghadapi kematian setiap saat. Sehingga kabar gembira ini menyelamatkannya dari gambaran kematian sebagai sebuah kemusnahan abadi. Ia menye- lamatkannya berikut alam dan seluruh kekasihnya dari cengkeraman kefanaan. Bahkan, ia memberinya kekuasaan yang kekal dan kebaha- giaan abadi. Andaikan ayat ini diulang miliaran kali, tidaklah terma- suk pemborosan dan sama sekali tidak mencederai balagahnya. | |||
Begitulah, engkau melihat al-Qur’an, yang membahas berbagai urusan penting semacam itu dan berusaha meyakinkan manusia de- ngannya lewat pemberian sejumlah argumen kuat, menanamkan da- lam benak dan kalbu berbagai perubahan besar yang terjadi di alam. Ia menjadikannya lugas dan jelas bagi mereka seperti perubahan ru- mah dan bentuknya. Maka sudah tentu pengarahan perhatian, baik secara eksplisit, implisit, maupun simbolik kepada berbagai persoalan semacam itu sebanyak ribuan kali merupakan suatu hal yang sangat | |||
mendesak. | |||
Bahkan, ia sama mendesaknya dengan kebutuhan manusia kepada nasi, udara, dan cahaya yang terus-menerus dibutuhkan.Contoh lain adalah ayat yang berbunyi:“Orang-orang yang kafir bagi mereka neraka jahanam...” (QS. Fâthir [35]: 36),“Orang-orang yang zalim bagi mereka siksa yang pedih...” (QS. Ibrâhîm [14]: 22).Hikmah pengulangan ayat di atas—juga ayat-ayat peringatan dan ancaman sejenisnya—serta bentuk redaksinya yang tegas dan keras adalah seperti yang telah kami tegaskan dalam Risalah Nur, yai- tu bahwa kekufuran manusia merupakan sikap yang sangat melanggar hak-hak alam dan sebagian besar makhluk. Hal inilah yang membang- kitkan kemarahan langit dan bumi serta membuat seluruh elemen alam murka kepada orang kafir sehingga menampar kaum yang zalim itu dengan badai dan sebagainya. Bahkan, neraka jahim pun sangat marah hingga nyaris pecah seperti yang disebutkan al-Qur’an: | |||
“Apabila mereka dilemparkan ke dalamnya mereka mendengar suara neraka yang mengerikan, sedang neraka itu menggelegak. Nyaris (neraka) itu pecah lantaran marah...” (QS. al-Mulk [67]: 7-8). | |||
Andaikan Penguasa alam mengulang kejahatan besar (kekufu- ran) tersebut dalam berbagai urusan-Nya berikut segala akibatnya dengan gaya bahasa yang sangat keras sebanyak ribuan kali, juta- an kali, atau miliaran kali, ia sama sekali tidak berlebihan dan tidak mencederai balagah al-Qur’an. Hal itu karena dosa tersebut sangat be- sar dan sangat melampaui batas. Di samping itu, ia ditujukan untuk memperlihatkan hak-hak rakyat-Nya dan untuk menampakkan ke- burukan tak terhingga yang terdapat dalam sikap mereka yang kufur dan zalim. Jadi, ia tidak diulang lantaran hina dan kerdilnya manusia, namun karena besarnya pelanggaran dan kezaliman yang dilakukan oleh orang kafir. | |||
Selanjutnya, kita melihat bagaimana ratusan juta manusia, sejak lebih dari seribu tahun, membaca al-Qur’an dengan penuh antusias dan dengan perasaan amat butuh padanya tanpa pernah merasa bosan. | |||
Ya, setiap waktu dan setiap hari merupakan saat sebuah alam berlalu dan sebuah pintu terbuka bagi alam yang baru. Oleh karena itu, pengulangan لَٓا اِلٰهَ اِلَّا اللّٰهُ dengan rasa butuh padanya sebanyak ribuan kali adalah untuk menerangi seluruh alam yang berlalu dan menyi- narinya dengan cahaya iman. Ia membuat kalimat tauhid tersebut lak- sana lentera terang yang terdapat di langit putaran alam dan hari. Jika demikian keadaannya terkait dengan lâ ilâha illallâh, hal yang sama berlaku pada pembacaan al-Qur’an al-Karim. Ia menghapus kegelapan pekat yang menutupi banyaknya pentas yang berlalu dan alam yang terus terbaharui. Ia melenyapkan buruknya gambaran yang terpantul dalam cermin kehidupan. Ia menjadikan berbagai kondisi yang datang sebagai saksi yang menolongnya di hari kiamat, bukan saksi yang memberatkannya. Ia juga menaikkan derajatnya ke tingkatan pengetahuan akan besarnya balasan bagi perbuatan dosa. Ia membuatnya memahami nilai peringatan Sang Penguasa azali yang menghancurkan sikap keras kepala kaum yang zalim. Ia juga mendorongnya untuk berlepas dari kungkungan nafsu ammârah. Karena sejumlah hikmah inilah, al- Qur’an mengulang-ulang apa yang perlu diulang dalam bentuk yang penuh hikmah. Ia memperlihatkan bahwa ancaman al-Qur’an yang sangat banyak, dengan gaya bahasa yang tegas dan keras serta secara berulang-ulang merupakan sebuah hakikat yang agung. Setan yang sebelumnya menganggap hal itu tidak berguna menjadi takluk. Ia lari dari khayalannya yang menganggap hal itu sia-sia. Ya, siksa jahanam adalah balasan adil bagi kaum kafir yang tidak mau memperhatikan berbagai ancaman yang ada. | |||
Di antara yang sering diulang dalam al-Qur’an adalah kisah para nabi. Hikmah pengulangan kisah Musa , misalnya, di mana ia memiliki sejumlah hikmah dan pelajaran seperti yang dimiliki oleh tongkat Musa. Demikian pula dengan pengulangan kisah nabi yang lain adalah untuk menetapkan kerasulan Muhammad x. Hal itu dengan memperlihatkan kenabian seluruh nabi sebagai hujjah atas kebenaran risalah Muhammad x di mana ia tidak mungkin diingkari kecuali oleh orang yang mengingkari kenabian seluruh nabi. Jadi, penyebutan kenabian mereka menjadi dalil atas kerasulan beliau x. | |||
Kemudian, banyak di antara manusia yang tidak setiap waktu mampu dan berkesempatan untuk membaca keseluruhan al-Qur’an. Namun mereka mencukupkan diri sesuai kemampuan. Dari sini, hik- mah menjadikan setiap surah yang panjang dan sedang ibarat minia- tur al-Qur’an sangat jelas. Jadi, pengulangan kisah di dalamnya seperti pengulangan rukun iman yang sangat penting. Artinya, pengulangan kisah merupakan tuntutan balagah, bukan sebuah pemborosan. Apala- gi ia berisi pengajaran bahwa peristiwa kemunculan Muhammad x merupakan peristiwa yang paling besar bagi umat manusia dan perso- alan yang paling agung di alam semesta. | |||
Ya, pemberian kedudukan tertinggi dan termulia kepada Rasul x dalam al-Qur’an dan penyambungan kalimat مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللّٰهِ—yang mengandung empat rukun iman—dengan kalimat لَٓا اِلٰهَ اِلَّا اللّٰهُ, yakni مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللّٰهِلَٓا اِلٰهَ اِلَّا اللّٰهُ menjadi bukti bahwa risalah Muhammad me- rupakan hakikat terbesar di alam ini, pribadi Muhammad x merupa- kan makhluk paling mulia, hakikat Muhammad yang mencerminkan sosok maknawi yang universal dari pribadi Muhammad x adalah lentera yang menerangi dunia dan akhirat, serta bahwa beliau layak mendapatkan kedudukan luar biasa tersebut, sebagaimana hal itu telah ditegaskan dalam sejumlah bagian Risalah Nur lewat berbagai argu- men yang kuat. Di sini kami hanya akan menyebutkan satu dari seribu argumen yang ada, yaitu sebagai berikut: | |||
Semua amal kebaikan yang dilakukan oleh umat Muhammad x pada seluruh masa dituliskan pula pada lembaran kebaikan beliau. Hal ini sesuai dengan kaidah: | |||
“Perantara sama seperti pelakunya”. | |||
Pencerahan yang beliau berikan kepada semua hakikat alam dengan cahaya yang beliau bawa tidak hanya membuat jin, manusia, malaikat dan makhluk hidup rida dan senang. Namun juga membuat seluruh alam, langit dan bumi rida seraya membicarakan berbagai ke- baikan beliau. Jutaan doa yang dipanjatkan oleh orang-orang saleh dari umat beliau bersama miliaran doa fitri dan mustajab yang dipanjatkan oleh makhluk spiritual di mana ia tidak tertolak—dibuktikan oleh pengabulan secara nyata terhadap doa tanaman lewat lisan potensi dan doa hewan lewat lisan kebutuhan alamiahnya—serta doa rahmat lewat salawat dan salam untuk beliau, berbagai pahala dan hadiah kebaikan yang mereka berikan, semua itu pertama-tama dipersembahkan untuk beliau. Belum lagi berbagai pahala tak terhingga yang masuk ke dalam daftar amal kebaikannya lewat bacaan al-Quran umatnya di mana se- tiap huruf darinya—yang lebih dari 300 ribu huruf— mendatangkan sepuluh kebaikan dan sepuluh buah ukhrawi, bahkan seratus atau seri- bu kebaikan.Ya, Dzat Allâmul Ghuyûb telah mengetahui dan menyaksikan bahwa hakikat Muhammad yang merupakan sosok maknawi dari pribadi penuh berkah itu akan menjadi seperti pohon Tuba surga. Oleh karena itu, Allah memberinya, dalam al-Qur’an, kedudukan ting- gi yang layak beliau sandang. Allah menjelaskan dalam firman-Nya bahwa cara untuk mendapatkan syafa`atnya adalah dengan mengikuti sunnahnya yang mulia dan mendapatkan syafa`atnya merupakan per- soalan terbesar bagi manusia. Bahkan seringkali Allah melihat sejum- lah kondisi kemanusiaannya sebagai benih pohon Tuba surga. | |||
Demikianlah, karena sejumlah hakikat al-Qur’an yang terulang memiliki kedudukan tinggi dan berisi banyak hikmah, fitrah yang se- hat menjadi saksi bahwa pengulangannya merupakan mukjizat mak- nawi yang sangat kuat dan luas. Kecuali bagi mereka yang kalbunya sakit dan nuraninya tidak sehat akibat wabah materialisme sehingga terkena kaidah yang terkenal: | |||
< | Kadang seseorang mengingkari cahaya matahari karena sakit mata Dan kadang mulut mengingkari segarnya air karena sakit yang diderita.(*<ref>*Syair tersebut karya Syarafuddin al-Bushairi dalam kasidah al Burdah:Terkadang mata mengingkari cahaya matahari karena sakit mata Lalu mulut mengingkari segarnya air karena sakit yang di derita.</ref>) | ||
</ | |||
< | <span id="BU_ONUNCU_MESELEYE_BİR_HÂTİME_OLARAK_İKİ_HÂŞİYEDİR"></span> | ||
=== | ===PENUTUP LAMPIRAN KEDUA (Dua Catatan)=== | ||
'''Catatan Pertama:''' | |||
''' | |||
< | Dua belas tahun yang lalu(*<ref>*Maksudnya 12 tahun sebelum penulisan risalah ini—Peny.</ref>)aku mendengar bahwa seorang zindik yang berhati busuk dan bermaksud buruk be- rani menerjemahkan al-Qur’an. Maka ia membuat tulisan berbahaya yang merendahkan kedudukannya dengan berusaha menerjemahkan- nya. Ia berkata, “Hendaknya al-Qur’an ini diterjemahkan agar kedudu- kannya terlihat?” yakni, agar orang-orang bisa melihat pengulangan al-Qur’an yang tidak penting, agar terjemahannya yang dibaca sebagai ganti darinya, dan berbagai pemikiran beracun lainnya. | ||
Namun berkat karunia Allah, Risalah Nur berhasil melumpuhkan pemikiran tersebut dengan berbagai argumennya yang mematikan dan dengan penye- barannya yang luas di setiap tempat. Risalah Nur menegaskan bahwa al-Qur’an tidak mungkin diterjemahkan secara hakiki. Bahasa mana- pun di luar bahasa Arab tak mampu menjaga keistimewaan al-Qur’an al-Karim dan balagahnya yang halus. Sejumlah terjemahan biasa dan parsial yang dibuat oleh manusia tidak akan pernah bisa mengganti- kan ungkapan kalimat al-Qur’an yang bersifat universal dan menak- jubkan di mana setiap hurufnya berisi banyak kebaikan, dari sepuluh hingga seribu. Oleh karena itu, tidak mungkin terjemahannya yang dibaca sebagai ganti darinya.Hanya saja, kaum munafik yang belajar pada orang zindik itu berusaha sekuat tenaga di jalan setan untuk memadamkan cahaya al- Qur’an dengan mulut mereka seperti anak-anak yang bodoh. Namun karena aku tidak bertemu dengan siapa pun, aku tidak mengetahui kondisi yang ada. Aku hanya menduga bahwa apa yang kuutarakan tadi merupakan sebab yang membuat persoalan kesepuluh ini didik- tekan kepadaku, meskipun aku sedang dalam kondisi sulit. | |||
'''Catatan Kedua:''' | |||
''' | |||
Suatu hari aku duduk di lantai atas Hotel Şehir setelah dibebaskan dari penjara Denizli. Aku merenungkan pepoho- nan di sekitarku yang berada di taman rindang dan kebun yang indah. Ia tampak gembira lewat gerakannya yang menari-nari dan sangat memikat. Ia bergoyang dengan ranting dan dahannya. Lalu daunnya bergerak dengan sentuhan angin yang lembut. Ia tampak di hadapanku dalam kondisi paling indah dan bersinar seolah-olah sedang bertasbih kepada Allah dalam halakah zikir.Gerakan lembut tersebut menyentuh relung kalbuku yang sedang lara akibat berpisah dengan sejumlah kolega. Aku merasa pilu karena hidup sendiri. Tiba-tiba aku teringat musim gugur dan musim dingin di mana ketika itu dedaunannya akan berguguran dan keindahannya lenyap. Aku pun bersedih melihat pohon yang indah tadi. Demikian pula ketika melihat seluruh makhluk hidup yang tampak gembira. Kesedihan tersebut membuatku meneteskan air mata. Duka menerpa diriku akibat perpisahan di mana ia menutupi tirai alam yang tampak indah. | |||
Saat dirundung kesedihan semacam itu, tiba-tiba cahaya yang dibawa oleh hakikat Muhammad x menolongku, sebagaimana ia juga menolong setiap mukmin lainnya. Cahaya tersebut mengganti kesedi- han dan kepiluan yang tak terhingga tadi dengan suka cita dan kegem- biraan tiada tara. Akupun merasa sangat senang dan sangat puas de- ngan hakikat Muhammad di mana salah satu limpahan cahayanya yang tak terbatas telah menolongku. Limpahan cahaya itu menyebar- kan pelipur lara ke seluruh jiwa dan ragaku.Gambarannya sebagai berikut: | |||
Pandangan lalai di atas memperli- hatkan dedaunan halus dan pepohonan rindang tersebut tidak memi- liki tugas dan misi. Ia tidak berguna dan tidak bermanfaat. Gerakan lembutnya tampak bukan sebagai bentuk rasa rindu dan senang. Akan tetapi karena takut adanya perpisahan. Terkutuklah pandangan lalai tersebut di mana ia telah melukai kerinduan untuk kekal, kecintaan pada kehidupan, ketertarikan pada keindahan, dan kasih sayang terha- dap sesama yang tertanam dalam diri ini. Ia mengubah dunia menjadi neraka maknawi serta mengubah akal menjadi organ yang menyiksa dan menyengsarakan. | |||
Ketika sedang menanggung penderitaan semacam itu, seketika cahaya yang dibawa oleh Muhammad x untuk menerangi umat ma- nusia menyingkap tirai yang ada sekaligus memperlihatkan berbagai hikmah, makna, tugas, dan peran yang sangat banyak yang jumlahnya sebanyak dedaunan pohon tadi.Risalah Nur menegaskan bahwa sejumlah tugas dan hikmah tersebut terbagi tiga: | |||
Pertama, yang mengarah kepada nama-nama indah Sang Pen- cipta Yang Mahaagung. Sebagaimana ketika seorang ahli mesin yang mahir membuat mesin menakjubkan, maka ia dipuji oleh semua orang dan karyanya diapresiasi sedemikian rupa dengan ucapan “Mâsya Allah, Bârakallah”. Mesin tersebut juga demikian. Ia menyanjung pen- ciptanya dengan lisân hâl (keadaannya). Yaitu dengan memperlihat- kan berbagai hasil yang dituju secara sempurna. Begitu pula semua makhluk hidup dan segala sesuatu merupakan mesin dan menyanjung Penciptanya dengan ucapan selamat. | |||
Kedua, yang mengarah pada pandangan makhluk hidup dan makhluk berkesadaran di mana ia menjadi objek perhatian dan re- nungan. Maka segala sesuatu laksana kitab makrifat dan pengeta- huan. Ia tidak meninggalkan alam ini—alam indrawi—kecuali setelah menanamkan sejumlah maknanya di benak makhluk berkesadaran, melekatkan gambarannya dalam ingatan mereka, serta kesan bentuk- nya dalam lembaran khayal yang ada pada catatan ilmu gaib. Artinya, ia tidak keluar dari alam indrawi menuju alam gaib, kecuali setelah masuk ke dalam banyak wilayah wujud dan mendapatkan bentuk wu- jud yang bersifat maknawi, gaib, dan ilmiah. | |||
Ya, selama Allah ada dan selama ilmu-Nya meliputi segala se- suatu, maka dalam dunia mukmin pada hakikatnya tidak ada istilah tiada, ketiadaan, kesia-siaan, lenyap, dan fana. Sebaliknya, dunia orang kafir penuh dengan ketiadaan, perpisahan, kesia-siaan, dan kefanaan. Hakikat ini diperjelas oleh ungkapan terkenal berikut ini:“Siapa yang memiliki Allah, ia memiliki segala sesuatu, sementara yang tidak memiliki Allah, | |||
ia tidak memiliki apa-apa”. | |||
Kesimpulan: Sebagaimana iman menyelamatkan manusia dari kemusnahan abadi saat mati, ia juga menyelamatkan dunia pribadi- nya dari gelapnya ketiadaan dan kesia-siaan. Sebaliknya, kekufuran—terutama kekufuran mutlak—akan memusnahkan manusia, serta memusnahkan dunianya dengan kematian. Ia akan melemparkannya ke dalam kegelapan neraka maknawi dengan mengubah berbagai ke- nikmatan hidupnya menjadi derita dan petaka.Hendaknya telinga orang-orang yang lebih mencintai dunia ke- timbang akhirat menyimak dan mencari obat untuknya jika mereka benar. Atau, hendaknya mereka masuk ke dalam wilayah iman dan membebaskan diri dari kerugian yang nyata. | |||
سُب۟حَانَكَ لَا عِل۟مَ لَنَٓا اِلَّا مَا عَلَّم۟تَنَٓا اِنَّكَ اَن۟تَ ال۟عَلٖيمُ ال۟حَكٖيمُ | سُب۟حَانَكَ لَا عِل۟مَ لَنَٓا اِلَّا مَا عَلَّم۟تَنَٓا اِنَّكَ اَن۟تَ ال۟عَلٖيمُ ال۟حَكٖيمُ | ||
Dari saudaramu yang mengharap doamu sekaligus merindukanmu: | |||
'''Said Nursî''' | '''Said Nursî''' | ||
------ | ------ | ||
<center> [[Yirmi Dördüncü Söz]] ⇐ | [[Sözler]] | ⇒ [[Yirmi Altıncı Söz]] </center> | <center> [[Yirmi Dördüncü Söz/id|KALIMAT KEDUA PULUH EMPAT]] ⇐ | [[Sözler/id|Al-Kalimât]] | ⇒ [[Yirmi Altıncı Söz/id|KALIMAT KEDUA PULUH ENAM]] </center> | ||
------ | ------ | ||
düzenleme