77.975
düzenleme
("Demikianlah. Atas dasar itu, sesungguhnya di samping umur manusia yang fana terdapat umur lain yang bersifat kekal ditinjau dari sisi kehidupan kalbu dan rohaninya. Keduanya akan terus hidup lewat makrifat ilahi, cinta rabbani, ubudiyah subhâni, serta keridhaan rahmâni. Bahkan, umur kekal ini akan mengantarkan kepada alam yang abadi sehingga umur yang fana tadi akan berposisi seperti umur yang kekal abadi." içeriğiyle yeni sayfa oluşturdu) |
("Karena itu, kebahagiaan dan kewajiban manusia yang paling mendasar adalah terletak pada bagaimana ia menghadapkan wajah kepada Dzat Yang Mahakekal dengan segenap upaya, raga, dan seluruh potensi fitrahnya, seraya berjalan melangkah dalam naungan ridha-Nya, berpegang pada nama-nama-Nya, dan dengan seluruh latifah-nya yang berupa kalbu, roh, dan akal mengulang-ulang seperti yang dilakukan lisannya “Yâ Bâqî Anta al-Bâqî”:" içeriğiyle yeni sayfa oluşturdu) |
||
(Aynı kullanıcının aradaki diğer 4 değişikliği gösterilmiyor) | |||
63. satır: | 63. satır: | ||
Ketika manusia sangat mendambakan umur yang panjang dan merindukan keabadian, sementara ada sebuah sarana di hadapannya untuk mengubah umur yang fana menjadi umur yang kekal, makaselama sifat manusiawinya masih adaia pasti akan mencari sarana tersebut. Ia akan segera berusaha mengubah “harapan” itu menjadi sebuah kenyataan. Dan tentu segala upaya akan dikerahkan demi mencapai tujuan tersebut. | Ketika manusia sangat mendambakan umur yang panjang dan merindukan keabadian, sementara ada sebuah sarana di hadapannya untuk mengubah umur yang fana menjadi umur yang kekal, makaselama sifat manusiawinya masih adaia pasti akan mencari sarana tersebut. Ia akan segera berusaha mengubah “harapan” itu menjadi sebuah kenyataan. Dan tentu segala upaya akan dikerahkan demi mencapai tujuan tersebut. | ||
Karena itu, pergunakanlah sarana tersebut! Berbuatlah untuk Allah, bersualah demi Allah, serta berusahalah karena Allah. Jadikan semua gerakanmu dalam naungan ridha Allah (untuk Allah, demi Allah, dan karena Allah). Dari situ engkau akan menyaksikan bahwa menit demi menit dari umurmu yang singkat menjadi senilai tahunan. | |||
Hakikat ini ditunjukkan oleh Laylatul Qadar. Meskipun ia hanya satu malam, tetapi ia lebih baik daripada seribu bulan sesuai dengan bunyi ayat al-Qur’an.(*<ref>*QS. al-Qadr [97]: 3.</ref>)Artinya, ia senilai delapan puluh tahun lebih.Petunjuk lainnya adalah sebuah kaidah yang telah ditetap- kan oleh para wali dan ahli hakikat. Yaitu masalah “pembentangan waktu” yang ditunjukkan secara nyata oleh peristiwa Mi’raj Nabi. Dalam peristiwa tersebut, hitungan detik dibentangkan menjadi hitungan tahun. Hitungan jamnya menjadi begitu luas dan panjang seukuran ribuan tahun. | Hakikat ini ditunjukkan oleh Laylatul Qadar. Meskipun ia hanya satu malam, tetapi ia lebih baik daripada seribu bulan sesuai dengan bunyi ayat al-Qur’an.(*<ref>*QS. al-Qadr [97]: 3.</ref>)Artinya, ia senilai delapan puluh tahun lebih.Petunjuk lainnya adalah sebuah kaidah yang telah ditetap- kan oleh para wali dan ahli hakikat. Yaitu masalah “pembentangan waktu” yang ditunjukkan secara nyata oleh peristiwa Mi’raj Nabi. Dalam peristiwa tersebut, hitungan detik dibentangkan menjadi hitungan tahun. Hitungan jamnya menjadi begitu luas dan panjang seukuran ribuan tahun. | ||
Sebab, dengan peristiwa Mi’raj tersebut, Nabi memasuki alam baka (keabadian). Beberapa menit dari alam kea- | |||
badian senilai ribuan tahun ukuran dunia. | |||
Adanya “pembentangan waktu” tersebut juga diperkuat oleh berbagai peristiwa yang pernah dialami oleh para wali yang saleh. Ada di antara mereka yang melakukan amal-amal perbuatan satu hari hanya dalam satu detik. Ada lagi yang menyelesaikan tugas dan kewajiban satu tahun hanya dalam satu jam. Serta ada pula di antara mereka yang mengkhatamkan al-Qur’an hanya dalam satu menit.Demikianlah, berbagai riwayat di atas dan yang sejenisnya, tidak diragukan lagi adanya. Sebab, para penyampai riwayat tersebut adalah orang-orang yang jujur dan saleh. Mereka tidak memiliki sifat bohong. Apalagi peristiwanya sudah mutawatir dan seringkali terjadi. Mereka menyampaikan riwayat tersebut seolah-olah menyaksikannya secara langsung. Jadi, ia tidak bisa diragukan. | |||
< | Pem- bentangan waktu tersebut merupakan sebuah kenyataan yang tak terbantahkan.(*<ref>*Allah berfirman:“Salah seorang dari mereka bertanya, ‘Sudah berapa lama kamu berada di sini?’ mereka menjawab: ‘Kita berada (disini) sehari atau setengah hari’.” (QS. al-Kahfi [18]: 19).“Mereka tinggal dalam gua selama tiga ratus tahun ditambah sembilan tahun lagi.” (QS. al-Kahfi [18]: 25).Dua ayat di atas menunjukkan adanya “pelipatan waktu” sebagaimana ayat berikut ini menunjukkan adanya “pembentangan waktu”.“Sesungguhnya satu hari di sisi Tuhanmu adalah seperti seribu tahun menurut perhitunganmu.” (QS. al-Hajj [22]: 47)Penulis.</ref>)Pembentangan waktu dapat terlihat pada mimpi yang dibenarkan oleh semua orang. Bisa jadi seseorang bermimpi tidak sampai satu menit, namun ia dapat mengalami berbagai kondisi, bisa berbincang-bincang, merasakan aneka kenikmatan, serta merasakan siksa, yang dalam waktu sadar membutuhkan waktu satu hari, atau bahkan membutuhkan waktu berhari-hari. | ||
Sebagai kesimpulan: Meskipun manusia merupakan makhluk yang fana, namun ia tercipta untuk kekal abadi. Allah, Sang Pencipta Yang Mahamulia, menciptakan manusia laksana cermin yang memantulkan manifestasi-Nya yang kekal. Allah juga membebaninya dengan berbagai kewajiban yang membuahkan hasil yang kekal, serta memberinya bentuk yang paling baik agar bisa menjadi tempat terukirnya berbagai manifestasi Asmaul Husna yang kekal. | |||
Karena itu, kebahagiaan dan kewajiban manusia yang paling mendasar adalah terletak pada bagaimana ia menghadapkan wajah kepada Dzat Yang Mahakekal dengan segenap upaya, raga, dan seluruh potensi fitrahnya, seraya berjalan melangkah dalam naungan ridha-Nya, berpegang pada nama-nama-Nya, dan dengan seluruh latifah-nya yang berupa kalbu, roh, dan akal mengulang-ulang seperti yang dilakukan lisannya “Yâ Bâqî Anta al-Bâqî”:Dialah Yang Maha Kekal. Dialah Yang Azali dan Abadi. Dialah Yang Tak pernah berakhir. Dialah Yang Maha Permanen. Dialah Yang Maha Diminta. Dialah Yang Maha Dicinta. Dialah Yang Maha Dituju. Serta Dialah Yang Maha Disembah. | |||
سُب۟حَانَكَ لَا عِل۟مَ لَنَٓا اِلَّا مَا عَلَّم۟تَنَٓا اِنَّكَ اَن۟تَ ال۟عَلٖيمُ ال۟حَكٖيمُ | سُب۟حَانَكَ لَا عِل۟مَ لَنَٓا اِلَّا مَا عَلَّم۟تَنَٓا اِنَّكَ اَن۟تَ ال۟عَلٖيمُ ال۟حَكٖيمُ | ||
رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذ۟نَٓا اِن۟ نَسٖينَٓا اَو۟ اَخ۟طَا۟نَا | رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذ۟نَٓا اِن۟ نَسٖينَٓا اَو۟ اَخ۟طَا۟نَا | ||
------ | ------ | ||
<center> [[İkinci Lem'a]] ⇐ [[Lem'alar]] | ⇒ [[Dördüncü Lem'a]] </center> | <center> [[İkinci Lem'a/id|CAHAYA KEDUA]] ⇐ | [[Lem'alar/id|Al-Lama’ât]] | ⇒ [[Dördüncü Lem'a/id|CAHAYA KEEMPAT]] </center> | ||
------ | ------ | ||
düzenleme