77.975
düzenleme
("'''Jawaban:'''" içeriğiyle yeni sayfa oluşturdu) |
("------ <center> CAHAYA KESEPULUH ⇐ | Al-Lama’ât | ⇒ CAHAYA KEDUA BELAS </center> ------" içeriğiyle yeni sayfa oluşturdu) |
||
(Aynı kullanıcının aradaki diğer 36 değişikliği gösterilmiyor) | |||
112. satır: | 112. satır: | ||
'''Jawaban:''' | '''Jawaban:''' | ||
Pertama, sebagaimana Allah Sang Maha Pencipta Yang Agung ingin memperlihatkan ciptaan-Nya dengan bentuk yang indah dalam pandangan makhluk-Nya, meletakkan hal-hal yang tidak disukai dalam tirai hijab-Nya, serta menghiasi nikmat-nikmat-Nya agar disenangi oleh penglihatan manusia, maka Allah juga meminta kepa- da para makhluk dan hamba-Nya untuk tampil dalam bentuk terbaik. Sebab, kalau mereka tampil dalam kondisi yang buruk, maka hal itu bertentangan dengan adab yang indah serta bertentangan dengan kesucian nama-nama-Nya, seperti Yang Mahaindah, Yang Maha Menghiasi, Yang Mahalembut, dan Yang Mahabijaksana. | |||
Demikianlah, adab-adab yang terdapat dalam sunnah Nabi merupakan ekspresi adab yang suci seperti yang terkandung dalam nama-nama Tuhan yang mulia. | |||
Kedua, seorang dokter tentu diperbolehkan untuk melihat bagian-bagian tubuh pasien yang terlarang dilihat dari perspektif pengobatan. Bahkan dalam kondisi darurat, ia boleh menyingkap bagian tubuh tersebut. Tindakan tersebut tidak dianggap sebagai tindakan yang melanggar adab. Tetapi dianggap sebagai konsekuensi dari sebuah pengobatan. Hanya saja, dokter tersebut tidak boleh melihat bagian-bagian terlarang tadi dalam kapasitasnya sebagai orang biasa, juru nasihat, atau ulama. Ia dilarang keras untuk menyingkap bagian tubuh tersebut jika dalam kondisi seperti tadi. Bahkan, tinda- kan tersebut termasuk tindakan yang tidak punya rasa malu. | |||
Demikian halnya dengan Allah , tanpa menyerupakan Dia dengan apa dan siapa pun. Dia, Sang Pencipta Yang Agung, memiliki banyak nama yang baik. Setiap nama mempunyai tampilan sendiri. Misalnya, nama al-Ghaffâr (Yang Maha Mengampuni) menghendaki adanya dosa, nama as-Sattâr (Yang Maha Menutupi) mengharuskan adanya kesalahan, maka nama al-Jamîl (Yang Mahaindah) menun- jukkan bahwa Tuhan tidak senang melihat keburukan. | |||
Nama-nama Tuhan yang indah seperti al-Lathîf (Yang Ma- halembut), al-Karîm (Yang Mahamulia), al-Hakîm (Yang Mahabijaksana), dan ar-Rahîm (Yang Maha Pengasih) mengharuskan semua entitas tampil dalam bentuk yang paling bagus dan kondisi yang sebaik-baiknya. Nama-nama yang indah dan sempurna itu meng- haruskan adanya penampakan keindahan-Nya dengan memberikan berbagai atribut indah pada setiap entitas serta bagaimana mere- ka memiliki adab-adab yang mulia di hadapan para malaikat, para makhluk spiritual, jin, dan manusia. | |||
Demikianlah, adab-adab yang terdapat dalam sunnah Nabi menjadi petunjuk atas adab-adab yang mulia tersebut berikut prinsip dan contoh-contohnya. | |||
< | <span id="Sekizinci_Nükte"></span> | ||
== | ==Nuktah Kedelapan== | ||
Allah berfirman: “Sungguh, telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri...” (QS. at-Taubah [9]: 128). Ayat di atas menunjukkan kesempurnaan kasih sayang Rasul terhadap umatnya. Sementara ayat berikutnya: “Maka jika mereka berpaling (dari keimanan), katakanlah (Muhammad), ‘Cukuplah Allah bagiku’...” (QS. at-Taubah [9]: 129). | |||
Ayat tersebut menegaskan: “Wahai manusia, wahai kaum mus- limin, ketahuilah! Sungguh kalian tidak memiliki perasaan dan akal apabila kalian berpaling dari sunnah Nabi yang sangat penyayang ini serta berpaling dari hukum-hukum yang beliau sampaikan. Sebab, sikap tersebut berarti mengingkari sifat belas kasih beliau yang sangat jelas dan menentang sifat sayang beliau yang begitu nyata. Dialah sosok yang telah memberikan petunjuk kepada kalian dengan kasihnya yang luas. Dialah yang telah mencurahkan apa yang diberikan kepadanya demi kemaslahatan kalian seraya mengobati luka-luka yang ada pada kalian dengan balsam sunnah yang suci dan dengan hukum-hukum yang dibawanya. | |||
“Sementara engkau, wahai Rasul yang pengasih dan penyayang, apabila mereka tidak mengetahui kasih sayangmu yang besar itu karena kebodohan mereka, serta apabila mereka tidak menghargai cintamu yang luas ini lalu berpaling; tidak peduli denganmu, maka jangan hiraukan mereka serta jangan engkau risau. Tuhan Pemeliharan arasy yang agung; Yang menguasai tentara langit dan bumi; dan Yang kekuasaan rububiyah-Nya mencakup arasy agung yang meliputi segala sesuatu, telah cukup bagimu. Dia akan mengumpulkan di sekitarmu orang-orang yang taat kepadamu, serta menjadikan mereka sebagai orang-orang yang mau mendengarkanmu dan ridha dengan hukummu.” | |||
Ya, tidak ada satu pun perkara dalam syariat dan sunnah Nabi melainkan mengandung berbagai hikmah. Aku yang fakir ini mengakui hal tersebut dengan segala kekuranganku. Aku siap membuktikan pernyataanku ini. Apa yang telah kutulis hingga saat ini, yaitu lebih dari tujuh puluh risalah ibarat tujuh puluh saksi jujur terhadap hikmah dan hakikat yang dikandung oleh sunnah dan syariat Nabi Muhammad . Andaikan topik tersebut diberi penilaian, lalu ditulis tujuh puluh risalah bahkan tujuh ribu risalah sekalipun, niscaya tak- kan cukup menampung semua hikmah yang ada di dalamnya. | |||
Selain itu, aku telah merasakan dan menyaksikan secara langsung, bahkan aku memiliki seribu pengalaman bahwa prin- sip-prinsip persoalan syariat dan sunnah Nabi merupakan obat terbaik dan paling mujarab untuk berbagai penyakit rohani, mental, dan kalbu. Terutama yang terkait dengan aspek sosial kemasyarakatan. Lewat penyaksian dan perasaan yang kualami, aku nyatakan hal ini. Dalam sejumlah risalah, aku telah membuat yang lainnya ikut merasakan sebagian darinya bahwa masalah-masalah filsafat dan hikmah tidak bisa menggantikan posisi persoalan tersebut. Bagi mereka yang meragukan pernyataanku ini, bisa menelaah kembali beberapa bagian dari Risalah Nur. | |||
Dengan mengikuti sunnah Nabi semampu mungkin, kita akan mendapatkan keuntungan yang besar, kebahagiaan hidup yang abadi, serta kesuksesan di dunia. | |||
< | <span id="Dokuzuncu_Nükte"></span> | ||
== | ==Nuktah Kesembilan== | ||
Mengikuti setiap jenis sunnah Nabi secara keseluruhan hanya dapat dilaksanakan oleh orang-orang pilihan yang istimewa. Namun, setiap orang bisa mengikutinya dengan niat dan tekad untuk berkomitmen dan menerimanya. Seperti telah diketahui bersama, kita harus berkomitmen dalam menjalankan sunnah yang bersifat wajib. Sementara sunnah yang bersifat sunnah jika ditinggalkan dan diabaikan, meskipun tidak berdosa, merupakan tindakan menyianyiakan ganjaran yang besar, serta jika diubah akan menjadi kesalahan besar. Adapun sunnah Nabi yang terkait dengan persoalan adat dan muamalah, jika diikuti akan mengubah adat tersebut menjadi sebuah ibadah. Orang yang meninggalkannya memang tidak tercela, hanya saja dengan begitu ia tidak mendapat cahaya kehidupan kekasih Allah, Nabi. | |||
Adapun perbuatan bid’ah adalah tindakan membuat-buat hal baru dalam urusan ibadah. Tindakan tersebut tentu saja tertolak, sebab bertentangan dengan ayat yang berbunyi:“Pada hari ini telah kusempurnakan untukmu agamamu...” (QS. al-Maidah [5]: 3).Tetapi, jika hal-hal baru itu terkait dengan masalah wirid, zikir, dan bacaan—seperti yang terdapat dalam tarekat sufiia tidak termasuk bid’ah selama landasan utamanya terambil dari al-Qur’an dan Sunnah. Yaitu yang memenuhi syarat dengan tidak menyalahi dan mengubah sunnah Nabi. Memang ada sebagian ulama yang memasukkan sebagian dari hal semacam itu sebagai bid’ah. Namun mereka menyebutnya sebagai “bid’ah hasanah”. | |||
Hanya saja, Imam Rabbâni berpendapat, “Dalam perjalananku mengarungi suluk rohani, aku melihat bahwa bacaan-bacaan yang bersumber dari Rasul memantulkan kilau dan cahaya berkat pancaran sunnah beliau. Sedangkan wirid-wirid yang hebat dan keadaan menakjubkan yang tidak bersumber dari beliau sama sekali tidak memantulkan kilau dan cahaya tersebut. Dari sini aku kemudian memahami bahwa pancaran cahaya sunnah merupakan eliksir(*<ref>*Eliksir adalah zat cair yg oleh para ahli zaman dahulu (abad pertengahan) diharapkan dapat mengubah logam menjadi emas, dan dapat memperpanjang kehidupan tanpa batas (usia)—KBBI.</ref>) | |||
atau obat yang ampuh. Sunnah telah cukup bagi mereka yang mencari cahaya. Jadi, tidak perlu lagi mencari cahaya diluar itu.” Pernyataan sang tokoh ahli hakikat dan syariat ini menjelaskan kepada kita bahwa sunnah merupakan pilar utama kebahagiaan seseorang, baik di dunia maupun di akhirat. | |||
Selain itu, ia merupakan sumber kesempurnaan dan kebaikan. | |||
Ya Allah, karuniakanlah kepada kami kemampuan untuk mengikuti sunnah yang mulia! | |||
“Ya Tuhan kami, kami telah beriman kepada apa yang Engkau turunkan dan kami telah mengikuti Rasul. Karena itu, tetapkanlah kami bersama golongan orang-orang yang memberikan kesaksian.” | |||
< | <span id="Onuncu_Nükte"></span> | ||
== | ==Nuktah Kesepuluh== | ||
Allah berfirman: “Katakanlah: Jika kalian benar-benar mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mencintai kalian.” (QS. Âli Imrân [3]: 31).Pada ayat di atas terdapat bentuk simplifikasi redaksi yang mengagumkan. Makna yang begitu banyak dirangkum hanya oleh tiga kalimat.Ayat itu menegaskan, “Jika kalian beriman kepada Allah, pasti kalian mencintai-Nya. Selama kalian mencintai-Nya, pasti kalian beramal sesuai dengan apa yang dicintai-Nya. Hal itu berarti kalian harus meneladani pribadi yang Dia cintai. Dan itu bisa terwujud dengan cara kalian mengikuti pribadi tersebut. Jika kalian mengikutinya, Allah akan cinta kepada kalian. Tentu saja kalian mencintai Allah agar juga dicintai oleh-Nya.” | |||
Demikianlah, kalimat-kalimat di atas baru sebagian saja dari makna ringkas ayat tersebut. Bisa dikatakan bahwa tujuan utama manusia adalah menjadi orang yang pantas dicintai Allah. Redaksi ayat tersebut menunjukkan bahwa jalan menuju tujuan utama itu adalah dengan mengikuti orang yang dikasihi Allah (Nabi ) dan mengaplikasikan sunnahnya yang suci. Ketika kita mengarahkan perhatian pada tiga poin berikut, hakikat yang terkandung di dalamnya akan tampak dengan jelas. | |||
< | <span id="Birinci_Nokta:"></span> | ||
=== | ===Poin Pertama=== | ||
Manusia telah diberi naluri tak terbatas untuk mencintai Sang Maha Pencipta alam. Sebab, fitrah manusia menyimpan rasa cinta pada keindahan, rasa senang pada kesempurnaan, dan rasa rindu pada kebaikan. Rasa cinta tersebut bertambah besar sesuai dengan tingkat keindahan, kesempurnaan, dan kebaikan yang ada hingga mencapai puncaknya. Ya, di dalam kalbu yang kecil milik manusia yang kerdil tertanam kerinduan sebesar alam. Kemampuan manusia untuk memindahkan dan menyimpan isi berbagai buku di sebuah perpustakaan besar ke dalam “daya hafal” yang ada di kalbunya—yang hanya sebesar biji kacang adas—menunjukkan bahwa kalbu manusia mempunyai kemampuan untuk menghimpun alam serta bisa menyimpan rasa cinta sebesar alam. | |||
Selama fitrah manusia memiliki kecenderungan tak terhingga untuk mencintai kebaikan, keindahan, dan kesempurnaan, sementara Sang Pencipta alam memiliki keindahan suci yang tak terbatas. Hal itu secara jelas terwujud lewat tanda-tanda lahiriah yang terdapat di alam. Dia juga mempunyai kesempurnaan tak terbatas. Hal itu tampak secara nyata lewat goresan ciptaan-Nya yang terlihat jelas di dunia ini. Dia juga mempunyai kebaikan tak terhingga yang terasa dan tampak dalam karunia dan nikmat-Nya kepada seluruh makhluk. Tentu saja, Allah menuntut rasa cinta yang tak terbatas dari manu- sia yang merupakan makhluk paling sempurna penciptaannya, paling banyak kebutuhannya, paling dalam perenungannya, serta yang paling rindu kepada-Nya. | |||
Ya, sebagaimana setiap manusia memiliki potensi luar biasa untuk mencintai Sang Pencipta Yang Agung itu, begitu juga Dia memang layak untuk dicintai karena keindahan, kesempurnaan, dan kebaikan-Nya yang tak tertandingi. Bahkan, kecintaan seorang mukmin terhadap orang-orang yang mempunyai hubungan tertentu dengannya, terutama kecintaan terhadap kehidupan dan keabadiannya, terhadap wujud dan dunianya, serta terhadap diri dan seluruh entitas, tidak lain merupakan pancaran dari potensi cintanya kepada Tuhan. | |||
Seperti kita ketahui, sebagaimana manusia menikmati kebahagiaan pribadinya, ia juga menikmati kebahagiaan orang-orang yang mempunyai hubungan dengannya. Selain itu, sebagaimana ia mencintai Dzat yang telah menolongnya dari bencana, ia juga mencintai Dzat yang telah menyelamatkan orang-orang yang ia cintai dari berbagai musibah. | |||
Demikianlah, ketika jiwa manusia menyadari karunia Allah lalu berpikir tentang satu kebaikan saja dari kebaikan-Nya yang tak terhitung, pasti ia akan merenung sebagai berikut:“Penciptaku yang telah menyelamatkanku dari gelapnya kefanaan abadi, memberiku anugerah penciptaan dan wujud, serta menghadiahkan sebuah kehidupan yang indah sehingga aku bisa menikmati keindahan di muka bumi ini. Dia juga akan menyelamat- kanku dari gelapnya ketiadaan dan kefanaan abadi ketika ajalku tiba. Dia akan memberikan sebuah alam abadi yang cemerlang di alam baka di akhirat nanti. Selain itu, Dia akan menganugerahkan kepadaku indra dan perasaan, yang bersifat lahiriah maupun batiniah, agar aku bisa menikmati dan merasakan perpindahan di antara berbagai jenis kenikmatan yang terdapat di alam yang indah dan suci itu.“Selanjutnya, Allah juga akan menjadikan semua kerabat dan semua anak keturunanku yang kucintai serta yang mempunyai hubungan dekat denganku sebagai orang-orang yang layak menerima berbagai karunia dan kebaikan-Nya yang tak terhingga. Di satu sisi kebaikan tersebut juga kembali kepadaku. Sebab, aku juga turut merasakan kebahagiaan mereka.” | |||
Selama dalam diri manusia terdapat kecintaan dan kerinduan yang mendalam terhadap kebaikan seperti bunyi sebuah pepatah, “Manusia adalah pemuja kebaikan”, maka setiap kali mendapat kebaikan abadi yang tak terhingga, ia akan berucap, “Andaikata aku memiliki kalbu seluas alam, tentu akan kuisi dengan rasa cinta dan rindu terhadap kebaikan Ilahi itu. Aku ingin mengisi kalbuku dengannya. Namun, meski aku belum mencapai tingkat cinta yang semacam itu, aku tetap layak untuk memilikinya dengan bermodal- kan kesiapan, keyakinan, niat, penerimaan, penghormatan, kerinduan, komitmen, dan kemauan.”Demikianlah, kecintaan manusia terhadap keindahan dan kesempurnaan harus diukur dengan kecintaannya terhadap kebaikan Tuhan seperti yang telah kami terangkan secara global. Adapun orang kafir, mereka menyimpan rasa permusuhan tak terbatas. Bahkan, memusuhi dan meremehkan alam semesta berikut entitasnya. | |||
< | <span id="İkinci_Nokta:"></span> | ||
=== | ===Poin Kedua=== | ||
Sesungguhnya kecintaan kepada Allah menghendaki adanya sikap mengikuti sunnah Nabi Muhammad. Sebab, kecintaan kepada Allah baru terwujud dengan melakukan perbuatan yang diridhai oleh-Nya. Sementara itu, ridha-Nya dalam bentuk yang paling utama tampak pada pribadi Muhammad. Meneladani pribadi beliau yang penuh berkah dalam hal gerakan ataupun perbuatan, bisa terwujud dengan dua aspek: | |||
1. Aspek cinta kepada Allah, menaati segala perintah-Nya, dan berbuat sesuai dengan ridha-Nya. Aspek ini mengharuskan kita mengikuti Nabi. Sebab, pemimpin yang paling sempurna dalam urusan tersebut adalah Muhammad. | |||
2. Aspek pribadi Nabi Muhammad yang merupakan perantara yang paling mulia bagi umat manusia untuk mendapatkan kebaikan Ilahi yang tak terhingga. Tentu saja, beliau layak mendapatkan cinta yang tak terkira atas nama dan karena Allah.Secara fitrah, manusia mempunyai keinginan untuk mencontoh sosok yang dicintainya semampu mungkin. Maka, mereka yang berusaha mencintai kekasih Allah, haruslah berupaya meneladani dan mencontoh beliau dengan cara mengikuti semua sunnahnya yang mulia. | |||
< | <span id="Üçüncü_Nokta:"></span> | ||
=== | ===Poin Ketiga=== | ||
Sebagaimana Allah mempunyai rahmat yang tak terhingga, Dia juga memiliki kecintaan yang tak terkira. Sebagaimana Allah membuat diri-Nya dicintai dalam bentuk yang tak terbatas dengan keindahan yang terdapat pada alam semesta, Dia juga mencintai seluruh makhluk-Nya, terutama mereka yang memiliki perasaan yang mere- spon cinta Tuhan dengan cinta dan pengagungan. Karena itu, tujuan tertinggi manusia terletak pada sesuatu yang diridhai Tuhan serta usaha termulia manusia adalah bagaimana caranya agar ia dicintai oleh-Nya; Dzat yang telah menciptakan surga dengan segala kelembutan, kebaikan, kenikmatan, dan karunia-Nya lewat manifestasi rahmat-Nya. | |||
Karena cinta-Nya hanya bisa didapatkan dengan mengikuti sunnah Muhammad seperti disebutkan oleh firman Allah di atas, maka mengikuti sunah Muhammad merupakan tujuan termulia sekaligus merupakan tugas terpenting manusia. | |||
< | <span id="On_Birinci_Nükte"></span> | ||
== | ==Nuktah Kesebalas== | ||
Ia terdiri dari tiga persoalan: | |||
< | <span id="Birinci_Mesele:"></span> | ||
=== | ===Persoalan Pertama=== | ||
Sunnah Rasul berasal dari tiga sumber, yaitu perkataan, perbuatan, dan keadaan beliau. Tiga sumber ini juga terbagi lagi menjadi tiga, yaitu wajib, sunnah, dan adat yang merupakan kebiasaan beliau. Hal yang wajib tentu saja harus diikuti. | |||
Jika diabaikan atau diting- galkan, maka akan mengakibatkan azab dan hukuman. Sementara sunnah Nabi yang bersifat sunnah juga dibebankan kepada kaum mukmin dengan melihat pada sejauh mana ia dianjurkan. | |||
Memang meninggalkan sunnah Nabi yang bersifat sunnah tidak menyebabkan dosa. Hanya saja, jika dikerjakan dan diikuti akan menghasilkan pahala yang besar. Mengubah dan mengganti sesuatu yang sunnah, jelas merupakan perbuatan bid’ah, serta termasuk kesesatan dan kesalahan besar. | |||
Selanjutnya, setiap kebiasaan, gerakan, dan diamnya Rasul termasuk hal yang sangat baik untuk ditiru. Sebab, pada semua itu terdapat hikmah dan manfaat yang besar, baik bagi kehidupan pribadi maupun sosial. Selain itu, tindakan yang mengikuti sunnah beliau akan mengubah adab dan kebiasaan menjadi bernilai ibadah. | |||
Ya, Beliau memiliki akhlak paling mulia, seperti disepakati oleh baik kawan maupun lawan. Beliau adalah sosok pilihan di antara seluruh umat manusia, selain sebagai pribadi yang paling dikenal semua orang. Beliau juga pribadi paling sempurna, bahkan teladan dan pembimbing paling utuh dengan melihat pada ribuan mukjizat- nya, kesaksian dunia Islam yang dibentuknya, dan kesempurnaan pribadinya yang didukung oleh hakikat al-Qur’an yang disampaikan- nya. Jutaan orang-orang mulia bisa menapaki dan mencapai derajat kesempurnaan berkat sikap mengikuti beliau hingga akhirnya mere- ka mendapat kebahagiaan dunia dan akhirat. Jika demikian, tentulah sunnah Nabi dan semua tingkah lakunya adalah contoh yang paling utama untuk diteladani, petunjuk yang paling sempurna untuk diikuti, serta prinsip yang paling bijak dan aturan yang paling agung untuk dijadikan landasan hidup seorang muslim. | |||
< | Orang yang bahagia adalah yang paling intens mengikuti sunnah Nabi. Sementara orang yang tidak mengikuti sunnah akan benar-benar merugi jika sikap tidak mengikuti tadi bersumber dari kemalasan, merupakan kejahatan jika tindakannya itu bersumber dari ketidakpedulian, serta merupakan kesesatan yang nyata jika disertai dengan kritikan yang mengandung pengingkaran terhadap sunnah tersebut.(*<ref>*Lihat: al-Bukhari, al-I’tishâm, 2, al-Ahkâm, 1, al-Jihâd, 109; Muslim, al-Imârah, 33; an-Nasa’i, al-Bai`ah, 27; Ahmad ibn Hambal, al-Musnad, 2/361.</ref>) | ||
</ | |||
< | <span id="İkinci_Mesele:"></span> | ||
=== | ===Persoalan Kedua=== | ||
Dalam al-Qur’an, Allah menggambarkan sifat Rasul dengan firman-Nya: | |||
“Sesungguhnya Kamu benar-benar memiliki budi pekerti yang agung.” (QS. al-Qalam [68]: 4).Sementara para sahabat yang mulia menggambarkan beliau seperti yang dinyatakan oleh Aisyah:“Akhlak beliau adalah al-Qur’an”.(*<ref>*Lihat: Muslim, Shalâtul Musâfirîn, 139; Ibnu Majah, al-Ahkâm, 14; Ahmad ibn Hambal, al-Musnad, 6/91, 163, 216.</ref>)Maksudnya, Nabi merupakan contoh ideal dari akhlak terpuji yang dipaparkan oleh alQur’an. Beliau adalah sosok terbaik yang mencerminkan semua akhlak mulia tersebut. Bahkan secara fitrah, beliau memang telah tercipta di atas kemuliaan itu. | |||
</ | |||
Karena setiap perbuatan, ucapan, keadaan, dan tingkah laku Nabi seharusnya menjadi teladan bagi umat manusia, maka alangkah malang umatnya yang beriman ketika mereka melalaikan sunnah beliau. Mereka tidak memedulikan atau bahkan menggantikan dengan yang lain. Betapa malang dan menderitanya mereka. | |||
< | <span id="Üçüncü_Mesele:"></span> | ||
=== | ===Persoalan Ketiga=== | ||
Karena Rasul diciptakan dalam kondisi terbaik dan dalam bentuk rupa yang paling sempurna, maka segala gerak-gerik dan diam beliau berjalan sesuai dengan sikap pertengahan dan istikamah. Sejarah perjalanan hidup beliau yang mulia secara tegas dan jelas menerangkan bahwa beliau memiliki sikap pertengahan dan istikamah pada setiap gerak-geriknya sekaligus menghindari sikap berlebihan dan ekstrem.Ya, karena beliau dengan sempurna mengaplikasikan firman Allah yang berbunyi: | |||
“Istikamahlah (bertindaklah secara lurus) sebagaimana engkau diperintahkan...” (QS. Hûd [11]: 112), maka istikamah tampak dalam semua perbuatan, ucapan, dan tingkah lakunya secara jelas. | |||
Misalnya “kekuatan rasio” beliau selalu berjalan dalam koridor kebijaksanaan yang merupakan poros keistikamahan dan sikap pertengahan sekaligus jauh dari dua sikap ekstrem yang merusak, yaitu sikap tolol dan menipu. | |||
“Kekuatan amarah” beliau selalu berjalan dalam koridor keberanian yang luhur, yang merupakan poros keistikamahan dan sikap pertengahan. Beliau terbebas dari dua sikap ekstrem yang merusak, yaitu sikap pengecut dan tidak takut apa pun. | |||
“Kekuatan syahwat” beliau juga selalu berada dalam garis istikamah, yaitu yang terwujud dalam sifat iffah (menjaga kehormatan). Secara konsisten, kekuatan syahwat beliau berada dalam koridor sifat tersebut dengan tingkatan ishmah yang paling mulia. Sehingga beliau jauh dari dua hal ekstrem, yaitu tidak bergairah kepada wanita dan berbuat zina. | |||
Demikianlah, Nabi telah memilih sikap istikamah dalam semua sunnah beliau, dalam semua kondisi alamiah beliau, serta dalam semua hukum-hukum syariat beliau. Di sisi lain, beliau menjauhi sikap zalim, yaitu berupa ifrât dan tafrît (sikap ekstrim dari dua sisi). Bahkan beliau telah meniti jalan hemat yang jauh dari pemborosan, baik dalam berbicara, makan, maupun minum. | |||
Dalam menjelaskan masalah tersebut telah ditulis ribuan jilid buku. Hanya saja kami mencukupkan diri membahas setetes saja dari lautan yang ada. Sebab, “Orang cerdas cukup diberi isyarat”. | |||
“Ya Allah, limpahkanlah salawat atas pribadi yang memiliki seluruh akhlak mulia, yang telah memperlihatkan rahasia, “Sesungguhnya kamu benar-benar memiliki budi pekerti yang agung”, | |||
serta yang telah bersabda, “Siapa yang berpegang pada sunnahku di saat rusaknya umatku, ia mendapat pahala seratus orang yang mati syahid.” | |||
“Mereka berkata, Segala puji bagi Allah yang telah menunjuki kami pada jalan ini. Kami tidak akan mendapat petunjuk jika sekiranya Allah tidak menunjuki kami, Sungguh para utusan Tuhan itu telah datang | |||
dengan membawa kebenaran.” | |||
سُب۟حَانَكَ لَا عِل۟مَ لَنَٓا اِلَّا مَا عَلَّم۟تَنَٓا اِنَّكَ اَن۟تَ ال۟عَلٖيمُ ال۟حَكٖيمُ | سُب۟حَانَكَ لَا عِل۟مَ لَنَٓا اِلَّا مَا عَلَّم۟تَنَٓا اِنَّكَ اَن۟تَ ال۟عَلٖيمُ ال۟حَكٖيمُ | ||
------ | ------ | ||
<center> [[Onuncu Lem'a]] ⇐ [[Lem'alar]] | ⇒ [[On İkinci Lem'a]] </center> | <center> [[Onuncu Lem'a/id|CAHAYA KESEPULUH]] ⇐ | [[Lem'alar/id|Al-Lama’ât]] | ⇒ [[On İkinci Lem'a/id|CAHAYA KEDUA BELAS]] </center> | ||
------ | ------ | ||
düzenleme