On Üçüncü Söz/id: Revizyonlar arasındaki fark

    Risale-i Nur Tercümeleri sitesinden
    ("Atas dasar itu, para pemuda malang jatuh pada berbagai dilema dan persoalan berat sehingga hari-hari indah mereka berubah menjadi hari yang paling pahit dan kelam. Terutama, setelah terpaan angin tornado dari utara (komunisme) membawa sejumlah fitnah yang meru- sak masa sekarang, yaitu dengan mendorong para pemuda untuk merusak kehormatan wanita yang masih gadis dan melakukan pergaulan bebas yang kotor. Bahkan, mendorong kefasikan dengan mengizinkan laki..." içeriğiyle yeni sayfa oluşturdu)
    ("Karena itu, pemuda Muslim di masa yang sulit ini harus berusaha keras menyelamatkan kondisi yang ada. Mereka harus menghunus pedang berlian milik Risalah Nur ini dan menguasai berbagai argumentasi kuat yang terdapat dalam risalah ats-Tsamarah (Cahaya Iman dari Bilik Tahanan) dan Mursyid asy-Syabâb (Tuntunan Generasi Muda) dan sejenisnya. Mereka harus membela diri, menahan serangan hebat tersebut yang berasal dari dua arah. Jika tidak, maka masa depan pe..." içeriğiyle yeni sayfa oluşturdu)
    150. satır: 150. satır:
    Atas dasar itu, para pemuda malang jatuh pada berbagai dilema dan persoalan berat sehingga hari-hari indah mereka berubah menjadi hari yang paling pahit dan kelam. Terutama, setelah terpaan angin tornado dari utara (komunisme) membawa sejumlah fitnah yang meru- sak masa sekarang, yaitu dengan mendorong para pemuda untuk merusak kehormatan wanita yang masih gadis dan melakukan pergaulan bebas yang kotor. Bahkan, mendorong kefasikan dengan mengizinkan laki-laki dan perempuan masuk ke tempat pemandian umum dalam keadaan telanjang. Di samping itu, menghalalkan harta kalangan kaya untuk diberikan kepada kaum fakir yang bodoh. Umat manusia sangat khawatir menghadapi musibah di atas.
    Atas dasar itu, para pemuda malang jatuh pada berbagai dilema dan persoalan berat sehingga hari-hari indah mereka berubah menjadi hari yang paling pahit dan kelam. Terutama, setelah terpaan angin tornado dari utara (komunisme) membawa sejumlah fitnah yang meru- sak masa sekarang, yaitu dengan mendorong para pemuda untuk merusak kehormatan wanita yang masih gadis dan melakukan pergaulan bebas yang kotor. Bahkan, mendorong kefasikan dengan mengizinkan laki-laki dan perempuan masuk ke tempat pemandian umum dalam keadaan telanjang. Di samping itu, menghalalkan harta kalangan kaya untuk diberikan kepada kaum fakir yang bodoh. Umat manusia sangat khawatir menghadapi musibah di atas.


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Karena itu, pemuda Muslim di masa yang sulit ini harus berusaha keras menyelamatkan kondisi yang ada. Mereka harus menghunus pedang berlian milik Risalah Nur ini dan menguasai berbagai argumentasi kuat yang terdapat dalam risalah ats-Tsamarah (Cahaya Iman dari Bilik Tahanan) dan Mursyid asy-Syabâb (Tuntunan Generasi Muda) dan sejenisnya. Mereka harus membela diri, menahan serangan hebat tersebut yang berasal dari dua arah. Jika tidak, maka masa depan pemuda dunia akan lenyap, kehidupan mereka yang bahagia akan menghilang, serta kesempatan untuk mendapat nikmat akhirat akan pudar. Semuanya akan berubah menjadi derita dan siksa. Pasalnya, mereka akan mengisi sejumlah rumah sakit akibat tindakan mereka yang melampaui batas, akan menjadi penghuni penjara akibat penyimpangan yang dilakukan, serta akan menangis disertai sejumlah penyesalan di masa tua.
    İşte bu asırda İslâm ve Türk gençleri, kahramanane davranıp iki cihetten hücum eden bu tehlikeye karşı Risale-i Nur’un Meyve ve Gençlik Rehberi gibi keskin kılınçlarıyla mukabele etmeleri elzemdir. Yoksa o bîçare genç, hem dünya istikbalini hem mesud hayatını hem âhiretteki saadetini ve hayat-ı bâkiyesini azaplara, elemlere çevirip mahveder ve sû-i istimal ve sefahetle hastahanelere ve hissiyatın taşkınlıklarıyla hapishanelere düşer. Eyvahlar, esefler ile ihtiyarlığında çok ağlayacak.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">

    10.28, 5 Aralık 2024 tarihindeki hâli

    Diğer diller:

    بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ

    “Kami turunkan dari al-Qur’an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman...” (QS. al-Isrâ [17]: 82).“Dan Kami tidak mengajarkan syair kepadanya (Muhammad) dan bersyair itu tidaklah layak baginya…”(QS. Yâsîn [36]: 69).

    Jika engkau ingin melakukan perbandingan antara hikmah al- Qur’an dan hikmah ilmu-ilmu filsafat, serta ingin mengetahui pelajaran dan nasihat yang dapat diambil dari keduanya, lalu engkau ingin menelaah pengetahuan yang terkandung di dalamnya, maka perhati- kan hal berikut ini.

    Dengan gaya penjelasannya yang demikian kuat, al-Qur’an menyingkap tabir “kelumrahan” yang membungkus seluruh entitas di mana ia hanya disebut sebagai hal yang biasa dan lumrah, padahal merupakan tanda-tanda kekuasaan yang luar biasa. Dengan menying- kap tabir di atas, al-Qur’an mengungkap sejumlah hakikat menakjubkan kepada seluruh makhluk yang memiliki perasaan. Al-Qur’an menarik perhatian mereka kepada berbagai hal yang sangat penting untuk dijadikan sebagai pelajaran. Ia membuka khazanah ilmu yang tak pernah lekang di hadapan akal.

    Sebaliknya, hikmah filsafat justru menutupi seluruh tanda-tan- da kekuasaan Ilahi dan menguburnya di bawah tirai “kelumrahan” sehingga semuanya dilalui tanpa mendapat perhatian. Yang mendapat perhatian hanya sejumlah hal langka yang berada di luar keteraturan penciptaan dan fitrah yang sempurna dengan anggapan bahwa ia merupakan sampel hikmah yang memiliki keunikan.

    Misalnya, manusia sempurna yang memiliki bentuk terbaik di mana ia mengumpulkan seluruh tanda-tanda kekuasaan Ilahi yang luar biasa, dilihat oleh filsafat sebagai suatu hal yang biasa. Sementara ia mengarahkan perhatian kepada manusia cacat yang fisiknya tak sempurna. Misalnya, orang yang memiliki tiga kaki atau dua kepala. Hal- hal seperti itu yang dianggap menarik dan mengundang rasa takjub.

    Contoh lain adalah penghidupan seluruh binatang kecil yang be- rasal dari khazanah gaib yang terwujud dengan sangat rapi di mana ia mencerminkan salah satu mukjizat rahmat Allah yang paling halus dan komprehensif di alam wujud. Filsafat melihatnya sebagai suatu hal yang biasa sehingga tertutupi oleh tabir kekufuran. Ia hanya melihat penghidupan serangga yang jauh dari kelompoknya, dan hidup sendirian dalam keterasingan di dalam lautan. Binatang tersebut bergantung kepada dedaunan hijau yang terdapat di sana sehingga membuat para nelayan iba dan kasihan, bahkan membuat mereka menangis dan sedih.(*[1])

    Lewat contoh di atas engkau bisa menyaksikan kekayaan al- Qur’an yang tak terhingga dalam mengenal Allah di medan ilmu dan pengetahuan, serta kegagalan dan kekeringan filsafat dalam hal ilmu dan mengenal Tuhan Sang Pencipta.

    Karena itulah, al-Qur’an yang mengumpulkan seluruh hakikat cemerlang dan tak terhingga tidak membutuhkan fantasi syair. Selain itu, yang menyebabkan al-Qur’an bersih dari syair adalah karena di samping memiliki susunan yang sangat rapi dan sempurna serta memaparkan berbagai keteraturan kreasi Ilahi yang terdapat di alam, al-Qur’an juga tidak mengikuti tatanan tertentu. Setiap ayatnya yang bersinar tidak terkungkung oleh pola tertentu.

    Karenanya ia ibarat sentral bagi sebagian besar ayat dan saudara kandungnya. Hubungan antar berbagai ayat yang memiliki keterpautan makna menggambar- kan satu wilayah yang luas. Seakan-akan setiap ayat yang mandiriyang tidak terikat dengan pola wazan—memiliki mata dan wajah yang dapat melihat kepada sebagian besar ayat lainnya.Maka dari itu, tidak aneh jika kita menemukan ribuan “al-Qur’an” dalam al-Qur’an di mana seolah-olah ia memberikan sebuah al-Qur’an kepada setiap aliran. Misalnya, surat al-Ikhlas. Ia berisi kekayaan ilmu tauhid yang sangat berlimpah, mengandung tiga puluh enam “surah al- Ikhlas”, serta terdiri dari enam susunan kalimat yang saling terkait satu dengan yang lain. Hal ini seperti yang dijelaskan dalam “Kalimat Kedua Puluh Lima”. Ya, ketidakteraturan yang secarah lahiriah tampak pada bintang-gemintang di langit menjadikan setiap bintang tidak terikat dan menjadi seperti pusat bagi sebagian besar bintang dalam wilayah yang melingkupinya. Garis-garis hubungan dan relasinya membentang ke setiap bintang untuk menunjukkan adanya berbagai hubungan samar antar seluruh entitas. Seolah-olah setiap bintang—sebagaimana bin- tang ayat al-Qur’an—memiliki mata dan wajah yang dapat melihat ke seluruh bintang lainnya.

    Perhatikanlah keteraturan yang sempurna pada ketidakteraturan yang ada.

    Dari sini engkau dapat mengetahui salah satu rahasia ayat al- Qur’an yang berbunyi:“Kami tidak mengajarkan syair kepadanya (Muhammad) dan bersyair itu tidaklah layak baginya...” (QS. Yâsîn [36]: 69).

    Hikmah lain yang perlu diketahui dari ungkapan وَمَا يَن۟بَغٖى لَهُ ‘bersyair itu tidak layak baginya’ adalah sebagai berikut: Fungsi syair adalah memperindah berbagai hakikat kecil yang tidak jelas, menghiasnya dengan khayalan yang bersinar, dan membuatnya menarik perhatian. Sedangkan hakikat al-Qur’an sudah de- mikian agung, mulia, dan menarik sehingga berbagai khayalan yang hebat dan bersinar tetap tidak berdaya di hadapannya.Misalnya, firman Allah yang berbunyi: “Pada hari Kami gulung langit seperti menggulung lembaran-lembaran kertas...” (QS. al-Anbiyâ [21]: 104).“Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat...” (QS. al-A’râf [7]: 54). “Teriakan itu hanya sekali teriakan saja. Tiba-tiba mereka semua dikumpulkan kepada kami.” (QS. Yâsîn [36]: 53). Serta berbagai ayat sejenis lainnya yang tak terhitung jumlahnya dalam al-Qur’an menjadi bukti atas hal tersebut.

    Jika engkau ingin melihat dan merasakan bagaimana setiap ayat al-Qur’an menebarkan cahaya kemukjizatan dan petunjuk serta menghapus gelapnya kekufuran laksana bintang cemerlang, bayang- kan dirimu berada di zaman jahiliah pada lingkungan Badui yang bodoh. Ketika engkau melihat segala sesuatu terhijab tabir kealpaan dan gelapnya kebodohan serta terkungkung oleh kebendaan dan ma- teri, tiba-tiba engkau menyaksikan denyut kehidupan mengalir pada entitas tak bernyawa itu di benak para pendengar di mana ia bangkit bertasbih kepada Allah lewat gema firman-Nya: “Senantiasa bertasbih kepada Allah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Dia adalah Raja, yang Mahasuci, yang Maha perkasa lagi Maha bijaksana.” (QS. al-Jumu’ah [62]: 1). Hal yang sama terwujud pada ayat-ayat sejenis lainnya. Lalu wajah langit yang gelap di mana diterangi oleh bintang-ge- mintang yang mati dalam pikiran pendengar menjadi berubah lewat firman-Nya: “Langit yang tujuh dan bumi bertasbih kepada-Nya…” (QS. al-Is- râ [17]: 44). Ya, langit tersebut berubah menjadi mulut yang berzikir menyebut Allah. Setiap bintang mengirimkan cahaya hakikat dan menebarkan hikmah yang mendalam.Demikian pula dengan muka bumi yang berisi berbagai makhluk lemah dan tak berdaya. Lewat kalam samawi ia berubah menjadi kepala yang besar. Daratan dan lautan juga berubah menjadi lisan yang menyuarakan tasbih. Begitu pula dengan seluruh tumbuhan dan hewan. Mereka menjadi untaian kata yang berzikir dan bertasbih. Bahkan seluruh bumi seakan-akan mengalirkan denyut kehidupan.

    Demikianlah. Dengan transformasi perasaan ke era tersebut engkau dapat merasakan berbagai aspek kemukjizatan yang terdapat dalam ayat al-Qur’an. Sementara kondisi sebaliknya membuatmu tak dapat merasakan hal tersebut.Ya, jika melihat ayat-ayat al-Qur’an lewat kondisimu saat ini yang telah tersinari oleh cahaya al-Qur’an sejak era tersebut hingga dike- nal lumrah dan bagaimana ia menerangi seluruh disiplin ilmu Islam hingga menjadi seterang matahari, yakni jika engkau melihat berbagai ayat lewat tirai “kelumrahan” tentu engkau tidak akan melihat tingkat keindahan menakjubkan yang terdapat pada setiap ayat dan bagaima- na ia menghapus kegelapan lewat cahayanya yang terang. Selanjutnya, engkau juga tidak akan merasakan sisi kemukjizatan al-Qur’an di antara sekian banyak sisinya.

    Jika engkau ingin menyaksikan tingkatan paling agung dari berbagai kemukjizatan al-Qur’an, perhatikan contoh berikut:

    Bayangkan sebuah pohon menakjubkan yang sangat tinggi, aneh, sangat rindang, dan besar. Lalu ia dibungkus dengan tirai gaib sehingga tak terlihat. Tentu terdapat keseimbangan, kesesuaian, dan hubungan antar dahan, buah, daun, dan bunga pohon tersebut sebagaimana hal itu juga terdapat pada organ manusia. Masing-masing bagian me- ngambil bentuk tertentu sesuai dengan esensi pohon ini.Jika seseorang datang dari arah pohon yang tidak pernah terlihat itu lalu ia melukis di atas kanvas sebuah bentuk dari setiap bagian pohon dengan membuat sejumlah garis yang mencerminkan hubu- ngan antar bagian, buah, dan daunnya, serta mengisi antara awal dan ujungnya yang demikian jauh tak terhingga dengan berbagai bentuk dan garis yang menggambarkan bentuk bagiannya secara sempurna, maka sudah pasti pelukis ini menyaksikan pohon gaib tadi lewat pan- dangannya yang menembus alam gaib. Lalu setelah itu ia melukisnya.

    Nah, al-Qur’an seperti contoh di atas. Penjelasannya yang menakjubkan yang terkait dengan hakikat entitas (hakikat yang mengacu ke- pada penciptaan yang terbentang mulai dari permulaan dunia hingga akhir akhirat serta yang terhampar mulai dari bumi hingga arasy, dari partikel hingga matahari) menjaga keseimbangan dan keselarasan yang ada. Ia memberikan kepada setiap bagian dan setiap buah sebuah bentuk yang sesuai dengannya di mana lewat pencarian dan penelaa- han yang dilakukan, para ulama pun berdecak kagum dengan mengucap, “mâsyâ Allah. Sesungguhnya yang menyingkap misteri alam dan mengungkap teka-teki penciptaan hanya engkau wahai al-Qur’an.”

    Kita dapat mengumpamakan nama, sifat, dan perbuatan-Nya yang penuh hikmah laksana pohon tuba yang berasal dari cahaya yang wilayah keagungannya membentang dari azali hingga abadi, batas ke- besarannya memenuhi jagat raya tanpa batas. Ruang lingkupnya mulai dari:“Dia menumbuhkan butir tumbuh-tumbuhan dan biji buah-bua- han...” (QS. al-An’âm [6]: 95).“Sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya...”(QS. al-Anfâl [8]: 24).“Dialah yang membentuk kamu dalam rahim sebagaimana dike- hendaki-Nya...” (QS. Ali Imran [3]: 6).Hingga kepada ayat yang berbunyi:“Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa...”(QS. Hud [11]: 7).“Langit terlipat di tangan kanan-Nya...” (QS. az-Zumar [39]: 67).“Menundukkan matahari dan bulan…” (QS. ar-Ra’d [13]: 2).Kita melihat al-Qur’an menjelaskan hakikat tersebut dengan seluruh cabang, dahan, tujuan, dan buahnya dengan penjelasan yang sangat selaras dan tepat di mana hakikat yang satu tidak bertabrakan dan tidak merusak hakikat yang lain. Dengan gambaran yang selaras itu, al-Qur’an menerangkan berbagai hakikat nama, sifat, dan perbuatan Ilahi yang penuh hikmah dengan penjelasan menakjubkan sehingga semua ahli kasyaf, ahli hakikat, ahli makrifat, dan ahli hikmah yang menjelajahi alam malakut mempercayainya seraya berkata ketika berada di hadapan keindahan penjelasannya yang menakjubkan, “Subhanallah. Betapa ia sangat benar. Betapa ia sangat sejalan dengan hakikat yang ada. Betapa ia sangat indah dan apik!”

    Kita bisa mengambil contoh enam rukun iman yang mengarah kepada seluruh “wilayah entitas” dan “wilayah wujub Ilahi” di mana ia merupakan ranting dari dua pohon besar tersebut. Al-Qur’an al-Karim menggambarkannya dengan semua dahan, cabang, buah, dan bunganya dengan memerhatikan keselarasan yang indah antara buah dan bunganya seraya memperkenalkan pola kesesuaian yang sangat seim- bang dan rapi sehingga membuat akal manusia tak mampu menang- kap berbagai dimensinya dan tercengang di hadapan keindahannya.

    Kemudian al-Qur’an memberikan gambaran yang demikian me- nakjubkan tentang lima rukun Islam yang merupakan cabang dari dahan iman. Al-Qur’an memerhatikan keindahannya yang apik dan kesempurnaannya yang seimbang di antara rukun-rukunnya. Bahkan ia menjaga adabnya yang paling sederhana, tujuannya yang paling tinggi, hikmahnya yang paling mendalam, manfaat dan buahnya yang paling kecil. Dalil paling jelas yang menunjukkan hal ini adalah kesempurnaan tatanan syariat yang agung yang bersumber dari nash-nash al-Qur’an yang bersifat komprehensif dan dari berbagai petunjuknya. Kesempurnaan tatanan syariat yang menakjubkan, keindahannya yang cermat, dan keselarasan hukumnya menjadi bukti yang jujur dan dalil yang kuat yang sama sekali tidak mengandung keraguan bahwa al-Qur’an adalah benar.

    Artinya, berbagai penjelasan al-Qur’an tidak mungkin bersandar kepada ilmu parsial manusia, terutama so- sok manusia yang buta huruf. Akan tetapi, ia pasti bersandar kepada pengetahuan yang luas yang meliputi sekaligus melihat segala sesuatu. Ia merupakan kalam Allah yang Mahaagung, Maha Melihat yang azali dan abadi, serta Maha Menyaksikan seluruh hakikat.

    Hal itu sebagaimana ditunjukkan oleh hakikat ayat yang berbunyi:“Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan kepada hamba-Nya Al- kitab (al-Qur’an) dan Dia tidak mengadakan kebengkokan di dalamnya.” (QS. al-Kahfi [18]: 1).

    Ya Allah Dzat yang menurunkan al-Qur’an, dengan kebenaran al- Qur’an dan dengan kebenaran sosok yang menerima al-Qur’an, terangi kalbu dan kubur kami dengan cahaya iman dan al-Qur’an. Amin.


    BAGIAN KEDUA

    Dialog dengan Sejumlah Pemuda yang Terpikat oleh Berbagai Hal yang Melenakan, namun tidak sampai Hilang Kesadaran

    Sejumlah pemuda meminta kepada Risalah Nur untuk membantu dan menolong mereka seraya bertanya:“Bagaimana kami bisa selamat di akhirat, di mana saat ini kami tengah dikepung oleh berbagai rayuan palsu, godaan hawa nafsu, dan hiburan yang menipu?”Atas nama sosok maknawi Risalah Nur, aku memberikan jawaban sebagai berikut:

    Kubur terhampar di hadapan semua orang. Tak seorang pun yang dapat mengingkarinya. Kita semua pasti akan memasukinya. Masuk ke dalam kubur hanya ada tiga jalan:

    Pertama, jalan yang menunjukkan bahwa kubur adalah pintu yang terbuka bagi kaum mukmin menuju alam yang lebih indah dibanding dunia ini.

    Kedua, jalan yang memperlihatkan bahwa kubur adalah pintu menuju penjara abadi bagi mereka yang terus berada dalam kesesatan, meskipun beriman kepada akhirat dan mereka dijauhkan dari seluruh orang yang dicintai di penjara soliter tersebut. Mereka akan diperlakukan sesuai dengan keyakinan dan pandangan mereka tentang kehidupan lantaran tidak mau mengamalkan apa yang mereka yakini.

    Ketiga, jalan yang dilalui oleh orang yang tidak beriman kepada akhirat dari golongan kaum sesat. Baginya, kubur adalah pintu menuju ketiadaan dan kematian abadi. Dalam pandangannya, kubur merupakan tiang gantungan yang membinasakannya serta seluruh orang yang dicintainya. Inilah balasan atas sikap ingkarnya terhadap akhirat.Yang pertama dan kedua sangat jelas dan tidak membutuhkan dalil. Keduanya dapat dilihat dengan mata kepala.

    Selama ajal tertutup tirai gaib dan kematian bisa datang setiap waktu tanpa pandang bulu apakah orang muda atau orang tua, maka manusia yang lemah yang melihat kondisi tersebut setiap waktu akan mencari sesuatu yang dapat menyelamatkannya dari kebinasaan sekaligus mengubah pintu kubur dari kondisi gelap menjadi bercahaya yang terbuka menuju alam yang kekal dan taman menyenangkan di alam cahaya dan kebahagiaan abadi. Tentu saja hal ini merupakan persoalan terbesar bagi manusia. Bahkan, ia lebih agung dan lebih besar dibanding seluruh dunia ini.

    Kepastian hakikat ini, hakikat kematian dan kubur, dengan tiga jalan tersebut disampaikan oleh 124 ribu informan yang jujur. Mereka adalah para nabi mulia yang dibenarkan oleh sejumlah mukjizat mereka yang cemerlang. Hal itu juga disampaikan oleh 124 juta wali saleh yang membenarkan berita para nabi mulia tersebut serta menjadi saksi atas hakikat yang sama lewat kasyaf, dzauq, dan penyaksian. Lalu, hakikat tersebut disampaikan pula oleh pakar ulama yang tak terhitung jumlahnya. Mereka menguatkan berita para nabi dan wali dengan sejumlah dalil rasional mereka yang demikian kuat di mana ia mencapai tingkatan ilmul yaqîn, serta tingkat kebenarannya mencapai Sembilan puluh Sembilan persen.(*[2]) Semua orang mengakui bahwa cara untuk selamat dari kebinasaan abadi, untuk bebas dari penjara soliter, serta untuk mengubah kematian menjadi kebahagiaan abadi hanya dengan beriman dan taat kepada Allah.

    Ya, jika salah seorang berjalan di sebuah jalan tanpa peduli dengan ucapan orang yang memberitahukan adanya bahaya yang membinasakan meski kemungkinannya satu banding seratus, bukankah kerisauan terkait dengan bayangan dan persepsi bahaya yang ada dalam benaknya telah cukup membuatnya kehilangan selera makan? Apalagi jika informasinya disampaikan oleh ratusan ribu orang jujur yang dapat dipercaya di mana validitas informasinya mencapai 100% benar. Di samping itu, mereka juga sepakat bahwa kesesatan dan sikap ingkar akan membawa manusia menuju tiang gantungan (kubur) dan penjara soliter yang bersifat abadi sebagaimana terhampar di hadapan mereka. Sebaliknya, iman dan ibadah sudah pasti akan menghapus tiang gantungan dan menutup pintu penjara abadi. Kubur tersebut akan berubah menjadi pintu yang terbuka menuju istana indah yang berhias kebahagiaan abadi dan kekayaan yang tak pernah habis. Apalagi mereka menginformasikan hal itu disertai dalil tentang tanda-tandanya. Sekarang aku akan mengajukan pertanyaan berikut: Kira-kira bagaimana sikap manusia yang malang, terutama seorang Muslim, terhadap persoalan besar dan menakutkan ini? Mung- kinkah seluruh kekuasaan dunia berikut berbagai kenikmatan yang terdapat di dalamnya dapat melenyapkan seluruh kegelisahan dan kerisauan yang dirasakan manusia saat menanti giliran setiap waktu untuk masuk ke dalam kubur, jika ia tidak beriman dan tidak beribadah?

    Kemudian masa tua, kondisi sakit, dan musibah, serta kematian yang terjadi di mana-mana, semua itu menghinggapi setiap jiwa manusia dan selalu mengingatkannya tentang akhir perjalanannya yang pasti dialami. Karena itu, neraka maknawi pasti berkobar di dalam kalbu orang-orang sesat dan bodoh itu. Nyalanya akan menyiksa mereka, bahkan meskipun mereka menikmati berbagai kemewahan du- nia. Hanya saja, derita itu tidak mereka rasakan sementara waktu karena sikap alpa dan lalai.

    Selama orang beriman dan orang yang taat melihat kubur yang terhampar di hadapan mereka sebagai pintu menuju taman kebaha- giaan abadi dan kenikmatan yang kekal lantaran penghargaan yang diberikan oleh qadar Ilahi yang membuat mereka meraih kekayaan yang kekal lewat kesaksian iman, maka masing-masing mereka akan merasakan kenikmatan yang mendalam dan kegembiraan maknawi saat panggilan, “Silakan ambil tiketmu!” di mana kegembiraan maknawi tersebut, andai berwujud, akan seperti surga maknawi milik seorang mukmin, sama seperti benih yang berubah menjadi pohon yang rimbun. Jika demikian, maka orang yang meninggalkan kenikmatan besar tersebut demi mendapatkan kenikmatan sesaat yang tidak dibenarkan dan berhias deritalaksana madu beracunatas dorongan gelora masa muda, akan jatuh ke tingkatan yang jauh lebih rendah dibanding hewan.

    Bahkan lebih parah dari kondisi orang ateis. Pasalnya, mereka yang mengingkari Rasulullah x bisa jadi beriman kepada rasul-rasul yang lain. Kalaupun tidak beriman kepada seluruh rasul, bisa jadi ia beriman kepada Allah. Kalaupun tidak beriman kepada Allah, bisa jadi ia memiliki akhlak yang terpuji. Sementara, sang Muslim tadi tidak mengenal para rasul yang mulia, tidak beriman kepada Tuhan, serta tidak mengenal kesempurnaan manusia kecuali lewat perantaraan Nabi x. Karena itu, Muslim yang tidak mau menerima pendidikan dan perintah Nabi x yang penuh berkah, ia tidak akan mengakui nabi yang lain. Bahkan, ia juga tidak mengenal Allah, serta tidak bisa menjaga pilar-pilar kesempurnaan manusia dalam jiwanya. Hal itu karena pokok-pokok agama dan landasan pendidikan yang dibawa oleh Rasul x merupakan sesuatu yang kukuh dan sempurna, di mana orang yang mengabaikannya, niscaya sama sekali tidak akan memperoleh cahaya dan kesem- purnaan, bahkan akan jatuh terperosok. Sebab, Nabi x merupakan penutup para nabi, pemimpin para rasul, dan imam seluruh umat manusia dalam seluruh hakikat yang ada. Bahkan, beliau merupakan po- ros kebanggaan umat ini, sebagaimana telah terekam jelas sepanjang 14 abad lamanya.

    Oleh sebab itu, wahai orang yang diuji dengan perhiasan dan kenikmatan kehidupan dunia, wahai yang mencurahkan seluruh potensinya untuk menjamin kehidupan saat ini dan masa depan dengan penuh kerisauan, wahai orang yang malang!Jika kalian ingin menikmati kelezatan dunia dan merasakan kebahagiaannya, maka cukupkan dirimu dengan kenikmatan yang ada dalam wilayah yang disyariatkan. Kenikmatan tersebut sudah sangat cukup untuk memenuhi keinginanmu.

    Seperti yang telah dijelaskan di atas, kalian dapat memahami bahwa setiap kenikmatan yang berada di luar koridor syariah hanya berisi ribuan penderitaan. Sebab, jika berbagai peristiwa masa depan yang akan terjadi lima puluh tahun kemudian, misalnya, dapat disaksikan sebagaimana berbagai peristiwa masa lalu, tentu orang-orang yang lalai dan bodoh itu akan meratapi apa yang mereka tertawakan saat ini.

    Karenanya, siapa yang ingin selalu bahagia dan gembira, di dunia dan akhirat, ia harus mematuhi pendidikan Muhammad x yang berada dalam koridor keimanan.

    DIALOG DENGAN SEKELOMPOK PEMUDA

    Suatu hari, sekelompok pemuda yang tegap dan cerdas men- datangiku. Mereka meminta nasihat dan petunjuk yang bisa mencegah mereka dari berbagai kejahatan akibat tuntutan hidup, gelora masa muda, dan dorongan hawa nafsu yang mengitari mereka. Maka, aku pun memberikan nasihat kepada mereka sebagaimana nasihat yang kuberikan kepada orang-orang yang meminta bantuan dari Risalah Nur, sebagai berikut:

    “Ketahuilah bahwa masa muda pasti berlalu. Jika engkau tidak membatasi diri dengan batasan yang disyariatkan, maka masa muda tersebut akan hilang dan pergi begitu saja, serta engkau akan mendapat bencana, musibah, dan derita di dunia, di alam kubur, dan di alam akhirat, yang jauh melebihi segala kenikmatan yang telah engkau rasakan.Akan tetapi, jika engkau menggunakan masa mudamu dalam menjaga kehormatan dan kemuliaan, serta taat kepada Tuhan dengan cara mendidiknya lewat pendidikan Islam, sebagai wujud atas syukur kepada Allah atas nikmat masa muda yang Dia berikan, maka masa tersebut akan terus terjaga dan akan menjadi sarana untuk memperoleh masa muda yang kekal di dalam surga yang abadi kelak.”

    Ya, jika hidup ini tidak didasari dengan keimanan, atau keimanan tersebut tidak memberikan pengaruh lantaran banyak melakukan perbuatan maksiat, maka seluruh kenikmatan lahiriahnya yang sangat singkat akan mendatangkan penderitaan dan kesedihan yang berkali-kali lipat lebih dahsyat dari kenikmatan dan kesenangan yang ada. Karena dengan akal pikiran yang diberikan Tuhan, manusia memiliki hubungan yang kuat dengan masa lalu dan masa mendatang, di samping masa sekarang yang ia jalani, sehingga ia dapat merasakan ber- bagai kenikmatan di masa tersebut sekaligus merasakan kepedihan- nya. Ini berbeda dengan hewan di mana kenikmatan yang ia rasakan saat ini tidak bercampur dengan kesedihan masa lalu dan kecemasan masa mendatang, karena tidak diberi pikiran. Dari sini dapat dipahami bahwa kenikmatan masa sekarang yang dirasakan oleh manusia, yang terjerumus dalam kesesatan dan kelalaian, akan rusak dengan adanya kesedihan masa lalu dan kecemasan terhadap masa depan. Hidupnya yang ia jalani saat ini penuh dengan penderitaan dan kecemasan, terutama saat menikmati berbagai kesenangan yang tidak dibenarkan. Ia persis seperti madu yang beracun. Dengan kata lain, manusia seratus kali lebih rendah dari hewan dalam menikmati kesenangan hidup.

    Bahkan, kehidupan kaum yang sesat dan lalai, serta wujud dan dunia mereka hanyalah saat ini saja. Sebab, seluruh masa lalu berikut entitasnya telah musnah karena kesesatan mereka sehingga mereka terseret dalam lembah kegelapan. Demikian pula dengan masa mendatang, ia tiada bagi mereka karena mereka tidak beriman kepada hal gaib. Akhirnya, berbagai perpisahan abadi yang tak berakhir mengisi hidup mereka dengan kegelapan yang pekat selama mereka masih memiliki akal dan mengingkari hari kebangkitan.

    Akan tetapi, ketika iman menjadi sumber kehidupan dan cahayanya bersinar, ia akan menerangi masa lalu dan masa mendatang. Keduanya akan abadi serta dapat menolong roh dan kalbu mukmin dari sisi iman dengan berbagai perasaan yang mulia dan cahaya eksistensi yang abadi sebagaimana yang diberikan oleh masa sekarang. Hakikat ini telah dijelaskan secara lengkap dalam “Harapan Ketujuh” dari risalah asy-Syuyûkh (Lanjut Usia).

    Demikianlah hidup. Jika engkau ingin hidup bahagia, maka nyalakan hidupmu dengan iman, hiasilah ia dengan melaksanakan kewajiban, dan jagalah ia dengan menjauhi kemaksiatan.

    Adapun hakikat kematian yang memperlihatkan berbagai kengeriannya dan maut yang kita saksikan setiap hari di mana-mana, akan kujelaskan dalam sebuah perumpamaan, sebagaimana penjelasan yang kuberikan kepada para pemuda yang lain.

    Bayangkan di sini, misalnya, ada sejumlah tiang gantungan dipasang di hadapan kalian. Di sampingnya terdapat tempat untuk membagi-bagikan hadiah berharga yang istimewa kepada mereka yang beruntung. Kita yang berjumlah sepuluh orang di sini akan dipanggil kepadanya, baik dalam kondisi suka maupun terpaksa. Hanya saja, karena waktu pemanggilan tidak diketahui, setiap saat kita selalu menantikan pihak yang memanggil kita, “Ke sinilah! Terima keputusan hukuman matimu dan naiklah ke tiang gantungan!” Atau ia berkata, “Ke sinilah! Ambil sebuah tiket yang akan memberikan keuntungan miliaran rupiah.”Ketika kita sedang diam menunggu, tiba-tiba ada dua orang yang datang ke depan pintu.

    Salah satunya berupa wanita yang cantik dan genit, serta nyaris telanjang di mana ia membawa sepotong kue yang tampak lezat untuk diberikan kepada kita. Hanya saja sebenarnya ia beracun.

    Sementara yang lain berupa lelaki gagah dan berwibawa. Ia masuk setelah wanita itu seraya berkata, “Aku membawakan sebuah azi- mat dan pelajaran untuk kalian. Jika kalian membaca pelajaran tersebut dan tidak memakan kue tadi, kalian akan selamat dari tiang gantungan. Dan dengan azimat ini, kalian akan menerima tiket hadiah berharga. Kalian melihat dengan mata kepala bahwa siapa yang memakan kue tersebut akan terkena penyakit perut hingga naik ke tiang gantungan.” Adapun orang yang memperoleh tiket hadiah, meskipun tidak terlihat oleh kita dan kelihatannya mereka naik ke tiang gantungan, hanya saja lebih dari jutaan saksi menginformasikan bahwa mereka sebenarnya tidak digantung. Namun ia menjadikan tiang gantungan tersebut sebagai tangga agar dapat dengan mudah menyeberang menuju tempat pemberian hadiah. Lihatlah dari sejumlah jendela untuk dapat menyaksikan bagaimana para pembesar yang bertanggung jawab membagi-bagikan hadiah tersebut memanggil dengan suara keras: “Para pemilik azimat tersebut telah berhasil mendapat tiket hadiah. Yakinilah hal tersebut sebagaimana kalian melihat secara langsung orang-orang yang pergi menuju ke tiang gantungan. Jangan sekali-kali ragu. Ia sangat jelas sejelas matahari di siang bolong.”

    Nah, berdasarkan perumpamaan di atas, maka kenikmatan masa muda yang terlarang sama seperti madu yang beracun. Kematian bagi orang yang kehilangan tiket iman yang mendatangkan kebahagiaan abadi laksana tiang gantungan. Ia menantikan si algojo, ajal, yang bisa datang kapan sajakarena tidak kita ketahui—untuk merenggut nyawa tanpa membedakan antara yang muda dan tua. Lalu, ia memasuk- kannya ke lubang kubur yang merupakan pintu kegelapan abadi, sebagaimana tampak secara lahiriah.

    Akan tetapi, jika si pemuda itu berpaling dari kenikmatan terlarang yang menyerupai madu beracun, lalu ia pergi untuk mendapat azimat qur’ani yang berupa iman dan penunaian kewajiban, maka 124 ribu nabi, serta para wali saleh dan ulama yang tidak terhitung banyaknya menginformasikan dan memperlihatkan tanda dari informa- si yang mereka berikan bahwa seorang mukmin akan mendapatkan tiket yang membuatnya meraih kebahagiaan abadi.

    Kesimpulan Masa muda akan berlalu dan pasti akan pergi. Jika ia telah meniti jalan kesenangan yang melenakan, maka hal itu akan mendatangkan ribuan bencana, derita, dan musibah yang menyakitkan, baik di dunia maupun di akhirat. Jika kalian ingin memahami bagaimana para pemuda seperti mereka biasanya berujung dievakuasi ke rumah sakit karena tindakan sembrono dan penyakit jiwa yang mereka derita, atau masuk ke dalam penjara dan tempat-tempat pembuangan karena hawa nafsu dan tipu daya yang mereka perturutkan, atau ke tempat-tempat hiburan dan minuman keras karena derita dan tekanan jiwa yang terdapat di dalam dada, maka tanyakan saja ke sejumlah rumah sakit, penjara, dan bahkan tempat pemakaman.

    Kalian pasti akan mengetahui dari sejumlah rumah sakit berupa kisah derita dan penyesalan yang berasal dari penyakit akibat gelora masa muda dan penyimpangan mereka. Kalian juga akan mendengar dari kondisi penjara teriakan putus asa dan suara penyesalan yang diucapkan oleh para pemuda malang yang telah mengikuti hawa nafsu mereka sehingga mendapatkan “tamparan didikan” akibat keluar dari perintah agama. Kalian pun akan mengeta- hui bahwa sebagian besar orang yang disiksa di kubur—alam Barzakh yang terus terbuka dan tertutup lantaran banyaknya orang yang masuk ke dalamnya—tidak lain akibat ulah perbuatan buruk di masa muda mereka sendiri, sebagaimana penyaksian ahli kasyaf dan kesaksian seluruh ahli hakikat.

    Kalian bisa bertanya kepada mereka yang telah lanjut usia dan yang sedang sakit di mana mereka mewakili sebagian besar umat ma- nusia. Kalian pasti akan mendengar bahwa sebagian besar mereka ber- kata: “Aku sangat menyesali masa yang telah berlalu! Kami telah menyia-nyiakan masa muda kami dalam urusan yang tidak berguna. Karena itu, waspadalah jangan sampai mengulangi sejarah hidup kami. Jangan sekali-kali mengikuti langkah kami.”Hal itu karena orang yang menghadapi tahun-tahun duka dan kerisauan di dunia, siksa di alam Barzakh, dan neraka di akhirat hanya karena “kenikmatan terlarang” yang tidak lebih dari lima atau sepuluh tahun dari usia muda, tidak layak dikasihani meskipun mereka sangat membutuhkan rasa kasih sayang itu. Pasalnya, orang yang rela dengan bahaya dan mengikutinya dengan sengaja tidak pantas dikasihani dan ditatap dengan pandangan kasih sayang. Hal ini sesuai dengan bunyi hikmah:“Orang yang rela dengan bahaya, tidak layak diperhatikan.”

    Semoga Allah menjaga kita dan kalian semua dari fitnah zaman yang melenakan ini serta menyelamatkan kita dari berbagai kejahatannya. Amin.


    Risale-i Nur Mizanlarından On Üçüncü Söz’ün İkinci Makamı’nın Hâşiyesidir

    بِاس۟مِهٖ سُب۟حَانَهُ

    Para tahanan adalah orang yang paling membutuhkan pelipur lara hakiki yang terdapat dalam Risalah Nur. Terutama para pemuda yang mendapat “tamparan didikan” akibat memperturutkan hawa nafsu dan gelora masa muda sehingga menjalani dan menghabiskan usia bersinar mereka di penjara. Karena itu, mereka membutuhkan Risalah Nur sama seperti kebutuhan mereka terhadap nasi.

    Masa muda lebih menuruti keinginan perasaannya dibanding menuruti akal. Sementara, sebagaimana kita ketahui bersama, hawa nafsu tidak melihat akibat yang ada. Karena itu, nafsu lebih menguta- makan satu ons “kenikmatan sekarang” dibanding satu ton “kenik- matan mendatang”. Seorang pemuda tega membunuh orang untuk kenikmatan semenit dalam melakukan tindakan balas dendam. Setelah itu, ia pun harus mengalami delapan ribu jam penderitaan di penjara. Seorang pemuda rela menikmati satu jam dalam permainan dan kesia-siaan di mana setelah itu ia mengalami derita selama ribuan hari di penjara disertai rasa cemas terhadap musuh yang menanti dan memata-matainya.

    Demikianlah para pemuda kehilangan kebahagiaan hidup digantikan dengan kecemasan dan kerisauan, serta ketakutan dan kepedihan.

    Atas dasar itu, para pemuda malang jatuh pada berbagai dilema dan persoalan berat sehingga hari-hari indah mereka berubah menjadi hari yang paling pahit dan kelam. Terutama, setelah terpaan angin tornado dari utara (komunisme) membawa sejumlah fitnah yang meru- sak masa sekarang, yaitu dengan mendorong para pemuda untuk merusak kehormatan wanita yang masih gadis dan melakukan pergaulan bebas yang kotor. Bahkan, mendorong kefasikan dengan mengizinkan laki-laki dan perempuan masuk ke tempat pemandian umum dalam keadaan telanjang. Di samping itu, menghalalkan harta kalangan kaya untuk diberikan kepada kaum fakir yang bodoh. Umat manusia sangat khawatir menghadapi musibah di atas.

    Karena itu, pemuda Muslim di masa yang sulit ini harus berusaha keras menyelamatkan kondisi yang ada. Mereka harus menghunus pedang berlian milik Risalah Nur ini dan menguasai berbagai argumentasi kuat yang terdapat dalam risalah ats-Tsamarah (Cahaya Iman dari Bilik Tahanan) dan Mursyid asy-Syabâb (Tuntunan Generasi Muda) dan sejenisnya. Mereka harus membela diri, menahan serangan hebat tersebut yang berasal dari dua arah. Jika tidak, maka masa depan pemuda dunia akan lenyap, kehidupan mereka yang bahagia akan menghilang, serta kesempatan untuk mendapat nikmat akhirat akan pudar. Semuanya akan berubah menjadi derita dan siksa. Pasalnya, mereka akan mengisi sejumlah rumah sakit akibat tindakan mereka yang melampaui batas, akan menjadi penghuni penjara akibat penyimpangan yang dilakukan, serta akan menangis disertai sejumlah penyesalan di masa tua.

    Eğer terbiye-i Kur’aniye ve Nur’un hakikatleriyle kendini muhafaza eylese tam bir kahraman genç ve mükemmel bir insan ve mesud bir Müslüman ve sair zîhayatlara, hayvanlara bir nevi sultan olur.

    Evet bir genç, hapiste yirmi dört saat her günkü ömründen tek bir saatini beş farz namazına sarf etse ve ekser günahlardan hapis mani olduğu gibi o musibete sebebiyet veren hatadan dahi tövbe edip sair zararlı, elemli günahlardan çekilse hem hayatına hem istikbaline hem vatanına hem milletine hem akrabasına büyük bir faydası olması gibi o on, on beş senelik fâni gençlikle ebedî parlak bir gençliği kazanacağını başta Kur’an-ı Mu’cizü’l-Beyan, bütün kütüb ve suhuf-u semaviye kat’î haber verip müjde ediyorlar.

    Evet o şirin, güzel gençlik nimetine istikametle, taatle şükretse hem ziyadeleşir hem bâkileşir hem lezzetlenir. Yoksa hem belalı olur hem elemli, gamlı, kâbuslu olur, gider. Hem akrabasına hem vatanına hem milletine muzır bir serseri hükmüne geçirmeye sebebiyet verir.

    Eğer mahpus, zulmen mahkûm olmuş ise farz namazını kılmak şartıyla her bir saati, bir gün ibadet olduğu gibi o hapis onun hakkında bir çilehane-i uzlet olup eski zamanda mağaralara girerek ibadet eden münzevi salihlerden sayılabilirler.

    Eğer fakir ve ihtiyar ve hasta ve iman hakikatlerine müştak ise farzını yapmak ve tövbe etmek şartıyla her bir saatleri yirmişer saat ibadet olup hapis ona bir istirahathane ve merhametkârane ona bakan dostlar için bir muhabbethane, bir terbiyehane, bir dershane hükmüne geçer. O hapiste durmakla hariçteki müşevveş, her taraftaki günahların hücumuna maruz serbestiyetten daha ziyade hoşlanabilir. Hapisten tam terbiye alır. Çıktığı zaman bir kātil, bir müntakim olarak değil, belki tövbekâr, tecrübeli, terbiyeli, millete menfaatli bir adam çıkar.

    Hattâ Denizli hapsindeki zatların az zamanda Nurlardan fevkalâde hüsn-ü ahlâk dersini alanlarını gören bazı alâkadar zatlar demişler ki: “Terbiye için on beş sene hapse atmaktan ise on beş hafta Risale-i Nur dersini alsalar daha ziyade onları ıslah eder.”

    Madem ölüm ölmüyor ve ecel gizlidir, her vakit gelebilir. Ve madem kabir kapanmıyor, kafile kafile arkasında gelenler oraya girip kayboluyorlar. Ve madem ölüm, ehl-i iman hakkında idam-ı ebedîden terhis tezkeresine çevrildiği, hakikat-i Kur’aniye ile gösterilmiş ve ehl-i dalalet ve sefahet hakkında göz ile göründüğü gibi bir idam-ı ebedîdir; bütün mahbubatından ve mevcudattan bir firak-ı lâyezalîdir.

    Elbette ve elbette hiç şüphe kalmaz ki en bahtiyar odur ki sabır içinde şükretmek ve hapis müddetinden tam istifade ederek Nurların dersini alarak istikamet dairesinde, imanına ve Kur’an’a hizmete çalışmaktır.

    Ey zevk ve lezzete müptela insan! Ben yetmiş beş yaşımda binler tecrübelerle ve hüccetlerle ve hâdiselerle aynelyakîn bildim ki:

    Hakiki zevk ve elemsiz lezzet ve kedersiz sevinç ve hayattaki saadet yalnız imandadır ve iman hakikatleri dairesinde bulunur. Yoksa dünyevî bir lezzette çok elemler var. Bir üzüm tanesini yedirir, on tokat vurur gibi hayatın lezzetini kaçırır.

    Ey hapis musibetine düşen bîçareler! Madem dünyanız ağlıyor ve hayatınız acılaştı; çalışınız, âhiretiniz dahi ağlamasın ve hayat-ı bâkiyeniz gülsün, tatlılaşsın, hapisten istifade ediniz. Nasıl bazen ağır şerait altında düşman karşısında bir saat nöbet, bir sene ibadet hükmüne geçebilir. Öyle de sizin bu ağır şerait altında her bir saat ibadet zahmeti, çok saatler olup o zahmetleri rahmetlere çevirir.


    بِاس۟مِهٖ سُب۟حَانَهُ

    اَلسَّلَامُ عَلَي۟كُم۟ وَ رَح۟مَةُ اللّٰهِ وَ بَرَكَاتُهُ

    Aziz, sıddık kardeşlerim!

    Hapis musibetine düşenlere ve onlara merhametkârane, sadakatle hariçten gelen erzaklarına nezaret ve yardım edenlere kuvvetli bir teselliyi üç noktada beyan edeceğim.

    Birinci Nokta: Hapiste geçen ömür günleri, her bir gün on gün kadar bir ibadet kazandırabilir ve fâni saatleri, meyveleri cihetiyle manen bâki saatlere çevirebilir ve beş on sene ceza ile milyonlar sene haps-i ebedîden kurtulmaya vesile olabilir.

    İşte ehl-i iman için bu pek büyük ve çok kıymettar kazanç şartı, farz namazını kılmak ve hapse sebebiyet veren günahlardan tövbe etmek ve sabır içinde şükretmektir. Zaten hapis çok günahlara manidir, meydan vermiyor.

    İkinci Nokta: Zeval-i lezzet elem olduğu gibi zeval-i elem dahi lezzettir. Evet, herkes geçmiş lezzetli, safalı günlerini düşünse teessüf ve tahassür elem-i manevîsini hissedip “Eyvah!” der. Ve geçmiş musibetli, elemli günlerini tahattur etse zevalinden bir manevî lezzet hisseder ki: “Elhamdülillah şükür, o bela sevabını bıraktı, gitti.” der. Ferah ile teneffüs eder. Demek bir saat muvakkat elem, ruhta bir manevî lezzet bırakır ve lezzetli saat, bilakis elem bırakır.

    Madem hakikat budur ve madem geçmiş musibet saatleri, elemleri ile beraber ma’dum ve yok olmuş ve gelecek bela günleri, şimdi ma’dum ve yoktur ve yoktan elem yok ve ma’dumdan elem gelmez. Mesela, birkaç gün sonra aç ve susuz olmak ihtimalinden, bugün o niyetle mütemadiyen ekmek yese ve su içse ne derece divaneliktir.

    Aynen öyle de geçmiş ve gelecek elemli saatleri –ki hiç ve ma’dum ve yok olmuşlar– şimdi düşünüp sabırsızlık göstermek ve kusurlu nefsini bırakıp Allah’tan şekva etmek gibi “Of, of!” etmek divaneliktir. Eğer sağa sola yani geçmiş ve geleceklere sabır kuvvetini dağıtmazsa ve hazır saate ve güne karşı tutsa tam kâfi gelir. Sıkıntı ondan bire iner.

    Hattâ şekva olmasın, ben bu üçüncü Medrese-i Yusufiyede, birkaç gün zarfında, hiç ömrümde görmediğim maddî ve manevî sıkıntılı, hastalıklı musibetimde, hususan Nur’un hizmetinden mahrumiyetimden gelen meyusiyet ve kalbî ve ruhî sıkıntılar beni ezdiği sırada, inayet-i İlahiye bu mezkûr hakikati gösterdi. Ben de sıkıntılı hastalığımdan ve hapsimden razı oldum. Çünkü benim gibi kabir kapısında bir bîçareye, gafletle geçebilir bir saatini, on adet ibadet saatleri yapmak büyük kârdır diye şükreyledim.

    Üçüncü Nokta: Mahpuslara şefkatkârane hizmetle yardım etmek ve muhtaç oldukları rızıklarını ellerine vermek ve manevî yaralarına tesellilerle merhem sürmekte, az bir amel ile büyük bir kazanç var ve dışarıdan gelen yemeklerini onlara vermek, aynı o yemek kadar o gardiyan ve gardiyan ile beraber dâhilde ve hariçte çalışanların –bir sadaka hükmünde– defter-i hasenatına yazılır. Hususan musibetzede, ihtiyar veya hasta veya fakir veya garib olsa o sadaka-i maneviyenin sevabı çok ziyadeleşir.

    İşte bu kıymetli kazancın şartı, farz namazını kılmaktır. Tâ ki o hizmeti, lillah için olsun. Hem bir şartı da sadakat ve şefkat ve sevinç ile ve minnet etmemek tarzda yardımlarına koşmaktır.

    بِاس۟مِهٖ سُب۟حَانَهُ وَ اِن۟ مِن۟ شَى۟ءٍ اِلَّا يُسَبِّحُ بِحَم۟دِهٖ

    اَلسَّلَامُ عَلَي۟كُم۟ وَ رَح۟مَةُ اللّٰهِ وَ بَرَكَاتُهُ اَبَدًا دَائِمًا

    Ey hapis arkadaşlarım ve din kardeşlerim!

    Size hem dünya azabından hem âhiret azabından kurtaracak bir hakikati beyan etmek, kalbime ihtar edildi. O da şudur:

    Mesela, birisi birinin kardeşini veya bir akrabasını öldürmüş. Bir dakika intikam lezzetiyle bir katl, milyonlar dakika hem kalbî sıkıntı hem hapis azabını çektirir ve maktûlün akrabası dahi intikam endişesiyle ve karşısında düşmanını düşünmesiyle hayatının lezzetini ve ömrünün zevkini kaçırır. Hem korku hem hiddet azabını çekiyor. Bunun tek bir çaresi var. O da Kur’an’ın emrettiği ve hak ve hakikat ve maslahat ve insaniyet ve İslâmiyet iktiza ve teşvik ettikleri olan, barışmak ve musalaha etmektir.

    Evet, hakikat ve maslahat sulhtur. Çünkü ecel birdir, değişmez. O maktûl, herhalde ecel geldiğinden daha ziyade kalmayacaktı. O kātil ise o kaza-i İlahiyeye vasıta olmuş. Eğer barışmak olmazsa iki taraf da daima korku ve intikam azabını çekerler. Onun içindir ki “Üç günden fazla bir mü’min diğer bir mü’mine küsmemek” İslâmiyet emrediyor. Eğer o katl, bir adâvetten ve bir kinli garazdan gelmemişse ve bir münafık o fitneye vesile olmuş ise çabuk barışmak elzemdir. Yoksa o cüz’î musibet büyük olur, devam eder. Eğer barışsalar ve öldüren tövbe etse ve maktûle her vakit dua etse o halde her iki taraf çok kazanırlar ve kardeş gibi olurlar. Bir gitmiş kardeşe bedel, birkaç dindar kardeşleri kazanır. Kaza ve kader-i İlahîye teslim olup düşmanını affeder.

    Ve bilhassa madem Risale-i Nur dersini dinlemişler, elbette mabeynlerinde bulunan bütün küsmekleri bırakmaya hem maslahat ve istirahat-i şahsiye ve umumiye hem Nur dairesindeki uhuvvet iktiza ediyor.

    Nasıl ki Denizli hapsinde birbirine düşman bütün mahpuslar, Nurlar dersiyle birbirlerine kardeş oldular ve bizim beraetimize bir sebep olup hattâ dinsizlere, serserilere de o mahpuslar hakkında “Mâşâallah, bârekellah” dedirttiler ve o mahpuslar tam teneffüs ettiler. Ben burada gördüm ki bir tek adamın yüzünden yüz adam sıkıntı çekip beraber teneffüse çıkmıyorlar. Onlara zulüm olur. Mert ve vicdanlı bir mü’min, küçük ve cüz’î bir hata veya menfaatle, yüzer zararı ehl-i imana vermez. Eğer hata etse verse çabuk tövbe etmek lâzımdır.


    بِاس۟مِهٖ سُب۟حَانَهُ وَ اِن۟ مِن۟ شَى۟ءٍ اِلَّا يُسَبِّحُ بِحَم۟دِهٖ

    Aziz yeni kardeşlerim ve eski mahpuslar!

    Benim kat’î kanaatim gelmiş ki buraya girmemizin inayet-i İlahiye cihetinde bir ehemmiyetli sebebi sizsiniz. Yani, Nurlar tesellileriyle ve imanın hakikatleriyle sizi bu hapis musibetinin sıkıntılarından ve dünyevî çok zararlarından ve boşu boşuna gam ve hüzün ile giden hayatınızı faydasızlıktan, bâd-i heva zayi olmasından ve dünyanızın ağlaması gibi âhiretinizi ağlamaktan kurtarıp tam bir teselli size vermektir.

    Madem hakikat budur. Elbette siz dahi Denizli mahpusları ve Nur talebeleri gibi birbirinize kardeş olmanız lâzımdır. Görüyorsunuz ki bir bıçak içinize girmemek ve birbirinize tecavüz etmemek için dışarıdan gelen bütün eşyanız ve yemek ve ekmeğinizi ve çorbanızı karıştırıyorlar. Size sadakatle hizmet eden gardiyanlar çok zahmet çekiyorlar. Hem siz, beraber teneffüse çıkmıyorsunuz. Güya canavar ve vahşi gibi birbirinize saldıracaksınız.

    İşte şimdi sizin gibi fıtrî kahramanlık damarını taşıyan yeni arkadaşlar, bu zamanda manevî büyük bir kahramanlık ile heyete deyiniz ki: “Değil elimize bıçak, belki mavzer ve rovelver de verilse hem emir de verilse biz bu bîçare ve bizim gibi musibetzede arkadaşlarımıza dokunmayacağız. Eskiden yüz düşmanlık ve adâvetimiz dahi olsa da onları helâl edip hatırlarını kırmamaya çalışacağımıza, Kur’an’ın ve imanın ve uhuvvet-i İslâmiyenin ve maslahatımızın emriyle ve irşadıyla karar verdik.” diyerek bu hapsi bir mübarek dershaneye çeviriniz.


    Leyle-i Kadirde İhtar Edilen Bir Mesele-i Mühimme

    On Üçüncü Söz’ün İkinci Makamı’nın Zeyli

    Leyle-i Kadirde kalbe gelen pek geniş ve uzun bir hakikate, pek kısaca bir işaret edeceğiz. Şöyle ki:

    Nev-i beşer, bu son Harb-i Umumî’nin eşedd-i zulüm ve eşedd-i istibdadı ile ve merhametsiz tahribatı ile ve bir tek düşmanın yüzünden yüzer masumu perişan etmesiyle ve mağlupların dehşetli meyusiyetleriyle ve galiblerin dehşetli telaş ve hâkimiyetlerini muhafaza ve büyük tahribatlarını tamir edememelerinden gelen dehşetli vicdan azaplarıyla ve dünya hayatının bütün bütün fâni ve muvakkat olması ve medeniyet fanteziyelerinin aldatıcı ve uyutucu olduğu umuma görünmesiyle ve fıtrat-ı beşeriyedeki yüksek istidadatın ve mahiyet-i insaniyesinin umumî bir surette dehşetli yaralanmasıyla ve gaflet ve dalaletin, sert ve sağır olan tabiatın, Kur’an’ın elmas kılıncı altında parçalanmasıyla ve gaflet ve dalaletin en boğucu, aldatıcı en geniş perdesi olan siyaset-i rûy-i zeminin pek çirkin, pek gaddarane hakiki sureti görünmesiyle elbette ve elbette hiç şüphe yok ki:

    Şimal’de, Garp’ta, Amerika’da emareleri göründüğüne binaen nev-i beşerin maşuk-u mecazîsi olan hayat-ı dünyeviye, böyle çirkin ve geçici olmasından fıtrat-ı beşerin hakiki sevdiği, aradığı hayat-ı bâkiyeyi bütün kuvvetiyle arayacak.

    Ve elbette hiç şüphe yok ki:

    Bin üç yüz altmış senede, her asırda üç yüz elli milyon şakirdi bulunan ve her hükmüne ve davasına milyonlar ehl-i hakikat tasdik ile imza basan ve her dakikada milyonlar hâfızların kalbinde kudsiyet ile bulunup lisanlarıyla beşere ders veren ve hiçbir kitapta emsali bulunmayan bir tarzda, beşer için hayat-ı bâkiyeyi ve saadet-i ebediyeyi müjde veren ve bütün beşerin yaralarını tedavi eden Kur’an-ı Mu’cizü’l-Beyan’ın şiddetli, kuvvetli ve tekrarlı binler âyâtıyla, belki sarîhan ve işareten on binler defa dava edip haber veren ve sarsılmaz kat’î delillerle şüphe getirmez hadsiz hüccetleriyle hayat-ı bâkiyeyi kat’iyetle müjde ve saadet-i ebediyeyi ders vermesi, elbette nev-i beşer bütün bütün aklını kaybetmezse, maddî veya manevî bir kıyamet başlarına kopmazsa; İsveç, Norveç, Finlandiya ve İngiltere’nin Kur’an’ı kabul etmeye çalışan meşhur hatipleri ve Amerika’nın din-i hakkı arayan ehemmiyetli cemiyeti gibi rûy-i zeminin geniş kıtaları ve büyük hükûmetleri Kur’an-ı Mu’cizü’l-Beyan’ı arayacaklar ve hakikatlerini anladıktan sonra bütün ruh u canlarıyla sarılacaklar.

    Çünkü bu hakikat noktasında kat’iyen Kur’an’ın misli yoktur ve olamaz ve hiçbir şey bu mu’cize-i ekberin yerini tutamaz.

    Sâniyen: Madem Risale-i Nur, bu mu’cize-i kübranın elinde bir elmas kılınç hükmünde hizmetini göstermiş ve muannid düşmanlarını teslime mecbur etmiş. Hem kalbi hem ruhu hem hissiyatı tam tenvir edecek ve ilaçlarını verecek bir tarzda hazine-i Kur’aniyenin dellâllığını yapan ve ondan başka me’hazi ve mercii olmayan ve bir mu’cize-i maneviyesi bulunan Risale-i Nur, o vazifeyi tam yapıyor ve aleyhindeki dehşetli propagandalara ve gayet muannid zındıklara tam galebe çalmış ve dalaletin en sert kuvvetli kalesi olan tabiatı, Tabiat Risalesi’yle parça parça etmiş ve gafletin en kalın ve boğucu ve geniş daire-i âfakında ve fennin en geniş perdelerinde Asâ-yı Musa’daki Meyve’nin Altıncı Meselesi ve Birinci, İkinci, Üçüncü, Sekizinci Hüccetleriyle gayet parlak bir tarzda gafleti dağıtıp nur-u tevhidi göstermiş.


    Meyve Risalesi’nden Altıncı Mesele

    Risale-i Nur’un çok yerlerinde izahı ve kat’î hadsiz hüccetleri bulunan iman-ı billah rüknünün binler küllî bürhanlarından bir tek bürhana kısaca bir işarettir.

    Kastamonu’da lise talebelerinden bir kısmı yanıma geldiler. “Bize Hâlık’ımızı tanıttır, muallimlerimiz Allah’tan bahsetmiyorlar.” dediler.

    Ben dedim: Sizin okuduğunuz fenlerden her fen, kendi lisan-ı mahsusuyla mütemadiyen Allah’tan bahsedip Hâlık’ı tanıttırıyorlar. Muallimleri değil, onları dinleyiniz.

    Mesela, nasıl ki mükemmel bir eczahane ki her kavanozunda hârika ve hassas mizanlarla alınmış hayattar macunlar ve tiryaklar var. Şüphesiz gayet maharetli ve kimyager ve hakîm bir eczacıyı gösterir.

    Öyle de küre-i arz eczahanesinde bulunan dört yüz bin çeşit nebatat ve hayvanat kavanozlarındaki zîhayat macunlar ve tiryaklar cihetiyle, bu çarşıdaki eczahaneden ne derece ziyade mükemmel ve büyük olması nisbetinde, okuduğunuz fenn-i tıp mikyasıyla küre-i arz eczahane-i kübrasının eczacısı olan Hakîm-i Zülcelal’i hattâ kör gözlere de gösterir, tanıttırır.

    Hem mesela, nasıl bir hârika fabrika ki binler çeşit çeşit kumaşları basit bir maddeden dokuyor. Şeksiz, bir fabrikatörü ve maharetli bir makinisti tanıttırır.

    Öyle de küre-i arz denilen yüz binler başlı, her başında yüz binler mükemmel fabrika bulunan bu seyyar makine-i Rabbaniye, ne derece bu insan fabrikasından büyükse, mükemmelse o derecede okuduğunuz fenn-i makine mikyasıyla küre-i arzın ustasını ve sahibini bildirir ve tanıttırır.

    Hem mesela, nasıl ki gayet mükemmel bin bir çeşit erzak etrafından celbedip içinde muntazaman istif ve ihzar edilmiş depo ve iaşe ambarı ve dükkân; şeksiz, bir fevkalâde iaşe ve erzak mâlikini ve sahibini ve memurunu bildirir.

    Öyle de bir senede yirmi dört bin senelik bir dairede muntazaman seyahat eden ve yüz binler ve ayrı ayrı erzak isteyen taifeleri içine alan ve seyahatiyle mevsimlere uğrayıp baharı bir büyük vagon gibi binler ayrı ayrı taamlarla doldurarak kışta erzakı tükenen bîçare zîhayatlara getiren ve küre-i arz denilen bu Rahmanî iaşe ambarı ve bir sefine-i Sübhaniye ve bin bir çeşit cihazatı ve malları ve konserve paketleri taşıyan bu depo ve dükkân-ı Rabbanî, ne derece o fabrikadan büyük ve mükemmel ise okuduğunuz ve okuyacağınız fenn-i iaşe mikyasıyla o kat’iyette ve o derecede küre-i arz deposunun sahibini, mutasarrıfını, müdebbirini bildirir, tanıttırır, sevdirir.

    Hem nasıl ki dört yüz bin millet içinde bulunan ve her milletin istediği erzakı ayrı ve istimal ettiği silahı ayrı ve giydiği elbisesi ayrı ve talimatı ayrı ve terhisatı ayrı olan bir ordunun mu’cizekâr bir kumandanı, tek başıyla bütün o ayrı ayrı milletlerin ayrı ayrı erzaklarını ve çeşit çeşit eslihalarını ve elbiselerini ve cihazatlarını, hiçbirini unutmayarak ve şaşırmayarak verdiği o acib ordu ve ordugâh, şüphesiz bedahetle o hârika kumandanı gösterir, takdirkârane sevdirir.

    Aynen öyle de zemin yüzünün ordugâhında ve her baharda yeniden silah altına alınmış bir yeni ordu-yu Sübhanîde, nebatat ve hayvanat milletlerinden dört yüz bin nev’in çeşit çeşit elbise, erzak, esliha, talim, terhisleri gayet mükemmel ve muntazam ve hiçbirini unutmayarak ve şaşırmayarak bir tek kumandan-ı a’zam tarafından verilen küre-i arzın bahar ordugâhı, ne derece mezkûr insan ordu ve ordugâhından büyük ve mükemmel ise sizin okuyacağınız fenn-i askerî mikyasıyla dikkatli ve aklı başında olanlara o derece küre-i arzın hâkimini ve Rabb’ini ve müdebbirini ve Kumandan-ı Akdes’ini hayretler ve takdislerle bildirir ve tahmid ve tesbihle sevdirir.

    Hem nasıl ki bir hârika şehirde milyonlar elektrik lambaları hareket ederek her yeri gezerler, yanmak maddeleri tükenmiyor bir tarzdaki elektrik lambaları ve fabrikası; şeksiz, bedahetle elektriği idare eden ve seyyar lambaları yapan ve fabrikayı kuran ve iştial maddelerini getiren bir mu’cizekâr ustayı ve fevkalâde kudretli bir elektrikçiyi hayretler ve tebriklerle tanıttırır, yaşasınlar ile sevdirir.

    Aynen öyle de bu âlem şehrinde dünya sarayının damındaki yıldız lambaları, bir kısmı –kozmoğrafyanın dediğine bakılsa– küre-i arzdan bin defa büyük ve top güllesinden yetmiş defa süratli hareket ettikleri halde intizamını bozmuyor, birbirine çarpmıyor, sönmüyor, yanmak maddeleri tükenmiyor.

    Okuduğunuz kozmoğrafyanın dediğine göre, küre-i arzdan bir milyon defadan ziyade büyük ve bir milyon seneden ziyade yaşayan ve bir misafirhane-i Rahmaniyede bir lamba ve soba olan güneşimizin yanmasının devamı için her gün, küre-i arzın denizleri kadar gaz yağı ve dağları kadar kömür veya bin arz kadar odun yığınları lâzımdır ki sönmesin.

    Ve onu ve onun gibi ulvi yıldızları gaz yağsız, odunsuz, kömürsüz yandıran ve söndürmeyen ve beraber çabuk gezdiren ve birbirine çarptırmayan bir nihayetsiz kudreti ve saltanatı, ışık parmaklarıyla gösteren bu kâinat şehr-i muhteşemindeki dünya sarayının elektrik lambaları ve idareleri ne derece o misalden daha büyük daha mükemmeldir. O derecede sizin okuduğunuz veya okuyacağınız fenn-i elektrik mikyasıyla bu meşher-i a’zam-ı kâinatın sultanını, münevvirini, müdebbirini, sâni’ini, o nurani yıldızları şahit göstererek tanıttırır. Tesbihatla, takdisatla sevdirir, perestiş ettirir.

    Hem mesela, nasıl ki bir kitap bulunsa ki bir satırında bir kitap ince yazılmış ve her bir kelimesinde ince kalemle bir sure-i Kur’aniye yazılmış, gayet manidar ve bütün meseleleri birbirini teyid eder ve kâtibini ve müellifini fevkalâde maharetli ve iktidarlı gösteren bir acib mecmua; şeksiz, gündüz gibi kâtip ve musannifini kemalâtıyla, hünerleriyle bildirir, tanıttırır. “Mâşâallah, bârekellah” cümleleriyle takdir ettirir.

    Aynen öyle de bu kâinat kitab-ı kebiri ki bir tek sahifesi olan zemin yüzünde ve bir tek forması olan baharda, üç yüz bin ayrı ayrı kitaplar hükmündeki üç yüz bin nebatî ve hayvanî taifeleri beraber, birbiri içinde, yanlışsız, hatasız, karıştırmayarak, şaşırmayarak; mükemmel, muntazam ve bazen ağaç gibi bir kelimede bir kasideyi ve çekirdek gibi bir noktada bir kitabın tamam fihristesini yazan bir kalem işlediğini gözümüzle gördüğümüz bu nihayetsiz manidar ve her kelimesinde çok hikmetler bulunan şu mecmua-i kâinat ve bu mücessem Kur’an-ı Ekber-i Âlem, mezkûr misaldeki kitaptan ne derece büyük ve mükemmel ve manidar ise o derecede sizin okuduğunuz fenn-i hikmetü’l-eşya ve mektepte bilfiil mübaşeret ettiğiniz fenn-i kıraat ve fenn-i kitabet, geniş mikyaslarıyla ve dürbün gözleriyle bu kitab-ı kâinatın nakkaşını, kâtibini hadsiz kemalâtıyla tanıttırır. “Allahu ekber” cümlesiyle bildirir, “Sübhanallah” takdisiyle tarif eder, “Elhamdülillah” senalarıyla sevdirir.

    İşte bu fenlere kıyasen, yüzer fünundan her bir fen, geniş mikyasıyla ve hususi âyinesiyle ve dürbünlü gözüyle ve ibretli nazarlarıyla bu kâinatın Hâlık-ı Zülcelal’ini esmasıyla bildirir; sıfâtını, kemalâtını tanıttırır.

    İşte bu muhteşem ve parlak bir bürhan-ı vahdaniyet olan mezkûr hücceti ders vermek içindir ki Kur’an-ı Mu’cizü’l-Beyan çok tekrar ile en ziyade رَبُّ السَّمٰوَاتِ وَال۟اَر۟ضِ ۝ خَلَقَ السَّمٰوَاتِ وَال۟اَر۟ضَ âyetleriyle Hâlık’ımızı bize tanıttırıyor, diye o mektepli gençlere dedim. Onlar dahi tamamıyla kabul edip tasdik ederek: “Hadsiz şükür olsun Rabb’imize ki tam kudsî ve ayn-ı hakikat bir ders aldık. Allah senden razı olsun.” dediler. Ben de dedim:

    “İnsan, binler çeşit elemler ile müteellim ve binler nevi lezzetler ile mütelezziz olacak bir zîhayat makine ve gayet derece acziyle beraber hadsiz maddî, manevî düşmanları ve nihayetsiz fakrıyla beraber hadsiz zâhirî ve bâtınî ihtiyaçları bulunan ve mütemadiyen zeval ve firak tokatlarını yiyen bir bîçare mahluk iken, birden iman ve ubudiyetle böyle bir Padişah-ı Zülcelal’e intisap edip bütün düşmanlarına karşı bir nokta-i istinad ve bütün hâcatına medar bir nokta-i istimdad bularak herkes mensup olduğu efendisinin şerefiyle, makamıyla iftihar ettiği gibi; o da böyle nihayetsiz Kadîr ve Rahîm bir Padişah’a iman ile intisap etse ve ubudiyetle hizmetine girse ve ecelin idam ilanını kendi hakkında terhis tezkeresine çevirse ne kadar memnun ve minnettar ve ne kadar müteşekkirane iftihar edebilir, kıyas ediniz.”

    O mektepli gençlere dediğim gibi musibetzede mahpuslara da tekrar ile derim: Onu tanıyan ve itaat eden zindanda dahi olsa bahtiyardır. Onu unutan saraylarda da olsa zindandadır, bedbahttır. Hattâ bir bahtiyar mazlum, idam olunurken bedbaht zalimlere demiş: “Ben idam olmuyorum. Belki terhis ile saadete gidiyorum. Fakat ben de sizi idam-ı ebedî ile mahkûm gördüğümden sizden tam intikamımı alıyorum.” لَٓا اِلٰهَ اِلَّا اللّٰهُ diyerek sürur ile teslim-i ruh eder.

    سُب۟حَانَكَ لَا عِل۟مَ لَنَٓا اِلَّا مَا عَلَّم۟تَنَٓا اِنَّكَ اَن۟تَ ال۟عَلٖيمُ ال۟حَكٖيمُ


    Hüve Nüktesi

    بِاس۟مِهٖ سُب۟حَانَهُ وَ اِن۟ مِن۟ شَى۟ءٍ اِلَّا يُسَبِّحُ بِحَم۟دِهٖ

    اَلسَّلَامُ عَلَي۟كُم۟ وَ رَح۟مَةُ اللّٰهِ وَ بَرَكَاتُهُ اَبَدًا دَائِمًا

    Çok aziz ve sıddık kardeşlerim!

    Kardeşlerim, لَٓا اِلٰهَ اِلَّا هُوَ ve قُل۟ هُوَ اللّٰهُ daki هُوَ lafzında, yalnız maddî cihette bir seyahat-i hayaliye-i fikriyede hava sahifesinin mütalaasıyla âni bir surette görünen bir zarif nükte-i tevhidde, meslek-i imaniyenin hadsiz derece kolay ve vücub derecesinde suhuletli bulunmasını ve şirk ve dalaletin mesleğinde hadsiz derecede müşkülatlı, mümteni binler muhal bulunduğunu müşahede ettim. Gayet kısa bir işaretle o geniş ve uzun nükteyi beyan edeceğim.

    Evet, nasıl ki bir avuç toprak, yüzer çiçeklere nöbetle saksılık eden kabında eğer tabiata, esbaba havale edilse lâzım gelir ki ya o kapta küçük mikyasta yüzer, belki çiçekler adedince manevî makineler, fabrikalar bulunsun veyahut o parçacık topraktaki her bir zerre, bütün o ayrı ayrı çiçekleri, muhtelif hâsiyetleriyle ve hayattar cihazatıyla yapmalarını bilsin; âdeta bir ilah gibi hadsiz ilmi ve nihayetsiz iktidarı bulunsun.

    Aynen öyle de emir ve iradenin bir arşı olan havanın, rüzgârın her bir parçası ve bir nefes ve tırnak kadar olan هُوَ lafzındaki havada; küçücük mikyasta, bütün dünyada mevcud telefonların, telgrafların, radyoların ve hadsiz ve muhtelif konuşmaların merkezleri, santralları, âhize ve nâkileleri bulunsun ve o hadsiz işleri beraber ve bir anda yapabilsin. Veyahut o هُوَ deki havanın belki unsur-u havanın her bir parçasının her bir zerresi, bütün telefoncular ve ayrı ayrı umum telgrafçılar ve radyo ile konuşanlar kadar manevî şahsiyetleri ve kabiliyetleri bulunsun ve onların umum dillerini bilsin ve aynı zamanda başka zerrelere de bildirsin, neşretsin. Çünkü bilfiil o vaziyet kısmen görünüyor ve havanın bütün eczasında o kabiliyet var.

    İşte ehl-i küfrün ve tabiiyyun ve maddiyyunların mesleklerinde değil bir muhal, belki zerreler adedince muhaller ve imtinalar ve müşkülatlar aşikâre görünüyor.

    Eğer Sâni’-i Zülcelal’e verilse hava bütün zerratıyla onun emirber neferi olur. Bir tek zerrenin muntazam bir tek vazifesi kadar kolayca, hadsiz küllî vazifelerini Hâlık’ının izniyle ve kuvvetiyle ve Hâlık’a intisap ve istinad ile ve Sâni’inin cilve-i kudreti ile bir anda şimşek süratinde ve هُوَ telaffuzu ve havanın temevvücü suhuletinde yapılır. Yani, kalem-i kudretin hadsiz ve hârika ve muntazam yazılarına bir sahife olur ve zerreleri, o kalemin uçları ve zerrelerin vazifeleri dahi kalem-i kaderin noktaları bulunur. Bir tek zerrenin hareketi derecesinde kolay çalışır.

    İşte ben لَٓا اِلٰهَ اِلَّا هُوَ ve قُل۟ هُوَ اللّٰهُ daki hareket-i fikriye ile seyahatimde hava âlemini temaşa ve o unsurun sahifesini mütalaa ederken bu mücmel hakikati, tam vâzıh ve mufassal aynelyakîn müşahede ettim. Ve هُوَ nin lafzında, havasında böyle parlak bir bürhan ve bir lem’a-yı vâhidiyet bulunduğu gibi manasında ve işaretinde gayet nurani bir cilve-i ehadiyet ve çok kuvvetli bir hüccet-i tevhid ve هُوَ zamirinin mutlak ve mübhem işareti hangi zata bakıyor işaretine bir karine-i taayyün o hüccette bulunması içindir ki hem Kur’an-ı Mu’cizü’l-Beyan hem ehl-i zikir makam-ı tevhidde bu kudsî kelimeyi çok tekrar ederler diye ilmelyakîn ile bildim.

    Evet mesela, bir nokta beyaz kâğıtta, iki üç nokta konulsa karıştığı ve bir adam, muhtelif çok vazifeleri beraber yapmasıyla şaşıracağı ve bir küçük zîhayata, çok yükler yüklenmesiyle altında ezildiği ve bir lisan ve bir kulak, aynı anda müteaddid kelimelerin beraber çıkması ve girmesi intizamını bozup karışacağı halde; aynelyakîn gördüm ki:

    هُوَ nin anahtarı ile ve pusulasıyla fikren seyahat ettiğim hava unsurunda, her bir parçası hattâ her bir zerresi içine muhtelif binler noktalar, harfler, kelimeler konulduğu veya konulabileceği halde, karışmadığını ve intizamını bozmadığını hem ayrı ayrı pek çok vazifeler yaptığı halde, hiç şaşırmadan yapıldığını ve o parçaya ve zerreye pek çok ağır yükler yüklendiği halde hiç zaaf göstermeyerek, geri kalmayarak intizam ile taşıdığını hem binler ayrı ayrı kelime, ayrı ayrı tarzda, manada o küçücük kulak ve lisanlara kemal-i intizamla gelip çıkıp, hiç karışmayarak bozulmayarak o küçücük kulaklara girip, o gayet incecik lisanlardan çıktığı ve o her zerre ve her parçacık, bu acib vazifeleri görmekle beraber kemal-i serbestiyet ile cezbedarane hal dili ile ve mezkûr hakikatin şehadeti ve lisanıyla لَٓا اِلٰهَ اِلَّا هُوَ ve قُل۟ هُوَ اللّٰهُ اَحَدٌ deyip gezer ve fırtınaların ve şimşek ve berk ve gök gürültüsü gibi havayı çarpıştırıcı dalgalar içerisinde intizamını ve vazifelerini hiç bozmuyor ve şaşırmıyor ve bir iş diğer bir işe mani olmuyor. Ben aynelyakîn müşahede ettim.

    Demek, ya her bir zerre ve her bir parça havada nihayetsiz bir hikmet ve nihayetsiz bir ilmi, iradesi ve nihayetsiz bir kuvveti, kudreti ve bütün zerrata hâkim-i mutlak bir hâssaları bulunmak lâzımdır ki bu işlere medar olabilsin. Bu ise zerreler adedince muhal ve bâtıldır. Hiçbir şeytan dahi bunu hatıra getiremez.

    Öyle ise bu sahife-i havanın hakkalyakîn, aynelyakîn, ilmelyakîn derecesinde bedahetle Zat-ı Zülcelal’in hadsiz gayr-ı mütenahî ilmi ve hikmetle çalıştırdığı kalem-i kudret ve kaderin mütebeddil sahifesi ve bir levh-i mahfuzun âlem-i tagayyürde ve mütebeddil şuunatında bir “levh-i mahv ispat” namında yazar bozar tahtası hükmündedir.

    İşte hava unsurunun yalnız nakl-i asvat vazifesinde mezkûr cilve-i vahdaniyeti ve mezkûr acayibi gösterdiği ve dalaletin hadsiz muhaliyetini izhar ettiği gibi unsur-u havaînin sair ehemmiyetli vazifelerinden biri de elektrik, cazibe, dâfia, ziya gibi sair letaifin naklinde şaşırmadan muntazaman, asvat naklindeki vazifeyi gördüğü aynı zamanda, bu vazifeleri dahi gördüğü aynı zamanında, bütün nebatat ve hayvanata teneffüs ve telkîh gibi hayata lüzumu bulunan levazımatı kemal-i intizam ile yetiştiriyor. Emir ve irade-i İlahiyenin bir arşı olduğunu kat’î bir surette ispat ediyor.

    Ve serseri tesadüf ve kör kuvvet ve sağır tabiat ve karışık, hedefsiz esbab ve âciz, camid, cahil maddeler bu sahife-i havaiyenin kitabetine ve vazifelerine karışması hiçbir cihetle ihtimal ve imkânı bulunmadığını aynelyakîn derecesinde ispat ettiğini kat’î kanaat getirdim. Ve her bir zerre ve her bir parça lisan-ı hal ile لَٓا اِلٰهَ اِلَّا هُوَ ve قُل۟ هُوَ اللّٰهُ اَحَدٌ dediklerini bildim. Ve bu هُوَ anahtarı ile havanın maddî cihetindeki bu acayibi gördüğüm gibi hava unsuru da bir هُوَ olarak âlem-i misal ve âlem-i manaya bir anahtar oldu.

    Mütebâkisi şimdilik yazdırılmadı.

    Umuma binler selâm…


    1. *Peristiwa ini benar-benar terjadi di Amerika—Penulis.
    2. *Salah satunya adalah Risalah Nur sebagaimana telah dilihat semua orang—Penulis.