78.073
düzenleme
("Maka, sikap memperlihatkan sebab-sebab lahiriah seperti di atas merupakan bentuk pelecehan terhadap kreasi rububiyah agung Tuhan yang penuh hikmah. Sementara itu, di sisi lain ada yang memberi- kan istilah ilmiah terhadap hakikat penting yang tak mampu ditangkap oleh akal. Seakan-akan hakikat tersebut telah dikenal dan diketahui dengan sekadar memberi istilah tersebut. Ia pun menjadi biasa tanpa ada hikmah di dalamnya. Renungkan sikap bodoh yang tak beru..." içeriğiyle yeni sayfa oluşturdu) |
("Bahkan salah seorang dari mereka memperlihatkan sikap yang lebih bodoh daripada Abu Jahal. Ia menisbatkan sebuah peristiwa rububiyah yang memiliki tujuan khusus kepada salah satu hukum alamiah. Seolah-olah hukum itulah yang bekerja dan berbuat. Dengan sikap itu, ia memutuskan korelasinya dengan kehendak dan kekuasaan Ilahi yang bersifat komprehensif di mana ia tercermin dalam sunnatullah yang berlaku di alam. Kemudian ia mengalihkan peristiwa tadi kepada..." içeriğiyle yeni sayfa oluşturdu) |
||
164. satır: | 164. satır: | ||
Renungkan sikap bodoh yang tak berujung itu. Hakikat yang hikmahnya tak mampu dijelaskan oleh seratus halaman seolah-olah dengan sekadar diberi istilah tadi membuatnya dikenal dan biasa. Mereka berkata, “Sesuatu itu berasal dari ini. Ia diakibatkan oleh materi matahari yang berbenturan dengan listrik.” Perkataan ini mem- buatnya seakan-akan sudah dikenal dan dipahami. | Renungkan sikap bodoh yang tak berujung itu. Hakikat yang hikmahnya tak mampu dijelaskan oleh seratus halaman seolah-olah dengan sekadar diberi istilah tadi membuatnya dikenal dan biasa. Mereka berkata, “Sesuatu itu berasal dari ini. Ia diakibatkan oleh materi matahari yang berbenturan dengan listrik.” Perkataan ini mem- buatnya seakan-akan sudah dikenal dan dipahami. | ||
Bahkan salah seorang dari mereka memperlihatkan sikap yang lebih bodoh daripada Abu Jahal. Ia menisbatkan sebuah peristiwa rububiyah yang memiliki tujuan khusus kepada salah satu hukum alamiah. Seolah-olah hukum itulah yang bekerja dan berbuat. Dengan sikap itu, ia memutuskan korelasinya dengan kehendak dan kekuasaan Ilahi yang bersifat komprehensif di mana ia tercermin dalam sunnatullah yang berlaku di alam. Kemudian ia mengalihkan peristiwa tadi kepada unsur kebetulan dan alam. Maka, ia seperti orang dungu yang keras kepala yang menisbatkan kemenangan seorang prajurit dan pa- sukannya dalam perang kepada sistem keprajuritan dan militer yang ada tanpa mengaitkannya dengan sang panglima, pemimpin negara, dan sejumlah perbuatan yang memiliki maksud tertentu. | |||
<div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr"> | <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr"> |
düzenleme