CAHAYA KETIGA PULUH
Cahaya ini terambil dari “Surat Ketiga Puluh Satu” sebagai salah satu buah dari penjara Eskisyehir.
Ia berisi penjelasan mengenai enam nuktah.
Sebagaimana risalah ats-Tsamarah (Buah-buah Keimanan) sebagai pelajaran besar di penjara Denizli, serta risalah at-Hujjah az-Zahra sebagai pelajaran sempurna di penjara Afyon, demikian pula “Cahaya ketiga puluh” yang berisi berbagai persoalan seputar enam nama Tuhan yang disebut al-Ismu A’zham (nama-Nya yang paling agung) merupakan pelajaran agung di Madrasah Yusufiyah (penjara) Eskisyehir.
Dalam bagian yang secara khusus berbicara mengenai nama Allah al-Hayy (Yang Maha Hidup) dan al-Qayyûm (Yang Maha Berdiri sendiri) ada beberapa persoalan yang sangat mendalam dan luas. Bisa jadi tidak semua orang bisa menyerap dan merasakan keseluru- hannya. Namun demikian setiap orang tetap bisa mendapat bagian dan manfaat darinya.
NUKTAH PERTAMA
Terkait dengan Salah Satu Aspek dari Nama Allah;
ٱل ْـقُــــ ُد ْو ُس (Yang Ma)hasuci
“Bumi telah kami hamparkan. Maka, (Kami) adalah sebaik-baik yang menghamparkan.” (QS. adz-Dzâriyat [51]: 48). Salah satu pelajaran dari ayat al-Qur’an di atas dan salah satu manifestasi dari nama Allah al-Quddûs yang merupakan al-lsmul A’zham atau salah satu dari enam cahayanya, tampak dengan jelas ketika aku sedang berada di penjara Eskisyehir pada akhir-akhir bulan Sya’ban. Ia menjelaskan kepadaku perihal wujud ilahi secara san- gat jelas sekaligus menyingkap rahasia keesaan Tuhan secara sangat terang, yaitu sebagai berikut:
Alam dan bola bumi ini tampak dalam pandanganku seperti sebuah pabrik yang besar, ibarat hotel yang luas, atau tempat jamuan yang terus-menerus didatangi dan ditinggalkan. Perlu diketahui bahwa tempat jamuan yang luas dan diisi oleh mereka yang datang dan pergi ini penuh dengan sampah dan sisa kotoran, setiap sudut- nya telah terkena polusi, serta ia telah sesak oleh berbagai unsur ke- hidupan. Jika tidak ada tangan yang mau membersihkan dan meng- koordinasikan sebuah amal yang berkesinambungan di dalamnya, pastilah sampah dan kotoran itu menyulitkan kehidupan manusia. Namun, di pabrik alam yang besar dan di negeri jamuan berupa bola bumi ini, kita nyaris tidak melihat bekas kotoran, sebagaimana di se- tiap sudutnya tidak ditemukan adanya materi yang tidak bermanfaat, yang tidak penting, atau terbilang percuma. Bahkan kalaupun ada materi yang semacam itu, ia akan segera terlempar ke dalam mesin cuci dan dibersihkan. Semua itu menjadi bukti bahwa Dzat yang mengawasi pabrik tersebut melakukan pekerjaan dengan sangat cermat dan rapi serta
Pemiliknya telah menyuruh membersihkan dan memperindahnya secara terus-menerus sehingga meskipun besar, namun tidak ada bekas kotoran dan sampah yang layak dengan tempat sebesar itu. Berarti, perhatian untuk membersihkannya bersifat permanen serta sesuai dengan besar dan luas tempat itu. Sebab, seorang manusia jika tidak mandi dan tidak membersihkan kamarnya selama sebulan, pasti hidupnya tidak nyaman. Dengan demikian, kebersihan, kesucian, dan keindahan yang terlihat pada istana alam yang indah ini bersum- ber dari proses pembersihan yang bijaksana, permanen, cermat, dan kontinu. Kalau seandainya pembersihan itu tidak dilakukan secara permanen dan cermat, pastilah ratusan ribu makhluk yang terdapat di bumi dalam setahunnya akan mengalami penderitaan dan kemus- nahan.
Kalaulah tidak ada pengawasan yang cermat dan perhatian yang mendalam di seluruh pelosok angkasa yang berhias bintang-ge- mintang dan berbagai benda lainnya yang rentan mati dan rusak, pastilah puing-puing yang beterbangan di angkasa tersebut akan menghancurkan kita dan makhluk lainnya, bahkan akan menghan- curkan dunia. Selain itu, pastilah ia menghujani kita dengan benda besar seukuran gunung dan membuat kita lari dari negeri dunia ini. Namun ternyata sejak dulu tidak ada yang jatuh dari angkasa luar— akibat keruntuhan—kecuali beberapa meteor. Itu pun tidak menimpa kita, tetapi hanya sebagai pelajaran bagi mereka yang mau mengambil pelajaran.
Kalau sekiranya tidak ada yang secara terus menerus membersihkan permukaan bumi, pastilah puing reruntuhan, sampah, dan bangkai yang berasal dari proses pergiliran kematian dan kehidupan yang terjadi pada ratusan ribu makhluk akan memenuhi darat dan laut. Juga, pastilah kotoran-kotoran itu membuat semua makhluk yang memiliki perasaan enggan melihat permukaan bumi yang menjijikkan. Bahkan hal itu akan mendorong mereka untuk meninggalkan dunia dan memilih mati. Ya, sebagaimana burung membersihkan sayapnya dengan mudah atau seorang penulis membersihkan lembaran kitabnya secara sangat gampang, maka sayap-sayap bumi yang terbang bersama bu- rung-burung langit di angkasa serta lembaran buku besar bernama alam ini juga bisa dibersihkan, diperindah, dan dihias dengan sama mudahnya. Lebih dari itu, proses pembersihan dan dekorasinya berlangsung secara sangat rapi sehingga mereka yang tidak beriman pada keindahan alam akhirat sangat mencintai keindahan dan kebersihan alam dunia ini. Bahkan, mereka sampai pada tingkat menyembahnya.
Jadi, istana alam yang megah dan pabrik dunia yang besar ini telah menampilkan salah satu manifestasi nama Allah, al-Quddûs (Yang Mahasuci). Sehingga ketika berbagai perintah Ilahi yang suci yang terkait dengan masalah kebersihan itu terlontar, ia tidak hanya tertuju kepada binatang laut besar yang mengerjakan tugas kebersi- han dan burung elang darat semata, tetapi juga berbagai jenis cacing dan semut yang mengumpulkan berbagai bangkai dan berposisi sebagai petugas kebersihan umum bagi alam ini. Bahkan perintah itu juga diperhatikan betul oleh sel-sel darah merah dan putih sehingga ia berposisi sebagai pembersih rongga-rongga badan sebagaimana proses bernafas juga membersihkan darah.
Lebih dari itu, pelupuk mata yang halus ini pun memperhatikan perintah tadi sehingga ia terus membersihkan mata. Juga lalat yang ada, ia ikut memperhatikan sehingga terus membersihkan sayap-sayapnya.Ya, sebagaimana semua makhluk yang kami sebutkan tadi mem- perhatikan perintah suci Tuhan di atas, angin puyuh dan awan yang tebal juga ikut memperhatikannya. Yang satu membersihkan permu- kaan bumi dari segala macam kotoran dan yang satunya lagi menebarkan air yang bening sehingga menenangkan debu dan tanah, lalu dengan cepat dan teratur seraya membawa segala perangkatnya, ia menghilang agar keindahan yang ada di permukaan langit kembali tampak dalam kondisi bersih dan cemerlang.
Bintang-gemintang, berbagai materi aneka macam tambang, serta beragam jenis tumbu- han juga memperhatikan perintah tersebut. Demikian pula dengan seluruh atom sehingga ia memelihara kebersihan dalam seluruh perjalanannya yang mencengangkan akal. Ia tidak pernah berkumpul dalam satu sudut secara percuma. Ia tidak pernah berkerumun dalam satu sisi secara sia-sia. Bahkan seandainya terkotori ia akan segera dibersihkan dan akan digerakkan oleh kekuasaan Tuhan yang bijaksana untuk mengambil posisi yang paling bersih, paling bersinar, dan paling cemerlang serta mengambil bentuk yang paling bersih dan indah.
Demikianlah, proses pembersihan ini merupakan aktivitas yang tunggal dan menggambarkan hakikat yang tunggal. Yaitu manifestasi agung dari nama al-Quddûs. Manifestasi agung itu tampak di wilayah alam yang paling agung dan paling luas sekalipun. Ia menjelaskan wujud Tuhan serta memperlihatkan keesaan Tuhan berikut nama-nama-Nya yang lain secara sangat terang ibarat matahari yang bersinar. Mata yang tajam tentu akan mampu melihatnya.
Dalam sebagian besar Risalah Nur telah dijelaskan dengan berbagai bukti yang kuat bahwa pengaturan dan keteraturan yang merupakan salah satu manifestasi nama al-Hakam dan al-Hakîm, penyeimbangan dan keseimbangan yang merupakan salah satu manifestasi nama al-Adl dan al-‘Âdil, penghiasan dan kebaikan yang merupakan salah satu manifestasi nama al-Jamil dan al-Karîm, pendidikan dan pemberian nikmat yang merupakan salah satu manifestasi nama ar- Rabb dan ar-Rahîm, semua itu merupakan satu perbuatan dan satu hakikat yang terlihat secara jelas pada seluruh cakrawala alam. Semua itu menunjukkan keharusan adanya Wujud Yang Satu dan Esa seka- ligus menunjukkan keesaan-Nya secara sangat jelas. Demikian pula dengan pembersihan dan pensucian yang merupakan salah satu ma- nifestasi nama al-Quddûs. Ia menunjukkan adanya Dzat yang wajib ada ibarat matahari sekaligus menjelaskan keesaan-Nya seperti siang.Pengaturan, penetapan, penyeimbangan, pembersihan, dan perbuatan bijak sejenisnya seperti yang disebutkan di atas menjelas- kan keberadaan Sang Pencipta Yang Satu dan Esa, dengan keesaan- Nya dan dengan penampakannya pada alam semesta. Hal yang sama berlaku pada nama-nama Tuhan lainnya. Bahkan setiap nama Tuhan yang berjumlah sangat banyak itu memiliki manifestasi agung di jagad raya yang paling luas. Perbuatan yang dihasilkan dari manifestasi tersebut sesuai dengan kebesarannya menunjukkan Dzat Yang Maha Esa secara jelas dan pasti.
Ya, kebijaksanaan Tuhan yang komprehensif yang membuat segala sesuatu tunduk pada aturan-Nya, perhatian Tuhan yang menyeluruh yang memperindah dan menghias segala sesuatu. Kasih sayang Tuhan yang luas yang memasukkan rasa gembira dan la- pang pada segala sesuatu sekaligus membuatnya selalu bersyukur, rezeki Tuhan yang bersifat komprehensif yang dibutuhkan dan dinikmati oleh semua makhluk, kehidupan dan proses pemberian roh yang mengikat segala sesuatu dengan lainnya serta menjadikan sesuatu itu bisa mengambil manfaat dari yang lain seolah-olah dia menguasainya, semua itu merupakan hakikat yang tampak dengan jelas, menyiratkan keesaan, menjadikan permukaan bumi bersinar terang, menguak kegembiraan dan suka cita, serta menjadi bukti atas keberadaan Dzat Yang Mahabijaksana, Mahamulia, Maha Penyayang, Maha Pemberi rezeki, Mahahidup, dan Maha Menghidupkan.
Ia sama seperti cahaya yang menunjukkan keberadaan matahari. Allah memiliki perumpamaan yang agung. Setiap perbuatan Tuhan yang luas yang lebih dari ratusan de- ngan jelas membuktikan keesaan-Nya. Namun andaikan ia tidak dinisbatkan kepada Dzat Yang Maha Esa niscaya akan memunculkan ratusan kemustahilan dari ratusan sisi.Sebagai contoh: kebijaksanaan, perhatian, kasih sayang, pencahayaan, penciptaan, serta proses menghidupkan dan mematikan yang dilakukan Tuhan semuanya merupakan hakikat yang jelas dan petunjuk tauhid. Bahkan sebuah pekerjaan seperti membersihkan dan mensucikan, kalau ia tidak dinisbatkan kepada Tuhan semesta alam, berarti segala sesuatu mempunyai kaitan dengan pekerjaan tersebut. Yaitu mulai dari atom, serangga, berbagai unsur, sampai kepada bin- tang di mana semuanya harus mempunyai pengetahuan, bisa mem- bersihkan, memperindah, menghiasi, dan menyeimbangkan alam yang besar ini. Selain itu, semuanya harus mampu memperhatikan segala persoalan secara tepat dan bisa bergerak.Atau semuanya harus mempunyai sifat-sifat suci dan agung milik Tuhan semesta alam. Atau harus ada majelis permusyawaratan yang luas seluas alam untuk mengatur semua proses penghiasan, pembersihan, penentuan, dan penyeimbangan atas apa yang masuk dan yang keluar dari alam. Serta, majelis tersebut harus mampu membentuk atom, serangga, dan bintang dalam jumlah yang tak terhingga. Begitulah, mereka yang meniti jalan kekufuran akan sampai pada ratusan khurafat rendahan dan beragam kemustahilan dalam melihat penyeimbangan dan pembersihan menyeluruh yang tampak pada seluruh sisi. Artinya, yang ada bukan hanya satu kemustahilan, tetapi ratusan ribu kemustahilan.
Ya, jika cahaya dan sinar matahari yang tampak pada segala sesuatu di permukaan bumi ini tidak dikembalikan kepada sebuah matahari serta tidak ditafsirkan sebagai pantulan wujud matahari yang satu, berarti harus ada wujud matahari hakiki pada setiap tetesan air yang bersinar, pada setiap potongan kaca yang bening, pada setiap tumpukan salju yang berkilau, bahkan pada setiap atom udara sehingga cahaya yang meliputi semua wujud menjadi tampak.
Begitulah. Kebijaksanaan tersebut adalah cahaya, kasih sayang Tuhan yang luas adalah cahaya, penyeimbangan, penataan, pengaturan, dan pembersihan Tuhan juga merupakan cahaya menyeluruh dan salah satu pancaran sinar-Nya.
Karena itu, sekarang lihatlah dengan cahaya iman untuk menyaksikan bagaimana kaum kafir dan sesat jatuh dalam kubangan air keruh tanpa bisa keluar darinya. Perhatikan sejauh mana kedunguan dan kebodohan mereka. Lalu bersyukurlah kepada Allah dengan mengucap, “Alhamdulillah atas nikmat Islam dan kesempurnaan iman”.
Proses pembersihan yang mulia, menyeluruh, dan sangat jelas itu di mana ia membuat istana alam menjadi bersih dan suci merupakan salah satu manifestasi dan konsekuensi nama al-Quddûs. Sebagaimana tasbih seluruh makhluk tertuju kepada nama al-Quddûs, nama tersebat juga mengkonsekuensikan kebersihan dan kesucian makhluk(*[1])sehingga sebuah hadis yang berbunyi, “Kebersihan sebagian dari iman” memasukkan kebersihan sebagai salah satu cahaya-Nya(*[2])karena korelasi suci-Nya.
Ayat al-Qur’an juga menjelaskan bahwa kebersihan dan kesucian merupakan faktor penyebab datangnya cinta Ilahi. Ayat tersebut berbunyi:“Allah mencintai orang-orang yang bertaubat dan orang-orang yang bersuci.” (QS. al-Baqarah [2]: 222).
NUKTAH KEDUA
(Yang Maha Adil dan Seimbang)
“Perbendaharaan segala sesuatu ada pada Kami. Kami tidak menurunkannya kecuali dengan ukuran tertentu.” (QS. al-Hijr [15]: 21).Tampak padaku salah satu dari sekian nuktah (persoalan penting) yang dikandung oleh ayat al-Qur’an di atas dan salah satu cahaya manifestasi nama Allah al-Adl, yang merupakan al-lsmul A’zham atau salah satu dari enam cahaya-Nya. Sama seperti pada bagian pertama, cahaya tersebut tampak bagiku dari kejauhan saat aku sedang berada di penjara Eskisyehir. Agar lebih mudah dipahami, kami juga akan memberikan beberapa perumpamaan, yaitu sebagai berikut:
Alam ini ibarat istana indah berisi sebuah kota yang luas yang diisi secara bergiliran oleh unsur-unsur perusak dan pembangun. Di kota tersebut ada sebuah kerajaan luas yang terus bergolak karena he- batnya peperangan dan permusuhan yang ada. Lalu di sisi-sisi kerajaan itu ada sebuah dunia besar yang “berenang” dalam lautan kematian dan kehidupan. Namun meskipun berbagai bentuk kekacauan dan kesemrawutan ada di dalamnya, keseimbangan umum, neraca yang akurat, dan proses pengukuran yang cermat yang melingkupi semua sisi istana dan seluruh sudut kota tetap mendominasi segala pelosok kerajaan dan sisi-sisinya. Hal ini dengan jelas menunjukkan bahwa berbagai perubahan yang terjadi dalam semua entitas yang tak terbilang ini, serta apa yang masuk dan yang keluar darinya tidak mungkin terjadi kecuali dengan sebuah proses pengukuran dan penimbangan yang dilakukan oleh Dzat yang bisa melihat seluruh pelosok alam dalam waktu yang bersamaan, dan Dzat yang seluruh entitas senantiasa berjalan dalam pengawasan-Nya. Jika tidak, yaitu apabila berbagai sebab yang mendorong pada adanya ketidakseimbangan diserahkan pada sebuah kebetulan, kekuatan yang buta, dan alam yang gelap gulita, pastilah telur ikan yang jumlahnya lebih dari ribuan akan merusak keseimbangan yang ada. Bahkan benih sebuah bunga yang jumlahnya lebih dari dua puluh ribu akan merusak keseimbangan. Belum lagi aliran berbagai unsur yang mengalir seperti bah dan berbagai perubahan besar yang terja- di di seluruh alam. Jika semuanya terjadi begitu saja niscaya ia akan merusak keseimbangan di antara entitas serta akan menghancurkan tatanan yang sempurna di antara bagian-bagian alam hanya dalam masa satu tahun atau bahkan dalam satu hari. Engkau pun akan melihat alam ini berada dalam kekacauan dan kehancuran. Lautan akan penuh dengan kotoran dan bangkai sehingga berbau busuk. Udara akan terisi oleh gas-gas berbahaya yang menyesakkan sehingga merusak. Bumi akan menjadi seperti tempat sampah dan genangan air keruh yang tak bisa menjadi tempat hidup.
Perhatikanlah semua entitas yang ada, mulai dari rongga badan hingga sel-sel darah merah dan putih, mulai dari pergerakan atom hingga keharmonisan antara organ-organ tubuh, mulai dari air laut dan perubahannya hingga sumber mata air dan pergerakannya, dari kelahiran hewan dan tumbuhan hingga pemusnahan musim gugur dan pemakmuran musim semi, dari tugas berbagai unsur dan gerak- an bintang hingga pergantian hidup dan mati, dari benturan cahaya dan kegelapan hingga pertentangan antara panas dan dingin, demiki- an seterusnya. Dengan begitu engkau akan melihat bahwa semuanya ditimbang dan diukur dengan neraca yang luar biasa akurat. Seluruh- nya ditimbang dengan timbangan yang sangat cermat sehingga akal manusia tidak melihat adanya sesuatu yang berlebihan dan sia-sia. Bahkan hikmah manusia bisa menangkap dan menyaksikan tatanan paling sempurna dan rapi dalam segala sesuatu dan juga bisa melihat keseimbangan yang mengagumkan. Hikmah manusia merupakan interpretasi dan ekspresi dari tatanan sekaligus keseimbangan tersebut.
Perhatikanlah keseimbangan menakjubkan antara matahari dan dua belas planet yang berbeda-beda antara yang satu dengan lainnya. Bukankah keseimbangan tersebut secara jelas menunjukkan keberadaan Allah di mana Dia merupakan Dzat Yang Maha Adil dan Maha Berkuasa? Kemudian perhatikanlah bumi sebagai salah satu planet. Pera- hu yang berenang di angkasa yang dalam setahun diperkirakan me- ngarungi perjalanan sepanjang 24 ribu tahun ini, dengan kecepatan yang dahsyat, tetap tidak meruntuhkan seluruh materi yang tertata rapi di atasnya serta tidak melemparkannya ke angkasa. Seandainya kecepatannya bertambah atau berkurang sedikit saja, niscaya ia akan melemparkan penghuninya ke angkasa. Andaikata ia hilang keseimbangan dalam satu menit saja atau satu detik saja, pasti perjalanannya akan berantakan dan oleng. Barangkali ia membentur planet lain dan kiamat pun tiba.
Lalu perhatikan kelahiran tumbuhan dan hewan berikut kehidupan mereka di atas bumi yang jumlahnya lebih dari empat ratus ribu spesies. Engkau akan menyaksikan sebuah keseimbangan menakjubkan yang penuh rahmat. Hal itu dengan jelas menjadi bukti keberadaan Sang Pencipta Yang Maha Adil dan Maha Penyayang, se- bagaimana sinar menjadi bukti akan keberadaan matahari.
Selanjutnya, perhatikan organ-organ makhluk hidup yang tak terhitung jumlahnya. Cermatilah bagian-bagian tubuh dan indra yang dimilikinya. Di dalamnya engkau akan melihat sebuah kesesua- ian, keselarasan, dan keseimbangan yang sempurna yang menjadi bukti keberadaan Sang Pencipta sebagai Dzat Yang Maha Adil dan Mahabijaksana.
Lalu perhatikanlah rongga-rongga tubuh makhluk, saluran darah, sel-sel darah, serta atom-atom yang ada di dalam sel tersebut. Engkau akan menyaksikan sebuah keseimbangan mengagumkan yang dengan jelas menunjukkan bahwa keseimbangan yang mengagumkan, pengaturan yang menyeluruh, serta pemeliharaannya yang penuh hikmah itu tidak akan terwujud kecuali dengan timbangan yang akurat, hukum yang berlaku, serta aturan tegas milik Pencipta Yang Maha Esa, Yang Maha Adil, dan Mahabijak.
Di tangan-Nyalah tergenggam kekuasaan segala sesuatu. Pada-Nya ada kunci perbendaharaan segala sesuatu. Tidak ada yang tersembunyi dari-Nya. Dia mengelola segalanya dengan sangat mudah dalam satu pengelolaan. Seandainya mereka yang tidak yakin dan tidak percaya bahwa semua perbuatan jin dan manusia pada hari kiamat nanti akan ditimbang dengan timbangan keadilan Ilahi bisa memperhatikan keseim- bangan agung yang tampak di hadapan mereka di dunia ini, pastilah ketidakyakinan mereka itu akan hilang.
Wahai manusia yang boros, zalim, dan tidak adil! Ketahuilah bahwa karena engkau tidak hemat, tidak bersih dan tidak adil yang merupakan prinsip gerakan seluruh alam dan entitas, maka engkau bertentangan dengan mereka, sehingga mendapatkan kemarahan dan murka alam. Apa sandaranmu sehingga engkau membuat murka seluruh entitas alam dengan berbuat zalim dan melampaui batas tanpa memedulikan keseimbangan dan kebersihan yang ada?
Ya, kebijaksannan Tuhan yang bersifat umum yang mendominasi alam dan merupakan salah satu manifestasi nama al-Hakîm berjalan dalam sumbu sifat hemat dan tidak berlebihan. Bahkan Dia memerintahkan sikap hemat tersebut.
Keadilan komprehensif yang berlangsung di alam ini yang berasal dari wujud manifestasi nama al-Adl mengatur keseimbangan segala sesuatu sekaligus menyuruh manusia untuk bersikap adil dan seimbang.Penyebutan kata mîzân (neraca keseimbangan) dalam surah ar-Rahman sebanyak empat kali menjadi isyarat terhadap adanya empat macam neraca dalam empat tingkatan, di samping merupakan penjelasan mengenai urgensi dan nilai neraca keseimbangan tersebut di alam ini. Hal itu terdapat dalam ayat yang berbunyi:“Dan langit telah ditinggikan-Nya dan Dia ciptakan neraca keseimbangan agar kamu jangan merusak neraca keseimbangan itu; dan tegakkanlah keseimbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi neraca keseimbangan itu.” (QS. ar-Rahman [55]: 7-9).Sebagaimana tidak ada pemborosan dalam segala sesuatu, kezaliman dan ketidakseimbangan pun tidak ada pada segala sesuatu.
Pembersihan dan kebersihan yang bersumber dari manifestasi agung nama al-Quddûs membersihkan segala entitas dan memperindahnya. Karena itu, engkau tidak akan dapat menemukan kekoto- ran dan keburukan di dalamnya selama tangan kotor manusia tidak menyentuhnya.
Dari sini ketahuilah bahwa keadilan, sikap hemat, dan kebersihan yang merupakan hakikat al-Qur’an dan prinsip Islam begitu mengakar dalam kehidupan masyarakat. Dari sini engkau bisa meng- etahui betapa kuat hubungan antara hukum-hukum al-Qur’an dan alam. Kuatnya hubungan tersebut mengakar di relung-relung alam sehingga melingkupinya dengan tali yang kuat yang tak pernah lepas. Lalu ketahuilah bahwa perusakan terhadap hakikat tersebut merupakan hal terlarang, sama seperti larangan untuk merusak tatanan alam dan mengotori bentuknya. Berbagai hakikat yang meliputi alam serta tiga cahaya agung tersebut (keadilan, keseimbangan, dan kebersihan) mengharuskan adanya kebangkitan dan akhirat. Bersamanya juga ada beragam hakikat yang bersifat komprehensif, seperti kasih sayang, perhatian, pengawasan, dan ratusan hakikat serta cahaya sejenisnya yang meng- haruskan adanya kebangkitan dan hari akhirat. Sebab, tidak mungkin hakikat yang mendominasi berbagai entitas berbalik menjadi lawannya sebagai akibat dari tidak adanya kebangkitan dan hari akhirat. Artinya, kasih sayang Tuhan tidak mungkin berbalik menjadi kezali- man; kebijaksanaan dan keseimbangan-Nya tidak mungkin berbalik menjadi kesia-siaan dan sikap berlebihan; kebersihan-Nya juga tidak mungkin berbalik menjadi kerusakan.
Kasih sayang dan kebijaksanaan Tuhan yang telah melindungi hak hidup nyamuk kecil dengan nuansa kasih sayang yang luas tidak mungkin menelantarkan seluruh makhluk dan hak-haknya dengan ketiadaan hari kebangkitan.Keagungan rububiyah Tuhan telah memperlihatkan sebuah kecermatan luar biasa dalam hal kasih sayang, keadilan, dan kebi- jaksanaan. Serta uluhiyah-Nya telah menguasai seluruh entitas yang kesempurnaannya ingin diperlihatkan, diperkenalkan, dan dicintai lewat cara memperindah alam dengan berbagai ciptaan menakjubkan dan karunia yang melimpah. Jika demikian, mungkinkah rububiyah dan uluhiyah-Nya yang agung itu membiarkan ketiadaan hari kebangkitan yang justru akan menjatuhkan nilai kesempurnaan-Nya dan nilai seluruh makhluk-Nya. Allah Maha Mulia dari hal itu semua. Keindahan Mutlak jelas tidak akan rela dengan keburukan mutlak semacam ini.
Orang yang hendak mengingkari akhirat pertama-tama harus mengingkari keberadaan alam berikut segala hakikat yang ada di dalamnya. Jika tidak, maka alam berikut segala hakikatnya itu yang akan mendustakannya lewat ribuan lisan yang ada. Alam tersebut akan menetapkan orang tadi sebagai pendusta yang amat jahat. De- ngan berbagai bukti meyakinkan, Risalah al-Hasyr (Risalah Kebang- kitan) telah menegaskan bahwa keberadaan akhirat merupakan hal yang pasti dan tak diragukan lagi, sama seperti keberadaan dunia ini.
ٱل ْـحـكـمُ
(Yang Mahabijak)
NUKTAH KETIGA
“Serulah ke jalan Tuhanmu dengan kebijaksanaan.” (QS. an-Nahl [16]: 125).Aku telah mendapatkan salah satu nuktah penting dari ayat di atas dan salah satu cahaya manifestasi nama Allah al-Hakam, yang merupakan al-lsmul A’zham atau salah satu cahayanya. Hal itu tepat- nya terjadi pada bulan Ramadhan yang penuh berkah. Maka segera saja nuktah yang mengandung lima poin itu kutulis dan kubiarkan ia tanpa ada penyuntingan dan perubahan.
Poin Pertama
Seperti yang kami sebutkan dalam “Kalimat Kesepuluh”, manifestasi agung dari nama al-Hakam memosisikan alam ini sebagai kitab besar, di mana ratusan buku dituliskan pada setiap lembarnya, ratusan lembar dituliskan pada setiap barisnya, ratusan baris dituliskan pada setiap katanya, ratusan kata dituliskan pada setiap hurufnya, serta pada setiap titiknya ada daftar isi yang merangkum isi keseluruhan kitab. Kitab tersebut berikut semua lembaran, semua baris, bahkan semua titiknya secara jelas menunjukkan keberadaan Sang Pengarang dan Penulisnya. Menyaksikan kitab alam yang agung ini saja sudah cukup menunjukkan keberadaan Penulisnya. Lebih dari itu, ia mendorong kita untuk mengetahui keberadaan dan keesaan- Nya, jauh melebihi petunjuk kitab tersebut atas dirinya sendiri. Sebab, ketika sebuah huruf menunjukkan dan menjelaskan keberadaannya dengan seukuran satu huruf, pada saat yang sama ia ungkapkan sifat-sifat Penulisnya seukuran satu baris.
Ya, permukaan bumi tak ubahnya seperti lembaran kitab besar itu. Lembaran tersebut berisi buku-buku sebanyak jumlah jenis tumbuhan dan hewan. Ia dituliskan di hadapan kita pada musim semi dengan sangat sempurna dan rapi tanpa ada satu kesalahan pun dalam tulisan yang saling berbaur antara yang satu dengan yang lain pada waktu yang bersamaan. Adapun taman atau kebun tak ubahnya seperti baris yang terdapat di lembaran tersebut. Di dalamnya, kita bisa menyaksikan kumpulan gubahan syair yang ditulis di hadapan kita sebanyak jumlah bunga, pohon, dan tumbuhan dengan tulisan yang saling bersambung antara yang satu dengan yang lainnya tanpa ada kesalahan sedikit pun.Pohon yang tumbuh dengan daun-daunnya yang kemilau, bunga-bunganya yang mekar, serta buah-buahnya hampir bermunculan, tak ubahnya seperti untaian kata dari baris tersebut. Untaian kata itu menggambarkan sebuah alinea sempurna penuh makna yang mengekspresikan pujian dan rasa syukurnya sekaligus menjadi bukti atas keberadaan Dzat Yang Mahabijak, Pemilik keindahan sebanyak jumlah daunnya yang teratur, bunganya yang memesona, buahnya yang seimbang. Seolah-olah pohon yang berbunga mekar tersebut adalah untaian bait indah yang sedang melantunkan pujian dan terima kasihnya atas nikmat yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Membentuk dan Mahamulia.
Seolah-olah Dzat Yang Maha Bijak dan Agung itu ingin memperlihatkan keindahan ciptaan dan keajaiban makhluk yang Dia hamparkan di bumi lewat ribuan mata.
Juga seolah-olah karunia ber- harga dan persembahan bernilai yang Allah berikan kepada pohon itu telah memberikan bentuk yang indah, format yang seimbang, serta konstruksi yang penuh hikmah sehingga siap diperlihatkan kepada Sang Raja Yang Agung pada hari rayanya yang bahagia dan di saat pertunjukan umum, pada semua makhluk. Yaitu di musim semi.
Dengan demikian, berbagai lisan dan beragam wajah yang saling berbaur, entah setiap bunga atau setiap buah dari pohon tersebut menjadi saksi atas keberadaan Tuhan Sang Maha Pencipta serta menjadi bukti atas nama-nama-Nya yang mulia.Sebagai contoh, pada setiap bunga atau buah terdapat sebuah timbangan. Timbangan tersebut berada dalam sebuah keteraturan. Keteraturan tersebut berada dalam pengaturan dan penyeimbangan yang selalu terbaharui. Pengaturan dan penyeimbangan itu mengalir dalam seluruh sisi hiasan yang indah dan ciptaan yang tertata rapi. Karena hiasan dan ciptaan berada dalam aroma wangi yang bermak- na dan aneka rasa yang penuh hikmah, maka setiap bunga menjadi isyarat atas keberadaan Dzat Yang Maha Bijaksana dan Agung seba- nyak jumlah bunga yang terdapat di pohon tersebut.
Pohon yang berposisi sebagai kata, buahnya yang berposisi sebagai huruf-hurufnya, benih buah yang berposisi sebagai titik-titik huruf yang berisikan daftar isi pohon secara lengkap sekaligus memuat rancangan kerjanya,
kalau pohon ini kita ambil sebagai contoh dan kita misalkan sebagai kitab jagad raya, kita akan melihat baris demi baris serta lembarannya lewat manifestasi berbagai cahaya nama al-Hakim al-Hakam (Dzat Yang Mahabijaksana), ia menjadi mukjizat yang mengagumkan. Bahkan setiap lembar, setiap baris, setiap huruf, dan setiap titik berkumpul untuk membuat titik semacam itu atau yang semisalnya, pasti mereka tidak akan mampu membuatnya. Lebih dari itu, semua sebab tersebut tidak akan mampu sama sekali untuk menentangnya.
Ya, setiap tanda kekuasaan yang terdapat di alam ini, termasuk ayat Qur’annya, jagad raya tampak sebagai mukjizat yang cemerlang sebanyak jumlah titik dan huruf yang ada di dalamnya. Karena itu,tidak aneh kalau hukum kebetulan dan alam buta yang tidak mem- punyai tujuan dan timbangan ini tidak mungkin bisa ikut campur dalam neraca keseimbangan yang rapi dan istimewa tersebut serta dalam keteraturannya yang akurat dan memesona. Seandainya ia ikut campur di dalamnya pasti bekas dan pengaruhnya akan tampak. Padahal tak terlihat sama sekali adanya cacat atau kekurangan di tempat manapun juga.
Poin Kedua
Ia berisi dua persoalan:
Persoalan pertama:
Seperti yang telah dijelaskan dalam “Kalimat Kesepuluh”, ada beberapa prinsip dasar yang isinya sebagai berikut:Salah satu kaidah dasar adalah keindahan yang sangat sempurna dan kesempurnaan yang indah itu pastilah bersaksi sekaligus mempersaksikan keindahan dan kesempurnaan-Nya.Atas dasar itu, Tuhan Sang Pencipta yang telah menulis kitab jagad raya ini memperkenalkan dan mendekatkan keindahan kesempurnaannya lewat lisan para makhluk-Nya, mulai dari yang paling kecil sampai yang paling besar. Allah memperkenalkan Dzat-Nya yang suci, menjelaskan kesempurnaan-Nya yang mulia, dan mem- perlihatkan keindahan-Nya yang memesona lewat alam ini, berikut tiap lembar, tiap kata, bahkan tiap huruf dan tiap titik yang ada di dalamnya.
Maka dari itu, wahai orang yang berakal! Dzat Yang Maha Bijaksana, Mahaagung, dan Mahaindah telah memperkenalkan diri-Nya kepadamu lewat setiap makhluk yang ada dengan bentuk yang menakjubkan dan dengan sarana keindahan yang amat beragam. Jika engkau tidak meresponnya dengan keimanan kepada-Nya, jika eng- kau tidak membalas kedekatan-Nya itu dengan ibadah dan cintamu, maka betapa bodoh dan meruginya dirimu. Waspadalah! Sadarlah! Dan bangunlah dari kelalaianmu!
Persoalan kedua:
Sama sekali tidak ada tempat bagi syirik di alam luas ini yang diciptakan oleh Sang Pencipta Yang Mahakuasa dan Mahabijaksana. Sebab, wujud yang sangat rapi dalam segalanya sama sekali tidak menerima adanya syirik. Seandainya ada banyak tangan yang ikut campur dalam penciptaan sesuatu, pastilah muncul kekurangan dan cacat di dalamnya sebagaimana munculnya keka- cauan komando di saat ada dua orang penguasa dalam sebuah negeri, dua orang pemimpin dalam sebuah kota, dan dua orang gubernur dalam sebuah provinsi. Pegawai rendahan saja akan menolak kalau ada campur tangan dan intervensi orang lain dalam urusan yang menjadi tugasnya. Semua itu secara jelas menunjukkan bahwa prinsip dasar bagi suatu kekuasaan adalah adanya independensi dan kemandirian. Sebagaimana keteraturan membutuhkan adanya kesatuan, kekuasaan juga membutuhkan kemandirian.
Kalau bayangan fana dari kekuasaan yang ada pada manusia yang lemah ini saja tidak menerima adanya intervensi luar, bagaimana dengan kekuasaan hakiki milik Dzat Yang Mahakuasa yang bersifat mutlak? Tentu saja, Kekuasaan Mutlak pasti sangat menolak adanya campur tangan dan intervensi pihak lain. Seandainya intervensi itu terjadi—meskipun dalam skala yang sangat kecil—pasti akan terjadi kesemrawutan dan ketimpangan di sanasini.
Padahal alam yang luas ini telah diciptakan dengan sedemikian menakjubkan. Sehingga untuk penciptaan sebuah atom saja harus ada kekuasaan yang mampu menciptakan sebuah pohon. Selanjutnya, untuk penciptaan sebuah pohon harus ada kekuasaan yang mampu menciptakan seluruh alam. Jika seandainya ada sekutu di alam, berarti ia juga terlibat di dalam penciptaan benih terkecil sekalipun. Dengan demikian, berarti ada dua kekuasaan dalam benih kecil itu. Bahkan dalam atom. Ini tentu saja mustahil, serta termasuk khayalan batil yang sangat tidak rasional.Ketahuilah, wahai manusia! Syirik dan kekufuran merupakan khurafat yang sangat bodoh. Ia merupakan kata yang paling dusta dan kebohongan yang paling nyata. Sebab, keduanya mengkonse- kuensikan ketidakberdayaan Dzat Yang Maha Berkuasa mutlak yang menggenggam langit dan bumi agar tidak bergeser, Dzat yang di tangan-Nya ada kunci langit dan bumi di mana Dia mengelola kedua- nya dengan timbangan keadilan, keteraturan, dan kebijaksanaan-Nya. Syirik dan kekufuran tersebut mengimplikasikan ketidakberdayaan Allah dalam mengelola benih yang kecil. Ketahuilah, betapa tauhid merupakan hakikat yang paling benar! Betapa ia merupakan sesuatu yang paling lurus! Sadarilah hal tersebut lalu ucapkan, “Segala puji bagi Allah atas karunia iman.”
Poin Ketiga
Dengan nama-Nya, al-Hakam dan al-Hakîm, Sang Pencipta Yang Mahakuasa telah memasukkan ke dalam jagad raya ini ribuan alam yang teratur dan menakjubkan. Dia telah menciptakan manu- sia di tempat sentral sebagai makhluk yang paling mencerminkan berbagai hikmah yang dituju-Nya di alam ini. Dia jadikan manusia sebagai pusat dan sumbu alam. Semua hikmah dan kemaslahatan menuju kepada manusia. Dia juga menjadikan rezeki sebagai titik pusat dalam wilayah kehidupan manusia. Sehingga engkau bisa menyaksikan bagaimana sebagian besar hikmah, tujuan, maslahat, dan manfaat—di alam manusia—mengarah pada rezeki tersebut. Karena itu, manifestasi nama al-Hakim dalam bentuk yang paling cemerlang dan bersinar tampak secara jelas dari perasaan manusia dan dari pengecapan rezeki. Sehingga semua ilmu—dari ratusan ilmu yang mengantarkan manusia untuk menyingkapnya lewat perasaan yang ia miliki—bisa memperkenalkannya pada salah satu manifestasi nama al-Hakam.
Sebagai contoh: Jika ilmu kedokteran ditanya, “Apakah sesungguhnya semua alam ini?” Ia akan menjawab bahwa alam ini merupakan apotek besar yang semua obat disediakan dan disimpan di dalamnya dengan sangat rapi.
Jika ilmu kimia ditanya, “Apakah sesungguhnya bola bumi ini?” ia akan menjawab bahwa bola bumi ini merupakan laboratorium kimia yang sangat teratur, indah, dan sempurna.
Sementara itu, ilmu permesinan akan menjawab bahwa ia merupakan pabrik yang ditata secara sempurna tanpa ada yang kurang.
Ilmu pertanian pun akan menjawab bahwa ia merupakan kebun rimbun dan sawah yang sangat subur di mana berbagai jenis tanaman bisa tumbuh di dalamnya.
Ilmu perdagangan akan mengatakan bahwa ia merupakan bazar besar, pasar yang sangat menakjubkan dan rapi, serta pusat bisnis yang berisi berbagai macam dagangan yang paling berkualitas.
Ilmu ekonomi akan menjawab bahwa ia merupakan simpanan besar yang berisi banyak rezeki dengan beraneka ragam jenisnya.
Ilmu gizi akan menjawab bahwa ia merupakan dapur Tuhan yang di dalamnya ratusan ribu makanan lezat dimasak dengan sangat rapi dan sempurna.
Lalu seandainya ilmu militer ditanya tentang bumi, ia akan menjawab bahwa bumi merupakan barak besar tempat dikumpulkannya para prajurit bersenjata yang baru di setiap musim semi. Para prajurit tersebut terdiri dari berbagai jenis tumbuhan dan hewan yang jumlahnya lebih dari empat ratus ribu spesies. Kemah-kemah mere- ka didirikan di seluruh sisi permukaan bumi. Meskipun rezeki, baju, senjata, pengajaran, dan pembebasan yang didapat setiap makhluk berbeda-beda, namun urusan semuanya berlangsung secara sangat rapi. Kebutuhan setiap makhluk telah tersedia tanpa ada yang terlupa atau tersalurkan secara salah. Hal itu tentu saja berkat perintah Allah serta berkat rahmat-Nya yang luas yang bersumber dari simpanan kekayaan-Nya yang banyak.
Kalau ilmu listrik ditanya, ia akan menjawab bahwa atap istana alam yang indah ini telah dihiasi oleh berbagai lampu berkilau yang jumlahnya tak terhingga dan dengan penataan yang sangat menakjubkan. Sehingga penataan dan pengaturan yang menakjubkan itu membuat lampu-lampu langit—yang besarnya seribu kali bumi itu, terutama matahari—terus bersinar tanpa pernah meledak, berkurang keseimbangan, atau terbakar.Dari mana gerangan lampu-lampu yang tak terhitung banyaknya dan tak pernah redup itu berasal? Mengapa keseimbangannya tak pernah timpang? Padahal, lentera kecil saja, kalau tidak terus diawasi dan diperhatikan cahayanya akan padam. Mahasuci Allah Dzat yang Mahakuasa, Bijak, dan Agung. Dia telah menyalakan matahari—yang sejuta kali lebih besar dari bumi dan telah berumur lebih dari sejuta tahun (seperti yang dikatakan oleh astronomi) tanpa pernah padam, tanpa bahan bakar atau minyak.(*[3])Perhatikan semua itu, lalu sucikanlah nama Tuhan-Mu yang Agung. Ucapkan masya Allah, tabarakallah, la ilaha illallah, sebanyak jumlah detik dari usia matahari yang telah berlalu.
Tak diragukan lagi bahwa ada keteraturan yang mengagum- kan pada seluruh lampu langit yang bersinar. Mereka diawasi secara sangat cermat. Sehingga seolah-olah sumber panas dari benda api yang sangat besar dan banyak itu berasal dari neraka jahannam yang panasnya tak pernah padam di mana ia mengirimkan hawa panas yang tanpa cahaya. Juga seolah-olah mesin dari lampu dan lentera bersinar yang jumlahnya tak terhingga itu adalah surga abadi yang mengirimkan cahaya dan sinar sehingga terus menyala lewat manifestasi nama al-Hakam dan al-Hakîm.
Berdasarkan contoh di atas, setiap ilmu dari ratusan ilmu yang ada secara tegas mengakui bahwa alam ini telah dihiasi dengan berbagai hikmah dan kemaslahatan dalam sebuah keteraturan yang sempurna. Setiap tatanan dan hikmah mulia yang bersumber dari kebijaksanaan-Nya yang meliputi bumi telah dimasukkan dalam ukuran yang lebih kecil, bahkan pada makhluk hidup dan benih yang paling kecil.
Dengan jelas dapat diketahui bahwa penempatan berbagai tujuan dan hikmah secara rapi tak mungkin bisa terwujud kecuali de- ngan adanya kehendak, usaha, tekad, dan kemauan. Jika tidak, maka ia tak akan bisa tercapai. Karena itu, sebagaimana karya indah itu bukan merupakan hasil kreasi sebab-sebab materi dan alam yang tidak mempunyai kehendak, usaha, tekad, dan perasaan. Sebab dan alam tersebut juga tidak mungkin bisa ikut campur di dalamnya. Jadi, sungguh bodoh orang yang tidak mengenal atau tidak beriman ke- pada Pelaku dan Pencipta Yang Mahabijak, di mana seluruh tatanan menakjubkan dan berbagai hikmah mulia yang tak terhitung jumlahnya yang bertebaran di seluruh entitas alam menjadi bukti atas-Nya.
Ya, jika ada sesuatu yang aneh dan mengherankan di dunia ini, maka hal itu adalah sikap manusia yang menolak keberadaan Allah. Sebab, keteraturan berikut segala macamnya yang tak terhingga serta berbagai hikmah dengan beragam bentuknya yang istimewa yang terdapat di setiap entitas alam menjadi saksi yang jujur bahwa eksistensi dan keesaan Allah wajib adanya. Jadi, tidak ada yang lebih buta dan tidak ada yang lebih bodoh dari mereka yang tidak melihat keberadaan Tuhan yang Mahabijaksana. Bahkan aku bisa mengatakan bahwa kaum sofis yang dianggap dungu di antara orang- orang kafir karena mengingkari eksistensi alam merupakan orang kafir yang paling pintar. Sebab, keyakinan terhadap eksistensi alam yang disertai dengan ketidakpercayaan pada Sang Penciptanya—yaitu Allah —adalah sesuatu yang sangat mustahil dan tidak dapat diterima. Karena itu, mereka memulai dengan mengingkari alam sekaligus mengingkari keberadaan mereka sendiri. Menurut mereka, tidak ada yang eksis sama sekali. Mereka meniadakan akal mereka sendiri sekaligus menyelamatkan diri dengan sedikit mendekat kepada akal dibandingkan dengan kaum kafir dungu yang bersembunyi di balik akal.
Poin Keempat
Seperti yang telah dijelaskan dalam “Kalimat Kesepuluh” bahwa ketika Sang Arsitektur yang Pandai dan Bijak membuat sebuah istana yang kokoh, lalu setiap kamar dan ruangannya Dia isi dengan ratusan hikmah dan manfaat, tidak mungkin rasanya Dia tidak membuat atap yang bisa melindunginya dari kerusakan. Sebab, hal itu berarti membiarkan bangunan itu mengalami kehancuran serta membiarkan segala hikmah dan manfaat yang ada tersia-siakan. Tentu saja mereka yang mempunyai perasaan tidak akan menerima hal ini. Dzat Yang Mahabijak, yang menumbuhkan dari segenggam biji ratusan manfaat dan hikmah lalu dipelihara dan dikelola-Nya, tidak mung- kin akan melakukan sesuatu yang sia-sia dan berlebihan—dua hal yang bertentangan dengan kebijaksanaan mutlak Dzat Yang Mahabi- jakkemudian pohon besar itu Dia berikan manfaat yang tak berarti, tujuan yang kecil, serta buah yang sedikit. Padahal kita mengetahui bahwa Dia telah mengorbankan banyak hal untuk menumbuhkan dan membuahkannya.Ya, sebagaimana orang yang berakal tak mungkin mempunyai anggapan semacam itu, ia juga tidak mungkin percaya kalau Sang Pencipta Yang Mahabijaksana akan bertindak sia-sia dengan tidak mendatangkan alam akhirat serta tidak menghadirkan hari kebangkitan dan kiamat, padahal sebelumnya Dia menghiasi seluruh entitas yang terdapat di istana alam ini dengan ratusan hikmah dan maslahat sekaligus melengkapinya dengan ratusan tugas. Jadi, tidak mungkin terlintas dalam benak orang yang berakal bahwa Sang Bijak Yang Mahaagung akan menyia-nyiakan seluruh hikmah, tujuan, dan tugas yang ada dengan meniadakan kiamat dan akhirat.Sebab, hal itu berarti menempelkan sifat ketidakberdayaan pada kekuasaan Dzat Yang Maha Berkuasa mutlak, menyandarkan kesia-siaan pada kebijaksanaan Dzat Yang Mahabijak, melekatkan keburukan pada keindahan rahmat Dzat Yang Maha Penyayang, serta menisbatkan kezaliman kepada keadilan Dzat Yang Maha Adil. Dengan kata lain, mengingkari semua kebijaksanaan, rahmat, dan keadilan-Nya yang tampak secara jelas sama saja dengan mengingkari seluruh wujud yang ada. Tentu saja ini sangat mustahil dan sangat tidak benar.
Hampirilah kaum yang sesat itu dan perhatikan kesesatan mereka. Kesesatan tersebut ibarat kegelapan yang penuh dengan kalajengking dan ular, sama seperti kuburan yang akan mereka tempati. Ketahuilah bahwa jalan iman kepada akhirat bersinar indah sama seperti surga. Karena itu, tinggallah di sana dan nikmatilah keimanan yang ada.
Poin Kelima
Ia terdiri dari dua persoalan:
Persoalan pertama
sebagai konsekuensi nama al-Hakîm, jejak yang ditinggalkan oleh Sang Pencipta Yang Agung pada segala sesuatu dalam bentuk yang paling indah, jalan yang paling singkat, gambar yang paling mudah, dan format yang paling bermanfaat menjadi bukti yang paling jelas bahwa tidak ada berlebihan, kesia-siaan dan ketidakmaslahatan dalam fitrah. Sikap berlebihan berlawanan dengan nama al-Hakîm, maka kesederhanaan dan sikap hemat merupakan sebuah kemestian, konsekuensi, dan kaidah dasar-Nya.
Karena itu, wahai manusia yang berlebihan dan boros, ketahuilah bahwa engkau telah jauh dari kebenaran dengan tidak sederhana dan hemat yang merupakan prinsip yang mendasar pada alam semesta. Camkanlah firman Allah yang berbunyi:
“Makanlah dan minumlah, tetapi jangan berlebihan.” (QS. al- A’raf [7] : 31) agar engkau mengetahui betapa kuat kaidah umum dan komprehensif yang dikandungnya.
Persoalan kedua
dapat dikatakan bahwa nama al-Hakam dan al-Hakîm secara jelas mengharuskan dan mengkonsekuensikan ke- nabian dan kerasulan Muhammad.Ya, karena sebuah kitab yang bermakna mengharuskan keberadaan seorang pengajar yang jenius untuk mengajarkannya, karena keindahan yang menakjubkan mengharuskan keberadaan sebuah cermin agar menjadi tampak sekaligus menampakkan keindahannya, serta karena ciptaan yang sempurna mengharuskan keberadaan orang yang menyerukannya, maka harus ada di antara umat manusiayang menjadi sasaran kitab jagad raya ini yang berisi ratusan makna dan hikmah mendalam pada setiap hurufnya—seorang pemimpin yang paling sempurna dan pengajar yang paling agung (1) untuk membimbing manusia kepada berbagai hikmah suci dan hakiki yang terdapat dalam kitab besar itu; (2) untuk mengajarkan berbagai hikmah yang tersebar dalam seluruh sisinya; (3) untuk menjadi tempat munculnya seluruh tujuan Tuhan dalam menciptakan alam, bahkan menjadi sebab kemunculannya; (4) untuk menunjukkan kesempurnaan ciptaan dan keindahan nama-nama-Nya yang mulia seperti yang ingin ditampakkan Tuhan sehingga ia menjadi cermin bening yang menampilkan kesempurnaan dan keindahan-Nya yang luar biasa itu; (5) untuk memberikan pengabdian menyeluruh atas nama seluruh makhluk terhadap seluruh bentuk kekuasaan Tuhan yang luas seraya membangkitkan rasa rindu dan cinta di seluruh alam, baik di darat maupun di laut, dengan memalingkan perhatian seluruh makhluk kepada Sang Pencipta Yang Maha Agung lewat dak- wah, doa, tahlil, tasbih, dan taqdis di mana seluruh sisi langit dan bumi mendendangkan; (6) untuk menunjukkan berbagai pelajaran suci dan petunjuk penuh hikmah yang berasal dari al-Qur’an ke telinga semua orang yang berakal; (7) untuk menjelaskan berbagai maksud suci Sang Pencipta Yang Maha Bijak dalam bentuk yang paling indah dan paling agung lewat al-Qur’an yang agung; (8) untuk menyambut seluruh wujud hikmah mendalam disamping keindahan dan keagungan-Nya yang tampak di seluruh cakrawala dengan sambutan yang paling sempurna. Itulah misi dan tugas yang dibawa oleh manusia yang satu ini. Manusia yang keberadaannya dibutuhkan. Bahkan alam ini mengharuskan keberadaannya seperti kebutuhan dan keharusan akan adanya matahari. Orang yang bisa melakukan berbagai peran dan melaksanakan sejumlah tugas di atas dalam bentuk yang paling sempurna hanyalah Rasul sebagaimana hal itu tampak secara jelas. Karena itu, sebagaimana matahari mengharuskan adanya sinar, dan sinar tersebut mengharuskan adanya siang, maka berbagai hikmah yang tersebar di seluruh alam mengharuskan kehadiran Muhammad sebagai seorang nabi dan rasul.
Ya, sebagaimana manifestasi agung dari nama al-Hakam dan al- Hakîm dalam wilayahnya yang paling luas mengharuskan kehadiran risalah Muhammad, maka sebagian besar nama-nama Tuhan seperti Allah, ar-Rahman, ar-Rahim, al-Wadud, al-Mun’im, al-Karim, al-Jamil, dan ar-Rabb, juga betul-betul mengharuskan keberadaan risalah Muhammad dalam sebagian besar manifestasinya di seluruh bumi.
Contohnya, rahmat Allah yang luas yang merupakan manifestasi nama ar-Rahim secara jelas tampak dengan adanya sosok yang menjadi rahmat bagi alam semesta (Muhammad). Kecintaan dan perkenalan Ilahi yang merupakan manifestasi dari nama al-Wadud mencapai hasil dari keduanya dan mendapatkan pertemuannya dengan sang kekasih Tuhan. Seluruh jenis keindahan dari keindahan Dzat hingga keindahan nama-nama-Nya, keindahan penciptaan, keindahan makhluk, serta semua jenis keindahan yang merupakan manifestasi dari nama al-Jamil tampak dengan jelas pada cermin Muhammad sekaligus cermin itu menjadi saksi atasnya, bahkan manifestasi keagungan Rububiyah dan dominasi kekuasaan Tuhan dapat diketahui, dikenali, dipahami, diambil, dan dapat diyakini lewat risalah sang dai agung ini yang menyerukan Penguasa alam semesta. Demikianlah sebagian besar nama Tuhan menjadi petunjuk yang nyata terhadap risalah Muhammad sebagaimana telah dijelaskan.
Kesimpulan Alam ini benar-benar ada dan tak mungkin diingkari. Tentu saja beragam hakikat seperti kebijaksanaan, perhatian, kasih sayang, keindahan, keteraturan, keseimbangan, dan perhiasan yang merupakan warna, perhiasan, sinar, aneka macam kehidupan, dan berbagai bentuk ikatan bagi alam semesta tak dapat diingkari. Karena semua sifat dan perbuatan tersebut tak mungkin diingkari, maka Dzat yang disifati dengan sifat-sifat itu, Pelaku dari semua perbuatan itu, dan Cahaya mentari dari semua sinar itu juga tak bisa diingkari. Dia adalah Allah Yang Mahasuci, Mahaagung, dan Wajibul Wujud di mana Dia Mahabijaksana, Maha Penyayang, Mahaindah, dan Mahaadil.Selain itu, kita juga tidak mungkin mengingkari kerasulan pribadi yang menjadi pusat munculnya semua sifat dan perbuatan tersebut, bahkan pusat munculnya hamparan kesempurnaannya. Dia adalah Rasul yang mulia, Muhammad, sang pemimpin besar, maha guru, penyeru agung, penyingkap rahasia alam, cermin Tuhan, dan kekasih ar-Rahman. Risalahnya merupakan cahaya paling cemerlang di alam ini sama seperti cemerlangnya sinar alam hakikat dan cahaya hakikat alam.
“Semoga Allah melimpahkan salawat dan salam kepada junjungan kita Nabi Muhammad, sebanyak jumlah hitungan hari dan partikel wujud manusia.”
سُب۟حَانَكَ لَا عِل۟مَ لَنَٓا اِلَّا مَا عَلَّم۟تَنَٓا اِنَّكَ اَن۟تَ ال۟عَلٖيمُ ال۟حَكٖيمُ
NUKTAH KEEMPAT
(Yang Maha Tunggal) “Katakanlah, Dia Allah Yang Maha Esa.” (QS. Al-Ikhlas [112]: 1). Saat aku berada di penjara Eskisyehir pada bulan Syawwal, tampak olehku salah satu makna halus yang dikandung oleh ayat di atas. Aku menyaksikan secercah cahaya nama Allah Yang Agung, yaitu al- Fard, yang mencakup nama Tuhan lainnya, al-Wahid dan al-Ahad.Di sini dengan sangat ringkas kami akan menjelaskan tauhid hakiki yang diperlihatkan oleh manifestasi nama tersebut dalam tujuh petunjuk singkat:
Petunjuk Pertama
Dengan manifestasinya, nama al-Fard yang merupakan salah satu al-ismul A’zham di letakkan di atas seluruh bumi lewat tanda tauhid yang spesifik dan lewat stempel keesaan-Nya yang sangat jelas pada seluruh alam, seluruh spesies, serta pada seluruh bagian di dalamnya. Karena “Kalimat Kedua Puluh Dua” dan “Surat Ketiga Pu- luh Tiga” telah memuat penjelasan tentang manifestasi tersebut, di sini kita hanya akan membahas tiga tanda atau stempel darinya yang menjadi petunjuk tauhid.
Stempel Pertama Manifestasi al-Fard telah membubuhkan stempel keesaan di seluruh permukaan alam ini, sehingga membuat alam ini sebagai satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Dzat yang tidak mampu berkuasa di seluruh alam tidak mungkin menjadi penguasa kerajaan hakiki di bagian wilayah mana pun.Sekarang kami akan menjelaskan stempel tersebut. Seluruh en- titas alam yang beraneka ragam saling menolong antara yang satu dengan lainnya dan menyempurnakan tugas yang lain seperti gerigi pabrik. Hal ini membuat kesatuan wujud dengan adanya kerjasama, saling menopang antar bagian, respon yang satu atas permintaan lainnya, dukungan yang satu terhadap lainnya, bahkan keterkaitan dan peleburan antar bagian di dalamnya seperti bagian tubuh manusia di mana yang satu tidak bisa dipisahkan dari yang lainnya. Dari sini kita memahami bahwa Dzat yang menggenggam ken- dali sebuah unsur di alam ini pastilah juga memegang kendali semua unsurnya. Jika tidak, ia pun tidak mungkin bisa mengendalikan satu unsur tadi.
Jadi, kerjasama, kekompakkan, dan tolong-menolong yang tampak jelas di alam ini merupakan stempel tauhid yang agung dan cemerlang.
Stempel Kedua Cap keesaan dan stempel Wahdâniyah (Ketunggalan ilahi) yang cemerlang tampak pada muka bumi dan musim semi dengan manifestasi dari nama al-Fard, sehingga membuktikan bahwa Dzat yang tidak mengurus urusan semua makhluk di muka bumi ini dan Dzat yang tidak melihat, tidak mencipta, serta tidak mengetahui semuanya, tidak mungkin bisa ikut campur dalam proses penciptaannya. Stempelnya adalah sebagai berikut:
Perhatikan hamparan yang terbentang di atas permukaan bumi yang atasnya diisi oleh ratusan ribu jenis hewan dan tumbuhan yang beraneka macam, yang tak terhitung jumlahnya. Semuanya menampilkan perhiasan dan menebarkan kelapangan hidup di atas permukaan bumi, terutama pada musim semi. Perhatikan dan camkanlah hal itu dengan baik. Dengan bentuknya yang beraneka macam, tugasnya yang beragam, rezeki dan organ tubuhnya yang berbeda-beda, serta keterkaitan antara yang satu dengan yang lain terlihat bahwa rezeki setiap makhluk datang dengan mudah dari se- tiap tempat dan dengan cara yang tak terduga tanpa pernah terlupa atau salah. Dia memberikan segala yang dibutuhkan setiap makhluk dengan timbangan yang sangat akurat dan cermat di waktu yang tepat tanpa ada kesulitan apa-apa dengan pembagian yang jelas. Pemberian rezeki tersebut berjalan dalam sebuah komposisi besar dan dalam kumpulan entitas yang saling berbaur. Belum lagi tanda-tanda tauhid yang menakjubkan dan cemerlang yang tersembunyi di dalam bumi. Yaitu berupa keberadaan tambang dan mineral yang tertata rapi di dalamnya.Karena itu, pengelolaan dan pengurusan Tuhan yang tampak secara nyata, baik di permukaan maupun di dalam bumi, tidak lain merupakan tanda dan stempel keesaan-Nya yang cemerlang.Sebab, Dzat yang tidak bisa menciptakan seluruh entitas dari tiada, yang tidak mengurus seluruh urusan mereka dalam waktu yang bersamaan, tidak akan mungkin bisa ikut campur sama sekali dalam proses penciptaan dan pengelolaan. Karena seandainya ikut campur, pastilah ia merusak pengelolaan yang sangat rapi dan seimbang tadi. Adapun tugas lahiriah yang dilakukan oleh manusia yang juga atas izin Tuhan, hal itu hanyalah untuk menyingkap hukum-hukum Tuhan dan keelokan perjalanannya.
Stempel Ketiga Lambang dan stempel tauhid tampak dengan sangat jelas bagi mereka yang mau memperhatikan wajah manusia, siapapun adanya. Sebab, setiap manusia mempunyai tanda pengenal di wajahnya yang membedakannya dari yang lain. Dzat yang tidak bisa meletakkan tanda tersebut di setiap wajah serta Dzat yang tidak mengenali semua wajah yang terdahulu dan kemudian, sejak masa Nabi Adam hingga hari kiamat, tidak akan mungkin bisa membantu dalam meletakkan tanda-tanda pembeda tersebut di wajah seorang manusia yang kecil itu.
Ya, Dzat Yang telah meletakkan tanda pengenal di wajah manusia lewat ciri pembeda tadi pastilah telah melihat, menyaksikan, dan mengenali seluruh umat manusia sehingga Ia bisa meletakkan stempel tadi sebagai perlambang tauhid. Meskipun ada kemiripan lahiriah antara organ tubuh utama, seperti mata, hidung, dan organ lainnya, ia tetap tidak akan sama persis karena ada tanda pembeda pada masing-masingnya. Sebagaimana kemiripan organ tubuh, entah itu mata atau hidung, pada semua wajah manusia menjadi bukti nyata bahwa Sang Pencipta manusia adalah esa dan wahid, maka tanda pembeda yang diletakkan di setiap wajah manusia—untuk melindungi hak-hak setiap orang dalam masyarakat untuk tidak membuat rancu, serta untuk berbagai hikmah lainnya—juga merupakan bukti lain yang menunjukkan adanya kehendak mutlak dan sempurna dari Sang Pencipta Yang Maha Esa, Allah , serta menjadi tanda keesaan-Nya yang menakjubkan dan nyata.Sebab, Dzat yang tidak mampu mencipta seluruh manusia, hewan, dan tumbuhan, bahkan seluruh alam, tidak mungkin bisa meletakkan ciri pembeda itu pada seseorang.
Petunjuk Kedua
Alam entitas yang beraneka macam, jenisnya yang berane- karagam, serta unsurnya yang berbeda-beda saling menyatu dan padu, sehingga sebab yang tidak berkuasa atas seluruh alam tidak mungkin memiliki kekuasaan hakiki atas satu unsurpun darinya. Seolah-olah manifestasi cahaya tauhid dari nama al-Fard telah meng- himpun seluruh alam dalam satu kesatuan sekaligus membuat setiap bagian darinya turut menyuarakan keesaan tersebut.
Sebagai contoh: sebagaimana kesatuan matahari yang me- rupakan lampu bagi seluruh alam menjadi petunjuk bahwa seluruh alam milik Dzat yang Esa, maka udara pun yang berusaha melayani kepentingan semua makhluk, api juga yang dinyalakan untuk semua kebutuhan, awan yang menyirami bumi, serta hujan yang turun untuk membantu semua makhluk adalah satu dan memenuhi panggilan semua makhluk. Tersebarnya sebagian besar makhluk, entah itu hewan atau tumbuhan, ke seluruh pelosok bumi dengan jenis dan habitat yang sama, menjadi petunjuk yang tegas dan saksi yang ju- jur bahwa seluruh entitas dan habitatnya itu berada dalam kekuasaan Dzat Yang Maha Esa.
Atas dasar itu, kita melihat bahwa adanya pembauran yang sangat kuat antara berbagai makhluk telah membuat keseluruhannya berada dalam satu kesatuan di mana proses penciptaannya tak mungkin terbagi dan terpisah. Dzat yang tidak bisa melaksanakan seluruh hukumnya pada seluruh alam tidak mungkin dapat membuat entitas manapun tunduk pada pemeliharaannya; meskipun ia berupa atom ataupun yang lebih kecil dari itu.
Petunjuk Ketiga
Lewat manifestasi agung nama al-Fard seluruh alam berubah menjadi semacam untaian surat shamadani. Setiap surat berisi tanda-tanda keesaan dan stempel tauhid. Selain itu, setiap surat juga memuat ciri keesaan sebanyak jumlah katanya. Bahkan setiap kata di dalamnya memiliki stempel keesaan dan menunjukkan Sang Penu- lisnya sebanyak stempel itu.
Setiap bunga, buah, rumput, hewan dan setiap pohon masing-masing merupakan stempel keesaan-Nya dan cap Shamadaniyah-Nya. Seolah-olah semua itu merupakan stempel setiap topik yang berbentuk surat dan menjelaskan Penulisnya.
Sebagai contoh, bunga kuning yang terdapat di sebuah taman. Bunga tersebut berposisi sebagai stempel perancang taman tersebut. Dzat yang menjadi Pemilik stempel tersebut (bunga tadi) juga merupakan Pemilik seluruh macam bunga itu dan yang sejenisnya yang tersebar di seluruh bumi. Selain itu, ia juga menjadi petunjuk bahwa taman tadi merupakan tulisan-Nya.
Artinya, setiap sesuatu mengem- balikan semuanya pada Penciptanya sekaligus menunjukkan manifestasi cemerlang dan agung dari keesaan Allah.
Petunjuk Keempat
Manifestasi agung dari nama al-Fard sudah sangat terang seperti terangnya matahari, namun ia dapat diterima sesuai dengan akal dan logika sehingga menjadi sebuah aksioma. Sebaliknya, syirik yang bertentangan dengan manifestasi tadi, sangat rumit sehingga menjadi pelik dan sama sekali tidak logis. Ia sangat tidak rasional hingga sampai ke tingkat mustahil. Hal ini telah dijelaskan dalam berbagai bagian dari Risalah Nur. Di sini kami hanya akan menjelaskan tiga poin dari berbagai bukti tersebut. Penjelasan rincinya dapat dilihat pada risalah-risalah yang lain.
Poin Pertama Secara singkat di penghujung “Kalimat Kesepeluh” dan “Kedua Puluh Sembilan” serta secara luas pada “Surat Kedua Puluh”, kami telah menjelaskan dengan berbagai bukti yang kuat bahwa:Sama mudahnya penciptaan benda yang paling besar dan paling kecil bagi Dzat Yang Maha Esa. Allah menciptakan musim semi yang luas secara sangat mudah sama mudahnya dengan menciptakan sekuntum bunga. Pada musim semi itu pun dengan amat mudah Dia hadirkan ribuan contoh kebangkitan makhluk sebagaimana yang bisa kita saksikan. Dia pelihara pohon yang sangat besar secara sangat mudah sama seperti mudahnya memelihara buah yang kecil. Tetapi seandainya ia disandarkan kepada sebab-sebab materi yang banyak jumlahnya, maka penciptaan setiap bunga di dalamnya pasti menjadi rumit sama rumitnya dengan penciptaan musim semi. Juga, penciptaan buah menjadi sesulit penciptaan pohon yang besar.
Ya, jika penyiapan seluruh pasukan berikut berbagai perlengkapannya berasal dari satu pemimpin dan satu sumber, maka ia men- jadi sama mudahnya dengan menyiapkan seorang tentara. Namun ia akan menjadi rumit dan sulit bahkan mustahil jika setiap tentara dipersiapkan dari tempat yang berbeda-beda lalu menerima perintah dari kepemimpinan yang jumlahnya banyak. Dalam kondisi demikian setiap tentara membutuhkan tempat kerja sejumlah tentara yang ada.
Sebagaimana sebuah urusan menjadi mudah dengan adanya keesaan dan menjadi rumit dengan adanya pluralitas, demikian pula dengan proses penciptaan. Apabila ia disandarkan kepada Dzat Yang Tunggal dan Esa, penciptaan entitas sebuah spesies yang jumlahnya tak terhingga menjadi gampang seperti penciptaan satu makhluk. Adapun kalau disandarkan kepada sebab-sebab materi, penciptaan satu makhluk saja menjadi rumit dan pelik sama seperti rumitnya penciptaan spesies yang banyak.Ya, keesaan membuat segala sesuatu mengacu dan bersandar kepada Dzat Tuhan Yang Esa. Penisbatan tersebut menjadi sebuah kekuatan yang tak terbatas sehingga memungkinkannya untuk melakukan amal-amal besar dan melahirkan hasil-hasil agung yang ribuan kali melebihi kekuatannya sendiri karena bersandar pada rahasia hubungan tadi. Adapun yang tidak bersandar dan tidak mempunyai hubungan dengan Sang Pemilik kekuatan agung itu, Dzat Yang Maha Esa, maka ia hanya bisa melakukan pekerjaan yang bisa dipikul oleh kekuatannya.
Sebagai contoh, karena orang liar yang tidak menisbatkan diri kepada pasukan harus membawa sendiri semua perlengkapannya. Meski ia sangat kuat, ia hanya bisa mengahadapi sepuluh musuh dalam waktu yang singkat. Sementara orang yang menisbatkan dirinya dengan seorang pemimpin besar dengan kedudukannya sebagai prajurit akan menjadi sangat kuat. Ia tidak harus membawa perlengkapan militer itu bersamanya. Karenanya, ia barangkali menjadi berani untuk menawan pemimpin pasukan musuh yang kalah bersama ribuan orang yang bersamanya.
Karena itulah, semut dapat membinasakan Fir’aun, nyamuk bisa mengalahkan Namrud, mikroba kecil bisa menghancurkan manusia lalim, dan benih kecil bisa memikul pohon yang besar. Ya, seorang pemimpin besar bisa menggerakkan dan memobilisasi semua pasukannya untuk menyelamatkan dan menolong seorang tentara. Dan tentara tadi merasa seolah-olah sebuah pasukan besar membantu dan memberikan kekuatan moril yang hebat sehingga ia bisa melakukan pekerjaan-pekerjaan besar atas nama sang pemimpin.Karena Dia tunggal dan esa, Allah sama sekali tidak membutuhkan pihak lain. Jika seandainya ia berniat atas sesuatu, cukup bagi-Nya menggerakkan seluruh entitas untuk membantu sesuatu tadi. Jadi, Allah mengumpulkan seluruh alam ini karenanya.
Demikianlah, segala sesuatu bersandar pada kekuatan agung yang sangat besar yang menggenggam kunci perbendaharaan seluruh alam. Segala sesuatu mendapatkan kekuatan dari kekuatan ilahi yang sangat besar dan mutlak itu; dari Dzat Yang Maha Tunggal dan Esa. Kalau saja bukan karena Dzat-Nya Yang Esa, segala sesuatu pasti akan kehilangan kekuatan yang dahsyat, akan tiada dan sia-sia.Hasil-hasil besar yang berasal dari sesuatu yang kecil dan sederhana secara jelas menunjukkan keesaan Tuhan. Kalau bukan karenanya, maka hasil dan buah yang ada hanya terbatas pada kekuatan dan materinya yang sangat lemah. Bahkan hasil-hasil tadi akan lenyap.
Tidakkah engkau melihat bahwa barang-barang berharga seperti buah, sayuran, dan lainnya terhampar banyak di hadapan kita. Semua itu terwujud berkat rahasia keesaan, hubungan dan mobilisasi segala kekuatan. Kalau bukan karena keesaan-Nya tak mungkin kita bisa menghasilkan ribuan semangka dan delima dari beberapa butir saja.
Semua hal yang kita lihat mudah, gampang, dan banyak, sebenarnya merupakan hasil keesaan-Nya sekaligus menjadi saksi atas Dzat-Nya Yang Tunggal.
Poin Kedua Seluruh entitas diciptakan dan dihadirkan dalam dua bentuk:Pertama, tercipta dari tiada yang disebut ibdâ’. Kedua, terbentuk dan tersusun dari berbagai unsur yang ada, yang disebut insyâ.Kalau entitas terjadi dari perspektif ketunggalan dan manifestasi keesaan Tuhan, maka proses penciptaannya berlangsung secara sangat mudah sehingga menjadi sesuatu yang wajib (niscaya). Adapun apabila urusan penciptaan itu tidak diserahkan kepada Dzat Yang Tunggal, masalahnya menjadi rumit dan pelik. Akan muncul hal-hal yang tidak rasional, tidak logis, sampai pada tingkat mustahil. Kita menyaksikan seluruh entitas muncul ke alam wujud ini tanpa kesulitan, dengan kemudahan serta dalam bentuk dan cara yang sangat sempurna.
Hal itu secara jelas membuktikan keesaan Tuhan se- kaligus menegaskan bahwa segala sesuatu yang ada di alam wujud ini berasal dari penciptaan Dzat Yang Mahatunggal dan Agung.Ya, ketika urusan penciptaan dinisbatkan kepada Dzat Yang Maha Esa, maka Dia bisa menciptakan sesuatu dari tiada dalam waktu seketika, secara sangat mudah, lewat kekuasaan-Nya yang mutlak yang diketahui keagungannya dengan jejak-jejaknya. Dia menetapkan segala sesuatu berdasarkan pengetahuan-Nya yang komprehensif menyerupai cetakan maknawi dan rancangan gaib. Segala sesuatu berada dalam ketentuan-Nya. Mereka semua diatur oleh kekuasaan Ilahi secara sangat mudah untuk menempati posisi masing-masing dan untuk memeliharanya sesuai dengan rancangan yang ada dalam cermin pengetahuan Tuhan yang bersifat azali.
Bahkan seandainya semua atom yang berada di seluruh penjuru disuruh berkumpul, maka seluruh atom yang terikat dengan pengetahuan Ilahi dan terkait dengan hukum kekuasaan-Nya akan menja- di seperti prajurit-prajurit yang taat dari sebuah pasukan yang rapi. Dengan segera, mereka akan mengambil posisi masing-masing lewat perintah sang pimpinan serta sesuai dengan rancangan yang telah dibuat berdasarkan pengetahuannya. Demikian pula dengan semua atom yang taat kepada perintah Tuhan. Mereka pun segera datang untuk mengambil posisi masing-masing dalam cetakan pengetahuan dan ketentuan-Nya.Lebih dari itu, sebagaimana gambar hasil pemotretan (foto) yang tampil di layar kamera bisa tercetak sehingga menjadi gambar yang konkret, dan sebagaimana tulisan yang samar dan tersembunyi menjadi tampak dan terlihat ketika bahan kimia digoreskan padanya, demikian pula dengan bentuk dan substansi semua entitas yang terdapat pada “cermin” pengetahuan Tuhan Yang Maha Esa. Kekuasaan ilahi yang bersifat mutlak itu memberikan bentuk kongkret padanya secara sangat mudah sehingga semua entitas tadi bisa terlihat oleh mata setelah sebelumnya berada di alam gaib.
Namun jika proses penciptaan yang ada tidak diserahkan kepada Dzat Yang Mahatunggal dan Esa, ketika itu untuk menciptakan seekor lalat saja harus dilakukan pencarian dan pemeriksaan ke seluruh permukaan bumi, serta penyaringan terhadap semua un- surnya. Lalu semua unsur tadi ditimbang dengan timbangan yang sangat akurat dan cermat agar setiap atom bisa ditempatkan di posisinya sesuai dengan cetakan yang ada sesuai dengan jumlah organ dan bentuknya yang rapi. Hal itu agar setiap unsur bisa mengambil posisi yang sesuai. Selain itu, berbagai perasaan yang bersifat rohani, halus, dan lembut yang berasal dari alam rohani harus dimasukkan ke dalamnya sesuai dengan ukuran kebutuhan lalat tadi.
Dengan demikian, penciptaan seekor lalat saja menjadi sulit dan mustahil, sama seperti penciptaan seluruh alam. Di dalamnya terdapat berbagai macam kesulitan dan kemustahilan. Karena itu, semua kaum beriman dan semua ilmuwan sepakat bahwa zat yang bisa mencipta dari tiada hanyalah Sang Maha Pencipta Yang Maha Esa. Karena itu, seandainya urusan ini diserahkan kepada sebab-sebab materi dan alam, maka keberadaan sebuah entitas saja mengharuskan terkumpulnya banyak hal.
Poin Ketiga Kami telah memberikan banyak contoh yang menegaskan bahwa menyandarkan proses penciptaan kepada Dzat Yang Maha Esa menjadikan penciptaan segala sesuatu menjadi mudah, sama dengan penciptaan sebuah entitas. Sebaliknya, apabila proses penciptaan tadi diserahkan kepada alam dan sebab materi, maka penciptaan sebuah entitas saja menjadi sulit dan tak mungkin, sama dengan penciptaan seluruh entitas.Di sini kami hanya akan memberikan tiga contoh:
Pertama, jika tugas memimpin seribu orang tentara diserahkan kepada seorang panglima, sementara tugas memimpin seorang tentara diserahkan kepada sepuluh panglima, maka memimpin seorang tentara tadi akan menjadi sepuluh kali lebih sulit daripada memimpin sejumlah tentara di atas.
Sebab, para panglima tersebut akan saling bertengkar antara yang satu dengan lainnya dan perintah-perintah mereka akan saling kontradiktif. Maka si tentara itu pun tidak akan merasa nyaman berada di antara permusuhan para panglimanya. Sebaliknya, seorang panglima yang memimpin sekian banyak tentara seolah-olah sedang memimpin seorang tentara. Ia bisa melaksanakan rencana dan ke- inginannya terhadap sekian tentara tadi dengan sangat mudah. Se- mentara hal itu menjadi sukar kalau urusannya diserahkan kepada mereka masing-masing.
Kedua, apabila urusan pembangunan sebuah kubah masjid jami Hagia Sophia diserahkan kepada seorang arsitek yang mahir, ia akan bisa menunaikan tugasnya dengan mudah dan gampang. Akan tetapi, kalau pembangunannya diserahkan kepada batu-batu yang ada, maka setiap batu itu harus berkuasa mutlak atas semua batu yang lain, dan pada waktu yang sama ia juga harus tunduk pada batu yang lain agar kubah yang megah itu terbentuk.
Kalau seorang arsitek tadi hanya membutuhkan energi yang sedikit karena mudah baginya, maka di sisi lain ratusan tukang bangunan (batu-batu) itu harus mengeluarkan energi yang berkali-kali lipat lebih banyak tanpa hasil nyata.
Ketiga, bola bumi ini merupakan pesuruh dan pegawai Dzat Yang Maha Esa. Ia ibarat tentara yang taat kepada Allah. Ketika ia menerima sebuah perintah yang berasal dari pimpinannya Yang satu, ia akan segera melaksanakan tugas yang diberikan Pimpinannya tadi dengan sangat senang. Ia akan bergerak seperti sufi Maulawi yang sangat rindu kepada Tuhannya. Ia pun menjadi sarana bagi datang- nya empat musim, pergantian malam dan siang, munculnya gerakan yang mulia dan agung, tersingkapnya pemandangan indah di langit, serta bagi perubahannya yang berlangsung secara terus-menerus seperti perubahan tayangan yang ada di film. Ia menjadi penyebab munculnya berbagai karya agung sehingga seolah-olah bumi ini ibarat pemimpin dari latihan perang besar antarbintang.
Namun apabila urusan tersebut tidak diserahkan kepada Dzat Maha Esa yang dengan kekuasaan uluhiyah dan rububiyah-Nya Dia menghimpun seluruh alam serta mampu melaksanakan kebijakan dan perintah-Nya, baik pada yang kecil maupun yang besar. Ketika itu jutaan bintang yang ribuan kali lebih besar daripada bumi ini harus beredar di sebuah poros yang jutaan kali lebih besar dari poros bumi agar latihan perang tadi tampak terlihat di mana ia berasal dari adanya revolusi dan evolusi bumi yang berlangsung secara sangat mudah.
Terwujudnya hal-hal yang agung yang berasal dari pergerakan bumi di seputar porosnya memperlihatkan bahwa keesaan Tuhan merupakan sesuatu yang sangat mudah untuk diterima. Pada waktu yang sama, ia juga menegaskan bahwa syirik dan kekufuran penuh dengan kemustahilan dan hal-hal batil yang tidak rasional.Selanjutnya, dengan contoh berikut ini, perhatikanlah kebodohan kaum ateis dan para penghamba sebab, agar engkau mengetahui lumpur kedunguan tempat mereka berada dan padang sahara tempat mereka tersesat. Lalu renungkanlah betapa mereka sangat jauh dari logika dan akal sehat.
Sebuah pabrik besar, sebuah kitab yang menakjubkan, sebuah istana yang kokoh, sebuah jam yang akurat, pastilah si pembuat benda-benda tersebut telah merancang dan menatanya secara rapi dan penuh perhatian. Ia tentu mengaturnya dengan sangat cermat sekaligus hendak memperlihatkan keindahan ciptaan dan kreasinya.Apabila ada yang berpendapat bahwa pengelolaan pabrik besar itu dilakukan oleh roda-roda yang ada di dalamnya, lalu pembangunan istana yang kokoh tadi dilakukan oleh batu-batu istana, apabila isi kandungan kitab yang indah tersebut dibuat oleh huruf-hurufnya, berarti seolah-olah ia menganggap setiap bagian pabrik itu mempu- nyai kekuasaan untuk mengatur dirinya sendiri. Ia juga menganggap setiap huruf yang ada di kitab itu, bahkan setiap kertas, dan pena yang dipakai merupakan barang luar biasa yang bisa mencipta kitab sendiri. Dengan kata lain, ia menisbatkan keteraturan pabrik yang mengagumkan itu kepada roda yang ada di dalamnya serta menisbatkan isi kandungan kitab yang indah kepada perpaduan huruf-hurufnya. Engkau dapat mengetahui anggapan seperti ini betapa jauh dari akal dan merupakan kobodohan.
Mereka yang mengembalikan proses penciptaan di alam yang indah ini kepada sebab-sebab materi dan kepada alam berarti terperosok dalam kebodohan yang sangat jauh seperti orang tadi. Sebab, berbagai wujud penciptaan jelas-jelas terjadi pada sebab dan alam itu sendiri. Alam ini juga merupakan makhluk seperti makhluk lainnya. Dzat yang menciptakannya dengan sangat indah juga merupakan Dzat yang menciptakan jejak-jejak dan hasilnya. Dzat yang menciptakan benih itulah yang menumbuhkan pohon di atasnya, yang mengeluarkan buah dan bunga dari kelopaknya.Sementara apabila proses penciptaan sebab dan alam berikut jejaknya tidak dikembalikan kepada Dzat Yang Maha Esa, maka ke- beradaan berbagai sebab dan beraneka macam alam harus disertai oleh keberadaan berbagai macam sebab dan alam yang teratur dan terkoordinasi pula. Demikian seterusnya sehingga menjadi sebuah rangkaian khayalan yang mustahil dan tak pernah berakhir. Tentu saja ini termasuk kobodohan yang paling mengherankan sekaligus paling malang.
Petunjuk Kelima
Dalam beberapa bagian Risalah Nur, kami telah menegaskan dengan berbagai argumen yang kuat bahwa independensi dan kemandirian merupakan ciri utama sebuah kekuasaan. Bahkan manusia yang sangat lemah dan tidak memiliki kekuasaan hakiki kecuali hanya bayangannya saja, sangat menolak adanya campur tangan pihak lain. Dengan sangat tegas ia akan menolak bentuk intervensi apa pun terhadap urusannya. Hal itu untuk melindungi independensinya dalam urusan tersebut. Bahkan dalam sejarah tercatat banyak sekali penguasa yang telah rela menumpahkan darah milik anak dan saudara mereka sendiri karena dianggap ikut campur dalam urusan mereka.
Jadi, independensi dan penolakan terhadap adanya intervensi pihak lain termasuk ciri utama kekuasaan yang hakiki. Bahkan semua itu mesti dan harus ada di dalamnya.
Kekuasaan Ilahi yang ada pada tingkat rububiyah yang bersifat mutlak juga sangat menolak adanya sekutu apa pun bentuknya dan bentuk intervensi apa pun yang berasal dari pihak lain. Dari sini kita menyadari mengapa al-Qur’an al-Karim banyak berbicara tentang tauhid yang murni sekaligus menolak syirik dengan cara yang sangat keras dan dengan ancaman yang menakutkan.
Demikianlah kekuasaan Tuhan yang terdapat pada rububi- yah-Nya yang mutlak mengharuskan adanya tauhid dan keesaan sekaligus menampakkan konsekuensinya. Demikian pula dengan tatanan yang rapi serta keharmonisan yang menakjubkan yang tam- pak di alam—mulai dari bintang, tumbuhan, hewan, bumi, tambang, hingga hal-hal yang kecil seperti atom—masing-masing menjadi saksi yang adil dan bukti yang cemerlang terhadap keesaan-Nya. Dengan demikian, sama sekali tidak ada keraguan. Sebab, seandainya ada intervensi dari selain Dzat Yang Maha Esa, pastilah tatanan yang indah dan kokoh ini akan rusak serta pastilah keseimbangan yang sempur- na yang terlihat di seluruh bagian alam ini menjadi timpang. Jadi, sungguh benar Allah yang telah berfirman:“Seandainya pada keduanya ada tuhan-tuhan lain selain Allah, pastilah ia mengalami kerusakan.” (QS. al-Anbiya [21]: 22).Ya, seandainya ada intervensi pihak lain pasti bekas-bekasnya akan tampak secara nyata. Namun ajakan tegas al-Qur’an dalam ayat: “Pandanglah kembali, apakah engkau menyaksikan ada yang cacat (tidak seimbang).” (QS. al-Mulk [67]: 3). Tatanan yang sangat menakjubkan ini dengan sangat jelas memperlihatkan dirinya kepadamu sehingga engkau pun tidak melihat celah cacat atau kekurangan pada bagian yang mana pun juga mulai dari atom hingga galaksi.
Jadi, tatanan kokoh yang terdapat di alam ini, keteraturan yang menakjubkan yang terdapat pada seluruh makhluk, serta keseimbangan yang sempurna antara berbagai entitas memperlihatkan manifestasi agung dari nama al-Fard sekaligus menjadi saksi nyata atas keesaan-Nya.Selanjutnya, makhluk yang sangat kecil sekalipun sebenarnya merupakan miniatur dan daftar isi seluruh alam sesuai dengan manifestasi keesaan-Nya. Tidak ada yang menguasai makhluk hidup yang kecil itu kecuali Dzat yang mengendalikan seluruh alam. Benih yang sangat kecil tidak kalah menakjubkan dalam penciptaannya dibandingkan pohon yang besar. Proses penciptaan pohon yang menjulang tinggi sama dengan penciptaan seluruh alam. Makhluk hidup yang kecil ibarat miniatur alam. Dengan demikian, manifestasi keesaan tersebut memustahilkan keberadaan sekutu.
Kemudian dengan rahasia keesaan di atas tidak ada sesuatu yang terpisah di alam ini. Bahkan tidak hanya itu, segala entitas tidak menerima adanya keterpisahan, persekutuan, keterbagian, dan cam- pur tangan pihak-pihak lain. Setiap bagian yang terdapat di dalamnya ibarat bagian darinya dan alam ini ibarat satu kesatuan. Jadi, sama sekali tidak ada tempat bagi sekutu.
Ya, perpaduan dan kesatuan setiap bagian alam, serta orientasi tugas masing-masing yang mengarah kepada alam secara umum menjadikan alam ini sebagai satu kostum yang tak bisa dibagi-bagi dilihat dari segi penciptaan dan pengelolaannya. Juga, pekerjaan-pekerjaan komprehensif yang menjangkau seluruh alam di mana bekas dan pengaruhnya tampak secara umum membuat alam ini sebagai satu kesatuan dilihat dari keterpautan antara yang satu dan lainnya sehingga ia sama sekali menolak adanya keterpisahan. Agar menjadi lebih jelas kami akan memberikan contoh berikut:Tatkala sebuah makhluk diberi kehidupan, kita akan melihat dengan seketika bagaimana ia dihidupkan dan diberi rezeki. Pada proses menghidupkan makhluk tampak secara langsung adanya pengaturan terhadap tubuh makhluk tadi sekaligus pengkoordinasian organ tubuhnya dan penyiapan berbagai kebutuhannya. Lalu saat proses penciptaan, penghidupan, pengaturan, dan penyiapan itu terjadi, pada waktu yang sama proses pembentukan, pemeliharaan, dan pengelolaan terhadapnya juga sedang berlangsung. Demikian seterusnya.Keterpautan antara berbagai pekerjaan tersebut antara yang satu dan lainnya, tercampurnya yang seperti percampuran antara tujuh warna pada sinar mentari, bagaimana setiap pekerjaan tersebut menjangkau seluruh entitas dalam satu kesatuan, dan keberadaan se- tiap pekerjaan tadi yang merupakan pekerjaan yang bersifat tunggal, semuanya secara jelas menunjukkan bahwa pelakunya satu, esa, dan tunggal. Sebagaimana kekuasaan dan dominasi setiap pekerjaan tersebut terhadap semua alam berikut keterkaitannya dengan pekerjaan lainnya dalam bentuk kerja sama yang kuat menjadikan alam ini sebagai satu kesatuan yang tak terpisahkan, demikian pula dengan semua makhluk hidup yang berposisi sebagai benih, daftar isi, dan ikhtisar alam. Dari sisi rububiyah ia juga tidak menerima adanya keterpisahan dan keterbagian. Bahkan keterpisahan dan keterbagian itu merupakan sesuatu yang mustahil dan tidak mungkin. Artinya, alam adalah sebuah kesatuan yang tidak terpisah.
Jadi, Tuhan yang memelihara bagian darinya juga merupakan Tuhan yang memelihara keseluruhannya. Sebaliknya, setiap bagian dari alam pada dasarnya satu. Tuhan yang memelihara sebuah makhluk tidak lain adalah Dzat yang memegang kendali seluruh alam.
Petunjuk Keenam
Sebagaimana keesaan Allah dalam hal rububiyah dan uluhiyah merupakan dasar utama semua kesempurnaan,(*[4])sumber tujuan mulia, serta sumber berbagai hikmah di balik penciptaan alam, ia juga merupakan sasaran paling luhur dan balsam penyembuh untuk memenuhi hasrat dan keinginan semua makhluk yang mempunyai perasaan dan akal, terutama manusia. Kalau keesaan-Nya tiada, maka semua hasrat tadi akan padam, seluruh hikmah penciptaan alam akan sirna, serta sebagian besar kesempurnaan yang ada akan lenyap.
Contohnya adalah sebagai berikut: hasrat ingin kekal sangat kuat mengakar pada diri manusia. Hasrat tersebut bisa diwujudkan dan dapat dipenuhi oleh Dzat yang menguasai kunci-kunci perben- daharaan alam dan yang berkuasa membuka pintu keabadian di depan manusia menuju akhirat. Hal itu tentunya setelah Dia mengakhi- ri dunia yang fana ini sekaligus menutup pintu-pintunya semudah menutup sebuah kamar dan membuka yang lain. Ada banyak hasrat manusia lainnya yang terbentang hingga tiada batas dan menjalar pada seluruh makhluk tergantung dengan hakikat tauhid dan keesaan Tuhan. Jika tidak, semua hasrat tersebut tentu akan percuma dan tidak akan tercapai. Kalau Dzat Yang Maha Esa tidak berkuasa atas seluruh alam ini, semua hasrat itu tidak akan merasa tenang dan tidak akan terwujud. Kalaupun terwujud, tentu sangat kurang.
Karena rahasia agung itulah, kita melihat al-Qur’an al-karim menjelaskan perihal tauhid dan keesaan-Nya dengan penuh kehangatan dan kerinduan. Al-Qur’an menyebutkannya berulang-ulang dengan begitu manis dan indah. Para nabi, para ulama, wali, dan orang saleh mendapatkan keinginan mereka yang tertinggi, bahkan kebahagiaan yang paling utama dalam ucapan terbaik mereka la ilaha illallah (tiada Tuhan selain Allah).
Petunjuk Ketujuh
Tauhid hakiki ini berikut seluruh tingkatannya dan dengan bentuknya yang sempurna telah ditegaskan, diinformasikan, diajarkan, dan disampaikan oleh Muhammad. Karena itu, risalahnya menjadi suatu hal yang pasti dan kuat seperti kuatnya tauhid itu sendiri. Karena persoalan tauhid merupakan hakikat paling agung di alam wujud ini, sementara Muhammad bertugas mengajarkan tauhid tersebut beserta seluruh hakikatnya, maka seluruh dalil yang membuktikan tauhid, pada waktu yang sama juga membuktikan kebenaran risalah, kenabian, dan dakwah beliau. Risalah agung semacam ini yang berisi ribuan hakikat kebenaran yang luhur serta menyingkap dan mengajarkan hakikat tauhid, tentu saja merupakan risalah yang menjadi tuntutan tauhid tersebut. Siapa gerangan selain Muhammad yang telah mengemban amanah dan menyampaikan risalah dalam bentuk yang paling sempurna?
Kami akan menyebutkan tiga contoh sebagai dalil yang membuktikan keagungan pribadi Nabi, yang menunjukkan kedudu- kannya yang tinggi, serta yang menjelaskan keberadaannya sebagai lentera penerang dan mentari seluruh alam semesta.
Dalil Pertama Pahala seluruh amal kebajikan yang diperoleh seluruh umat sepanjang masa juga tertulis secara sama persis dalam lembaran kebajikan Nabi. Sebab, beliau merupakan perantara dalam meraih semua pahala yang diraih umatnya hingga hari kiamat. Ada kaidah yang berbunyi: اَلسَّبَبُ كَال۟فَاعِلِ “Perantara sama seperti pelaku.”(*[5])Perhatikan hal ini dengan baik, lalu renungkan kedudukan agung yang layak beliau dapatkan sebagai hasil dari salawat yang setiap hari diucapkan umatnya. Dari situ engkau akan mengetahui derajatnya yang tinggi sekaligus memahami bahwa pribadinya ibarat mentari alam dan lentera penerang seluruh makhluk.
Dalil Kedua Benih pohon Islam yang subur berikut tempat tumbuh, kehidupan, dan sumbernya merupakan hakikat dari substansi pribadi Muhammad yang memiliki fitrah mulia dan tabiat sempurna.Perhatikan hal ini, lalu renungkan ketinggian kedudukan Rasul yang bersumber dari sensitifitasnya yang sempurna terhadap seluruh esensi ibadah, zikir, dan ungkapannya yang mulia, yang kesemuanya itu mencerminkan spirit dan hakikat Islam. Dengan begitu, engkau akan mengetahui ketinggian derajat kewalian penghambaannya yang istimewa, yaitu derajat habîbiyah (kekasih Allah). Pahamilah puncak ketinggian derajatnya.
Suatu hari, ketika sedang bersujud dalam shalat, Allah membukakan untukku beberapa makna dan kilau dari kalimat “Subhâna Rabbiyal A’lâ” (Mahasuci Tuhanku Yang Maha Tinggi) yang kira-kira seperti pemahaman seluruh sahabat terhadap kalimat suci itu. Tampak dengan jelas bagiku bahwa ia lebih baik daripada ibadah satu bulan. Dari situlah aku menyadari kedudukan agung dan derajat mulia yang didapat oleh semua sahabat. Ya, limpahan cahaya yang bersumber dari kalimat-kalimat suci di awal kemunculan Islam memiliki keistimewaan khusus. Ia juga begitu lembut, segar, dan nikmat, namun lama-kelamaan seiring dengan perjalanan waktu ia bertambah redup dan tertutup oleh hijab kelalaian. Sekarang, renungkan kedudukan Rasul yang telah mene- rima dan menghirup kalam suci dari sumbernya yang mulia, serta menyerap cahayanya dengan sempurna lewat wahyu ilahi dan potensi sempurna yang melekat padanya.
Berdasarkan rahasia ini, beliau mendapatkan limpahan cahaya dari sebuah tasbihnya sebanyak ibadah seseorang selama satu tahun.Bandingkan hal tersebut. Dari situ engkau akan mengetahui betapa Rasul telah mencapai derajat kesempurnaan yang tak terhingga.
Dalil Ketiga Manusia mencerminkan maksud Ilahi yang paling agung di alam ini. Ia adalah makhluk yang disiapkan untuk memahami pesan ilahi. Lalu di antara makhluk-Nya yang mulia, Allah memilih manusia paling mulia, paling baik, dan paling agung lewat amal dan jejaknya yang sempurna untuk menjadi objek pesan Ilahi tersebut atas nama seluruh manusia, bahkan atas nama seluruh alam semesta. Tentu saja Allah , Yang Maha Esa dan Agung yang telah menyiapkan Rasul-Nya yang tercinta untuk kedudukan ini, telah memberikan kepada beliau berbagai cahaya dan kesempurnaan yang tak terhingga.
Begitulah, dengan tiga dalil di atas dan dalil-dalil lainnya yang masih banyak, kita menjadi yakin bahwa sosok pribadi Rasul merupakan mentari cemerlang dan lentera penerang yang menyinari alam ini. Selain itu, pribadi beliau merupakan ayat agung dari Qur’an alam ini, nama agung dari al-Furqân, serta cermin bening menampakkan manifestasi cahaya nama Allah al-Fard.
“Wahai Allah Yang Maha Esa, Yang Mahatunggal, dan Yang Menjadi Tempat Bergantung, turunkan dari keberkahan perbendaharaan rahmat-Mu yang tak pernah habis, salawat dan salam atas pribadi Nabi yang mulia sebanyak jumlah partikel alam dikalikan dengan jumlah detik sepanjang masa.”
سُب۟حَانَكَ لَا عِل۟مَ لَنَٓا اِلَّا مَا عَلَّم۟تَنَٓا اِنَّكَ اَن۟تَ ال۟عَلٖيمُ ال۟حَكٖيمُ
NUKTAH KELIMA
ٱل ْــــح ُ ّي (Yang Maha Hidup)
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّح۪يمِ
“Maka perhatikanlah bekas-bekas rahmat Allah, bagaimana Allah menghidupkan bumi setelah mati (kering). Sungguh, itu berarti Dia pasti (berkuasa) menghidupkan yang telah mati.Dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu.” (QS. ar-Rûm [30]: 50).“Allah, tiada Tuhan selain Dia Yang Maha Hidup dan Maha Berdiri Sendiri. Dia tidak pernah mengantuk dan tidak pernah tidur...” (QS. al-Baqarah [2]: 255).Tampak dalam cakrawala pikiranku beberapa makna yang dikandung oleh dua ayat di atas serta salah satu manifestasi cahaya nama al-Hayy atau salah satu dari enam cahaya yang dimiliki-Nya pada bulan Syawwal ketika aku berada di penjara Eskisyehir. Saat itu aku tidak bisa menuliskannya dan tidak bisa menangkap “burung yang sedang terbang tinggi itu”. Namun setelah secercah cahaya itu sedikit demi sedikit menjauh, kelihatannya aku harus menunjukkan- nya dengan meletakkan rambu-rambu yang mengarah pada sinar hakikat agung itu. Di sini aku akan menunjukkannya secara singkat:
Rambu Pertama
Apakah sebetulnya kehidupan yang menjadi manifestasi agung dari nama Allah, al-Hayy al-Muhyi (Yang Maha Hidup dan Menghidupkan) ini? Apa hakikatnya? Apa urgensinya?
Jawaban atas pertanyaan ini kami ketengahkan dalam bentuk daftar seperti berikut: Kehidupan bagi alam semesta adalah: 1. Tujuan yang paling penting. 2. Hasil karya yang paling agung. 3. Cahaya yang paling bersinar. 4. Inti yang paling lembut. 5. Ikhtisar yang paling murni. 6. Buah yang paling sempurna. 7. Kesempurnaan yang paling tinggi. 8. Keindahan yang paling cemerlang. 9. Perhiasan yang paling hebat. 10. Rahasia keesaannya. 11. Ikatan kesatuannya. 12. Sumber kesempurnaannya. 13. Unsur bernyawa yang paling mengagumkan dari sisi ciptaan dan substansinya. 14. Hakikat menakjubkan yang mengubah makhluk terkecil menjadi sebuah alam semesta. 15. Mukjizat kekuasaan Ilahi yang paling mencengangkan dengan menjadikan makhluk hidup sebagai miniatur alam. Kehidupan tersebut seolah-olah merupakan sarana bagi terserapnya seluruh entitas dalam makhluk hidup yang kecil tadi. Kehidupan itu memperlihatkan sesuatu yang menyerupai indeks alam besar ini sekaligus menempatkannya dalam posisi yang sangat terkait de- ngan sebagian besar entitas.
16. Kreasi Ilahi yang luar biasa di mana ia membuat sesuatu yang parsial menjadi sesuatu yang universal. Bahkan ia menempatkan individu setara dengan alam keseluruhan. Ia menunjukkan alam ini—dari sisi pemeliharaan—sebagai satu kesatuan yang tidak terbagi dan terpisah.
16. Kreasi Ilahi yang luar biasa di mana ia membuat sesuatu yang parsial menjadi sesuatu yang universal. Bahkan ia menempatkan individu setara dengan alam keseluruhan. Ia menunjukkan alam ini—dari sisi pemeliharaan—sebagai satu kesatuan yang tidak terbagi dan terpisah. 17. Dalil yang paling cemerlang, paling tegas, dan paling sempurna yang menjadi saksi atas keniscayaan eksistensi Allah , dan bahwa Dia Maha Hidup dan Berdiri Sendiri, sekaligus menunjukkan bahwa Dia Maha Esa.
18. Ciptaan Tuhan yang paling menakjubkan, paling samar, paling tampak, paling berharga, paling sederhana, paling suci, dan pa- ling bersinar. 19. Bentuk manifestasi kasih sayang Ilahi yang paling lembut dan paling halus. Ia menjadikan semua makhluk sebagai pelayannya. 20. Cermin komprehensif yang memantulkan semua urusan Tuhan. 21. Ciptaan Tuhan yang ajaib yang mencakup manifestasi nama-na- ma-Nya, seperti ar-Rahmân (Yang Maha Mengasihi), ar-Razzâq (Yang Maha memberi rezeki), ar-Rahîm (Yang Maha Penyayang), al-Hakîm (Yang Mahabijaksana). Ia membuat berbagai hakikat yang tampak seperti masalah rezeki, hikmah, perhatian, dan kasih sayang tunduk kepadanya. Ia juga merupakan sumber bagi munculnya seluruh perasaan, seperti melihat, mendengar, dan merasa.
22. Mesin pembersih yang terdapat di bengkel alam di mana ia selalu membersihkan, menumbuhkan, dan menyinari di setiap sisi. Seolah-olah jasad yang merupakan sangkar kehidupan merupakan tempat jamuan bagi para rombongan dan pasukan atom yang mempelajari berbagai tugasnya dan melakukan pekerjaannya hingga bersinar dan cemerlang. Ia merupakan sarana yang dipakai Tuhan Yang Mahahidup dan Menghidupkan untuk menyinari alam dunia yang gelap dan fana ini. Lalu Dia memberikan semacam keabadian padanya serta menjadikannya lembut dan siap untuk menuju ke alam yang kekal.
23. Kemudian dua aspek kehidupan, mulk dan malakut, begitu bening, bersih, tanpa cacat, dan mulia. Ia merupakan makhluk istimewa yang berbeda dari makhluk lainnya. Tidak ada sebab-sebab lahiri yang ditempatkan sebagai hijab bagi kekuasaan Ilahi tersebut sebagaimana terlihat pada yang lain. Hal itu dimaksudkan agar pemunculannya langsung dari kekuasaan Tuhan tanpa hijab dan perantara.
24. Hakikat kehidupan adalah cahaya yang mengarah pada enam rukun iman sekaligus menguatkannya secara makna dan simbolik. 25. Dengan kata lain, ia membuktikan eksistensi Sang Wajibul wujud, Allah berikut kehidupan-Nya yang abadi. 26. Membuktikan eksistensi akhirat dan kehidupannya yang abadi. 27. Membuktikan eksistensi malaikat.
28. Serta secara sempurna mengarah pada pembuktian seluruh rukun iman yang ada. 29. Intisari paling suci yang berasal dari seluruh alam. Ia juga merupakan rahasia terbesar yang melahirkan rasa syukur, ibadah, pujian, dan cinta yang merupakan rangkaian maksud Tuhan yang terpenting, serta hasil paling urgen dalam penciptaan alam ini.
Perhatikan berbagai ciri penting kehidupan di atas yang berjumlah dua puluh sembilan. Renungkan perannya yang mulia dan menyeluruh. Lalu dari balik nama al-Muhyi (Dzat Yang Maha Meng- hidupkan), lihatlah keagungan nama al-Hayy. Ketahuilah bagaimana nama al-Hayy merupakan nama Allah yang agung dilihat dari ciri kehidupan yang agung itu serta dari buah dan hasilnya.
Pahami pula bahwa kehidupan ini merupakan tujuan besar dan hasil agung serta buah paling berharga bagi alam. Tentu saja kehidupan ini harus memiliki tujuan yang sebesar alam dan hasil yang agung. Sebab, sebagaimana buah merupakan hasil dari pohon, hasil dari buah itu juga merupakan pohon yang akan muncul lewat benih- nya. Ya, tujuan dan buah dari kehidupan ini adalah kehidupan yang abadi. Juga, salah satu buahnya adalah syukur, ibadah, pujian, cinta kepada pemberi kehidupan, yaitu Dzat Yang Maha Hidup dan Meng- hidupkan. Rasa syukur, cinta, pujian, dan ibadah tersebut merupakan buah kehidupan sekaligus sebagai tujuan alam semesta.
Atas dasar itu, ketahuilah bahwa mereka yang membatasi tujuan hidupnya pada kesenangan, kelalaian, dan hawa nafsu, sesungguhnya telah meremehkan nikmat mahal tersebut; nikmat hidup, nikmat perasaan, dan akal. Mereka menghinakannya, mengingkarinya, bahkan mengkufuri nikmat Allah tersebut.
Rambu Kedua
Untuk menjelaskan tingkatan, ciri, dan tugas kehidupan yang merupakan manifestasi paling agung dari nama al-Hayy serta merupakan manifestasi paling halus dari nama al-Muhyi—sebagaimana daftarnya telah disebutkan dalam rambu pertama—dibutuhkan penulisan berbagai risalah sebanyak jumlah ciri yang ada. Karena itu, kami hanya akan menjelaskan secara singkat beberapa darinya seraya menyerahkan uraian rincinya kepada berbagai bagian dari Risalah Nur yang menjelaskannya.
Pada ciri kehidupan yang kedua puluh tiga dari dua puluh sembilan ciri disebutkan bahwa karena dua aspek kehidupan itu bersifat bening, lembut, dan halus, maka sebab-sebab lahiri tidak dijadikan sebagai tirai bagi tindakan kekuasaan rabbani.Rahasia dari ciri kehidupan tersebut adalah sebagai berikut:
Sesungguhnya segala sesuatu yang ada di alam ini mengandung kebaikan dan keindahan. Adapun kejahatan dan keburukan merupakan dua hal yang kecil dan parsial. Keduanya merupakan “satuan standar” untuk memperlihatkan berbagai martabat dan hakikat yang tersimpan di dalam kebaikan dan keindahan. Karena itu dari sisi ini, kejahatan dan keburukan terhitung sebagai sebuah kebaikan.Namun segala bentuk keburukan, kejahatan, ujian, dan musibah yang tampak di mata manusia telah mendorong mereka untuk bersikap murka dan mengeluarkan keluhan. Maka dari itu, diletak- kanlah berbagai sebab lahiriah sebagai hijab yang menutupi perbuatan Tuhan agar keluhan zalim dan kemurkaan tadi tidak mengarah pada al-Hayy al-Qayyum, Allah . Selain itu, akal manusia dengan pandangan lahiriahnya yang terbatas, bisa jadi akan melihat adanya kontradiksi antara segala hal yang tampak buruk dan jelek dengan tindakan Tuhan yang suci. Maka, diletakkanlah berbagai sebab lahiri sebagai tirai yang membungkus tindakan-Nya agar terbebas dari berbagai hal yang terlihat kontradiksi itu. Perlu diketahui bahwa sebab-sebab lahiriah itu tidak mungkin muncul dengan sendirinya. Tetapi, ia sengaja diciptakan untuk menjaga kehormatan Tuhan sekaligus agar ia menjadi sasaran langsung dari keluhan dan keberatan manusia.
Dalam permulaan bagian kedua dari “Kalimat Kedua Puluh Dua”, kami telah menyebutkan bahwa berkenaan dengan tugas pencabutan nyawa, Izrail bermunajat kepada Tuhan: “Wahai Tuhan, sesungguhnya para hamba-Mu akan murka ke- padaku.”Kemudian Tuhan pun menjawab: “Aku akan meletakkan tirai penyakit dan musibah antara tugasmu dan mereka. Sehingga dengan begitu engkau tidak akan terkena panah keluhan dan keberatan mereka. Tetapi keluhan itu akan mengenai tirai yang ada.” Sesuai dengan isi munajat tersebut kami menyatakan bahwa orang-orang yang tidak melihat wajah kematian yang hakiki serta tidak mengetahui rahmat yang tersimpan di dalamnya akan menampakkan berbagai keberatan dan keluhan. Sehingga ditampakkanlah di hadapan mereka tugas Izrail sebagai hijab dan tirainya sehing- ga keluhan batil itu tidak lagi tertuju kepada Dzat yang Suci, al-Hayy al-Qayyum. Sebagaimana tugas Izrail tadi merupakan tirai, maka sebab-sebab lahiriah lainnya juga berposisi sebagai hijab dan tirai.
Ya, kehormatan dan kebesaran-Nya mengharuskan adanya perantara sebagai tirai yang menutupi kekuasaan Ilahi dalam pandangan akal manusia. Hanya saja, sebagai konsekuensi dari keagungan dan keesaan-Nya, perantara tersebut harus menarik kembali dan mengangkat tangannya dari pengaruh yang hakiki.
Karena aspek kehidupan lahiri dan batini, mulk dan malakut-nya, keduanya sangat bening, bersih dari segala cacat, maka sebagaimana tidak ada sesuatu yang mengarah pada munculnya keluhan dan keberatan, pada keduanya juga tidak ada noda atau keburukan yang berlawanan dengan kehormatan dan kesucian Tuhan. Karena itu, wajahnya dihadapkan secara langsung kepada nama al-Muhyi sebagai nama milik Allah Yang Mahahidup dan Berdiri sendiri tanpa perlu dibungkus dengan tirai sebab.Cahaya, wujud dan penciptaan sama seperti kehidupan. Oleh karena itu, proses penciptaan secara langsung mengarah pada kekuasaan Tuhan Sang Maha Pencipta. Bahkan karena hujan—sebagai salah satu jenis kehidupan, rahmat—, maka waktu turunnya tidak ditentu- kan oleh kaidah yang berlaku. Hal itu dimaksudkan agar tangan-tangan hamba diangkat untuk senantiasa mengetuk pintu rahmat-Nya di saat membutuhkan. Sebab, seandainya hujan turun sesuai dengan hukum atau kaidah tertentu—seperti terbit dan terbenamnya matahari—para makhluk tidak akan berdoa untuk meminta kedatangan karunia hujan tersebut.
Rambu Ketiga
Pada ciri kedua puluh sembilan disebutkan bahwa kehidupan merupakan buah dari alam semesta sebagaimana rasa syukur dan ibadah yang merupakan buah dari kehidupan merupakan sebab, tujuan, dan buah dari penciptaan alam semesta. Ya, Sang Pencipta alam, al-Hayy al-Qayyum, memperkenalkan diri-Nya kepada para makhluk sekaligus membuat diri-Nya dicintai lewat nikmat yang tak terhitung banyaknya, sebagai balasannya Dia meminta mereka untuk bersyukur atas nikmat yang ada, mencintai-Nya, berterima kasih atas ciptaan-Nya yang berharga, serta taat dan patuh pada semua perin- tah-Nya.
Berdasarkan rahasia rububiyah ini, syukur dan ibadah menjadi tujuan tertinggi bagi semua jenis kehidupan sekaligus bagi seluruh alam secara tidak langsung, sehingga al-Qur’an al-Karim dengan penuh kehangatan dan kasih sayang mendorong kita untuk bersyukur dan beribadah. al-Qur’an mengungkapkan secara berulang kali, serta menjelaskan dan menerangkan bahwa ibadah khusus menjadi milik Allah semata. Demikian pula dengan syukur dan pujian, keduanya hanya layak diberikan kepada-Nya. Seluruh hal dan urusan yang terkait dengan kehidupan berada dalam genggaman kekuasaan-Nya. Dengan ini secara sangat jelas al-Qur’an meniadakan keberadaan perantara dan sebab. Ia serahkan kehidupan tersebut berikut seluruh yang ada di dalamnya kepada kekuasaan al-Hayy al-Qayyum. Sebagai contoh al-Qur’an menegaskan: “Hanya Dialah yang menghidupkan dan mematikan. Pergiliran malam dan siang juga ada di tangan-Nya.” (QS. al-Mukminun [23]: 80).“Hanya Dialah yang menghidupkan dan mematikan. Jika memutuskan sesuatu, Dia cukup berkata padanya, Kun! (jadilah), maka sesuatu itu pun terjadi.” (QS. Gâfir [40]: 68).“Dengannya Dia menciptakan bumi setelah tadinya mati.” (QS. Rum [30]: 24).
Ya, yang mendorong manusia untuk bersyukur dan berterima kasih, serta yang membangkitkan perasaan cinta—setelah nikmat kehidupan itu ada—adalah keberadaan rezeki, kesembuhan, hujan, dan berbagai faktor pendorong sejenisnya.Berbagai sarana tersebut (rezeki dan sebegainya) juga hanya ada pada Dzat Yang Maha Memberi rezeki dan Maha Menyembuhkan. Berbagai sebab tersebut tidak lain hanyalah hijab, tirai, dan sarana semata. Sebab, sesuai dengan kaidah bahasa Arab, tanda pengkhusu- san seperti Huwa ar-Razzaq (hanya Dialah yang memberi rezeki) dan Huwalladzi (hanya Dialah), sangat jelas pada ayat-ayat berikut ini: “Hanya Dialah Yang Maha Memberi rezeki, Dzat Yang memiliki kekuatan kokoh.” (QS. adz-Dzariyat [51]: 58). “Jika aku sakit, Dialah yang menyembuhkanku.” (QS. asy-Syu- ara [26]: 80).“Hanya Dialah yang menurunkan hujan setelah sebelumnya mereka putus asa.” (QS. asy-Syura [42]: 28).Ayat-ayat al-Qur’an di atas serta berbagai ayat lain yang sejenis menjelaskan bahwa masalah rezeki, kesembuhan, dan hujan khusus milik Allah . Semuanya berada dalam genggaman kekuasaan al- Hayy al-Qayyum. Dzat yang memberikan berbagai obat istimewa dan kesembuhan adalah Sang Penyembuh hakiki, Allah , Dzat yang telah menciptakannya. Bukan yang lainnya.
Rambu Keempat
Dalam ciri kedua puluh delapan telah dijelaskan bahwa
kehidupan ini menegaskan dan mengarah kepada enam rukun iman, serta menunjukkan keberadaannya.
Ya, karena kehidupan merupakan hikmah penciptaan seluruh entitas alam serta hasil dan intisari terpentingnya, maka hakikat yang mulia itu tidak hanya terbatas pada kehidupan dunia yang fana, singkat, dan menyakitkan ini saja. Tetapi sasaran, hasil, dan buah dari pohon kehidupan—yang keagungan dan substansinya bisa diketa- hui lewat dua puluh sembilan cirinya—tidak lain adalah kehidupan abadi, kehidupan akhirat, dan kehidupan yang semua batu, tanah, dan pohonnya hidup yang terdapat di negeri kebahagiaan abadi. Jika tidak, tentunya pohon kehidupan yang dipersiapkan dengan berbagai perangkat yang banyak dan beragam pada makhluk—terutama manusia—tidak mempunyai manfaat dan faidah. Selain itu, tentu manusia akan senantiasa berada dalam penderitaan, kemalangan, kehi- naan, dan dua puluh kali lebih rendah daripada burung pipit—jika diukur dari kebahagiaan hidup yang ada—padahal ia merupakan makhluk yang paling mulia dan dua puluh kali lebih tinggi daripada burung pipit dilihat dari sisi organ tubuh dan modal kehidupan yang ia miliki.Bahkan akal yang merupakan nikmat paling berharga akan menyiksa kalbu manusia dengan memikirkan berbagai kesedihan di masa lalu dan kecemasan di masa mendatang serta menodai sebuah kenikmatan dengan sembilan penderitaan, sehingga menjadi bencana dan musibah bagi manusia. Tentu saja hal ini sangat tidak mungkin.
Dengan demikian, kehidupan dunia ini secara sangat tegas membuktikan rukun iman pada akhirat dan ia memperlihatkan kepada kita lebih dari tiga ratus ribu model kebangkitan pada setiap musim semi.
Tuhan Yang Mahakuasa telah menyiapkan segala kebutuhan yang terkait dengan hidupmu dengan berbagai perangkatnya, baik yang ada pada tubuhmu atau pada kebun dan negerimu. Kemudian Dia mengirimkannya pada waktu yang tepat, dengan penuh hikmah, perhatian, dan kasih sayang. Bahkan Dia mengetahui selera perut- mu terhadap sesuatu yang bisa menjaga kelangsungan hidupmu, Dia mendengar doanya yang khusus terkait dengan urusan rezeki sambil menampakkan respon-Nya lewat penebaran berbagai makanan enak yang tak terhingga jumlahnya agar perut itu menjadi tenang. Kalau begitu, mungkinkah Dzat Yang Berkuasa semacam itu tidak mengenalmu? Tidak melihatmu? Tidak menyiapkan berbagai sarana penting bagi tujuan utama manusia, yaitu kehidupan abadi? Mungkinkah Dia tidak menjawab doa yang paling agung, paling penting, dan paling komprehensif, yaitu doa untuk bisa kekal abadi? Mung- kinkah Dia tidak menerima doa itu dengan tidak menciptakan kehidupan akhirat dan menghadirkan surga? Mungkinkah Dia tidak mendengar doa manusia sebagai makhluk yang paling mulia di alam ini bahkan penguasa bumi ini. Mungkinkah Dia tidak mengabulkan doa yang komprehensif, kuat, dan bersumber dari kedalaman hati di mana ia menggetarkan seisi alam dan arasy? Mungkinkah Dia tidak memperhatikannya seperti perhatian-Nya terhadap doa perut yang kecil itu serta tidak membuat manusia ridha? Mungkinkah Dia menyediakan hikmah-Nya yang sempurna dan rahmat-Nya yang mutlak untuk didustakan? Tentu saja semua itu sangat tidak mungkin.
Logiskah apabila Dia mendengar suara samar dari makhluk hidup yang kecil, memperhatikan keluhannya, lalu menolong, membantu, serta memeliharanya dengan pemeliharaan yang sempurna dan perhatian yang total dengan menundukkan untuknya makhluk terbesar di alam ini, namun pada waktu yang sama Dia tidak mendengar suara nyaring bak gemuruh halilintar yang diucapkan oleh makhluk hidup yang paling agung, paling mulia, paling lembut, dan paling langgeng? Logiskah apabila Dia tidak memedulikan doa- nya yang amat penting—yaitu doa untuk kekalserta tidak memperhatikan seruan, harapan, dan permintaannya? Kondisi ini seperti orang yang dengan antusias menyiapkan seorang tentara berikut perbekalannya, namun sama sekali tidak memperhatikan pasukan yang tunduk padanya. Juga, seperti orang yang bisa melihat sebutir atom tetapi tidak bisa melihat matahari. Atau seperti orang yang bisa mendengar dengung nyamuk namun tidak bisa mendengar gemuruh langit. Sungguh ini tidak masuk akal.
Apakah akal bisa menerima bahwa Dzat Yang Maha Kuasa yang memiliki rahmat yang luas, kecintaan yang mendalam, kasih sayang yang menyeluruh, yang sangat mencintai ciptaan-Nya, dan ingin dicintai oleh makhluk-Nya, bahkan Dia sangat cinta kepada orang yang mencintai-Nya? Apakah masuk akal bahwa Dia akan melenyapkan kehidupan orang yang sangat Dia cintai, orang yang sangat dikasihi, orang yang secara fitrah mengabdi pada Pencipta- nya? Apakah masuk akal bahwa Dia juga akan melenyapkan inti dan substansi kehidupan, yaitu roh lewat kematian abadi? Di mana hal itu akan memisahkan diri-Nya dengan makhluk yang sangat dicin- tai-Nya sekaligus akan sangat menyakitinya. Kalau itu terjadi berarti Dia sengaja membuka peluang agar rahasia rahmat-Nya dan cahaya cinta-Nya diingkari.
Dzat Maha Indah yang dengan manifestasinya telah menghiasi dan memperindah alam ini dan Dzat Maha Kasih yang telah membuat gembira seluruh makhluk, tentu bersih dan jauh dari semua keburukan dan kezaliman tersebut.
Kesimpulannya, selama di dunia ini ada kehidupan, maka orang-orang yang memahami rahasia kehidupan serta mempergunakannya secara baik sudah barang tentu layak untuk mendapat kehidupan abadi di negeri yang kekal, yaitu surga. Amin.
Selanjutnya gemerlapnya materi yang bersinar di atas permukaan bumi lewat pantulan cahaya matahari, sinar gelembung air dan buih yang ada di permukaan laut, lalu hilangnya gemerlap tadi akibat dari terbenamnya matahari, demikian pula dengan sinar gelembung air tadi dengan jelas memperlihatkan kepada kita bahwa sinar gemer- lap tersebut tidak lain merupakan manifestasi pantulan sebuah matahari yang tinggi. Mereka semua, dengan lisan yang beragam, berzikir menyebut keberadaan matahari tersebut serta menunjuk kepadanya dengan telunjuk cahaya.
Hal yang sama terjadi pada sinar gemerlap makhluk yang ada di atas permukaan bumi dan laut yang terwujud berkat kekuasaan Tuhan lewat manifestasi agung dari nama al-Muhyi milik Dzat Yang Maha Hidup dan Maha Berdiri Sendiri. Kemudian semua makhluk itu lenyap dalam tirai gaib menuju medan luas milik Dzat yang telah menghadirkannya. Semua itu menjadi saksi dan petunjuk yang menegaskan keberadaan kehidupan abadi milik Sang Wajibul wujud, al-Hayy al-Qayyum.
Sebab, kalau seseorang bisa melihat berarti ia hidup. Kalau ia mempunyai pendengaran, hal itu merupakan pertanda bahwa ia hidup. Kalau bisa berbicara, itu merupakan isyarat atas kehidupan- nya. Kalau ada usaha dan kehendak itu juga merupakan bentuk kehidupan. Begitulah. Semua dalil dan sifat Tuhan yang agung di mana bekas dan tandanya bisa dilihat dan bisa diketahui secara jelas, seperti berkuasa mutlak, berkehendak mutlak, dan mengetahui secara sempurna, semua itu menjadi bukti atas kehidupan al-Hayy al-Qayyum serta keniscayaan eksistensi-Nya. Hal itu sekaligus menjadi saksi atas kehidupan-Nya yang abadi yang menyinari seluruh alam dan meng- hidupkan negeri akhirat berikut semua partikelnya.
Kehidupan yang ada juga menunjukkan dan menguatkan sendi keimanan pada malaikat. Sebab, kehidupan ini merupakan hasil terpenting dari alam serta makhluk hidup merupakan entitas yang paling banyak tersebar dan berkembang. Mereka terus bergiliran mendatangi negeri jamuan ini, rombongan demi rombongan. Bumi ini pun menjadi makmur oleh mereka. Di samping itu bola bumi ini merupakan tempat aliran berbagai jenis makhluk hidup. Ia dising- gahi dan ditinggalkan lewat proses pembaruan dan reproduksi yang berlangsung terus-menerus. Makhluk-makhluk hidup itu diciptakan dengan sangat banyak hingga bola bumi ini pun menjadi pagelar- an umum bagi makhluk hidup. Juga, inti pancaran kehidupan yang paling suci yaitu perasaan, akal, dan roh yang lembut diciptakan dalam jumlah yang sangat banyak di atas permukaan bumi. Sehingga seolah-olah bumi ini hidup dan menjadi indah dengan adanya kehidupan, akal, perasaan, dan roh. Berdasarkan hal itu, tidak mungkin benda-benda langit yang jauh lebih lembut, lebih bercahaya, dan lebih besar dari bumi merupakan benda mati yang tidak memiliki roh dan kesadaran.Maka, mereka yang akan memakmurkan seluruh langit, yang menghiasi matahari dan bintang, yang mengisi kehidupan di dalamnya, yang mencerminkan hasil dan buah penciptaan langit, serta yang mendapatkan penghormatan mengantar wahyu suci adalah para penduduk langit yang memiliki perasaan dan hidup serta merupakan penghuninya yang sesuai yang dihadirkan di sana lewat rahasia kehidupan. Mereka itu adalah para malaikat.
Esensi kehidupan tersebut juga secara isyarat mengarah dan membuktikan keimanan pada para rasul. Ya. Alam ini telah diciptakan demi kehidupan. Sedangkan kehidupan tersebut merupakan manifestasi paling agung, goresan paling sempurna, dan kreasi paling indah dari al-Hayy al-Qayyum. Di samping itu, kehidupan-Nya yang abadi dan kekal tampak dan diketahui lewat diutusnya para rasul dan diturunkan kitab suci. Seandainya para rasul dan kitab suci-Nya tidak ada, kehidupan yang azali itu tidak akan diketahui. Sebagaimana ucapan seseorang menunjukkan bahwa ia ada dan hidup, begitu pula para nabi dan rasul berikut kitab suci yang diturunkan kepada mereka. Mereka menjelaskan dan menunjukkan keberadaan Sang Pembicara Yang Maha Hidup yang mengeluarkan perintah dan larangan lewat kalimat dan ucapan-Nya dari alam gaib di balik tirai alam. Karena itu, adanya kehidupan di alam secara sangat tegas menunjukkan keberadaan Dzat Yang Maha Hidup Abadi berikut wajibnya keberadaan-Nya, di sisi lain ia juga menunjukkan keberadaan pancaran sinar dan manifestasi dari kehidupan abadi tersebut yang sangat terkait dengan-Nya. Yaitu pengutusan para rasul dan penurunan kitab suci. Dalam hal ini, karena kerasulan Muhammad dan wahyu al-Qur’an berposisi sebagai roh dan akal kehidupan, maka dapat dikatakan bahwa keberadaan keduanya sangat kuat dan pasti seperti kepastian kehidupan itu sendiri.
Ya. Sebagaimana kehidupan ini merupakan intisari yang tersaring dari alam semesta, lalu kesadaran dan perasaan merupakan intisari yang tersaring dari kehidupan, akal merupakan intisari yang tersaring dari kesadaran dan perasaan, roh merupakan substansi suci dari kehidupan dan esensinya yang permanen dan merdeka, maka demikian pula, kehidupan maknawi Muhammad adalah intisari yang tersaring dari kehidupan dan roh alam semesta. Risalah Muhammad juga merupakan intisari murni yang berasal dari kesadaran, perasaan, dan akal alam. Bahkan lewat kesaksian jejaknya, kehidupan Muhammad adalah kehidupan bagi kehidupan alam serta risalah Muhammad adalah kesadaran dan cahaya bagi kesa- daran alam. Lewat kesaksian berbagai hakikat yang hidup, wahyu al- Qur’an merupakan roh bagi kehidupan alam dan akal bagi kesadaran alam.Maka dari itu, apabila cahaya risalah Muhammad mening- galkan alam, maka alam ini akan mati.
Apabila al-Qur’an menghilang dan meninggalkan alam, alam menjadi tak sadar, bumi kehilangan akal, tidak lagi memiliki perasaan, akan membentur salah satu planet angkasa, serta terjadilah hari kiamat.
Kehidupan yang ada secara tidak langsung juga mengarah, membuktikan, dan menegaskan keberadaan takdir. Sebab, selama kehidupan merupakan cahaya bagi alam nyata ini dan cahaya itu menyinari dan menyelimutinya, lalu di sisi lain ia merupakan hasil dan tujuan wujud, cermin terluas bagi manifestasi Pencipta alam, daftar isi terlengkap, serta contoh perbuatan Tuhan sehingga kalau boleh diumpamakan ia seolah-olah seperti semacam program kerja dan rancangannya, maka rahasia kehidupan tersebut tentu saja meng- konsekuensikan keberadaan alam gaib pula dengan pengertian masa lalu dan masa mendatang. Yaitu ia mengkonsekuensikan keberadaan makhluk masa lalu dan masa depan dalam sebuah kehidupan mak- nawi yang teratur dalam kondisi diketahui, terlihat, jelas, dan siap untuk menerima segala perintah Ilahi.
Ia tak ubahnya seperti benih pohon, biji dan buahnya yang memiliki beberapa ciri kehidupan seperti pohon itu sendiri. Bahkan bisa jadi benih tersebut memuat berbagai kaidah kehidupan yang lebih rumit dibandingkan kaidah kehidupan pohon. Sebagaimana benih yang ditinggalkan oleh musim gugur di masa lalu serta benih yang akan ditinggalkan oleh musim semi saat ini memuat cahaya kehidupan dan berkembang sesuai dengan kaidah kehidupan, begitu pula pohon alam mempunyai masa lalu dan masa depan dengan setiap ranting dan cabang darinya.
Ia juga mempunyai sebuah rangkaian yang terdiri atas berbagai fase dan kondisi, masa depan dan masa lalu. Setiap jenis dan setiap bagian darinya mempunyai wujud beragam dengan fase yang beraneka ragam pula seperti yang ada dalam pengetahuan Ilahi di mana dengan itu ia membentuk sebuah rangkaian wujud ilmi (abstrak). Wujud tersebut menyerupai wujud lahiri sebagai tampilan dari manifestasi kehidupan secara umum. Segala ketentuan hidup terambil dari lembaran takdir hidup tersebut yang memiliki makna agung.
Ya. Alam arwah sebagai salah satu jenis alam gaib di mana ia terisi oleh banyak roh yang merupakan inti, bahan, esensi, dan sub- stansi kehidupan itu sendiri mengkonsekuensikan keberadaan masa lalu dan masa depan yang merupakan salah satu jenis alam gaib sebagai tempat tampilan kehidupan. Begitulah, adanya keteraturan dan kerapian yang sempurna pada wujud ilmu berikut hasil dan fase kehidupannya menjelaskan bahwa dia memiliki semacam kehidupan maknawi.
Ya. Manifestasi semacam ini—manifestasi kehidupan— yang merupakan cahaya mentari kehidupan abadi tidak hanya terbatas pada masa sekarang dan wujud lahiriah yang ada. Tetapi setiap alam tentu memiliki wujud tampilan dari cahaya tersebut sesuai dengan kemampuan penerimanya. Dengan demikian, jagad raya berikut semua alamnya adalah sesuatu yang hidup, bersinar, bercahaya berkat manifestasi di atas. Jika tidak—dalam pandangan orang sesat—tentu setiap alam tadi ibarat jenazah besar yang menakutkan yang berada di bawah kehidupan lahiriah yang bersifat sementara ini.
Demikianlah, dari kehidupan, aspek yang luas dari keimanan terhadap qada dan qadar dapat dipahami dengan jelas. Dengan kata lain, sebagaimana kehidupan alam nyata dan entitas yang ada tam- pak secara jelas dengan keteraturan dan hasilnya, begitu pula dengan seluruh makhluk masa lalu dan mendatang yang dianggap sebagai alam gaib memiliki wujud maknawi (abstrak), hidup, ada serta memiliki roh. Atas nama takdir, jejak kehidupan maknawi tadi menjadi tampak lewat lembaran qada dan qadar.
Rambu Kelima
Pada ciri kehidupan yang keenam belas telah disebutkan bahwa ketika kehidupan masuk ke dalam sebuah entitas ia akan menjadikannya sebagai sebuah alam seukuran zatnya. Kehidupan tersebut akan memberikan sifat menyeluruh sehingga menjadikannya integral meskipun tadinya bersifat parsial. Kehidupan memiliki sifat komprehensif. Ia merupakan cermin keesaan yang komprehensif yang memperlihatkan pada dirinya sebagian besar nama-nama Tuhan yang tampak pada seluruh alam. Tatkala kehidupan tersebut masuk ke dalam tubuh, ia akan mengubahnya menjadi miniatur alam seakan-akan kehidupan tadi mengubahnya menjadi semacam benih yang membawa rangkuman pohon kehidupan. Sebagaimana benih tersebut merupakan hasil dari kekuasaan yang menciptakan pohon- nya, demikian pula Dzat yang menciptakan makhluk hidup terkecil, tentu Dia juga merupakan pencipta seluruh alam.
Demikianlah kehidupan ini menampilkan rahasia keesaan yang tersembunyi pada dirinya dengan kecakupannya. Yakni, sebagaimana matahari yang besar tampak pada setiap tetesan air dan serpihan kaca dengan sinar, tujuh warna dan pantulannya, begitu pula nama dan sifat Ilahi yang melingkupi alam termanifestasi pada setiap makhluk hidup. Dari sisi ini, kehidupan membuat pemeliharaan dan penciptaan alam sebagai satu kesatuan yang tidak menerima adanya pemilahan dan keterpisahan. Ia juga menjadikannya bersifat integral yang tidak terpisah-pisah.
Ya, tanda yang Tuhan letakkan pada wajahmu dengan sangat jelas menunjukkan bahwa Dzat yang telah menciptakanmu adalah Dzat yang menciptakan seluruh jenis manusia. Sebab, esensi manusia satu dan tidak mungkin terpisah. Demikian pula dengan seluruh bagian alam. Lewat proses kehidupan ia berubah seolah-olah meru- pakan unit-unit alam, dan alam itu pun seolah-olah merupakan jenis unit tadi. Ketika proses kehidupan memperlihatkan tanda keesaan Tuhan pada seluruh alam, maka ia sangat menolak adanya syirik dan keikutsertaan unsur selain-Nya lewat penampakan tanda keesaan- Nya pada setiap bagian alam.
Selanjutnya, dalam kehidupan terdapat mukjizat yang luar biasa dari kreasi Tuhan di mana sosok yang tidak mampu menciptakan alam juga tidak akan mampu menciptakan makhluk terkecil sekalipun. Ya, pena yang telah menulis daftar isi dan ukuran pohon pinus yang besar pada benihnya yang kecil adalah pena yang telah meng- hias lembaran langit dengan permata bintang-gemintang. Dzat yang memasukkan ke dalam kepala lebah yang kecil sebuah potensi yang membuatnya bisa mengetahui bunga-bunga taman yang terdapat di seluruh alam, kemampuan untuk bergabung dengan sebagian besar temannya sehingga bisa mempersembahkan makanan terbaik yang bersumber dari rahmat Ilahi—yaitu madu—serta mendorongnya untuk mengetahui garis hidupnya sejak awal kedatangannya dalam kehidupan ini tentulah Tuhan yang telah menciptakan seluruh alam.Dialah Dzat yang telah memasukkan potensi besar, kemampuan he- bat, dan berbagai perangkat halus ke dalamnya.
Kesimpulan Sebagaimana kehidupan merupakan salah satu tanda tauhid yang cemerlang yang terdapat pada alam semesta, begitu pula setiap makhluk yang bernyawa—dilihat dari sisi kehidupannya—meru- pakan perlambang keesaan Tuhan. Kreasi indah yang terdapat pada setiap makhluk merupakan stempel Tuhan. Dengan demikian, lewat ciri kehidupan mereka, seluruh makhluk membenarkan surat alam sekaligus menginformasikan bahwa semua itu berasal dari al-Hayy al-Qayyum, Dzat Yang Maha Satu dan Esa. Masing-masing merupakan stempel keesaan yang terdapat pada surat tersebut di samping menjadi tanda wahdaniyah (ketunggalan)-Nya. Begitu juga setiap makhluk hidup juga menjadi tanda keesaan Tuhan yang terdapat di kitab alam. Di atasnya juga dituliskan stempel ketunggalan-Nya.
Ya, kehidupan berikut seluruh bagiannya dan jumlah entitas hidup di dalamnya merupakan stempel dan tanda yang menjadi saksi atas keesaan al-Hayy al-Qayyum. Selain itu, tindakan membangkitkan dan menghidupkan kembali membenarkan tauhid sebanyak jumlah entitas hidup yang ada. Proses menghidupkan bumi yang merupakan salah satu contoh kebangkitan menjadi saksi jujur yang bersinar yang menegaskan kebenaran tauhid ibarat matahari. Sebab, proses meng- hidupkan dan membangkitkan bumi pada setiap musim semi berarti membangkitkan entitas hidup yang terhingga jumlahnya di mana ia lebih dari tiga ratus ribu jenis. Semuanya dihidupkan secara bersamaan tanpa ada kekurangan atau cacat dengan saling berbaur, saling menyempurnakan dan rapi. Dzat yang melakukan seluruh perbuatan rapi tersebut adalah Dzat yang menciptakan seluruh makhluk. Dialah al-Hayy al-Qayyum yang menghidupkan seluruh materi yang bernyawa. Dia merupakan Dzat Maha Esa yang sama sekali tidak memiliki sekutu dalam rububiyah-Nya.
Penjelasan singkat mengenai ciri kehidupan di atas kami cukupkan sampai di sini. Adapun berbagai ciri lainnya beserta penjelasan rincinya terdapat pada beberapa bagian Risalah Nur lainnya.
Penutup
Al-Ismu al-A’zham (nama agung) tidaklah sama dalam pandangan setiap orang.
Misalnya menurut Imam Ali d ia terdiri dari enam nama Tuhan: Fard, Hayy, Qayyum, Hakam, Adl, dan Quddus. Adapun menurut Abu Hanifah an-Nu’man d ia terdiri atas dua nama:Hakam dan Adl. Menurut syekh Abdul Qadir al-Jailani ia hanya satu: al-Hayyu. Menurut Imam Rabbani (Ahmad al-Faruq as-Sirhindi) ia adalah al-Qayyum. Demikian seterusnya, para ulama lainnya menga- rah pada nama Tuhan yang berbeda.
Karena bagian kelima ini secara khusus berbicara tentang nama al-Hayy, sementara dalam munajatnya yang mulia yang dikenal dengan nama al-Jausyan al-Kabir, Rasul menampakkan makrifatnya yang sempurna kepada Allah lewat penampakan yang sesuai dengan- Nya, maka di sini kami akan menyebutkan sebagian dari munajat tersebut sebagai saksi, dalil, argumen, ngalap berkah, doa yang di- terima, dan penutup yang baik dari risalah ini. Dengan berimajinasi, mari kita menuju ke zaman lampau seraya mengaminkan doa yang Rasul panjatkan. Lalu kita ucapkan munajat itu secara berulang-ulang di atas gema ucapan beliau:
Wahai Yang Mahahidup sebelum makhluk hidup ada. Wahai Yang Mahahidup setelah makhluk hidup tiada.
Wahai Yang Mahahidup yang tiada makhluk pun yang menyerupai-Nya. Nya.Wahai Yang Mahahidup yang tiada satu pun yang sama dengan-
Wahai Yang Mahahidup yang tiada satu makhluk hidup pun menjadi sekutu-Nya Wahai Yang Mahahidup yang tiada butuh pada selain-Nya.
Wahai Yang Mahahidup Yang mematikan setiap yang hidup. Wahai Yang Maha Hidup yang memberi rezeki kepada setiap yang hidup.
Wahai Yang Mahahidup yang menghidupkan yang mati. Wahai Yang Mahahidup yang tidak pernah mati.
Mahasuci Engkau yang tiada Tuhan selain-Mu. Kami memohon keselamatan. Selamatkan kami dari neraka. Amin.
سُب۟حَانَكَ لَا عِل۟مَ لَنَٓا اِلَّا مَا عَلَّم۟تَنَٓا اِنَّكَ اَن۟تَ ال۟عَلٖيمُ ال۟حَكٖيمُ
NUKTAH KEENAM
(Yang Maha Berdiri Sendiri)
Kesimpulan dari pembahasan nama Allah al-Hayy merupakan lampiran dari mata air Nur. Demikian juga dengan bagian yang membahas nama Allah, al-Qayyum, menjadi lampiran dari “Kalimat Ketiga Puluh”.
Permohonan Maaf Berbagai persoalan yang sangat penting dan urgen ini, serta manifestasi agung dari nama Allah, al-Qayyum, yang tampak dalam kehidupan dan memenuhi alam wujud, tidak masuk ke dalam kalbu ini secara unit dan teratur, satu demi satu. Tetapi, ia menerangi kalbu dengan seketika bagaikan kilat sehingga kalbu ini pun bersinar karenanya. Maka, kucatatlah apa yang terlintas dalam benakku itu. Tidak ada yang diubah, diganti, dan diperbaiki. Karena itu, tidak aneh kalau ada kekurangan dari segi penyampaian dan tata bahasa. Atas dasar itu, aku berharap semoga Anda mau memaafkan segala kekurangan yang tampak guna menjaga keindahan isi dan kandungannya.
Perhatian Berbagai permasalahan yang terkait dengan al-Ismu al-A’zham begitu luas dan dalam, terutama permasalahan yang terkait dengan nama al-Hayyu dan al-Qayyum. Terkhusus kilau cahaya pertama darinya yang terlihat lebih dalam dari yang lain karena langsung berhadapan dengan kaum materialis.(*[6])Karena itu, tidak semua orang bisa menangkap segala permasalahan yang ada secara sama. Tetapi, kami yakin bahwa setiap orang yang melihatnya pasti bisa mengam- bil manfaat darinya. Bahkan pasti ia akan mendapat bagian dari setiap permasalahan yang ada.Ada sebuah kaidah umum yang berbunyi, “Sesuatu yang tidak bisa didapatkan keseluruhannya, tidak boleh ditinggalkan semuanya.” Tidaklah dibenarkan seseorang meninggalkan sebuah taman maknawi yang penuh dengan buah hanya karena ia tidak mampu memetik seluruh buahnya. Apa yang bisa ia petik dan bisa ia peroleh merupakan keuntungannya.
Di samping permasalahan yang terkait dengan al-Ismu al- A’zham sangat luas sehingga tidak mungkin dipahami semuanya, juga di dalamnya ada berbagai persoalan halus yang sulit dijangkau akal. Terutama rumus kehidupan yang mencakup semua rukun iman yang terdapat dalam nama al-Hayy, berbagai isyarat kehidupan yang mengarah pada keimanan terhadap qada dan qadar, serta kilau pertama dari nama al-Qayyum.
Namun demikian, setiap orang pasti bisa mendapat bagian darinya. Bahkan ia bisa memperkuat keimanannya sekaligus bisa membuatnya bertambah luas. Tentu saja, tambahan iman yang merupakan kunci kebahagiaan abadi adalah hal yang sangat vital. Sehingga adanya pertambahan iman meskipun seberat atom merupa- kan kekayaan yang sangat besar. Imam Rabbani Ahmad al-Faruqi as-Sirhindi menegaskan, “Tersingkapnya satu permasalahan kecil dari permasalahan iman, dalam pandanganku, lebih baik daripada ratusan kenikmatan dan karamah.”
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّح۪يمِ
“Di tangan-Nya tergenggam kekuasaan segala sesuatu.” (QS. Yasin [36]: 83).“Milik-Nyalah kunci perbendaharaan langit dan bumi.” (QS. Az-Zumar [39]: 63).“Khazanah segala sesuatu ada pada Kami.” (QS. al-Hijr [15]: 21). “Allah menggenggam ubun-ubun seluruh makhluk yang melata.” (QS. Hud [11]: 56).Pada bulan Zulqa’dah, saat berada di penjara Eskisyehir, tampak dalam akalku manifestasi agung dari cahaya nama Allah al-Qayyum, yang merupakan al-Ismul al-A’zham atau cahaya keenam dari enam cahaya al-lsmu al-A’zham. Selain itu, tampak pula bagiku berbagai makna ayat mulai di atas yang mengarah pada nama Qayyum Tuhan.Hanya saja, kondisi penjara yang ada membuatku tak bisa menjelaskan berbagai cahaya di atas secara sempurna. Imam Ali telah memperlihatkan al-Ismu al-A’zham dalam untaian syairnya yang dinamakan “Urjuzah as-Sakinah” ketika menjelaskan seluruh nama-nama-Nya yang agung dari ontologinya yang berjudul al-Badi’ah.Di situ Imam Ali d menjelaskan kedudukan istimewa dari enam nama Tuhan tersebut, di samping—dengan karamah yang berasal dari Allah—ia berikan sebuah penghibur dan pelipur lara bagi kita seputar pembahasannya mengenai nama-nama tersebut. Karena itu, dengan singkat kami akan menuju pada penjelasan mengenai nama al-Qayyum seperti yang telah kami lakukan sebelumnya. Di sini kami akan membagi penjelasan tersebut ke dalam lima kilau cahaya:
Kilau Pertama
Pencipta alam Yang Maha Agung ini bersifat Qayyum. Artinya, Dia tegak dengan sendiri-Nya, kekal dengan sendiri-Nya, abadi dengan sendiri-Nya, serta segala sesuatu tegak, kekal, dan bisa abadi berkat-Nya. Kalau saja hubungan antara alam dan Dzat al-Qayyum terputus sedetik saja, pastilah seluruh alam ini hancur binasa.
Selanjutnya, Allah Yang Maha Agung beserta sifat Maha Qayyum tidak satu pun yang menyerupai-Nya. Hal ini sebagaimana yang ditegaskan oleh al-Qur’an al-Karim. Dengan kata lain, tidak ada yang serupa dengan-Nya, tidak ada yang sama dengan-Nya, tidak ada yang mirip dengan-Nya, serta tidak ada sekutu bagi-Nya, baik dalam hal zat, sifat, maupun segala perbuatan-Nya.
Ya, Dzat yang mampu menggenggam seluruh alam dalam Ru- bubiyah-Nya ibarat mengelola sebuah istana atau rumah dengan tatanan yang sangat sempurna dan pengelolaan yang sangat menakjubkan secara sangat mudah, tidak mungkin memiliki sekutu atau tandingan.
Ya, Dzat yang dengan sangat mudah mampu menciptakan bintang-gemintang layaknya menciptakan atom-atom yang kecil;
Dzat yang entitas terbesar di alam ini seperti entitas yang terkecil tunduk kepada kekuasaan-Nya;
Tidak ada sesuatupun menghalangi yang lain, tidak sesuatu tindakan yang menghalangi tindakan lain;
Dzat yang mampu menatap semua entitas yang tak terhitung banyaknya ibarat satu entitas;
Dzat yang mampu mendengar semua suara secara bersamaan;
Dzat yang mampu memenuhi kebutuhan semua makhluk dalam satu waktu;
Dzat yang tidak satupun yang keluar dari wilayah kehendak dan kemauan-Nya dengan kesaksian berbagai keteraturan dan keseimbangan alam yang ada;
Dzat yang hadir di setiap tempat dengan kekuasaan dan ilmu-Nya walaupun Dia tidak dibatasi oleh tempat;
Dzat yang segala sesuatu sangat jauh dari-Nya namun Dia dekat kepada segala sesuatu; Dzat al-Hayy al-Qayyum Yang Maha Agung ini tentu tidak ada yang serupa dengan-Nya. Dia tidak memiliki padanan, sekutu, menteri, ataupun rival. Semua itu mustahil bagi-Nya. Adapun semua urusan-Nya yang suci dan penuh hikmah, bisa dilihat dalam perspektif perumpamaan atau kiasan semata. Semua jenis perumpamaan, kiasan, dan pengandaian yang terdapat pada berbagai Risalah Nur merupakan bagian darinya.
Dzat Suci yang tidak serupa dengan sesuatu pun, al-Wajibul Wujud, yang tidak terkungkung oleh materi, tidak dibatasi oleh tempat, tidak mungkin terbagi, tidak berubah, serta tidak pernah lemah dan membutuhkan, Dzat yang Mahasuci ini, oleh kaum yang sesat, sebagian dari uluhiyah-Nya yang agung dinisbatkan kepada beberapa makhluk. Sebab, mereka menganggap manifestasi Allah yang tampak pada lembaran alam dan entitas yang ada sebagai Dzat-Nya itu sendiri. Mereka menyerahkan sebagian tanda manifestasi-Nya kepada alam dan sebab materi. Padahal lewat berbagai bukti yang kuat dan melalui Risalah Nur telah dinyatakan dengan tegas bahwa:
Alam merupakan ciptaan Ilahi, bukan pencipta. Ia hanyalah kitab rabbani, bukan penulis. Ia hanyalah goresan indah, tidak mungkin berposisi sebagai penggores. Ia hanyalah buku, bukan pem- buat dan pemiliknya. Ia hanyalah hukum dan aturan, bukan pemilik kekuasaan. Ia hanyalah penggaris, bukan sosok yang menggaris. Ia hanyalah objek bukan subjek. Ia hanyalah aturan dan mustahil menjadi pengatur. Ia hanyalah syariat alamiah, bukan pembuat syariat.
Seandainya proses penciptaan makhluk yang paling kecil sekalipun diserahkan kepada alam, lalu misalnya ia diperintah, “Ayo ciptakanlah ini!” Maka alam tersebut harus menyiapkan berbagai cetakan dan mesin sebanyak jumlah makhluk agar bisa melakukan tugas tersebut. Kemustahilan hal itu telah kami tegaskan di banyak tempat dalam Risalah Nur.
Kemudian sebagian kaum sesat yang disebut dengan kaum materialis menyadari adanya manifestasi penciptaan Tuhan dan kekuasaan-Nya dalam pergerakan atom yang sangat teratur. Namun mereka tidak mengetahui sumber munculnya manifestasi tersebut. Mereka tidak mampu menangkap dari mana kekuatan yang bersumber dari manifestasi kekuasaan-Nya itu muncul. Maka, karena mereka tidak mampu mengetahui itu semua, akhirnya mereka menisbatkan jejak kekuasaan Tuhan kepada atom dan gerakannya itu sendiri. Mereka menyangka semua materi dan kekuatan yang ada bersifat azali.
Subhanallah, sungguh luar biasa! Sebodoh itukah manusia hingga mereka menisbatkan jejak-jejak kekuasaan-Nya yang menakjubkan serta perbuatan Dzat Yang Maha Mengetahui dan Maha Melihat—yang tidak terikat waktu dan tempat—kepada atom-atom yang bergerak secara kebetulan, yang bersifat mati, buta, tidak merasa, tidak mempunyai daya dan kekuatan? Mungkinkah ada seseorang yang menyatakan hal itu? Mereka yang mempunyai sedikit akal pun, pasti akan mengatakan bahwa hal tersebut merupakan puncak dari segala kebodohan dan khurafat.Kaum yang malang itu telah terperosok ke dalam penyembahan kepada banyak tuhan karena berpaling dari keesaan-Nya yang mutlak. Artinya, karena mereka tidak percaya kepada satu Tuhan, maka akhirnya mereka terpaksa harus menerima tuhan yang jumlahnya tak terhingga. Dengan kata lain, karena akal mereka yang terbatas tidak mampu memahami keazalian dan proses penciptaan yang dilakukan oleh Dzat Yang Maha Suci, maka dengan kesesatannya mereka terpaksa menerima keazalian atom-atom tersebut yang jumlahnya tak terhingga. Bahkan mereka harus mengakui keberadaan atom itu sebagai tuhan.
Perhatikanlah betapa mereka telah terjerumus dalam kebodohan yang paling bawah.Ya, manifestasi yang tampak sangat jelas pada berbagai atom— berkat kekuatan Allah—telah mengubahnya menjadi semacam pasukan yang dahsyat dan rapi. Seandainya perintah Sang Pemimpin tersebut sebentar saja dicabut dari atom yang tak terhingga, tak berperasaan, dan tak berakal itu, pastilah ia terlantar dan bahkan lenyap sama sekali.
Lalu ada sebagian orang yang menampakkan kepicikan pengetahuan. Mereka mengetengahkan sebuah pemikiran yang lebih bodoh dari sebelumnya dan lebih tidak masuk akal. Mereka berang- gapan bahwa materi eter merupakan sumber sekaligus subjek pelaku karena kedudukannya sebagai cermin yang memantulkan manifestasi kekuasaan Sang Pencipta. Padahal, ia merupakan salah satu lembaran kreasi Tuhan yang paling halus, paling lembut, paling patuh, dan paling tunduk. Ia merupakan sarana pengantar perintah-Nya yang mulia dan ibarat tinta halus yang dipakai untuk tulisan-Nya, pakaian baru yang tipis yang dipakai untuk penciptaan oleh-Nya, unsur utama yang dipakai untuk kreasi-Nya, serta tanah yang subur yang dipakai untuk benih-Nya.Tentu saja kebodohan yang mengherankan ini mengharuskan adanya berbagai kemustahilan. Sebab, materi eter lebih halus dari- pada materi atom yang membuat kaum materialis tenggelam dalam kubangan kesesatan. Ia lebih padat daripada hayula(*[7])di mana para filsuf kuno tersesat di dalamnya. Ia merupakan benda mati yang tidak mempunyai kehendak, kemauan, dan perasaan. Karena itu, menyandarkan semua kreasi dan jejak yang ada kepada materi yang bisa terpecah, yang bertugas sebagai pengantar, dan bersifat sebagai objek penderita tentu merupakan kesalahan sekaligus kejahatan sebanyak jumlah eter. Sebab, semua perbuatan dan jejak Tuhan tersebut hanya bisa terwujud oleh kehendak Dzat Yang bisa menyaksikan segala sesuatu dalam segala sesuatu dan Dzat yang memiliki pengetahuan komprehensif meliputi segala sesuatu.
Ya, proses penciptaan yang tampak pada entitas mempunyai ciri dan bentuk tertentu di mana hal itu menjadi bukti yang sangat jelas bahwa Sang Penciptanya memiliki kekuasaan dan kehendak mutlak. Dalam mencipta, Dia bisa melihat segala sesuatu, terutama makhluk hidup. Dia mengetahui semua yang terkait dengan-Nya. Lalu Dia menempatkan pada tempatnya yang sesuai. Dialah yang menjamin kekekalannya di tempat tersebut. Dengan kata lain, sebab-sebab ma- teri yang bodoh itu sama sekali tidak mungkin bisa melakukannya. Ya, proses penciptaan, betapa pun kecilnya, dengan sangat jelas menunjukkan bahwa ia merupakan kreasi langsung Pencipta alam.
Kreasi yang mengarah pada penciptaan sebuah lebah, misalnya, dilihat dari dua aspek, dengan jelas menunjukkan bahwa ia hanyalah milik Sang Pencipta alam dan Tuhan pemelihara jagad raya.
Aspek Pertama Kemunculan lebah dan seluruh hewan yang sejenisnya di seluruh pelosok bumi lewat pekerjaan yang sama dan dalam waktu yang sama menunjukkan kepada kita bahwa pekerjaan yang tampak sepele yang kita saksikan pada seekor lebah hanyalah merupakan satu tepi dari kreasi yang mencakup seluruh permukaan bumi. Artinya, Dzat yang melakukan perkara besar dan luas itu juga merupakan pelaku dari pekerjaan yang tampak sepele dan parsial ini.
Aspek Kedua Untuk menjadi pelaku yang melakukan pekerjaan parsial yang mengarah pada proses penciptaan lebah yang ada di hadapan kita, si pelaku itu harus mengetahui berbagai syarat kehidupan lebah, berbagai perangkat dan hubungannya dengan alam semesta, dan cara untuk menjamin kelangsungan hidupnya. Dengan begitu, ia harus mempunyai kekuasaan atas seluruh alam agar pekerjaan tersebut berjalan sempurna.
Artinya, pekerjaan terkecil sekalipun dilihat dari dua sisi menunjukkan bahwa ia hanya bisa dilakukan oleh Pencipta alam semesta.
Namun yang paling membuat heran dan menarik perhatian adalah keazalian dan kekekalan yang merupakan ciri khas Dzat- Nya yang memiliki tingkatan wujud paling kuat, yaitu wujub (keniscayaan); memiliki derajat wujud paling kokoh, yaitu tidak terikat oleh materi; memiliki fase yang paling jauh dari perubahan, yaitu tidak terikat oleh tempat; serta memiliki sifat wujud yang paling sempurna yang tidak pernah berubah dan tiada, yaitu Esa diberikan (keazalian dan kekekalan) pada eter dan atom serta berbagai materi sejenisnya yang paling lemah, paling halus, paling banyak berubah, lebih menyebar, dan jumlahnya tak terhingga. Menyandarkan sifat abadi kepada materi tersebut tentu saja merupakan tindakan yang berlawanan dengan hakikat sebenarnya, bertentangan dengan reali- tas yang ada, tidak logis dan tidak rasional, serta sangat salah. Hal ini telah kami tegaskan dalam banyak bagian Risalah Nur dengan ber- bagai bukti yang kuat.
Kilau Kedua
(terdiri atas dua persoalan)
Persoalan Pertama Allah berfirman:“Dia tidak pernah mengantuk dan tidur.” (QS. al-Baqarah [2]:255).“Dia menggenggam ubun-ubun seluruh makhluk yang melata.” (QS. Hud [11]: 56). “Milik-Nyalah kunci perbendaharaan langit dan bumi.” (QS. az-Zumar [39]: 63).Sebenarnya masih banyak lagi ayat lainnya yang menjelaskan hakikat agung yang menunjukkan manifestasi nama Allah al-Qayyum. Kami akan mengetengahkan salah satu dari hakikat tersebut sebagai berikut:
Keberadaan dan keabadian benda-benda langit di alam ini terikat oleh rahasia sifat Qayyum-Nya. Seandainya rahasia dan manifestasi sifat Qayyum Tuhan tersebut dipalingkan darinya sedetik saja, maka benda-benda langit yang besarnya ribuan kali melebihi bumi akan saling berantakan, berbenturan, dan mengarah pada kehancuran.
Agar lebih jelas, kami akan memberikan contoh berikut: Sebagaimana kita menyadari kekuatan sifat Qayyum Dzat yang menjalankan ribuan istana besar di langit lewat kekokohan, keteraturan, dan kepatuhan gerakan benda-benda angkasa yang begitu banyak itu diukur dengan kestabilan dan keteraturan istana-istana yang ada di udara. Begitu juga Dzat yang Qayyum dan Maha Agung memberikan kekokohan, keteraturan, dan kestabilan kepada benda-benda langit yang ada di angkasa luas itu, lewat pergerakannya yang sangat patuh, teratur, dan terukur, serta lewat penegakannya yang tanpa sandaran. Padahal sebagian darinya ribuan kali lebih besar daripada bumi, sedangkan sebagiannya lagi jutaan kali lebih besar daripada bumi. Selain itu, masing-masing ditundukkan dan diberi tugas khusus. Semuanya ibarat pasukan besar yang tunduk dan patuh terhadap perintah Dzat yang memiliki kalimat kun fayakun. Hal itu menunjukkan manifestasi nama al-Qayyum pada tingkat tertinggi, demikian pula dengan atom yang terdapat pada seluruh entitas di mana mereka seperti bintang yang berenang di angkasa. Semuanya tegak, stabil, dan permanen berkat rahasia Qayyum-Nya.
Ya, berkumpulnya atom di tubuh setiap makhluk hidup dalam sebuah gerakan, komposisi, dan bentuk tertentu sesuai dengan organ masing-masing, di samping keterjagaan eksistensi dan bentuknya da- lam menghadapi berbagai unsur yang masuk, semua itu tentu saja tidak berasal dari atom itu sendiri. Namun ia berasal dari rahasia Qayyum Tuhan di mana setiap makhluk tunduk kepada-Nya seperti tunduknya batalion dalam sebuah pasukan. Setiap jenis makhluk hidup patuh kepada-Nya ibarat patuhnya sebuah pasukan yang teratur. Sebagaimana kokohnya keberadaan makhluk hidup di permukaan bumi serta pergerakan bintang-gemintang di angkasa memberitahukan rahasia sifat Qayyum-Nya, seluruh atom juga menginformasikan hal yang sama lewat lisan yang tak terhitung banyaknya.
Persoalan Kedua Bagian ini mengharuskan kita untuk menjelaskan beberapa manfaat dan hikmah sesuatu yang terkait dengan rahasia sifat Qayyum Tuhan.
Hikmah keberadaan segala sesuatu, beserta tujuan fitrahnya, manfaat penciptaannya, dan hasil kehidupannya terwujud dalam tiga hal:
Pertama, yaitu yang mengarah pada dirinya sendiri dan kepada manusia berikut kemaslahatannya.
Kedua, (lebih penting dari yang pertama): yaitu bahwa segala sesuatu di alam wujud ini berposisi sebagai tanda, surat, kitab, dan kasidah yang memberitahukan manifestasi nama-nama Sang Pencipta Maha Agung dan setiap makhluk yang berkesadaran bisa menangkapnya. Dengan kata lain, segala sesuatu mengungkapkan berbagai maknanya yang banyak kepada para pembaca yang tak terhitung jumlahnya.
Ketiga, yaitu yang khusus menjadi milik Tuhan Yang Mahamulia. Ia mengarah kepada-Nya. Seandainya manfaat penciptaan sesuatu yang ada pada dirinya sendiri hanya satu, maka manfaat yang mengarah pada Sang Penciptanya berjumlah ratusan. Sebab, Dia sendiri menyaksikan semua ciptaan-Nya yang menakjubkan itu dan manifestasi nama-nama-Nya yang mulia. Dengan demikian, dalam koridor hikmah yang ketiga ini, hidup sedetik saja sudah cukup rasanya.
Begitulah. Pada kilau cahaya yang ketiga nanti akan diterangkan salah satu rahasia sifat Qayyum Tuhan yang mengkonsekuensikan keberadaan segala sesuatu.
Pada suatu hari aku merenungkan manfaat dan hikmah segala entitas dari sisi misteri alam dan teka-teki penciptaan. Aku bertanya pada diri sendiri. “Mengapa segala sesuatu menampilkan dirinya, tidak lama kemudian ia pergi dengan cepatnya?” Aku melihat pada fisik yang ada. Ia tampak begitu rapi, dibungkus dengan wujud yang sesuai dengan ukuran dan ketentuannya berdasarkan hikmah yang tampak jelas, dihiasi dengan perhiasan yang paling indah, dikirimi kepribadian yang penuh hikmah dan tubuh yang tertata agar bisa disaksikan oleh para makhluk di alam yang luas ini. Namun, beber- apa hari kemudian, atau beberapa detik kemudian, ia pun lenyap dan menghilang tanpa meninggalkan manfaat dan bekas yang berguna. Aku bertanya, “Apa gerangan hikmah di balik kemunculan entitas di hadapan kita dalam waktu yang sangat singkat ini?”Aku ingin segera mengetahui rahasia tersebut. Tiba-tiba aku merasakan sentuhan lembut Tuhan. Pada waktu itu, aku menemukan sebuah hikmah penting dari begitu banyak hikmah di balik kemunculan entitas, terutama makhluk hidup, ke muka bumi ini.
Hikmah tersebut adalah bahwa segala entitas, terutama makhluk hidup, merupakan kalimat ilahi, surat Tuhan, dan kasidah rabbani serta infor- masi yang sangat retorik dan bijak. Setelah entitas tersebut menjadi perhatian seluruh makhluk dan mengungkapkan semua maknanya kepada mereka, maka tampilan fisiknya pun sedikit demi sedikit lenyap dan hilang.
Hikmah tersebut cukup bagiku selama satu tahun.Namun setelah itu tersingkap bagiku berbagai mukjizat halus yang terdapat dalam berbagai ciptaan, terutama makhluk hidup. Aku pun mulai memahami bahwa tatanan yang begitu indah dan memesona yang terdapat pada seluruh ciptaan tidak hanya memberikan sebuah makna ke hadapan pandangan makhluk yang berkesadaran. Sebab, meskipun makhluk yang berkesadaran jumlahnya tak terhingga itu merenungkan semua entitas, tetapi perenungan mereka tetap terbatas. Di samping itu, setiap makhluk tidak akan mampu menembus pesona dan seluruh rahasia penciptaan yang terdapat pada makhluk hidup. Maka dari itu, hasil yang paling penting dari penciptaan makhluk hidup serta tujuan paling utama dari fitrahnya adalah menampilkan keindahan ciptaan al-Qayyum al-Azali di hada- pan pandangan-Nya serta penampakan berbagai karunia rahmat dan nikmat-Nya yang luas yang Dia berikan kepada makhluk di hadapan tatapan-Nya.
Hal inilah yang dalam waktu lama membuat diriku tenang dan puas.Aku menyadari bahwa penciptaan yang begitu indah yang ter- dapat pada setiap entitas tidak lain adalah agar ia bisa dihamparkan di hadapan al-Qayyum al-Azali. Dengan kata lain, hikmah dari proses penciptaan makhluk adalah agar Tuhan Yang Maha Berdiri Sendiri bisa menyaksikan keindahan ciptaan-Nya itu sendiri.Namun beberapa waktu kemudian, aku menyadari bahwa ciptaan yang begitu indah dan memesona yang terdapat pada ber- bagai entitas dan bentuk lahiriahnya tidaklah kekal abadi. Tetapi dengan sangat cepat, dari waktu ke waktu, ia senantiasa mengalami perubahan dan pergantian dalam sebuah proses penciptaan yang terus menerus. Selama beberapa waktu aku pun mulai berpikir. Menurutku, pastilah hikmah penciptaan dan perbuatan Tuhan tersebut sangat besar sebesar perbuatan itu sendiri. Pada saat itulah dua hikmah sebelumnya tampak kurang memenuhi sasaran yang ada. Dengan sangat serius dan penuh antusias, aku pun mulai mencari hikmah yang lain. Alhamdulillah, tidak lama kemudian aku menemukan sebuah hikmah yang agung. Hikmah tersebut tampak bagiku lewat pancaran cahaya al-Qur’an dan lewat rahasia Qayyum Tuhan. Dengan itu aku memahami rahasia agung Tuhan yang disebut dengan misteri alam dan teka-teki penciptaan. Di sini, dalam kilau ketiga, kami akan menyebutkan beberapa rahasia yang ada secara singkat karena ia telah diterangkan secara panjang lebar dalam “Surat Kedua Puluh Empat”.
Ya. Perhatikan manifestasi rahasia sifat Qayyum-Nya dari sisi ini bahwa Allah telah mengeluarkan berbagai entitas dari gelapnya ketiadaan. Lalu Dia memberikan busana eksistensi dan keberadaan di angkasa yang luas ini. Dia tempatkan berbagai entitas tadi dalam sebuah tempat yang tepat agar bisa meraih salah satu manifestasi rahasia Qayyum Tuhan sebagimana telah diterangkan oleh al-Qur’an:“Allah-lah yang telah meninggikan langit dengan tanpa tiang seperti yang kamu lihat.” (QS. ar-Ra’d [13]: 2).Seandainya seluruh entitas tidak mempunyai sandaran yang kokoh, tentu tidak ada yang bisa tetap kokoh. Bahkan segala sesuatu akan terperosok dalam samudra kosong yang tak bertepi dan akan terjerumus dalam kehampaan.
Sebagaimana semua entitas bersandar pada Allah Yang Maha Berdiri Sendiri, Azali, dan Agung, dari sisi eksistensi, kekokohan dan keabadian. Segala sesuatu berdiri karena berkat Qayyum Tuhan, demikian pula dengan semua kondisi entitas berikut cara kerjanya yang bersambung. Semua pangkalnya bersambung secara langsung dengan rahasia Qayyum Tuhan. Hal ini seperti yang dijelaskan oleh al-Qur’an:“Segala sesuatu kembali kepada-Nya.” (QS. Hud [11]: 123).Seandainya semua entitas tidak bersandar dan bersambung kepada “sentral cahaya” itu, maka akan ada ribuan ikatan atau sambung- an yang mustahil bagi mereka yang berakal. Misalnya, sesuatu yang seperti penjagaan, cahaya, wujud, rezeki haruslah bersandar dan bersambung kepada sesuatu yang lain. Yang satu bersandar kepada yang lain, yang satu lagi bersambung kepada yang lain, dan seterusnya. Jadi, harus ada ujung dan akhirnya. Tidak mungkin ia tidak berakhir. Dalam hal ini, akhir dari segala sesuatu adalah sifat Qayyum Tuhan.Setelah rahasia sifat Qayyum Tuhan tersebut dipahami, tidak ada artinya kalau sebagian entitas bersandar dengan sebagian lainnya. Tetapi sandaran dan ketersambungan itu menjadi terangkat dan hilang. Sehingga segala sesuatu hanya mengarah secara langsung ke- pada rahasia sifat Qayyum Tuhan.
Kilau Ketiga
Lewat satu atau dua pendahuluan, kami akan menunjukkan satu sisi rahasia sifat Qayyum Tuhan dalam penciptaan dan aktivitas Tuhan seperti yang diterangkan oleh ayat-ayat semacam berikut ini:“Setiap waktu Dia berada dalam kesibukan.”(QS. ar-Rahmân [55]: 29).“Dia Maha melaksanakan apa yang Dia mau.” (QS. al-Burûj [85]: 16).“Dia mencipta apa yang Dia kehendaki.” (QS. ar-Rûm [30]: 54).“Di tangan-Nya tergenggam kekuasaan segala sesuatu.” (QS. Yâsîn [36]: 83).“Perhatikanlah jejak rahmat Allah, bagaimana Dia menghidupkan bumi setelah tadinya mati.”(QS. ar-Rûm [30]: 50).
Pertama, ketika melihat alam kita menyaksikan bahwa semua makhluk berguncang dalam samudra pergantian zaman. Satu rombongan digantikan oleh rombongan lainnya. Sebagian makhluk hanya tinggal selama satu detik kemudian pergi. Sebagian lagi hanya datang selama satu menit kemudian lenyap. Kelompok lainnya melewati alam nyata ini dengan penuh kemuliaan, lalu sejam kemudian masuk ke dalam alam gaib. Lalu kelompok yang lain lagi melakukan perjalanan selama satu hari untuk selanjutnya menghilang. Ada yang hidup selama satu tahun namun kemudian lenyap.Ada lagi yang menetap selama beberapa waktu lalu pergi. Ada pula yang menghabiskan waktu cukup lama namun selanjutnya meninggalkan alam ini. Begitulah seterusnya. Masing-masing datang dan pergi setelah melakukan tugas yang diembankan padanya.Pelancongan entitas yang menakjubkan dan perjalanan makhluk yang berkesinambungan tersebut digerakkan dan diatur lewat sebuah pengaturan, ukuran, dan kebijaksanaan. Dzat yang telah memimpin dan memegang kendali perjalanan tersebut telah menjalankan mereka dengan melihat dan secara bijaksana serta dengan pengaturan di mana seandainya seluruh akal bersatu ia tetap takkan mampu memahami hakikat perjalanan itu dan tidak akan menemukan cacat dan aib di dalamnya.
Demikianlah, dalam proses penciptaan yang ada, Tuhan meng- giring semua ciptaan yang dicintai-Nya—terutama makhluk hidupmenuju alam gaib dengan tidak membiarkannya terus merasa senang berada di alam ini. Dia mencabut tugas makhluk dalam kehidupan duniawinya dengan tidak membiarkannya merasa lapang. Dengan demikian, Dia mengisi tempat jamuan-Nya ini (dunia) dengan para tamu sekaligus mengosongkannya dari mereka secara terus-menerus dengan menjadikan bola bumi ini ibarat papan tulis. Dengan pena qada dan qadar-Nya, Dia tuliskan di papan tulis tersebut tulisannya. Kemudian Dia memperbaharui dan menggantinya lewat manifestasi Dzat Yang Menghidupkan dan Mematikan.
Begitulah. Salah satu rahasia perbuatan rabbani dan penciptaan Tuhan serta salah satu konsekuensi mendasarnya tidak lain merupa- kan hikmah agung yang tak terhingga. Hikmah tersebut bercabang menjadi tiga cabang penting:
Cabang Pertama Setiap jenis perbuatan Tuhan, baik yang kecil maupun yang besar, mendatangkan kenikmatan. Bahkan pada setiap perbuatan tersebut ada kenikmatan. Bahkan, perbuatan itu sendiri merupakan kenikmatan. Bahkan, perbuatan Tuhan tersebut merupakan bentuk penampakan wujud yang merupakan kenikmatan. Yaitu dengan menjauhi ketiadaan yang merupakan bentuk penderitaan.
Pemilik setiap kemampuan mengikuti perkembangan kemam- puannya dengan penuh nikmat lewat perbuatan tertentu, setiap bakat yang tampak lewat sebuah perbuatan berasal dari sebuah kenikmatan dan menghasilkan sebuah kenikmatan. Setiap pemilik kesempurnaan mengikuti penampakan kesempurnaannya lewat sebuah perbuatan. Selama pada setiap perbuatan ada kenikmatan dan kesempurnaan yang diinginkan, maka perbuatan itu sendiri merupakan kesempurnaan. Karena di alam makhluk tampak berbagai manifestasi dari rahmat-Nya yang luas dan kecintaan-Nya yang tak terhingga yang bersumber dari kehidupan yang bersifat azali dan abadi. Tentu saja, berbagai manifestasi itu menunjukkan bahwa Dzat yang membuat diri-Nya dicintai, mencintai, dan mengasihi para makhluk-Nya dengan memberikan banyak nikmat dan kasih sayang- Nya pada mereka dalam bentuk semacam itu, kehidupan-Nya mengkonsekuensikan adanya kerinduan mutlak, kecintaan suci yang mutlak, kenikmatan suci yang mulia, serta berbagai atribut Tuhan lainnya yang sesuai dengan kesucian dan kemutlakan eksistensi-Nya. Berbagai atribut Tuhan itulah yang memperbaharui, mengganti, dan menghiasi alam ini.
Cabang Kedua Hikmah ini mengarah pada nama-nama Tuhan yang suci. Seperti yang telah kita ketahui bersama bahwa pemilik keindahan pasti berhasrat melihat sekaligus memperlihatkan keindahannya kepada pihak lain. Demikian pula pemilik kemahiran tertentu ingin agar semua mata tertuju padanya dengan memperlihatkan kemahirannya itu. Dengan demikian, sebuah hakikat dan makna yang indah dan tersembunyi itu berusaha untuk tampil dan meraih perhatian.Karena prinsip yang kokoh ini berlaku pada segala sesuatu sesuai dengan tingkatannya, maka pastilah setiap nama dari seribu satu nama Dzat Qayyum Maha Agung lagi Maha Indah terdapat keelokan hakiki, kesempurnaan hakiki, keindahan hakiki, hakikat indah yang tampak jelas lewat kesaksian seluruh alam, pembuktian manifestasi nama-nama tersebut, serta seluruh petunjuk goresan indah di dalamnya. Bahkan pada setiap tingkatan nama Tuhan terdapat berbagai keindahan dan hakikat indah yang tak terhingga.
Karena semua entitas dan seluruh alam ini merupakan cermin yang memantulkan manifestasi keindahan nama-nama Tuhan yang suci, merupakan lembaran indah yang menghamparkan goresan nama-nama tersebut, serta merupakan halaman-halaman yang mengungkapkan berbagai hakikatnya yang indah, maka tentulah nama-nama yang kekal itu akan memperlihatkan manifestasinya yang tak terhingga, akan menampakkan goresannya yang penuh hikmah, serta akan memperlihatkan lembaran kitabnya di hadapan Dzat Yang Maha Benar dan Qayyum sekaligus di hadapan pandangan para makhluk yang tak terhitung banyaknya agar bisa diperhatikan dan direnungkan. Tuhan pasti terus-menerus memperbaharui dan mengubah seluruh alam dengan bersandar pada cinta-Nya yang suci dan sifat Qayyum-Nya. Hal itu dilakukan untuk menampakkan berbagai lembaran yang tak terbatas dari sesuatu yang terbatas, untuk menampakkan tubuh-tubuh yang tak terhingga dari tubuh yang satu, serta untuk menampakkan berbagai hakikat yang sangat banyak dari hakikat yang satu.
Kilau Keempat
Cabang Ketiga Setiap yang memiliki sifat penyayang pasti bahagia manakala bisa membuat senang orang lain. Setiap yang memiliki sifat belas kasih pasti gembira saat bisa membahagiakan orang lain. Demikian pula setiap yang memiliki rasa cinta senang kalau bisa membuat bahagia para makhluk-Nya yang layak untuk bahagia. Setiap yang bermurah hati pasti akan menikmati kalau bisa membuat orang lain bahagia. Setiap yang berwatak adil pasti senang manakala bisa membuat setiap orang mendapatkan dan mensyukuri hak yang diterimanya serta akan menurunkan hukuman bagi mereka yang berlaku aniaya. Setiap perancang yang mahir juga akan gembira dan bangga manakala bisa memperlihatkan ciptaan dan kemahirannya di hadapan para makhluk dengan mencipta apa yang diimpikan dalam bentuk yang paling sempurna.
Semua prinsip di atas merupakan kaidah dasar yang sangat kuat yang berlaku di seluruh alam, sebagaimana juga berlaku di alam manusia. Dalam bagian ketiga dari “Kalimat Ketiga Puluh Dua” kami telah mengemukakan tiga contoh yang menjelaskan berlakunya kaidah tersebut pada manifestasi nama-nama Tuhan yang mulia. Kiranya cukup sesuai kalau di sini kami jelaskan hal itu secara sing- kat:
Orang yang memiliki rasa kasih sayang, sifat dermawan, dan murah hati pasti sangat senang memberikan sesuatu kepada kaum papa yang membutuhkan. Dia siapkan untuk mereka berbagai hidangan pesta yang besar berikut berbagai makanan istimewa di atas perahu yang membawa mereka melintasi samudera bumi agar hati mereka menjadi senang dan bahagia dalam perjalanan dan rekreasi yang indah itu. Orang tersebut begitu senang dengan rasa syukur yang terungkap dari mereka sekaligus merasa sangat lapang tatkala melihat mereka bisa menikmati berbagai nikmat dan karunia yang ada. Dia bahagia dengan kegembiraan mereka.
Semua ini sesuai de- ngan sifat luhur dan watak mulia yang tertanam di dalam fitrahnya. Kalau manusia saja yang pada dasarnya hanyalah makhluk yang diserahi amanah dan pegawai yang bertugas membagi-bagikan merasa senang dan gembira tatkala bisa berbuat baik kepada orang lain saat memberikan jamuan yang tiada artinya, lalu bagaimana dengan Dzat al-Hayy al-Qayyum yang membuat para makhluk seperti manusia, malaikat, jin, serta makhluk bernyawa lainnya diangkut dalam “perahu ar-Rahman” (bumi). Lalu Allah berikan kepada mereka berbagai nikmat lahiri dan batini berikut aneka macam makanan yang sangat sesuai dengan selera dan rezeki mereka. Allah berikan sebuah perjalanan rabbani ini kepada mereka di seluruh pelosok bumi. Belum lagi dengan surga yang Allah siapkan di negeri yang kekal, negeri jamuan abadi, yang di dalamnya terdapat seluruh yang disukai jiwa dan disenangi mata. Jadi, semua tanda syukur, pujian, dan ridha yang bersumber dari seluruh makhluk dan berasal dari rasa gembira mereka atas nikmat dan karunia yang mereka peroleh di mana semua itu mengarah kepada Tuhan, bersumber dari “syu’ûn ilahi” yang menghendaki adanya aktivitas dan penciptaan yang terus menerus ini. Atribut ilahi tersebut sulit digambarkan dan tidak bisa diungkapkan, bahkan barangkali hanya bisa dilambangkan dengan istilah “kegembiraan suci, kebanggaan suci, dan kenikmatan yang suci” serta istilah sejenisnya yang kita gunakan untuk menjelaskan makna rububiya-Nya yang suci.
Contoh lainnya adalah jika ada seorang ahli sedang membuat sebuah gramofon yang dapat mengungkapkan apa yang dikehendakinya serta bekerja dengan cara yang paling disukainya, pastilah ia sangat bangga dan senang melihat buatannya tersebut. Ia juga akan sangat gembira sehingga terus-menerus mengucap Masya Allah. Jika sebuah kreasi yang kecil semacam itu—yang bukan meru- pakan proses penciptaan hakiki—telah membuat gembira dan senang pembuatnya, lalu bagaimana dengan Pencipta Yang Maha Bijak yang telah menghadirkan seluruh entitas dan membuatnya seperti sebuah alunan musik Ilahi yang bisa mengungkapkan rasa syukur, tasbih, dan pujian lewat berbagi macam suara. Dia juga telah menjadikannya sebagai sebuah ciptaan yang ajaib disamping telah memberikan kepada setiap jenis makhluk kreasi yang indah dan menakjubkan. Di tambah lagi, Dia juga memasang berbagai perangkat di kepala makhluk hidup itu yang menyerupai gramofon, kamera, serta perangkat pemancar dan penerima (transceiver). Bahkan Dia juga memasang alat ajaib tersebut pada binatang yang paling kecil sekalipun. Lebih dari itu, tidak hanya memasang gramofon tanpa pelat, kamera tanpa len- sa, dan telepon tanpa kabel, tetapi Dia juga telah memasang berbagai mesin yang jauh lebih ajaib dan menakjubkan dari apa yang telah disebutkan di atas.
Maka, makna seperti kebanggaan suci dan kegembiraan suci yang bersumber dari penciptaan perangkat di kepala manusia, perangkat tersebut bekerja sesuai dengan kehendak-Nya dan memberikan hasil, dan atribut-atribut mulia yang merupakan bagian dari Rububiyah Tuhan mengharuskan adanya kreasi Ilahi yang kontinyu dan nyata.Contohnya, hakim yang adil akan merasa senang, nikmat, dan gembira manakala bisa mengambil hak orang teraniaya dari pihak penganiaya, melindungi kaum lemah dari kejahatan kaum yang kuat dan memberikan kepada setiap orang apa yang menjadi haknya. Semua itu termasuk konsekuensi dan prinsip utama sebuah keadilan. Karena itu, tentulah Hakim Yang Mahabijaksana dan Adil, al- Hayy al-Qayyum, telah memberikan berbagai garis kehidupan dalam bentuk hak-hak hidup bagi seluruh makhluk, terutama makhluk hidup. Selain itu, Dia telah berbuat baik kepada mereka dengan memberikan berbagai perangkat yang bisa menjaga hidup mereka. Dia melindungi kaum yang lemah dari kejahatan kaum yang kuat dengan penuh kasih sayang. Dia telah memperlihatkan keadilan di alam ini dengan memberikan kepada setiap makhluk apa yang menjadi haknya dan memberikan sanksi kepada orang-orang yang zalim di dunia ini, dan lebih-lebih lagi di hari kebangkitan nanti. Semua itu berasal dari berbagai atribut dan berbagai makna suci milik Tuhan yang su- lit kita gambarkan di mana ia mengkonsekuensikan perbuatan-Nya yang terus-menerus di alam ini.
Demikianlah, dengan tiga contoh di atas kita dapat memahami bahwa seluruh sifat Tuhan dan setiap nama-Nya secara khusus mengharuskan adanya penciptaan yang kontinyu sebagai poros bagi sebagian atribut Tuhan yang suci dalam koridor perbuatan-Nya yang permanen.
Karena setiap kemampuan dan potensi mendatangkan kegem- biraan, kelapangan, dan kenikmatan lewat perkembangan, penyingkapan dan pemberian buah, maka setiap pegawai juga merasa sangat gembira ketika berhasil menyelesaikan tugas yang diminta. Munculnya buah yang banyak dari sebuah biji dan perolehan laba sebanyak ratusan dirham yang semula asalnya satu dirham merupakan kondisi yang sangat menggembirakan pemiliknya dan hal itu termasuk bisnis. Tentu saja Dia menyingkap potensi tak terhingga pada seluruh makhluk, mempekerjakan seluruh makhluk-Nya dalam tugas-tugas penting, lalu menaikkan mereka kepada tingkatan yang lebih mulia dan lebih tinggi seolah-olah berbagai unsur naik menuju tingkatan tambang, tambang menuju kehidupan tumbuhan, tumbuhan menuju kehidupan hewan dengan rezeki yang diberikan padanya, serta hewan menuju tingkatan manusia yang tinggi.
Kemudian Dia juga membuat setiap makhluk hidup menggan- tikan posisi beragam jenis wujud seperti roh, esensi, identitas, dan bentuknya sepeninggal wujud fisiknya guna menunaikan tugas yang sama sebagaimana dijelaskan dalam “Surat Kedua Puluh Empat”. Dari sini dapat dipahami betapa pentingnya berbagai atribut Tuhan tersebut yang berasal dari perbuatan dan proses penciptaan-Nya yang terus menerus yang menyikap seluruh potensi dan kecenderungan yang tak terhingga bagi seluruh makhluk; dan mengakhiri tugas semua makhluk setelah dipekerjakan dalam berbagai tugas besar.
Jawaban atas Sebuah Persoalan Penting
Sebagian kaum sesat berpendapat bahwa Dzat yang mengubah dan mengganti berbagai entitas lewat perbuatan-Nya yang kontinu, pasti juga berubah dan berganti.
Jawabannya: Hal itu sama sekali tidak benar. Sungguh Allah sangat jauh dari kondisi tersebut. Perubahan berbagai cermin di muka bumi tidak menunjukkan perubahan matahari yang ada di langit. Akan tetapi ia menunjukkan pembaruan wujud manifestasi matahari. Kalau demikian, perubahan pada Dzat yang Azali, Abadi, Kekal, Mahasempurna, Mahakaya, Mahabesar, Mahasuci, tidak terikat oleh materi dan waktu, serta tidak bersifat mungkin dan baru, tentu saja merupakan hal yang mustahil.Selanjutnya, perubahan alam semesta tidaklah menjadi bukti atas perubahan Allah. Tetapi sebaliknya, ia justru menjadi bukti bahwa Dia tidak berubah dan tidak berganti. Sebab, Dzat yang menggerakkan dan mengubah entitas yang begitu banyak secara sangat teratur pasti tidak pernah berubah dan tidak bergerak. Misalnya, jika engkau menggerakkan beberapa bola besar dan kecil yang diikat dengan tali lewat gerakan yang teratur lalu semua bola itu diletakkan di berbagai tempat yang tertata rapi, pastilah engkau tetap berada di tempatmu tanpa berpindah darinya. Sebab kalau tidak, keteraturan tersebut akan menjadi rusak dan cacat.
Ada sebuah prinsip terkenal yang berbunyi, “Yang menggerakkan secara teratur tidak boleh bergerak. Yang melakukan perubahan secara kontinyu tidak boleh berubah.” Hal itu dimaksudkan agar pekerjaan tersebut berlangsung secara rapi.
Kedua, perubahan dan pergantian hanyalah berasal dari kemunculan yang baru, dari proses pembaruan yang bertujuan untuk mencapai kesempurnaan, dari kebutuhan, dari unsur materi, dan dari sesuatu yang bersifat mungkin.Adapun Dzat yang mahasuci, Dia tak bermula, Azali, Maha Sempurna, Maha Kaya, tak bergantung pada materi, dan wajib ada (Wajibul wujud). Karena itu, adanya pergantian dan perubahan, tentulah merupakan sesuatu yang mustahil dan tidak mungkin bagi-Nya.
Kilau Kelima
Persoalan Pertama
Jika kita ingin menyaksikan manifestasi agung dari nama al-Qayyum, maka kita harus mengkhayal secara jauh sampai bisa menyak- sikan seluruh alam. Lalu kita buat dua teropong; yang satu untuk melihat benda yang paling jauh (teleskop), sementara yang satunya untuk melihat atom yang paling kecil (mikroskop).Ketika kita melihat dengan teropong yang pertama, kita akan menyaksikan bahwa ribuan bola yang besar yang sebagiannya ribuan kali melebihi besar bumi, telah diletakkan di tempat yang tinggi lewat manifestasi nama al-Qayyum tanpa tiang ataupun sandaran. Ia berjalan di dalam materi eter yang lebih halus dari udara. Ia juga diham- parkan guna melakukan peran penting.
Sekarang marilah kita berpindah ke teropong lainnya guna melihat benda yang paling kecil. Dengan rahasia sifat Qayyum Tuhan, atom-atom tubuh dari makhluk hidup di bumi bergerak secara teratur sembari melakukan berbagai tugas seperti bintang-gemintang. Engkau juga bisa melihat sel-sel darah merah dan putih yang bergerak seperti gerakan sufi Maulawi guna menunaikan beberapa tugas besar di badan. Keduanya mengalir dalam aliran darah.
Kesimpulan (*[8])
Di sini kami hendak mengetengahkan sebuah kesimpulan yang menjelaskan cahaya suci yang berasal dari perpaduan enam cahaya nama Tuhan sebagaimana perpaduan tujuh spektrum cahaya mentari. Guna menyaksikan cahaya suci tersebut, kami ketengahkan kesimpulan berikut:
Perhatikan di balik manifestasi nama al-Qayyum yang memberikan sifat tetap dan permanen terhadap seluruh alam semesta. Engkau dapat menyaksikan bahwa manifestasi nama al-Hayy telah menjadikan seluruh makhluk hidup itu bersinar lewat tampilannya yang cemerlang. Ia telah membuat seluruh entitas itu bercahaya lewat cahaya-Nya yang berkilau sehingga gemerlap cahaya kehidupan dapat terlihat pada seluruh makhluk hidup yang ada.
Sekarang perhatikan manifestasi agung dari nama al-Fard dari balik nama al-Hayy. Engkau akan melihat bahwa nama tersebut mencakup semua entitas alam berikut beragam jenis dan bagiannya serta melingkupinya dalam satu kesatuan. Ia mencetak bagian depan setiap entitas dengan stempel keesaan, sehingga segala sesuatu menginfor- masikan manifestasi-Nya lewat aneka macam lisan yang tak terhing- ga jumlahnya.
Lalu dari balik nama al-Fard, lihatlah manifestasi agung nama al-Hakam. Engkau akan melihat bagaimana nama tersebut mencakup seluruh entitas dari daerah yang paling luas hingga yang paling kecil, baik yang global maupun yang parsial—mulai dari bintang hingga atom-atom. Ia memberikan kepada setiap entitas sebuah tatanan efektif yang layak untuknya, sebuah keteraturan penuh hikmah yang sesuai dengannya, serta keselarasan berguna yang tepat baginya. Nama al- Hakam telah menghiasi seluruh entitas dengan manifestasi-Nya yang cemerlang.
Lalu dari balik manifestasi nama al-Hakam perhatikanlah manifestasi agung dari nama al-Adl. Sebagaimana telah kami jelaskan pada bagian kedua, engkau melihat nama tersebut menguasai seluruh entitas dalam aktivitas yang terus-menerus lewat neracanya yang akurat, ukurannya yang cermat, dan timbangannya yang adil di mana ia menjadikan seluruh akal tercengang sekaligus kagum. Seandainya sebuah bintang kehilangan keseimbangan selama satu detik saja atau terputus dari manifestasi nama al-Adl, niscaya seluruh bintang yang ada akan bertabrakan dan hal itu tentu saja akan menyebabkan kiamat.Begitulah. Seluruh lingkaran entitas, mulai dari lingkaran besar yang disebut dengan galaksi bima sakti hingga gerakan sel darah merah dan putih, entitas terkecil di dalam tubuh, semuanya diurai secara khusus, diukur secara akurat, dihitung secara cermat, dan diberi bentuk tertentu di mana masing-masing memperlihatkan ketaatan sempurna, ketundukan mutlak, dan kepatuhan total dari pasukan bintang hingga pasukan atom yang sangat kecil terhadap semua pe- rintah yang bersumber dari Dzat yang menggenggam perintah kun fayakun.
Sekarang, dari balik manifestasi nama al-Adl, perhatikanlah manifestasi nama Allah al-Quddûs yang telah kami jelaskan pada bagian pertama. Engkau akan menyaksikan bahwa manifestasi nama al-Quddûs tersebut telah membuat seluruh entitas begitu bersih, suci, murni, dan indah. Ia telah mengubahnya menjadi semacam cermin indah bersinar yang layak untuk memperlihatkan keindahan-Nya yang mutlak serta pantas untuk menampakkan berbagai manifestasi nama-nama-Nya yang mulia.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa enam nama dan cahaya agung itu telah meliputi seluruh alam, menutupi seluruh entitas, serta membungkusnya dengan tirai yang dihiasi dan diwarnai oleh beragam warna yang paling cemerlang, beragam goresan yang paling indah, dan beragam hiasan yang paling mengagumkan.
Persoalan Kedua Selain meliputi seluruh alam dengan tampilan Wahidiyyah (ketunggalan) dan keagungan-Nya, salah satu manifestasi sifat al-Qayyum tampak pada manusia yang merupakan pusat alam semesta dan buahnya dari sisi Ahadiyyah (keesaan) dan keindahan-Nya. Artinya, seluruh entitas tegak berkat rahasia sifat Qayyum-Nya, juga tegak dengan manusia yang merupakan tempat manifestasi nama al-Qayyum dalam bentuk paling sempurna dilihat dari satu sisi. Dengan kata lain, sebagian besar hikmah, kemaslahatan, dan tujuan yang ada pada entitas mengarah pada manusia. Oleh karena itu, seolah-olah manifestasi nama al-Qayyum yang terdapat pada manusia merupa- kan pilar penyangga bagi seluruh entitas. Ya, dapat dikatakan bahwa Dzat al-Hayy al-Qayyum meng- hendaki keberadaan manusia di alam ini dan menciptakan alam ini karenanya. Sebab, manusia bisa menangkap dan meraasakan seluruh nama Tuhan yang mulia dengan sifat kompherensifnya yang sempurna. Misalnya, ia dapat menangkap banyak makna yang dikandung oleh nama-nama Tuhan lewat berbagai pengecapan rezeki. Sementara, para malaikat tidak bisa menjangkau nama-nama di atas lewat pengecapan rezeki yang ada.
Karena potensi manusia yang demikian universal, maka Dzat al-Hayy al-Qayyûm ingin manusia menyadari nama-nama-Nya yang mulia, mengenal segala bentuk kebaikan-Nya, dan menikmati semua jenis nikmat-Nya.
Dia pun menganugerahkan perut kepada manusia agar dapat menikmati aneka ragam makanan yang telah disediakan di meja hidangan yang sangat luas seluas permukaan bumi. Lalu Dia menganugerahkan sebuah kehidupan, dan menjadikan kehidupan ini sama seperti perut tadi, agar dapat menikmati berbagai karunia yang telah dihamparkan di hadapannya lewat perangkat dan indra yang diberikan padanya. Indra tersebut—seperti tangan—dapat mengulur untuk menggapai nikmat yang ada sehingga bisa menunaikan kewa- jibannya dalam bersyukur dan memberikan pujian.
Selanjutnya, Allah menganugerahkan kepada manusia perangkat kemanusiaan. Perangkat tersebut juga membutuhkan rezeki dan nikmat yang lebih luas wilayahnya daripada kehidupan. Sehingga akal, pikiran, dan imajinasi manusia—sebagai tangan bagi perangkat tersebut—menikmati hidangan rahmat yang seluas langit dan bumi dan mengungkapkan rasa syukurnya.
Lalu agar hidangan nikmat agung lainnya terbentang di hadapan manusia, Allah jadikan akidah, iman, dan Islam sebagai perangkat maknawi yang juga membutuhkan rezeki begitu banyak. Allah hamparkan hidangan penuh rezeki maknawi itu pada perangkat maknawi ini. Allah juga memasukkan nama-nama-Nya yang mulia ke dalam hidangan agung itu. Karenanya, manusia pun bisa meras- akannya dan menikmatinya lewat kecapan mulia yang bersumber dari manifestasi nama ar-Rahman dan nama al-Hakim.
Sehingga ia pun terus-menerus mengucap alhamdulillah atas pemberian rahmat-Nya yang luas dan berbagai hikmah-Nya yang agung. Demikianlah, dengan perangkat maknawiyah tersebut, manusia mampu menikmati berbagai nikmat ilahi yang tak terhingga. Terutama perasaan cinta ilahiyah-Nya. Perangkat maknawi itu mempunyai ruang dan medan yang tak terbatas.
Begitulah. Al-Hayy al-Qayyum telah menjadikan manusia se- bagai poros dan sumbu alam dan membuka hidangan nikmat yang seluas alam kepadanya serta menundukkan alam baginya. Adapun hikmah tegaknya alam ini atas diri manusia—dilihat dari satu sisimaka ia memiliki tiga tugas penting yang bersandar pada manusia, yaitu: Begitulah. Al-Hayy al-Qayyum telah menjadikan manusia se- bagai poros dan sumbu alam dan membuka hidangan nikmat yang seluas alam kepadanya serta menundukkan alam baginya. Adapun hikmah tegaknya alam ini atas diri manusia—dilihat dari satu sisimaka ia memiliki tiga tugas penting yang bersandar pada manusia, yaitu:
Tugas Pertama: Seluruh jenis nikmat yang tersebar pada seluruh alam ditata dengan manusia. Lewat ikatan manfaat, ditata seperti biji-biji tasbih, berbagai nikmat yang ada juga dikaitkan dengan manusia dan kemaslahatannya. Dengan demikian, manusia ibarat sebuah daftar yang memuat segala sesuatu yang terdapat pada khazanah perbenda- haraan rahmat Tuhan.
Tugas Kedua: Manusia menjadi lawan bicara yang sempurna terhadap khitab Ilahi dengan sifat cakupannya yang luas, penyeru yang paling tinggi suaranya mengapresiasi dan memuji ciptaan-Nya dengan rasa kagum, serta mempersembahkan rasa syukur dan pujian yang sempurna atas berbagai nikmat dan karunia yang dihamparkan di hadapannya.
Tugas Ketiga: Kehidupan manusia ibarat cermin yang memantulkan berbagai atribut dan sifat al-Hayy al-Qayyum. Hal ini terwujud dalam tiga aspek:
Aspek pertama, manusia menyadari kekuasaan Penciptanya yang bersifat mutlak dengan ketidakberdayaannya yang mutlak dan tingkat kekuasaan-Nya dengan derajat ketidakberyaannya. Dia juga bisa menangkap tingkat kasih sayang-Nya yang luas lewat kefakiran- nya, serta bisa memahami kekuatan-Nya yang besar lewat kelema- hannya. Begitu seterusnya.Dengan demikian, manusia berposisi sebagai cermin kecil yang dipakai untuk mengetahui sifai-sifat Tuhan yang sempurna melalui sifat-sifatnya yang terbatas. Sebab, sebagaimana semakin bertambah gelap, cahaya sinar akan semakin terang, sehingga gelap itupun berfungsi menampakkan cahaya yang ada. Demikian pula manusia berfungsi menampakkan segala kesempurnaan Tuhan lewat berbagai sifatnya yang terbatas dan lemah.
Aspek kedua, kehendak manusia yang kecil, pengetahuannya yang sedikit, kekuasaannya yang terbatas, dan kemampuan untuk membangun rumahnya sendiri membuatnya mampu memahami kepemilikan Sang Pencipta alam ini, ciptaan-Nya, kehendak-Nya, kekuasaan-Nya, serta pengetahuan-Nya sesuai dengan kebesaran alam. Dengan demikian, manusia berkedudukan sebagai cermin kecil yang memperlihatkan berbagai atribut dan sifat Tuhan di atas.
Aspek Ketiga, di antara kedudukan manusia yang berfungsi sebagai cermin yang memantulkan kesempurnaan sifat Tuhan terwujud dalam dua bentuk:
1. Memperlihatkan masing-masing goresan nama Tuhan dalam dirinya. Seolah-olah manusia merupakan indeks kecil dari alam dan contoh miniatur dengan kelengkapannya. Manusia memperlihatkan goresan nama-nama Allah dalam skala yang lebih kecil.
2. Berfungsi sebagai cermin yang memantulkan berbagai atribut Tuhan. Dengan kata lain, sebagaimana kehidupan manusia menunjukkan kehidupan al-Hayy al-Qayyum, maka lewat indra yang mengindikasikan kehidupannya seperti mendengar dan melihat, kita juga dapat mengetahui sifat-sifat al-Hayy al-Qayyum seperti mendengar, melihat, dan berbagai sifat agung lainnya. Selanjutnya manusia menampakkan berbagai atribut Dzat al- Hayy al-Qayyum dengan berbagai perasaan, makna yang sangat halus yang ada pada kehidupannya, tidak tampak dan berkobar dalam bentuk perasaan serta muncul dalam bentuk yang beragam. Misalnya manusia memiliki rasa cinta, bangga, gembira, lapang, senang, serta berbagai perasaan lainnya. Dengan itu, manusia berfungsi menun- jukkan berbagai atribut Tuhan yang sesuai dengan kesucian DzatNya dan kekayaan-Nya yang bersifat mutlak.
Sebagaimana dengan kehidupannya yang kompherensif manu- sia merupakan sebuah “Satuan standar” guna mengetahui sifat-sifat Allah yang agung dan atribut-Nya yang penuh hikmah, merupakan daftar yang memuat manifestasi nama-nama-Nya yang mulia, dan merupakan cermin sensitif yang memantulkan beragam sisi dari Dzat al-Hayy al-Qayyum, ia juga merupakan “Satuan standar” yang dipakai untuk mengetahui berbagai hakikat alam sekaligus merupa- kan daftar isi, neraca, dan timbangannya.
Sebagai contoh, bukti kuat yang menunjukkan keberadaan lau- hil mahfudz di alam ini berikut contohnya adalah daya ingat (memori) yang ada pada manusia. Bukti kuat yang menunjukkan keberadaan alam misal bisa kita rasakan pada model miniaturnya berupa daya imajinasi yang ada pada diri manusia.(*[9])Bukti kuat yang menunjukkan keberadaan alam rohani di alam ini bisa kita ketahui pada model miniaturnya berupa berbagai unsur halus dan kuat dalam diri manusia. Begitulah, manusia merupakan miniatur yang memperlihatkan beberapa hakikat imani di alam ini dengan tingkat penyaksian.
Manusia memiliki berbagai tugas yang sangat penting seperti yang telah kami sebutkan di atas. Yaitu ia merupakan cermin manifestasi Keindahan Abadi, penyeru pada Kesempurnaan Abadi, serta makhluk yang membutuhkan sekaligus mensyukuri aneka macam nikmat Kasih Sayang Abadi.Karena Keindahan, Kesempurnaan, dan Kasih sayang tersebut bersifat abadi, maka tentulah manusia sebagai cermin yang merindukan Keindahan dan penyeru yang mencintai Kesempurnaan abadi serta sebagai makhluk yang membutuhkan dan mensyukuri Kasih Sayang Abadi itu akan dibangkitkan menuju negeri abadi untuk kekal di sana selamanya.
Tentulah ai akan pergi menuju keabadian guna menyertai mereka yang kekal di sana sekaligus hidup bersama Keindahan, Kesempurnaan, dan Kasih sayang abadi itu untuk selamanya. Sebab, Keindahan Abadi tersebut tidak akan ridha dengan pencinta yang fana dan sahabat yang bersifat sementara. Kefanaan mengubah kecintaan menjadi permusuhan.
Seandainya manusia tidak pergi menuju keabadian dan tidak kekal di sana, maka di dalam fitrahnya akan muncul sebuah permusuhan sebagai pengganti kecintaan yang mendasar terhadap Keindahan Abadi. Sebagaimana telah dijelaskan pada bagian penjelasan dalam “Kalimat Kesepuluh” (Risalah Kebangkitan), bahwa ketika pada suatu hari seorang wanita cantik mengusir salah satu pengagumnya dari majelisnya, maka rasa cinta orang yang diusir itu akan berbalik men- jadi sebuah kebencian hingga ia pun mulai menghibur diri dengan berkata, “Bah, alangkah jeleknya wanita itu!” Ia akan mengingkari kecantikan wanita itu serta marah kepadanya.Sebagaimana manusia memusuhi apa yang tak diketahuinya, manusia juga akan mencari kekurangan dan ingin memusuhi terhadap sesuatu yang tak bisa ia peroleh.
Karena dengan kesaksian alam, Kekasih hakiki dan Dzat Yang Maha Indah membuat manusia mencintai diri-Nya lewat seluruh nama-nama-Nya yang mulia sekaligus menuntut balasannya berupa kecintaan yang besar, maka tentu Allah tidak akan membiarkan manusia sebagai makhluk yang dicintai-Nya murka kepada-Nya. Dia tidak akan menanamkan dalam fitrah manusia sesuatu yang bisa mendorong ia untuk memusuhinya. Dia tidak menyemai dalam fitrah makhluk mulia—yang merupakan kekasih-Nya dan ciptaan yang pada dasarnya dihadirkan untuk beribadah kepada-Nya—benih-benih permusuhan yang berlawanan dengan fitrahnya. Dia sama sekali tidak akan membuat jiwa manusia murka kepada-Nya.
Sebab, manusia tidak akan mampu mengobati luka yang muncul akibat perpisahan abadi dengan Dzat Yang Maha Indah yang ia cinta kecuali dengan permusuhan, kemurkaan, dan pengingkaran terhadap-Nya.Kondisi kaum kafir yang memusuhi Allah bersumber dari hal ini. Jika demikian, sudah barang tentu Dzat Yang Mahaindah akan membangkitkan manusia—yang merupakan cermin yang cinta pada-Nya—menuju jalan keabadian guna menyertai Keindahan dan Keabadian mutlak tersebut. Dia pasti akan membuatnya kekal di negeri yang abadi untuk selamanya
Karena secara fitrah manusia mencintai Keindahan Abadi dan ia memang dicipta dalam keadaan mencintai Keindahan tersebut, sementara di lain sisi Keindahan Abadi itu tidak mau menerima pencinta yang fana; karena manusia akan mengobati kepedihan dan kesedihannya yang bersumber dari sesuatu yang tak bisa diraihnya atau tak bisa diketahuinya lewat pencarian kekurangan pada sesuatu itu, bahkan ia berusaha mengobati kepedihan tadi lewat permusuhan terhadapnya; karena alam ini diciptakan untuk manusia dan manusia merupakan makhluk yang dicipta untuk mengenal dan mencintai Ilahi; karena Pencipta alam ini abadi lewat nama-nama-Nya yang mulia dan manifestasi-Nya yang kekal, maka tentulah manusia akan dibangkitkan menuju negeri keabadian sekaligus hidup kekal di dalamya.
Begitulah, Rasul yang mulia sebagai manusia paling sempurna dan bukti nyata atas eksistensi Allah telah memperlihatkan seluruh kesempurnaan, nilai, dan kedudukan penting manusia seperti yang telah kami terangkan. Beliau menampakkan berbagai kesempurnaan tersebut pada dirinya dan agamanya secara sangat jelas dan sempurna sehingga hal itu menjadi bukti bahwa sebagaimana seluruh entitas sengaja diciptakan untuk manusia, maka maksud paling terang dari penciptaan manusia bahkan cermin paling jelas bagi keesaan-Nya adalah Muhammad.
Wahai Allah, wahai Yang Maha Pengasih, wahai Yang Maha Penyayang,wahai Yang Mahabijaksana, wahai Yang Maha Adil,dan wahai Yang Mahasuci,
lewat kebenaran Kitab suci-Mu yang penuh hikmah, lewat kemuliaan kekasih-Mu yang paling mulia, lewat kebenaran nama-nama-Mu yang baik, lewat kehormatan nama-Mu yang agung,
kami memohon kepada-Mu agar Engkau melindungi kami dari jahatnya jiwa dan setan serta dari jahatnya jin dan manusia. Amin.
سُب۟حَانَكَ لَا عِل۟مَ لَنَٓا اِلَّا مَا عَلَّم۟تَنَٓا اِنَّكَ اَن۟تَ ال۟عَلٖيمُ ال۟حَكٖيمُ
- ↑ *Harus dicantumkan bahwa moral yang buruk, keyakinan yang batil, dosa dan kesalahan, serta bid’ah merupakan kotoran-kotoran maknawi—Penulis.
- ↑ *Ada banyak hadis yang terkait dengan hal ini. Lihat: Muslim, ath-Thaharah, 1; at-Tirmidzi, ad-Da’awât, 87; ad-Dârimi, al-Wudhû, 2; Ibnu Hibbân, ash-Shahîh, 12/294; Ahmad ibn Hambal, al-Musnad, 5/342, 344; ath-Thabrâni, al-Mu’jam al-Kabîr, 3/284; dan al-Baihaqi, Syu’ab al-Îmân, 1/45.
- ↑ *Kalau dihitung berapa jumlah bahan bakan dan minyak yang dibutuhkan oleh matahari agar bersinar, maka menurut para ahli astronomi ia membutuhkan bahan bakar sebanyak satu juta kali besar bola bumi, serta membutuhkan minyak sebanyak ribuan kali lautan. Dari sini perhatikanlah keagungan Sang Pencipta Yang Mahaagung yang telah menyalakan lentera alam ini tanpa bahan bakar dan minyak. Dia terus me- nyalakannya tanpa pernah berhenti. Renungkanlah kebijaksanaan dan kekuasaan Allah yang luas dan ucapkan subhanallah, masya Allah, dan barakallah sebanyak jumlah atom matahari—Penulis.
- ↑ *Bahkan tauhid itu sendiri merupakan bukti yang jelas dan dalil paling ce- merlang yang menunjukkan kesempurnaan dan keindahan ilahi. Sebab, jika pencipta alam ini diketahui hanya satu, maka seluruh kesempurnaan dan keindahan yang tampak di alam wujud ini akan disadari sebagai bayangan manifestasi dan perlambang berbagai keindahan milik Dzat Yang telah menciptakan kesempurnaan dan keindahan tadi. Jika tidak, kesempurnaan dan berbagai macam keindahan yang ada dikembalikan kepada sebab-sebab yang sebetulnya tidak memiliki perasaan dan kepada makhluk yang lemah. Saat itulah manusia akan bingung melihat segala kesempurnaan dan keindahan yang ada. Sebab, ia telah kehilangan kunci perbendaharaan yang kekal itu—Penulis.
- ↑ *Kaidah tersebut terinspirasi dari hadis yang berbunyi: Siapa yang menunjuki (jalan) kebaikan, maka ia akan mendapatkan pahala sama seperti pahala yang didapatkan pelakunya. (HR. Muslim, at-Tirmidzi, dan Ahmad ibn Hambal).
- ↑ *Jika pembaca risalah ini belum mempunyai pengetahuan yang luas, hendak- nya tidak membaca kilau pertama ini atau membacanya di penghabisan. Sebaiknya, ia langsung ke kilau yang kedua—Penulis.
- ↑ *Hayula merupakan bahasa Yunani yang menurut para filsuf berarti materi pertama yang tidak bisa digambarkan, entah dari segi bentuk, ukuran, warna, dan seterusnya.
- ↑ *Kesimpulan tersebut merupakan landasan utama bagi seluruh risalah kecil yang terdapat dalam “Cahaya Ketiga Puluh”. Ia merupakan intisari dari berbagai tema di dalamnya berupa enam rahasia nama Tuhan Yang Mulia milik al-Ismu al-A’zham—Penulis.
- ↑ *Ya, berbagai unsur yang ada pada diri manusia menjadi petunjuk pada ber- bagai unsur alam. Tulang-belulannya menginformasikan batu-batuan alam, rambutnya mengisyaratkan tumbuhan alam, darah yang mengalir di tubuhnya serta berbagai macam cairan yang keluar lewat mata, hidung, dan mulutnya memberitakan tentang mata air bumi dan air mineralnya. Di samping itu, roh manusia juga memberitahukan tentang alam arwah, daya ingatnya memperlihatkan lauhil mahfudz, serta daya imajinasinya menginformasikan adalanya alam misal. Demikianlah, setiap perangkat ma- nusia memberitahukan sebuah alam sekaligus menjadi saksi atas keberadaannya secara pasti—Penulis.