78.189
düzenleme
("Apabila mengacu kepada Rasul x, maka hukum retorika dan kesesuaian konteksnya menunjukkan bahwa perjalanan parsial ini termasuk di antara perjalanan umum dan mi’raj universal di mana beliau mendengar dan menyaksikan semua tanda kekuasaan Tuhan serta kreasi ilahi yang menakjubkan yang dijumpai oleh penglihatan dan pendengarannya pada saat naik dalam tingkatan nama-nama Tu- han yang komprehensif sampai ke Sidratul Muntaha hingga berjarak seukuran dua uju..." içeriğiyle yeni sayfa oluşturdu) |
("Apabila kata ganti tersebut mengacu kepada Allah, maka mak- nanya adalah, “Dia mengundang hamba-Nya untuk menghadap kepa- da-Nya serta berada di hadapannya untuk menyerahkan kepadanya sebuah tugas penting. Karena itu, Dia perjalankan beliau dari Masjid al-Haram menuju Masjid al-Aqsha yang merupakan tempat berkumpul para nabi. Setelah Dia mempertemukan Nabi x dengan mereka sekaligus menampakkannya sebagai pewaris mutlak bagi prinsip agama seluruh nabi,..." içeriğiyle yeni sayfa oluşturdu) Etiketler: Mobil değişiklik Mobil ağ değişikliği |
||
17. satır: | 17. satır: | ||
Apabila mengacu kepada Rasul x, maka hukum retorika dan kesesuaian konteksnya menunjukkan bahwa perjalanan parsial ini termasuk di antara perjalanan umum dan mi’raj universal di mana beliau mendengar dan menyaksikan semua tanda kekuasaan Tuhan serta kreasi ilahi yang menakjubkan yang dijumpai oleh penglihatan dan pendengarannya pada saat naik dalam tingkatan nama-nama Tu- han yang komprehensif sampai ke Sidratul Muntaha hingga berjarak seukuran dua ujung busur (Qâba Qausain) atau lebih dekat lagi. Ini menunjukkan bahwa wisata parsial di atas (Isrâ) merupakan kun- ci bagi wisata universal yang mencakup berbagai kreasi ilahi yang menakjubkan.(*<ref>*Dalam tafsir Rûh al-Ma’ânî karya al-Alûsî (j.15/h.14), disebutkan sebagai beri- kut: “Kata ganti di atas diasumsikan mengacu kepada Nabi x sebagaimana yang dinukil oleh Abu al-Baqâ dari sebagian mereka. Ia berkata, “Maksudnya, ia mendengar perkataan Kami dan melihat diri Kami.” Menurut al-Jalbi, “Hal itu tidak aneh. Jadi, maknanya, ‘Ham- ba-Ku yang mendapatkan penghormatan tersebut sangat layak atasnya. Ia mendengar pe- rintah-perintah-Ku dan larangan-Ku, mengamalkannya, serta melihat di mana ia melihat makhluk-makhluk-Ku dengan mengambil pelajaran darinya atau melihat berbagai tanda kekuasaan yang kami perlihatkan padanya.’” Lihat pula Tafsir Ismail al-Qanawi ala al- Baidhâwî jilid 4/224 (Ihsan Qasim as-Shalihi).</ref>) | Apabila mengacu kepada Rasul x, maka hukum retorika dan kesesuaian konteksnya menunjukkan bahwa perjalanan parsial ini termasuk di antara perjalanan umum dan mi’raj universal di mana beliau mendengar dan menyaksikan semua tanda kekuasaan Tuhan serta kreasi ilahi yang menakjubkan yang dijumpai oleh penglihatan dan pendengarannya pada saat naik dalam tingkatan nama-nama Tu- han yang komprehensif sampai ke Sidratul Muntaha hingga berjarak seukuran dua ujung busur (Qâba Qausain) atau lebih dekat lagi. Ini menunjukkan bahwa wisata parsial di atas (Isrâ) merupakan kun- ci bagi wisata universal yang mencakup berbagai kreasi ilahi yang menakjubkan.(*<ref>*Dalam tafsir Rûh al-Ma’ânî karya al-Alûsî (j.15/h.14), disebutkan sebagai beri- kut: “Kata ganti di atas diasumsikan mengacu kepada Nabi x sebagaimana yang dinukil oleh Abu al-Baqâ dari sebagian mereka. Ia berkata, “Maksudnya, ia mendengar perkataan Kami dan melihat diri Kami.” Menurut al-Jalbi, “Hal itu tidak aneh. Jadi, maknanya, ‘Ham- ba-Ku yang mendapatkan penghormatan tersebut sangat layak atasnya. Ia mendengar pe- rintah-perintah-Ku dan larangan-Ku, mengamalkannya, serta melihat di mana ia melihat makhluk-makhluk-Ku dengan mengambil pelajaran darinya atau melihat berbagai tanda kekuasaan yang kami perlihatkan padanya.’” Lihat pula Tafsir Ismail al-Qanawi ala al- Baidhâwî jilid 4/224 (Ihsan Qasim as-Shalihi).</ref>) | ||
Apabila kata ganti tersebut mengacu kepada Allah, maka mak- nanya adalah, “Dia mengundang hamba-Nya untuk menghadap kepa- da-Nya serta berada di hadapannya untuk menyerahkan kepadanya sebuah tugas penting. Karena itu, Dia perjalankan beliau dari Masjid al-Haram menuju Masjid al-Aqsha yang merupakan tempat berkumpul para nabi. Setelah Dia mempertemukan Nabi x dengan mereka sekaligus menampakkannya sebagai pewaris mutlak bagi prinsip agama seluruh nabi, Dia memperjalankannya dalam satu perjalanan di dalam kerajaan-Nya dan wisata di dalam alam malakut-Nya sampai dengan Sidratul Muntaha hingga berjarak seukuran dua ujung busur atau lebih dekat lagi. | |||
<div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr"> | <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr"> |
düzenleme