Yirmi Dokuzuncu Söz/id: Revizyonlar arasındaki fark
("'''Poros Ketujuh'''" içeriğiyle yeni sayfa oluşturdu) |
("------ <center> KALIMAT KEDUA PULUH DELAPAN ⇐ | Al-Kalimât | ⇒ KALIMAT KETIGA PULUH </center> ------" içeriğiyle yeni sayfa oluşturdu) |
||
(Aynı kullanıcının aradaki diğer 90 değişikliği gösterilmiyor) | |||
311. satır: | 311. satır: | ||
'''Poros Ketujuh''' | '''Poros Ketujuh''' | ||
Seluruh keindahan, kesempurnaan, kerinduan, kelembutan, ke- tertarikan, kasih sayang yang kita ketahui dan kita lihat di alam ini tidak lain adalah esensi, substansi, dan ungkapan maknawi yang dengan sangat jelas menjelaskan kepada kalbu dan dengan sangat terang memperlihatkan kepada akal bahwa semua itu merupakan manifestasi kemurahan dan kebaikan Allah Sang Pencipta. Ia merupakan manifestasi kasih sayangNya yang kekal dan kelembutan-Nya yang permanen. | |||
Nah, apabila di alam ini terdapat hakikat yang permanen serta kasih sayang yang hakiki dan jelas, berarti akan ada kebahagiaan abadi. Hakikat keempat dan kedua dari “Kalimat Kesepuluh” menjelaskan hakikat di atas sejelas matahari. | |||
'''Poros Kedelapan''' | |||
''' | |||
Hati nurani yang merupakan fitrah manusia menunjukkan ada- nya kehidupan akhirat dan kebahagiaan abadi. Ya, orang yang memperhatikan hati nuraninya, ia pasti bisa mendengar suara “keabadian.. keabadian” sehingga meskipun semua yang terdapat di alam diberikan kepadanya, hal itu tetap tidak akan mencukupi kebutuhannya terha- dap keabadian. Artinya, hati nurani tersebut tercipta untuk keabadian. | |||
Tarikan dan ketertarikan hati nurani hanya terwujud dengan tarikan Dzat yang menjadi tujuan dan Penarik hakiki.Penutup hakikat kesebelas dari “Kalimat Kesepuluh” menjelaskan hakikat ini. | |||
'''Poros Kesembilan''' | |||
''' | |||
Perkataan Nabi yang jujur dan dapat dipercaya, Muhammad x yang berkebangsaan Arab telah membuka pintu-pintu kebahagiaan abadi. Sabda-sabda suci beliau merupakan jendela yang terbuka menuju kebahagiaan yang kekal. | |||
Karena memiliki kekuatan kesepa- katan seluruh nabi dan riwayat mutawatir yang berasal dari para wali yang jujur dengan penuh keyakinan, beliau memusatkan dakwahnyasetelah persoalan tauhidkepada masalah fundamental ini, yaitu kebangkitan dan kehidupan akhirat. Adakah yang bisa menggoyahkan kekuatan yang kokoh ini? Hakikat kedua belas dari “Kalimat Kesepuluh” menjelaskan hakikat ini dengan sangat jelas. | |||
'''Poros Kesepuluh''' | |||
''' | |||
Ia adalah keterangan yang sangat jelas dari al-Qur’an yang telah dan terus menjaga kemukjizatannya lewat tujuh sisi sepanjang tiga belas abad. Kami telah menegaskan empat puluh bentuk kemukjizatan- nya pada “Kalimat Kedua Puluh Lima”. | |||
Ya, informasi yang diberikan al-Qur’an tentang kebangkitan fisik merupakan pencerahan yang memadai dan penjelasan yang sangat terang. Ia merupakan kunci rahasia yang tersimpan di alam.Al-Qur’an yang agung ini telah berkali-kali mengajak untuk merenung dan mengarahkan perhatian kepada ribuan petunjuk rasional dan kuat. Misalnya, ayat-ayat al-Qur’an yang berbunyi: | |||
“Dia telah menciptakan kalian dalam beberapa fase.” (QS. Nuh [71]: 14).“Katakanlah, “Yang menghidupkannya adalah Dzat yang telah menciptakannya pertama kali…” (QS. Yâsîn [36]: 79).Ayat-ayat tersebut merupakan bentuk analogi dan perumpamaan.Tuhanmu tidaklah zalim kepada para hamba. (QS. Fushshilat [41]: 46).Sementara ayat ini adalah contoh lain yang menunjukkan bukti keadilan di alam. Masih banyak lagi ayat lainnya yang menjelaskan “teropong” yang memiliki banyak lensa pembesar untuk melihat kebahagiaan abadi dalam kebangkitan fisik. Kami telah menjelaskan dalam risalah “Titik” tentang analogi perumpamaan yang terdapat dalam dua ayat pertama berikut berbagai ayat lainnya. | |||
Kesimpulannya, setiap kali manusia berpindah dari satu fase kepada fase yang lain, ia mengalami banyak perubahan yang rapi dan menakjubkan. Misalnya, dari nutfah menuju alaqah (segumpal darah), dari alaqah menuju mudgah (segumpal daging), dari mudgah menuju tulang dan kemudian daging. Selanjutnya dari sana ia menuju kepada makhluk yang baru. Dengan kata lain, perubahannya kepada bentuk manusia mengikuti sejumlah rambu yang cermat. Setiap fase darinya memiliki hukum khusus, sistem tertentu, dan gerakan baku di mana ia menyingkap cahaya tujuan, iradah, pilihan, dan hikmah Tuhan. | |||
Lewat cara yang sama, Pencipta Yang Mahabijak mengganti fisik ini pada setiap tahun sebagaimana mengganti baju. Karenanya, fisik membutuhkan konstruksi baru agar bisa berubah dan tetap hidup. Ia membutuhkan sejumlah partikel yang aktif dan baru untuk menggantikan bagian-bagian yang telah terurai. Nah, sebagaimana selsel tubuh hancur dengan hukum ilahi yang rapi, ia juga membutuhkan materi lembut dengan nama Dzat Pemberi rezeki agar terbangun kem- bali lewat hukum ilahi yang cermat. Dzat Pemberi rezeki hakiki lewat hukum yang khusus membagikan dan mendistribusikan kepada setiap organ tubuh berbagai materi yang dibutuhkannya. | |||
Sekarang, lihatlah sejumlah fase perkembangan dari materi halus yang dikirim oleh Dzat Pemberi rezeki yang mahabijak. Engkau bisa menyaksikan bagaimana partikel-partikel materi tersebut seperti rombongan yang tersebar di udara, di bumi, dan di air. Sementara ia tersebar di berbagai tempat, di sisi lain ia dapat dimobilisasi dan dikumpulkan dengan cara khusus pula. Satu dengan yang lainnya bisa berkumpul dalam satu tatanan yang sangat rapi. Hal ini menyiratkan bahwa ia merupakan gerakan yang terarah. | |||
Tingkah lakunya menjelaskan bahwa Pelaku yang memiliki iradah menggiring partikel-partikel itu dengan hukumnya yang bersifat khusus dari alam makhluk mati menuju alam makhluk hidup. Di sini setelah masuk ke dalam tubuh tertentu sebagai rezeki baginya, ia berjalan sesuai dengan aturan tertentu dan gerakan yang baku. Setelah dimatangkan di empat dapur, dijalankan pada empat bentuk transformasi yang menakjubkan, dibersihkan dengan empat tingkatan, iapun dipersiapkan untuk didistribuksikan menuju seluruh penjuru tubuh dan berbagai organnya sesuai kebutuhan di bawah pengawasan Tuhan Pemberi rezeki hakiki. Apabila dengan kacamata hikmah engkau memperhatikan partikel manapun darinya, engkau akan melihat bahwa Dzat yang telah menggiring dan menjalankannya sudah pasti menggiring dengan penglihatan penuh, rapi, disertai pendengaran dan pengetahuan yang komprehensif. Tidak mungkin unsur kebetu- lan, alam yang tuli, serta sebab yang dungu masuk ke dalamnya. | |||
Pasalnya, ketika setiap partikel masuk ke fase manapun, mulai dari keberadaannya sebagai elemen di lingkungan luar hingga ke dalam sel tubuh yang kecil, seolaholah ia bekerja sesuai dengan kehendak hukum tertentu pada setiap fasenya. Ketika masuk, ia masuk dengan teratur. Serta ketika berjalan pada setiap tingkatannya, ia berjalan dengan langkah-langkah yang teratur sehingga tampak jelas bahwa perintah Dzat Yang Mahabijak yang menggiringnya. | |||
< | Demikianlah semua terjadi dengan sangat rapi. Setiap kali partikel berjalan dari satu fase ke fase yang lain, dan dari satu tingkatan kepada tingkatan yang lain, ia tidak keluar dari tujuan hingga sampai kepada posisi yang telah ditentukan untuknya lewat perintah ilahi. Misalnya pupil mata Taufik.(*<ref>*Ia adalah salah seorang murid Said Nursi generasi pertama dan salah seorang penulis Risalah Nur.</ref>)Di sana ia berhenti untuk melaksanakan tugasnya dan menunaikan pekerjaan yang diamanahkan padanya. | ||
</ | |||
Jadi, manifestasi rububiyah dalam persoalan rezeki menerangkan bahwa partikel-partikel tersebut sejak awal sudah jelas dan mendapat perintah. Ia bertanggung jawab atas sebuah tugas. Ia juga dipersiapkan untuk sampai kepada berbagai posisi yang diperuntukkan baginya. Seolah-olah telah tertulis pada setiap partikel apa yang menjadi tugasnya. Yakni, ia akan menjadi rezeki bagi sel tertentu. Tatanan menakjubkan ini menunjukkan bahwa nama setiap manusia telah tertulis rezekinya sebagaimana ia tertulis lewat pena takdir. | |||
Mungkinkah Tuhan Yang Maha Pengasih yang memiliki kekua- saan mutlak dan hikmah yang menyeluruh tidak membangkitkannya lagi? Atau Dia tak berdaya untuk melakukannya? Padahal, Dia adalah penguasa langit dan bumi di mana semua berada dalam genggaman tangan-Nya. Mulai dari partikel hingga galaksi. Dia yang mengendalikan semuanya dalam sebuah tatanan yang rapi dan neraca yang cermat. Mahasuci Allah dari apa yang mereka katakan. | |||
Karenanya, banyak ayat al-Qur’an yang mengarahkan perhatian manusia kepada penciptaan pertama yang penuh hikmah sebagai perumpamaan bagi kebangkitan kedua pada hari kiamat. Hal itu agar persoalan kebangkitan mudah diterima oleh pikiran manusia. Misalnya, ayat yang berbunyi:“Katakanlah, “Yang menghidupkannya adalah Dzat yang telah menciptakannya pertama kali…” (QS. Yâsîn [36]: 79).Artinya, Dzat yang telah menciptakanmudi mana sebelumnya engkau tidak adadalam bentuk yang penuh hikmah adalah Dzat yang akan menghidupkanmu di akhirat. | |||
“Dan Dialah yang menciptakan (manusia) dari permulaan, kemudian mengembalikan (menghidupkan)nya kembali. Menghidupkan kembali adalah lebih mudah bagi-Nya.” (QS. ar-Rûm [30]: 27).Artinya, proses mengembalikan dan menghidupkan kalian kembali di akhirat adalah lebih mudah daripada proses penciptaan kalian di dunia. Pasalnya, ketika pasukan tersebar ke mana-mana untuk ber- istirahat, mereka bisa dikembalikan ke tempatnya semula di bawah panji kelompoknya hanya dengan satu tiupan trompet militer sehingga mereka terkumpul di satu tempat. Hal ini jauh lebih mudah daripada membentuk satu kelompok pasukan baru. | |||
Berkumpulnya partikel tidak mesti semuanya, tetapi cukup partikel utama yang merupakan benih bagi tubuh yang dalam hadis Nabi x disebut “tulang ekor”. Itulah bagian utama dan partikel pokok yang memadai untuk menjadi dasar kebangkitan di akhirat. Tuhan Yang Mahabijak membentuk kembali tubuh manusia di atas landasan terse- but. | |||
Adapun analogi keadilan yang disebutkan oleh ayat al-Qur’an وَ مَا رَبُّكَ بِظَلَّامٍ لِل۟عَبٖيدِ ‘Tuhanmu tidak pernah berbuat zalim kepada para hamba”, secara ringkas adalah sebagai berikut: | |||
Kita sering melihat bagaimana kaum yang zalim dan fasik meng- habiskan kehidupan mereka dalam kondisi yang sangat makmur dan lapang. Sementara, kaum yang mendapat penganiayaan dan kaum yang taat menghabiskan hidup dalam kondisi sulit. Dari sana kematian datang untuk mengumpulkan kedua golongan tadi tanpa ada perbedaan. Andaikan akhir yang diinginkan dari kezaliman itu tidak terwujud di dunia, berarti akan ada pertemuan di akhirat di antara keduanya agar yang pertama mendapatkan balasannya dan yang kedua mendapat imbalan. Sebab, Dzat yang jauh dari sifat zalim di mana Dia Mahaadil dan bijak lewat kesaksian seluruh alam, sifat adil dan bijak-Nya tidak mungkin bisa menerima kezaliman yang ada. Jadi, akhir yang dituju sudah jelas. | |||
Ya, dunia yang singkat ini tidak memadai untuk memperlihatkan dan membuahkan berbagai potensi yang tersimpan dalam ruh manu- sia. Manusia harus dikirim ke alam yang lain. Ya, substansi manusia sangat agung. Karena itu, ia menjadi simbol keabadian. Esensinya sangat tinggi dan mulia. Tidak aneh kalau kejahatan yang dilakukannya juga bernilai besar; tidak seperti entitas lain. Tatanannya halus dan menakjubkan. Akhir perjalanannya pasti tertata, tidak akan dibiarkan begitu saja. Ia juga tidak akan fana dan lari menuju ketiadaan.'''Neraka membuka mulutnya lebar-lebar menantikannya. Surga juga membentangkan tangan untuk mendekapnya.'''Sengaja kami membahasnya secara ringkas di sini karena hakikat ketiga dari “Kalimat Kesepuluh” telah menerangkannya dengan sangat jelas. | |||
Demikianlah kami menyebutkan dua ayat di atas sebagai contoh. Engkau bisa menganalogikan dan menelaah hal serupa pada ayat-ayat lain yang berisi petunjuk rasional yang amat banyak.Itulah sepuluh poros atau sumber yang melahirkan intuisi yang benar dan bukti meyakinkan atas adanya kebangkitan. Sebagaima- na intuisi dan petunjuk yang kuat bisa menjadi dalil yang kokoh atas keberadaan kiamat dan kebangkitan fisik, demikian pula dengan na- ma-nama ilahi yang mulia: al-Hakîm (Mahabijak), ar-Rahîm (Yang Maha Penyayang), al-Hafîdz (Yang Maha Memelihara), al-Âdil (Yang Mahaadil). Sebagian besar nama Allah menuntut keberadaan kiamat dan kebahagiaan yang kekal. Ia menjadi dalil bahwa kiamat pasti terwujud. Hal ini seperti yang telah kami uraikan pada “Kalimat Kesepuluh”. | |||
Karenanya, konsekuensi akan adanya kebangkitan dan kiamat bagi kami sangat jelas dan kuat sehingga ia tidak ada keraguan sedikitpun di dalamnya. | |||
< | <span id="ÜÇÜNCÜ_ESAS"></span> | ||
=== | ===Landasan Ketiga=== | ||
Ya, sebagaimana tidak ada keraguan terkait dengan keniscayaan kebangkitan, | |||
demikian pula tidak ada keraguan terhadap kekuasaan mutlak Tuhan yang menciptakan kebangkitan. Tidak ada kelemahan pada qudrah-Nya. Bagi-Nya sama saja antara yang besar dan yang kecil. Bagi-Nya sama saja antara menciptakan musim semi secara utuh dan menciptakan setangkai bunga.Ya, Dzat Yang Mahakuasa yang keagungan dan qudrah-Nya diakui oleh alam lewat lisan matahari dan bintangnya, bahkan dengan lisan partikel berikut apa yang terdapat di dalamnya, layakkah sebuah ilusi dan bisikan mengingkari kekuasaan mutlak tersebut da- lam membangkitkan makhluk? | |||
Dzat Yang Mahakuasa dan Mahamulia menciptakan sejumlah alam baru secara rapi pada setiap musim di alam yang besar ini. Bahkan pada setiap tahun Dia menciptakan dunia baru yang tertata rapi. Bahkan pada setiap hari Dia menciptakan alam baru yang rapi. Jadi, secara terus-menerus Dia menciptakan berbagai alam, dunia, dan entitas yang saling berganti dengan penuh hikmah di atas permukaan langit dan bumi di mana di atas bentangan waktu Dia menyebarkan dan menggantungkan sejumlah alam yang rapi sebanyak musim dan tahun serta sebanyak hari. Dia yang menghias kebun musim semi yang agung dan luas dengan ratusan ribu lukisan kebangkitan seperti menghias setangkai bunga. Keindahan kreasi-Nya dan kesempurnaan hikmah-Nya itu terlihat jelas oleh kita. Nah, adakah yang berani bertanya kepada Dzat Yang Mahakuasa dan mulia tersebut, “Bagaimana kiamat bisa terjadi? Atau, Bagaimana dunia di- gantikan dengan akhirat?” | |||
Allah berfirman:“Tidaklah Allah menciptakan dan membangkitkan kamu (dari dalam kubur) melainkan hanyalah seperti (menciptakan dan membang- kitkan) satu jiwa saja. (QS. Luqmân [31]: 28). | |||
Ayat di atas menginformasikan bahwa hal itu tidaklah sulit bagi Dzat Yang Mahakuasa. Segala sesuatu, baik yang paling besar maupun yang paling kecil sangatlah mudah bagiNya. Komunitas yang besar dengan jumlahnya yang tak terhingga sama seperti satu individu bagi-Nya. | |||
Kami telah menjelaskan hakikat ayat ini dalam Penutup “Kalimat Kesepuluh” secara global, juga pada Setitik Cahaya makrifatullah, dan pada “Surat Kedua Puluh”. Di sini kami akan menjelaskannya secara ringkas dalam tiga persoalan: | |||
1. Kekuasaan ilahi melekat pada diri-Nya, sehingga tidak mungkin bercampur dengan kelemahan. | |||
2. Ia terpaut dengan sisi batin sesuatu, sehingga tidak ada rintangan apapun yang masuk ke dalamnya. | |||
3. Relasinya sesuai hukum yang Dia tetapkan. Karenanya, hal yang bersifat parsial sama dengan yang bersifat universal. | |||
Kami akan menerangkan ketiga persoalan di atas sebagai berikut: | |||
'''Persoalan Pertama,''' | |||
''' | |||
kekuasaan ilahi yang azali adalah milik Dzat-Nya yang suci. Dengan kata lain, ia terkait dengan Dzat-Nya se- hingga tidak mungkin terpisah darinya. | |||
Karena itu, otomatis kelemahan yang merupakan lawan dari kekuasaan tidak mungkin masuk ke dalam Dzat-Nya yang berhias dengan qudrah. Sebab, jika tidak, berarti akan terkumpul dua hal yang saling berlawanan. Ini mustahil.Karena kelemahan tidak mungkin menghampiri Dzat-Nya, tentu saja ia juga tidak mungkin bisa masuk ke dalam qudrah-Nya yang menyatu dengan dzat. Karena itu, qudrah Allah tidak memiliki tingkatan, sebab keberadaan tingkatan pada segala sesuatu terwujud karena keberadaan lawannya bersamanya. Misalnya, tingkatan hawa panas yang terwujud karena masuknya hawa dingin, juga tingkatan kebaikan yang terwujud karena masuknya keburukan. Demikian seterusnya. | |||
Adapun dalam hal yang bersifat mungkin, karena tidak ada keharusan yang bersifat esensial dan hakiki, maka unsur lawan atau kebalikan bisa saling masuk sehingga muncul sejumlah tingkatan dan perbedaan yang melahirkan sejumlah perubahan. Nah, karena tidak ada tingkatan dalam qudrah ilahi, semua yang ditetapkan adalah satu bagi qudrah tersebut. Sama saja baginya antara yang sangat besar dan yang sangat kecil. Sama saja baginya antara bintang dan partikel. Sama saja baginya antara kebangkitan semua manusia dan kebangkitan satu jiwa. Demikian pula antara penciptaan musim semi dan setangkai bunga di mana hal itu sangat mudah bagi qudrah-Nya.Andaikan proses penciptaan disandarkan kepada sebab-sebab materi di luar kekuasaan Allah yang bersifat mutlak, tentu menghidupkan setangkai bunga sangat sulit seperti menghidupkan musim semi. | |||
Kami telah menjelaskan dengan berbagai argumen yang meyakinkan pada catatan kaki alinea terakhir dari tingkatan keempat Allahu Akbar pada kedudukan kedua “Kalimat” ini, juga pada “Kalimat Kedua Puluh Dua”, serta pada “Surat Kedua Puluh” dan lanjutannya. Disebutkan di sana bahwa ketika penciptaan segala sesuatu dikembalikan kepada Dzat Yang Mahaesa, maka penciptaan semuanya menjadi mudah seperti penciptaan satu entitas. Sebaliknya, jika penciptaan satu entitas dikembalikan kepada sebab-sebab materi, ia akan menjadi sangat sulit dan rumit seperti penciptaan semuanya. | |||
'''Persoalan Kedua,''' | |||
''' | |||
qudrah ilahi sangat terkait dengan sisi batin segala sesuatu. | |||
Ya, segala sesuatu di alam ini memiliki dua sisi seperti cermin: pertama, sisi lahir di mana ia ibarat sisi cermin yang berwarna, dan yang kedua adalah sisi batin di mana ia ibarat cermin yang bening (transparan). | |||
Nah, sisi lahir merupakan wilayah putaran segala se- suatu yang saling berlawanan serta tempat datangnya kebaikan, keburukan, yang kecil, yang besar, yang sulit, yang mudah, dan seterusnya. Karena itu, Allah Sang Pencipta Yang Mahabijak meletakkan berbagai sebab lahiri sebagai tabir bagi berbagai aktivitas qudrah-Nya agar sentuhan kekuasaan qudrah-Nya yang penuh hikmah tidak terlihat pada hal-hal parsial di mana bagi akal kita yang terbatas yang hanya melihat sisi lahir, ia tampak hina dan tidak pantas. Pasalnya, keagungan dan kemuliaan-Nya menuntut hal tersebut. Hanya saja, Allah tidak mem- beri pengaruh hakiki kepada sebab-sebab dan sarana tadi karena ke- esaan-Nya mengharuskan demikian. | |||
Adapun sisi batin sesuatu (malakut) ia transparan, bening, dan suci pada segala sesuatu. Tidak bercampur dengan berbagai warna atau hiasan. Sisi ini mengarah kepada Penciptanya tanpa perantara. Di dalamnya tidak ada hubungan sebab akibat dan hal-hal yang menghalangi. Di dalamnya partikel menjadi saudara kandung matahari. | |||
Kesimpulannya, qudrah Allah bersifat murni, bukan hasil kons- truksi. Ia bersifat mutlak, tidak terbatas. Selain itu, ia bersifat esensial. Adapun objek keterpautannya dengan berbagai hal adalah tanpa perantara dan bening, tidak keruh, serta tanpa hijab. Karena itu, sesuatu yang besar atau yang kecil, kelompok atau individu, yang bersifat universal atau yang parsial tidak ada perbedaan dalam wilayah qudrah- Nya. | |||
'''Persoalan Ketiga,''' | |||
''' | |||
relasi qudrah-Nya sejalan dengan hukum yang berlaku. | |||
Yakni, ia melihat yang sedikit dan yang banyak, serta yang kecil dan yang besar dengan pandangan yang sama. Persoalan yang masih samar ini akan kami perjelas dengan sejumlah contoh. | |||
Kehalusan, keberhadapan, keseimbangan, keteraturan, keabstrakan, dan kepatuhan, masing-masing merupakan satu kondisi di alam ini yang membuat sesuatu yang banyak menjadi sama dengan yang sedikit, serta yang besar menjadi sama dengan yang kecil. | |||
Contoh pertama:'''Kehalusan''' | |||
Wujud cahaya matahari memperlihatkan identitasnya sendiri di atas permukaan laut atau di atas setiap tetesan air laut. Andaikan bola bumi tersusun dari serpihan kaca yang bening dan berbeda-beda di mana ia menghadap ke matahari tanpa ada penghalang, tentu cahaya matahari yang tampak di atas setiap petak permukaan bumi dan di atas seluruh muka bumi akan serupa dan sama tanpa saling bercampur, terpisah, dan berkurang. Jika kita asumsikan matahari sebagai pelaku yang berkehendak dan kita anggap ia sendiri menyinari bumi, tentu menyinari seluruh bumi tidak lebih sulit daripada menyinari satu pertikel. | |||
Contoh kedua: Keberhadapan | |||
Anggaplah ada satu lingkaran manusia yang masing-masing memegang cermin. Pada pusat lingkaran terdapat seseorang yang memegang lilin yang sedang menyala. Maka, cahaya yang memancar dari titik pusat tersebut ke berbagai cermin dalam satu lingkaran itu adalah sama, tidak kurang, tidak bercampur dan tidak tercerai-berai. | |||
Contoh ketiga:'''Keseimbangan''' | |||
Jika ada timbangan yang besar dan akurat di mana pada kedua sisinya terdapat dua matahari, atau dua bintang, atau dua gunung, atau dua telur, atau dua partikel, maka upaya yang dikerahkan untuk bisa mengangkat salah satu sisinya menuju langit dan menjatuhkan lainnya ke bumi adalah sama. | |||
Contoh keempat:'''Keteraturan (Sistematis)''' | |||
Kapal yang paling besar dapat dikendalikan seperti mainan anak-anak karena teratur menurut sistem (sistematis). | |||
Contoh kelima:'''Keabstrakan''' | |||
Mikroba misalnya sama seperti badak, ia memiliki esensi dan karakter binatang. Ikan yang sangat kecil juga memiliki karakter dan esensi abstrak tersebut seperti paus yang besar. Pasalnya, esensi abstrak dari suatu bentuk dan fisik itu masuk ke dalam semua bagian tubuh dari yang paling kecil hingga yang paling besar. Ia mengarah kepadanya tanpa berkurang dan terpisah. Karakter dan sifat lahiriah tubuh tidak bisa merusak, mengintervensi, dan mengubah esensi dan karakter abstrak tadi. | |||
Contoh keenam:'''Kepatuhan''' | |||
Pemimpin pasukan sebagaimana dengan perintahnya bisa menggerakkan satu prajurit, ia juga bisa menggerakkan semua pasukan. | |||
Maka, hakikat rahasia kepatuhan dari segala sesuatu yang terdapat di alam merupakan titik kesempurnaan. Ia memiliki kecenderungan kepadanya. Kecenderungan yang berlipat ganda melahirkan rasa butuh. Rasa butuh yang meningkat berubah menjadi rasa rindu. Rasa rindu yang meningkat membentuk ketertarikan. Nah, ketertarikan, kerinduan, rasa butuh dan kecenderungan, semuanya merupakan benih untuk melaksanakan perintah penciptaan ilahi dilihat dari sisi esensinya.Kesempurnaan mutlak dari substansi makhluk yang bersifat mungkin adalah wujud mutlak. Akan tetapi, kesempurnaan yang khusus terkait dengannya adalah wujud khusus baginya di mana ia mengeluarkan potensi fitrinya dari fase kekuatan menuju fase perbua- tan. | |||
Kepatuhan entitas terhadap perintah ilahi, “kun”, seperti kepatu- han satu benih yang laksana seorang prajurit. Ketika makhluk melak- sanakan dan patuh terhadap perintah ilahi, kun yang bersumber dari kehendak ilahi menyatu dengan kecenderungan, rasa rindu, dan butuh tadi. Masing-masing menjadi salah satu manifestasi kehendak-Nya. Bahkan lewat kecenderungannya yang halus, ketika air melaksanakan perintah untuk membeku, rahasia kekuatan taat terlihat lewat kemampuannya menghancurkan besi. | |||
Jika keenam contoh di atas terlihat pada kekuatan dan perbuatan makhluk padahal ia bersifat cacat, terbatas, lemah, dan tidak memiliki pengaruh hakiki, maka segala sesuatu seharusnya memiliki kedudukan yang sama di hadapan qudrah ilahi yang tampak lewat jejak keagungan-Nya di mana ia tidak terbatas dan azali. Qudrah itulah yang menghadirkan semua entitas dari tiada dan membuat semua akal tercengang. Jadi, tidak ada sesuatupun yang sulit bagi qudrah-Nya.Kita juga tidak boleh lupa bahwa kekuasaan ilahi yang demikian agung sebenarnya tidak bisa diukur dengan neraca kita yang lemah. Akan tetapi, ia disebutkan hanya untuk mendekatkan pada pemaha- man dan guna menghilangkan keraguan. | |||
Kesimpulan dari landasan ketiga adalah | |||
bahwa selama qudrah ilahi yang bersifat mutlak tidaklah terhingga; ia melekat pada Dzat-Nya yang suci, dan bahwa sisi batin dari segala sesuatu mengarah pada- nya tanpa hijab; ia juga seimbang dengan melihat bahwa kedua sisinya sama; tatanan alami yang merupakan syariat fitrah terbesar taat pada hukum-hukum dan rambu Allah; selanjutnya sisi malakut (batin) itu murni dan bersih dari berbagai rintangan dan beragam karakter; kare- na itu, entitas yang paling besar sama dengan yang paling kecil di ha- dapan qudrah kekuasaan Allah. Tidak mungkin ada yang menyerang atau membangkang darinya. | |||
Proses menghidupkan seluruh makhluk hidup pada hari kebangkitan sangat mudah sama seperti menghidupkan seekor lalat di musim semi. Karena itu, Allah berfirman:“Tidaklah Allah menciptakan dan membangkitkan kamu (dari dalam kubur) melainkan hanyalah seperti (menciptakan dan membangkitkan) satu jiwa saja. (QS. Luqmân [31]: 28).Ayat tersebut adalah benar dan tepat; tidak berlebihan sama sekali.Demikianlah, terbukti bahwa Pelaku yang sedang kita bicarakan Mahakuasa dan tidak ada yang dapat merintangi-Nya. | |||
< | <span id="DÖRDÜNCÜ_ESAS"></span> | ||
=== | ===Landasan Keempat=== | ||
Sebagaimana terdapat tuntutan dan alasan yang membenarkan adanya kiamat dan kebangkitan, di mana Pelaku yang mendatangkan kebangkitan tersebut Mahakuasa, maka dunia ini juga memiliki potensi terwujudnya kiamat dan kebangkitan. Pernyataan kami ini mengandung empat persoalan: | |||
Pertama, kematian alam adalah suatu hal yang mungkin terjadi. | |||
Kedua, terjadinya kematian alam secara nyata. | |||
Ketiga, membangun dunia yang hancur dalam bentuk akhirat adalah suatu hal yang mungkin terjadi. | |||
Keempat, terjadinya pembangunan dunia secara nyata. | |||
'''Persoalan Pertama:''' | |||
''' | |||
Kematian alam yang mungkin terjadi. | |||
Alam ini sangat mungkin mati dan hancur. Pasalnya, jika sesuatu masuk ke dalam hukum penyempurnaan, maka dalam setiap kondisi terdapat proses tumbuh dan berkembang. Hal itu berarti ia memiliki usia alami pada setiap keadaan. Memiliki usia alami berarti memiliki ajal alami. Ini berarti segala sesuatu tidak mungkin lolos dari kematian. Hal ini terbukti lewat investigasi induktif. | |||
Ya, sebagaimana manusia yang merupakan alam kecil (mikrokos- mos) pasti akan hancur, demikian pula dengan alam semesta yang merupakan manusia besar tidak bisa terlepas dari kematian. Ia pasti akan mati lalu kemudian dibangkitkan, atau tidur dan dibangunkan saat fajar kebangkitan. | |||
Sebagaimana pohon merupakan salinan miniatur alam yang pasti hancur, demikian pula dengan rangkaian entitas yang bercabang dari pohon penciptaan. Ia tidak mungkin selamat dari kebinasaan untuk kemudian dibangun dan diperbaharui. | |||
Jika sebelum ajal alaminya—dan dengan izin ilahi—tidak terjadi peristiwa yang menghancurkan atau penyakit eksternal terhadap dunia, atau Sang Pencipta tidak merusak tatanan, maka lewat perhitungan ilmiah sudah pasti akan datang hari di mana gema berikut terdengar berulang-ulang: | |||
“Apabila matahari digulung. Apabila bintang-bintang berjatuhan. Dan apabila gunung-gunung dihancurkan.” (QS. at-Takwîr [81]: 1-3).“Apabila langit terbelah. Apabila bintang-bintang jatuh berserakan. Dan apabila lautan meluap.” (QS. al-Infithâr [82]: 1-3). Ketika itulah makna dan rahasia dari ayat-ayat tersebut tampak dengan izin Dzat Yang Mahakuasa. Dunia yang merupakan manusia besar akan mulai mengalami sakarat, terengah-engah, dan kemudian berteriak dengan suara menggema yang mengisi angkasa. Setelah itu, ia mati lalu dibangkitkan dengan perintah ilahi. | |||
Persoalan Simbolik yang Mendalam | |||
Sebagaimana air membeku dengan membahayakan dirinya, batu es mencair dengan membahayakan dirinya, inti menguat dengan membahayakan kulitnya, lafadz mengeras dengan membahayakan makna, ruh melemah lantaran jasad menguat, jasad juga melemah lantaran ruh menguat, demikian pula dengan alam dunia ini. | |||
Ketika roda kehidupan bekerja, dunia yang padat ini menjadi halus lantaran ditujukan untuk akhirat yang merupakan alam halus.Lewat aktivitasnya yang mencengangkan, qudrah yang mencipta menyebarkan cahaya kehidupan kepada seluruh bagian makhluk yang mati, tak bernyawa, tebal, dan padam. Ia melarutkan, melembutkan, dan menerangi bagian-bagian tersebut dengan cahaya kehidupan itu agar hakikatnya menguat dan siap untuk alam halus yang menakjub- kan, yaitu akhirat. | |||
Ya, meskipun hakikat yang ada lemah, namun ia tidak akan pernah mati dan tidak akan terhapus seperti gambar. Akan tetapi, ia berjalan pada berbagai bentuk dan gambaran yang berbeda-beda. Semakin lama iapun semakin besar dan semakin tampak. Berbeda dengan kulit dan bentuk yang bertambah kurus, terurai, dan baru kembali untuk muncul dengan pakaian indah yang baru yang sesuai dengan sendi-sendi hakikat yang permanen, berkembang, dan besar.Jadi, hakikat dan bentuk lahir berbanding terbalik dalam hal bertambah dan berkurang. Dengan kata lain, ketika bentuknya keras, maka hakikatnya halus. Ketika bentuknya melemah, hakikatnya menguat. Ini adalah hukum yang mencakup segala sesuatu yang masuk ke dalam hukum kesempurnaan. | |||
Akan datang saatnya di mana alam indrawi ini, yang merupakan bentuk dan kulit dari hakikat alam semesta, menjadi hancur. Dari sana ia akan muncul kembali dalam bentuk yang lebih indah. | |||
Ketika itulah hikmah ayat berikut menjadi terwujud:“Pada hari ketika bumi digantikan dengan bumi yang lain...” (QS. Ibrâhim [14]: 48). | |||
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa kematian dan kehancuran dunia adalah suatu hal yang mungkin terjadi dan tidak ada keraguan sama sekali. | |||
'''Persoalan Kedua:''' | |||
''' | |||
Kematian dunia secara nyata. | |||
Dalilnya adalah kesepakatan seluruh agama samawi, kesaksian semua fitrah yang sehat, berbagai perubahan entitas, dan kematian sejumlah alam yang memiliki kehidupan sepanjang masa di negeri jamuan ini, semua itu menjadi isyarat dan petunjuk atas kematian dunia ini. | |||
Engkau bisa membayangkan sakaratnya dunia seperti yang dijelaskan oleh sejumlah ayat al-Qur’an. Perhatikan sejumlah bagian di alam ini di mana yang satu dan lainnya saling terkait dengan satu tatanan yang sangat tinggi, teliti, dan kokoh lewat sebuah ikatan halus dan samar. Ia demikian rapi di mana ketika satu entitas menerima perintah “jadilah” atau “tinggalkan orbitmu!” maka seluruh alam akan mengalami sakarat. Bintang gemintang akan saling berbenturan serta akan menggelegar seperti suara jutaan meriam. Ia melempar bumi kita ini dan bahkan yang lebih besar darinya di angkasa luas. Lalu gunung beterbangan dan laut meluap sehingga bumi menjadi rata. | |||
Demikianlah Dzat Yang Mahakuasa menggerakkan dan menggoyang alam dengan kematian tersebut serta mencampurnya dengan sakarat sehingga terjadi pemilahan antara satu entitas dan yang lainnya. Neraka berikut isinya akan dipisahkan dan dinyalakan. Sementara, surga menjadi tampak di mana seluruh kelembutannya dikumpulkan dari berbagai unsurnya yang sesuai dengannya, dan muncullah alam akhirat sebagai wujud yang abadi. | |||
'''Persoalan Ketiga:''' | |||
''' | |||
Kebangkitan alam yang mungkin terjadi. | |||
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya pada landasan kedua bahwa tidak ada cacat sama sekali pada qudrah ilahi, bahwa bukti atas keberadaan akhirat sangat kuat, dan bahwa persoalan ini termasuk yang mungkin terjadi. Jika persoalan yang mungkin terjadi memiliki alasan dan bukti yang kuat, serta bahwa pelakunya Mahakuasa, maka jangan hanya melihat sebatas kondisinya yang mungkin terjadi, tetapi ia adalah suatu hal yang pasti terjadi. | |||
'''Persoalan Simbolis''' | |||
''' | |||
Jika kita melihat alam dengan tadabbur dan perenungan, kita bisa menyaksikan bahwa di dalamnya terdapat dua unsur yang membentang ke seluruh sisinya lewat akar-akar yang menjalar, seperti kebaikan dan keburukan, manfaat dan bahaya, sempurna dan cacat, terang dan gelap, petunjuk dan kesesatan, cahaya dan api, iman dan kekufuran, ketaatan dan pembangkangan, serta rasa takut dan harap. Semua hal yang saling berlawanan tersebut berbenturan berikut hasil dan buahnya di mana ia memperlihatkan berbagai perubahan secara terusmenerus seakanakan ia sedang bersiap-siap menuju alam lain. Jadi, hasil dan akhir dari kedua unsur yang saling berlawanan terse- but akan sampai kepada keabadian dan di sana masing-masing akan terpisah. Ketika itu, keduanya tampak dalam bentuk surga dan neraka. Nah, karena alam keabadian akan dibangun dari alam fana ini, maka unsur-unsur fundamental bagi alam ini pasti akan digiring dan dikirim menuju keabadian. | |||
Ya, surga dan neraka merupakan buah dari ranting pohon penciptaan yang terbentang menuju keabadian. Keduanya adalah hasil dari rangkaian alam. Keduanya merupakan tempat penyimpanan uru- san ilahi. Keduanya juga merupakan telaga ombak seluruh makhluk yang berjalan menuju keabadian. Keduanya adalah salah satu manifestasi kelembutan dan keperkasaan.Ketika tangan qudrah Allah menggerakkan dan menggoyang alam ini secara keras, kedua telaga tadi penuh dengan bahan dan un- sur yang sesuai dengan keduanya. | |||
Penjelasannya adalah sebagai berikut: | |||
Sesuai dengan kebijaksanaan dan perhatian-Nya yang abadi, Dzat Yang Mahabijak menciptakan alam ini agar menjadi tempat ujian, ajang kompetisi, cermin bagi nama-nama-Nya yang mulia, serta lembaran pena qudrah dan qadar-Nya.Ujian dan cobaan merupakan sebab pertumbuhan dan perkembangan. Tumbuh kembang menjadi sebab tersingkapnya berbagai potensi alami. Potensi tersebut menyingkap sebab terlihatnya kemampuan. Kemampuan adalah sebab munculnya berbagai hakikat yang bersifat relatif. Sedangkan, hakikat tersebut menjadi sebab untuk memperlihatkan sejumlah manifestasi goresan nama-nama-Nya yang mulia milik Tuhan Pencipta Yang Mahaagung serta untuk mengubah alam menjadi tulisan ilahi. | |||
Demikianlah, rahasia taklif dan hikmah ujian mengarah kepada pembersihan substansi ruh yang tinggi di mana ia ibarat berlian dari berbagai materi ruh yang rendah yang seperti arang. | |||
Lewat rahasia ini dan lewat berbagai hikmah tersembunyi yang tidak kita ketahui, Dzat Yang mahabijak dan Mahakuasa menghadirkan alam dengan bentuknya yang seperti ini, dan Dia menghendaki perubahannya sesuai dengan hikmah yang ada. Agar perubahan terse- but terwujud, Dia mencampur unsur-unsur yang berlawanan dan menjadikannya saling berhadapan. Yang berbahaya dicampur dengan yang bermanfaat. Yang buruk masuk ke dalam yang baik. Yang jelek berkumpul dengan yang indah. Demikianlah, tangan kekuasaan mengaduk semuanya serta menjadikan alam mengikuti hukum perubahan dan tatanan menuju proses kesempurnaan. | |||
Selanjutnya, ketika majelis ujian ditutup dan waktunya berakhir, lalu Asmaul Husna memperlihatkan berbagai hikmah di baliknya, pena qadar menyempurnakan catatannya, qudrah melengkapi ukiran kreasi-Nya, seluruh entitas menunaikan tugasnya, semua makhluk menyelesaikan perannya, segala sesuatu mengeskpresikan makna dan maksudnya, dunia menumbuhkan tanaman akhirat, bumi menyingkap semua tanda-tanda kekuasaan ilahi dan kreasi-Nya yang luar biasa, serta alam fana ini menetapkan lembaran pemandangan yang kekal di atas pita zaman, ketika itulah hikmah abadi dan perhatian Tuhan menuntut agar hakikat hasil ujian tersebut terlihat. | |||
Demikian pula dengan hakikat manifestasi Asmaul Husna, catatan pena qadar, model dasar kreasi-Nya, manfaat dan tujuan dari berbagai tugas entitas, balasan pengabdian makhluk, makna rangkaian kata yang diberitakan oleh kitab alam, kemunculan bulir dari benih potensi alami, pembu- kaan pintu pengadilan terbesar, pertunjukan pemandangan yang telah direkam di dunia, ketersingkapan tabir sebab lahiri, dan kepatuhan segala sesuatu kepada perintah Penciptanya secara langsung.Ketika iradah-Nya hendak memperlihatkan berbagai hakikat tersebut guna menyelamatkan entitas dari transformasi perubahan dan kondisi fana, serta agar berbagai unsur yang saling berlawanan tadi terpisah, sudah pasti Allah akan menegakkan kiamat. Dia akan menyeleksi semua persoalan guna memperlihatkan hasil yang ada. | |||
Pada akhirnya neraka akan mengambil bentuk abadi yang buruk di mana ia mengancam orang-orang yang masuk ke dalamnya dengan berkata:“Berpisahlah kamu (dari orang-orang mukmin) pada hari ini, wa- hai orang-orang yang berbuat jahat.” (QS. Yâsîn [36]: 59).Sebaliknya, surga tampil dengan keindahannya yang kekal. Para penjaganya berkata kepada penghuni surga:“Kesejahteraan terlimpah atas kalian. Berbahagialah kalian! Ma- sukilah surga ini dengan kekal di dalamnya.” (QS. az-Zumar [39]: 73). | |||
Dengan qudrah-Nya yang sempurna, Dat Yang Mahakuasa dan Mahabijak akan menganugerahkan kepada penghuni kedua tempat kekal itu wujud permanen yang kekal abadi. Ia tidak mengalami perubahan dan kehancuran. Di sana tidak terdapat sebab-sebab perubahan yang mengarah kepada kehancuran sebagaimana hal ini telah dijelaskan pada pertanyaan kedua, kedudukan pertama dari “Kalimat Kedua Puluh Delapan”. | |||
'''Persoalan Keempat:''' | |||
''' | |||
Terjadinya pembangunan dunia secara nyata. | |||
Kebangkitan pasti akan terjadi. Ya, setelah dunia hancur dan binasa, akhirat akan dibangkitkan. Sang Pencipta Yang Mahakuasa yang telah membangunnya pertama kali akan memakmurkan akhirat dengan bentuk yang lebih indah daripada yang pertama setelah ia hancur. Dia akan menjadikannya sebagai salah satu tempat singgah akhirat. Dalil yang paling menunjukkan tentang hal ini pertama-tama adalah al-Qur’an dengan seluruh ayatnya yang mengandung ribuan bukti rasional. Diikuti dengan kitab-kitab suci lainnya, yang dalam persoalan ini, sejalan dengan al-Qur’an. Sifat-sifat keagungan dan kesempurnaan ilahi serta semua nama-Nya yang mulia secara tegas menunjukkan adanya kebangkitan. Demikian pula dengan semua perintah Tuhan yang diwahyukan kepada seluruh nabi dan rasul di mana dengan itu Dia menjanjikan keberadaan kiamat. Karena telah berjanji, tentu Dia akan memenuhi janji-Nya. Engkau bisa merujuk kembali hakikat kedelapan dari “Kalimat Kesepuluh”. Petunjuk lainnya adalah semua informasi yang diberikan Nabi x terkait dengan terjadinya kebangkitan di mana semua nabi, rasul, serta para wali dan kaum shiddîqîn dalam hal ini sejalan dengan beliau. Belum lagi semua ayat penciptaan di alam ini memberitahukan kepada kita tentang terjadinya kebangkitan. | |||
Kesimpulannya, semua hakikat “Kalimat Kesepuluh” serta seluruh petunjuk dalam risalah “Lâ Siyyamâ,” yang terdapat pada kedudukan kedua dari “Kalimat Kedua Puluh Delapan” yang ditulis dengan bahasa Arab dalam buku al-Matsnawi, keduanya memperli- hatkan secara meyakinkan—laksana terbitnya matahari setelah terbenam—bahwa matahari hakikat akan bersinar dalam bentuk kehidupan ukhrawi setelah terbenamnya kehidupan dunia. | |||
Demikianlah, semua yang telah kami jelaskan dari awal pada landasan keempat ini tidak lain merupakan kelanjutan dari nama al-Hakîm (Yang Mahabijak) sekaligus hasil dari limpahan makna al- Qur’an agar kalbu bisa menerima dan diri ini siap tunduk. | |||
Sebetulnya kita tidak pantas untuk membicarakan persoalan ini. Kita harus mendengar apa yang dikatakan oleh pemilik hakiki dunia, pencipta alam, dan pemilik entitas ini. Ketika pemilik kerajaan berbicara, siapa yang berani berbicara selain-Nya. | |||
<div | <div class="mw-translate-fuzzy"> | ||
Tuhan Sang Pencipta Yang Maha Bijak mengarahkan kalam azali-Nya ke seluruh barisan entitas di ruangan masjid dunia dan sekolah bumi yang terus ada sepanjang masa. Dia yang mengguncang alam seluruhnya.“Apabila bumi digoncangkan dengan goncangan (yang dahsyat, lalu bumi mengeluarkan beban-beban berat (yang dikandung)-nya, dan manusia bertanya, “Mengapa bumi (menjadi begini)?” pada hari itu bumi menceritakan beritanya, karena Tuhanmu telah memerintahkan (yang demikian itu) kepadanya. Pada hari itu manusia ke luar dari kuburnya dalam keadaan bermacam-macam supaya diperlihatkan ke- pada mereka (balasan) pekerjaan mereka. Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarah sekalipun, niscaya Dia akan melihat (balasan)nya. Barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar zarah sekalipun, niscaya Dia akan melihat (balasan)nya pula.” (QS. az-Zal- zalah [99]: 1-8).Ia mengutarakan satu ucapan yang membuat gembira semua makhluk dan melahirkan rasa rindu: | |||
“Sampaikanlah kabar gembira kepada mereka yang beriman dan berbuat kebajikan, bahwa untuk mereka disediakan surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Setiap kali mereka diberi rezeki buah-buahan dari surge, mereka berkata, “Inilah yang pernah diberikan kepada kami dahulu.” Mereka diberi buah-buahan yang serupa. Dan di sana mereka (memperoleh) pasangan-pasangan yang suci. Dan mereka kekal di dalamnya.” (QS. al-Baqarah [2]: 25).Kita harus mendengar dan memperhatikan perkataan tersebut yang bersumber dari Sang Pemilik kerajaan serta Pemelihara dunia dan akhirat. Kita ucapkan, “Kami beriman dan percaya.” | |||
</div> | </div> | ||
Mahasuci Engkau. Kami tidak memiliki pengetahuan kecuali yang Kau ajarkan pada kami. Engkau Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana. | |||
Wahai Tuhan, jangan Kau hukum kami jika lupa atau alpa. | |||
“Ya Allah, limpahkan salawat kepada junjungan kami, Muhammad, dan kepada keluarga junjungan kami, Muhammad, sebagaimana Engkau telah melimpahkan salawat kepada junjungan kami, Ibrahim, dan kepada keluarga junjungan kami, Ibrahim.Engkau Maha Terpuji dan Mahaagung.” | |||
------ | ------ | ||
<center> [[Yirmi Sekizinci Söz]] ⇐ | [[Sözler]] | ⇒ [[Otuzuncu Söz]] </center> | <center> [[Yirmi Sekizinci Söz/id|KALIMAT KEDUA PULUH DELAPAN]] ⇐ | [[Sözler/id|Al-Kalimât]] | ⇒ [[Otuzuncu Söz/id|KALIMAT KETIGA PULUH]] </center> | ||
------ | ------ | ||
10.55, 26 Kasım 2024 itibarı ile sayfanın şu anki hâli
(Keabadian Ruh, Malaikat dan Kebangkitan)
اَعُوذُ بِاللّٰهِ مِنَ الشَّي۟طَانِ الرَّجٖيمِ
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ
Para malaikat dan ruh (Jibril) turun pada malam tersebut dengan izin Tuhannya untuk mengatur urusan. (QS. al-Qadr [97]: 4).Katakan, “Ruh merupakan urusan (perintah) Tuhanku.”(QS. al-Isrâ [17]: 85).
Bahasan ini terdiri atas dua tujuan fundamental dan sebuah pendahuluan
Pendahuluan
Dapat dikatakan bahwa keberadaan malaikat dan alam spiritual merupakan sebuah kepastian sama seperti kepastian wujud manusia dan hewan. Seperti yang telah kami jelaskan dalam tingkatan pertama dari “Kalimat Kelima Belas” bahwa hakikat dan hikmah secara pasti menuntut adanya penghuni langit sebagaimana bumi memiliki penghuni. Sudah pasti penghuni tersebut adalah makhluk berkesadaran. Mereka sangat sesuai dengan kondisi langit itu. Dalam terminologi agama, beragam jenis penghuni langit itu disebut dengan malaikat dan ruhaniyyûn (makhluk spiritual).
Ya. Hakikat menuntut hal tersebut. Meski bumi kita sangat kecil jika diukur dengan langit, pengisiannya dengan makhluk yang memiliki perasaan pada setiap waktu, serta pengosongan dan penghiasannya dengan sejumlah makhluk baru menunjukkan dengan jelas bahwa langit yang memiliki benteng tinggi dan kokoh seperti istana indah, pasti dipenuhi dengan makhluk hidup yang berkesadaran di mana mereka menjadi cahaya wujud, serta memiliki perasaan di mana mereka menjadi cahaya makhluk hidup. Sama seperti jin dan manusia, makhluk tersebut juga menyaksikan istana alam besar dan mencermati kitab kosmos ini. Dengan ubudiyah yang bersifat universal dan komprehensif mereka merepresentasikan tasbih alam dan wirid sejumlah entitas.
Ya, keragaman entitas menunjukkan keberadaan malaikat. Pasalnya, penghiasan entitas dengan kreasi menakjubkan yang tak terhingga dan dengan sejumlah estetika yang memiliki sejumlah esensi dan goresan penuh hikmah secara otomatis menuntut keberadaan pandangan yang menafakkuri, mengapresiasi, mengagumi, dan menghargainya. Dengan kata lain, ia menuntut keberadaan mereka.
Ya. Sebagaimana keindahan menuntut adanya sang pencinta dan makanan diberikan kepada yang lapar, maka nutrisi ruh dan makanan kalbu pada kreasi ilahi indah dan menakjubkan ini menunjukkan keberadaan malaikat dan ruhaniyyûn di mana ia mengarah pada mereka. Dekorasi tak terhingga yang terdapat di alam menuntut pengamatan dan ubudiyah tak terhingga. Manusia dan jin tidak dapat melakukan keduanya kecuali hanya sedikit—sepersejuta—dari tugas tak terkira ini.
Di lihat dari sisi penuh hikmah ini dan dari ubudiyah yang luas ini, maka tugas tak terhingga dan ibadah yang beragam ini menuntut adanya spesies tak terhingga pula dari jenis malaikat dan ruhaniyyûn. Hal itu untuk memakmurkan dan mengisi masjid agung ini yang berupa alam dan jagat raya.
Ya, pada setiap sisi alam dan pada setiap wilayahnya terdapat para petugas dari jenis malaikat dan ruhaniyyûn. Kewajiban melaku- kan ubudiyah khusus dilimpahkan kepada mereka. Dengan melihat petunjuk sejumlah hadis Nabi di satu sisi dan dengan memahami hik- mah keteraturan alam di sisi lain, kita dapat mengatakan bahwa sejumlah fisik tak bernyawa yang berjalan, mulai dari bintang hingga tetesan hujan, semuanya merupakan perahu dan kapal bagi sebagian malaikat.
Mereka mengendarainya dengan izin Tuhan sekaligus menyaksikan alam indrawi seraya berkelana di dalamnya. Mereka mencerminkan tasbih kapal tersebut. Jika ruh para syuhada berada di rongga burung hijau yang terbang di surga seperti yang disebutkan dalam hadis Nabi, maka dapat dikatakan bahwa mulai dari burung hijau yang terdapat dalam hadis tersebut hingga lebah yang merupakan makhluk hidup menjadi kapal bagi berbagai jenis ruh. Ruh tersebut menempati fisik makhluk hidup tadi sesuai dengan perintah Allah Yang Mahabenar. Ia menyaksikan alam materi lewat indranya seperti mata dan telinga serta mengamati berbagai mukjizat fitri yang menakjubkan di dalamnya. Dengan cara semacam itu, ia melaksanakan tasbih khususnya.
Demikianlah, sebagaimana hakikat yang ada menuntut keberadaan malaikat dan ruhaniyyûn, hikmah di dalamnya juga menuntut hal berikut:Sang Pencipta Yang Mahabijak dengan terus-menerus dan sung- guh-sungguh telah mencipta “kehidupan halus” dengan sejumlah pengetahuan bersinarnya dari tanah padat yang mempunyai keterkaitan sedikit dengan ruh dan dari air keruh yang mempunyai keterkaitan parsial dengan cahaya kehidupan. Jika demikian, sudah pasti Dia juga memiliki banyak makhluk berkesadaran yang berasal dari lautan cahaya, bahkan dari lautan kegelapan, udara, listrik, dan seluruh materi halus yang lebih sesuai dengan ruh serta lebih cocok dan lebih dekat dengan kehidupan.
TUJUAN PERTAMA
Percaya kepada Malaikat adalah Salah Satu Rukun Iman
Tujuan Pertama ini mencakup empat prinsip dasar:
Prinsip Pertama
Kesempurnaan wujud terealisasi bersama kehidupan. Bahkan, wujud hakiki bagi sebuah eksistensi hanya ada bersama kehidupan. Kehidupan merupakan sinar wujud. Perasaan adalah cahaya kehidupan. Kehidupan merupakan pangkal dan landasan bagi segala sesuatu. Kehidupanlah yang menjadikan segala sesuatu sebagai milik makhluk hidup. Ia menjadikan makhluk hidup sebagai pemilik bagi segalanya. Dengan kehidupan, makhluk hidup dapat berkata, “Ini semua adalah milikku. Dunia adalah tempat tinggalku. Seluruh alam adalah kerajaan yang diberikan oleh Tuhan padaku.” Jika cahaya menjadi sebab untuk dapat melihat fisik dan sebab terlihatnya sejumlah warna (menurut salah satu pendapat), maka kehidupan juga dapat menyingkap dan sebab terlihatnya entitas, serta sebab terwujudnya bagian-bagian entitas. Kehidupanlah yang membuat bagian yang bersifat parsial menja- di sesuatu yang bersifat komprehensif. Ia menjadi sebab bagi seluruh kesempurnaan wujud sekaligus menjadikannya sebagai poros bagi kesatuan yang tunggal dan manifestasi ruh yang tunggal. Bahkan kehidupan merupakan jenis manifestasi keesaan dalam tingkatan makhluk yang demikian banyak. Ia adalah cermin keesaan dalam pluralitas.
Agar lebih jelas, perhatikanlah benda mati. Meski ia berupa gunung yang besar, namun ia asing, yatim, dan sendiri. Korelasi dan hubungannya hanya terbatas dengan tempatnya dan segala sesuatu yang terkait dengannya. Sementara, entitas alam yang lain baginya tidak ada. Sebab, ia tidak memiliki kehidupan yang bisa bersambung dengannya. Ia juga tidak memiliki perasaan untuk bisa terkait dengannya.
Lalu perhatikan tubuh kecil makhluk hidup seperti lebah misalnya. Ketika kehidupan masuk ke dalam dirinya, ia melakukan transaksi bisnis dan relasi dengan semua jenis entitas. Terutama, tumbuhan dan bunga yang terdapat di bumi di mana ia bisa berkata, “Seluruh bumi merupakan taman dan tempat dagangku.”
Jadi, di samping indra lahir dan batin yang terdapat dalam makhluk hidup, ada sejumlah dorongan alamiah lain yang tidak dikenal layaknya indra yang meng- giring di mana ia memberikan kepada lebah kesempatan bergerak dan kemampuan untuk melakukan hubungan timbal balik dengan seba- gian besar spesies yang terdapat di dunia.
Jika kehidupan memperlihatkan pengaruhnya yang demikian terhadap makhluk hidup kecil, maka semakin tinggi dan naik menuju tingkatan paling mulia yang berupa tingkatan manusia, pengaruhnya menjadi lebih luas, besar, dan bersinar. Pasalnya, manusia dapat berkeliling dengan akal dan perasaannya yang merupakan cahaya kehidupan di sejumlah alam yang tinggi, alam ruhiyah, dan alam materi sebagaimana berkeliling di kamar-kamar rumahnya. Ini berarti bahwa jika makhluk hidup yang memiliki perasaan tersebut bepergian menuju alam maknawi, alam itu juga datang dan menjadi tamu bagi cermin ruhnya lewat goresan dan wujudnya yang tergambar padanya.
Kehidupan merupakan petunjuk paling cemerlang yang mem- buktikan keesaan Allah. Ia merupakan ruang paling luas bagi nikmat-Nya yang agung, manifestasi paling lembut dari wujud rahmat-Nya, serta goresan paling halus dari kreasi-Nya yang samar dan bersih.Ya, kehidupan sangat tersembunyi dan halus. Pasalnya, awal mula kehidupan bering rendah masih tetap samar bagi pengetahuan manusia sejak masa nkut perkembangannya pada benih yang merupa- kan awal tingkatan kehidupan pada tumbuhan sebagai contoh jenis kehidupan yang paliabi Adam. Padahal, ia sangat jelas, banyak, dan dekat dengan manusia. Namun hakikatnya belum juga tersingkap dengan jelas bagi akal manusia.
Kehidupan sangat bersih dan suci di mana kedua sisinyamulk dan malakûtdemikian bening dan transparan. Tangan kekuasaan Tuhan melakukan berbagai aktivitas di dalamnya tanpa disertai tirai sebab. Sementara, dalam urusan lain, sebab-sebab lahiri dijadikan sebagai tabir agar menjadi sumber bagi berbagai persoalan yang tidak penting di mana secara lahiriah tidak sejalan dengan kemuliaan-Nya.
Kesimpulan: dapat dikatakan bahwa jika kehidupan tidak ada, wujud juga tidak akan berwujud dan sama dengan tiada. Kehidupan adalah cahaya ruh, sementara perasaan merupakan sinar kehidupan.
Sepanjang kehidupan dan perasaan memiliki kedudukan yang sangat penting, selama kita menyaksikan tatanan yang demikian rapi di alam ini berikut kecermatan, ketelitian, ketepatan yang sempurna, dan keselarasan di dalamnya, selama bumi kitayang ibarat sebutir atom jika diukur dengan jagat rayadipenuhi dengan makhluk hidup, makhluk berperasaan, dan makhluk berpengetahuan yang jumlahnya tak terhingga, maka dapat disimpulkan secara pasti bahwa seluruh sisi istana langit dan gugusan bintang diisi oleh sejumlah makhluk hidup yang memiliki perasaan di mana mereka selaras dan harmonis dengannya. Sebagaimana ikan hidup di air, demikian pula bisa jadi terdapat sejumlah makhluk bercahaya di sekitar kobaran api matahari yang sesuai dengan kondisinya. Pasalnya, api tidak membakar cahaya; bahkan mendukungnya.
Jika qudrah ilahi menciptakan makhluk hidup yang memiliki ruh dengan jumlah tak terhingga yang berasal dari bahan-bahan yang sangat sederhana, bahkan dari unsur yang paling padat di mana materi yang padat dan kasar itu lewat kehidupan berubah menjadi ma- teri yang halus dan rapi lalu cahaya kehidupan memancar pada segala sesuatu, maka Dzat Yang Mahakuasa dan Mahabijak tersebut dengan qudrahNya yang sempurna dan hikmah-Nya yang paripurna tidak akan membiarkan cahaya, eter, dan unsur-unsur sejenis yang halus dan dekat bahkan sangat sesuai dengan ruh, begitu saja tanpa kehidupan. Dia tidak akan membiarkannya mati dan tidak memiliki perasaan. Tetapi justru sangat layak jika Dia menciptakan sejumlah makhluk hidup dan berperasaan dari materi halus itu, dari cahaya, dari kege- lapan, dari materi eter, dari udara, dan bahkan dari untaian kata.
Dia menciptakan begitu banyak makhluk yang memiliki ruh yang berbeda bedasebagaimana jenis hewan yang demikian beragamsehingga dari sana muncul kelompok malaikat, jin, dan ruhaniyyûn lainnya.Lewat contoh berikut ini akan menjadi jelas betapa konsep ke- beradaan malaikat dan makhluk spiritual sebagaimana yang diterangkan al-Qur’an merupakan sebuah hakikat, kepastian, dan persoalan yang rasional. Sebaliknya, sikap menolak hal tersebut sangat bertentangan dengan hakikat dan hikmah yang ada. Bahkan ia menjadi khurafat, kesesatan, dan satu bentuk kebodohan.
Ada dua orang yang saling berteman. Yang satu orang kampung, sementara satunya lagi orang kota. Keduanya berjalan bersama menuju sebuah kota besarseperti Istanbul. Sebelum masuk kota, di satu sisinya mereka menemui satu bangunan kecil dan tempat kerja yang kotor. Keduanya melihat tempat tersebut dipenuhi oleh orang-orang miskin yang bekerja keras. Di sekitar bangunan itu terdapat sejumlah hewan dan makhluk hidup lain yang menyambung hidup dengan caranya masing-masing. Ada yang makan tumbuhan, ada yang makan ikan saja, dan seterusnya. Ketika sedang memperhatikan keadaan mereka, keduanya terkejut manakala dari kejauhan melihat ribuan bangunan indah dan istana tinggi yang dipisah dengan lapangan yang luas. Hanya saja, penghuni bangunan tersebut tidak tampak oleh mereka. Entah karena jarak yang terlalu jauh, karena lemahnya pengliha- tan mereka, atau karena penghuni istana itu bersembunyi. Tidak ada tanda-tanda kehidupan seperti yang terdapat di bangunan kecil ini pada istana yang tinggi itu.Maka orang kampung yang sepanjang hidup belum pernah melihat kota segera berkomentar, “Bangunan tersebut kosong tidak ber- penghuni. Aku tidak melihat makhluk hidup di dalamnya, serta tidak ada tanda-tanda kehidupan padanya seperti kehidupan kita.” Dengan celotehannya, ia memperlihatkan kedunguannya. Namun, temannya yang berakal menjawab, “Wahai fulan, tidakkah engkau melihat bahwa bangunan yang kecil dan sederhana ini dipenuhi oleh makhluk hidup tanpa ada satu jengkalpun di sekitar kita yang kosong dari makhluk dan para pekerja. Selalu ada orang- orang yang menggantikan mereka. Sekarang perhatikan, mungkinkah bangunan indah yang rapi, serta istana itu kosong dari makhluk yang sesuai dengan keadaannya?! Tentulah semuanya dipenuhi dengan makhluk yang memiliki ruh. Mereka memiliki tanda-tanda kehidupan lain yang khusus. Bisa jadi sebagai ganti dari kayu dan ikan, mereka memakan sesuatu yang lain.Jadi, tidak terlihatnya merekaentah karena jauh, keterbatasan penglihatan, atau karena bersembunyitidak bisa menjadi dalil bahwa mereka tidak ada.
Sebab, ketidakterlihatan sama sekali tidak menunjukkan ketiadaan. Demikian pula dengan ketidaktampakan.”
Dengan menganalogikan kepada perumpamaan sederhana terse- but, maka dapat dikatakan bahwa meski keras dan berukuran kecil, planet bumi sebagai salah satu benda langit telah menjadi tempat ting- gal bagi makhluk hidup yang jumlahnya tak terhingga. Bahkan, planet bumi telah menjadi planet yang paling kotor dan hina. Ia merupakan sumber dan tempat tinggal bagi banyak makhluk sekaligus sebagai galeri bagi berbagai entitas.
Maka sudah pasti hal ini menunjukkan, bahkan menegaskan, bahwa angkasa luas dan langit yang memiliki gu- gusan bintang dan planet dipenuhi oleh makhluk hidup yang memiliki pengetahuan dan perasaan. Al-Qur’an dan syariat menyebut mereka dan makhluk yang tercipta dari cahaya, api, kegelapan, udara, suara, aroma, kata, dan eter, bahkan listrik dan materi halus lainnya dengan istilah malaikat, jin, dan ruhaniyyûn.
Akan tetapi, sebagaimana fisik terwujud dalam jenis yang beragam, demikian pula dengan malaikat. Pasalnya, malaikat yang ditugaskan menangani tetesan hujan berbeda jenis dengan malaikat yang ditugaskan menangani matahari. Hal yang sama terjadi pada jin dan ruhaniyyûn lainnya.
Penutup
Sebagaimana telah dibuktikan secara empiris bahwa materi bukan pondasi dan pilar utama yang membuat wujud tetap eksis, tetapi ia tegak lewat keberadaan substansi. Nah, substansi tersebut adalah kehidupan. Ia adalah ruh.
Jelas bahwa materi bukanlah penentu yang menghasilkan kesempurnaan. Sebaliknya, ia justru ditentukan. Ia berjalan sesuai dengan landasan tertentu dan bergerak sesuai dengan petunjuknya. Landasan tersebut tidak lain adalah kehidupan. Ia adalah ruh.
Juga dapat dipastikan bahwa semua aktivitas dan kesempurnaan tidak terikat dengan materi dan tidak dibangun di atasnya. Pasalnya, ia bukan inti, bukan pangkal, bukan landasan, serta bukan sesuatu yang tetap dan permanen.
Namun, ia hanya kulit, bungkus, buih, dan gambar yang disiapkan untuk terbelah, larut, dan berceraiberai.
Dapat disaksikan bagaimana binatang kecil yang tidak mungkin dilihat dengan mata telanjang memiliki perasaan yang tajam dan kuat sehingga dapat mendengar suara binatang yang sejenis dengannya serta dapat melihat makanannya. Hal ini menunjukkan kepada kita dengan sangat jelas bahwa ketika materi atau fisik semakin kecil, tan- da-tanda dan jejak kehidupan yang terdapat padanya semakin kuat serta cahaya ruh di dalamnya semakin tampak. Dengan kata lain, ketika materi demikian kecil dan jauh dari alam materi ia menjadi semakin dekat dengan alam ruh, alam kehidupan, dan alam perasaan sehingga cahaya kehidupan, kehangatan ruh tampak lebih jelas.
Nah, apabila alam yang dibungkus oleh materi dialiri oleh kehidupan, perasaan, dan ruh, mungkinkah alam batin di luar materi tidak dipenuhi oleh makhluk yang memiliki ruh dan perasaan? Mungkinkah substansi, ruh, hakikat, serta sumber kilau dan buahnya yang terdapat di alam indrawi dikembalikan kepada materi dan gerakannya serta menjadi jelas hanya dengannya? Tentu saja tidak. Akan tetapi, semua fenomena yang tidak terbatas ini berikut kilaunya memperlihatkan kepada kita bahwa alam indrawi dan fisik ini hanyalah bungkus yang menutupi alam malakut dan alam ruh.
Prinsip Kedua
Dapat dikatakan bahwa meskipun penjelasannya berbedabeda, namun secara implisit semua ulama dan ilmuwan menyepakati keberadaan malaikat dan ruhaniyyûn, baik disadari atau tidak.
Mereka mengakui esensi malaikat. Bahkan para filsuf seperti kelompok Masysyâûn yang tenggelam dalam dunia materi yang merupakan bagian dari filsuf Isyrâqiyyûn juga tidak mengingkari hal tersebut. Mereka mengungkapkan esensi malaikat dengan berkata, “Terdapat esensi spiritual pada setiap spesies.”
Sementara yang lain ketika harus menerima substansi malaikat secara keliru menyebut mereka sebagai “akal sepuluh dan penguasa spesies.”
Seperti diketahui, semua agama percaya bahwa pada setiap entitas terdapat malaikat yang bersamanya di mana ia mengirimkan wahyu dan petunjuk ilahi. Mereka menyebutnya dengan nama malaikat penjaga gunung, malaikat penjaga lautan, malaikat yang menurunkan hujan, dan seterusnya.
Kaum materialis dan naturalis sekalipun yang telah menggantungkan akal kepada penglihatan, yang secara maknawi telah kehi- langan rasa kemanusiaan, serta jatuh ke tingkatan benda mati, tidak mampu mengingkari esensi malaikat dan hakikat ruh. Mereka menye- but kekuatan yang terdapat dalam rambu-rambu fitrah dengan nama “Energi yang mengalir”.(*[1])Meskipun tidak secara langsung, ini berarti mereka mengakui esensi malaikat.
Wahai manusia malang yang ragu-ragu untuk menerima keberadaan malaikat dan ruhaniyyûn. Apa yang menjadi sandaranmu?Hakikat apa yang kau banggakan sehingga engkau tetap menentang esensi serta hakikat keberadaan malaikat dan ruhaniyyûn yang disepakati oleh para ilmuwan?Seperti yang kami sebutkan dalam landasan pertama bahwa sepanjang kehidupan menyingkap entitas berikut hasilnya, maka semua ilmuwan secara implisit juga mengakui esensi malaikat meskipun istilah mereka berbeda-beda. Mereka juga sepakat bahwa bumi dipenuhi dengan semua jenis makhluk hidup dan makhluk bernyawa. Lalu, bagaimana mungkin angkasa yang luas ini kosong dari penghuninya?! Bagaimana mungkin langit yang indah dan halus tersebut kosong dari makhluk yang memakmurkannya?!
Jangan sampai terlintas dalam benakmu bahwa rambu-rambu dan hukum yang berjalan di seluruh alam inilah yang membuat entitas bisa hidup. Pasalnya, rambu dan hukum yang mengontrol alam hanyalah perintah lahiri dan hukum ilusi yang tidak penting dan tidak berarti sama sekali. Andaikan tidak ada hamba Allah yang bernama malaikat yang menggenggam kendali hukum tersebut sekaligus memperlihatkan dan mengaktualisasikannya, maka hukum dan rambu tadi tidak akan eksis dan tidak bisa diidentifikasi. Ia juga bukan merupakan hakikat ekster- nal. Pasalnya, kehidupan itulah yang merupakan hakikat eksternal. Sementara sesuatu yang bersifat ilusi dan imajinasi tidak bisa dianggap sebagai hakikat eksternal.
Dari sini dapat disimpulkan bahwa ahli hikmah, para ulama, dan ilmuwan sepakat bahwa entitas tidak hanya terbatas pada alam indrawi ini, serta bahwa alam indrawi yang tak bernyawa ini yang nyaris tidak selaras dengan keberadaan ruh dihiasi dengan makhluk bernyawa yang jumlahnya demikian besar. Tentu saja wujud tidak mungkin hanya terbatas padanya. Namun, terdapat tingkatan wujud lain yang sangat banyak di mana jika disandingkan dengannya alam indrawi merupakan hijab atau bungkus baginya.
Lalu, karena alam gaib dan alam maknawi memiliki kecocokan dengan ruh sebagaimana laut dengan ikan, maka kedua alam tersebut pasti diisi dengan sejumlah ruh yang sesuai dengannya.Karena semua hal membuktikan keberadaan malaikat, gambaran terbaik tentang keberadaan malaikat dan ruhaniyyûn, serta keadaan paling utama baginya yang bisa diterima dan diapresiasi oleh akal adalah apa yang diterangkan dan dijelaskan oleh al-Qur’an.Al-Qur’an menyebut malaikat sebagai “Para hamba yang mendapat kemuliaan.” (QS. al-Anbiyâ [21]: 26).“Mereka tidak menentang perintah Allah dan mengerjakan semua yang disuruh oleh-Nya.” (QS. at-Tahrim [66]: 6).Mereka makhluk yang tercipta dari cahaya dan bersifat halus.Mereka terbagi ke dalam beragam jenis.
Ya, apabila manusia merupakan umat yang mengemban, mencerminkan, dan melaksanakan syariat Ilahi yang bersumber dari sifat “kalam”, demikian pula dengan malaikat. Mereka adalah umat yang sangat besar di mana sebagian mereka mengemban, mencerminkan, dan melaksanakan syariat takwîniyah (penciptaan) yang bersumber dari sifat irâdah. Mereka adalah satu kelompok hamba Allah yang taat kepada perintah Dzat Yang Memberikan pengaruh hakiki yang merupakan qudrah yang mencipta dan iradah ilahiyah dengan penuh ketaatan. Bahkan mereka menjadikan setiap bagian dari langit yang tinggi sebagai masjid dan tempat ibadah.
Prinsip Ketiga
Persoalan keberadaan malaikat dan ruhaniyyûn termasuk persoalan yang sejalan dengan logika yang berbunyi, “Keberadaan keseluruhan dapat diketahui dari keberadaan bagiannya.” Dengan kata lain, ketika seseorang melihat malaikat, maka wujud jenis malaikat secara umum dapat diketahui. Sebab, orang yang mengingkari satu darinya berarti mengingkari keseluruhannya.Jika seseorang bisa menerima jenis malaikat tersebut, ia juga harus menerima keseluruhan jenisnya. Dengan demikian, perhatikan hal berikut ini:Tidakkah engkau melihat dan mendengar bahwa semua pemeluk agama di seluruh masa, dari zaman Nabi Adam hingga sekarang ini sepakat mengakui keberadaan malaikat dan ruhaniyyûn. Berbagai kelompok manusia telah sepakat bahwa malaikat dapat diajak berbicara, dilihat, dan dikisahkan sebagaimana mereka saling berdialog, melihat, dan mengisahkan cerita di antara mereka.
Nah, mungkinkah kesepakatan semacam ini dalam bentuknya yang mutawatir dan permanen terkait dengan persoalan yang eksis, positif, dan mengacu ke- pada penyaksian ini lahir jika tidak ada satupun dari malaikat yang disaksikan secara kasat mata dan jelas?!
Atau tidak ada satu atau sejumlah sosok dari mereka yang dikenali secara pasti lewat penyak- sian?! Atau, keberadaan mereka tidak dapat dirasakan secara jelas?! Mungkinkah keyakinan umum tersebut muncul tanpa prinsip-prinsip yang bersifat aksiomatis?! Mungkinkah ia hanya berupa ilusi yang tidak memiliki hakikat pada seluruh keyakinan manusia sepanjang masa?! Mungkinkah kesepakatan besar para pemeluk agama itu tidak bersandar kepada satu intuisi pasti dan keyakinan yang berdasarkan penyaksian?! Mungkinkah intuisi dan keyakinan tersebut tidak me- ngacu kepada tanda-tanda yang jumlahnya tak terhingga di mana tanda itu tidak bersandar kepada penyaksian nyata serta penyaksian tersebut tidak bergantung kepada prinsip-prinsip dasar yang tidak mengandung keraguan?!Jika demikian, dasar dan sandaran keyakinan umum para pemeluk agama tersebut merupakan prinsip pasti yang dihasilkan secara mutawatir lewat penyaksian ruhaniyyûn dan malaikat dalam bentuk berulang kali. Ia merupakan dasar-dasar eksistensi yang bersifat pasti.
Mungkinkah atau logiskah ada satu keraguan terkait dengan ke- beradaan dan penyaksian terhadap malaikat dan ruhaniyyûn di mana hal itu telah diberitakan dan disaksikan oleh para nabi dan wali secara mutawatir dan lewat kesepakatan implisit di antara mereka, sementara mereka merupakan matahari, bintang, dan bulan kehidupan umat manusia. Lebih khusus lagi, mereka adalah orang-orang yang memang pakar dalam masalah ini. Maka, adanya dua pakar saja bisa mengalahkan ribuan orang di luar mereka. Mereka juga telah membuktikannya. Tentu saja, dua orang yang telah membuktikan mengalahkan ribuan orang yang ingkar atau menolak. Jadi, mungkinkah masih ada keraguan terkait dengan apa yang disebutkan oleh al-Qur’an yang selalu bersinar terang di langit alam tanpa pernah pudar di mana ia merupakan mentari dari semua mentari alam hakikat. Mungkinkah ada keraguan terkait dengan apa yang diakui dan disaksikan oleh Nabi x, sementara beliau merupakan mentari risalah ini?!
Apabila satu eksistensi spiritual di waktu tertentu terbukti keberadaannya, hal itu memperlihatkan hakikat keberadaan keseluruhan jenisnya. Dan ia memang telah terbukti. Karenanya, gambaran rasional terbaik berkenaan dengan hakikat keberadaan mereka adalah seperti yang telah dijelaskan oleh syariat, yang diterangkan oleh al- Qur’an, dan disaksikan oleh sang pelaku mi’raj, Nabi x.
Prinsip Keempat
Jika kita mencermati makhluk yang terdapat di alam ini, kita menyaksikan bahwa sebagaimana sesuatu yang bersifat parsial, sesuatu yang bersifat universal juga memiliki identitas maknawi, di mana ia memperlihatkan tugas yang bersifat komprehensif baginya.
Sebagaimana bunga lewat penampakan kreasi cermat yang terdapat padanya, ia bertasbih dengan lisan kondisinya lewat nama-nama Penciptanya, maka taman yang terdapat di bumi sebagaimana bunga tersebut juga memiliki tugas tasbih yang bersifat komprehensif dalam bentuk yang sangat teratur.Sebagaimana buah, lewat tatanannya yang menakjubkan, ia mengekspresikan dan memperlihatkan tasbihnya, demikian pula po- hon yang menjulang lewat bentuknya yang komprehensif dan universal ia memiliki ibadah dan tugas fitri yang sangat rapi.Sebagaimana pohon yang menjulang bertasbih dengan memuji Tuhannya lewat untaian daun, bunga, dan buahnya, maka cakrawala langit yang megah ini juga bertasbih kepada Penciptanya yang Maha Bijaksana lewat untaian matahari, bintang, dan bulannya. Ia memuji dan mengagungkan Penciptanya, Allah.
Demikian pula semua entitas eksternal, meskipun berupa ben- da mati dan secara lahir tidak memiliki perasaan, namun ia memiliki berbagai kewajiban dan bertasbih memuji Tuhan dalam bentuk yang penuh perasaan dan vitalitas.Ketika para malaikat mencerminkan dan mengekspresikan tasbihnya di alam malakut, maka alam ini dengan perannya berfungsi sebagai tempat tinggal dan masjid bagi malaikat di alam nyata.
Kami telah menjelaskan pada Dahan Keempat dari “Kalimat Kedua Puluh Empat” bahwa dalam rangka memakmurkan kerajaan-Nya, Penguasa dan Pencipta istana alam yang megah ini mempekerjakan empat kelompok, di mana yang paling utama adalah malaikat dan ruhaniyyûn lainnya.Tumbuhan dan benda mati melaksanakan tugasnya tanpa mema- hami tujuan Pencipta Yang Maha Bijaksana dan tanpa meminta upah dari pengabdiannya yang agung. Akan tetapi, ia bekerja dengan perintah makhluk yang memahami maksud Tuhan. Hewan melaksanakan tugas besarnya juga tanpa memahami maksudnya namun dengan upah yang tidak seberapa. Lalu manusia dipekerjakan dalam berbagai amal di mana ia mengetahui tujuan Pencipta dengan mendapat dua upah atau pahala, yaitu yang diberikan di dunia dan di akhirat di samping mendapatkan bagian dirinya dari segala sesuatu dan pemeliharaannya terhadap para pekerja yang lain (tumbuhan dan hewan).Ya, ketika penugasan sejumlah makhluk di atas jelas terlihat, ten- tu terdapat jenis keempat bahkan mereka berada di barisan terdepan di antara para pekerja Allah.
Dari satu sisi, mereka serupa dengan manusia. Yaitu mengetahui maksud umum Sang Pencipta. Mereka beribadah lewat gerakan mereka yang sesuai dengan perintah-Nya. Hanya saja, dari sisi lain mereka berbeda dengan manusia. Mereka tidak mengambil bagian untuk diri mereka serta tidak mengambil upah. Mereka sudah merasa cukup mendapatkan kelezatan, kenikmatan, kesempurnaan, dan kebahagiaan yang diraih dengan sekadar melihat Al- lah. Mereka merasa cukup dengan perintah dan pengarahan Allah, dengan kedekatan dan afiliasi mereka kepada-Nya sehingga mereka bekerja untuk-Nya dan dengan nama-Nya terkait dengan amal-amal yang khusus untuk mereka dengan penuh ketulusan.
Mereka adalah malaikat. Tugas penghambaan mereka demikian beragam sesuai dengan jenis mereka dan sesuai dengan spesies entitas yang terdapat di alam. Pasalnya, sebagaimana pemerintah memiliki sejumlah petugas yang berbeda-beda sesuai dengan keragaman wilayahnya, maka tasbih dan tugas pengabdian mereka juga berbeda-beda sesuai dengan perbe- daan wilayah dalam kekuasaan rububiyah.Sebagai contoh, Mikail , sesuai dengan perintah Allah dan kekuatan yang Dia berikan kepadanya, berposisi sebagai pengawas umum bagi semua makhluk ilahi yang ditanam di ladang. Artinya, ia menjadi pemimpin bagi semua malaikat yang berposisi seperti petani. Pencipta Yang Maha Bijak juga memiliki malaikat agung yang dengan izin, perintah, kekuatan, dan hikmah-Nya memimpin semua pengem- bala hewan.
Ketika seluruh entitas yang tampak bersama dengan malaikat di mana ia mewakili berbagai tugas ubudiyah dan tasbih yang diperlihatkan oleh entitas tersebut di alam malakut lalu mempersembahkan- nya dengan penuh kesadaran untuk hadirat ilahi yang suci, maka kita harus memahami bahwa berbagai gambaran yang disampaikan oleh Nabi x di seputar malaikat merupakan bentuk terbaik dan paling bisa diterima akal dalam bentuk yang tepat.
Misalnya Rasul x bersabda, “Allah memiliki malaikat yang mempunyai empat puluhatau empat puluh ribukepala. Pada setiap kepala terdapat empat puluh ribu mulut. Pada setiap mulut terdapat empat puluh ribu lisan yang mengucapkan empat puluh ribu tasbih.” Demikianlah seperti yang dikatakan oleh beliau. Hakikat hadis ini memiliki satu esensi dan bentuk.
Esensinya adalah bahwa ibadah malaikat sangat teratur dan sempurna, serta sangat luas dan komprehensif.
Sementara bentuknya, terdapat sejumlah entitas yang mempu- nyai fisik besar yang melaksanakan sejumlah tugas pengabdian lewat empat puluh ribu kepala dan empat puluh ribu corak dan ragam. Misalnya, langit bertasbih dengan sejumlah matahari dan bintang. Bumi, di samping sebagai salah satu makhluk, ia juga melaksanakan berbagai tugas penghambaan dan tasbihnya kepada Tuhan dengan seratus ribu kepala. Pada setiap kepala terdapat ratusan ribu mulut. Pada setiap mulut terdapat ratusan ribu lisan. Maka, agar malaikat yang bertugas mengurus bola bumi bisa memperlihatkan esensi ini di alam malakut, ia juga harus tampil dengan bentuk tersebut.
Bahkan, aku sendiri melihat ada sekitar empat puluh ranting seperti kepala pada pohon badam (almon). Lalu aku melihat salah satu rantingnya, ternyata ia memiliki sekitar empat puluh dahan kecil seperti lisan. Di sana terdapat empat puluh bunga yang telah mekar lewat salah satu lisan tadi. Aku melihat dengan cermat bunga-bunga tersebut. Ternyata pada setiap bunga terdapat sekitar empat puluh garis halus yang teratur dengan memiliki ragam warna yang indah di mana setiap garis darinya memperlihatkan secara jelas manifestasi nama Sang Pencipta Yang Mahaagung.
Mungkinkah Pencipta pohon almon Yang Mahaagung, sementara Dia Mahabijak dan Mahaindah yang membebani pohon tak bernyawa itu dengan sejumlah tugas, tidak mengirim malaikat yang sesuai dengannya untuk mengurusnya di mana ia merupakan ruh baginya, memahami makna wujudnya, sekaligus menampilkan makna tersebut kepada alam dan membawa kepada hadirat-Nya?!
Wahai teman, apa yang kami jelaskan hingga saat ini adalah pondasi agar kalbu bisa menerima, diri ini bisa pasrah, serta akal mau mendengar. Maka, jika engkau telah paham dan ingin menjumpai malaikat, bersiapsiaplah dan bersihkan diri dari semua ilusi kotor. Seka- rang lihatlah bagaimana dunia al-Qur’an telah terbuka pintu-pintunya. Taman al-Qur’an senantiasa terbuka pintunya. Karena itu, masukilah ia. Lihatlah gambaran terindah tentang malaikat dalam taman firdaus al-Qur’an. Pada setiap ayatnya terdapat teras. Perhatikan, lihat, dan nikmati!
“Demi malaikat-malaikat yang diutus untuk membawa kebaikan. Demi (malaikat-malaikat) yang terbang dengan kencangnya. Demi (malaikat-malaikat) yang menyebarkan (rahmat Tuhan) dengan selu- as-luasnya. Demi (malaikat-malaikat) yang membedakan (antara yang hak dan yang bathil) dengan sejelas-jelasnya. Demi (malaikat-malaikat) yang menyampaikan wahyu”. (QS. al-Mursalât [77]: 1-5).
“Demi (malaikat-malaikat) yang mencabut (nyawa) dengan keras. Demi (malaikat-malaikat) yang mencabut (nyawa) dengan lemah-lem- but. Demi (malaikat-malaikat) yang turun dari langit dengan cepat. Dan (malaikat-malaikat) yang mendahului dengan kencang. Serta (malaikat-malaikat) yang mengatur urusan (dunia).” (QS. an-Nâzi’ât [79]: 1-5).
“Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan Jibril dengan izin Tuhan untuk mengatur segala urusan.” (QS. al-Qadr [97]: 4).“Penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak men- durhakai Allah terkait dengan apa yang Dia perintahkan dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. at-Tahrîm [66]: 6).
Lalu perhatikan pujian yang diberikan kepada mereka: “Mahasuci Allah. Sebenarnya (malaikat-malaikat itu) adalah hamba-hamba yang dimuliakan. Mereka tidak mendahului-Nya de- ngan perkataan dan mereka mengerjakan perintah-Nya.” (QS. al-An- biyâ [21]: 26-27).Jika engkau ingin menjumpai jin, masukilah benteng surah:“Katakanlah (hai Muhammad), “Telah diwahyukan kepadamu bahwa sekumpulan jin telah mendengarkan (al-Qur’an)...” (QS. al-Jin [72]: 1).Setelah itu perhatikan apa yang mereka katakan. Ambillah pela- jaran bahwa mereka berkata:
“Sesungguhnya Kami telah mendengarkan al-Quran yang menakjubkan. (Yang) memberi petunjuk kapada jalan yang benar lalu Kami beriman kepadanya. Kami sekali-kali tidak akan mempersekutukan se- seorangpun dengan Tuhan Kami.” (QS. al-Jin [72]: 1-2).
TUJUAN KEDUA
Kiamat, Kehancuran Dunia dan Kehidupan Akhirat
(Ia berisi pendahuluan dan empat landasan)
Pendahuluan
Jika seseorang menyatakan bahwa kota atau istana ini akan dihancurkan, lalu akan dibangun lagi sebuah bangunan yang tertata rapi, tentu pernyataannya ini melahirkan enam pertanyaan:
Pertama, mengapa ia dihancurkan? Apa alasannya? Jika ya, maka akan muncul pertanyaan berikutnya.
Pertanyaan kedua, apakah sosok yang akan menghacurkan lalu membangunnya kembali mampu melakukannya? Jika ya, maka muncul pertanyaan selanjutnya.
Pertanyaan ketiga, apakah ia bisa dihancurkan?
Pertanyaan yang lain, apakah ia benar-benar akan hancur? Jika ternyata ia bisa hancur dan benar-benar akan hancur, maka muncul dua pertanyaan selanjutnya:
Apakah kota yang indah dan istana ini dapat dimakmurkan kem- bali?
Jika jawabannya ya, maka pertanyaan terakhir,
Apakah ia benar-benar akan dimakmurkan?
Jika jawabannya ya dan engkau dapat menjelaskan semuanya, ketika itu tidak ada lagi celah untuk meragukan persoalan ini.
Berdasarkan contoh di atas, ada alasan untuk menghancurkan istana dunia dan kota alam ini, termasuk persoalan membangun dan memakmurkannya, serta ada Dzat yang mampu dan berkuasa atas itu semua. Selanjutnya, ia sangat mungkin hancur dan benar-benar akan hancur. Karena itu, ia sangat mungkin untuk dimakmurkan dan be- nar-benar akan dimakmurkan kembali. Hal ini akan menjadi jelas setelah kita memasuki landasan pertama.
Landasan Pertama
Ruh sudah pasti kekal.
Pasalnya, dalil-dalil yang menunjukkan keberadaan malaikat dan ruhaniyyûn dalam tujuan pertama juga menjadi dalil bagi kekalnya ruh. Menurutku persoalan ini sudah pasti dan tidak mengandung keraguan sedikitpun sehingga tidak perlu diterangkan lagi. Ya, singkatnya perjalanan antara kita dan berbagai rombongan ruh yang kekal di alam barzakh dan alam arwah yang jumlahnya tak terhitung di mana mereka sedang menanti perjalanan menuju akhirat tidak perlu lagi dijelaskan. Sejumlah komunikasi antara ruh dan ahli kasyaf dan syuhud, bahkan penyaksian para ahli kasyaf kubur terha- dap mereka, serta komunikasi orang awam dengan mereka, dan hubungan manusia secara umum dengan mereka dalam mimpi yang benar, semua itu menjadikan persoalan kekalnya ruh sebagai salah satu per- soalan yang telah dikenal luas.Hanya saja, pemikiran materialis masa kini telah memabukkan banyak orang sekaligus memasukkan ilusi dan keraguan dalam hal yang paling jelas sekalipun. Nah, guna menyingkirkan ilusi dan ke- raguan tersebut, kami akan menunjukkan empat sumber mata air di antara sekian banyak mata air yang deras bagi intuisi kalbu dan nalar dengan diawali oleh sebuah pendahuluan.
Pendahuluan
Sebagaimana telah dijelaskan dalam hakikat keempat dari “Kalimat Kesepuluh” bahwa keindahan yang menakjubkan, kekal, dan abadi yang tiada tara menuntut keabadian para perindunya. Pasalnya, mereka ibarat cermin yang memantulkan keindahan tersebut. Kreasi sempurna dan kekal tanpa cacat juga menuntut keabadian penyerunya yang berpikir. Serta, kasih sayang dan kebaikan tak terkira menuntut keabadian nikmat bagi mereka yang bersyukur dan membutuhkannya.
Perindu yang ibarat cermin mengkilap itu, penyeru yang berpikir tersebut, serta orang yang pandai bersyukur dan membutuhkan di atas pertama-tama merupakan ruh manusia. Karena itu, ruh bersifat abadi dalam menyertai keindahan, kesempurnaan, dan kasih sayang tersebut dalam perjalanannya yang kekal.
Kami pun telah menegaskan dalam hakikat keenam dari “Kalimat Kesepuluh” bahwa bukan hanya ruh manusia yang tidak dicipta untuk fana. Akan tetapi, makhluk yang paling sederhana sekalipun juga tidak dicipta untuk fana. Namun, ia memiliki semacam keabadian. Bunga yang sederhana, misalnya, yang tidak memiliki ruh seperti kita, ketika secara lahiriah pergi dari alam wujud bentuknya tetap tersimpan da- lam benak dan pikiran manusia sebagaimana hukum konstruksinya terpelihara dalam ratusan benihnya yang sangat kecil. Dengan demikian, ia menampilkan satu bentuk keabadian lewat ribuan sisi.Sampel gambaran bunga dan hukum konstruksinya, yang di satu sisi serupa dengan ruh, tetap abadi dan tersimpan lewat Dzat Yang Maha Memelihara dan Maha Bijaksana dalam benihnya yang kecil secara sangat rapi dalam banyak pergantian dan perubahannya. Karena itu, ruh manusia yang merupakan hukum perintah dan bercahaya dengan memiliki esensi yang mulia, yang hidup dan memiliki perasaan, serta memiliki berbagai karakter yang bersifat komprehensif dan sangat tinggi di mana ia dibungkus dengan wujud eksternal, sudah pasti ia tetap abadi dan kekal. Tak disangsikan lagi ia memiliki hubungan dengan alam keabadian. Jika hal ini tidak dipahami bagaimana engkau dapat mengaku sebagai manusia yang sadar?!
Layakkah Dzat Yang Mahabijak, agung, dan kekal yang telah menanamkan pohon menjulang dan memelihara hukum konstruksinya yang menyerupai ruh dalam benih yang sangat kecil ditanya, “Bagaimana Dia memelihara ruh manusia setelah kematian mereka?”
Sumber Pertama:
Sesuatu yang bersifat anfusi (internal). Dengan kata lain, setiap orang yang menelaah kehidupannya dan merenungkan dirinya, pasti akan menyadari bahwa di dalamnya ada ruh yang bersifat abadi.Ya, meski fisik terus mengalami perubahan sepanjang usia kehidupan, namun jelas bahwa setiap ruh tetap abadi, tidak berubah. Karena itu, ketika fisik ini mengalami pergantian, sementara ruh tetap, maka ketika ia terpisah secara sempurna lewat proses kematian dan ketika seluruh fisik lenyap, keabadian dan substansinya tidak berubah. Dengan kata lain, ia tetap abadi meski terjadi banyak perubahan pada fisik. Jadi, sepanjang hidup, fisik terus mengganti pakaiannya secara berangsur-angsur, sementara ruh tetap tak berubah.
Adapun ketika kematian datang, fisik kehilangan pakaiannya sama sekali, sementara ruh tetap. Dengan demikian, lewat penyaksian dan intuisi yang pasti, kita dapat melihat bahwa fisik hanya bisa tegak dengan ruh, bukan ruh yang tegak dengan fisik. Ruh tegak dan menguasai dirinya. Dari sana keteruraian fisik dan keterkumpulannya lewat beragam bentuk sama sekali tidak membahayakan dan merusak kemandirian ruh. Fisik menjadi tempat tinggal ruh, dan bukan merupakan pakaiannya. Pakaian ruh adalah bungkus halus dan tubuh imajiner yang relatif kekal dan sesuai dengan kehalusannya. Pasalnya, ruh tidak telanjang bahkan di saat kematian datang. Tetapi ia keluar dari sangkarnya dengan me- makai tubuh dan pakaian khususnya.
Sumber Kedua:
Sesuatu yang bersifat âfâqi (eksternal).Ia berupa argumen yang bersumber dari penyaksian, kejadian, dan sejumlah interaksi yang berulang.Ya, ketika keabadian sebuah ruh setelah kematian dapat dipahami, hal itu mengharuskan keabadian jenis ruh tersebut secara umum. Sebab, dalam logika diketahui bahwa apabila satu karakter alami manusia terlihat pada seseorang, maka dipastikan ia juga terdapat pada semua orang karena ia bersifat dzâti sehingga pasti juga terdapat pada yang lainnya.
Sementara dalam realitas keabadian ruh tidak hanya terlihat pada diri seseorang, tetapi jejak yang jumlahnya tak terhingga dan sejumlah tanda yang menunjukkan keabadiannya merupakan sesuatu yang bersifat pasti sampai ke tingkat di mana jika kita tidak ragu sama sekali akan keberadaan benua Amerika yang baru diketahui belakangan, maka kita juga tidak ragu bahwa di alam ruh dan malakut saat ini terdapat begitu banyak ruh orang mati yang memiliki hubungan dengan kita. Berbagai persembahan maknawi kita mengalir kepada mereka dan dari sana limpahan cahaya mereka menghampiri kita.
Di samping itu, secara kejiwaan dapat dirasakan bahwa unsur fundamental dalam diri manusia tetap abadi setelah kematiannya. Unsur fundamental tersebut berupa ruh. Pasalnya, ruh tidak bisa rusak karena ia sederhana dan satu. Sementara, terurai dan rusak adalah dua sifat yang melekat pada sesuatu yang banyak dan bersifat kompleks.
Seperti yang telah kami jelaskan sebelumnya bahwa kehidupan memelihara sesuatu yang satu dalam sesuatu yang banyak sehingga ia menjadi sebab bagi keabadian. Dengan kata lain, kesatuan dan keabadian merupakan dua pilar ruh di mana dari keduanya ia menuju sesuatu yang banyak. Karena itu, lenyapnya ruh bisa disebabkan oleh kehancuran dan keteruraian, atau dengan pelenyapan. Terkait dengan kehancuran dan keteruraian, keduanya tidak masuk ke dalam sesuatu yang bersifat satu dan tunggal. Sementara terkait dengan pelenyapan, kasih sayang Tuhan yang demikian luas tidak mengizinkannya terwujud. Kemurahan Allah yang tak terhingga menolak untuk meminta kembali nikmat wujud yang sudah diberikan kepada ruh manusia yang sesuai dengannya dan sekaligus merindukan wujud tersebut.
Sumber Ketiga
Ruh merupakan hukum perintah yang hidup, berperasaan, bercahaya, dan memiliki hakikat komprehensif. Ia dipersiapkan untuk mendapat universalitas dan esensi yang menyeluruh. Selain itu, ia juga telah diberi wujud eksternal. Pasalnya, seperti diketahui bersama bahwa perintah hukum yang paling lemah memiliki sifat kekal dan abadi. pasalnya, jika kita mencermati, kita akan menyaksikan bahwa terdapat “hakikat permanen” pada seluruh spesies yang rentan dengan perubahan di mana ia berpusar dalam proses perubahan dan perkem- bangan kehidupan dalam bentuk beragam, namun ia tetap abadi dan hidup tanpa pernah mati.
Hukum yang mengalir pada satu spesies makhluk hidup yang lain juga berlaku pada diri pribadi manusia. Pasalnya, diri manusia sesuai dengan integralitas esensinya, universalitas perasaannya, dan keumuman gambarannya berposisi seperti spesies meskipun ia hanya satu orang.
Pasalnya, Sang Pencipta Yang Mahamulia telah menciptakan manusia sebagai cermin komprehensif dan integral disertai pengabdian yang sempurna dan substansi yang mulia. Jadi, hakikat ruh pada setiap individu dengan izin Allah tidak akan pernah mati meskipun bentuknya berubah ribuan kali. Ruhnya akan tetap hidup sebagaimana semula. Karena itu, ruh yang merupakan hakikat perasaan seseorang dan elemen kehidupannya bersifat abadi selamanya seiring dengan perbuatan Allah yang menjadikannya abadi, serta seiring dengan perintah dan izin-Nya.
Sumber Keempat
Hukum yang mengontrol dan berlaku pada spesies relatif serupa dengan ruh. Keduanya datang dari alam perintah dan iradah. Secara parsial ia selaras dengan ruh karena berasal dari sumber yang sama. Jika kita mencermati hukum-hukum yang berlaku pada spesies yang tidak memiliki indra lahir, maka akan menjadi jelas bagi kita bahwa kalau hukum perintah tersebut diberikan wujud eksternal, tentu ia seperti ruh bagi spesies tadi. Pasalnya, hukum-hukum tersebut bersifat permanen dan abadi. Kesatuannya tidak dipengaruhi oleh berbagai perubahan dan tidak dirusak oleh berbagai transformasi yang ada. Misalnya, apabila pohon tin mati dan terurai, hukum konstruksi dan pertumbuhannya yang ibarat ruhnya tetap hidup di dalam benih yang sangat kecil.
Dengan kata lain, kesatuan hukum tersebut tidak dirusak dan dipengaruhi oleh seluruh perubahan dan perkembangan yang ada. Nah, jika hukum perintah yang paling sederhana dan paling lemah saja terkait dengan keabadian, maka ruh manusia sudah pasti tidak hanya terpaut dengan keabadian semata. Tetapi terpaut dengan seluruh ke- abadian yang ada. Pasalnya, seperti disebutkan dalam nas al-Qur’an, ruh قُلِ الرُّوحُ مِن۟ اَم۟رِ رَبّٖى ‘datang dari perintah Tuhanku. Maksudnya, ia datang dari alam perintah. Ia merupakan hukum yang memiliki perasaan dan rambu yang memiliki kehidupan. Qudrah ilahi telah membungkusnya dengan wujud eksternal.
Maka, jika hukum-hukum yang tidak memiliki perasaan yang datang dari alam perintah dan sifat iradah tetap kekal, demikian pula dengan ruh yang jelas-jelas datang dari alam perintah dan merupakan manifestasi sifat iradah. Ia lebih layak untuk kekal. Kekekalannya lebih pasti dan meyakinkan. Pasalnya, ia memiliki wujud dan hakikat eksternal. Ia lebih kuat daripada semua hukum dan lebih tinggi dari semua tingkatan. Sebab, ia memiliki perasaan. Ia juga lebih permanen dan lebih berharga lantaran berisi kehidupan.
Landasan Kedua
Terdapat satu keniscayaan dan alasan yang menuntut adanya kehidupan akhirat. Dzat yang menganugerahkan kehidupan dan keba- hagiaan abadi adalah Mahakuasa. Sementara, kehancuran alam dan kematian dunia bersifat mungkin. Ia benar-benar akan terjadi. Kebangkitan alam kembali juga sangat mungkin terjadi dan benar-benar akan terjadi.Inilah enam persoalan yang akan kami jelaskan secara beruru- tan secara singkat dan rasional. Perlu diketahui bahwa dalam “Kalimat Kesepuluh” kami telah menjelaskan sejumlah petunjuk yang menjadikan kalbu ini naik ke tingkatan iman yang sempurna. Hanya saja, di sini kami membahasnya dari sisi yang bisa memuaskan akal seperti yang pernah dilakukan oleh “Said Lama” dalam risalah Setitik Cahaya Makrifatullah.
Ya, terdapat sesuatu yang menuntut keberadaan kehidupan akhirat.
Terdapat alasan bagi adanya kebahagiaan abadi. Dalil kuat yang menunjukkan hal ini adalah satu intuisi yang terserap dari sepuluh sumber atau poros:
Poros Pertama
Jika kita mencermati jagat raya, kita menyaksikan bahwa ter- dapat sebuah tatanan sempurna dan korelasi yang indah pada semua bagiannya. Kita melihat percikan iradah dan kehendak Tuhan di da- lamnya serta kilau tujuan pada setiap sisi. Bahkan kita melihat cahaya tujuan tersebut pada segala sesuatu, sinar iradah pada segala hal, kilau kehendak-Nya pada setiap gerakan, dan kobaran hikmah-Nya pada setiap konstruksi.Kesaksian buah dari semua itu menarik perhatian. Jika kehidupan akhirat dan kebahagiaan abadi tidak ada, maka apa perlunya tatanan yang demikian kokoh itu? Ia hanya akan menjadi satu gamba- ran yang lemah, akan menjadi satu tatanan dusta tak berdasar, serta semua hubungan dan unsur immateri yang merupakan ruh dari tatanan dan korelasi indah tadi akan lenyap begitu saja.Artinya, kehidupan akhirat dan kebahagiaan abadilah yang men- jadikan tatanan ini benar-benar bermakna. Karena itu, tatanan alam ini menjadi petunjuk atas adanya kebahagiaan abadi dan kehidupan yang kekal.
Poros Kedua
Dalam penciptaan alam terdapat satu hikmah yang sempurna. Ya, hikmah ilahi yang menunjukkan keberadaan perhatian-Nya amat sangat jelas. Perhatian terhadap kemaslahatan setiap makhluk serta keberadaan manfaat dan hikmah di dalamnya juga tampak pada segala sesuatu. Kondisinya memberitahukan bahwa kebahagiaan abadi itu ada.
Jika kehidupan abadi tidak ada, berartidengan sikap sombongkita juga harus mengingkari hikmah dan manfaat yang dengan sangat jelas terdapat di seluruh alam. Hal ini kita batasi sampai di sini karena sudah dibahas pada hakikat kesepuluh dari “Kalimat Kesepuluh” secara jelas sejelas cahaya ma- tahari.
Poros Ketiga
Sebagaimana telah dibuktikan lewat akal, hikmah, penelaahan, dan pengalaman bahwa tidak ada yang sia-sia dalam penciptaan entitas. Hal itu menunjukkan adanya kebahagiaan abadi dan kehidupan akhirat. Bukti bahwa dalam fitrah tidak terdapat sesuatu yang boros dan sia-sia dalam penciptaan adalah bahwa Sang Pencipta telah memilih jalan tersingkat, sisi terdekat, bentuk terhalus, dan cara terindah dalam menciptakan segala sesuatu. Kadangkala Dia memberikan kepada satu entitas seratus tugas. Kadangkala pula Dia menggantungkan kepada sesuatu yang kecil seribu tujuan dan hasil.
Nah, karena tidak ada pemborosan dan kesiasiaan, maka kehidupan akhirat yang abadi pasti ada. Pasalnya, jika kepulangan menuju kehidupan baru tidak ada, berarti ketiadaan telah mengubah segala sesuatu menjadi sia-sia. Dengan kata lain, semuanya menjadi sia-sia dan tak berguna. Namun, tidak adanya kesiasiaan yang terlihat pada semua fungsi organdi antaranya pada manusia menjelaskan bahwa semua potensi maknawi, harapan tak terhingga, serta pikiran dan kecenderungan yang ada tidak mungkin lenyap begitu saja.
Pasalnya, satu kecenderungan alami untuk menjadi sempurna yang tertanam pada diri manusia memperlihatkan adanya kesempurnaan tertentu. Kecenderungannya untuk ba- hagia juga secara tegas memperlihatkan adanya kebahagiaan abadi di mana ia dipersiapkan menuju kepadanya.Jika kondisinya tidak demikian, semua persoalan maknawi yang demikian kokoh dan impian yang tinggi yang menjadi landasan esensi manusia yang hakiki, seluruhnya merupakan kesia-siaan. Hal ini tentu saja berlawanan dengan hikmah yang terdapat pada seluruh penciptaan.Kita cukupkan sampai di sini karena ia sudah dibahas pada haki- kat kesebelas dari “Kalimat Kesepuluh”.
Poros Keempat
Berbagai perubahan dan pergantian yang terjadi pada banyak hal, termasuk pergantian siang dan malam, peralihan musim, perubahan cuaca, bahkan perubahan pada pertumbuhan fisik manusia sepanjang hayatnya dan pada saat tidur yang merupakan saudara kematian, semua itu menyerupai kebangkitan. Ia sejenis kiamat bagi masing-masing darinya serta mengisyaratkan akan terjadinya kiamat besar.
Sebagaimana arloji menghitung hari, jam, menit, dan detik lewat gerakannya serta jarum-jarumnya memberitahukan setiap bagian darinya dan yang berikutnya, demikian pula dengan dunia, ia ibarat arloji ilahi yang besar. Ia bekerja dengan terus berputar sepanjang hari dan tahun. Masing-masing memberitahukan tentang apa yang sesudahnya di mana ia merupakan pendahuluan baginya.
Maka, sebagaimana subuh datang sesudah malam, musim semi datang sesudah musim dingin, demikian pula ia memberitahukan akan terjadinya subuh kiamat setelah kematian sekaligus kemunculannya lewat jam besar itu. Terdapat beragam bentuk kiamat yang dilalui manusia sepanjang kehidupannya. Pada setiap malam terdapat satu jenis kematian dan di waktu pagi terdapat satu jenis kebangkitan. Artinya, manusia melihat sesuatu yang menyerupai tanda kebangkitan. Bahkan, ia melihat bagaimana semua atom di tubuhnya berganti pada hitungan tahun. Ia juga melihat sampel kiamat yang muncul secara bertahap sebanyak dua kali dalam satu tahun sebagai bagian dari perubahan yang terjadi pada bagian-bagian tubuhnya. Di samping itu, ia melihat kebangkitan dan kiamat di setiap musim semi pada lebih dari tiga ratus ribu spesies tumbuhan dan hewan.
Berbagai tanda dan petunjuk yang tak terhingga itu merupakan percikan dari kiamat besar yang menunjukkan adanya kebangkitan. Terjadinya kiamat pada spesies serta terjadinya sesuatu yang menyerupai kebangkitan padanya yang berasal dari Sang Pencipta Yang Mahabijak yaitu dengan menghidupkan semua benih dan sekelompok binatang dan dengan mengembalikan segala sesuatu, daun, bunga, dan buah bisa menjadi dalil tentang terjadinya kiamat pada setiap orang sebelum kiamat besar.
Pasalnya, individu manusia setara dengan spesies dari entitas lainnya. Cahaya pemikiran mem- berikan satu ruang yang luas bagi harapan dan pikirannya di mana ia mampu mengjangkau masa lalu dan mendatang. Bahkan jika menelan dunia, ia takkan kenyang. Pada spesies lain, esensi individu bersifat parsial, nilainya bersifat pribadi, pandangan dan akalnya terbatas, kepedihannya tidak permanen, dan kenikmatannya bersifat sementara. Adapun manusia, esensinya mulia, neracanya tinggi, nilainya mahal, pandangannya komprehensif, kesempurnaannya tidak dibata- si oleh apapun, serta penderitaan dan kenikmatan maknawinya kekal.
Karena itu, pengulangan bentuk kiamat dan kebangkitan pada semua spesies memberitahukan dan mengisyaratkan bahwa setiap individu manusia akan dikembalikan dan dibangkitkan pada kiamat besar nanti. Karena hal ini telah dijelaskan secara jelas dan meyakinkan pada hakikat kesembilan dari “Kalimat Kesepuluh”, maka kami cukupkan sampai di sini.
Poros Kelima
Para ilmuwan yang telah melakukan penelitian berpandangan bahwa pikiran dan persepsi manusia yang tak terbatas yang lahir dari berbagai impiannya yang tak terhingga yang bersumber dari keinginannya yang tak terkira, yang tumbuh dari potensinya yang tak terbatas, yang menyatu dengan potensi fitrinya yang tak terhingga yang masuk ke dalam substansi ruhnya, masing-masing menunjuk dengan jarinya dan mengarahkan perhatiannya kepada alam kebahagiaan aba- di yang terdapat di balik alam nyata ini.
Fitrah yang tidak pernah berdusta di mana di dalamnya terdapat keinginan kuat untuk menggapai kebahagiaan ukhrawi yang kekal melahirkan satu perasaan akan terwujudnya kehidupan akhirat dan kebahagiaan abadi. Kita cukupkan sampai di sini karena telah dibahas dengan jelas sejelas siang pada hakikat kesebelas dari “Kalimat Kesepuluh”.
Poros Keenam
Kasih sayang Pencipta alam di mana Dia merupakan Dzat Yang Maha Pengasih dan Penyayang menunjukkan adanya kebahagiaan abadi. Ya, yang membuat nikmat benar-benar terasa, yang membuatnya terlepas dari celaka, dan yang menyelamatkan entitas dari cengkeraman perpisahan abadi adalah kebahagiaan abadi dan negeri yang kekal. Ia adalah bagian dari rahmat Allah yang tidak menghalangi manusia darinya. Sebab, andaikan kebahagiaan dan negeri kekal tersebut yang merupakan puncak, tujuan, dan hasil fundamental dari nikmat tidak diberikan, atau andaikan dunia tidak lagi dibangkitkan setelah mati, tentu semua nikmat berubah menjadi bencana. Hal ini melahir- kan pengingkaran terhadap rahmat ilahi yang terlihat jelas di alam.
Apabila sekiranya kehidupan manusia berakhir pada perpisahan abadi dan pada ketiadaan, lalu engkau mencermati sejumlah jejak halus dari rahmat tersebut berikut cahayanya pada karunia cinta, kasih sayang, dan akal, maka engkau bisa melihat bahwa cinta tersebut akan berubah menjadi musibah besar. Kasih sayang tadi juga akan berubah menjadi bencana. Serta akal yang cemerlang pun berubah menjadi malapetaka.Jadi, rahmat dan kasih sayang ilahi tidak mungkin membalas cinta hakiki dengan perpisahan abadi. Dengan kata lain, sudah pasti ada kehidupan akhirat.Hakikat ini telah kami rangkum pada hakikat kedua dari “Kalimat Kesepuluh” dengan sangat indah dan jelas.
Poros Ketujuh
Seluruh keindahan, kesempurnaan, kerinduan, kelembutan, ke- tertarikan, kasih sayang yang kita ketahui dan kita lihat di alam ini tidak lain adalah esensi, substansi, dan ungkapan maknawi yang dengan sangat jelas menjelaskan kepada kalbu dan dengan sangat terang memperlihatkan kepada akal bahwa semua itu merupakan manifestasi kemurahan dan kebaikan Allah Sang Pencipta. Ia merupakan manifestasi kasih sayangNya yang kekal dan kelembutan-Nya yang permanen.
Nah, apabila di alam ini terdapat hakikat yang permanen serta kasih sayang yang hakiki dan jelas, berarti akan ada kebahagiaan abadi. Hakikat keempat dan kedua dari “Kalimat Kesepuluh” menjelaskan hakikat di atas sejelas matahari.
Poros Kedelapan
Hati nurani yang merupakan fitrah manusia menunjukkan ada- nya kehidupan akhirat dan kebahagiaan abadi. Ya, orang yang memperhatikan hati nuraninya, ia pasti bisa mendengar suara “keabadian.. keabadian” sehingga meskipun semua yang terdapat di alam diberikan kepadanya, hal itu tetap tidak akan mencukupi kebutuhannya terha- dap keabadian. Artinya, hati nurani tersebut tercipta untuk keabadian.
Tarikan dan ketertarikan hati nurani hanya terwujud dengan tarikan Dzat yang menjadi tujuan dan Penarik hakiki.Penutup hakikat kesebelas dari “Kalimat Kesepuluh” menjelaskan hakikat ini.
Poros Kesembilan
Perkataan Nabi yang jujur dan dapat dipercaya, Muhammad x yang berkebangsaan Arab telah membuka pintu-pintu kebahagiaan abadi. Sabda-sabda suci beliau merupakan jendela yang terbuka menuju kebahagiaan yang kekal.
Karena memiliki kekuatan kesepa- katan seluruh nabi dan riwayat mutawatir yang berasal dari para wali yang jujur dengan penuh keyakinan, beliau memusatkan dakwahnyasetelah persoalan tauhidkepada masalah fundamental ini, yaitu kebangkitan dan kehidupan akhirat. Adakah yang bisa menggoyahkan kekuatan yang kokoh ini? Hakikat kedua belas dari “Kalimat Kesepuluh” menjelaskan hakikat ini dengan sangat jelas.
Poros Kesepuluh
Ia adalah keterangan yang sangat jelas dari al-Qur’an yang telah dan terus menjaga kemukjizatannya lewat tujuh sisi sepanjang tiga belas abad. Kami telah menegaskan empat puluh bentuk kemukjizatan- nya pada “Kalimat Kedua Puluh Lima”.
Ya, informasi yang diberikan al-Qur’an tentang kebangkitan fisik merupakan pencerahan yang memadai dan penjelasan yang sangat terang. Ia merupakan kunci rahasia yang tersimpan di alam.Al-Qur’an yang agung ini telah berkali-kali mengajak untuk merenung dan mengarahkan perhatian kepada ribuan petunjuk rasional dan kuat. Misalnya, ayat-ayat al-Qur’an yang berbunyi:
“Dia telah menciptakan kalian dalam beberapa fase.” (QS. Nuh [71]: 14).“Katakanlah, “Yang menghidupkannya adalah Dzat yang telah menciptakannya pertama kali…” (QS. Yâsîn [36]: 79).Ayat-ayat tersebut merupakan bentuk analogi dan perumpamaan.Tuhanmu tidaklah zalim kepada para hamba. (QS. Fushshilat [41]: 46).Sementara ayat ini adalah contoh lain yang menunjukkan bukti keadilan di alam. Masih banyak lagi ayat lainnya yang menjelaskan “teropong” yang memiliki banyak lensa pembesar untuk melihat kebahagiaan abadi dalam kebangkitan fisik. Kami telah menjelaskan dalam risalah “Titik” tentang analogi perumpamaan yang terdapat dalam dua ayat pertama berikut berbagai ayat lainnya.
Kesimpulannya, setiap kali manusia berpindah dari satu fase kepada fase yang lain, ia mengalami banyak perubahan yang rapi dan menakjubkan. Misalnya, dari nutfah menuju alaqah (segumpal darah), dari alaqah menuju mudgah (segumpal daging), dari mudgah menuju tulang dan kemudian daging. Selanjutnya dari sana ia menuju kepada makhluk yang baru. Dengan kata lain, perubahannya kepada bentuk manusia mengikuti sejumlah rambu yang cermat. Setiap fase darinya memiliki hukum khusus, sistem tertentu, dan gerakan baku di mana ia menyingkap cahaya tujuan, iradah, pilihan, dan hikmah Tuhan.
Lewat cara yang sama, Pencipta Yang Mahabijak mengganti fisik ini pada setiap tahun sebagaimana mengganti baju. Karenanya, fisik membutuhkan konstruksi baru agar bisa berubah dan tetap hidup. Ia membutuhkan sejumlah partikel yang aktif dan baru untuk menggantikan bagian-bagian yang telah terurai. Nah, sebagaimana selsel tubuh hancur dengan hukum ilahi yang rapi, ia juga membutuhkan materi lembut dengan nama Dzat Pemberi rezeki agar terbangun kem- bali lewat hukum ilahi yang cermat. Dzat Pemberi rezeki hakiki lewat hukum yang khusus membagikan dan mendistribusikan kepada setiap organ tubuh berbagai materi yang dibutuhkannya.
Sekarang, lihatlah sejumlah fase perkembangan dari materi halus yang dikirim oleh Dzat Pemberi rezeki yang mahabijak. Engkau bisa menyaksikan bagaimana partikel-partikel materi tersebut seperti rombongan yang tersebar di udara, di bumi, dan di air. Sementara ia tersebar di berbagai tempat, di sisi lain ia dapat dimobilisasi dan dikumpulkan dengan cara khusus pula. Satu dengan yang lainnya bisa berkumpul dalam satu tatanan yang sangat rapi. Hal ini menyiratkan bahwa ia merupakan gerakan yang terarah.
Tingkah lakunya menjelaskan bahwa Pelaku yang memiliki iradah menggiring partikel-partikel itu dengan hukumnya yang bersifat khusus dari alam makhluk mati menuju alam makhluk hidup. Di sini setelah masuk ke dalam tubuh tertentu sebagai rezeki baginya, ia berjalan sesuai dengan aturan tertentu dan gerakan yang baku. Setelah dimatangkan di empat dapur, dijalankan pada empat bentuk transformasi yang menakjubkan, dibersihkan dengan empat tingkatan, iapun dipersiapkan untuk didistribuksikan menuju seluruh penjuru tubuh dan berbagai organnya sesuai kebutuhan di bawah pengawasan Tuhan Pemberi rezeki hakiki. Apabila dengan kacamata hikmah engkau memperhatikan partikel manapun darinya, engkau akan melihat bahwa Dzat yang telah menggiring dan menjalankannya sudah pasti menggiring dengan penglihatan penuh, rapi, disertai pendengaran dan pengetahuan yang komprehensif. Tidak mungkin unsur kebetu- lan, alam yang tuli, serta sebab yang dungu masuk ke dalamnya.
Pasalnya, ketika setiap partikel masuk ke fase manapun, mulai dari keberadaannya sebagai elemen di lingkungan luar hingga ke dalam sel tubuh yang kecil, seolaholah ia bekerja sesuai dengan kehendak hukum tertentu pada setiap fasenya. Ketika masuk, ia masuk dengan teratur. Serta ketika berjalan pada setiap tingkatannya, ia berjalan dengan langkah-langkah yang teratur sehingga tampak jelas bahwa perintah Dzat Yang Mahabijak yang menggiringnya.
Demikianlah semua terjadi dengan sangat rapi. Setiap kali partikel berjalan dari satu fase ke fase yang lain, dan dari satu tingkatan kepada tingkatan yang lain, ia tidak keluar dari tujuan hingga sampai kepada posisi yang telah ditentukan untuknya lewat perintah ilahi. Misalnya pupil mata Taufik.(*[2])Di sana ia berhenti untuk melaksanakan tugasnya dan menunaikan pekerjaan yang diamanahkan padanya.
Jadi, manifestasi rububiyah dalam persoalan rezeki menerangkan bahwa partikel-partikel tersebut sejak awal sudah jelas dan mendapat perintah. Ia bertanggung jawab atas sebuah tugas. Ia juga dipersiapkan untuk sampai kepada berbagai posisi yang diperuntukkan baginya. Seolah-olah telah tertulis pada setiap partikel apa yang menjadi tugasnya. Yakni, ia akan menjadi rezeki bagi sel tertentu. Tatanan menakjubkan ini menunjukkan bahwa nama setiap manusia telah tertulis rezekinya sebagaimana ia tertulis lewat pena takdir.
Mungkinkah Tuhan Yang Maha Pengasih yang memiliki kekua- saan mutlak dan hikmah yang menyeluruh tidak membangkitkannya lagi? Atau Dia tak berdaya untuk melakukannya? Padahal, Dia adalah penguasa langit dan bumi di mana semua berada dalam genggaman tangan-Nya. Mulai dari partikel hingga galaksi. Dia yang mengendalikan semuanya dalam sebuah tatanan yang rapi dan neraca yang cermat. Mahasuci Allah dari apa yang mereka katakan.
Karenanya, banyak ayat al-Qur’an yang mengarahkan perhatian manusia kepada penciptaan pertama yang penuh hikmah sebagai perumpamaan bagi kebangkitan kedua pada hari kiamat. Hal itu agar persoalan kebangkitan mudah diterima oleh pikiran manusia. Misalnya, ayat yang berbunyi:“Katakanlah, “Yang menghidupkannya adalah Dzat yang telah menciptakannya pertama kali…” (QS. Yâsîn [36]: 79).Artinya, Dzat yang telah menciptakanmudi mana sebelumnya engkau tidak adadalam bentuk yang penuh hikmah adalah Dzat yang akan menghidupkanmu di akhirat.
“Dan Dialah yang menciptakan (manusia) dari permulaan, kemudian mengembalikan (menghidupkan)nya kembali. Menghidupkan kembali adalah lebih mudah bagi-Nya.” (QS. ar-Rûm [30]: 27).Artinya, proses mengembalikan dan menghidupkan kalian kembali di akhirat adalah lebih mudah daripada proses penciptaan kalian di dunia. Pasalnya, ketika pasukan tersebar ke mana-mana untuk ber- istirahat, mereka bisa dikembalikan ke tempatnya semula di bawah panji kelompoknya hanya dengan satu tiupan trompet militer sehingga mereka terkumpul di satu tempat. Hal ini jauh lebih mudah daripada membentuk satu kelompok pasukan baru.
Berkumpulnya partikel tidak mesti semuanya, tetapi cukup partikel utama yang merupakan benih bagi tubuh yang dalam hadis Nabi x disebut “tulang ekor”. Itulah bagian utama dan partikel pokok yang memadai untuk menjadi dasar kebangkitan di akhirat. Tuhan Yang Mahabijak membentuk kembali tubuh manusia di atas landasan terse- but.
Adapun analogi keadilan yang disebutkan oleh ayat al-Qur’an وَ مَا رَبُّكَ بِظَلَّامٍ لِل۟عَبٖيدِ ‘Tuhanmu tidak pernah berbuat zalim kepada para hamba”, secara ringkas adalah sebagai berikut:
Kita sering melihat bagaimana kaum yang zalim dan fasik meng- habiskan kehidupan mereka dalam kondisi yang sangat makmur dan lapang. Sementara, kaum yang mendapat penganiayaan dan kaum yang taat menghabiskan hidup dalam kondisi sulit. Dari sana kematian datang untuk mengumpulkan kedua golongan tadi tanpa ada perbedaan. Andaikan akhir yang diinginkan dari kezaliman itu tidak terwujud di dunia, berarti akan ada pertemuan di akhirat di antara keduanya agar yang pertama mendapatkan balasannya dan yang kedua mendapat imbalan. Sebab, Dzat yang jauh dari sifat zalim di mana Dia Mahaadil dan bijak lewat kesaksian seluruh alam, sifat adil dan bijak-Nya tidak mungkin bisa menerima kezaliman yang ada. Jadi, akhir yang dituju sudah jelas.
Ya, dunia yang singkat ini tidak memadai untuk memperlihatkan dan membuahkan berbagai potensi yang tersimpan dalam ruh manu- sia. Manusia harus dikirim ke alam yang lain. Ya, substansi manusia sangat agung. Karena itu, ia menjadi simbol keabadian. Esensinya sangat tinggi dan mulia. Tidak aneh kalau kejahatan yang dilakukannya juga bernilai besar; tidak seperti entitas lain. Tatanannya halus dan menakjubkan. Akhir perjalanannya pasti tertata, tidak akan dibiarkan begitu saja. Ia juga tidak akan fana dan lari menuju ketiadaan.Neraka membuka mulutnya lebar-lebar menantikannya. Surga juga membentangkan tangan untuk mendekapnya.Sengaja kami membahasnya secara ringkas di sini karena hakikat ketiga dari “Kalimat Kesepuluh” telah menerangkannya dengan sangat jelas.
Demikianlah kami menyebutkan dua ayat di atas sebagai contoh. Engkau bisa menganalogikan dan menelaah hal serupa pada ayat-ayat lain yang berisi petunjuk rasional yang amat banyak.Itulah sepuluh poros atau sumber yang melahirkan intuisi yang benar dan bukti meyakinkan atas adanya kebangkitan. Sebagaima- na intuisi dan petunjuk yang kuat bisa menjadi dalil yang kokoh atas keberadaan kiamat dan kebangkitan fisik, demikian pula dengan na- ma-nama ilahi yang mulia: al-Hakîm (Mahabijak), ar-Rahîm (Yang Maha Penyayang), al-Hafîdz (Yang Maha Memelihara), al-Âdil (Yang Mahaadil). Sebagian besar nama Allah menuntut keberadaan kiamat dan kebahagiaan yang kekal. Ia menjadi dalil bahwa kiamat pasti terwujud. Hal ini seperti yang telah kami uraikan pada “Kalimat Kesepuluh”.
Karenanya, konsekuensi akan adanya kebangkitan dan kiamat bagi kami sangat jelas dan kuat sehingga ia tidak ada keraguan sedikitpun di dalamnya.
Landasan Ketiga
Ya, sebagaimana tidak ada keraguan terkait dengan keniscayaan kebangkitan,
demikian pula tidak ada keraguan terhadap kekuasaan mutlak Tuhan yang menciptakan kebangkitan. Tidak ada kelemahan pada qudrah-Nya. Bagi-Nya sama saja antara yang besar dan yang kecil. Bagi-Nya sama saja antara menciptakan musim semi secara utuh dan menciptakan setangkai bunga.Ya, Dzat Yang Mahakuasa yang keagungan dan qudrah-Nya diakui oleh alam lewat lisan matahari dan bintangnya, bahkan dengan lisan partikel berikut apa yang terdapat di dalamnya, layakkah sebuah ilusi dan bisikan mengingkari kekuasaan mutlak tersebut da- lam membangkitkan makhluk?
Dzat Yang Mahakuasa dan Mahamulia menciptakan sejumlah alam baru secara rapi pada setiap musim di alam yang besar ini. Bahkan pada setiap tahun Dia menciptakan dunia baru yang tertata rapi. Bahkan pada setiap hari Dia menciptakan alam baru yang rapi. Jadi, secara terus-menerus Dia menciptakan berbagai alam, dunia, dan entitas yang saling berganti dengan penuh hikmah di atas permukaan langit dan bumi di mana di atas bentangan waktu Dia menyebarkan dan menggantungkan sejumlah alam yang rapi sebanyak musim dan tahun serta sebanyak hari. Dia yang menghias kebun musim semi yang agung dan luas dengan ratusan ribu lukisan kebangkitan seperti menghias setangkai bunga. Keindahan kreasi-Nya dan kesempurnaan hikmah-Nya itu terlihat jelas oleh kita. Nah, adakah yang berani bertanya kepada Dzat Yang Mahakuasa dan mulia tersebut, “Bagaimana kiamat bisa terjadi? Atau, Bagaimana dunia di- gantikan dengan akhirat?”
Allah berfirman:“Tidaklah Allah menciptakan dan membangkitkan kamu (dari dalam kubur) melainkan hanyalah seperti (menciptakan dan membang- kitkan) satu jiwa saja. (QS. Luqmân [31]: 28).
Ayat di atas menginformasikan bahwa hal itu tidaklah sulit bagi Dzat Yang Mahakuasa. Segala sesuatu, baik yang paling besar maupun yang paling kecil sangatlah mudah bagiNya. Komunitas yang besar dengan jumlahnya yang tak terhingga sama seperti satu individu bagi-Nya.
Kami telah menjelaskan hakikat ayat ini dalam Penutup “Kalimat Kesepuluh” secara global, juga pada Setitik Cahaya makrifatullah, dan pada “Surat Kedua Puluh”. Di sini kami akan menjelaskannya secara ringkas dalam tiga persoalan:
1. Kekuasaan ilahi melekat pada diri-Nya, sehingga tidak mungkin bercampur dengan kelemahan.
2. Ia terpaut dengan sisi batin sesuatu, sehingga tidak ada rintangan apapun yang masuk ke dalamnya.
3. Relasinya sesuai hukum yang Dia tetapkan. Karenanya, hal yang bersifat parsial sama dengan yang bersifat universal.
Kami akan menerangkan ketiga persoalan di atas sebagai berikut:
Persoalan Pertama,
kekuasaan ilahi yang azali adalah milik Dzat-Nya yang suci. Dengan kata lain, ia terkait dengan Dzat-Nya se- hingga tidak mungkin terpisah darinya.
Karena itu, otomatis kelemahan yang merupakan lawan dari kekuasaan tidak mungkin masuk ke dalam Dzat-Nya yang berhias dengan qudrah. Sebab, jika tidak, berarti akan terkumpul dua hal yang saling berlawanan. Ini mustahil.Karena kelemahan tidak mungkin menghampiri Dzat-Nya, tentu saja ia juga tidak mungkin bisa masuk ke dalam qudrah-Nya yang menyatu dengan dzat. Karena itu, qudrah Allah tidak memiliki tingkatan, sebab keberadaan tingkatan pada segala sesuatu terwujud karena keberadaan lawannya bersamanya. Misalnya, tingkatan hawa panas yang terwujud karena masuknya hawa dingin, juga tingkatan kebaikan yang terwujud karena masuknya keburukan. Demikian seterusnya.
Adapun dalam hal yang bersifat mungkin, karena tidak ada keharusan yang bersifat esensial dan hakiki, maka unsur lawan atau kebalikan bisa saling masuk sehingga muncul sejumlah tingkatan dan perbedaan yang melahirkan sejumlah perubahan. Nah, karena tidak ada tingkatan dalam qudrah ilahi, semua yang ditetapkan adalah satu bagi qudrah tersebut. Sama saja baginya antara yang sangat besar dan yang sangat kecil. Sama saja baginya antara bintang dan partikel. Sama saja baginya antara kebangkitan semua manusia dan kebangkitan satu jiwa. Demikian pula antara penciptaan musim semi dan setangkai bunga di mana hal itu sangat mudah bagi qudrah-Nya.Andaikan proses penciptaan disandarkan kepada sebab-sebab materi di luar kekuasaan Allah yang bersifat mutlak, tentu menghidupkan setangkai bunga sangat sulit seperti menghidupkan musim semi.
Kami telah menjelaskan dengan berbagai argumen yang meyakinkan pada catatan kaki alinea terakhir dari tingkatan keempat Allahu Akbar pada kedudukan kedua “Kalimat” ini, juga pada “Kalimat Kedua Puluh Dua”, serta pada “Surat Kedua Puluh” dan lanjutannya. Disebutkan di sana bahwa ketika penciptaan segala sesuatu dikembalikan kepada Dzat Yang Mahaesa, maka penciptaan semuanya menjadi mudah seperti penciptaan satu entitas. Sebaliknya, jika penciptaan satu entitas dikembalikan kepada sebab-sebab materi, ia akan menjadi sangat sulit dan rumit seperti penciptaan semuanya.
Persoalan Kedua,
qudrah ilahi sangat terkait dengan sisi batin segala sesuatu.
Ya, segala sesuatu di alam ini memiliki dua sisi seperti cermin: pertama, sisi lahir di mana ia ibarat sisi cermin yang berwarna, dan yang kedua adalah sisi batin di mana ia ibarat cermin yang bening (transparan).
Nah, sisi lahir merupakan wilayah putaran segala se- suatu yang saling berlawanan serta tempat datangnya kebaikan, keburukan, yang kecil, yang besar, yang sulit, yang mudah, dan seterusnya. Karena itu, Allah Sang Pencipta Yang Mahabijak meletakkan berbagai sebab lahiri sebagai tabir bagi berbagai aktivitas qudrah-Nya agar sentuhan kekuasaan qudrah-Nya yang penuh hikmah tidak terlihat pada hal-hal parsial di mana bagi akal kita yang terbatas yang hanya melihat sisi lahir, ia tampak hina dan tidak pantas. Pasalnya, keagungan dan kemuliaan-Nya menuntut hal tersebut. Hanya saja, Allah tidak mem- beri pengaruh hakiki kepada sebab-sebab dan sarana tadi karena ke- esaan-Nya mengharuskan demikian.
Adapun sisi batin sesuatu (malakut) ia transparan, bening, dan suci pada segala sesuatu. Tidak bercampur dengan berbagai warna atau hiasan. Sisi ini mengarah kepada Penciptanya tanpa perantara. Di dalamnya tidak ada hubungan sebab akibat dan hal-hal yang menghalangi. Di dalamnya partikel menjadi saudara kandung matahari.
Kesimpulannya, qudrah Allah bersifat murni, bukan hasil kons- truksi. Ia bersifat mutlak, tidak terbatas. Selain itu, ia bersifat esensial. Adapun objek keterpautannya dengan berbagai hal adalah tanpa perantara dan bening, tidak keruh, serta tanpa hijab. Karena itu, sesuatu yang besar atau yang kecil, kelompok atau individu, yang bersifat universal atau yang parsial tidak ada perbedaan dalam wilayah qudrah- Nya.
Persoalan Ketiga,
relasi qudrah-Nya sejalan dengan hukum yang berlaku.
Yakni, ia melihat yang sedikit dan yang banyak, serta yang kecil dan yang besar dengan pandangan yang sama. Persoalan yang masih samar ini akan kami perjelas dengan sejumlah contoh.
Kehalusan, keberhadapan, keseimbangan, keteraturan, keabstrakan, dan kepatuhan, masing-masing merupakan satu kondisi di alam ini yang membuat sesuatu yang banyak menjadi sama dengan yang sedikit, serta yang besar menjadi sama dengan yang kecil.
Contoh pertama:Kehalusan Wujud cahaya matahari memperlihatkan identitasnya sendiri di atas permukaan laut atau di atas setiap tetesan air laut. Andaikan bola bumi tersusun dari serpihan kaca yang bening dan berbeda-beda di mana ia menghadap ke matahari tanpa ada penghalang, tentu cahaya matahari yang tampak di atas setiap petak permukaan bumi dan di atas seluruh muka bumi akan serupa dan sama tanpa saling bercampur, terpisah, dan berkurang. Jika kita asumsikan matahari sebagai pelaku yang berkehendak dan kita anggap ia sendiri menyinari bumi, tentu menyinari seluruh bumi tidak lebih sulit daripada menyinari satu pertikel.
Contoh kedua: Keberhadapan Anggaplah ada satu lingkaran manusia yang masing-masing memegang cermin. Pada pusat lingkaran terdapat seseorang yang memegang lilin yang sedang menyala. Maka, cahaya yang memancar dari titik pusat tersebut ke berbagai cermin dalam satu lingkaran itu adalah sama, tidak kurang, tidak bercampur dan tidak tercerai-berai.
Contoh ketiga:Keseimbangan Jika ada timbangan yang besar dan akurat di mana pada kedua sisinya terdapat dua matahari, atau dua bintang, atau dua gunung, atau dua telur, atau dua partikel, maka upaya yang dikerahkan untuk bisa mengangkat salah satu sisinya menuju langit dan menjatuhkan lainnya ke bumi adalah sama.
Contoh keempat:Keteraturan (Sistematis) Kapal yang paling besar dapat dikendalikan seperti mainan anak-anak karena teratur menurut sistem (sistematis).
Contoh kelima:Keabstrakan Mikroba misalnya sama seperti badak, ia memiliki esensi dan karakter binatang. Ikan yang sangat kecil juga memiliki karakter dan esensi abstrak tersebut seperti paus yang besar. Pasalnya, esensi abstrak dari suatu bentuk dan fisik itu masuk ke dalam semua bagian tubuh dari yang paling kecil hingga yang paling besar. Ia mengarah kepadanya tanpa berkurang dan terpisah. Karakter dan sifat lahiriah tubuh tidak bisa merusak, mengintervensi, dan mengubah esensi dan karakter abstrak tadi.
Contoh keenam:Kepatuhan Pemimpin pasukan sebagaimana dengan perintahnya bisa menggerakkan satu prajurit, ia juga bisa menggerakkan semua pasukan.
Maka, hakikat rahasia kepatuhan dari segala sesuatu yang terdapat di alam merupakan titik kesempurnaan. Ia memiliki kecenderungan kepadanya. Kecenderungan yang berlipat ganda melahirkan rasa butuh. Rasa butuh yang meningkat berubah menjadi rasa rindu. Rasa rindu yang meningkat membentuk ketertarikan. Nah, ketertarikan, kerinduan, rasa butuh dan kecenderungan, semuanya merupakan benih untuk melaksanakan perintah penciptaan ilahi dilihat dari sisi esensinya.Kesempurnaan mutlak dari substansi makhluk yang bersifat mungkin adalah wujud mutlak. Akan tetapi, kesempurnaan yang khusus terkait dengannya adalah wujud khusus baginya di mana ia mengeluarkan potensi fitrinya dari fase kekuatan menuju fase perbua- tan.
Kepatuhan entitas terhadap perintah ilahi, “kun”, seperti kepatu- han satu benih yang laksana seorang prajurit. Ketika makhluk melak- sanakan dan patuh terhadap perintah ilahi, kun yang bersumber dari kehendak ilahi menyatu dengan kecenderungan, rasa rindu, dan butuh tadi. Masing-masing menjadi salah satu manifestasi kehendak-Nya. Bahkan lewat kecenderungannya yang halus, ketika air melaksanakan perintah untuk membeku, rahasia kekuatan taat terlihat lewat kemampuannya menghancurkan besi.
Jika keenam contoh di atas terlihat pada kekuatan dan perbuatan makhluk padahal ia bersifat cacat, terbatas, lemah, dan tidak memiliki pengaruh hakiki, maka segala sesuatu seharusnya memiliki kedudukan yang sama di hadapan qudrah ilahi yang tampak lewat jejak keagungan-Nya di mana ia tidak terbatas dan azali. Qudrah itulah yang menghadirkan semua entitas dari tiada dan membuat semua akal tercengang. Jadi, tidak ada sesuatupun yang sulit bagi qudrah-Nya.Kita juga tidak boleh lupa bahwa kekuasaan ilahi yang demikian agung sebenarnya tidak bisa diukur dengan neraca kita yang lemah. Akan tetapi, ia disebutkan hanya untuk mendekatkan pada pemaha- man dan guna menghilangkan keraguan.
Kesimpulan dari landasan ketiga adalah
bahwa selama qudrah ilahi yang bersifat mutlak tidaklah terhingga; ia melekat pada Dzat-Nya yang suci, dan bahwa sisi batin dari segala sesuatu mengarah pada- nya tanpa hijab; ia juga seimbang dengan melihat bahwa kedua sisinya sama; tatanan alami yang merupakan syariat fitrah terbesar taat pada hukum-hukum dan rambu Allah; selanjutnya sisi malakut (batin) itu murni dan bersih dari berbagai rintangan dan beragam karakter; kare- na itu, entitas yang paling besar sama dengan yang paling kecil di ha- dapan qudrah kekuasaan Allah. Tidak mungkin ada yang menyerang atau membangkang darinya.
Proses menghidupkan seluruh makhluk hidup pada hari kebangkitan sangat mudah sama seperti menghidupkan seekor lalat di musim semi. Karena itu, Allah berfirman:“Tidaklah Allah menciptakan dan membangkitkan kamu (dari dalam kubur) melainkan hanyalah seperti (menciptakan dan membangkitkan) satu jiwa saja. (QS. Luqmân [31]: 28).Ayat tersebut adalah benar dan tepat; tidak berlebihan sama sekali.Demikianlah, terbukti bahwa Pelaku yang sedang kita bicarakan Mahakuasa dan tidak ada yang dapat merintangi-Nya.
Landasan Keempat
Sebagaimana terdapat tuntutan dan alasan yang membenarkan adanya kiamat dan kebangkitan, di mana Pelaku yang mendatangkan kebangkitan tersebut Mahakuasa, maka dunia ini juga memiliki potensi terwujudnya kiamat dan kebangkitan. Pernyataan kami ini mengandung empat persoalan:
Pertama, kematian alam adalah suatu hal yang mungkin terjadi.
Kedua, terjadinya kematian alam secara nyata.
Ketiga, membangun dunia yang hancur dalam bentuk akhirat adalah suatu hal yang mungkin terjadi.
Keempat, terjadinya pembangunan dunia secara nyata.
Persoalan Pertama:
Kematian alam yang mungkin terjadi.
Alam ini sangat mungkin mati dan hancur. Pasalnya, jika sesuatu masuk ke dalam hukum penyempurnaan, maka dalam setiap kondisi terdapat proses tumbuh dan berkembang. Hal itu berarti ia memiliki usia alami pada setiap keadaan. Memiliki usia alami berarti memiliki ajal alami. Ini berarti segala sesuatu tidak mungkin lolos dari kematian. Hal ini terbukti lewat investigasi induktif.
Ya, sebagaimana manusia yang merupakan alam kecil (mikrokos- mos) pasti akan hancur, demikian pula dengan alam semesta yang merupakan manusia besar tidak bisa terlepas dari kematian. Ia pasti akan mati lalu kemudian dibangkitkan, atau tidur dan dibangunkan saat fajar kebangkitan.
Sebagaimana pohon merupakan salinan miniatur alam yang pasti hancur, demikian pula dengan rangkaian entitas yang bercabang dari pohon penciptaan. Ia tidak mungkin selamat dari kebinasaan untuk kemudian dibangun dan diperbaharui.
Jika sebelum ajal alaminya—dan dengan izin ilahi—tidak terjadi peristiwa yang menghancurkan atau penyakit eksternal terhadap dunia, atau Sang Pencipta tidak merusak tatanan, maka lewat perhitungan ilmiah sudah pasti akan datang hari di mana gema berikut terdengar berulang-ulang:
“Apabila matahari digulung. Apabila bintang-bintang berjatuhan. Dan apabila gunung-gunung dihancurkan.” (QS. at-Takwîr [81]: 1-3).“Apabila langit terbelah. Apabila bintang-bintang jatuh berserakan. Dan apabila lautan meluap.” (QS. al-Infithâr [82]: 1-3). Ketika itulah makna dan rahasia dari ayat-ayat tersebut tampak dengan izin Dzat Yang Mahakuasa. Dunia yang merupakan manusia besar akan mulai mengalami sakarat, terengah-engah, dan kemudian berteriak dengan suara menggema yang mengisi angkasa. Setelah itu, ia mati lalu dibangkitkan dengan perintah ilahi.
Persoalan Simbolik yang Mendalam
Sebagaimana air membeku dengan membahayakan dirinya, batu es mencair dengan membahayakan dirinya, inti menguat dengan membahayakan kulitnya, lafadz mengeras dengan membahayakan makna, ruh melemah lantaran jasad menguat, jasad juga melemah lantaran ruh menguat, demikian pula dengan alam dunia ini.
Ketika roda kehidupan bekerja, dunia yang padat ini menjadi halus lantaran ditujukan untuk akhirat yang merupakan alam halus.Lewat aktivitasnya yang mencengangkan, qudrah yang mencipta menyebarkan cahaya kehidupan kepada seluruh bagian makhluk yang mati, tak bernyawa, tebal, dan padam. Ia melarutkan, melembutkan, dan menerangi bagian-bagian tersebut dengan cahaya kehidupan itu agar hakikatnya menguat dan siap untuk alam halus yang menakjub- kan, yaitu akhirat.
Ya, meskipun hakikat yang ada lemah, namun ia tidak akan pernah mati dan tidak akan terhapus seperti gambar. Akan tetapi, ia berjalan pada berbagai bentuk dan gambaran yang berbeda-beda. Semakin lama iapun semakin besar dan semakin tampak. Berbeda dengan kulit dan bentuk yang bertambah kurus, terurai, dan baru kembali untuk muncul dengan pakaian indah yang baru yang sesuai dengan sendi-sendi hakikat yang permanen, berkembang, dan besar.Jadi, hakikat dan bentuk lahir berbanding terbalik dalam hal bertambah dan berkurang. Dengan kata lain, ketika bentuknya keras, maka hakikatnya halus. Ketika bentuknya melemah, hakikatnya menguat. Ini adalah hukum yang mencakup segala sesuatu yang masuk ke dalam hukum kesempurnaan.
Akan datang saatnya di mana alam indrawi ini, yang merupakan bentuk dan kulit dari hakikat alam semesta, menjadi hancur. Dari sana ia akan muncul kembali dalam bentuk yang lebih indah.
Ketika itulah hikmah ayat berikut menjadi terwujud:“Pada hari ketika bumi digantikan dengan bumi yang lain...” (QS. Ibrâhim [14]: 48).
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa kematian dan kehancuran dunia adalah suatu hal yang mungkin terjadi dan tidak ada keraguan sama sekali.
Persoalan Kedua:
Kematian dunia secara nyata.
Dalilnya adalah kesepakatan seluruh agama samawi, kesaksian semua fitrah yang sehat, berbagai perubahan entitas, dan kematian sejumlah alam yang memiliki kehidupan sepanjang masa di negeri jamuan ini, semua itu menjadi isyarat dan petunjuk atas kematian dunia ini.
Engkau bisa membayangkan sakaratnya dunia seperti yang dijelaskan oleh sejumlah ayat al-Qur’an. Perhatikan sejumlah bagian di alam ini di mana yang satu dan lainnya saling terkait dengan satu tatanan yang sangat tinggi, teliti, dan kokoh lewat sebuah ikatan halus dan samar. Ia demikian rapi di mana ketika satu entitas menerima perintah “jadilah” atau “tinggalkan orbitmu!” maka seluruh alam akan mengalami sakarat. Bintang gemintang akan saling berbenturan serta akan menggelegar seperti suara jutaan meriam. Ia melempar bumi kita ini dan bahkan yang lebih besar darinya di angkasa luas. Lalu gunung beterbangan dan laut meluap sehingga bumi menjadi rata.
Demikianlah Dzat Yang Mahakuasa menggerakkan dan menggoyang alam dengan kematian tersebut serta mencampurnya dengan sakarat sehingga terjadi pemilahan antara satu entitas dan yang lainnya. Neraka berikut isinya akan dipisahkan dan dinyalakan. Sementara, surga menjadi tampak di mana seluruh kelembutannya dikumpulkan dari berbagai unsurnya yang sesuai dengannya, dan muncullah alam akhirat sebagai wujud yang abadi.
Persoalan Ketiga:
Kebangkitan alam yang mungkin terjadi.
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya pada landasan kedua bahwa tidak ada cacat sama sekali pada qudrah ilahi, bahwa bukti atas keberadaan akhirat sangat kuat, dan bahwa persoalan ini termasuk yang mungkin terjadi. Jika persoalan yang mungkin terjadi memiliki alasan dan bukti yang kuat, serta bahwa pelakunya Mahakuasa, maka jangan hanya melihat sebatas kondisinya yang mungkin terjadi, tetapi ia adalah suatu hal yang pasti terjadi.
Persoalan Simbolis
Jika kita melihat alam dengan tadabbur dan perenungan, kita bisa menyaksikan bahwa di dalamnya terdapat dua unsur yang membentang ke seluruh sisinya lewat akar-akar yang menjalar, seperti kebaikan dan keburukan, manfaat dan bahaya, sempurna dan cacat, terang dan gelap, petunjuk dan kesesatan, cahaya dan api, iman dan kekufuran, ketaatan dan pembangkangan, serta rasa takut dan harap. Semua hal yang saling berlawanan tersebut berbenturan berikut hasil dan buahnya di mana ia memperlihatkan berbagai perubahan secara terusmenerus seakanakan ia sedang bersiap-siap menuju alam lain. Jadi, hasil dan akhir dari kedua unsur yang saling berlawanan terse- but akan sampai kepada keabadian dan di sana masing-masing akan terpisah. Ketika itu, keduanya tampak dalam bentuk surga dan neraka. Nah, karena alam keabadian akan dibangun dari alam fana ini, maka unsur-unsur fundamental bagi alam ini pasti akan digiring dan dikirim menuju keabadian.
Ya, surga dan neraka merupakan buah dari ranting pohon penciptaan yang terbentang menuju keabadian. Keduanya adalah hasil dari rangkaian alam. Keduanya merupakan tempat penyimpanan uru- san ilahi. Keduanya juga merupakan telaga ombak seluruh makhluk yang berjalan menuju keabadian. Keduanya adalah salah satu manifestasi kelembutan dan keperkasaan.Ketika tangan qudrah Allah menggerakkan dan menggoyang alam ini secara keras, kedua telaga tadi penuh dengan bahan dan un- sur yang sesuai dengan keduanya.
Penjelasannya adalah sebagai berikut:
Sesuai dengan kebijaksanaan dan perhatian-Nya yang abadi, Dzat Yang Mahabijak menciptakan alam ini agar menjadi tempat ujian, ajang kompetisi, cermin bagi nama-nama-Nya yang mulia, serta lembaran pena qudrah dan qadar-Nya.Ujian dan cobaan merupakan sebab pertumbuhan dan perkembangan. Tumbuh kembang menjadi sebab tersingkapnya berbagai potensi alami. Potensi tersebut menyingkap sebab terlihatnya kemampuan. Kemampuan adalah sebab munculnya berbagai hakikat yang bersifat relatif. Sedangkan, hakikat tersebut menjadi sebab untuk memperlihatkan sejumlah manifestasi goresan nama-nama-Nya yang mulia milik Tuhan Pencipta Yang Mahaagung serta untuk mengubah alam menjadi tulisan ilahi.
Demikianlah, rahasia taklif dan hikmah ujian mengarah kepada pembersihan substansi ruh yang tinggi di mana ia ibarat berlian dari berbagai materi ruh yang rendah yang seperti arang.
Lewat rahasia ini dan lewat berbagai hikmah tersembunyi yang tidak kita ketahui, Dzat Yang mahabijak dan Mahakuasa menghadirkan alam dengan bentuknya yang seperti ini, dan Dia menghendaki perubahannya sesuai dengan hikmah yang ada. Agar perubahan terse- but terwujud, Dia mencampur unsur-unsur yang berlawanan dan menjadikannya saling berhadapan. Yang berbahaya dicampur dengan yang bermanfaat. Yang buruk masuk ke dalam yang baik. Yang jelek berkumpul dengan yang indah. Demikianlah, tangan kekuasaan mengaduk semuanya serta menjadikan alam mengikuti hukum perubahan dan tatanan menuju proses kesempurnaan.
Selanjutnya, ketika majelis ujian ditutup dan waktunya berakhir, lalu Asmaul Husna memperlihatkan berbagai hikmah di baliknya, pena qadar menyempurnakan catatannya, qudrah melengkapi ukiran kreasi-Nya, seluruh entitas menunaikan tugasnya, semua makhluk menyelesaikan perannya, segala sesuatu mengeskpresikan makna dan maksudnya, dunia menumbuhkan tanaman akhirat, bumi menyingkap semua tanda-tanda kekuasaan ilahi dan kreasi-Nya yang luar biasa, serta alam fana ini menetapkan lembaran pemandangan yang kekal di atas pita zaman, ketika itulah hikmah abadi dan perhatian Tuhan menuntut agar hakikat hasil ujian tersebut terlihat.
Demikian pula dengan hakikat manifestasi Asmaul Husna, catatan pena qadar, model dasar kreasi-Nya, manfaat dan tujuan dari berbagai tugas entitas, balasan pengabdian makhluk, makna rangkaian kata yang diberitakan oleh kitab alam, kemunculan bulir dari benih potensi alami, pembu- kaan pintu pengadilan terbesar, pertunjukan pemandangan yang telah direkam di dunia, ketersingkapan tabir sebab lahiri, dan kepatuhan segala sesuatu kepada perintah Penciptanya secara langsung.Ketika iradah-Nya hendak memperlihatkan berbagai hakikat tersebut guna menyelamatkan entitas dari transformasi perubahan dan kondisi fana, serta agar berbagai unsur yang saling berlawanan tadi terpisah, sudah pasti Allah akan menegakkan kiamat. Dia akan menyeleksi semua persoalan guna memperlihatkan hasil yang ada.
Pada akhirnya neraka akan mengambil bentuk abadi yang buruk di mana ia mengancam orang-orang yang masuk ke dalamnya dengan berkata:“Berpisahlah kamu (dari orang-orang mukmin) pada hari ini, wa- hai orang-orang yang berbuat jahat.” (QS. Yâsîn [36]: 59).Sebaliknya, surga tampil dengan keindahannya yang kekal. Para penjaganya berkata kepada penghuni surga:“Kesejahteraan terlimpah atas kalian. Berbahagialah kalian! Ma- sukilah surga ini dengan kekal di dalamnya.” (QS. az-Zumar [39]: 73). Dengan qudrah-Nya yang sempurna, Dat Yang Mahakuasa dan Mahabijak akan menganugerahkan kepada penghuni kedua tempat kekal itu wujud permanen yang kekal abadi. Ia tidak mengalami perubahan dan kehancuran. Di sana tidak terdapat sebab-sebab perubahan yang mengarah kepada kehancuran sebagaimana hal ini telah dijelaskan pada pertanyaan kedua, kedudukan pertama dari “Kalimat Kedua Puluh Delapan”.
Persoalan Keempat:
Terjadinya pembangunan dunia secara nyata.
Kebangkitan pasti akan terjadi. Ya, setelah dunia hancur dan binasa, akhirat akan dibangkitkan. Sang Pencipta Yang Mahakuasa yang telah membangunnya pertama kali akan memakmurkan akhirat dengan bentuk yang lebih indah daripada yang pertama setelah ia hancur. Dia akan menjadikannya sebagai salah satu tempat singgah akhirat. Dalil yang paling menunjukkan tentang hal ini pertama-tama adalah al-Qur’an dengan seluruh ayatnya yang mengandung ribuan bukti rasional. Diikuti dengan kitab-kitab suci lainnya, yang dalam persoalan ini, sejalan dengan al-Qur’an. Sifat-sifat keagungan dan kesempurnaan ilahi serta semua nama-Nya yang mulia secara tegas menunjukkan adanya kebangkitan. Demikian pula dengan semua perintah Tuhan yang diwahyukan kepada seluruh nabi dan rasul di mana dengan itu Dia menjanjikan keberadaan kiamat. Karena telah berjanji, tentu Dia akan memenuhi janji-Nya. Engkau bisa merujuk kembali hakikat kedelapan dari “Kalimat Kesepuluh”. Petunjuk lainnya adalah semua informasi yang diberikan Nabi x terkait dengan terjadinya kebangkitan di mana semua nabi, rasul, serta para wali dan kaum shiddîqîn dalam hal ini sejalan dengan beliau. Belum lagi semua ayat penciptaan di alam ini memberitahukan kepada kita tentang terjadinya kebangkitan.
Kesimpulannya, semua hakikat “Kalimat Kesepuluh” serta seluruh petunjuk dalam risalah “Lâ Siyyamâ,” yang terdapat pada kedudukan kedua dari “Kalimat Kedua Puluh Delapan” yang ditulis dengan bahasa Arab dalam buku al-Matsnawi, keduanya memperli- hatkan secara meyakinkan—laksana terbitnya matahari setelah terbenam—bahwa matahari hakikat akan bersinar dalam bentuk kehidupan ukhrawi setelah terbenamnya kehidupan dunia.
Demikianlah, semua yang telah kami jelaskan dari awal pada landasan keempat ini tidak lain merupakan kelanjutan dari nama al-Hakîm (Yang Mahabijak) sekaligus hasil dari limpahan makna al- Qur’an agar kalbu bisa menerima dan diri ini siap tunduk. Sebetulnya kita tidak pantas untuk membicarakan persoalan ini. Kita harus mendengar apa yang dikatakan oleh pemilik hakiki dunia, pencipta alam, dan pemilik entitas ini. Ketika pemilik kerajaan berbicara, siapa yang berani berbicara selain-Nya.
Tuhan Sang Pencipta Yang Maha Bijak mengarahkan kalam azali-Nya ke seluruh barisan entitas di ruangan masjid dunia dan sekolah bumi yang terus ada sepanjang masa. Dia yang mengguncang alam seluruhnya.“Apabila bumi digoncangkan dengan goncangan (yang dahsyat, lalu bumi mengeluarkan beban-beban berat (yang dikandung)-nya, dan manusia bertanya, “Mengapa bumi (menjadi begini)?” pada hari itu bumi menceritakan beritanya, karena Tuhanmu telah memerintahkan (yang demikian itu) kepadanya. Pada hari itu manusia ke luar dari kuburnya dalam keadaan bermacam-macam supaya diperlihatkan ke- pada mereka (balasan) pekerjaan mereka. Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarah sekalipun, niscaya Dia akan melihat (balasan)nya. Barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar zarah sekalipun, niscaya Dia akan melihat (balasan)nya pula.” (QS. az-Zal- zalah [99]: 1-8).Ia mengutarakan satu ucapan yang membuat gembira semua makhluk dan melahirkan rasa rindu: “Sampaikanlah kabar gembira kepada mereka yang beriman dan berbuat kebajikan, bahwa untuk mereka disediakan surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Setiap kali mereka diberi rezeki buah-buahan dari surge, mereka berkata, “Inilah yang pernah diberikan kepada kami dahulu.” Mereka diberi buah-buahan yang serupa. Dan di sana mereka (memperoleh) pasangan-pasangan yang suci. Dan mereka kekal di dalamnya.” (QS. al-Baqarah [2]: 25).Kita harus mendengar dan memperhatikan perkataan tersebut yang bersumber dari Sang Pemilik kerajaan serta Pemelihara dunia dan akhirat. Kita ucapkan, “Kami beriman dan percaya.”
Mahasuci Engkau. Kami tidak memiliki pengetahuan kecuali yang Kau ajarkan pada kami. Engkau Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana.
Wahai Tuhan, jangan Kau hukum kami jika lupa atau alpa.
“Ya Allah, limpahkan salawat kepada junjungan kami, Muhammad, dan kepada keluarga junjungan kami, Muhammad, sebagaimana Engkau telah melimpahkan salawat kepada junjungan kami, Ibrahim, dan kepada keluarga junjungan kami, Ibrahim.Engkau Maha Terpuji dan Mahaagung.”