77.975
düzenleme
("Contoh lain:“Sesungguhnya keadaan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu cukup berkata kepadanya, “Jadilah!” maka terjadilah ia.” (QS. Yâsîn [36]: 82).“Ingatlah ketika Kami berfirman kepada para malaikat: Sujudlah kamu kepada Adam..!” (QS. al-Baqarah [2]: 34). Lihatlah kekuatan dan ketinggian dari kedua perintah pada ayat di atas, kemudian bandingkan dengan ucapan manusia! Bukankah perbandingan antara keduanya sama seperti cahaya kunang-kunang..." içeriğiyle yeni sayfa oluşturdu) |
("------ <center> KALIMAT KEDUA PULUH EMPAT ⇐ | Al-Kalimât | ⇒ KALIMAT KEDUA PULUH ENAM </center> ------" içeriğiyle yeni sayfa oluşturdu) |
||
(Aynı kullanıcının aradaki diğer 146 değişikliği gösterilmiyor) | |||
1.129. satır: | 1.129. satır: | ||
Lihatlah kekuatan dan ketinggian dari kedua perintah pada ayat di atas, kemudian bandingkan dengan ucapan manusia! Bukankah perbandingan antara keduanya sama seperti cahaya kunang-kunang dan cahaya matahari yang terang?!Ya, deskripsi orang yang melakukan pekerjaannya tidak mung- kin dibandingkan dengan penjelasan Dzat yang membuat sesuatu,perkataan Dzat yang berlaku ihsan di mana masing-masing menggam- barkan aktivitas-Nya serta perbuatannya sesuai perkataannya dengan berkata, “Lihatlah, aku telah melakukan ini untuk ini dan itu untuk itu. Ini akan jadi itu dan itu akan jadi ini.” Masing-masing menjelaskan perbuatannya kepada mata dan telinga secara bersamaan. | Lihatlah kekuatan dan ketinggian dari kedua perintah pada ayat di atas, kemudian bandingkan dengan ucapan manusia! Bukankah perbandingan antara keduanya sama seperti cahaya kunang-kunang dan cahaya matahari yang terang?!Ya, deskripsi orang yang melakukan pekerjaannya tidak mung- kin dibandingkan dengan penjelasan Dzat yang membuat sesuatu,perkataan Dzat yang berlaku ihsan di mana masing-masing menggam- barkan aktivitas-Nya serta perbuatannya sesuai perkataannya dengan berkata, “Lihatlah, aku telah melakukan ini untuk ini dan itu untuk itu. Ini akan jadi itu dan itu akan jadi ini.” Masing-masing menjelaskan perbuatannya kepada mata dan telinga secara bersamaan. | ||
Contoh:“Maka apakah mereka tidak melihat akan langit yang ada di atas mereka, bagaimana Kami meninggikannya dan menghiasinya dan langit itu tidak mempunyai retak-retak sedikitpun? Kami hamparkan bumi itu dan Kami letakkan padanya gununggunung yang kokoh dan Kami tumbuhkan padanya segala macam tanaman yang indah dipandang mata untuk menjadi pelajaran dan peringatan bagi tiaptiap hamba yang kembali (mengingat Allah). Kami turunkan dari langit air yang banyak manfaatnya lalu Kami tumbuhkan dengan air itu pohon-pohon dan bijibiji tanaman yang diketam, dan pohon kurma yang tinggitinggi yang mempunyai mayang yang bersusun-susun untuk menjadi rezeki bagi hamba-hamba (Kami), dan Kami hidupkan dengan air itu tanah yang mati (kering). Seperti itulah terjadinya kebangkitan.” (QS. Qâf [50]: 6-11). | |||
Gambaran yang bersinar laksana bintang di konstelasi surah pada langit al-Qur’an ini yang laksana buah surgadi mana ia mengemu- kakan berbagai dalil terkait sejumlah perbuatan-Nya disertai balagah yang rapi sekaligus menetapkan kebangkitan yang merupakan hasiln- ya lewat ungkapan ‘seperti itulah terjadinya kebangkitan’ guna membungkam kalangan yang mengingkari kebangkitan di awal surahtidak mungkin akan dibandingkan dengan ucapan manusia yang berlebihan di mana hanya sedikit yang mereka kerjakan?! Tentu saja perbandingannya sama seperti antara gambar bunga dan bunga sebenarnya yang hidup.Penjelasan dari makna ayat-ayat di atas dari awal hingga akhir dalam bentuk yang lebih baik membutuhkan waktu yang cukup pan- jang. Karena itu, kami hanya akan memberikan sedikit penjelasan sebagai berikut:Al-Qur’an memberikan sejumlah pendahuluan guna memaksa orang kafir untuk menerima adanya kebangkitan. | |||
Sebab, di awal surah mereka mengingkarinya. Al-Qur’an berkata, | |||
“Tidakkah kalian melihat langit yang berada di atas kalian bagaimana Kami membangunnya da- lam bentuk yang megah dan rapi?! | |||
Tidakkah kalian melihat bagaimana Kami menghiasnya dengan bintang-gemintang, matahari dan bulan tanpa ada yang cacat sedikit pun?! | |||
Tidakkah kalian melihat bagaima- na Kami hamparkan bumi untuk kalian dengan penuh hikmah serta Kami kokohkan di dalamnya sejumlah gunung guna menjaganya dari perluasan laut? | |||
Tidakkah kalian melihat bahwa Kami telah mencip- takan di dalamnya pasangan-pasangan yang indah dan beragam dari setiap jenis sayuran dan tumbuhan serta Kami hiasi seluruh bumi de- ngannya?! | |||
Tidakkah kalian melihat bagaimana Aku mengirimkan air yang penuh berkah dari langit hingga menumbuhkan kebun-kebun, tanaman, dan buah yang lezat, entah itu kurma dan sejenisnya, lalu Kujadikan ia sebagai rezeki bagi hambaku?! | |||
Tidakkah kalian melihat bah- wa Aku menghidupkan bumi yang mati (tandus) dengan air tersebut. Aku juga menghadirkan ribuan bentuk kebangkitan duniawi. Maka, sebagaimana dengan qudrahKu Aku mengeluarkan berbagai tumbuhan ini dari bumi yang mati, demikian pula dengan kebangkitan kalian pada hari kiamat. Pasalnya, pada hari kiamat bumi menjadi mati dan kalian dibangkitkan dalam kondisi hidup. | |||
Jadi, mana mungkin kefasihan penjelasan yang diperlihatkan oleh ayat di atas dalam menetapkan kebangkitandi mana yang kami tunjukkan baru satu dari ribuan contoh yang adaakan dibandingkan dengan ucapan yang dilontarkan manusia untuk menetapkan sebuah pernyataan?! | |||
Dari awal risalah sampai di sini kami menggunakan pendekatan orang yang netral dalam membahas masalah kemukjizatan al-Qur’an. Masih banyak lagi permasalahan al-Qur’an yang dibiarkan tersem- bunyi. Kami melakukan perbandingan yang menurunkan derajat “matahari” tersebut kepada tingkatan lilin. Hal itu untuk menundukkan para musuh keras kepala yang tidak mau menerima kemukjizatan al- Qur’an.Sekarang penelitian ilmiah telah menunaikan tugasnya serta telah menetapkan kemukjizatan al-Qur’an dengan sangat jelas. Karena itu, atas nama hakikat, bukan atas nama penelitian ilmiah, kami akan menjelaskan kedudukan al-Qur’an; sebuah kedudukan agung yang tidak bisa diukur dan dibandingkan dengan yang lain. | |||
Ya, semua ucapan jika dibandingkan dengan ayatayat al-Qur’an, akan seperti gambar atau bayangan bintang yang sangat kecil yang tampak di cermin dibandingkan dengan bintang itu sendiri.Mana mungkin kalimat al-Qur’an yang masing-masingnya menggambarkan dan menjelaskan hakikat permanen dibandingkan dengan makna yang dilukiskan oleh manusia lewat kalimatnya dalam pikiran dan perasaannya?! | |||
Mana mungkin kalimat yang hidup sebagaimana hidupnya malaikat serta kalimat al-Qur’an yang melimpahkan cahaya petunjuk di mana ia merupakan kalam Pencipta matahari dan bulan dibandingkan dengan ucapan manusia yang menipu lewat kedalaman- nya dan memperdaya dengan hembusannya yang membangkitkan gelora jiwa. | |||
Sungguh sangat jauh perbedaan antara serangga beracun dan malaikat suci serta makhluk spiritual (ruhaniyyûn) yang bersinar. Seperti itulah perbandingan antara ucapan manusia dan kalimat al- Qur’an. Disamping oleh “Kalimat Kedua Puluh Lima”, hakikat ini telah ditetapkan oleh kedua puluh empat kalimat sebelumnya. Pernyataan kami ini bukan sekadar pernyataan. Namun merupakan hasil dari dalil dan argumen sebelumnya. | |||
Ya, mana mungkin lafal al-Qur’an yang masingmasingnya merupakan kerang mutiara petunjuk, sumber hakikat iman, landasan ajaran Islam, di mana ia turun dari arasy Tuhan dan dari luar alam mengarah kepada manusia, mana mungkin pesan azali yang mengandung pengetahuan, qudrah dan kehendak ilahi ini dibandingkan dengan ucapan manusia yang lemah dan penuh hawa nafsu?! | |||
Ya, al-Qur’an berposisi sebagai pohon Tuba yang baik yang rantingrantingnya tersebar ke seluruh penjuru alam. Ia mengeluarkan seluruh daun maknawi, perasaan, kesempurnaan, konstitusi dan hukumnya. Ia juga menampilkan para wali dan orangorang pilihannya laksana bunga segar dan indah di mana keindahan dan kesegarannya bersumber dari air kehidupan pohon tersebut. Kemudian ia membuahkan semua kesempurnaan serta hakikat alam dan ilahi sehingga setiap biji buahnya menjadi rambu amal dan pedoman kehidupan. Jadi, mana mungkin hakikat berantai ini yang al-Qur’an perlihatkan laksana pohon berbuah dan rindang dibandingkan dengan ucapan manusia?! Perbedaannya sangat jauh sejauh jarak antara bumi dan langit?! | |||
اَي۟نَ الثَّرَا مِنَ الثُّرَيَّا | اَي۟نَ الثَّرَا مِنَ الثُّرَيَّا | ||
Al-Qur’an al-Hakîm menebarkan seluruh hakikatnya di pasar alam serta memamerkannya di hadapan seluruh makhluk sejak lebih dari 1350 tahun. Setiap individu, setiap umat, dan setiap negeri telah dan senantiasa mengambil bagian dari permata dan hakikatnya. Meskipun demikian, kedekatan, jumlah yang banyak, perjalanan masa, dan berbagai perubahan yang ada tidak merusak hakikat bernilai darinya, tidak merusak gaya bahasanya yang indah, tidak menua, tidak kehilangan kesegaran, dan keindahannya tidak meredup. Kondisi tersebut merupakan bagian dari kemukjizatan al-Qur’an yang luar biasa. | |||
Sekarang, ketika ada seseorang yang bangkit menyusun sebagian hakikat yang dibawa oleh al-Qur’an sesuai dengan hawa nafsu dan tindakan kekanak-kanakannya, lalu ia hendak membandingkan antara ucapannya dengan kalam al-Qur’an guna menentang sejumlah ayat-ayatnya di mana ia berkata, “Aku telah mengucapkan sebuah ungkapan yang menyerupai al-Qur’an,” tentu ucapannya itu adalah ucapan yang pandir dan bodoh seperti contoh berikut: | |||
Seorang ahli bangunan membuat istana besar. Bebatuannya be- rasal dari aneka permata. Lalu ia meletakkan bebatuan tersebut di sejumlah titik dan menghiasnya dengan sebuah perhiasan dan ukiran yang tersusun rapi terpaut dengan seluruh ukiran istana yang indah. Setelah itu, seseorang yang tidak memahami ukiran indah, masuk kedalam istana tadi. Ia tidak mengetahui nilai dari permata dan perhiasannya. Ia pun mulai mengganti ukiran tersebut berikut letaknya. Ia meletakkannya sesuai dengan keinginannya sehingga menjadi seperti rumah biasa. Lalu ia memperindahnya dengan manikmanik yang disenangi oleh anak-anak. Kemudian ia berkata, “Lihatlah, aku memi- liki keahlian seni bangunan melebihi keahlian yang dimiliki oleh pem- bangun istana tersebut. Aku juga lebih kaya daripada ahli bangunan di atas. Lihatlah permataku yang indah!” Tentu saja ucapannya itu me- rupakan igauan belaka, bahkan merupakan igauan gila. | |||
< | <span id="ÜÇÜNCÜ_ŞULE"></span> | ||
== | ==OBOR KETIGA== | ||
(Tiga Sinar) | |||
< | <span id="BİRİNCİ_ZİYA"></span> | ||
=== | ===SINAR PERTAMA=== | ||
Telah dijelaskan dalam “Kalimat Ketiga Belas” salah satu aspek kemukjizatan al-Qur’an yang agung. Di sini ia diambil dan dimasuk- kan bersama sejumlah aspek kemukjizatan al-Qur’an lainnya. Jika engkau ingin menyaksikan dan mencicipi bagaimana setiap ayat al- Qur’an menebarkan cahaya kemukjizatan dan petunjuknya sekaligus menghapus gelapnya kekufuran dan kelalaian laksana bintang yang bersinar terang, maka bayangkan dirimu berada pada masa jahiliyah dan di padang kedunguan sebelum al-Qur’an diturunkan. Ternyata segala sesuatu telah ditutupi oleh tirai kelalaian dan gelapnya kebodohan serta ia dibungkus dengan tabir kejumudan dan sebab-sebab materi. Tiba-tiba engkau menyaksikan denyut kehidupan masuk ke dalam seluruh entitas tak bernyawa di telinga pendengar di mana ia bertasbih menyebut Allah lewat gema firman-Nya: | |||
“Semua yang terdapat di langit dan bumi bertasbih kepada Allah.Dia Maha Perkasa dan Maha Bijaksana.” (QS. al-Hadîd [57]: 1).“Seluruh yang di langit dan di bumi bertasbih kepada Allah, Sang Penguasa Yang Mahasuci, Maha Perkasa, dan Maha Bijaksana.” (QS. al-Jumu`ah [62]: 1), serta ayat-ayat lainnya yang sejenis. | |||
Kemudian permukaan langit yang gelap yang berhias bintang tak bernyawa, dalam pandangan pendengar berubah menjadi mulut yang berzikir kepada Allah lewat gema firmanNya:“Langit yang tujuh, bumi, dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah...” (QS. Al-Isrâ [17]: 44). Setiap bintang mengirimkan kilau hakikat dan menghembuskan hikmah yang sangat dalam.Begitu pula permukaan bumi yang berisi beragam makhluk yang lemah, lewat gema samawi tadi berubah menjadi kepala yang besar. Daratan dan lautan berubah menjadi lisan yang bertasbih dan menyucikan-Nya. Semua tumbuhan dan hewan berubah menjadi kalimat yang berzikir dan bertasbih sehingga seluruh bumi seolah-olah menjadi hidup. Demikianlah, dengan transformasi perasaan menuju masa tersebut, engkau bisa merasakan detail-detail kemukjizatan pada ayat al-Qur’an di atas. Adapun sikap sebaliknya membuatmu tidak dapat merasakan detail-detail yang halus tersebut di dalamnya. | |||
Ya, jika engkau melihat ayat-ayat al-Qur’an lewat kondisimu saat ini yang telah diterangi oleh cahaya al-Qur’an sejak masa itu hingga ia dikenal luas dan menerangi seluruh disiplin ilmu Islam sehingga demikian terang oleh mataharinya. Dengan kata lain, jika engkau melihat ayatayatnya lewat tirai kelumrahan, tentu engkau tidak akan melihat dengan sebenarnya tingkat keindahan mukjizatnya pada setiap ayat serta bagaimana ia menghapus kegelapan yang pekat lewat cahayanya yang terang.Selain itu, engkau tidak akan bisa merasakan aspek kemukjizatan al-Qur’an dari sekian banyak aspek yang ada. | |||
Jika engkau ingin menyaksikan tingkat kemukjizatan al-Qur’an yang paling agung, perhatikan dan renungkan contoh berikut: | |||
Bayangkan terdapat sebuah pohon menakjubkan yang sangat tinggi dan rindang. Ia ditutupi oleh tirai gaib sehingga tidak terlihat. Seperti diketahui bersama harus ada keseimbangan, kesesuaian, dan korelasi antara ranting-ranting pohon, buah, daun, dan bunganya se- bagaimana pada tubuh manusia. Setiap bagiannya mengambil bentuk tertentu sesuai dengan esensi pohon tersebut.Jika kemudian ada seseorang yang melukis bentuk masingmasing bagian pohon tersebut di sebuah kanvas lalu membuat garis-garis yang menghubungkan antar ranting, buah, dan dedaunannya, serta mengisi pangkal dan ujungnyayang sangat berjauhandengan sejumlah gambar dan garis yang mencerminkan bentuk bagiannya secara sempurna lalu memperlihatkannya, dapat dipastikan bahwa pelukis itu mengetahui dan menyaksikan pohon gaib itu lewat pandangannya yang menembus alam gaib. Setelah itu barulah ia melukisnya. | |||
Nah, sebagaimana contoh di atas, berbagai penjelasan al-Qur’an yang menakjubkan yang terkait dengan hakikat entitas (hakikat yang mengarah pada pohon penciptaan yang terbentang dari awal kehidupan dunia hingga akhir perjalanan akhirat, serta yang tersebar dari bumi hingga arasy dan dari atom hingga ke matahari) memeli- hara keseimbangan dan kesesuaiannya. Ia memberikan, kepada masing-masing bagian dan masing-masing buah, bentuk yang sesuai dengannya di mana setelah melakukan kajian dan penelaahan para ulama tercengang seraya berkata, “Mâsyâ Allah, Bârakallâh! Sungguh yang dapat menyibak misteri alam dan menyingkap rahasia pencipta- an hanya engkau semata wahai al-Qur’an al-Hakîm.” | |||
Kita umpamakantanpa ada maksud menyerupakan Allah de- ngan siapa dan apapunnama-nama Allah berikut sifat, kondisi dan perbuatanNya yang penuh hikmah sebagai pohon Tuba dari cahaya yang keagungannya membentang dari azali hingga abadi. Ukuran kea- gungannya seluas jagat raya tanpa ada batas. Aktivitasnya mulai dari ayat:“Dzat Yang Membelah biji dan benih...” (QS. al-An`âm [6]: 95),“Membatasi antara seseorang dan kalbunya...” (QS. al-Anfâl [8]:24),“Dialah yang membentuk rupa kalian di alam rahim seperti yang Dia kehendaki...” (QS. Âli `Imrân [3]: 6), hingga: | |||
“Mencipta langit dan bumi dalam enam masa...” (QS. Hûd [11]:7),“Bumi seluruhnya dalam genggaman-Nya pada hari kiamat dan langit digulung dengan tangan kanan-Nya...” (QS. az-Zumar [39]: 67),“Dia menundukkan matahari dan bulan...” (QS. ar-Ra`d [13]: 2).Kita melihat bagaimana al-Qur’an menjelaskan hakikat yang terang itu lewat semua cabang dan rantingnya dan lewat semua tu- juan dan buahnya dengan penjelasan yang sangat sejalan di mana se- buah hakikat tidak menghalangi hakikat lain serta setiap hukum ti- dak merusak hukum lainnya. Dalam kondisi yang selaras semacam itu, al-Qur’an menjelaskan berbagai hakikat nama ilahi, sifat, kondisi dan perbuatan-Nya dengan penjelasan menakjubkan yang membuat semua ahli kasyaf, ahli hakikat, serta semua ahli makrifat dan ahli hik- mah yang menjelajahi alam malakut membenarkannya seraya berka- ta dengan penuh kekaguman, “Subhânallah! Betapa ia sangat benar! Betapa ia sangat sejalan dengan hakikat yang ada serta sangat indah!” | |||
Andaikan kita mengambil keenam rukun iman yang mengarah kepada wilayah entitas yang beragam dan wilayah wujub ilahidi mana ia terhitung sebagai dahan dari kedua pohon agung itusebagai contoh, maka al-Qur’an menggambarkannya dengan seluruh cabang, ranting, buah, dan bunganya seraya memperhatikan keselarasannya yang menakjubkan antara buah dan bunganya. Ia memperkenalkan pola kesesuaian yang sangat rapi di mana membuat akal manusia takmampu memahami dimensinya dan tercengang melihat keindahannya.Kemudian Islam yang merupakan salah satu cabang iman, dihadirkan oleh al-Qur’an dalam gambaran kelima cabang rukunnya yang halus. Al-Qur’an memperhatikan estetika kesesuaian dan kesempurnaan keseimbangan antara keduanya. Bahkan ia menjaga adabnya yang paling sederhana, tujuannya yang paling akhir, hikmahnya yang paling dalam, serta buahnya yang paling kecil. Bukti paling jelas atas hal tersebut adalah kesempurnaan tatanan syariat yang agung yang bersumber dari nash, isyarat, dan rambu-rambu al-Qur’an yang kom- prehensif. Kesempurnaan tatanan syariat yang indah ini dan keindahan keseimbangannya yang halus, serta keapikan kesesuaian hukumnya, masing-masing menjadi saksi yang adil dan dalil yang kuat tanpa ada keraguan sedikit pun akan kebenaran al-Qur’an. | |||
Artinya, seluruh penjelasan al-Qur’an tidak mungkin dinisbatkan kepada ilmu pengetahuan manusia yang bersifat parsial, terutama manusia yang buta huruf. Namun ia harus dinisbatkan kepada pengetahuan yang luas dan mencakup segala sesuatu serta melihat segala sesuatu secara bersamaan.Al-Qur’an adalah kalam Dzat Allah Yang Mahaagung, Maha Melihat alam azali dan abadi secara bersamaan, serta Maha Menyaksikan semua hakikat dalam satu waktu. Kami percaya wahai Tuhan. | |||
< | <span id="İKİNCİ_ZİYA"></span> | ||
=== | ===SINAR KEDUA=== | ||
Filsafat manusia yang berusaha menghadapi dan melawan hik- mah al-Qur’an kalah dan takluk. Hal tersebut telah kami jelaskan dalam “Kalimat Kedua Belas” dalam bentuk cerita imajiner, sebagaimana telah kami tegaskan dalam berbagai kalimat lainnya. Karena itu, pembaca bisa merujuk kepadanya. Di sini kami hanya ingin membuat sebuah perbandingan sederhana dari sisi lain. Yaitu sisi pandangan keduanya (filsafat manusia dan hikmah al-Qur’an) terhadap dunia sebagai berikut: | |||
Filsafat manusia melihat dunia sebagai sesuatu yang permanen dan tetap. Ia menjelaskan esensi entitas dan sifat-sifatnya secara rinci. Sementara ketika membahas berbagai tugas entitas terhadap Penciptanya ia sebutkan secara global dan umum. Dengan kata lain, filsafat menjelaskan goresan dan huruf-huruf kitab alam, namun tidak memperhatikan makna dan maksudnya. | |||
Sementara itu, al-Qur’an melihat dunia sebagai sesuatu yang ber- sifat sementara, menipu, bergerak, mengalir dan tidak tetap. Karena itu, ia menyebutkan berbagai sifat dan esensi entitas yang bersifat materi dan lahiri secara umum dan global, sementara ketika menjelaskan berbagai tugas ubudiah entitas yang diperintah oleh Sang Pencipta, ketika menjelaskan tingkat kepatuhan entitas terhadap perintah penciptaan ilahi (sunnatullah), serta bagaimana ia menunjukkan kepada nama-namaNya, semua itu dijelaskan secara rinci. | |||
Dalam bahasan ini, kita akan melihat secara sekilas perbedaan antara pandangan filsafat dan pandangan al-Qur’an terhadap dunia dan entitas dilihat dari penjelasannya yang global dan rinci tadi guna melihat posisi kebenaran dan hakikat yang sebenarnya. | |||
Arloji yang tampak diam dan tetap sebenarnya berisi sejumlah perubahan dan pergantian, baik dalam gerakan piringannya yang permanen, getaran roda, serta sejumlah perangkatnya yang halus. Sebagaimana kondisi arloji seperti itu, dunia juga demikian. Ia laksana arloji besar yang dibuat oleh qudrah ilahi. Meskipun kelihatannya tetap dan diam, namun sebetulnya ia bergerak dengan terus mengalami perubahan dalam arus kefanaan. | |||
Sebab, ketika ‘putaran waktu’ me- nempati dunia, ‘siang dan malam’ laksana jarum detik yang memiliki kepala ganda di mana ia berubah dengan cepat, | |||
‘tahun’ seperti jarum menit, dan ‘abad’ seperti jarum penunjuk jam darinya. | |||
Begitulah perjalanan waktu melemparkan dunia ke dalam gelombang kefanaan dengan tetap memelihara masa sekarang serta menyerahkan masa lalu dan masa depan kepada ketiadaan. | |||
Lebih dari itu, dunia juga laksana jam yang berubah dan tidak permanen dilihat dari segi “tempat”. Pasalnya, ‘angkasa’ sebagai sebuah tempat sangat cepat berubah secara terus-menerus. Bahkan dalam sehari kadang awan datang berkalikali dengan membawa hujan lalu cerah lagi. Artinya, dengan perubahannya yang cepat angkasa berposisi seperti jarum detik dari arloji besar tersebut. | |||
Bumi yang merupakan pusat negeri dunia, ‘permukaannya’ seperti sebuah tempat yang selalu berubah dilihat dari sisi kematian dan kehidupan serta dilihat dari sisi tumbuhan dan hewan yang terdapat di atasnya. Karena itu, ia laksana jarum menit yang menjelaskan bah- wa dunia dari sisi tersebut bersifat sementara. | |||
Sebagaimana dilihat dari permukaannya bumi selalu berubah, maka berbagai pergolakan, getaran, dan perubahan yang terdapat di dalam perutnya di mana ia berujung pada munculnya pegunungan dan terbentuknya cekungan menjadikannya seperti jarum jam yang bergerak dengan pelan, namun ia menjelaskan bahwa dari sisi ini dunia akan berakhir. | |||
Adapun ‘langit’ yang merupakan atap dunia, berbagai peruba- han yang terjadi padanya sebagai sebuah tempat, baik lewat gerakan planet, kemunculan komet, terjadinya gerhana bulan dan matahari, jatuhnya bintang dan meteor serta berbagai perubahan sejenis men- jelaskan bahwa langit tidak tetap. Akan tetapi, ia berjalan menuju masa tua dan kehancuran.Berbagai perubahannya laksana jarum jam penghitung pekan yang menunjukkan perjalanannya menuju kehancuran meski gerakannya sangat lambat. | |||
Demikianlah, duniadilihat dari posisinya sebagai duniadibangun di atas ketujuh pilar tersebut. Ketujuh pilar itu sendiri setiap waktu menggoncang dunia. Hanya saja ketika dunia yang selalu mengalami perubahan dan pergantian mengarah kepada Penciptanya Yang Mahaa- gung, maka perubahan dan gerakannya menjadi gerakan pena qudrah ilahi saat menuliskan risalah shamadâniyah di atas lembaran wujud. Berbagai perubahan kondisi menjadi cermin yang terus terbaharui di mana ia memantulkan cahaya manifestasi Asmaul Husna dan menerangkan sejumlah kondisinya yang penuh hikmah serta menggambarkannya lewat berbagai gambaran beragam yang sesuai dengannya. | |||
Begitulah, duniadilihat dari kondisinya sebagai duniamengarah kepada keadaan fana. Ia terus bergerak menuju kematian dan kehancuran serta senantiasa mengalami perubahan. Ia berjalan dan pergi seperti air yang mengalir. Hanya saja sikap lalai membuat air tadi | |||
terlihat diam dan tetap. Serta dengan paham naturalisme, kebeningannya menjadi keruh dan tercemari sehingga dunia menjadi hijab tebal yang menutupi alam akhirat. | |||
Maka filsafat yang sakit, lewat sejumlah studi dan eksplorasinya, lewat paham naturalisme, serta lewat rayuan peradaban bodoh yang menggiurkan telah membuat dunia menebal dan bertambah keras, membuat manusia semakin lalai, serta menjadikan dunia semakin keruh sehingga menjadikan manusia lupa kepada Sang Pencipta dan kepada akhirat. | |||
Sementara itu, al-Qur’an menghentak dan mengguncang dunia dengan sangat kerasdilihat dari kondisinya sebagai duniasehingga al-Qur’an menjadikannya seperti kapas yang beterbangan. | |||
<div | <div class="mw-translate-fuzzy"> | ||
Hal itu seperti bunyi firmanNya dalam surah al-Qâri`ah, al-Wâqi`ah, ath-Thûr dan sejenisnya.Kemudian ia mempersembahkan kepada dunia sebuah kebeningan dan kesucian yang bisa melenyapkan berbagai noda dan kotoran. Hal itu lewat berbagai penjelasannya yang indah dalam sejumlah ayatnya sebagai berikut: | |||
“Apakah mereka tidak memperhatikan kerajaan langit dan bumi...”(QS. al-A’râf [7]: 185),“Apakah mereka tidak melihat langit yang ada di atas mereka, bagaimana Kami meninggikannya...” (QS. Qâf [50[: 6),“Apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu...” (QS. al-Anbiyâ [21]: 30), serta ayat-ayat penuh hikmah lainnya.Kemudian al-Qur’an melebur dunia, yang tak bernyawa ini, lewat pandangan lalai, dengan ungkapan-ungkapannya yang berkilau dalam ayat-ayatnya sebagai berikut: | |||
</div> | </div> | ||
“Allah (sumber) cahaya langit dan bumi...” (QS. an-Nûr [24]: 35), | |||
“Kehidupan dunia hanyalah permainan dan senda gurau...” (QS. al-An`âm [6]: 32), serta ayat-ayat sejenis lainnya. | |||
Lalu al-Qur’an melenyapkan prasangka keabadian di dunia lewat berbagai ungkapannya yang menyiratkan kehancuran dan kematian dunia dalam ayat-ayat berikut: | |||
“Apabila langit terbelah.” (QS. al-Infithâr [82]: 1), | |||
“Apabila matahari digulung.” (QS. at-Takwîr [81]: 1), | |||
“Apabila langit terbelah.” (QS. al-Insyiqâq [84]: 1), | |||
“Ditiuplah sangkakala. Maka, matilah siapa yang di langit dan di bumi kecuali yang dikehendaki Allah...” (QS. az-Zumar [39]: 68), serta ayat-ayat sejenis lainnya.Al-Qur’an juga menghapus sikap lalai yang melahirkan paham naturalisme sekaligus mencerai-beraikannya lewat seruannya yang menggema laksana petir dalam ayat berikut: | |||
“Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar daripadanya serta apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepadaNya. Dia bersama kalian di mana saja kalian berada. Allah Maha melihat apa yang kalian kerjakan.” (QS. al-Hadîd [57]: 4), | |||
“Katakanlah: Segala puji bagi Allah. Dia akan memperlihatkan kepada kalian tanda-tanda kebesaran-Nya. Maka kalian akan mengetahuinya. Tuhan tiada lalai dari apa yang kalian kerjakan.” (QS. an-Naml [27]: 93), serta sejumlah ayat sejenis lainnya. | |||
Begitulah, al-Qur’an dengan seluruh ayatnya yang mengarah ke alam (ayat-ayat kauniyah) tegak di atas landasan tersebut. | |||
Ia menying- kap hakikat dunia apa adanya serta menjelaskannya kepada seluruh mata. Dengan penjelasannya, ia mengalihkan perhatian manusia kepada tingkat kehinaan wajah dunia yang buruk lewat ayat-ayat di atas agar manusia menghadap ke wajah dunia yang indah. Yaitu wajah yang mengarah kepada Sang Pencipta. Al-Qur’an mengarahkan pan- dangan manusia kepada wajah ini seraya mendiktekan hikmah dan filsafat yang benar lewat sejumlah makna kitab jagat raya yang ia ajarkan disertai pengalihan perhatian pada huruf dan tulisannya tanpa perlu menghabiskan upaya dalam sejumlah tulisan fana yang tidak berguna sebagaimana yang dilakukan oleh filsafat yang mabuk dan menyenangi keburukan di mana ia membuat manusia lupa kepada makna dan tujuan sebenarnya. | |||
< | <span id="ÜÇÜNCÜ_ZİYA"></span> | ||
=== | ===SINAR KETIGA=== | ||
Pada ‘sinar kedua’, kami telah menunjukkan kekalahan filsafat manusia dalam menghadapi hikmah al-Qur’an. Di dalamnya, kami juga telah menunjukkan kemukjizatan hikmah al-Qur’an. Nah pada ‘sinar ketiga’ ini, kami akan menerangkan tingkatan hikmah para murid al-Qur’an. Yaitu para ulama pilihan, wali yang saleh, serta para ahli hikmah isyrâqiyyun yang bersinar(*<ref>*Isyrâqiyyah adalah aliran yang memandang bahwa makrifat terwujud lewat ke- munculan cahaya, sinar, dan limpahan kilau rasionalitas dengan penerangannya terhadap jiwa dalam kondisi suci.</ref>)di hadapan hikmah al-Qur’an seraya menunjukkan kemukjizatannya secara ringkas.Bukti paling jujur yang menunjukkan ketinggian al-Qur’an yang penuh hikmah, argumen paling jelas yang menunjukkan kebenaran dan keadilannya, serta tanda dan dalil paling kuat yang menunjukkan | |||
</ | |||
kemukjizatannya adalah bahwa al-Qur’an al-Karim telah menjaga keseimbangan dalam menjelaskan tentang tauhid dengan seluruh bagi- annya berikut semua tingkatan dan perangkat bagian tersebut. | |||
Sedikit pun tidak menunjukkan adanya ketimpangan. Kemudian ia juga menjaga keseimbangan yang terdapat di antara seluruh hakikat ilahiyah yang mulia. Ia menyatukan seluruh hukum yang menjadi konsekuensi dari Asmaul Husna serta memelihara kesesuaian dan keselarasan antara hukum-hukum tersebut. Selanjutnya, secara sangat seimbang, ia menyatukan berbagai atribut rubûbiyah dan ulûhiyah. | |||
“Pemeliharaan, penyeimbangan, dan penyatuan” ini merupakan karakteristik yang tidak bisa ditemukan dalam karya manusia dan dalam hasil pemikiran seluruh pemikir besar sekalipun. Ia juga tidak terdapat dalam karya para wali saleh yang menembus alam malakut, dalam kitab kalangan isyrâqiyyûn yang menggeluti masalah batin, dan dalam makrifat kalangan spiritual yang berjalan menuju alam gaib. Namun setiap bagian dari mereka hanya bergantung pada satu atau dua ranting pohon hakikat yang besar. Mereka sibuk dengan buah dan daun yang berada pada ranting tersebut tanpa menoleh kepada ranting yang lain; entah karena ketidaktahuannya atau karena memang tidak mau menoleh kepadanya. | |||
Seolaholah terdapat semacam pembagian tugas di antara mereka.Ya, hakikat mutlak tidak bisa dijangkau secara keseluruhan oleh pandangan yang terbatas dan terikat. Sebab, ia menuntut pandangan komprehensif seperti al-Qur’an untuk mencakupnya. Segala sesuatu selain al-Qur’an meski telah menerima pelajaran darinyalewat akalnya yang parsial dan terbatas hanya bisa melihat satu atau dua sisi dari hakikat yang komprehensif. Akhirnya ia tenggelam dalam sisi tersebut dan sibuk dengannya. Hal ini tentu saja merusak keseim- bangan antar hakikat dan melenyapkan keselarasannya; entah karena sikap yang berlebihan atau sebaliknya. | |||
Hakikat ini telah kami jelaskan lewat sebuah perumpamaan indah pada ‘ranting kedua’ dari “Kalimat Kedua Puluh Empat”. Di sini kami akan memberikan contoh lain yang menjelaskan masalah tersebut sebagai berikut:Misalnya ada sebuah harta kekayaan yang terdiri dari permata berharga dalam jumlah tak terhingga di dasar lautan yang luas. Para penyelam ahli menyelam di kedalaman laut itu untuk mencari permata berharga tadi. Akan tetapi karena mata mereka tertutup, maka mereka tak bisa mengenali berbagai jenis permata itu kecuali dengan tangan. Sebagian tangan menyentuh berlian yang relatif panjang sehingga ia berkesimpulan bahwa harta kekayaan itu berupa potongan berlian. Ketika mendengar sejumlah sifat lain dari permata itu dari para sahabatnya, ia mengira bahwa permata yang mereka sebutkan hanya pelengkap dari potongan berlian yang ia temukan. Ia hanyalah ukiran darinya. Misalkan yang lain menemukan mutiara berbentuk bulat, lalu yang lain menemukan permata segi empat, dan seterusnya. Maka masing-masing mereka yang melihat permata dan batu mulia itu dengan tangan merekabukan dengan matamenganggap bahwa permata berharga yang ia temukan adalah yang utama. Sementara yang didengar dari para temannya hanyalah tambahan dan kepingan darinya; bukan yang utama. | |||
Begitulah, keseimbangan dan keselarasan antar hakikatnya menjadi timpang. Sejumlah corak hakikatnya berubah. Sebab, orang yang ingin melihat warna hakikat yang sebenarnya harus melakukan sejumlah penafsiran dan upaya yang dipaksakan sehingga sebagiannya akhirnya jatuh pada sikap pengingkaran dan pengabaian. Siapa yang menelaah kitab kalangan isyraqiyyûn dan kitab kalangan tasawuf yang bersandar pada penyaksian dan kasyaf mereka tanpa menimbangnya dengan neraca sunnah yang suci, pasti akan membenarkan pernyataan kami di atas. Jadi, meskipun mereka mengambil petunjuk dari al- Qur’an dan menulis sejenis hakikat al-Qur’an, namun terdapat cacat dan kekurangan pada karya mereka karena memang bukan merupakan al-Qur’an. | |||
Al-Qur’an yang merupakan lautan hakikat, ayat-ayatnya yang mulia juga merupakan penyelam di lautan tersebut yang menyingkap kekayaan yang ada. Hanya saja, matanya terbuka dan melihat keseluruhan kekayaan yang ada. Ia bisa melihat segala sesuatu yang ada di dalamnya. Karena itu, al-Qur’an al-Karim lewat ayat-ayatnya menggambarkan kekayaan tersebut dengan gambaran yang seimbang, sesuai dan selaras dengannya sehingga bisa memperlihatkan keinda- hannya yang hakiki dan istimewa.Misalnya, al-Qur’an al-Karim melihat keagungan rubûbiyah serta menggambarkannya lewat penjelasan ayat berikut: | |||
“Bumi seluruhnya berada dalam genggaman-Nya pada hari kia- mat dan langit digulung dengan tangan kanan-Nya...” (QS. az-Zumar [39]: 67),“(Yaitu) pada hari Kami gulung langit sebagaimana menggulung lembaran-lembaran kertas...” (QS. al-Anbiyâ [21]: 104). | |||
Pada saat yang sama, al-Qur’an melihat dan menunjukkan kom- prehensivitas rahmat-Nya lewat keterangan ayat-ayat berikut: | |||
“Sesungguhnya bagi Allah tidak ada satupun yang tersembunyi di bumi dan tidak (pula) di langit. Dialah yang membentuk kamu dalam rahim sebagaimana dikehendaki-Nya...” (QS. Âli `Imrân [3] : 5-6), | |||
“Tidak ada suatu binatang melatapun melainkan Dia-lah yang memegang ubun-ubunnya...” (QS. Hûd [11]: 56), | |||
“Berapa banyak binatang yang tidak membawa (mengurus) reze- kinya sendiri. Allah-lah yang memberi rezeki kepadanya dan kepada- mu...” (QS. al-Ankabût [29]: 60). | |||
Kemudian sebagaimana ia melihat dan menunjukkan luasnya penciptaan ilahi lewat deskripsi ayat berikut: | |||
“Dia menciptakan langit dan bumi serta menghadirkan gelap dan cahaya...” (QS. al-An`âm [6]: 1). | |||
Ia juga melihat dan menunjukkan komprehensivitas perbuatan Allah di alam dan rubûbiyahNya yang meliputi segala sesuatu lewat ayat berikut: | |||
“Dia menciptakan kalian berikut apa yang kalian lakukan.” (QS. ash-Shâffât [37]: 96). | |||
Lalu sebagaimana melihat hakikat agung seperti yang ditunjukkan oleh ayat berikut: | |||
“Dia menghidupkan bumi setelah sebelumnya mati...” (QS. ar- Rûm [30]: 50). | |||
Ia juga melihat dan menunjukkan hakikat kemurahan yang luas yang digambarkan oleh ayatnya: | |||
“Tuhanmu memberikan ilham kepada lebah...” (QS. an-Nahl [16]:68). | |||
Pada saat yang sama, ia melihat dan menunjukkan hakikat | |||
kekuasaan-Nya yang mengendalikan lewat firman-Nya: | |||
“Matahari, bulan, dan bintang tunduk lewat perintah-Nya...” (QS. al-A’râf [7]: 54). | |||
Sebagaimana ia melihat hakikat kasih yang menata seperti yang disebutkan ayat berikut: | |||
“Apakah mereka tidak memperhatikan burung-burung yang mengembangkan dan mengatupkan sayapnya di atas mereka? Tidak ada yang menahannya (di udara) selain yang Maha Pemurah. Sesung- guhnya Dia Maha melihat segala sesuatu.” (QS. al-Mulk [67]: 19). | |||
Ia juga melihat hakikat agung yang disebutkan ayat berikut: | |||
“Kursi Allah meliputi langit dan bumi. Allah tidak merasa berat memelihara keduanya...” (QS. al-Baqarah [2]: 255). | |||
Lalu ia melihat hakikat pengawasan ilahi dalam ungkapan ayat: | |||
“Dia bersama kalian di mana saja kalian berada...” (QS. al-Hadîd [57]: 4) sebagai hakikat yang komprehensif seperti yang disebutkan oleh ayat: | |||
“Dialah yang Awal dan yang Akhir, yang Zhahir dan yang Bathin.Dia Maha mengetahui segala sesuatu.” (QS. al-Hadîd [57]: 3). | |||
Ia melihat kedekatanNya seperti yang disebutkan oleh ayat: | |||
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya. Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya” (QS. Qâf [50]: 16) bersama ayat lain yang menunjukkan sebuah hakikat mulia: | |||
“Malaikat-malaikat dan Jibril naik (menghadap) kepada Tuhan dalam sehari yang kadarnya lima puluh ribu tahun” (QS. al-Ma`ârij [70]: 4) sebagai sebuah hakikat universal seperti yang ditunjukkan oleh ayat: | |||
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan…” (QS. an-Nahl [16]: 90), berikut sejumlah ayat lain yang berisi rambu-rambu duniawi dan ukhrawi, serta rambu ilmiah dan amaliah. | |||
Al-Qur’an melihat dan menerangkan semua rambu yang mewu- judkan kebahagiaan dunia-akhirat disertai penjelasan keselarasan rinci tentang setiap rukun iman yang enam dan setiap rukun Islam yang lima dengan serius seraya memelihara keseimbangan antar semua- nya. Maka dari sumber keindahan yang berasal dari kesesuaian, keselarasan dan keseimbangan seluruh hakikat tersebut lahirlah salah satu kemukjizatan maknawi al-Qur’an yang luar biasa.Dari rahasia ini jelas bahwa meskipun ulama kalam belajar dari al-Qur’an dan telah menulis ribuan kitab tentang rukun-rukun kei- manandi mana sebagiannya berupa puluhan jilid—namun karena lebih mengedepankan akal daripada naql atau nash sebagaimana kaum Muktazilah, mereka tidak mampu memberikan penjelasan dan membuktikan seperti yang dijelaskan oleh sepuluh ayat al-Qur’an secara sangat tegas. Hal itu karena mereka menggali mata air di kaki gunung yang jauh untuk kemudian airnya dibawa ke ujung dunia lewat sejumlah pipa atau rangkaian sebab. Kemudian mereka memutus rang- kaian tadi di sana. Lalu mereka menetapkan wujud Wajibul wujud dan makrifat ilahi di mana ia laksana air yang memancarkan kehidupan. | |||
Adapun ayat-ayat al-Qur’an, masing-masingnya laksana tongkat Musa yang dapat memancarkan air di mana saja dipukulkan. Dari segala sesuatu ia dapat membuka jendela yang menunjukkan Sang Pen- cipta Yang Mahaagung. Hakikat ini telah ditetapkan dengan sangat jelas dalam seluruh ‘kalimat’ dan dalam risalah berbahasa Arab, Qatrah (tetesan) yang tepercik dari lautan al-Qur’an. | |||
Dari rahasia ini pula kita memahami bahwa seluruh pemimpin kelompok sesat yang tenggelam dalam persoalan batin dan bersandar pada penyaksian mereka tanpa mengikuti sunnah nabi, lalu kembali dari perjalanan dengan memimpin sebuah jamaah dan membentuk kelompok sesat, mereka semua telah tergelincir ke dalam berbagai bid’ah dan kesesatan serta menggiring umat manusia kepada jalan sesat seperti ini karena mereka tidak mampu menjaga keselarasan dan keseimbangan antar berbagai hakikat. Ketidakberdayaan mereka me- negaskan kemukjizatan ayat-ayat al-Qur’an. | |||
< | <span id="HÂTİME"></span> | ||
=== | ===PENUTUP=== | ||
Dua kilau kemukjizatan al-Qur’an telah dibahas dalam ‘percikan keempat belas’ dari “Kalimat Kesembilan Belas”. Keduanya berupa hikmah pengulangan yang terdapat dalam al-Qur’an serta hikmah pengungkapan wilayah ilmu alam secara global. Di situ sangat jelas bahwa masing-masing merupakan salah satu sumber kemukjizatan; tidak seperti sangkaan sebagian orang bahwa keduanya merupakan sebab adanya cacat dan kekurangan. Selain itu, dijelaskan pula dengan sangat terang kilau kemukjizatan al-Qur’an yang menerangi mukjizat para nabi. Hal itu seperti yang terdapat dalam ‘kedudukan kedua’ dari “Kalimat Kedua Puluh”. Demikian pula hal serupa disebutkan dalam semua pembahasan ‘al-Kalimât’ dan dalam risalahku yang berbahasa Arab. Karena itu, kami anggap sudah cukup. | |||
Hanya saja kami ingin mengatakan bahwa salah satu mukjizat al-Qur’an lainnya adalah bahwa sebagaimana mukjizat para nabi memperlihatkan salah satu goresan kemukjizatan al-Qur’an, demiki- an pula al-Qur’an dengan seluruh mukjizatnya merupakan mukjizat milik Rasul x.Keseluruhan mukjizat beliau juga merupakan mukjizat al-Qur’an. Sebab, ia menunjukkan penisbatan al-Qur’an kepada Allah. Dengan kata lain, ia merupakan kalam Allah. Ketika penisbatan tersebut terlihat, maka setiap kalimat al-Qur’an merupakan mukjizat karena satu kata dengan maknanya bisa mengandung pohon hakikat. Ia laksana benih (yang mengandung substansi pohonnya). Ia juga bisa memiliki hubungan dengan seluruh bagian hakikat agung yang laksana pusat kalbu. Selain itu dengan huruf, bentuk, cara, dan konteksnya ia bisa melihat berbagai persoalan yang tak terhingga. Hal itu karena ia merujuk kepada pengetahuan yang komprehensif dan kehendak yang tak terhingga.Atas dasar itu, para ulama yang membidangi ilmu huruf menyatakan bahwa dari satu huruf al-Qur’an, mereka bisa mengungkap banyak rahasia yang dapat memuat satu halaman penuh. Mereka menetapkan pernyataan mereka kepada para ahli yang membidangi ilmu tersebut. | |||
Sekarang ingatlah kandungan yang terdapat pada risalah ini mulai dari awal sampai di sini. Lewat teropong keseluruhan sejumlah obor, kilau, cahaya, dan sinar yang terdapat di dalamnya, perhatikan kesimpulan dari pernyataan yang disebutkan pada awal risalah. Eng- kau akan menemukannya (risalah tersebut) membacakan sekaligus mengumumkannya dengan suara yang paling nyaring. Pernyataan tersebut adalah:“Katakanlah: Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul un- tuk membuat yang serupa al-Qur’an ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengannya, sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang lain.” (QS. al-Isrâ [17]: 88). | |||
Ya Allah, limpahkan salawat dan salam paling baik, paling indah, paling mulia, paling tampak, paling suci, paling bagus, paling luhur, pa- ling utama, paling agung, paling terhormat, paling tinggi, paling bersih, paling diberkahi, paling halus, paling sempurna, paling banyak, paling istimewa, dan paling langgeng; sebagai salawat dan salam, rahmat dan rida, serta maaf dan ampunan yang membentang dan bertambah le- wat limpahan karunia kedermawanan dan kemurahan-Mu, yang tum- buh dan berkembang lewat kemuliaan dan kelembutan kedermawanan dan anugerah-Mu, yang azali dengan keazalian-Mu yang tak pernah lenyap, abadi dengan keabadian-Mu yang tak pernah berubah; kepada hamba, kekasih, dan rasul-Mu, Muhammad, sebaik-baik makhluk-Mu, cahaya yang bersinar terang, argumen yang tampak kuat, lautan yang penuh, cahaya yang berlimpah, keindahan yang cemerlang, keagungan yang tak terkalahkan, kesempurnaan yang mulia; Salawat yang Engkau sampaikan lewat keagungan Dzat-Mu atasnya, atas keluarga dan atas seluruh sahabatnya; Salawat yang dengannya Engkau menghapus dosa kami, melapangkan dada kami, menyucikan kalbu kami, menyenang- kan jiwa kami, membersihkan rahasia hati kami, menjernihkan pikiran kami, serta mencuci semua noda yang terdapat dalam jiwa kami, menyembuhkan penyakit kami, dan membuka kunci kalbu kami. | |||
< | <span id="BİRİNCİ_ZEYL"></span> | ||
== | ==LAMPIRAN PERTAMA== | ||
Tingkatan Ketujuh Belas dari ‘Sinar Ketujuh’(Risalah al-Âyat al-Kubrâ) | |||
Pengembara yang tidak mengenal lelah dan tidak merasa puas, serta yang menyadari bahwa tujuan hidupnya di dunia, bahkan inti dari kehidupannya adalah iman, berkata kepada kalbunya, “Kalam (ucapan) yang sedang kita bincangkan adalah kalam yang paling terkenal, paling jujur, dan paling bijak di alam wujud ini. Pada setiap masa ia menantang orang yang membangkang. Itulah al-Qur’an yang memiliki penjelasan mengagumkan. Karena itu, marilah kita menelaah kitab yang mulia ini dan memahami kandungannya. Namun sebelum ma- suk ke dunia yang indah ini, mari sejenak kita berhenti untuk memba- has sesuatu yang membuat kita meyakini bahwa ia benar-benar kitab Sang Pencipta kita.” Begitulah, ia pun segera melakukan kajian dan penelitian. | |||
Karena sang pengembara ini termasuk generasi masa kini, maka pertama-tama ia menelaah “Risalah Nur” yang merupakan kilau kemukjizatan maknawi al-Qur’an. Ia melihat bahwa risalah yang mencapai seratus tiga puluh ini pada dasarnya merupakan penafsiran ber- harga tentang ayatayat al-Qur’an. Pasalnya, ia menyingkap persoalan pentingnya yang mendalam dan cahayanya yang cemerlang.Meskipun Risalah Nur menyebarkan berbagai hakikat al-Qur’an dengan perjuangan yang terus-menerus hingga ke seluruh pelosok di era yang keras kepala dan ingkar ini, tak seorangpun yang dapat menentang atau mengkritiknya. Hal ini membuktikan bahwa al-Qur’an al-Karim yang merupakan sumber, rujukan, dan mentarinya bersifat samawi dan berasal dari kalam Allah Tuhan semesta alam, bukan ucapan manusia. | |||
Bahkan “Kalimat Kedua Puluh Lima” serta penutup “Surat Kesembilan Belas” merupakan salah satu dari ratusan argumen yang dihadirkan Risalah Nur untuk menjelaskan kemukjizatan al- Qur’an. Ia menetapkannya dengan empat puluh aspek yang membuat setiap orang yang menyimaknya menjadi tercengang, kagum, dan takjub. Alih-alih mengkritik dan menentangnya, mereka justru memujinya. Demikianlah, sang pengembara mengalihkan kepada Risalah Nur penetapan aspek kemukjizatan al-Qur’an al-Karim dan pembuktian bahwa ia merupakan kalam Allah. Hanya saja, ia mencermati sejumlah hal yang diterangkan secara ringkas sebagai berikut: | |||
'''Keagungan al-Qur’an al-Karim''' | |||
''' | Poin Pertama: Sebagaimana al-Qur’an al-Karim dengan seluruh mukjizat dan hakikatnya yang menunjukkan kebenarannya merupakan mukjizat Muhammad x, maka Muhammad x dengan seluruh mukjizat, bukti kenabian, serta kesempurnaan ilmiahnya juga merupakan mukjizat al-Qur’an dan argumen kuat yang menunjukkan bahwa al-Qur’an adalah kalam Allah. | ||
< | Poin Kedua: Al-Qur’an al-Karim telah mengubah kehidupan so- sial dalam bentuk yang menerangi seluruh cakrawala sekaligus me- menuhinya dengan kebahagiaan dan berbagai hakikat, serta meng- hadirkan perubahan besar, baik dalam jiwa dan kalbu manusia, dalam ruh dan akal mereka, ataupun dalam kehidupan individu, sosial dan politik mereka. Ia juga menata dan memelihara perubahan tersebut di mana ayat-ayatnya yang mencapai 6666 ayat(*<ref>*Seribu ayat tentang perintah seperti firman-Nya Z ‘Dirikanlah salat!’, seribu ayat tentang larangan seperti firman-Nya ‘Jangan dekati zina!’, seribu ayat tentang janji seperti firman-Nya ‘Siapa yang taat kepa- da Allah dan Rasul-Nya berarti ia memperoleh kesuksesan besar’, seribu ayat tentang an- caman seperti firman-Nya ‘Siapa yang membunuh mukmin dengan sengaja balasannya adalah neraka jahannam’, seribu ayat tentang berita seperti firman-Nya ‘Ingatlah ketika Ibrahim berdoa, ‘Wahai Tuhan jadikan negeri ini aman’, seribu ayat tentang kisah, seperti kisah Yusuf beri- kut para saudaranya. Enam ratus ayat tentang hukum halal dan haram. Serta enam puluh enam ayat tentang nâsikh dan mansûkh. (Dikutip dari Tafsir Abda` al-Bayân li Jamî’i Ây al-Qur’ân karya Syekh Muhammad Badruddin al-Tillowi hal 3, Cet. Dâr an-Nil 1992. Di- riwayatkan pula oleh Ibnu Huzaimah dalam kitabnya, an-Nâsikh wa al-Mansûkh).</ref>)dibaca sejak 14 abad pada setiap saat lewat lisan lebih dari 100 juta orang dengan penuh penghormatan. Ia membina manusia, menyucikan jiwa mereka, mem- bersihkan kalbu mereka, meninggikan ruh, menerangi akal, serta menjadikan hidup bahagia. Tentu saja, tidak ada yang serupa dan se- padan dengan kitab ini. Ia luar biasa dan merupakan mukjizat. | ||
</ | |||
Poin Ketiga: Sejak zaman tersebut hingga saat ini al-Qur’an al- Karim telah memperlihatkan balagah sehingga menjatuhkan kedudukan al-mu`allaqât al-sab`ah yang terkenal di mana ia merupakan kumpulan syair para penyair ternama yang ditulis dengan emas dan digantung di dinding Ka’bah. Bahkan anak perempuan Lubaid menurunkan kumpulan syair ayahnya dari dinding Ka’bah seraya berkata, “Karena ayat-ayat al-Qur’an telah datang, maka syair sepertimu tidak layak berada di sini”. | |||
Begitu pula ketika seorang Arab badui mendengar ayat yang berbunyi:“Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu)...” (QS. al-Hijr [15]: 94).Begitu mendengar ayat tersebut, Arab badui itu tersungkur ber- sujud. Saat ditanya, “Apakah engkau masuk Islam?” Ia menjawab, “Tidak, aku bersujud karena balagah yang dikandung ayat tersebut”. | |||
Demikian pula, ribuan tokoh balagah dan sastrawan semacam Abdul Qâhir al-Jurjâni, as-Sakkâki, dan az-Zamakhsyari sepakat mengakui bahwa balagah al-Qur’an berada di atas kemampuan manusia dan tidak mungkin dijangkau. | |||
Begitu pula, sejak diturunkannya, al-Qur’an al-Karim terus menantang para ahli balagah dan sastrawan yang sombong. Al-Qur’an menantang mereka untuk menghadirkan surah semisalnya atau rela dibinasakan di dunia dan akhirat.Ketika al-Qur’an mengumumkan tantangannya ini, para ahli balagah yang keras kepala masa itu meninggalkan jalan singkat ini, yaitu menyambut tantangan tersebut dan menghadirkan surah semisalnya. Mereka malah meniti jalan panjang, jalan perang yang dapat membahayakan jiwa dan harta mereka. Pilihan mereka ini menjadi bukti bah- wa menempuh jalan yang singkat tadi adalah suatu hal yang mustahil. | |||
Terdapat jutaan kitab bahasa Arab yang ditulis oleh para pem- bela al-Qur’an dengan semangat meniru gaya bahasanya atau yang di- tulis oleh para musuhnya guna menantang dan mengkritiknya. Semua yang telah dan sedang ditulis seiring dengan perkembangan dan ke- majuan gaya bahasa yang berasal dari kontinyuitas pemikiransejak saat itu hingga kinitidak mungkin menandingi atau mendekati gaya bahasa al-Qur’an. Bahkan andaikan seorang awam menyimak bacaan al-Qur’an, tentu ia akan berkata, “Al-Qur’an ini tidak sama dengan | |||
kitab manapun juga. Demikian pula dengan kedudukannya”. Hal itu bisa jadi karena balagahnya di bawah yang lain, atau di atas yang lain. Namun tak seorangpun, baik orang kafir maupun orang bodoh yang mengatakan bahwa al-Qur’an berada di bawah yang lain. Dengan de- mikian, tingkatan balagah al-Qur’an berada di atas semuanya. | |||
Bahkan, salah seorang dari mereka membaca:“Semua yang terdapat di langit dan di bumi bertasbih kepada Al- lah…” (QS. al-Hadîd [57]: 1), kemudian sesudah itu ia berkata, “Aku tidak melihat sisi kemukjizatan seperti yang kalian lihat pada balagah ayat di atas”. | |||
Maka dikatakan kepadanya, “Bawalah khayalanmu ke masa itu— seperti sang pengembara di ataslalu simaklah ayat tersebut di sana!”Ketika sedang menghayalkan dirinya berada di masa itu, masa sebelum turunnya al-Qur’an, ia melihat bahwa entitas alam terlempar di angkasa yang kosong, luas dan tanpa batas, di dunia yang fana da- lam kondisi putus asa, bimbang, dan tersesat di jalan yang gelap gu- lita. Semuanya mati, tak bernyawa dan tak memiliki perasaan; serta menganggur, tak memiliki tugas dan pekerjaan. Akan tetapi, ketika ia mendengar dan merenungkan ayat di atas, ia melihat bahwa ayat tersebut menyingkap tabir yang menutupi wajah entitas alam semesta se- hingga wajah tersebut tampak bersinar terang. | |||
Kalam azali dan firman abadi ini memberikan sebuah pelajaran kepada semua makhluk yang berperasaan di sepanjang masa seraya menampakkan kepada mereka bahwa alam ini bagaikan masjid besar. Sementara semua makhluterutama langit dan bumilarut dalam zikir, tahlil, dan tasbih yang penuh vitalitas. Semua menunaikan tugas dengan penuh semangat dan gembira.Begitulah, sang pengembara menyaksikan reaksi ayat al-Qur’an di alam. Ia bisa merasakan sejauh mana ketinggian balagahnya. Ia juga menganalogikannya dengan ayat-ayat yang lain. Dari situ, ia memaha- mi rahasia dominasi balagah al-Qur’an atas separuh bumi atau seper- lima umat manusia. Ia juga mengetahui salah satu dari ribuan hikmah keabadian kekuasaan al-Qur’an dengan penuh takjub dan penghor- matan sepanjang empat belas abad tanpa pernah terputus. | |||
Poin Keempat: Al-Qur’an al-Karim telah memperlihatkan ke- segaran asli dan hakiki di mana banyaknya pengulanganyang bisa melahirkan rasa bosan bahkan terhadap sesuatu yang paling nikmat sekalipunternyata tidak membuat bosan bagi orang yang kalbunya masih sehat dan perasaannya masih bagus. Bahkan semakin diulang semakin bertambah nikmat dan segar. Ini diakui oleh semua orang sejak dahulu. | |||
Demikian pula kesegaran, kecemerlangan, dan keremajaan al- Qur’an tetap terpelihara seakanakan ia baru turun sekarang meskipun telah berlalu empat belas abad dari masa turunnya dan meskipun mudah dijangkau oleh semua kalangan. Setiap masa telah menerimanya dalam kondisi muda dan segar seakanakan al-Qur’an berbicara padanya. Setiap kelompok ilmiahmeskipun mereka memegang al-Qur’an dan menelaahnya setiap saat untuk mengambil manfaat dan mengikuti gaya penjelasannyanamun al-Qur’an memelihara keunikan gaya bahasa dan penjelasannya. | |||
Poin Kelima: Al-Qur’an al-Karim membentangkan salah satu sayapnya ke masa lalu dan yang lain ke masa depan. Hakikat yang disepakati oleh para nabi terdahulu adalah akar al-Qur’an dan salah satu sayapnya. Ia membenarkan dan mendukung mereka. Dan mereka pun dengan posisi yang ada mendukung dan membenarkan al-Qur’an lewat lisan tawâfuq (kesesuaian). Begitu pula para wali saleh dan ula- ma yang mulia merupakan buah yang berasal dari pohon al-Qur’an. Kesempurnaan mereka menunjukkan bahwa pohon penuh berkah itu hidup dan memberikan sesuatu. Ia senantiasa memberikan limpahan karunia, bersifat hakiki dan asli. Seluruh penganut tarekat kewalian yang benar dan penuntut ilmu-ilmu keislaman yang haq yang ter- gabung di bawah perlindungan sayapnya yang kedua dan hidup dalam naungannya bersaksi bahwa al-Qur’an merupakan sebuah kebenaran, tempat kumpulan hakikat serta tidak ada yang sama dengannya dilihat dari sisi universalitas dan integralitas. Al-Qur’an merupakan mukjizat yang cemerlang. | |||
Poin Keenam: Enam sisi al-Qur’an bersinar terang di mana hal itu menunjukkan kebenaran dan keadilannya. | |||
Ya, di bawahnya terdapat sejumlah pilar bukti dan argumen. Di atasnya stempel kemukjizatan berkilau. Di depannya (tujuannya)berupa hadiah kebahagiaan dunia dan akhirat. Di belakangnya (titik sandarannya) berupa sejumlah hakikat wahyu ilahi. Sisi kanannya terdapat pembenaran dalil rasional yang tak terhingga. Sisi kirinya terdapat ketenangan, ketertarikan, dan ketundukan bagi kalbu yang sehat dan hati nurani yang suci. Pada saat keenam sisi tersebut menetapkan bahwa al-Qur’an al- Karim merupakan benteng samawi yang kokoh dan luar biasa di bumi di mana ia tidak bisa ditembus, juga terdapat enam kedudukan yang menegaskan bahwa ia merupakan sebuah kejujuran dan kebenaran. Ia sama sekali bukan ucapan manusia. Ia tidak dihampiri oleh kebatilan dari sisi manapun. Yang pertama dari kedudukan tersebut adalah dukungan Sang Penata alam yang menjadikan proses penampakan keindahan, perlindungan terhadap kebenaran dan kejujuran, serta pembinasaan para penipu sebagai hukum kekuasaan-Nya. Allah mendukung dan membenarkan al-Qur’an lewat kedudukan penghormatan yang Dia berikan padanya serta lewat tingkatan taufik dan keberuntungan yang Dia anugerahkan di mana ia lebih diterima, lebih tinggi, dan lebih berkuasa di alam.Yang kedua, keyakinan yang kuat dan penghormatan yang layak dari pribadi mulia Rasulullah x terhadap al-Qur’an mengungguli yang lainnya di mana beliau merupakan sumber Islam dan penafsir al- Qur’an; kondisi beliau saat menerima wahyu berada antara sadar dan tidur di mana ia turun di luar kehendaknya; ketidakmampuan beliau untuk menyamai gaya bahasa al-Qur’an padahal beliau merupakan orang yang paling fasih; penjelasan beliau yang bersifat gaiblewat al-Qur’an—tentang berbagai peristiwa alam yang telah dan yang akan terjadi padahal beliau buta huruf di mana beliau menginformasikannya tanpa ragu-ragu dan dengan sangat tenang; tidak ditemukannya unsur penipuan dan kesalahan atau kondisi serupa sekecil apapun padahal beliau berada di tengah-tengah orang yang sangat memperhatikan tingkah laku beliau. Nah, keimanan sosok penafsir al-Qur’an dan penyampai agung serta pembenarannya atas segala ketentuan al- Qur’an menegaskan bahwa al-Qur’an bersifat samawi. Semua isinya benar dan adil serta merupakan kalam Tuhan Maha Penyayang yang penuh berkah. | |||
Yang ketiga, keterpautan seperlima umat manusia bahkan bagian terbesar dari mereka dengan al-Qur’an al-Karim yang berlandaskan ketertarikan dan keberagamaan; perhatian mereka kepadanya dengan sungguh-sungguh dan penuh semangat; kedatangan jin, malaikat, dan makhluk spiritual lainnya kepada al-Qur’an, serta kondisi mereka yang berhimpun di seputar al-Qur’an saat dibacakan—laksana kupu-ku- pu yang merindukan cahayalewat kesaksian sejumlah petunjuk dan kasyaf yang benar; semuanya menjadi bukti yang membenarkan bahwa al-Qur’an merupakan sesuatu yang diridai dan dikagumi oleh alam. Dan bahwa ia memiliki kedudukan yang paling mulia dan paling tinggi di alam ini. | |||
Yang keempat, ketika masing-masing kelompok manusiamulai dari orang yang sangat bodoh dan awam hingga orang cerdas dan alimmengambil bagiannya dari pelajaran yang diberikan al-Qur’an, ketika mereka memahami berbagai hakikat yang paling dalam darinya, serta ketika seluruh ulama dari ratusan disiplin ilmu keislaman terutama para mujtahid serta ahli ushuluddin dan ilmu kalam mengambil kesimpulan hukum dan memberikan berbagai jawaban atas berbagai masalah yang terkait dengan ilmu mereka dari al-Qur’an al- Karim, semua itu membenarkan bahwa al-Qur’an merupakan sumber kebenaran dan gudang hakikat. | |||
Yang kelima, tidak adanya penentangan para sastrawan Arab yang merupakan kalangan terkemuka di bidangnya, terutama mereka yang belum masuk Islam meskipun mereka sangat ingin melakukan penentangan; ketidakberdayaan mereka di hadapan satu aspek saja darinyayaitu aspek balagahdari tujuh aspek kemukjizatan al-Qur’an yang utama; ketidakmampuan mereka mendatangkan satu surah saja dari sekian banyak surah al-Qur’an; serta tidak adanya penentangan terhadap aspek kemukjizatan al-Qur’an dari para ahli retorika dan tokoh jenius sampai saat ini meski mereka sangat menginginkannya demi publisitas ketenaran, dan sikap diam mereka atasnya; semua itu merupakan bukti kuat bahwa al-Qur’an al-Karim merupakan mukjizat yang berada di atas kemampuan manusia. | |||
Ya. Nilai, ketinggian, dan balagah sebuah ucapan menjadi jelas lewat keterangan, “Siapa yang mengucapkannya? Kepada siapa diucapkan? Dan mengapa ia diucapkan?” Atas dasar itu, tidak bisa dan tidak akan pernah ada yang bisa menghadirkan sejenis al-Qur’an al- Karim. Hal itu karena, al-Qur’an al-Karim merupakan pesan Tuhan dan Pencipta seluruh alam. Ia juga merupakan pembicaraan yang tidak mungkin ditiru lewat sisi manapun. Di dalamnya tidak ada tanda yang menunjukkan keberadaan sesuatu yang dibuat-buat. | |||
Kemudian yang menjadi mitra bicaranya adalah sosok yang diutus atas nama seluruh umat manusia. Bahkan atas nama seluruh makhluk. Beliau adalah mitra bicara yang paling mulia dan paling istimewa. Beliau sosok di mana Islam yang agung memancar lewat kekuatan imannya hingga membawanya menuju sejarak dua ujung busur atau lebih dekat lagi. Beliau kemudian turun dengan membawa pesan ilahi yang abadi.Selanjutnya, al-Qur’an al-Mu’jizul Bayân telah menerangkan jalan kebahagiaan dunia dan akhirat. Ia menjelaskan berbagai tujuan penciptaan alam berikut sejumlah maksud ilahi di dalamnya. Ia menerangkan keimanan istimewa yang dibawa oleh sosok penerima al- Qur’an di mana ia meliputi seluruh hakikat Islam seraya memaparkan setiap sisi alam yang besar dan membolak-baliknya seperti membolak-balik peta atau jam yang berada di hadapannya. Ia mengajarkan kepada manusia tentang Sang Pencipta lewat berbagai tahapan dan perubahan alam. Karena itu, tidak mungkin ada yang bisa mendatang- kan semisal al-Qur’an. Tingkat kemukjizatannya tidak mungkin bisa ditandingi. | |||
Yang keenam, ribuan ulama istimewa yang menulis penafsiran tentang al-Qur’an dalam sejumlah jilid buku di mana sebagiannya mencapai 30 atau 40 jilid, bahkan ada yang sampai 70 jilid, penjelasan mereka bahwa di dalam al-Qur’an terdapat keistimewaan, persoalan balagah, rahasia halus, makna mulia, informasi gaib dengan beragam bentuknya yang tak terhingga, lalu upaya mereka memperlihatkan semua keistimewaan tersebut, semua itu menjadi bukti yang kuat bahwa al-Qur’an adalah mukjizat ilahi yang luar biasa. | |||
Terutama pembuktian setiap risalah dari Risalah Nur yang jum- lahnya mencapai seratus tiga puluh risalah terhadap keistimewaan al- Qur’an berikut sejumlah bagiannya yang menakjubkan lewat berbagai argumen yang mematikan. Khususnya risalah “Mukjizat Al-Qur’an” dan kedudukan kedua dari “Kalimat Kedua Puluh” yang mengungkap sejumlah kehebatan peradaban dalam al-Qur’an seperti kereta api dan pesawat. Juga ‘Sinar Pertama’ yang berjudul al-Isyârât al-Qur’âni- yah yang menjelaskan adanya sejumlah petunjuk ayat tentang Risalah Nur dan listrik. Selain itu, delapan risalah kecil berjudul ar-Rumûz atsTsamâniyah yang menerangkan sejauh mana tingkat keteraturan huruf-huruf al-Qur’an yang demikian cermat di mana ia memiliki sejumlah rahasia dan makna berlimpah. Kemudian risalah kecil yang menerangkan penutup surah al-Fath dan menetapkan kemukjizatannya lewat lima aspek dilihat dari informasi gaib yang disampaikan, serta berbagai risalah lainnya yang sejenis.Pengungkapan setiap bagian dari Risalah Nur tentang satu dari sekian hakikat al-Qur’an, serta tentang salah satu cahayanya, semua itu menjadi bukti yang menguatkan bahwa al-Qur’an tidak ada bandingannya, mukjizat yang luar biasa, lisan gaib di alam indrawi, dan kalam Tuhan Yang Mengetahui hal gaib. | |||
Demikianlah, karena berbagai keistimewaan dan karakteristik al- Qur’an al-karim seperti yang telah dijelaskan dalam enam poin, enam sisi, dan enam kedudukan membuat kekuasaan nuraninya yang mulia dan kepemimpinan sucinya yang agung dengan penuh kewibawaan yang sempurna tetap bersinar menerangi seluruh sisi waktu dan menyinari seluruh bumi selama seribu tiga ratus tahun.Selain itu, karena sejumlah karakteristik tersebut al-Qur’an al- Karim mendapatkan keistimewaan di mana setiap hurufnya minimal mendatangkan sepuluh pahala dan sepuluh buah yang kekal. Bahkan setiap huruf dari huruf-huruf yang terdapat pada sebagian ayat dan surah membuahkan seratus, seribu, bahkan lebih banyak lagi dari buah akhirat. Cahaya setiap huruf berikut pahala dan nilainya meningkat di waktu-waktu yang penuh berkah menjadi sepuluh hingga ratusan. Dan masih banyak lagi keistimewaan suci sejenis lainnya yang telah dipahami oleh sang pengembara alam di atas. | |||
Ia berbisik kepada kalbunya, | |||
“Benar, al-Qur’an al-Karim yang merupakan mukjizat pada setiap sisinya lewat kesepakatan seluruh surahnya, keselarasan seluruh ayatnya, keharmonisan seluruh rahasia dan cahayanya, kesesuaian buah dan jejaknya, telah bersaksi dengan kesaksian yang diperkuat oleh berbagai dalil yang menunjukkan wujud Wâjibul wujûd, keesaan-Nya, sifat-sifat-Nya, dan nama-nama-Nya, sehingga kesaksian tanpa batas milik seluruh orang beriman menyerap dari kesaksian tersebut. | |||
Begitulah, dalam tingkat ‘ketujuh belas’ dari kedudukan pertama telah disebutkan sebuah isyarat singkat tentang pelajaran tauhid dan iman yang diterima oleh sang pengembara di atas dari al-Qur’an, yaitu sebagai berikut: | |||
Tiada Tuhan selain Allah yang wujud-Nya bersifat mutlak, Maha esa dan Tunggal; yang kemutlakan wujud-Nya dalam keesaan-Nya ditunjukkan oleh al-Qur’an al-Mu’jizul Bayân; yang diterima dan disenangi oleh malaikat, manusia dan jin; yang setiap ayatnya dibaca pada setiap menit dengan penuh penghormatan lewat lisan ratusan juta manusia; yang kekuasaan sucinya atas seluruh penjuru bumi dan alam serta atas seluruh generasi dan masa bersifat permanen; yang kepemim- pinan maknawiyahnya atas separuh bumi dan seperlima umat manusia selama empat belas abad tetap eksis. Selain itu, ia juga menjadi saksi dan bukti lewat kesepakatan seluruh surahnya yang suci, keselarasan ayat-ayatnya yang bercahaya, keharmonisan rahasia dan cahayanya, serta kesesuaian hakikat dan buahnya dengan penyaksian secara nyata. | |||
'''LAMPIRAN KEDUA Rahasia di Balik Pengulangan Ayat dalam Al-Qur’an''' | |||
''' | |||
< | <span id="EMİRDAĞI_ÇİÇEĞİ"></span> | ||
== | ==Bunga Emirdag== | ||
</ | (*<ref>*Persoalan Kesepuluh dari “Sinar Kesebelas” (Risalah Buah Keimanan).</ref>) | ||
(Jawaban yang Memuaskan atas sejumlah kritikan seputar Pengulangan dalam al-Qur’an) | |||
Saudaraku yang mulia dan setia! | |||
Saat menulis persoalan ini, aku dalam kondisi yang sulit dan buruk. Oleh karena itu, ia tampak agak samar dan kurang jelas karena masih seperti saat terlintas dalam pikiran. Hanya saja, aku merasa ung- kapan-ungkapan yang samar tersebut mengandung kemukjizatan yang luar biasa. Sayangnya, aku tidak mampu menjelaskan kemukjizatannya secara sempurna. Meskipun ungkapan-ungkapan Risalah ini tidak begitu bersinar, namun dilihat dari keterkaitannya dengan al-Qur’an al- Karim, ia merupakan “ibadah fikriyah” dan “kerang” yang berisi mutiara berharga. Maka dari itu, kuharap kalian mengabaikan kulitnya dan memperhatikan mutiara cemerlang yang ada di dalamnya. | |||
Aku terpaksa menuliskannya secara sangat ringkas dikarenakan gizi buruk dan derita sakit yang kualami. Sampai-sampai aku mema- sukkan begitu banyak hakikat dan argumen dalam satu kalimat. Berkat karunia Allah, ia bisa diselesaikan dalam dua hari di bulan Ramadhan yang penuh berkah. Mohon maaf atas segala kekurangan yang ada.(*<ref>*Persoalan ini adalah “bunga” yang lembut dan cemerlang milik bulan mulia ini dan kota Emirdag. Ia dimasukkan sebagai bagian dari “buah” penjara Denizli dengan me- nempatkan sebagai persoalan kesepuluh. Dengan izin Allah, ia bisa melenyapkan racun ilusi dan keraguan yang disemburkan oleh kaum sesat atas fenomena pengulangan dalam al-Qur’an. Yaitu penjelasan tentang salah satu dari sekian banyak hikmahnya—Penulis.</ref>) | |||
Saudara-saudaraku yang mulia dan setia! | |||
Saat membaca al-Qur’an al-Mu’jizul-Bayân di bulan Ramadan yang penuh berkah ini, aku merenungkan makna tiga puluh tiga ayat yang petunjuknya tentang kehadiran Risalah Nur terdapat pada “Sinar Pertama”. Kulihat setiap ayatnya—bahkan ayat-ayat yang terdapat di halaman tersebut dan temanya—seolah-olah mengarah kepada Risalah Nur berikut murid-muridnya dilihat dari sisi makna yang mengacu pada mereka. Terutama, ayat tentang cahaya dalam surah an-Nur ayat | |||
35. Dengan sepuluh jari, ia menunjuk Risalah Nur. Selain itu, ayat-ayat sesudahnya—ayat tentang kegelapan—mengarah kepada para musuh dan penentang Risalah Nur. Bahkan memberikan ruang yang lebih besar untuk mereka. Pasalnya, seperti diketahui bahwa kedudukan, dimensi, dan tujuan dari ayat-ayat tersebut tidak hanya terbatas pada ruang dan waktu tertentu, tetapi mencakup seluruh ruang dan waktu. Dengan kata lain, ia keluar dari parsialitas ruang dan waktu menuju sisi universalitas dari keduanya. Oleh karena itu, aku merasa bahwa Risalah Nur dan murid-muridnya di masa sekarang ini merupakan salah satu bagian parsial dari hal yang bersifat universal tersebut. | |||
Pesan al-Qur’an al-Karim mendapatkan sifat universal, keluasan mutlak, ketinggian yang mulia, dan komprehensivitas yang me- nyeluruh karena ia langsung bersumber dari kedudukan rububiyah umum yang sangat luas dan menyeluruh milik Sang Penutur azali, Allah. Ia mendapatkan seluruh sifat tersebut dari kedudukan yang luas dan agung milik sosok yang menerima kitab tersebut, Nabi mulia x, yang mewakili umat manusia dan mitra bicara atas nama seluruh manusia, bahkan atas nama seluruh alam. Al-Qur’an mendapatkan sifat tersebut dari posisinya sebagai kalam yang mengarah kepada kedudukan lapang dan luas dari seluruh tingkatan manusia dan semua masa. Ia juga mendapatkannya dari kedudukan tinggi dan komprehensif yang bersumber dari penjelasannya yang sempurna tentang hu- kum Allah yang terkait dengan dunia dan akhirat, bumi dan langit, serta azali dan abadi, yaitu hukum yang terkait dengan rububiyah-Nya dan mencakup urusan seluruh makhluk. | |||
Kalam mulia yang mendapatkan sifat luas, tinggi, serta komprehensif itu memperlihatkan kemukjizatan yang mencengangkan dan komprehensivitas yang integral di mana sejumlah tingkatan alamiah dan lahiriahnya yang menyentuh pemahaman kalangan awam—se- bagai mayoritas penerima—pada waktu yang sama memberikan ru- ang yang luas bagi kalangan yang memiliki tingkat pemikiran paling tinggi. Jadi, ia tidak hanya memberikan petunjuk kepada para peneri- manya semata dan juga tidak mengkhususkan pelajaran dari cerita historis untuk mereka saja. Namun ia juga berbicara kepada semua | |||
tingkatan pada setiap masa, sebagai bagian dari hukum yang bersifat universal, dengan sebuah pesan yang segar dan baru, seakan-akan belum lama diturunkan. | |||
Terutama banyaknya pengulangan kata ‘kaum yang zalim’ berikut kecamannya yang keras untuk mereka dan peringatan yang menakutkan berupa datangnya sejumlah musibah dari langit dan bumi akibat dosa dan kezaliman mereka. Dengan pengulangan terse- but, al-Qur’an mengarahkan perhatian kepada berbagai bentuk kezali- man yang tiada bandingnya di masa sekarang dengan memaparkan aneka macam siksa dan musibah yang menimpa kaum ‘Âd, Tsamûd, dan Fira’un. Pada waktu yang sama, ia menghadirkan pelipur lara dan ketenangan di hati orang beriman yang terzalimi dengan menyebutkan selamatnya para rasul yang mulia seperti Ibrahim dan Musa . | |||
Kemudian al-Qur’an yang agung memberikan kepada setiap tingkatan dari setiap masa sebuah bimbingan yang jelas dan sangat menakjubkan seraya menjelaskan bahwa berbagai “masa yang telah berlalu” di mana dalam pandangan kaum lalai dan sesat ia laksana lem- bah ketiadaan yang menakutkan serta kuburan yang sangat menyedih- kan. Al-Qur’an menghamparkannya laksana lembaran hidup yang menghembuskan banyak pelajaran, alam menakjubkan yang menyi- ratkan adanya kehidupan mulai dari ujung ke ujung, serta kerajaan rabbani yang secara maknawi terpaut dengan sejumlah ikatan. De- ngan kemukjizatannya yang mengagumkan, al-Qur’an menjelaskann- ya secara gamblang seolah-olah terpampang di hadapan kita di sebuah layar. Terkadang ia menghadirkan berbagai era tersebut dengan jelas di hadapan kita. Terkadang pula ia yang membawa kita kepada era itu.Dengan kemukjizatan yang sama, ia menjelaskan “alam” yang oleh kaum lalai dianggap sebagai angkasa sepi tak bertepi dan ben- da mati yang bergulir di pusaran perpisahan dan derita. Al-Qur’an menjelaskannya sebagai kitab fasih yang ditulis oleh Sang Maha Esa yang kekal, kota rapi yang dibangun oleh Sang Maha pengasih dan penyayang, dan galeri indah yang diselenggarakan oleh Tuhan Yang Maha Pemurah untuk memperlihatkan berbagai ciptaan-Nya. Dengan penjelasan tersebut, ia menghadirkan kehidupan pada seluruh benda mati tadi, menjadikan sebagiannya berusaha memberi kepada yang lain, serta setiap bagian menolong yang lain. Seolah-olah ia berbi-cara kepadanya dengan penuh cinta. Segala sesuatu ditundukkan dan semuanya diberi tugas tertentu. Begitulah al-Qur’an menyampaikan pelajaran hikmah hakiki dan ilmu yang bersinar kepada seluruh jin, manusia, dan malaikat. Maka, sudah pasti al-Qur’an yang agung ini layak memiliki karakteristik yang agung dan mulia serta keistimewaan yang luhur dan suci.Misalnya, pada setiap huruf al-Qur’an terdapat sepuluh ke- baikan, bahkan kadang kala seribu kebaikan, bahkan pada kesempatan yang lain ribuan kebaikan; ketidakmampuan jin dan manusia untuk mendatangkan semisalnya meski mereka bersatu untuknya; pesannya kepada seluruh manusia, bahkan kepada seluruh alam dengan sebuah pesan yang fasih dan penuh hikmah; keinginan jutaan manusia pada setiap masa untuk menghafalnya dengan penuh antusias; ketiadaan rasa bosan dalam membacanya meski sering diulang; tertanamnya se- cara sempurna di benak anak kecil yang masih lugu meski berisi ba- nyak kalimat dan posisi yang membingungkan; kenikmatan dan ke- nyamanan yang dirasakan oleh orang sakit dan sedang sakarat—yang tidak nyaman dengan ucapan paling sederhana sekalipun—dengan mendengarkannya; serta berbagai keistimewaan mulia dan suci lain- nya yang dimiliki al-Qur’an. Dengan demikian, ia memberikan kepa- da para pembaca dan muridnya berbagai jenis kebahagiaan dunia dan akhirat. | |||
Selain itu, al-Qur’an memperlihatkan kemukjizatannya yang indah dalam “memberikan petunjuk yang istimewa” di mana ia sangat memperhatikan ke-ummi-an sang penerimanya yang mulia, Nabi x, dengan tetap menjaga kefasihan alamiahnya. Ia sama sekali tidak dibuat-buat dan jauh dari sikap kepura-puraan apapun bentuknya. Gaya bahasanya dapat diterima oleh kalangan awam sebagai mayori- tas penerimanya seraya memperhatikan kesederhanaan cara berpikir mereka dengan cara menyesuaikan bahasanya dengan pemahaman mereka. Ia menghamparkan kepada mereka sejumlah lembaran yang tampak jelas laksana langit dan bumi. Ia mengarahkan perhatian kepa- da mukjizat qudrah ilahi dan goresan hikmah-Nya yang tersimpan di dalam sejumlah peristiwa dan urusan yang biasa mereka alami.Kemudian al-Qur’an juga memperlihatkan satu bentuk kemuk- jizatannya yang indah dalam “pengulangannya yang retoris” dari sebuah kalimat atau sebuah kisah. Hal itu terjadi saat membimbing ob- jek yang berbeda kepada sejumah makna dan pelajaran yang terdapat pada ayat atau kisah tersebut. | |||
Ketika itu, dibutuhkan pengulangan di mana ia merupakan kitab doa dan dakwah di samping sebagai kitab zikir dan tauhid. Setiap darinya membutuhkan pengulangan. Jadi, se- tiap ayat atau kisah yang diulang dalam al-Qur’an mencakup makna atau pelajaran baru.Al-Qur’an juga memperlihatkan kemukjizatannya saat mem- bahas berbagai “peristiwa parsial” atau khusus yang terjadi dalam kehidupan sahabat pada saat ia turun serta di saat ia mengukuhkan bangunan Islam dan kaidah syariat. Oleh karena itu, al-Qur’an mem- berikan perhatian yang sangat serius terhadap sejumlah peristiwa de- ngan menerangkan bahwa urusan yang paling kecil dari sebuah peristi- wa khusus tidak lain berada di bawah tatapan rahmat-Nya serta dalam wilayah pengaturan dan kehendak-Nya. Di samping itu, al-Qur’an memperlihatkan sejumlah sunnah ilahi (sunnatullah) yang berlaku di alam serta sejumlah hukum yang bersifat universal dan komprehensif. Lebih dari itu, berbagai peristiwa tersebut—yang laksana benih di awal pembangunan Islam dan syariat—nantinya akan menghasilkan buah yang matang berupa sejumlah hukum dan pelajaran. | |||
Ada sebuah kaidah baku yang berbunyi: “Kebutuhan yang terus berulang menuntut adanya pengulangan”. Oleh karena itu, al-Qur’an al- Karim menjawab sejumlah pertanyaan yang banyak berulang selama dua puluh tahun. Lewat jawabannya yang berulang-ulang, al-Qur’an membimbing berbagai kalangan yang berbeda. Ia mengulang-ulang sejumlah kalimat yang memiliki ribuan hasil. Ia juga mengulang se- jumlah petunjuk yang merupakan hasil dari berbagai dalil yang tak terhingga. Hal itu untuk menanamkan di dalam jiwa dan mengukuh- kan di dalam hati berbagai perubahan besar yang akan terjadi di alam berikut kehancuran yang akan dialaminya, serta bangunan akhirat— yang kekal dan menakjubkan sebagai ganti dari alam fana ini—yang akan menggantikannya.Selanjutnya, al-Qur’an mengulang kalimat dan ayat-ayat terse- but ketika menegaskan bahwa seluruh hal yang bersifat parsial dan universal mulai dari atom hingga bintang-gemintang berada di dalam genggaman dan kekuasaan Dzat Yang Mahaesa. Selain itu, al-Qur’an mengulang-ulang saat menjelaskan tentang murka Tuhan terhadap manusia yang berbuat zalim lantaran mengabaikan tujuan dari penciptaan. Perbuatan zalim itulah yang membuat alam, bumi, langit, dan seluruh unsur murka kepada pelakunya. | |||
Oleh karena itu, pengulangan sejumlah kalimat dan ayat pada saat menjelaskan berbagai persoalan besar sama sekali tidak bisa di- anggap sebagai sebuah cacat dalam hal balagah. Tetapi ia justru me- rupakan bentuk mukjizat yang sangat menakjubkan, bentuk balagah yang sangat tinggi, dan kefasihan yang sangat sesuai dengan kondisi. | |||
Sebagai contoh: Kalimat بِس۟مِ اللّٰهِ الرَّح۟مٰنِ الرَّحٖيمِ yang merupakan salah satu ayat al-Qur’an. Ia berulang sebanyak seratus empat belas kali dalam al-Qur’an karena ia merupakan persoalan besar yang mene- rangi alam serta menghubungkan bumi dan arasy dengan ikatan yang sangat kuat seperti yang disebutkan dalam “Cahaya Keempat Belas”. Setiap orang pasti sangat membutuhkan hakikat ini setiap saat. An- daikan hakikat agung ini diulang jutaan kali, kebutuhan terhadapnya akan tetap ada. Sebab, ia bukan merupakan kebutuhan harian seperti nasi, tetapi ia seperti udara dan cahaya yang sangat dibutuhkan dan selalu dirindukan setiap saat. | |||
Ayat lainnya yang berbunyi:“Dan Sesungguhnya Tuhanmu benar-benar Yang Maha Perkasa dan Maha Penyayang”. | |||
Ayat tersebut berulang sebanyak delapan kali dalam surah asy-Syu`arâ. Pengulangan ayat yang berisi ribuan hakikat tersebut dalam sebuah surah yang menyebutkan keselamatan para nabi dan siksa yang menimpa kaum mereka adalah untuk menjelaskan bahwa kezaliman yang dilakukan oleh kaum mereka mencederai tujuan penciptaan serta menentang keagungan rububiyah Allah yang bersifat mutlak. Maka, keperkasaan ilahi menghendaki adanya siksa bagi kaum yang zalim itu. Sebaliknya, rahmat ilahi menuntut keselamatan bagi para na- bi-Nya. Andaikan ayat itu diulang ribuan kali, kebutuhan terhadapnya tidak akan pernah pudar. Jadi, pengulangan di sini merupakan balagah tinggi yang mengandung kemukjizatan dan simplifikasi. | |||
Begitu pula ayat yang berbunyi:“Maka, nikmat Tuhan manakah yang kalian dustakan?!”Ayat di atas disebutkan berulang-ulang dalam surah ar-Rahmân.Lalu ayat berikut: | |||
“Celakalah pada hari itu kaum yang mendustakan”. | |||
Ia diulang-ulang dalam surah al-Mursalât. Kedua ayat di atas menegaskan pada semua masa serta menjelaskan ke seluruh penjuru langit dan bumi bahwa sikap kufur jin dan manusia terhadap nikmat ilahi serta kezaliman mereka membangkitkan murka alam, menjadi- kan langit dan bumi marah, menodai hikmah dan tujuan penciptaan alam, melanggar hak seluruh makhluk, serta meremehkan dan meng- ingkari keagungan kekuasaan ilahi. Oleh karena itu, kedua ayat di atas terkait dengan ribuan hakikat serupa. Keduanya sangat penting, setara dengan ribuan persoalan. Andaikan ia diulang ribuan kali dalam pe- san umum yang mengarah kepada jin dan manusia, tentu kebutuhan terhadapnya tetap ada. Jadi, pengulangan di sini merupakan bentuk simplifikasi yang agung serta bentuk mukjizat balagah yang indah. | |||
Contoh lain, kami berikan di seputar hikmah pengulangan da- lam munajat Nabi x yang disebutkan dalam hadis. Munajat nabi yang disebut al-Jausyan al-Kabîr merupakan munajat indah yang sesuai dengan hakikat al-Qur’an dan intisari darinya. Di dalamnya kita me- nemukan kalimat:Mahasuci Engkau wahai yang tiada Tuhan selain Engkau.Kami memohon keselamatan... keselamatan. | |||
Jauhkan kami dari neraka… Lindungi kami dari neraka… Selamatkan kami dari neraka.Kalimat tersebut berulang sebanyak seratus kali. Andaikan di- ulang sebanyak ribuan kali, ia tidak akan melahirkan rasa bosan. Se- bab, ia berisi hakikat paling agung di alam ini yang berupa tauhid; berisi tugas makhluk yang paling mulia terhadap rububiyah Tuhan, yaitu bertasbih, bertahmid, dan menyucikan-Nya; berisi persoalan yang amat menentukan bagi umat manusia; yaitu selamat dari neraka dan terbebas dari derita abadi; serta berisi tujuan ubudiyah dan ketidak- berdayaan manusia, yaitu doa. | |||
Begitulah, kita melihat pengulangan dalam al-Qur’an tertuju pada pilar-pilar semacam itu. Bahkan al-Qur’an mengungkap hakikat tauhid, baik secara implisit maupun eksplisit, lebih dari dua puluh kali dalam satu halaman mushaf. Hal itu sesuai dengan tuntutan konteks, kebutuhan untuk memberikan pemahaman, dan retorika penjelasan. Maka, dengan pengulangan tersebut, al-Qur’an membangkitkan ke- rinduan untuk membaca secara berulang-ulang serta membuat ba- lagahnya lebih kuat tanpa melahirkan rasa jenuh dan bosan. | |||
Sejumlah bagian dari Risalah Nur telah menjelaskan hikmah pengulangan dalam al-Qur’an. Ia menerangkan berbagai argumen- nya, menegaskan tingkat kesesuaian pengulangan yang ada dengan balagah, serta menetapkan tingkat keindahannya yang menakjubkan. | |||
Adapun hikmah perbedaan antara surah Makkiyah dan Madani- yah dilihat dari sisi balagah, dari sisi kemukjizatan, dan dari sisi pen- jelasan secara rinci dan globalnya, maka ia adalah sebagai berikut: | |||
Barisan pertama dari para penerima dan penentang al-Qur’an di Mekkah adalah kalangan musyrik Quraisy. Mereka buta huruf, tidak memiliki sebuah kitab. Maka, balagah menuntut sebuah gaya bahasa yang tinggi, kuat, global, dan meyakinkan, serta berisi pengulangan agar tertanam kuat dalam pemahaman. Oleh karena itu, sebagian be- sar surah Makkiyah membahas tentang rukun iman berikut sejumlah tingkatan tauhid dengan gaya bahasa yang sangat kuat dan tinggi serta sangat ringkas. Ia banyak mengulang masalah keimanan kepada Allah, awal penciptaan, tempat kembali, dan akhirat. Bahkan ia mengung- kapkan rukun iman tersebut dalam setiap halaman, ayat, kalimat, atau kata. Atau bahkan dalam sebuah huruf.Selain itu, al-Qur’an mengungkapkannya dengan cara menukar posisi kata atau kalimat (taqdîm dan ta’khîr), dalam bentuk ma’rifah (definit) dan nakirah (indefinit), serta dengan cara melesapkan dan menyebutkan (huruf, kata, atau kalimat). Ia menetapkan rukun iman dalam sejumlah kondisi dan bentuk balagah semacam itu yang mem- buat para ahli balagah terbelalak menyaksikan gaya bahasanya yang menakjubkan. | |||
Risalah Nur, terutama “Kalimat Kedua Puluh Lima” (al-Mu’jizât al-Qur’âniyyah) berikut sejumlah lampirannya telah menjelaskan kemukjizatan al-Qur’an dalam empat puluh aspek. Begitu pula pen- jelasan dalam buku Isyârât al-I’jâz fî Mazhân al-Îjâz yang berbahasa Arab di mana ia memberikan penjelasan indah tentang kemukjiza- tan al-Qur’an dilihat dari sisi sistematika antar ayatnya. Kedua risalah tersebut benar-benar menetapkan ketinggian gaya bahasanya yang is- timewa dan simplifikasinya yang menakjubkan. | |||
Adapun ayat-ayat dan surah Madaniyah, barisan pertama dari para penerima dan penentangnya adalah kalangan Yahudi dan Nas- rani yang merupakan ahli kitab yang beriman kepada Allah. Sesuai dengan kaidah balagah, cara pemberian petunjuk, dan prinsip dak- wah, hal ini menuntut agar pesan yang ditujukan kepada mereka harus sesuai dengan kondisi mereka. Oleh karena itu, ia datang dengan gaya bahasa yang mudah dan jelas disertai penjelasan tentang sejumlah hal khusus di luar pokok-pokok keimanan. Sebab, hal-hal yang bersifat parsial dan khusus tersebut merupakan sumber hukum syariat, kaidah universal, serta hukum cabang yang merupakan objek perselisihan dalam bidang syariat dan hukum. Oleh karenanya, kita sering mene- mukan ayat-ayat Madaniyah sangat jelas dan mudah dengan gaya ba- hasa yang menakjubkan khas al-Qur’an. Namun penyebutan sebuah ikhtisar yang kuat, kesimpulan yang kukuh, dan argumen mematikan setelah sebuah peristiwa parsial menjadikan peristiwa tersebut sebagai kaidah universal yang bersifat umum. Lalu pengamalannya menjamin penguatan iman kepada Allah yang diwujudkan oleh penyebutan ba- gian penutup yang merangkum tauhid, iman, dan akhirat. Konteks yang jelas dan lugas itu bersinar oleh bagian penutup tadi. | |||
Risalah Nur telah menjelaskan dan menetapkan kepada para pembangkang sejauh mana ketinggian balagah, keistimewaan luar bi- asa, serta berbagai bentuk kefasihan yang cermat yang terdapat pada kesimpulan dan bagian penutup tadi, yaitu dalam sepuluh keistime- waan pada cahaya kedua dari obor kedua dari “Kalimat Kedua Puluh Lima” yang secara khusus berbicara tentang kemukjizatan al-Qur’an.Engkau bisa melihat ayat yang berbunyi: | |||
“Sungguh Allah Mahakuasa atas segala sesuatu” | |||
“Sungguh Allah Maha Mengetahui segala sesuatu” | |||
“Dia Maha Perkasa dan Maha Bijaksana” | |||
“Dia Maha Perkasa dan Maha Penyayang” | |||
Ayat-ayat di atas dan ayat sejenis lainnya yang menerangkan tauhid dan mengingatkan pada akhirat di mana ia merupakan penutup sebagian besar ayat al-Qur’an, engkau bisa melihat bahwa saat men- jelaskan hukum syariat, masalah furû`iyah (cabang) dan hukum so- sial, al-Qur’an mengangkat pandangan mitra bicara kepada cakrawala yang bersifat universal dan mulia. Dengan bagian penutup tersebut, al-Qur’an mengganti gaya bahasa yang mudah dan jelas dengan gaya bahasa yang tinggi dan mulia. Seolah-olah ia memindahkan pem- baca dari pelajaran syariat kepada pelajaran tauhid. Jadi, jelas bahwa al-Qur’an merupakan kitab syariat, hukum, dan hikmah di samping sebagai kitab akidah dan iman, kitab zikir dan pikir, serta kitab doa dan dakwah.Demikianlah, engkau melihat bahwa terdapat bentuk kefasihan yang menakjubkan dan cemerlang dalam ayat-ayat Madaniyah yang berbeda dengan retorika ayat-ayat Makkiyah sesuai dengan kondisi dan maksud petunjuknya. | |||
Contoh semacam ini bisa dilihat dalam dua kata berikut: رَبُّكَ dan رَبُّ ال۟عَالَمٖينَ. Al-Qur’an mengajarkan ahadiyah lewat ungkapan pertama رَبُّكَ dan wâhidiyah lewat ungkapan kedua رَبُّ ال۟عَالَمٖينَ. Wâhi- diyah sendiri mencakup ahadiyah. | |||
Balagah semacam itu kadang juga bisa dilihat dalam sebuah kalimat. Dalam satu ayat misalnya, al-Qur’an memperlihatkan pe- ngetahuan-Nya yang menembus letak partikel di pupil mata serta letak matahari di jantung langit. Ia memperlihatkan qudrah-Nya yang komprehensif yang meletakkan sebuah perangkat persis di tempatnya dengan menjadikan matahari laksana mata bagi langit. | |||
Ia pun menya- takan:“(Dia) menciptakan langit dan bumi...” (QS. al-Hadîd [57]: 4), kemudian: | |||
“(Dia) memasukkan malam ke siang dan memasukkan siang ke malam...” (QS. al-Hadîd [57]: 6). Lalu: | |||
“Dia Maha Mengetahui apa yang tersembunyi dalam dada.” (QS. al-Hadîd [57]: 6).Dia menyudahi dengan pengetahuan-Nya yang menembus apa yang tersembunyi di dalam dada setelah menyebutkan keagungan penciptaan di langit dan bumi dan setelah menghamparkannya di ha- dapan makhluk. Dia menanamkan dalam benak bahwa Dia mengeta- hui bisikan hati lewat penyebutan keagungan-Nya dalam menciptakan langit dan bumi. Hal ini adalah satu bentuk penjelasan yang membawa gaya bahasa yang mudah dipahami oleh orang awam menuju petunjuk yang mulia, umum, dan menarik. | |||
'''Pertanyaan:'''Pandangan yang dangkal dan hanya selintas tidak dapat melihat berbagai hakikat penting yang dihadirkan al-Qur’an. Ia tidak mengetahui jenis kesesuaian dan korelasi antara kesimpulan yang mengungkapkan tauhid yang mulia atau menghadirkan hukum yang universal dengan sebuah peristiwa parsial yang bersifat biasa. Oleh karena itu, sebagian orang menilai ada cacat dalam balagah al- Qur’an. Misalnya, tidak jelasnya korelasi balagah dalam penyebutan prinsip agung:“Dan di atas tiap-tiap orang yang berpengetahuan itu ada Yang Maha mengetahui.” (QS. Yûsuf [12]: 76). | |||
''' | Ayat di atas disebutkan setelah peristiwa parsial yaitu upaya Yu- suf membuat saudaranya tinggal bersamanya lewat sebuah rekaya- sa cerdas. Apa rahasia di dalamnya dan apa hikmahnya? | ||
'''Jawaban:'''Sebagian besar surah yang panjang dan sedang—di mana masing-masing laksana sebuah al-Qur’an—tidak hanya berisi dua atau tiga tema utama al-Qur’an (ketauhidan, kenabian, kebang- kitan, dan keadilan beserta ibadah). Namun masing-masing berisi seluruh esensi al-Qur’an dan keempat tema utama sekaligus. Dengan kata lain, al-Qur’an merupakan kitab zikir, iman, dan pemikiran di samping sebagai kitab syariat, hikmah, dan petunjuk. Jadi, setiap surah darinya berisi sejumlah kitab dan menunjukkan sejumlah pelajaran yang berbeda. Setiap kondisi dan konteksnya—bahkan setiap halaman—membuka ke hadapan manusia sejumlah pintu iman yang dapat merealisasikan sejumlah tema lain di mana al-Qur’an menyebutkan apa yang tertulis dalam kitab alam yang besar ini dan menerangkannya secara jelas. Sehingga ia tanamkan dalam jiwa seorang mukmin rububiyah Allah yang meliputi segala sesuatu sekaligus memperlihat- kan manifestasi-Nya yang terdapat di cakrawala dan jiwa. Oleh karena itu, korelasi yang tampak lemah menjadi landasan dari berbagai tema universal. Lalu sejumlah korelasi yang kuat menyusul korelasi yang tampak lemah tadi sehingga gaya bahasanya sesuai dengan konteks dan kondisi yang ada. Dengan begitu, tingkatan balagahnya menjadi tinggi. | |||
''' | |||
'''Pertanyaan lain:'''Apa hikmah al-Qur’an mengetengahkan ribuan dalil untuk menetapkan urusan akhirat, dalam mengajarkan tauhid serta ketika membahas tentang pemberian ganjaran dan hukuman bagi manusia? Apa rahasia di balik upaya al-Qur’an mengarahkan perhatian kepada urusan tersebut secara eksplisit dan implisit pada setiap surah, bahkan pada setiap halaman mushaf dan pada setiap kondisi? | |||
''' | |||
'''Jawabannya:''' Karena al-Qur’an mengingatkan manusia tentang perubahan terbesar yang terjadi dalam wilayah makhluk sepanjang se- jarah alam, yaitu akhirat. Al-Qur’an menunjukkan persoalan terbesar yang terkait dengannya sebagai pengemban amanat utama dan khali- fah di muka bumi, yaitu persoalan tauhid yang menjadi penentu nasib; meraih kebahagiaan abadi atau menuai kesengsaraan yang kekal. Pada waktu yang sama, al-Qur’an melenyapkan gelombang syubhat yangdatang secara terus-menerus serta menghantam bentuk pembangka- ngan dan pengingkaran yang paling hebat.Oleh karena itu, kalau al-Qur’an mengarahkan perhatian manu- sia untuk percaya kepada berbagai perubahan dahsyat tersebut dan membawa mereka untuk membenarkan urusan agung yang sangat penting itu... Ya, kalau al-Qur’an melakukan itu semua ribuan kali dan mengulangnya sebanyak jutaan kali, hal itu bukan merupakan pembo- rosan dalam hal balagah dan tidak membuat bosan. Bahkan kebutu- han untuk terus-menerus membacanya dalam al-Qur’an tidak pernah selesai. Sebab, tidak ada yang lebih penting di alam ini daripada uru- san tauhid dan akhirat. | |||
''' | |||
Contoh, ayat yang berbunyi:“Adapun orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal saleh, kelak kami akan masukkan ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya selamanya...” (QS. an-Nisâ [4]: 57).Hakikat ayat di atas merupakan kabar gembira akan kebahagiaan abadi yang diumumkan kepada manusia malang yang menghadapi kematian setiap saat. Sehingga kabar gembira ini menyelamatkannya dari gambaran kematian sebagai sebuah kemusnahan abadi. Ia menye- lamatkannya berikut alam dan seluruh kekasihnya dari cengkeraman kefanaan. Bahkan, ia memberinya kekuasaan yang kekal dan kebaha- giaan abadi. Andaikan ayat ini diulang miliaran kali, tidaklah terma- suk pemborosan dan sama sekali tidak mencederai balagahnya. | |||
Begitulah, engkau melihat al-Qur’an, yang membahas berbagai urusan penting semacam itu dan berusaha meyakinkan manusia de- ngannya lewat pemberian sejumlah argumen kuat, menanamkan da- lam benak dan kalbu berbagai perubahan besar yang terjadi di alam. Ia menjadikannya lugas dan jelas bagi mereka seperti perubahan ru- mah dan bentuknya. Maka sudah tentu pengarahan perhatian, baik secara eksplisit, implisit, maupun simbolik kepada berbagai persoalan semacam itu sebanyak ribuan kali merupakan suatu hal yang sangat | |||
mendesak. | |||
Bahkan, ia sama mendesaknya dengan kebutuhan manusia kepada nasi, udara, dan cahaya yang terus-menerus dibutuhkan.Contoh lain adalah ayat yang berbunyi:“Orang-orang yang kafir bagi mereka neraka jahanam...” (QS. Fâthir [35]: 36),“Orang-orang yang zalim bagi mereka siksa yang pedih...” (QS. Ibrâhîm [14]: 22).Hikmah pengulangan ayat di atas—juga ayat-ayat peringatan dan ancaman sejenisnya—serta bentuk redaksinya yang tegas dan keras adalah seperti yang telah kami tegaskan dalam Risalah Nur, yai- tu bahwa kekufuran manusia merupakan sikap yang sangat melanggar hak-hak alam dan sebagian besar makhluk. Hal inilah yang membang- kitkan kemarahan langit dan bumi serta membuat seluruh elemen alam murka kepada orang kafir sehingga menampar kaum yang zalim itu dengan badai dan sebagainya. Bahkan, neraka jahim pun sangat marah hingga nyaris pecah seperti yang disebutkan al-Qur’an: | |||
“Apabila mereka dilemparkan ke dalamnya mereka mendengar suara neraka yang mengerikan, sedang neraka itu menggelegak. Nyaris (neraka) itu pecah lantaran marah...” (QS. al-Mulk [67]: 7-8). | |||
Andaikan Penguasa alam mengulang kejahatan besar (kekufu- ran) tersebut dalam berbagai urusan-Nya berikut segala akibatnya dengan gaya bahasa yang sangat keras sebanyak ribuan kali, juta- an kali, atau miliaran kali, ia sama sekali tidak berlebihan dan tidak mencederai balagah al-Qur’an. Hal itu karena dosa tersebut sangat be- sar dan sangat melampaui batas. Di samping itu, ia ditujukan untuk memperlihatkan hak-hak rakyat-Nya dan untuk menampakkan ke- burukan tak terhingga yang terdapat dalam sikap mereka yang kufur dan zalim. Jadi, ia tidak diulang lantaran hina dan kerdilnya manusia, namun karena besarnya pelanggaran dan kezaliman yang dilakukan oleh orang kafir. | |||
Selanjutnya, kita melihat bagaimana ratusan juta manusia, sejak lebih dari seribu tahun, membaca al-Qur’an dengan penuh antusias dan dengan perasaan amat butuh padanya tanpa pernah merasa bosan. | |||
Ya, setiap waktu dan setiap hari merupakan saat sebuah alam berlalu dan sebuah pintu terbuka bagi alam yang baru. Oleh karena itu, pengulangan لَٓا اِلٰهَ اِلَّا اللّٰهُ dengan rasa butuh padanya sebanyak ribuan kali adalah untuk menerangi seluruh alam yang berlalu dan menyi- narinya dengan cahaya iman. Ia membuat kalimat tauhid tersebut lak- sana lentera terang yang terdapat di langit putaran alam dan hari. Jika demikian keadaannya terkait dengan lâ ilâha illallâh, hal yang sama berlaku pada pembacaan al-Qur’an al-Karim. Ia menghapus kegelapan pekat yang menutupi banyaknya pentas yang berlalu dan alam yang terus terbaharui. Ia melenyapkan buruknya gambaran yang terpantul dalam cermin kehidupan. Ia menjadikan berbagai kondisi yang datang sebagai saksi yang menolongnya di hari kiamat, bukan saksi yang memberatkannya. Ia juga menaikkan derajatnya ke tingkatan pengetahuan akan besarnya balasan bagi perbuatan dosa. Ia membuatnya memahami nilai peringatan Sang Penguasa azali yang menghancurkan sikap keras kepala kaum yang zalim. Ia juga mendorongnya untuk berlepas dari kungkungan nafsu ammârah. Karena sejumlah hikmah inilah, al- Qur’an mengulang-ulang apa yang perlu diulang dalam bentuk yang penuh hikmah. Ia memperlihatkan bahwa ancaman al-Qur’an yang sangat banyak, dengan gaya bahasa yang tegas dan keras serta secara berulang-ulang merupakan sebuah hakikat yang agung. Setan yang sebelumnya menganggap hal itu tidak berguna menjadi takluk. Ia lari dari khayalannya yang menganggap hal itu sia-sia. Ya, siksa jahanam adalah balasan adil bagi kaum kafir yang tidak mau memperhatikan berbagai ancaman yang ada. | |||
Di antara yang sering diulang dalam al-Qur’an adalah kisah para nabi. Hikmah pengulangan kisah Musa , misalnya, di mana ia memiliki sejumlah hikmah dan pelajaran seperti yang dimiliki oleh tongkat Musa. Demikian pula dengan pengulangan kisah nabi yang lain adalah untuk menetapkan kerasulan Muhammad x. Hal itu dengan memperlihatkan kenabian seluruh nabi sebagai hujjah atas kebenaran risalah Muhammad x di mana ia tidak mungkin diingkari kecuali oleh orang yang mengingkari kenabian seluruh nabi. Jadi, penyebutan kenabian mereka menjadi dalil atas kerasulan beliau x. | |||
Kemudian, banyak di antara manusia yang tidak setiap waktu mampu dan berkesempatan untuk membaca keseluruhan al-Qur’an. Namun mereka mencukupkan diri sesuai kemampuan. Dari sini, hik- mah menjadikan setiap surah yang panjang dan sedang ibarat minia- tur al-Qur’an sangat jelas. Jadi, pengulangan kisah di dalamnya seperti pengulangan rukun iman yang sangat penting. Artinya, pengulangan kisah merupakan tuntutan balagah, bukan sebuah pemborosan. Apala- gi ia berisi pengajaran bahwa peristiwa kemunculan Muhammad x merupakan peristiwa yang paling besar bagi umat manusia dan perso- alan yang paling agung di alam semesta. | |||
Ya, pemberian kedudukan tertinggi dan termulia kepada Rasul x dalam al-Qur’an dan penyambungan kalimat مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللّٰهِ—yang mengandung empat rukun iman—dengan kalimat لَٓا اِلٰهَ اِلَّا اللّٰهُ, yakni مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللّٰهِلَٓا اِلٰهَ اِلَّا اللّٰهُ menjadi bukti bahwa risalah Muhammad me- rupakan hakikat terbesar di alam ini, pribadi Muhammad x merupa- kan makhluk paling mulia, hakikat Muhammad yang mencerminkan sosok maknawi yang universal dari pribadi Muhammad x adalah lentera yang menerangi dunia dan akhirat, serta bahwa beliau layak mendapatkan kedudukan luar biasa tersebut, sebagaimana hal itu telah ditegaskan dalam sejumlah bagian Risalah Nur lewat berbagai argu- men yang kuat. Di sini kami hanya akan menyebutkan satu dari seribu argumen yang ada, yaitu sebagai berikut: | |||
Semua amal kebaikan yang dilakukan oleh umat Muhammad x pada seluruh masa dituliskan pula pada lembaran kebaikan beliau. Hal ini sesuai dengan kaidah: | |||
“Perantara sama seperti pelakunya”. | |||
Pencerahan yang beliau berikan kepada semua hakikat alam dengan cahaya yang beliau bawa tidak hanya membuat jin, manusia, malaikat dan makhluk hidup rida dan senang. Namun juga membuat seluruh alam, langit dan bumi rida seraya membicarakan berbagai ke- baikan beliau. Jutaan doa yang dipanjatkan oleh orang-orang saleh dari umat beliau bersama miliaran doa fitri dan mustajab yang dipanjatkan oleh makhluk spiritual di mana ia tidak tertolak—dibuktikan oleh pengabulan secara nyata terhadap doa tanaman lewat lisan potensi dan doa hewan lewat lisan kebutuhan alamiahnya—serta doa rahmat lewat salawat dan salam untuk beliau, berbagai pahala dan hadiah kebaikan yang mereka berikan, semua itu pertama-tama dipersembahkan untuk beliau. Belum lagi berbagai pahala tak terhingga yang masuk ke dalam daftar amal kebaikannya lewat bacaan al-Quran umatnya di mana se- tiap huruf darinya—yang lebih dari 300 ribu huruf— mendatangkan sepuluh kebaikan dan sepuluh buah ukhrawi, bahkan seratus atau seri- bu kebaikan.Ya, Dzat Allâmul Ghuyûb telah mengetahui dan menyaksikan bahwa hakikat Muhammad yang merupakan sosok maknawi dari pribadi penuh berkah itu akan menjadi seperti pohon Tuba surga. Oleh karena itu, Allah memberinya, dalam al-Qur’an, kedudukan ting- gi yang layak beliau sandang. Allah menjelaskan dalam firman-Nya bahwa cara untuk mendapatkan syafa`atnya adalah dengan mengikuti sunnahnya yang mulia dan mendapatkan syafa`atnya merupakan per- soalan terbesar bagi manusia. Bahkan seringkali Allah melihat sejum- lah kondisi kemanusiaannya sebagai benih pohon Tuba surga. | |||
Demikianlah, karena sejumlah hakikat al-Qur’an yang terulang memiliki kedudukan tinggi dan berisi banyak hikmah, fitrah yang se- hat menjadi saksi bahwa pengulangannya merupakan mukjizat mak- nawi yang sangat kuat dan luas. Kecuali bagi mereka yang kalbunya sakit dan nuraninya tidak sehat akibat wabah materialisme sehingga terkena kaidah yang terkenal: | |||
< | Kadang seseorang mengingkari cahaya matahari karena sakit mata Dan kadang mulut mengingkari segarnya air karena sakit yang diderita.(*<ref>*Syair tersebut karya Syarafuddin al-Bushairi dalam kasidah al Burdah:Terkadang mata mengingkari cahaya matahari karena sakit mata Lalu mulut mengingkari segarnya air karena sakit yang di derita.</ref>) | ||
</ | |||
< | <span id="BU_ONUNCU_MESELEYE_BİR_HÂTİME_OLARAK_İKİ_HÂŞİYEDİR"></span> | ||
=== | ===PENUTUP LAMPIRAN KEDUA (Dua Catatan)=== | ||
'''Catatan Pertama:''' | |||
''' | |||
< | Dua belas tahun yang lalu(*<ref>*Maksudnya 12 tahun sebelum penulisan risalah ini—Peny.</ref>)aku mendengar bahwa seorang zindik yang berhati busuk dan bermaksud buruk be- rani menerjemahkan al-Qur’an. Maka ia membuat tulisan berbahaya yang merendahkan kedudukannya dengan berusaha menerjemahkan- nya. Ia berkata, “Hendaknya al-Qur’an ini diterjemahkan agar kedudu- kannya terlihat?” yakni, agar orang-orang bisa melihat pengulangan al-Qur’an yang tidak penting, agar terjemahannya yang dibaca sebagai ganti darinya, dan berbagai pemikiran beracun lainnya. | ||
Namun berkat karunia Allah, Risalah Nur berhasil melumpuhkan pemikiran tersebut dengan berbagai argumennya yang mematikan dan dengan penye- barannya yang luas di setiap tempat. Risalah Nur menegaskan bahwa al-Qur’an tidak mungkin diterjemahkan secara hakiki. Bahasa mana- pun di luar bahasa Arab tak mampu menjaga keistimewaan al-Qur’an al-Karim dan balagahnya yang halus. Sejumlah terjemahan biasa dan parsial yang dibuat oleh manusia tidak akan pernah bisa mengganti- kan ungkapan kalimat al-Qur’an yang bersifat universal dan menak- jubkan di mana setiap hurufnya berisi banyak kebaikan, dari sepuluh hingga seribu. Oleh karena itu, tidak mungkin terjemahannya yang dibaca sebagai ganti darinya.Hanya saja, kaum munafik yang belajar pada orang zindik itu berusaha sekuat tenaga di jalan setan untuk memadamkan cahaya al- Qur’an dengan mulut mereka seperti anak-anak yang bodoh. Namun karena aku tidak bertemu dengan siapa pun, aku tidak mengetahui kondisi yang ada. Aku hanya menduga bahwa apa yang kuutarakan tadi merupakan sebab yang membuat persoalan kesepuluh ini didik- tekan kepadaku, meskipun aku sedang dalam kondisi sulit. | |||
'''Catatan Kedua:''' | |||
''' | |||
Suatu hari aku duduk di lantai atas Hotel Şehir setelah dibebaskan dari penjara Denizli. Aku merenungkan pepoho- nan di sekitarku yang berada di taman rindang dan kebun yang indah. Ia tampak gembira lewat gerakannya yang menari-nari dan sangat memikat. Ia bergoyang dengan ranting dan dahannya. Lalu daunnya bergerak dengan sentuhan angin yang lembut. Ia tampak di hadapanku dalam kondisi paling indah dan bersinar seolah-olah sedang bertasbih kepada Allah dalam halakah zikir.Gerakan lembut tersebut menyentuh relung kalbuku yang sedang lara akibat berpisah dengan sejumlah kolega. Aku merasa pilu karena hidup sendiri. Tiba-tiba aku teringat musim gugur dan musim dingin di mana ketika itu dedaunannya akan berguguran dan keindahannya lenyap. Aku pun bersedih melihat pohon yang indah tadi. Demikian pula ketika melihat seluruh makhluk hidup yang tampak gembira. Kesedihan tersebut membuatku meneteskan air mata. Duka menerpa diriku akibat perpisahan di mana ia menutupi tirai alam yang tampak indah. | |||
Saat dirundung kesedihan semacam itu, tiba-tiba cahaya yang dibawa oleh hakikat Muhammad x menolongku, sebagaimana ia juga menolong setiap mukmin lainnya. Cahaya tersebut mengganti kesedi- han dan kepiluan yang tak terhingga tadi dengan suka cita dan kegem- biraan tiada tara. Akupun merasa sangat senang dan sangat puas de- ngan hakikat Muhammad di mana salah satu limpahan cahayanya yang tak terbatas telah menolongku. Limpahan cahaya itu menyebar- kan pelipur lara ke seluruh jiwa dan ragaku.Gambarannya sebagai berikut: | |||
Pandangan lalai di atas memperli- hatkan dedaunan halus dan pepohonan rindang tersebut tidak memi- liki tugas dan misi. Ia tidak berguna dan tidak bermanfaat. Gerakan lembutnya tampak bukan sebagai bentuk rasa rindu dan senang. Akan tetapi karena takut adanya perpisahan. Terkutuklah pandangan lalai tersebut di mana ia telah melukai kerinduan untuk kekal, kecintaan pada kehidupan, ketertarikan pada keindahan, dan kasih sayang terha- dap sesama yang tertanam dalam diri ini. Ia mengubah dunia menjadi neraka maknawi serta mengubah akal menjadi organ yang menyiksa dan menyengsarakan. | |||
Ketika sedang menanggung penderitaan semacam itu, seketika cahaya yang dibawa oleh Muhammad x untuk menerangi umat ma- nusia menyingkap tirai yang ada sekaligus memperlihatkan berbagai hikmah, makna, tugas, dan peran yang sangat banyak yang jumlahnya sebanyak dedaunan pohon tadi.Risalah Nur menegaskan bahwa sejumlah tugas dan hikmah tersebut terbagi tiga: | |||
Pertama, yang mengarah kepada nama-nama indah Sang Pen- cipta Yang Mahaagung. Sebagaimana ketika seorang ahli mesin yang mahir membuat mesin menakjubkan, maka ia dipuji oleh semua orang dan karyanya diapresiasi sedemikian rupa dengan ucapan “Mâsya Allah, Bârakallah”. Mesin tersebut juga demikian. Ia menyanjung pen- ciptanya dengan lisân hâl (keadaannya). Yaitu dengan memperlihat- kan berbagai hasil yang dituju secara sempurna. Begitu pula semua makhluk hidup dan segala sesuatu merupakan mesin dan menyanjung Penciptanya dengan ucapan selamat. | |||
Kedua, yang mengarah pada pandangan makhluk hidup dan makhluk berkesadaran di mana ia menjadi objek perhatian dan re- nungan. Maka segala sesuatu laksana kitab makrifat dan pengeta- huan. Ia tidak meninggalkan alam ini—alam indrawi—kecuali setelah menanamkan sejumlah maknanya di benak makhluk berkesadaran, melekatkan gambarannya dalam ingatan mereka, serta kesan bentuk- nya dalam lembaran khayal yang ada pada catatan ilmu gaib. Artinya, ia tidak keluar dari alam indrawi menuju alam gaib, kecuali setelah masuk ke dalam banyak wilayah wujud dan mendapatkan bentuk wu- jud yang bersifat maknawi, gaib, dan ilmiah. | |||
Ya, selama Allah ada dan selama ilmu-Nya meliputi segala se- suatu, maka dalam dunia mukmin pada hakikatnya tidak ada istilah tiada, ketiadaan, kesia-siaan, lenyap, dan fana. Sebaliknya, dunia orang kafir penuh dengan ketiadaan, perpisahan, kesia-siaan, dan kefanaan. Hakikat ini diperjelas oleh ungkapan terkenal berikut ini:“Siapa yang memiliki Allah, ia memiliki segala sesuatu, sementara yang tidak memiliki Allah, | |||
ia tidak memiliki apa-apa”. | |||
Kesimpulan: Sebagaimana iman menyelamatkan manusia dari kemusnahan abadi saat mati, ia juga menyelamatkan dunia pribadi- nya dari gelapnya ketiadaan dan kesia-siaan. Sebaliknya, kekufuran—terutama kekufuran mutlak—akan memusnahkan manusia, serta memusnahkan dunianya dengan kematian. Ia akan melemparkannya ke dalam kegelapan neraka maknawi dengan mengubah berbagai ke- nikmatan hidupnya menjadi derita dan petaka.Hendaknya telinga orang-orang yang lebih mencintai dunia ke- timbang akhirat menyimak dan mencari obat untuknya jika mereka benar. Atau, hendaknya mereka masuk ke dalam wilayah iman dan membebaskan diri dari kerugian yang nyata. | |||
سُب۟حَانَكَ لَا عِل۟مَ لَنَٓا اِلَّا مَا عَلَّم۟تَنَٓا اِنَّكَ اَن۟تَ ال۟عَلٖيمُ ال۟حَكٖيمُ | سُب۟حَانَكَ لَا عِل۟مَ لَنَٓا اِلَّا مَا عَلَّم۟تَنَٓا اِنَّكَ اَن۟تَ ال۟عَلٖيمُ ال۟حَكٖيمُ | ||
Dari saudaramu yang mengharap doamu sekaligus merindukanmu: | |||
'''Said Nursî''' | '''Said Nursî''' | ||
------ | ------ | ||
<center> [[Yirmi Dördüncü Söz]] ⇐ | [[Sözler]] | ⇒ [[Yirmi Altıncı Söz]] </center> | <center> [[Yirmi Dördüncü Söz/id|KALIMAT KEDUA PULUH EMPAT]] ⇐ | [[Sözler/id|Al-Kalimât]] | ⇒ [[Yirmi Altıncı Söz/id|KALIMAT KEDUA PULUH ENAM]] </center> | ||
------ | ------ | ||
düzenleme