77.975
düzenleme
Değişiklik özeti yok |
("------ <center> CAHAYA KEENAM BELAS ⇐ | Al-Lama’ât | ⇒ CAHAYA KEDELAPAN BELAS </center> ------" içeriğiyle yeni sayfa oluşturdu) Etiketler: Mobil değişiklik Mobil ağ değişikliği |
||
(Aynı kullanıcının aradaki diğer 64 değişikliği gösterilmiyor) | |||
292. satır: | 292. satır: | ||
Oh, aku telah dibungkus dengan kain kafan dan masuk di kubur seraya ditinggal oleh mereka yang telah mengiringiku. Aku menantikan ampunan dan rahmat-Mu. Aku menyaksikan bahwa tidak ada tempat perlindungan dan keselamatan selain-Mu seraya menyeru, “Aku memohon keselamatan! Aku memohon keselamatan dari sempitnya tempat, buasnya maksiat, dan buruknya dosa. | Oh, aku telah dibungkus dengan kain kafan dan masuk di kubur seraya ditinggal oleh mereka yang telah mengiringiku. Aku menantikan ampunan dan rahmat-Mu. Aku menyaksikan bahwa tidak ada tempat perlindungan dan keselamatan selain-Mu seraya menyeru, “Aku memohon keselamatan! Aku memohon keselamatan dari sempitnya tempat, buasnya maksiat, dan buruknya dosa. | ||
Wahai Yang Maha Penyayang dan Maha Pengasih, Maha Memberi! Wahai Yang Maha Mem- berikan balasan, selamatkan diriku dari sangkutan dosa dan maksiat!Wahai Tuhanku, hanya rahmat-Mu yang menjadi tempat perlindunganku. Dan hanya kepada-Mu kuadukan duka dan laraku.” | |||
Wahai Pencipta Yang Maha Pemurah, Wahai Tuhan Yang Maha Pengasih! | |||
Makhluk-Mu, ciptaan-Mu, hamba-Mu yang pendosa, tidak berdaya, lalai, bodoh, sakit, hina, dan celaka serta tua ini telah kembali ke pintu-Mu setelah empat puluh tahun berlalu. Ia mengakui dosa dan kesalahannya. Ia menderita penyakit lahir dan batin. Ia bersimpuh di hadapan-Mu. | |||
Jika Engkau menerima, mangampuni, dan mengasihi, Engkau memang layak untuk itu dan Engkau adalah Dzat Yang Maha Pengasih di antara semua yang pengasih. Jika tidak, pintu mana lagi yang akan dituju selain pintu-Mu. Engkaulah Tuhan Pencipta yang dituju dan Tuhan Maha Benar yang disembah. Tidak ada Tuhan selain-Mu dan tiada sekutu bagi-Mu. Ucapan terakhir di dunia serta ucapan pertama di akhirat dan di kubur adalah: | |||
“Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, | |||
dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah.” | |||
< | <span id="On_Üçüncü_Nota"></span> | ||
== | ==Memoar Ketiga Belas== | ||
Bagian ini berisi lima permasalahan yang seringkali kurang dipahami: | |||
'''Permasalahan Pertama''' | |||
''' | Orang-orang yang bekerja dan berjuang di jalan kebenaran, ketika seharusnya memikirkan kewajiban dan amal yang ada, mereka justru memikirkan berbagai urusan dan pengaturan yang menjadi hak Allah. Mereka membangun amal mereka di atas landasan terse- but sehingga terjerumus dalam kesalahan. | ||
Dalam buku Adab ad-Duniâ wa ad-Dîn disebutkan bahwa ke- tika Iblis muncul di hadapan Isa ibn Maryam ia berkata, “Bukankah engkau yang berkata bahwa tidak akan menimpamu kecuali apa yang sudah Allah tuliskan untukmu?” “Benar”, jawab Isa. Iblis lalu berkata lagi, “Kalau begitu, jatuhkan dirimu dari puncak gunung ini. Kalau Allah memang menakdirkanmu selamat, pasti engkau selamat”. | |||
Mendengar hal itu, Isa berkata, | |||
< | “Wahai makhluk terlaknat. Al- lahlah yang berhak menguji hamba-Nya. Bukan hamba yang menguji Tuhannya.”(*<ref>*Lihat: al-Mâwardi, Adab ad-Duniâ wa ad-Dîn, h.12; dan al-Kitab, Matius 4: 1-11.</ref>) | ||
</ | |||
Dengan kata lain, Allahlah yang layak menguji seorang hamba dan berkata, “Jika engkau melakukan hal itu, aku akan memberimu balasannya. Apakah engkau bisa melakukan?” Jadi Dia yang menguji. Seorang hamba sama sekali tidak berhak dan memang tidak akan mampu menguji Tuhannya dengan berkata, “Jika aku melakukan hal ini, apakah Engkau akan melakukan hal tersebut untukku?” Tentu saja ucapan tersebut termasuk sikap yang tidak etis terhadap Tuhan. | |||
Ia merupakan sikap yang bertolak belakang dengan prinsip pengabdian. Jika demikian, maka seorang manusia harus melakukan kewajibannya tanpa mencampuri urusan dan ketentuan Allah. | |||
< | Jalaluddin Khawarism Syah(*<ref>*Dia adalah penguasa ketujuh sekaligus terakhir dari kerajaan Khawarizm. Pertama kali ia menghadapi pasukan Jengis Khan, dan ia berhasil memporak-porandakan pasukan salah satu panglimanya. Pada tahun 1221, ia juga berhasil memecah pasukan Mongol yang berjumlah besar. Namun ia terpaksa mundur ke India karena gempuran yang terus-menerus. Pada tahun 1224, ia menghidupkan kerajaan Khawarizm di Iran. Berbagai kemenangan yang diraihnya membuat bangsa Saljuk dan pemerintahan Ayyûbiyah ketakutan. Tak ada yang bisa membantu mereka. Pada tahun 1231, ia dipaksa mundur oleh pasukan mongol ke pegunungan Turus. Di sanalah ia kemudian di bunuh.</ref>)adalah salah seorang pahlawan Islam yang berkali-kali berhasil mengalahkan pasukan Jengis Khan. Ketika pasukannya maju ke medan pertempuran, para menteri dan orang-orang dekatnya berkata kepadanya, “Allah akan membuat- mu unggul atas para musuhmu dan kau akan berhasil mengalahkan mereka.” Mendengar hal itu, ia berkata pada mereka, “Tugasku adalah berjihad di jalan Allah sebagai bentuk ketaatanku kepada perintah-Nya. Sama sekali aku tidak berhak mencampuri sesuatu yang bu- kan urusanku. Kemenangan dan kekalahan adalah ketentuan Allah.” Karena sang pahlawan agung itu memahami rahasia kepasrahan dan ketundukan kepada perintah Allah, maka ia seringkali mendapatkan kemenangan yang luar biasa. | ||
Ya, seharusnya ketika manusia sudah melakukan suatu upaya, ia tak usah memikirkan hasil yang akan Allah berikan padanya. Sebagai contoh, sebagian teman bertambah semangat dan bertambah rindu kepada Risalah Nur manakala melihat orang-orang mulai memberikan respon kepadanya. Mereka pun begitu bersemangat. Namun ketika orang-orang tidak meresponnya, kekuatan jiwa mereka melemah dan api kerinduan mereka padam. Hal ini tentu saja tidak dibenarkan. Nabi kita Muhammad sebagai seorang guru besar, teladan, dan pemimpin tertinggi semua manusia telah menjadikan perintah Ilahi yang berbunyi:“Kewajiban Rasul hanyalah menyampaikan secara jelas.” (QS. an-Nur [24]: 54), sebagai petunjuk dan pembimbing bagi beliau. Karenanya, setiap kali kaum yang lemah itu berpaling, beliau justru bertambah semangat dalam menyampaikan risalah. Sebab, beliau yakin betul bahwa hidayah adalah urusan Allah, sesuai dengan ayat yang berbunyi:“Engkau tidak akan bisa memberikan hidayah bagi orang yang kau cintai. Namun Allahlah yang memberikan hidayah kepada siapa yang Dia kehendaki.” (QS. al-Qashas [28]: 56). Maka dari itu, beliau tidak ikut campur dalam urusan Allah. | |||
Dengan demikian, wahai saudara-saudaraku, janganlah kalian mencampuri segala perbuatan dan urusan yang bukan milik kalian. Janganlah kalian beramal atas dasar itu. Juga, jangan sekali-kali kalian menguji Pencipta kalian. | |||
'''Permasalahan Kedua''' | |||
''' | Tujuan dari ibadah adalah melaksanakan perintah Allah dan mendapat ridha-Nya. Karena itu, sebab yang membuat seseorang melakukan ibadah adalah perintah Ilahi, sementara hasil dari ibadah tersebut adalah menggapai ridha-Nya. Adapun buah dan keuntun- gannya bersifat ukhrawi. Hanya saja, nilai ibadah tersebut tidak hilang kalau buah dan keuntungannya sudah didapat di dunia dengan syarat hal itu bukan menjadi ilat dan tujuan utama. Berbagai keuntungan yang diraih di dunia beserta berbagai buahnya yang diberikan tanpa diminta tidaklah menghapus nilai ibadah. Bahkan ia berposisi sebagai perangsang bagi mereka yang lemah. Namun manakala man- faat dan keuntungan dunia menjadi ilat atau bagian dari ilat seseorang melakukan ibadah, wirid, dan zikir, maka ia akan membatalkan nilai ibadah yang ada. Bahkan wirid yang sebetulnya memiliki berbagai keistimewaan menjadi nihil tak berbuah. | ||
Mereka yang tidak memahami rahasia ini, ketika misalnya membaca wirid-wirid Naqsyabandiyah karya an-Naqsyabandi yang mempunyai berbagai keistimewaan atau membaca al-Jausyan al-Kabir yang memiliki seribu keutamaan, dengan tujuan untuk mendapatkan sebagian dari keuntungan duniawi tersebut, maka mereka tidak akan mendapatkan keuntungan tersebut. Bahkan mereka tidak akan mendapatkan dan menyaksikannya. Mereka sama sekali tidak berhak atasnya. Sebab, keuntungan-keuntungan tadi tidak terwujud karena pembacaan wirid semata. Manfaat tersebut tidak bisa menjadi tujuan. Ia merupakan bentuk karunia Ilahi atas sebuah wirid yang dibaca secara ikhlas. Adapun jika seseorang membaca wirid tersebut dengan niat mengharap manfaat duniawi, niat itu akan merusak keikhlasannya. Bahkan ia bisa membuatnya tidak lagi bernilai ibadah sehingga nilainya jatuh. | |||
Namun demikian ada hal lain yang perlu dicermati. Yaitu bahwa sebagian orang yang lemah selalu membutuhkan rangsangan dan dorongan. Sehingga ketika mereka membaca wirid-wirid tadi dengan ikhlas seraya mengingat keuntungan di balik wirid tersebut, hal itu tidak menjadi masalah. Ia tetap diterima. | |||
Karena hakikat ini tidak dipahami, banyak orang yang menjadi ragu dan bimbang ketika berbagai keuntungan duniawi seperti yang disebutkan oleh para wali qutub dan tokoh salaf tidak terwujud. Bahkan bisa jadi mereka mengingkarinya. | |||
'''Permasalahan Ketiga''' | |||
''' | “Berbahagialah orang yang mengetahui kapasitasnya dan tidak melampaui batasnya.”(*<ref>*Lihat: al-Bukhari, at-Târîkh al-Kabîr, 3/338; ath-Thabari, al-Mu’jam al-Kabîr, 5/71; dan al-Baihaqi, as-Sunan al-Kubrâ, 4/182.</ref>) | ||
</ | |||
Pantulan matahari tampak pada segala sesuatu, mulai dari atom yang paling kecil, kristal kaca, setetes air, telaga yang besar, lautan yang luas, sampai kepada bulan, dan planet-planet. Masing-masing mengetahui kapasitasnya serta menerima pantulan dan gambar matahari sesuai dengan kemampuan penerimaannya. Setetes air bisa berkata, “Pada diriku ada bayangan matahari.” Tentu saja hal itu sesuai dengan kemampuan penerimaannya. Namun ia tidak bisa berkata, “Aku cermin bagi matahari sama seperti laut.” | |||
Demikian pula dengan kedudukan para wali. Di dalamnya ada banyak sekali tingkatan sesuai dengan pantulan manifestasi nama-nama Ilahi yang beragam. Masing-masing nama tersebut memiliki manifestasi sendiri, mulai dari kalbu sampai kepada arasy. Namun kalbu tidak bisa berkata, “Saya sama seperti arasy yang agung itu.” | |||
Dari sini kita bisa memahami bahwa seorang salik yang sombong dan lupa diri sebetulnya tidak mengerti. Ia menyamakan kalbunya yang sangat kecil seperti atom dengan arasy yang agung. la menganggap kedudukan dirinya yang seperti tetesan air setara dengan kedudukan para wali besar yang seperti laut. Maka, alih-alih memfokuskan perhatian pada prinsip-prinsip ibadah yang berupa penampakan kelemahan, kepapaan, kesadaran akan kelalaian dirinya di hadapan Tu- han, ketundukan di hadapan uluhiyah-Nya, serta sujud kepada-Nya dengan hina dina, ia malah langsung memaksakan diri untuk bisa menyejajarkan dirinya dengan kedudukan para wali yang mulia itu. Sebagai akibatnya, ia pun terjerumus pada sifat sombong, lupa diri, egoisme, dan berbagai persoalan pelik. | |||
'''Kesimpulan:''' | |||
''' | Ada sebuah hadis yang berbunyi:“Manusia sungguh celaka kecuali mereka yang berilmu. Yang berilmu pun celaka kecuali yang beramal. Yang beramal pun celaka kecuali yang ikhlas. Dan mereka yang ikhlas dihadapkan pada risiko besar”. (*<ref>*Dalam buku Kasyf al-Khafâ (2796).</ref>) | ||
</ | |||
Dengan kata lain, sumber keselamatan adalah ikhlas. Maka berbuat secara ikhlas merupakan sesuatu yang sangat penting. Sebab amal sekecil apa pun jika dilakukan dengan ikhlas lebih baik dalam pandangan Allah daripada amal berton-ton tetapi tidak ikhlas. Manusia baru menjadi ikhlas kalau ia menyadari bahwa yang membuatnya melakukan sebuah amal adalah perintah Ilahi, bukan yang lain- nya. Lalu hasil dari itu semua adalah mendapat ridha-Nya. Kemudian ia tidak mencampuri urusan Tuhan. | |||
Keikhlasan dan ketulusan ada pada segala sesuatu. Bahkan setitik cinta yang tulus lebih utama daripada segunung cinta formalitas. Jenis cinta tersebut digambarkan oleh sebuah syair sebagai berikut: | |||
Aku tidak mencari imbalan atas cinta.sungguh lemah suatu cinta yang mengharapkan balasan. | |||
Artinya, aku tidak menuntut upah, balasan, ganti, dan imbalan atas cinta tersebut. Sebab, cinta yang menuntut upah dan balasan adalah cinta yang lemah yang tidak akan abadi. | |||
Cinta yang tulus tersebut telah Allah tanamkan dalam fitrah manusia, terutama dalam diri ibu pada umumnya. Belas kasih ibu merupakan contoh ketulusan cinta yang paling nyata. Bukti bahwa seorang ibu sama sekali tidak menuntut balasan dan upah atas cintanya kepada anak-anaknya ditunjukkan oleh kebaikan dan pengorbanan yang diberikan demi anak-anak. Karena itu, engkau melihat bagaimana ayam betina akan menyerang anjing demi menyelamatkan sang anak dari terkamannya. Sebab, sang induk mengetahui bahwa kehidupan mereka merupakan modal satu-satunya. | |||
'''Permasalahan Keempat''' | |||
''' | Berbagai nikmat yang datang melalui perantara lahiriah jangan diterima semata-mata sebagai jasa dari perantara tersebut. Karena, perantara itu bisa jadi mempunyai kehendak atau bisa juga tidak. Jika tidak mempunyai kehendak—seperti binatang dan tumbuhan—pastilah ia memberimu atas izin dan nama Allah. Sebab, ia selalu menyebut nama Allah dengan lisan hal (keadaan). Dengan kata lain, ia mengucapkan bismillah dan ia serahkan nikmat tersebut kepadamu. Karena itu, ambillah dan makanlah ia dengan bismillah. Namun jika perantara tersebut mempunyai kehendak (manu- sia), ia harus terlebih dahulu menyebut nama Allah dan mengucap- kan bismillah. Janganlah engkau mengambil darinya kecuali setelah ia menyebut nama Allah. Sebab, selain makna lahiriahnya, makna simbolis dari firman Allah berikut:“Janganlah kalian memakan dari sesuatu yang tidak disebutkan nama Allah padanya.” (QS. al-An’am [6]: 121), menjelaskan agar kita tidak memakan sebuah nikmat yang nama pemiliknya yang hakiki (Allah) tidak disebutkan. | ||
Atas dasar itulah, si pemberi harus menyebut nama Allah. Serta si penerima juga harus menyebut nama Allah. Jika si pemberi tidak menyebut nama Allah sementara engkau berada dalam kondisi yang sangat membutuhkan, sebutlah nama Allah. Namun arahkan pandanganmu tinggi-tinggi, dan tataplah tangan kasih sayang Ilahi yang telah memberikan nikmat tersebut kepadanya dan kepadamu sekaligus, dan terimalah ia dengan rasa syukur. Artinya, pandanglah pemberian tersebut sebagai sebuah nikmat lalu ingatlah si Pemberi nikmat yang hakiki atas pemberian tersebut. Tatapan dan ingatan tersebut merupakan bentuk rasa syukur. Selanjutnya lihatlah wasilah dan perantara yang ada. Doakan dan pujilah ia karena nikmat terse- but datang lewat tangannya. | |||
Orang-orang yang mengagungkan perantara tertipu kare- na mereka memandang sesuatu sebagai sebab bagi yang lain ketika keduanya datang secara bersamaan atau ketika keduanya ada secara bersamaan. Inilah yang disebut dengan keterkaitan (iktirân). Karena ketiadaan sesuatu menjadi sebab ketiadaan nikmat, maka seseo- rang mengira bahwa keberadaan sesuatu itu merupakan sebab adanya nikmat. Akhirnya ia mulai memberikan rasa syukur dan terima kasihnya kepada sesuatu tadi. Tentu saja ia telah berbuat salah. Se- bab, keberadaan sebuah nikmat bergantung pada banyak faktor dan syarat-syarat tertentu. Sementara ketiadaan nikmat tersebut terjadi hanya karena ketiadaan satu faktor saja. | |||
Sebagai contoh, orang yang tidak membuka saluran air menuju kebun menjadi sebab dan ilat yang membuat kebun tersebut kering dan mati. Serta pada tahap selanjutnya ia membuat nikmat yang terdapat di dalamnya hilang. Namun demikian keberadaan berbagai nikmat di kebun tadi tidak bergantung pada perbuatan orang tersebut. Tetapi bergantung pada ratusan faktor lain. Bahkan semua nikmat tersebut hanya bisa diperoleh lewat sebab yang hakiki. Yaitu kekuasaan Tuhan dan kehendak Ilahi. Dari sini, engkau dapat mema- hami kesalahan yang ada dan mengetahui betapa bodohnya mereka yang menghamba kepada perantara. | |||
Ya, keterkaitan dan sebab (ilat) merupakan dua hal yang berbeda. Nikmat yang datang kepadamu seiring dengan niat seseorang untuk berbuat baik kepadamu sebabnya adalah rahmat Ilahi. Orang tadi hanya memiliki kaitan bukan sebagai sebab. Memang benar bahwa seandainya orang tersebut tidak berniat berbuat baik kepadamu, nikmat tadi tidak datang. Dengan kata lain, ketiadaan niatnya menjadi sebab tidak datangnya nikmat. | |||
Namun kecenderungan berbuat baik sama sekali bukanlah sebab bagi adanya nikmat. Tetapi bisa jadi hanya merupakan salah satu faktor di antara ratusan faktor lainnya. | |||
Hal inilah yang tidak dipahami oleh sebagian murid Nur yang diberi limpahan karunia oleh Allah (seperti Husrev dan Ra’fat). Mereka tidak bisa membedakan antara keterkaitan dan sebab. Mereka menampakkan ridha kepada guru mereka dan memujinya secara berlebihan. Yang benar, Allah telah mengaitkan antara nikmat kemampuan mereka mengambil manfaat dari pelajaran-pelajaran al-Qur’an dengan karunia nikmat pengajaran yang diberikan kepada guru mereka. | |||
Jadi, sebetulnya yang ada hanyalah sebuah keterkaitan. | |||
Mereka berkata, “Seandainya guru kami tidak datang ke sini, kami tidak akan mendapatkan pelajaran keimanan seperti ini. | |||
Pengajaran beliau menjadi sebab yang membuat kami sadar dan bisa mengambil manfaat.” Sementara aku berkata, “Wahai saudara-saudara yang kucintai. Sesungguhnya Allah telah mengaitkan nikmat yang Dia berikan kepadaku dengan nikmat yang Dia berikan pada kalian. Adapun yang menjadi sebab bagi datangnya kedua nikmat tersebut adalah rahmat Ilahi.” Pada suatu hari aku merasa mendapat karunia dari para murid yang memiliki keahlian menulis seperti kalian di mana mereka ingin mengabdi kepada Risalah Nur. Ketika itulah aku lalai membedakan antara keterkaitan dan sebab. Aku berkata, “Bagaimana mungkin orang yang tidak memiliki kepandaian menulis sepertiku bisa melakukan tugas pengabdian kepada al-Qur’an al-Karim kalau tidak karena mereka?” Namun kemudian aku sadar bahwa setelah memberikan karunia yang mulia kepada kalian berupa kepandaian menulis, Allah memberikan taufiknya kepadaku untuk berjalan di atas pengabdian tersebut. Sehingga dengan begitu ada keterkaitan antara dua karunia tersebut. Salah satunya sama sekali bukan merupakan sebab bagi yang lain. Karena itu, aku tidak akan mempersembahkan rasa syukur dan terima kasihku kepada kalian. Tetapi kuucapkan kabar gembira dan selamat kepada kalian. Demikian pula hendaknya kalian mendoakanku agar senantiasa diberi taufik dan keberkahan ketimbang memberikan ridha dan sanjungan. | |||
Di sinilah ada timbangan yang sangat akurat untuk mengukur tingkat kelalaian. | |||
'''Permasalahan Kelima''' | |||
''' | Merupakan sebuah kezaliman besar apabila milik kolektif (jamaah) hanya diberikan kepada seseorang. Atau sebuah kezaliman yang tak terpuji jika apa yang menjadi milik kolektif dirampas oleh seseorang. Demikian pula dengan berbagai pencapaian yang diperoleh lewat usaha kolektif serta kedudukan dan kemuliaan yang mereka dapat. Jika berbagai pencapaian, kedudukan, dan kemuliaan tersebut hanya disandarkan kepada pemimpin, guru, dan pembimbing mereka, maka ia merupakan suatu bentuk kezaliman terhadap hak jamaah, di samping terhadap guru itu sendiri. Sebab, hal itu akan membang- kitkan rasa egoismenya yang tersembunyi dan bisa membuatnya lupa diri. Padahal, ia tidak lain hanyalah penjaga pintu bagi jamaah. Pakaian kebesaran yang dikenakan kepadanya akan menzalimi dirinya. Bahkan bisa jadi membuka jalan baginya menuju syirik yang samar. Ya, seorang pemimpin pasukan tidak berhak untuk mendapatkan ba- rang rampasan perang yang didapat oleh para prajurit ketika mereka berhasil menduduki sebuah benteng yang kokoh. Ia juga tidak bisa menisbatkan kemenangan mereka kepada dirinya semata.Oleh karena itu, seorang guru atau pembimbing tidak boleh dianggap sebagai sumber dan asal. Tetapi ia harus diposisikan sebagai tempat pantulan semata. | ||
Ia ibarat cermin yang memantulkan panas dan cahaya matahari kepadamu. Adalah sangat bodoh kalau engkau memandang cermin tadi sebagai sumber panas dan cahaya dengan melupakan matahari itu sendiri. Akhirnya, engkau akan memberikan perhatian dan rasa senang kepada cermin tersebut, bukan kepada matahari. Memang benar bahwa cermin tersebut harus dipelihara, sebab ia menjadi sarana yang memantulkan sifat-sifat tadi. Jiwa dan kalbu sang guru merupakan cermin yang memantulkan limpahan karunia Ilahi yang diberikan oleh Tuhan. Dengan begitu, ia menjadi sarana yang mengantarkan pantulan karunia tadi kepada para muridnya. | |||
Karena itu, ia cukup dipandang sebagai sebuah sarana dan perantara, tidak lebih. | |||
Bahkan bisa jadi, sang guru yang dianggap sebagai sumber tersebut bukan sebagai perantara maupun sumbernya. Hanya saja, si murid melihat limpahan karunia yang sebenarnya datang dari jalan lain tampak pada cermin jiwa gurunya. | |||
Hal itu terjadi karena si murid begitu ikhlas, begitu dekat, dan mempunyai ikatan yang kuat dengan sang guru sehingga pandangannya hanya tertuju kepada gurunya. Kondisi ini sama seperti orang yang terhipnotis. Setelah memperhatikan cermin tadi, terbuka dalam khayalannya sebuah jendela menuju alam misal. Dengan itu, ia bisa melihat berbagai pemandangan aneh dan mengagumkan. Namun perlu diketahui, pemandangan tadi bukan terdapat di cermin tetapi terdapat pada jendela khayalan di balik cermin yang terbuka sebagai akibat dari perhatiannya kepada cermin tersebut. | |||
Oleh sebab itu, bisa jadi seorang murid yang sangat tulus kepada seorang guru yang tidak sempurna menjadi lebih sempurna dari gurunya. Ia menerima pengajaran gurunya lalu kemudian menjadi guru bagi gurunya. | |||
< | <span id="On_Dördüncü_Nota"></span> | ||
== | ==Memoar Keempat Belas== | ||
Bagian ini berisi empat petunjuk singkat yang terkait dengan persoalan tauhid: | |||
'''Petunjuk Pertama''' | |||
''' | Wahai orang yang bersandar kepada sarana dan perantara, sungguh engkau telah tertipu. Bayangkan dirimu melihat sebuah istana menakjubkan yang terbuat dari permata yang ketika dibangun sebagian dari permata itu ada di Cina, sebagian lagi ada di Andalus, sebagian lagi ada di Yaman, dan sebagian lagi ada di Siberia. Lalu istana itu selesai dalam bentuk yang paling baik dengan batu-batu mulia yang didatangkan dari daerah Timur, Barat, Utara dan Selatan dalam waktu yang sangat cepat dan dengan cara yang sangat mudah pada hari yang sama. Apakah ketika itu engkau masih ragu bahwa yang membangun istana tersebut berkuasa penuh atas bumi? | ||
Demikianlah, setiap entitas yang terdapat di alam ini merupakan bangunan dan istana Ilahi. Terlebih-lebih manusia. Ia adalah istana yang paling indah dan paling mengagumkan. Sebab, sebagian batu mulia dari istana indah tersebut berasal dari alam arwah, sebagian lagi berasal dari alam lauhil mahfudz, sebagian dari alam udara, dari alam cahaya, dan dari alam berbagai unsur. Selain itu, kebutuhannya membentang sepanjang masa, impiannya tersebar di seantero langit dan bumi. Serta ikatan-ikatannya terpaut pada tataran dunia dan akhirat. | |||
Wahai manusia yang mengaku sebagai manusia. Engkau merupakan istana yang sangat menakjubkan dan bangunan yang sangat mengagumkan. Jika demikian, maka sesungguhnya Penciptamu adalah Dzat yang bisa berbuat apa saja, baik di dunia maupun di akhirat, secara sangat mudah. Dia berbuat apa saja di langit dan di bumi seperti sedang membolak-balik dua lembaran. Dia berkuasa melakukan apa pun di alam abadi dan fana ini seolah-olah keduanya kemarin dan esok. Tidak ada sesembahan yang layak bagimu, tidak ada tempat selamat untukmu, serta tidak ada yang bisa melindungimu kecuali Dzat Yang Berkuasa terhadap langit dan bumi dan yang menggenggam kendali dunia dan akhirat. | |||
'''Petunjuk Kedua''' | |||
''' | Sebagian orang yang dungu begitu senang menghadap ke cermin ketika gambar matahari tampak di dalamnya. Sebab, mereka tidak mengenali matahari itu sendiri. Ia jaga cermin tersebut dengan sungguh-sungguh agar gambar matahari tetap ada di dalamnya dan tidak hilang. Namun ketika ia mengetahui bahwa matahari itu tidak lenyap saat cerminnya lenyap, dan tidak hilang saat cerminnya rusak, maka ia pun mengarahkan perhatiannya pada matahari yang terdapat di langit. Ketika itulah ia mengetahui bahwa matahari yang tampak di cermin tidak mengikuti cermin dan bahwa kekekalannya tidak bergantung pada kekekalan cermin. Justru cermin itu menjadi tetap berguna dan bersinar karena adanya pantulan matahari. Dengan demikian, cermin itulah yang bergantung pada kekekalan matahari. | ||
Wahai manusia, kalbu, identitas, dan substansimu adalah cermin. Keinginan fitrahmu untuk bisa kekal bukan semata-mata karena cermin tadi, tetapi karena pada cermin itu terdapat pantulan nama Allah Yang Mahakekal dan Agung. Nama tersebut terpantul di dalamnya sesuai dengan kesiapan setiap manusia. Karenanya, ketika keinginan tadi diarahkan ke sisi yang lain, hal itu betul-betul merupakan kebodohan. Jika demikian keadaannya, ucapkanlah “Wahai Yang Mahakekal Engkaulah Yang Mahakekal. Selama Engkau Ada dan Kekal, apa pun yang dilakukan kefanaan pada kami, kami tidak peduli.” | |||
'''Petunjuk Ketiga''' | |||
''' | Wahai manusia, di antara hal menakjubkan yang Allah tanamkan dalam dirimu adalah bahwa ketika kadangkala dunia tidak bisa menampungmu sehingga engkau berkata, “Uh, uh!” dengan kesal seperti orang yang sedang tersudut dan tercekik, lalu engkau berusaha mencari tempat yang lebih luas, ternyata sebiji amal perbuatan dan lintasan pikiran yang lembut bisa terasa lapang sehingga engkau tenggelam di dalamnya. Dengan demikian, kalbu dan pikiranmu yang tidak bisa ditampung oleh dunia yang besar, bisa ditampung oleh partikel yang kecil. Karena itu, berkelilinglah dengan segenap perasaan dan emosimu pada lintasan pikiran yang lembut dan kecil itu. | ||
Allah telah menanamkan dalam dirimu berbagai organ dan perangkat spiritual yang lembut. Jika sebagiannya menyantap dunia ia tidak akan kenyang, sementara sebagian yang lain tak kuat menahan sehelai rambut tipis sekalipun. Misalnya mata yang tidak kuat menahan sehelai rambut yang masuk, sementara kepala bisa mena- han beban yang sangat berat. Perangkat yang lembut tersebut tidak bisa menahan beban seringan rambut. Dengan kata lain, ia tidak bisa menahan kondisi sangat ringan yang bersumber dari kesesatan dan kelalaian. Bahkan nyalanya bisa padam. | |||
Karena itu, berhati-hati dan waspadalah. Jangan sampai engkau berikut perangkat halusmu, yang telah menelan dunia, tenggelam dalam satu santapan, satu kata, satu kilau, satu kedipan, satu suap, atau satu ciuman. Sebab, ada banyak sekali sesuatu yang sangat kecil tetapi di satu sisi mampu menyerap sesuatu yang sangat besar. Sebagai contoh, lihatlah bagaimana langit beserta bintang gemintangnya termuat dalam cermin yang kecil, serta bagaimana Allah menuliskan dalam memorimu yang kecil sesuatu yang lebih banyak daripada lembaran amalmu dan lebih luas daripada lembaran umurmu. Mahasuci Allah Yang Maha Berkuasa dan Maha Berdiri Sendiri. | |||
'''Petunjuk Keempat''' | |||
''' | Wahai penyembah dunia! Dunia yang engkau anggap luas dan lapang sebetulnya hanyalah seperti kuburan yang sempit. Hanya saja dinding-dinding kuburan tersebut terbuat dari cermin yang bisa memantulkan berbagai gambar sehingga engkau melihatnya luas dan lapang sejauh mata memandang. Demikian pula dengan tempat yang engkau diami sekarang. Ia tak ubahnya seperti kuburan, namun engkau melihatnya seolah-olah luas seperti sebuah kota yang besar. Sebab, dinding kanan dan kiri dunia tersebut yang mencerminkan masa lalu dan mendatang seolah-olah seperti cermin yang memantulkan berbagai gambar. Hal itu membuat sisi-sisi zaman sekarang ini tampak luas padahal sebetulnya sangat singkat dan sempit. Akhirnya bercampurlah antara hakikat dan khayalan. Engkau melihat dunia yang sebetulnya tiada menjadi ada. | ||
Sebuah garis lurus yang sebetulnya sangat tipis, kalau digerakkan sedikit saja akan tampak luas menyerupai sebuah permukaan yang besar.Demikian pula dengan duniamu. Sebetulnya ia sangat sempit, namun dinding-dindingnya menjadi luas dan lebar akibat kealpaan dan sangkaan khayalmu. Baru ketika kepalamu bergerak karena sebuah musibah, ia akan membentur dinding yang kau anggap jauh tadi. Ia akan menghapus semua khayalanmu itu sekaligus membangunkanmu dari tidur panjang. Ketika itu, engkau akan mengetahui bahwa dunia yang kau anggap luas ternyata lebih sempit dari kubur. Putaran masa dan umurmu ternyata berlalu lebih cepat daripada kilat. Serta, hidupmu mengalir lebih cepat ketimbang air sungai. | |||
Karena kehidupan dunia, materi, dan hewani berlangsung demikian, maka keluarlah engkau dari kehidupan hewani, tinggalkanlah alam materi, serta masuklah ke dalam kehidupan kalbu. Di situlah engkau akan mendapatkan kehidupan yang lebih lapang, dan alam cahaya yang lebih luas daripada dunia yang kau anggap luas tadi. | |||
Kunci untuk memasuki alam yang lapang itu adalah mengenal Allah, membunyikan lisan, menggerakkan kalbu, serta menyibukkan jiwa dengan makna dan rahasia kalimat suci lâ ilâha illallâh (Tiada Tuhan selain Allah). | |||
< | <span id="ON_BEŞİNCİ_NOTA"></span> | ||
== | ==Memoar Kelima Belas== | ||
Ia berisi tiga persoalan: | |||
< | Persoalan Pertama(*<ref>*Adapun persoalan kedua dan ketiga, serta memoar selanjutnya yang masih ter- sisa oleh ustadz Said Nursi tidak digabung dengan risalah ini. Tetapi masing-masing di- jadikan risalah tersendiri dalam buku al-Lama’ât. Yaitu: risalah Ikhlas (cahaya ke-20 dan 21), tiga petunjuk (cahaya ke-22), risalah Thabi’ah (cahaya ke-23), risalah Hijab (cahaya ke-24), dan yang lainnya.</ref>)Wahai orang yang ingin mengetahui petunjuk tentang hakikat dua ayat mulia berikut:“Siapa yang mengerjakan kebaikan seberat biji atom, ia akan melihatnya. Juga siapa yang mengerjakan kejahatan seberat biji atom, ia akan melihatnya.” (QS. az-Zalzalah [99]: 7-8).Keduanya menjelaskan manifestasi yang sempurna dari nama Allah, al-Hafîdz (Yang Maha Menjaga). Manifestasi nama al-Hafîdz tersebut serta contoh hakikat agung dari dua ayat di atas tampak de- ngan sangat jelas di seluruh pelosok alam. Engkau bisa mengetahuinya dengan melihat dan merenungkan lembaran kitab alam ini. | ||
Yaitu lembaran kitab yang tertulis sesuai dengan catatan, timbangan, dan ukuran yang terdapat pada lauhil mahfudz. Sebagai contoh, ambillah sejumput benih dari aneka bunga dan pohon. Tampak campuran benih yang beraneka ragam jenis dan macamnya itu serupa dari segi bentuk dan besarnya. Lalu tanamlah ia pada sebidang tanah. Sirami dengan air secara bersamaan tanpa dibeda-bedakan. | |||
Selanjutnya tengoklah ia kembali pada musim semi, sebagai ajang kebangkitan tahunan. Lihat dan perhatikan bagaimana malaikat “Ra’ad” (petir) meniupkan sangkakalanya di musim semi seperti tiupan malaikat Israfil seraya memanggil hujan dan memberikan kabar gembira kepada benih-benih yang tertanam di bawah tanah bahwa semuanya akan dibangkitkan setelah tadinya mati. Engkau akan menyaksikan bagaimana seluruh benih yang sangat serupa itu, di bawah cahaya manifestasi nama al-Hafîdz, secara sempurna meng- gambarkan awâmir takwîniyah (instruksi penciptaan) yang berasal dari Tuhannya. Semua aksi dan geraknya sesuai dengan instruksi tersebut. Ia menampakkan kilau kebijakan, pengetahuan, kehendak, tujuan, dan perasaan-Nya yang sempurna. | |||
Dengan jelas engkau melihat bagaimana benih-benih yang serupa itu muncul dalam bentuk yang berbeda-beda. Ada benih yang menjadi pohon tin. Sebuah pohon yang menghasilkan dan menebarkan nikmat Tuhan lewat ranting dan dahannya. Ada lagi dua benih serupa yang menghasilkan bunga matahari dan bunga pansy. Masih banyak lagi bunga-bunga indah yang berhias diri untuk kita serta menemui kita dengan wajah yang senyum dan ceria. Selain itu ada pula berbagai benih lain yang berubah menjadi buah yang nikmat, tangkai-tangkai yang besar, dan pohon-pohon yang tinggi. Rasa buahnya yang lezat, wanginya yang harum, serta bentuknya yang indah membangkitkan selera kita sekaligus mengundang kita untuk mendekatinya. Lalu ia mempersembahkan dirinya kepada kita agar bisa naik dari tingkatan nabati menuju tingkatan hewani. | |||
Benih-benih itu pun tumbuh berkembang secara hebat sehingga dengan izin Tuhannya, ia menjadi sebuah kebun rimbun dan taman indah berhias aneka macam pohon dan tumbuhan. Perhatikan, adakah kekurangan dan cacat di dalamnya;“Maka lihatlah kembali, adakah yang tidak seimbang di dalam- nya.” (QS. al-Mulk [67]: 3). | |||
Lewat manifestasi nama Allah al-Hafîdz serta lewat karunia- Nya, setiap benih memperlihatkan apa yang diwarisi dari induk dan asalnya tanpa kurang sedikit pun. | |||
Dengan semua itu, al-Hafîdz yang telah melakukan penjagaan mengagumkan tersebut, mengisyaratkan sifat penjagaan-Nya yang akan tampak secara sangat jelas di hari kebangkitan dan di hari kiamat yang agung nanti. | |||
Ya, penjagaan dan pengawasan Allah pada berbagai urusan yang sederhana itu merupakan bukti nyata bahwa Dia akan menjaga dan menghitung semua hal yang penting dan berpengaruh seperti amal perbuatan para khalifah di muka bumi berikut prestasinya, tingkah laku dan ucapan para pengemban amanah itu, serta berbagai kebajikan dan kejahatan para hamba Tuhan Yang Maha Esa.“Apakah manusia mengira bahwa ia akan dibiarkan begitu saja.” | |||
(QS. al-Qiyamah [75]: 36). | |||
Tentu saja manusia akan dibangkitkan menuju keabadian, akan diberikan kebahagiaan yang kekal atau kemalangan yang kekal, serta akan dihisab sehingga bisa mendapat pahala atau mendapat siksa. | |||
Demikianlah, ada banyak sekali bukti yang menunjukkan manifestasi nama Allah al-Hafîdz dan menerangkan hakikat ayat di atas. Contoh di atas baru sebagian kecil saja. Ia baru segenggam dari seonggok makanan, baru seciduk dari lautan, baru sebutir dari bebatuan yang banyak, baru setitik dari padang pasir yang luas, dan baru setetes dari air jernih yang turun dari langit. Maha suci Allah Yang Maha Menjaga, Maha Mengawasi, Maha Menyaksikan, dan Maha Menghitung. | |||
سُب۟حَانَكَ لَا عِل۟مَ لَنَٓا اِلَّا مَا عَلَّم۟تَنَٓا اِنَّكَ اَن۟تَ ال۟عَلٖيمُ ال۟حَكٖيمُ | سُب۟حَانَكَ لَا عِل۟مَ لَنَٓا اِلَّا مَا عَلَّم۟تَنَٓا اِنَّكَ اَن۟تَ ال۟عَلٖيمُ ال۟حَكٖيمُ | ||
------ | ------ | ||
<center> [[On Altıncı Lem'a]] ⇐ [[Lem'alar]] | ⇒ [[On Sekizinci Lem'a]] </center> | <center> [[On Altıncı Lem'a/id|CAHAYA KEENAM BELAS]] ⇐ | [[Lem'alar/id|Al-Lama’ât]] | ⇒ [[On Sekizinci Lem'a/id|CAHAYA KEDELAPAN BELAS]] </center> | ||
------ | ------ | ||
düzenleme