77.975
düzenleme
("Kesimpulannya, setiap kali manusia berpindah dari satu fase kepada fase yang lain, ia mengalami banyak perubahan yang rapi dan menakjubkan. Misalnya, dari nutfah menuju alaqah (segumpal darah), dari alaqah menuju mudgah (segumpal daging), dari mudgah menuju tulang dan kemudian daging. Selanjutnya dari sana ia menuju kepada makhluk yang baru. Dengan kata lain, perubahannya kepada bentuk manusia mengikuti sejumlah rambu yang cermat. Setiap fase darinya mem..." içeriğiyle yeni sayfa oluşturdu) |
("------ <center> KALIMAT KEDUA PULUH DELAPAN ⇐ | Al-Kalimât | ⇒ KALIMAT KETIGA PULUH </center> ------" içeriğiyle yeni sayfa oluşturdu) |
||
(Aynı kullanıcının aradaki diğer 79 değişikliği gösterilmiyor) | |||
337. satır: | 337. satır: | ||
Kesimpulannya, setiap kali manusia berpindah dari satu fase kepada fase yang lain, ia mengalami banyak perubahan yang rapi dan menakjubkan. Misalnya, dari nutfah menuju alaqah (segumpal darah), dari alaqah menuju mudgah (segumpal daging), dari mudgah menuju tulang dan kemudian daging. Selanjutnya dari sana ia menuju kepada makhluk yang baru. Dengan kata lain, perubahannya kepada bentuk manusia mengikuti sejumlah rambu yang cermat. Setiap fase darinya memiliki hukum khusus, sistem tertentu, dan gerakan baku di mana ia menyingkap cahaya tujuan, iradah, pilihan, dan hikmah Tuhan. | Kesimpulannya, setiap kali manusia berpindah dari satu fase kepada fase yang lain, ia mengalami banyak perubahan yang rapi dan menakjubkan. Misalnya, dari nutfah menuju alaqah (segumpal darah), dari alaqah menuju mudgah (segumpal daging), dari mudgah menuju tulang dan kemudian daging. Selanjutnya dari sana ia menuju kepada makhluk yang baru. Dengan kata lain, perubahannya kepada bentuk manusia mengikuti sejumlah rambu yang cermat. Setiap fase darinya memiliki hukum khusus, sistem tertentu, dan gerakan baku di mana ia menyingkap cahaya tujuan, iradah, pilihan, dan hikmah Tuhan. | ||
Lewat cara yang sama, Pencipta Yang Mahabijak mengganti fisik ini pada setiap tahun sebagaimana mengganti baju. Karenanya, fisik membutuhkan konstruksi baru agar bisa berubah dan tetap hidup. Ia membutuhkan sejumlah partikel yang aktif dan baru untuk menggantikan bagian-bagian yang telah terurai. Nah, sebagaimana selsel tubuh hancur dengan hukum ilahi yang rapi, ia juga membutuhkan materi lembut dengan nama Dzat Pemberi rezeki agar terbangun kem- bali lewat hukum ilahi yang cermat. Dzat Pemberi rezeki hakiki lewat hukum yang khusus membagikan dan mendistribusikan kepada setiap organ tubuh berbagai materi yang dibutuhkannya. | |||
Sekarang, lihatlah sejumlah fase perkembangan dari materi halus yang dikirim oleh Dzat Pemberi rezeki yang mahabijak. Engkau bisa menyaksikan bagaimana partikel-partikel materi tersebut seperti rombongan yang tersebar di udara, di bumi, dan di air. Sementara ia tersebar di berbagai tempat, di sisi lain ia dapat dimobilisasi dan dikumpulkan dengan cara khusus pula. Satu dengan yang lainnya bisa berkumpul dalam satu tatanan yang sangat rapi. Hal ini menyiratkan bahwa ia merupakan gerakan yang terarah. | |||
Tingkah lakunya menjelaskan bahwa Pelaku yang memiliki iradah menggiring partikel-partikel itu dengan hukumnya yang bersifat khusus dari alam makhluk mati menuju alam makhluk hidup. Di sini setelah masuk ke dalam tubuh tertentu sebagai rezeki baginya, ia berjalan sesuai dengan aturan tertentu dan gerakan yang baku. Setelah dimatangkan di empat dapur, dijalankan pada empat bentuk transformasi yang menakjubkan, dibersihkan dengan empat tingkatan, iapun dipersiapkan untuk didistribuksikan menuju seluruh penjuru tubuh dan berbagai organnya sesuai kebutuhan di bawah pengawasan Tuhan Pemberi rezeki hakiki. Apabila dengan kacamata hikmah engkau memperhatikan partikel manapun darinya, engkau akan melihat bahwa Dzat yang telah menggiring dan menjalankannya sudah pasti menggiring dengan penglihatan penuh, rapi, disertai pendengaran dan pengetahuan yang komprehensif. Tidak mungkin unsur kebetu- lan, alam yang tuli, serta sebab yang dungu masuk ke dalamnya. | |||
Pasalnya, ketika setiap partikel masuk ke fase manapun, mulai dari keberadaannya sebagai elemen di lingkungan luar hingga ke dalam sel tubuh yang kecil, seolaholah ia bekerja sesuai dengan kehendak hukum tertentu pada setiap fasenya. Ketika masuk, ia masuk dengan teratur. Serta ketika berjalan pada setiap tingkatannya, ia berjalan dengan langkah-langkah yang teratur sehingga tampak jelas bahwa perintah Dzat Yang Mahabijak yang menggiringnya. | |||
< | Demikianlah semua terjadi dengan sangat rapi. Setiap kali partikel berjalan dari satu fase ke fase yang lain, dan dari satu tingkatan kepada tingkatan yang lain, ia tidak keluar dari tujuan hingga sampai kepada posisi yang telah ditentukan untuknya lewat perintah ilahi. Misalnya pupil mata Taufik.(*<ref>*Ia adalah salah seorang murid Said Nursi generasi pertama dan salah seorang penulis Risalah Nur.</ref>)Di sana ia berhenti untuk melaksanakan tugasnya dan menunaikan pekerjaan yang diamanahkan padanya. | ||
</ | |||
Jadi, manifestasi rububiyah dalam persoalan rezeki menerangkan bahwa partikel-partikel tersebut sejak awal sudah jelas dan mendapat perintah. Ia bertanggung jawab atas sebuah tugas. Ia juga dipersiapkan untuk sampai kepada berbagai posisi yang diperuntukkan baginya. Seolah-olah telah tertulis pada setiap partikel apa yang menjadi tugasnya. Yakni, ia akan menjadi rezeki bagi sel tertentu. Tatanan menakjubkan ini menunjukkan bahwa nama setiap manusia telah tertulis rezekinya sebagaimana ia tertulis lewat pena takdir. | |||
Mungkinkah Tuhan Yang Maha Pengasih yang memiliki kekua- saan mutlak dan hikmah yang menyeluruh tidak membangkitkannya lagi? Atau Dia tak berdaya untuk melakukannya? Padahal, Dia adalah penguasa langit dan bumi di mana semua berada dalam genggaman tangan-Nya. Mulai dari partikel hingga galaksi. Dia yang mengendalikan semuanya dalam sebuah tatanan yang rapi dan neraca yang cermat. Mahasuci Allah dari apa yang mereka katakan. | |||
Karenanya, banyak ayat al-Qur’an yang mengarahkan perhatian manusia kepada penciptaan pertama yang penuh hikmah sebagai perumpamaan bagi kebangkitan kedua pada hari kiamat. Hal itu agar persoalan kebangkitan mudah diterima oleh pikiran manusia. Misalnya, ayat yang berbunyi:“Katakanlah, “Yang menghidupkannya adalah Dzat yang telah menciptakannya pertama kali…” (QS. Yâsîn [36]: 79).Artinya, Dzat yang telah menciptakanmudi mana sebelumnya engkau tidak adadalam bentuk yang penuh hikmah adalah Dzat yang akan menghidupkanmu di akhirat. | |||
“Dan Dialah yang menciptakan (manusia) dari permulaan, kemudian mengembalikan (menghidupkan)nya kembali. Menghidupkan kembali adalah lebih mudah bagi-Nya.” (QS. ar-Rûm [30]: 27).Artinya, proses mengembalikan dan menghidupkan kalian kembali di akhirat adalah lebih mudah daripada proses penciptaan kalian di dunia. Pasalnya, ketika pasukan tersebar ke mana-mana untuk ber- istirahat, mereka bisa dikembalikan ke tempatnya semula di bawah panji kelompoknya hanya dengan satu tiupan trompet militer sehingga mereka terkumpul di satu tempat. Hal ini jauh lebih mudah daripada membentuk satu kelompok pasukan baru. | |||
Berkumpulnya partikel tidak mesti semuanya, tetapi cukup partikel utama yang merupakan benih bagi tubuh yang dalam hadis Nabi x disebut “tulang ekor”. Itulah bagian utama dan partikel pokok yang memadai untuk menjadi dasar kebangkitan di akhirat. Tuhan Yang Mahabijak membentuk kembali tubuh manusia di atas landasan terse- but. | |||
Adapun analogi keadilan yang disebutkan oleh ayat al-Qur’an وَ مَا رَبُّكَ بِظَلَّامٍ لِل۟عَبٖيدِ ‘Tuhanmu tidak pernah berbuat zalim kepada para hamba”, secara ringkas adalah sebagai berikut: | |||
Kita sering melihat bagaimana kaum yang zalim dan fasik meng- habiskan kehidupan mereka dalam kondisi yang sangat makmur dan lapang. Sementara, kaum yang mendapat penganiayaan dan kaum yang taat menghabiskan hidup dalam kondisi sulit. Dari sana kematian datang untuk mengumpulkan kedua golongan tadi tanpa ada perbedaan. Andaikan akhir yang diinginkan dari kezaliman itu tidak terwujud di dunia, berarti akan ada pertemuan di akhirat di antara keduanya agar yang pertama mendapatkan balasannya dan yang kedua mendapat imbalan. Sebab, Dzat yang jauh dari sifat zalim di mana Dia Mahaadil dan bijak lewat kesaksian seluruh alam, sifat adil dan bijak-Nya tidak mungkin bisa menerima kezaliman yang ada. Jadi, akhir yang dituju sudah jelas. | |||
Ya, dunia yang singkat ini tidak memadai untuk memperlihatkan dan membuahkan berbagai potensi yang tersimpan dalam ruh manu- sia. Manusia harus dikirim ke alam yang lain. Ya, substansi manusia sangat agung. Karena itu, ia menjadi simbol keabadian. Esensinya sangat tinggi dan mulia. Tidak aneh kalau kejahatan yang dilakukannya juga bernilai besar; tidak seperti entitas lain. Tatanannya halus dan menakjubkan. Akhir perjalanannya pasti tertata, tidak akan dibiarkan begitu saja. Ia juga tidak akan fana dan lari menuju ketiadaan.'''Neraka membuka mulutnya lebar-lebar menantikannya. Surga juga membentangkan tangan untuk mendekapnya.'''Sengaja kami membahasnya secara ringkas di sini karena hakikat ketiga dari “Kalimat Kesepuluh” telah menerangkannya dengan sangat jelas. | |||
Demikianlah kami menyebutkan dua ayat di atas sebagai contoh. Engkau bisa menganalogikan dan menelaah hal serupa pada ayat-ayat lain yang berisi petunjuk rasional yang amat banyak.Itulah sepuluh poros atau sumber yang melahirkan intuisi yang benar dan bukti meyakinkan atas adanya kebangkitan. Sebagaima- na intuisi dan petunjuk yang kuat bisa menjadi dalil yang kokoh atas keberadaan kiamat dan kebangkitan fisik, demikian pula dengan na- ma-nama ilahi yang mulia: al-Hakîm (Mahabijak), ar-Rahîm (Yang Maha Penyayang), al-Hafîdz (Yang Maha Memelihara), al-Âdil (Yang Mahaadil). Sebagian besar nama Allah menuntut keberadaan kiamat dan kebahagiaan yang kekal. Ia menjadi dalil bahwa kiamat pasti terwujud. Hal ini seperti yang telah kami uraikan pada “Kalimat Kesepuluh”. | |||
Karenanya, konsekuensi akan adanya kebangkitan dan kiamat bagi kami sangat jelas dan kuat sehingga ia tidak ada keraguan sedikitpun di dalamnya. | |||
< | <span id="ÜÇÜNCÜ_ESAS"></span> | ||
=== | ===Landasan Ketiga=== | ||
Ya, sebagaimana tidak ada keraguan terkait dengan keniscayaan kebangkitan, | |||
demikian pula tidak ada keraguan terhadap kekuasaan mutlak Tuhan yang menciptakan kebangkitan. Tidak ada kelemahan pada qudrah-Nya. Bagi-Nya sama saja antara yang besar dan yang kecil. Bagi-Nya sama saja antara menciptakan musim semi secara utuh dan menciptakan setangkai bunga.Ya, Dzat Yang Mahakuasa yang keagungan dan qudrah-Nya diakui oleh alam lewat lisan matahari dan bintangnya, bahkan dengan lisan partikel berikut apa yang terdapat di dalamnya, layakkah sebuah ilusi dan bisikan mengingkari kekuasaan mutlak tersebut da- lam membangkitkan makhluk? | |||
Dzat Yang Mahakuasa dan Mahamulia menciptakan sejumlah alam baru secara rapi pada setiap musim di alam yang besar ini. Bahkan pada setiap tahun Dia menciptakan dunia baru yang tertata rapi. Bahkan pada setiap hari Dia menciptakan alam baru yang rapi. Jadi, secara terus-menerus Dia menciptakan berbagai alam, dunia, dan entitas yang saling berganti dengan penuh hikmah di atas permukaan langit dan bumi di mana di atas bentangan waktu Dia menyebarkan dan menggantungkan sejumlah alam yang rapi sebanyak musim dan tahun serta sebanyak hari. Dia yang menghias kebun musim semi yang agung dan luas dengan ratusan ribu lukisan kebangkitan seperti menghias setangkai bunga. Keindahan kreasi-Nya dan kesempurnaan hikmah-Nya itu terlihat jelas oleh kita. Nah, adakah yang berani bertanya kepada Dzat Yang Mahakuasa dan mulia tersebut, “Bagaimana kiamat bisa terjadi? Atau, Bagaimana dunia di- gantikan dengan akhirat?” | |||
Allah berfirman:“Tidaklah Allah menciptakan dan membangkitkan kamu (dari dalam kubur) melainkan hanyalah seperti (menciptakan dan membang- kitkan) satu jiwa saja. (QS. Luqmân [31]: 28). | |||
Ayat di atas menginformasikan bahwa hal itu tidaklah sulit bagi Dzat Yang Mahakuasa. Segala sesuatu, baik yang paling besar maupun yang paling kecil sangatlah mudah bagiNya. Komunitas yang besar dengan jumlahnya yang tak terhingga sama seperti satu individu bagi-Nya. | |||
Kami telah menjelaskan hakikat ayat ini dalam Penutup “Kalimat Kesepuluh” secara global, juga pada Setitik Cahaya makrifatullah, dan pada “Surat Kedua Puluh”. Di sini kami akan menjelaskannya secara ringkas dalam tiga persoalan: | |||
1. Kekuasaan ilahi melekat pada diri-Nya, sehingga tidak mungkin bercampur dengan kelemahan. | |||
2. Ia terpaut dengan sisi batin sesuatu, sehingga tidak ada rintangan apapun yang masuk ke dalamnya. | |||
3. Relasinya sesuai hukum yang Dia tetapkan. Karenanya, hal yang bersifat parsial sama dengan yang bersifat universal. | |||
Kami akan menerangkan ketiga persoalan di atas sebagai berikut: | |||
'''Persoalan Pertama,''' | |||
''' | |||
kekuasaan ilahi yang azali adalah milik Dzat-Nya yang suci. Dengan kata lain, ia terkait dengan Dzat-Nya se- hingga tidak mungkin terpisah darinya. | |||
Karena itu, otomatis kelemahan yang merupakan lawan dari kekuasaan tidak mungkin masuk ke dalam Dzat-Nya yang berhias dengan qudrah. Sebab, jika tidak, berarti akan terkumpul dua hal yang saling berlawanan. Ini mustahil.Karena kelemahan tidak mungkin menghampiri Dzat-Nya, tentu saja ia juga tidak mungkin bisa masuk ke dalam qudrah-Nya yang menyatu dengan dzat. Karena itu, qudrah Allah tidak memiliki tingkatan, sebab keberadaan tingkatan pada segala sesuatu terwujud karena keberadaan lawannya bersamanya. Misalnya, tingkatan hawa panas yang terwujud karena masuknya hawa dingin, juga tingkatan kebaikan yang terwujud karena masuknya keburukan. Demikian seterusnya. | |||
Adapun dalam hal yang bersifat mungkin, karena tidak ada keharusan yang bersifat esensial dan hakiki, maka unsur lawan atau kebalikan bisa saling masuk sehingga muncul sejumlah tingkatan dan perbedaan yang melahirkan sejumlah perubahan. Nah, karena tidak ada tingkatan dalam qudrah ilahi, semua yang ditetapkan adalah satu bagi qudrah tersebut. Sama saja baginya antara yang sangat besar dan yang sangat kecil. Sama saja baginya antara bintang dan partikel. Sama saja baginya antara kebangkitan semua manusia dan kebangkitan satu jiwa. Demikian pula antara penciptaan musim semi dan setangkai bunga di mana hal itu sangat mudah bagi qudrah-Nya.Andaikan proses penciptaan disandarkan kepada sebab-sebab materi di luar kekuasaan Allah yang bersifat mutlak, tentu menghidupkan setangkai bunga sangat sulit seperti menghidupkan musim semi. | |||
Kami telah menjelaskan dengan berbagai argumen yang meyakinkan pada catatan kaki alinea terakhir dari tingkatan keempat Allahu Akbar pada kedudukan kedua “Kalimat” ini, juga pada “Kalimat Kedua Puluh Dua”, serta pada “Surat Kedua Puluh” dan lanjutannya. Disebutkan di sana bahwa ketika penciptaan segala sesuatu dikembalikan kepada Dzat Yang Mahaesa, maka penciptaan semuanya menjadi mudah seperti penciptaan satu entitas. Sebaliknya, jika penciptaan satu entitas dikembalikan kepada sebab-sebab materi, ia akan menjadi sangat sulit dan rumit seperti penciptaan semuanya. | |||
'''Persoalan Kedua,''' | |||
''' | |||
qudrah ilahi sangat terkait dengan sisi batin segala sesuatu. | |||
Ya, segala sesuatu di alam ini memiliki dua sisi seperti cermin: pertama, sisi lahir di mana ia ibarat sisi cermin yang berwarna, dan yang kedua adalah sisi batin di mana ia ibarat cermin yang bening (transparan). | |||
Nah, sisi lahir merupakan wilayah putaran segala se- suatu yang saling berlawanan serta tempat datangnya kebaikan, keburukan, yang kecil, yang besar, yang sulit, yang mudah, dan seterusnya. Karena itu, Allah Sang Pencipta Yang Mahabijak meletakkan berbagai sebab lahiri sebagai tabir bagi berbagai aktivitas qudrah-Nya agar sentuhan kekuasaan qudrah-Nya yang penuh hikmah tidak terlihat pada hal-hal parsial di mana bagi akal kita yang terbatas yang hanya melihat sisi lahir, ia tampak hina dan tidak pantas. Pasalnya, keagungan dan kemuliaan-Nya menuntut hal tersebut. Hanya saja, Allah tidak mem- beri pengaruh hakiki kepada sebab-sebab dan sarana tadi karena ke- esaan-Nya mengharuskan demikian. | |||
Adapun sisi batin sesuatu (malakut) ia transparan, bening, dan suci pada segala sesuatu. Tidak bercampur dengan berbagai warna atau hiasan. Sisi ini mengarah kepada Penciptanya tanpa perantara. Di dalamnya tidak ada hubungan sebab akibat dan hal-hal yang menghalangi. Di dalamnya partikel menjadi saudara kandung matahari. | |||
Kesimpulannya, qudrah Allah bersifat murni, bukan hasil kons- truksi. Ia bersifat mutlak, tidak terbatas. Selain itu, ia bersifat esensial. Adapun objek keterpautannya dengan berbagai hal adalah tanpa perantara dan bening, tidak keruh, serta tanpa hijab. Karena itu, sesuatu yang besar atau yang kecil, kelompok atau individu, yang bersifat universal atau yang parsial tidak ada perbedaan dalam wilayah qudrah- Nya. | |||
'''Persoalan Ketiga,''' | |||
''' | |||
relasi qudrah-Nya sejalan dengan hukum yang berlaku. | |||
Yakni, ia melihat yang sedikit dan yang banyak, serta yang kecil dan yang besar dengan pandangan yang sama. Persoalan yang masih samar ini akan kami perjelas dengan sejumlah contoh. | |||
Kehalusan, keberhadapan, keseimbangan, keteraturan, keabstrakan, dan kepatuhan, masing-masing merupakan satu kondisi di alam ini yang membuat sesuatu yang banyak menjadi sama dengan yang sedikit, serta yang besar menjadi sama dengan yang kecil. | |||
Contoh pertama:'''Kehalusan''' | |||
Wujud cahaya matahari memperlihatkan identitasnya sendiri di atas permukaan laut atau di atas setiap tetesan air laut. Andaikan bola bumi tersusun dari serpihan kaca yang bening dan berbeda-beda di mana ia menghadap ke matahari tanpa ada penghalang, tentu cahaya matahari yang tampak di atas setiap petak permukaan bumi dan di atas seluruh muka bumi akan serupa dan sama tanpa saling bercampur, terpisah, dan berkurang. Jika kita asumsikan matahari sebagai pelaku yang berkehendak dan kita anggap ia sendiri menyinari bumi, tentu menyinari seluruh bumi tidak lebih sulit daripada menyinari satu pertikel. | |||
Contoh kedua: Keberhadapan | |||
Anggaplah ada satu lingkaran manusia yang masing-masing memegang cermin. Pada pusat lingkaran terdapat seseorang yang memegang lilin yang sedang menyala. Maka, cahaya yang memancar dari titik pusat tersebut ke berbagai cermin dalam satu lingkaran itu adalah sama, tidak kurang, tidak bercampur dan tidak tercerai-berai. | |||
Contoh ketiga:'''Keseimbangan''' | |||
Jika ada timbangan yang besar dan akurat di mana pada kedua sisinya terdapat dua matahari, atau dua bintang, atau dua gunung, atau dua telur, atau dua partikel, maka upaya yang dikerahkan untuk bisa mengangkat salah satu sisinya menuju langit dan menjatuhkan lainnya ke bumi adalah sama. | |||
Contoh keempat:'''Keteraturan (Sistematis)''' | |||
Kapal yang paling besar dapat dikendalikan seperti mainan anak-anak karena teratur menurut sistem (sistematis). | |||
Contoh kelima:'''Keabstrakan''' | |||
Mikroba misalnya sama seperti badak, ia memiliki esensi dan karakter binatang. Ikan yang sangat kecil juga memiliki karakter dan esensi abstrak tersebut seperti paus yang besar. Pasalnya, esensi abstrak dari suatu bentuk dan fisik itu masuk ke dalam semua bagian tubuh dari yang paling kecil hingga yang paling besar. Ia mengarah kepadanya tanpa berkurang dan terpisah. Karakter dan sifat lahiriah tubuh tidak bisa merusak, mengintervensi, dan mengubah esensi dan karakter abstrak tadi. | |||
Contoh keenam:'''Kepatuhan''' | |||
Pemimpin pasukan sebagaimana dengan perintahnya bisa menggerakkan satu prajurit, ia juga bisa menggerakkan semua pasukan. | |||
Maka, hakikat rahasia kepatuhan dari segala sesuatu yang terdapat di alam merupakan titik kesempurnaan. Ia memiliki kecenderungan kepadanya. Kecenderungan yang berlipat ganda melahirkan rasa butuh. Rasa butuh yang meningkat berubah menjadi rasa rindu. Rasa rindu yang meningkat membentuk ketertarikan. Nah, ketertarikan, kerinduan, rasa butuh dan kecenderungan, semuanya merupakan benih untuk melaksanakan perintah penciptaan ilahi dilihat dari sisi esensinya.Kesempurnaan mutlak dari substansi makhluk yang bersifat mungkin adalah wujud mutlak. Akan tetapi, kesempurnaan yang khusus terkait dengannya adalah wujud khusus baginya di mana ia mengeluarkan potensi fitrinya dari fase kekuatan menuju fase perbua- tan. | |||
Kepatuhan entitas terhadap perintah ilahi, “kun”, seperti kepatu- han satu benih yang laksana seorang prajurit. Ketika makhluk melak- sanakan dan patuh terhadap perintah ilahi, kun yang bersumber dari kehendak ilahi menyatu dengan kecenderungan, rasa rindu, dan butuh tadi. Masing-masing menjadi salah satu manifestasi kehendak-Nya. Bahkan lewat kecenderungannya yang halus, ketika air melaksanakan perintah untuk membeku, rahasia kekuatan taat terlihat lewat kemampuannya menghancurkan besi. | |||
Jika keenam contoh di atas terlihat pada kekuatan dan perbuatan makhluk padahal ia bersifat cacat, terbatas, lemah, dan tidak memiliki pengaruh hakiki, maka segala sesuatu seharusnya memiliki kedudukan yang sama di hadapan qudrah ilahi yang tampak lewat jejak keagungan-Nya di mana ia tidak terbatas dan azali. Qudrah itulah yang menghadirkan semua entitas dari tiada dan membuat semua akal tercengang. Jadi, tidak ada sesuatupun yang sulit bagi qudrah-Nya.Kita juga tidak boleh lupa bahwa kekuasaan ilahi yang demikian agung sebenarnya tidak bisa diukur dengan neraca kita yang lemah. Akan tetapi, ia disebutkan hanya untuk mendekatkan pada pemaha- man dan guna menghilangkan keraguan. | |||
Kesimpulan dari landasan ketiga adalah | |||
bahwa selama qudrah ilahi yang bersifat mutlak tidaklah terhingga; ia melekat pada Dzat-Nya yang suci, dan bahwa sisi batin dari segala sesuatu mengarah pada- nya tanpa hijab; ia juga seimbang dengan melihat bahwa kedua sisinya sama; tatanan alami yang merupakan syariat fitrah terbesar taat pada hukum-hukum dan rambu Allah; selanjutnya sisi malakut (batin) itu murni dan bersih dari berbagai rintangan dan beragam karakter; kare- na itu, entitas yang paling besar sama dengan yang paling kecil di ha- dapan qudrah kekuasaan Allah. Tidak mungkin ada yang menyerang atau membangkang darinya. | |||
Proses menghidupkan seluruh makhluk hidup pada hari kebangkitan sangat mudah sama seperti menghidupkan seekor lalat di musim semi. Karena itu, Allah berfirman:“Tidaklah Allah menciptakan dan membangkitkan kamu (dari dalam kubur) melainkan hanyalah seperti (menciptakan dan membangkitkan) satu jiwa saja. (QS. Luqmân [31]: 28).Ayat tersebut adalah benar dan tepat; tidak berlebihan sama sekali.Demikianlah, terbukti bahwa Pelaku yang sedang kita bicarakan Mahakuasa dan tidak ada yang dapat merintangi-Nya. | |||
< | <span id="DÖRDÜNCÜ_ESAS"></span> | ||
=== | ===Landasan Keempat=== | ||
Sebagaimana terdapat tuntutan dan alasan yang membenarkan adanya kiamat dan kebangkitan, di mana Pelaku yang mendatangkan kebangkitan tersebut Mahakuasa, maka dunia ini juga memiliki potensi terwujudnya kiamat dan kebangkitan. Pernyataan kami ini mengandung empat persoalan: | |||
Pertama, kematian alam adalah suatu hal yang mungkin terjadi. | |||
Kedua, terjadinya kematian alam secara nyata. | |||
Ketiga, membangun dunia yang hancur dalam bentuk akhirat adalah suatu hal yang mungkin terjadi. | |||
Keempat, terjadinya pembangunan dunia secara nyata. | |||
'''Persoalan Pertama:''' | |||
''' | |||
Kematian alam yang mungkin terjadi. | |||
Alam ini sangat mungkin mati dan hancur. Pasalnya, jika sesuatu masuk ke dalam hukum penyempurnaan, maka dalam setiap kondisi terdapat proses tumbuh dan berkembang. Hal itu berarti ia memiliki usia alami pada setiap keadaan. Memiliki usia alami berarti memiliki ajal alami. Ini berarti segala sesuatu tidak mungkin lolos dari kematian. Hal ini terbukti lewat investigasi induktif. | |||
Ya, sebagaimana manusia yang merupakan alam kecil (mikrokos- mos) pasti akan hancur, demikian pula dengan alam semesta yang merupakan manusia besar tidak bisa terlepas dari kematian. Ia pasti akan mati lalu kemudian dibangkitkan, atau tidur dan dibangunkan saat fajar kebangkitan. | |||
Sebagaimana pohon merupakan salinan miniatur alam yang pasti hancur, demikian pula dengan rangkaian entitas yang bercabang dari pohon penciptaan. Ia tidak mungkin selamat dari kebinasaan untuk kemudian dibangun dan diperbaharui. | |||
Jika sebelum ajal alaminya—dan dengan izin ilahi—tidak terjadi peristiwa yang menghancurkan atau penyakit eksternal terhadap dunia, atau Sang Pencipta tidak merusak tatanan, maka lewat perhitungan ilmiah sudah pasti akan datang hari di mana gema berikut terdengar berulang-ulang: | |||
“Apabila matahari digulung. Apabila bintang-bintang berjatuhan. Dan apabila gunung-gunung dihancurkan.” (QS. at-Takwîr [81]: 1-3).“Apabila langit terbelah. Apabila bintang-bintang jatuh berserakan. Dan apabila lautan meluap.” (QS. al-Infithâr [82]: 1-3). Ketika itulah makna dan rahasia dari ayat-ayat tersebut tampak dengan izin Dzat Yang Mahakuasa. Dunia yang merupakan manusia besar akan mulai mengalami sakarat, terengah-engah, dan kemudian berteriak dengan suara menggema yang mengisi angkasa. Setelah itu, ia mati lalu dibangkitkan dengan perintah ilahi. | |||
Persoalan Simbolik yang Mendalam | |||
Sebagaimana air membeku dengan membahayakan dirinya, batu es mencair dengan membahayakan dirinya, inti menguat dengan membahayakan kulitnya, lafadz mengeras dengan membahayakan makna, ruh melemah lantaran jasad menguat, jasad juga melemah lantaran ruh menguat, demikian pula dengan alam dunia ini. | |||
Ketika roda kehidupan bekerja, dunia yang padat ini menjadi halus lantaran ditujukan untuk akhirat yang merupakan alam halus.Lewat aktivitasnya yang mencengangkan, qudrah yang mencipta menyebarkan cahaya kehidupan kepada seluruh bagian makhluk yang mati, tak bernyawa, tebal, dan padam. Ia melarutkan, melembutkan, dan menerangi bagian-bagian tersebut dengan cahaya kehidupan itu agar hakikatnya menguat dan siap untuk alam halus yang menakjub- kan, yaitu akhirat. | |||
Ya, meskipun hakikat yang ada lemah, namun ia tidak akan pernah mati dan tidak akan terhapus seperti gambar. Akan tetapi, ia berjalan pada berbagai bentuk dan gambaran yang berbeda-beda. Semakin lama iapun semakin besar dan semakin tampak. Berbeda dengan kulit dan bentuk yang bertambah kurus, terurai, dan baru kembali untuk muncul dengan pakaian indah yang baru yang sesuai dengan sendi-sendi hakikat yang permanen, berkembang, dan besar.Jadi, hakikat dan bentuk lahir berbanding terbalik dalam hal bertambah dan berkurang. Dengan kata lain, ketika bentuknya keras, maka hakikatnya halus. Ketika bentuknya melemah, hakikatnya menguat. Ini adalah hukum yang mencakup segala sesuatu yang masuk ke dalam hukum kesempurnaan. | |||
Akan datang saatnya di mana alam indrawi ini, yang merupakan bentuk dan kulit dari hakikat alam semesta, menjadi hancur. Dari sana ia akan muncul kembali dalam bentuk yang lebih indah. | |||
Ketika itulah hikmah ayat berikut menjadi terwujud:“Pada hari ketika bumi digantikan dengan bumi yang lain...” (QS. Ibrâhim [14]: 48). | |||
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa kematian dan kehancuran dunia adalah suatu hal yang mungkin terjadi dan tidak ada keraguan sama sekali. | |||
'''Persoalan Kedua:''' | |||
''' | |||
Kematian dunia secara nyata. | |||
Dalilnya adalah kesepakatan seluruh agama samawi, kesaksian semua fitrah yang sehat, berbagai perubahan entitas, dan kematian sejumlah alam yang memiliki kehidupan sepanjang masa di negeri jamuan ini, semua itu menjadi isyarat dan petunjuk atas kematian dunia ini. | |||
Engkau bisa membayangkan sakaratnya dunia seperti yang dijelaskan oleh sejumlah ayat al-Qur’an. Perhatikan sejumlah bagian di alam ini di mana yang satu dan lainnya saling terkait dengan satu tatanan yang sangat tinggi, teliti, dan kokoh lewat sebuah ikatan halus dan samar. Ia demikian rapi di mana ketika satu entitas menerima perintah “jadilah” atau “tinggalkan orbitmu!” maka seluruh alam akan mengalami sakarat. Bintang gemintang akan saling berbenturan serta akan menggelegar seperti suara jutaan meriam. Ia melempar bumi kita ini dan bahkan yang lebih besar darinya di angkasa luas. Lalu gunung beterbangan dan laut meluap sehingga bumi menjadi rata. | |||
Demikianlah Dzat Yang Mahakuasa menggerakkan dan menggoyang alam dengan kematian tersebut serta mencampurnya dengan sakarat sehingga terjadi pemilahan antara satu entitas dan yang lainnya. Neraka berikut isinya akan dipisahkan dan dinyalakan. Sementara, surga menjadi tampak di mana seluruh kelembutannya dikumpulkan dari berbagai unsurnya yang sesuai dengannya, dan muncullah alam akhirat sebagai wujud yang abadi. | |||
'''Persoalan Ketiga:''' | |||
''' | |||
Kebangkitan alam yang mungkin terjadi. | |||
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya pada landasan kedua bahwa tidak ada cacat sama sekali pada qudrah ilahi, bahwa bukti atas keberadaan akhirat sangat kuat, dan bahwa persoalan ini termasuk yang mungkin terjadi. Jika persoalan yang mungkin terjadi memiliki alasan dan bukti yang kuat, serta bahwa pelakunya Mahakuasa, maka jangan hanya melihat sebatas kondisinya yang mungkin terjadi, tetapi ia adalah suatu hal yang pasti terjadi. | |||
'''Persoalan Simbolis''' | |||
''' | |||
Jika kita melihat alam dengan tadabbur dan perenungan, kita bisa menyaksikan bahwa di dalamnya terdapat dua unsur yang membentang ke seluruh sisinya lewat akar-akar yang menjalar, seperti kebaikan dan keburukan, manfaat dan bahaya, sempurna dan cacat, terang dan gelap, petunjuk dan kesesatan, cahaya dan api, iman dan kekufuran, ketaatan dan pembangkangan, serta rasa takut dan harap. Semua hal yang saling berlawanan tersebut berbenturan berikut hasil dan buahnya di mana ia memperlihatkan berbagai perubahan secara terusmenerus seakanakan ia sedang bersiap-siap menuju alam lain. Jadi, hasil dan akhir dari kedua unsur yang saling berlawanan terse- but akan sampai kepada keabadian dan di sana masing-masing akan terpisah. Ketika itu, keduanya tampak dalam bentuk surga dan neraka. Nah, karena alam keabadian akan dibangun dari alam fana ini, maka unsur-unsur fundamental bagi alam ini pasti akan digiring dan dikirim menuju keabadian. | |||
Ya, surga dan neraka merupakan buah dari ranting pohon penciptaan yang terbentang menuju keabadian. Keduanya adalah hasil dari rangkaian alam. Keduanya merupakan tempat penyimpanan uru- san ilahi. Keduanya juga merupakan telaga ombak seluruh makhluk yang berjalan menuju keabadian. Keduanya adalah salah satu manifestasi kelembutan dan keperkasaan.Ketika tangan qudrah Allah menggerakkan dan menggoyang alam ini secara keras, kedua telaga tadi penuh dengan bahan dan un- sur yang sesuai dengan keduanya. | |||
Penjelasannya adalah sebagai berikut: | |||
Sesuai dengan kebijaksanaan dan perhatian-Nya yang abadi, Dzat Yang Mahabijak menciptakan alam ini agar menjadi tempat ujian, ajang kompetisi, cermin bagi nama-nama-Nya yang mulia, serta lembaran pena qudrah dan qadar-Nya.Ujian dan cobaan merupakan sebab pertumbuhan dan perkembangan. Tumbuh kembang menjadi sebab tersingkapnya berbagai potensi alami. Potensi tersebut menyingkap sebab terlihatnya kemampuan. Kemampuan adalah sebab munculnya berbagai hakikat yang bersifat relatif. Sedangkan, hakikat tersebut menjadi sebab untuk memperlihatkan sejumlah manifestasi goresan nama-nama-Nya yang mulia milik Tuhan Pencipta Yang Mahaagung serta untuk mengubah alam menjadi tulisan ilahi. | |||
Demikianlah, rahasia taklif dan hikmah ujian mengarah kepada pembersihan substansi ruh yang tinggi di mana ia ibarat berlian dari berbagai materi ruh yang rendah yang seperti arang. | |||
Lewat rahasia ini dan lewat berbagai hikmah tersembunyi yang tidak kita ketahui, Dzat Yang mahabijak dan Mahakuasa menghadirkan alam dengan bentuknya yang seperti ini, dan Dia menghendaki perubahannya sesuai dengan hikmah yang ada. Agar perubahan terse- but terwujud, Dia mencampur unsur-unsur yang berlawanan dan menjadikannya saling berhadapan. Yang berbahaya dicampur dengan yang bermanfaat. Yang buruk masuk ke dalam yang baik. Yang jelek berkumpul dengan yang indah. Demikianlah, tangan kekuasaan mengaduk semuanya serta menjadikan alam mengikuti hukum perubahan dan tatanan menuju proses kesempurnaan. | |||
Selanjutnya, ketika majelis ujian ditutup dan waktunya berakhir, lalu Asmaul Husna memperlihatkan berbagai hikmah di baliknya, pena qadar menyempurnakan catatannya, qudrah melengkapi ukiran kreasi-Nya, seluruh entitas menunaikan tugasnya, semua makhluk menyelesaikan perannya, segala sesuatu mengeskpresikan makna dan maksudnya, dunia menumbuhkan tanaman akhirat, bumi menyingkap semua tanda-tanda kekuasaan ilahi dan kreasi-Nya yang luar biasa, serta alam fana ini menetapkan lembaran pemandangan yang kekal di atas pita zaman, ketika itulah hikmah abadi dan perhatian Tuhan menuntut agar hakikat hasil ujian tersebut terlihat. | |||
Demikian pula dengan hakikat manifestasi Asmaul Husna, catatan pena qadar, model dasar kreasi-Nya, manfaat dan tujuan dari berbagai tugas entitas, balasan pengabdian makhluk, makna rangkaian kata yang diberitakan oleh kitab alam, kemunculan bulir dari benih potensi alami, pembu- kaan pintu pengadilan terbesar, pertunjukan pemandangan yang telah direkam di dunia, ketersingkapan tabir sebab lahiri, dan kepatuhan segala sesuatu kepada perintah Penciptanya secara langsung.Ketika iradah-Nya hendak memperlihatkan berbagai hakikat tersebut guna menyelamatkan entitas dari transformasi perubahan dan kondisi fana, serta agar berbagai unsur yang saling berlawanan tadi terpisah, sudah pasti Allah akan menegakkan kiamat. Dia akan menyeleksi semua persoalan guna memperlihatkan hasil yang ada. | |||
Pada akhirnya neraka akan mengambil bentuk abadi yang buruk di mana ia mengancam orang-orang yang masuk ke dalamnya dengan berkata:“Berpisahlah kamu (dari orang-orang mukmin) pada hari ini, wa- hai orang-orang yang berbuat jahat.” (QS. Yâsîn [36]: 59).Sebaliknya, surga tampil dengan keindahannya yang kekal. Para penjaganya berkata kepada penghuni surga:“Kesejahteraan terlimpah atas kalian. Berbahagialah kalian! Ma- sukilah surga ini dengan kekal di dalamnya.” (QS. az-Zumar [39]: 73). | |||
Dengan qudrah-Nya yang sempurna, Dat Yang Mahakuasa dan Mahabijak akan menganugerahkan kepada penghuni kedua tempat kekal itu wujud permanen yang kekal abadi. Ia tidak mengalami perubahan dan kehancuran. Di sana tidak terdapat sebab-sebab perubahan yang mengarah kepada kehancuran sebagaimana hal ini telah dijelaskan pada pertanyaan kedua, kedudukan pertama dari “Kalimat Kedua Puluh Delapan”. | |||
'''Persoalan Keempat:''' | |||
''' | |||
Terjadinya pembangunan dunia secara nyata. | |||
Kebangkitan pasti akan terjadi. Ya, setelah dunia hancur dan binasa, akhirat akan dibangkitkan. Sang Pencipta Yang Mahakuasa yang telah membangunnya pertama kali akan memakmurkan akhirat dengan bentuk yang lebih indah daripada yang pertama setelah ia hancur. Dia akan menjadikannya sebagai salah satu tempat singgah akhirat. Dalil yang paling menunjukkan tentang hal ini pertama-tama adalah al-Qur’an dengan seluruh ayatnya yang mengandung ribuan bukti rasional. Diikuti dengan kitab-kitab suci lainnya, yang dalam persoalan ini, sejalan dengan al-Qur’an. Sifat-sifat keagungan dan kesempurnaan ilahi serta semua nama-Nya yang mulia secara tegas menunjukkan adanya kebangkitan. Demikian pula dengan semua perintah Tuhan yang diwahyukan kepada seluruh nabi dan rasul di mana dengan itu Dia menjanjikan keberadaan kiamat. Karena telah berjanji, tentu Dia akan memenuhi janji-Nya. Engkau bisa merujuk kembali hakikat kedelapan dari “Kalimat Kesepuluh”. Petunjuk lainnya adalah semua informasi yang diberikan Nabi x terkait dengan terjadinya kebangkitan di mana semua nabi, rasul, serta para wali dan kaum shiddîqîn dalam hal ini sejalan dengan beliau. Belum lagi semua ayat penciptaan di alam ini memberitahukan kepada kita tentang terjadinya kebangkitan. | |||
Kesimpulannya, semua hakikat “Kalimat Kesepuluh” serta seluruh petunjuk dalam risalah “Lâ Siyyamâ,” yang terdapat pada kedudukan kedua dari “Kalimat Kedua Puluh Delapan” yang ditulis dengan bahasa Arab dalam buku al-Matsnawi, keduanya memperli- hatkan secara meyakinkan—laksana terbitnya matahari setelah terbenam—bahwa matahari hakikat akan bersinar dalam bentuk kehidupan ukhrawi setelah terbenamnya kehidupan dunia. | |||
Demikianlah, semua yang telah kami jelaskan dari awal pada landasan keempat ini tidak lain merupakan kelanjutan dari nama al-Hakîm (Yang Mahabijak) sekaligus hasil dari limpahan makna al- Qur’an agar kalbu bisa menerima dan diri ini siap tunduk. | |||
Sebetulnya kita tidak pantas untuk membicarakan persoalan ini. Kita harus mendengar apa yang dikatakan oleh pemilik hakiki dunia, pencipta alam, dan pemilik entitas ini. Ketika pemilik kerajaan berbicara, siapa yang berani berbicara selain-Nya. | |||
<div | <div class="mw-translate-fuzzy"> | ||
Tuhan Sang Pencipta Yang Maha Bijak mengarahkan kalam azali-Nya ke seluruh barisan entitas di ruangan masjid dunia dan sekolah bumi yang terus ada sepanjang masa. Dia yang mengguncang alam seluruhnya.“Apabila bumi digoncangkan dengan goncangan (yang dahsyat, lalu bumi mengeluarkan beban-beban berat (yang dikandung)-nya, dan manusia bertanya, “Mengapa bumi (menjadi begini)?” pada hari itu bumi menceritakan beritanya, karena Tuhanmu telah memerintahkan (yang demikian itu) kepadanya. Pada hari itu manusia ke luar dari kuburnya dalam keadaan bermacam-macam supaya diperlihatkan ke- pada mereka (balasan) pekerjaan mereka. Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarah sekalipun, niscaya Dia akan melihat (balasan)nya. Barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar zarah sekalipun, niscaya Dia akan melihat (balasan)nya pula.” (QS. az-Zal- zalah [99]: 1-8).Ia mengutarakan satu ucapan yang membuat gembira semua makhluk dan melahirkan rasa rindu: | |||
“Sampaikanlah kabar gembira kepada mereka yang beriman dan berbuat kebajikan, bahwa untuk mereka disediakan surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Setiap kali mereka diberi rezeki buah-buahan dari surge, mereka berkata, “Inilah yang pernah diberikan kepada kami dahulu.” Mereka diberi buah-buahan yang serupa. Dan di sana mereka (memperoleh) pasangan-pasangan yang suci. Dan mereka kekal di dalamnya.” (QS. al-Baqarah [2]: 25).Kita harus mendengar dan memperhatikan perkataan tersebut yang bersumber dari Sang Pemilik kerajaan serta Pemelihara dunia dan akhirat. Kita ucapkan, “Kami beriman dan percaya.” | |||
</div> | </div> | ||
Mahasuci Engkau. Kami tidak memiliki pengetahuan kecuali yang Kau ajarkan pada kami. Engkau Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana. | |||
Wahai Tuhan, jangan Kau hukum kami jika lupa atau alpa. | |||
“Ya Allah, limpahkan salawat kepada junjungan kami, Muhammad, dan kepada keluarga junjungan kami, Muhammad, sebagaimana Engkau telah melimpahkan salawat kepada junjungan kami, Ibrahim, dan kepada keluarga junjungan kami, Ibrahim.Engkau Maha Terpuji dan Mahaagung.” | |||
------ | ------ | ||
<center> [[Yirmi Sekizinci Söz]] ⇐ | [[Sözler]] | ⇒ [[Otuzuncu Söz]] </center> | <center> [[Yirmi Sekizinci Söz/id|KALIMAT KEDUA PULUH DELAPAN]] ⇐ | [[Sözler/id|Al-Kalimât]] | ⇒ [[Otuzuncu Söz/id|KALIMAT KETIGA PULUH]] </center> | ||
------ | ------ | ||
düzenleme