77.975
düzenleme
("==JENDELA KEDUA PULUH DUA==" içeriğiyle yeni sayfa oluşturdu) |
("------ <center> KALIMAT KETIGA PULUH DUA ⇐ | Al-Kalimât | ⇒ AL-LAWÂMI’ </center> ------" içeriğiyle yeni sayfa oluşturdu) |
||
(Aynı kullanıcının aradaki diğer 88 değişikliği gösterilmiyor) | |||
358. satır: | 358. satır: | ||
==JENDELA KEDUA PULUH DUA== | ==JENDELA KEDUA PULUH DUA== | ||
“Bukankah Kami telah menjadikan bumi itu sebagai hamparan?Gunung-gunung sebagai pasak? Dan Kami jadikan kamu berpasang-pasangan?” (QS. an-Naba [78]: 6-8).“Maka perhatikanlah bekas-bekas rahmat Allah, bagaimana Allah menghidupkan bumi yang sudah mati.”(QS. ar-Rûm [30]: 50). | |||
Jika kita asumsikan bola bumi sebagai kepala makhluk yang besar, maka kita akan temukan seratus ribu mulut pada kepala yang besar itu, setiap mulut memiliki seratus ribu lisan, setiap lisan menjalaskan dengan seratus ribu petunjuk tentang Sang Wâjibul wujud Yang Maha Esa, Yang Mahakuasa atas segala sesuatu dan Maha Mengetahui atas segala sesuatu. Setiap lisan menuturkan seratus ribu kesaksian jujur tentang keesaan-Nya, sifat-sifat-Nya yang suci dan nama-nama-Nya yang mulia. | |||
Marilah kita lihat bumi saat pertama kali diciptakan. Ia demikian lentur, lalu darinya diciptakanlah sejumlah batu karang dan kemudian diciptakan tanah.Andai bumi tetap dalam kondisi aslinya yang lentur, tentu akan sulit untuk dijadikan tempat tinggal. Andai batu karang itu tetap dalam kondisi kerasnya, tentu akan sulit dimanfaatkan. | |||
Tentu saja yang menjadikan bumi layak menjadi tempat tinggal makhluk adalah Sang Pencipta Yang Mahabijak yang dengan hikmah-Nya mampu melihat dan memenuhi semua kebutuhan seluruh penghuni bumi.Kemudian perhatikan gunung-gunung yang tinggi yang menopang bumi dan menguatkan keberadaannya saat berputar. Kita melihat berbagai perubahan dan transformasi besar terjadi di perut bumi. Transformasi ini menghasilkan banyak gas dan uap yang dihem- buskan lewat celah-celah gunung dalam bentuk gempa dan letusan. Hal itu agar apa yang terjadi di perut bumi tersebut tidak mengganggu gerakan teratur dan tugas dasarnya.Selain itu, dengan ketinggian puncaknya ia menjadi pembendung gelombang lautan agar tidak meluap ke darat, menjadi penampungan air cadangan bagi kebutuhan makhluk hidup, membersihkan udara dari gas berbahaya sehingga layak untuk dihirup, mengumpulkan seluruh air dari berbagai tempat yang disimpan untuk makhluk hidup, dan menjadi perbendaharaan beragam mineral untuk kelangsungan hidup makhluk. | |||
Berbagai kondisi di atas dan masih banyak lagi lainnya menjadi bukti yang bersaksi atas keberadaan dan keesaan Tuhan Mahakuasa, Mahabijak, dan Maha Penyayang. | |||
Wahai ahli geografi, katakan padaku bagaimana engkau menjelas- kan semua hal di atas? Proses kebetulan macam apa yang dapat menggenggam kendali bumi yang penuh dengan berbagai ciptaan menak- jubkan, dan menjadikannya beredar di angkasa di mana ia menempuh jarak perjalanan dua puluh empat ribu tahun hanya dalam satu tahun tanpa merusak tatanan menakjubkan yang berada di atasnya? | |||
Perhatikan keindahan kreasi yang terdapat di muka bumi dan bagaimana seluruh unsurnya ditundukkan untuk menjalankan berbagai tugas yang penuh hikmah. Engkau dapat melihatnya seolah-olah mereka sedang menatap dengan tatapan penuh hormat kepada tamu-tamu Tuhan Yang Mahakuasa dan Mahabijak yang berada di muka bumi dan mereka bergegas untuk memberikan pelayanan. | |||
Kemudian perhatikan “raut” muka bumi, lekuk-lekuknya, goresan permukaannya, warnanya yang beragam sebanyak jenis tanahnya di mana ia dihiasi dengan hikmah dan kreasi sekaligus melahirkan kekaguman. Belum lagi sungai, lautan, saluran air, dan puncak gunung. Semuanya disiapkan dan dihamparkan untuk menjadi tempat tinggal bagi makhluk dan sarana transportasi mereka dari satu tempat ke tempat lain.Selanjutnya, tidakkah engkau melihat bagaimana bumi diisi de- ngan penuh hikmah dan keteraturan yang menakjubkan lewat ratu- san ribu jenis tumbuhan dan hewan, serta bagaimana kehidupan yang menyenangkan dihembuskan di dalamnya. Lalu dengan kematian, mereka dibebas-tugaskan dari tugas-tugas yang ada. Fenomena seperti ini terus terbaharui dengan sangat rapi. Begitu bumi dikosongkan darinya, ia segera diisi kembali. Bukankah ini menunjukkan bahwa kebangkitan setelah kematian merupakan suatu hal yang pasti. | |||
Bukankah semua fenomena di atas menjadi bukti jujur yang lewat ratusan ribu lisan menegaskan keberadaan dan keesaan Dzat Ma- hakuasa Yang Mahaagung dan Dzat Mahabijak Yang Maha sempurna? | |||
'''Kesimpulan:'''Bumi yang berposisi sebagai jantung alam telah menjadi galeri ciptaan Allah yang menakjubkan, tempat pertunjukan makhluk-Nya yang indah, jalan bagi rombongan entitas yang demikian banyak, masjid bagi hamba-Nya yang berbaris rapi, dan majelis untuk menunaikan tugas ibadah mereka. Dengan demikian, bumi ini memperlihatkan kilau tauhid sebesar alam semesta. | |||
Wahai ahli geografi! Jika bumi ini memperkenalkan Tuhan semesta alam dengan seratus ribu mulut, di mana pada setiap mulut terdapat seratus ribu lisan, sementara engkau berpaling darinya seraya membenamkan kepala ke dalam kubang alam, maka renungkan akibat dari kesalahanmu! Hukuman macam apa yang akan engkau terima sebagai balasan atas sikap ingkarmu?Waspadalah dan angkat kepalamu dari kubangan yang busuk ini, lalu katakan, | |||
“Aku beriman kepada Allah yang menggenggam kerajaan segala sesuatu.” | |||
< | <span id="Yirmi_Üçüncü_Pencere"></span> | ||
== | ==JENDELA KEDUA PULUH TIGA== | ||
“Dzat yang telah menciptakan kematian dan kehidupan...” | |||
(QS. al-Mulk [67]: 2). | |||
Kehidupan merupakan salah satu mukjizat qudrah Ilahi yang paling terang dan paling indah, salah satu dalil keesaan yang paling kuat dan paling cemerlang, serta salah satu cermin manifestasi keaba- dian yang paling komprehensif dan paling bening. | |||
Ya, kehidupan itu sendiri menjelaskan keberadaan Dzat Mahahidup dan Berdiri sendiri lewat nama-nama-Nya yang baik, sifat-sifat-Nya yang mulia dan potensi-Nya yang penuh hikmah.Kehidupan bagaikan cahaya. Sebagaimana cahaya matahari terwujud dari perpaduan tujuh warna matahari, kehidupan juga terwujud dari perpaduan banyak sifat yang sangat solid. Kehidupan juga ibarat obat yang dihasilkan dari percampuran banyak bahan yang beragam dengan takaran yang cermat.Dengan demikian, kehidupan merupakan hakikat yang tersusun dari banyak sifat. Sejumlah sifat darinya terhampar dan terlihat perbedaan antara sebagiannya dari sebagian yang lain lewat celah aliran- nya di sejumlah indra di mana masing-masing indra menerima salah satu dari ragam warna sifat dan nama-Nya. Adapun bagian terbesar darinya memperlihatkan diri lewat celah berbagai indra yang memiliki denyut kehidupan. | |||
Selanjutnya kehidupan ini berisi rezeki, rahmat, perhatian, dan hikmah yang masing-masing mengalir pada entitas dan mengenda- likan urusan, penciptaan, dan pengaturannya. Seolah-olah kehidupan menggiring mereka seluruhnya ke mana saja ia berada. Pasalnya, manakala kehidupan bersemayam di tubuh mana pun, nama al-Hakîm (Dzat Yang Mahabijak) tampak pula di dalamnya di mana ia segera membangun kehidupannya dengan sangat rapi dan mengaturnya de- ngan penuh hikmah. Pada saat yang sama, nama al-Karîm (Yang Maha Pemurah) juga tampak di mana ia menyusun tempatnya dan menghiasinya sesuai kebutuhan. Ketika itu pula, nama ar-Rahîm (Yang Maha Penyayang) terlihat dengan memberikan sejumlah karunia dan nikmat-Nya untuk kelangsungan hidup dan kesempurnaannya. | |||
Pada saat yang sama, nama ar-Razzâq (Yang Memberi rezeki) juga termanifestasi di mana ia menyiapkan semua komponen nutrisi, baik lahir maupun batin, agar kehidupan itu tetap terjaga. Bahkan sebagiannya, ia simpan sebagai cadangan di dalam tubuh. Dengan kata lain, kehidupan seperti pusat tempat berkumpul seluruh kilau cahaya. Beragam sifat saling bercampur dalam bentuk yang membuat setiap sifat darinya menjadi bagian sifat lainnya. Jadi, kehidupan secara keseluruhan laksana “ilmu” di mana pada waktu yang sama laksana “qudrah.” Ia juga merupakan hikmah dan rahmat. | |||
Demikianlah, berdasarkan substansinya yang komprehensif, kehidupan menjadi cermin yang memantulkan sifat “Shamadâniyah” Tuhan di mana berbagai potensi Dzat Ilahi terwujud di dalamnya.Dari rahasia ini pula kita dapat mengetahui bahwa Dzat Mahahidup Yang Maha Berdiri sendiri telah menciptakan kehidupan dalam kuantitas yang demikian besar. Dia menghamparkannya di seluruh penjuru alam dengan menjadikan segala sesuatu bergantung pada kehidupan. Jadi tidak aneh kalau tugas kehidupan sangat agung.Ya, melaksanakan tugas cermin yang memantulkan berbagai manifestasi sifat “Shamadâniyah” Ilahi tidaklah mudah dan ringan. Sebab, kita melihat di hadapan kita terdapat beragam bentuk kehidupan yang jumlahnya tak terhingga yang tercipta setiap waktu. Rohnya yang merupakan pangkal dan esensinya tercipta secara seketika dari tiada serta dikirim dalam berbagai jenis makhluk hidup ke medan kehidupan secara langsung. | |||
Bukankah semua itu menunjukkan keniscayaan wujud Dzat Ma- haagung dan Mahasuci, Mahahidup dan Berdiri Sendiri yang memiliki sejumlah sifat suci dan nama-nama-Nya di mana ia lebih jelas dari petunjuk kilau sesuatu yang ada di bumi atas keberadaan matahari?Jika orang yang tidak meyakini keberadaan matahari dan mengabaikan sifat-sifatnya yang tampak pada sesuatu, tentu ia harus mengingkari keberadaan siang yang dipenuhi oleh cahaya matahari. | |||
Demikian pula dengan orang yang tidak meyakini keberadaan Dzat Yang Mahahidup dan Berdiri Sendiri, Yang Maha Menghidupkan dan Mematikan di mana cahaya-Nya lewat mentari keesaan terwujud pada seluruh wujud, ia harus mengingkari wujud makhluk hidup yang memenuhi bumi, bahkan memenuhi masa lalu dan masa mendatang. Ketika itulah posisinya setara dengan hewan atau lebih hina lagi, sehingga setara dengan benda mati. | |||
< | <span id="Yirmi_Dördüncü_Pencere"></span> | ||
== | ==JENDELA KEDUA PULUH EMPAT== | ||
“Tidak ada Tuhan selain Dia. Segala sesuatu pasti binasa, kecuali Allah. Milik-Nya segala ketetapan dan hanya kepada-Nya kamu dikembalikan.” (QS. al-Qashash [28]: 88). | |||
Kematian—sama seperti kehidupan—merupakan petunjuk atas rububiyah. Lewat rahasia bunyi ayat al-Qur’an اَلَّذٖى خَلَقَ ال۟مَو۟تَ وَال۟حَيٰوةَ “Dzat yang telah menciptakan kematian dan kehidupan” dapat dipahami bah- wa kematian merupakan dalil keesaan yang sangat kuat sama seperti kehidupan. Kematian bukanlah ketiadaan, kebinasaan, kefanaan, ke- sia-siaan, atau kehancuran alamiah tanpa ada pelaku. Tetapi ia adalah pembebasan tugas dari Pelaku Yang Mahabijak. Ia adalah perpindahan tempat, pergantian tubuh dengan tubuh yang lain, tanda berakhirnya tugas hidup, pembebasan dari penjara fisik, dan penciptaan teratur yang baru sesuai dengan hikmah Ilahi, seperti yang telah kami jelaskan pada “Surat Pertama” dalam buku al-Maktûbât. | |||
Ya, sebagaimana makhluk hidup yang tersebar di seluruh bumi dengan kehidupannya menjadi petunjuk atas keberadaan dan keesaan Sang Pencipta Yang Mahabijak, maka dengan kematiannya mereka juga menjadi saksi atas keabadian dan keesaan Dzat Yang Mahahidup dan Abadi. Karena pada “Kalimat Kedua Puluh Dua” kami telah menjelaskan bahwa kematian merupakan bukti kuat atas keesaan dan keaba- dian Allah, maka pembaca dapat merujuk pada “kalimat” tersebut. Di sini kami hanya akan menjelaskan satu bagian penting sebagai berikut: | |||
Sebagaimana keberadaan makhluk hidup menunjukkan ke- beradaan Sang Pencipta Yang Mahahidup, maka kematian mereka juga menjadi saksi atas keabadian dan keesaan Dzat Mahahidup Yang Mahaabadi. Bukti atas hal tersebut adalah permukaan bumi. Tatanan menakjubkan yang mengendalikan seluruh bumi dan yang dapat kita lihat dengan jelas menjadi saksi yang jujur atas keberadaan Pencipta Yang Mahakuasa.Ketika salju menutupi permukaan bumi di musim dingin, dan makhluk hidup yang ada di atasnya semuanya mati, maka pemandangan kematian mengalihkan pandangan manusia ke arah yang jauh. Ia berfantasi pergi jauh ke masa lalu yang memuat “jenazah” setiap musim semi yang telah berlalu. Pada saat itulah tersingkap pemandangan kematian dan kehidupan dalam bentuk yang lebih luas daripada yang tampak sekarang. | |||
Pasalnya, setiap musim semi yang berlalu di mana jumlahnya tak terhingga memuat berbagai mukjizat qudrah Ilahi sepenuh bumi. Hal itu memperingatkan manusia mengenai datangnya sejumlah entitas yang akan hidup dan memenuhi bumi pada musim semi yang akan datang. | |||
Dengan ini kita mengetahui bahwa kematian musim semi men- jadi saksi yang jujur, dalam skala yang sangat besar dan dalam bentuk yang sangat menakjubkan, atas keberadaan dan keesaan Sang Pencip- ta Yang Mahaagung, Mahakuasa Yang Maha Sempurna, Mahahidup Yang Berdiri Sendiri dan Cahaya Abadi. Kematian ini memperlihatkan sejumlah petunjuk cemerlang sampai pada tingkat yang memaksamu untuk mengucap secara spontan, “Aku beriman kepada Allah Yang Maha Esa.” | |||
'''Kesimpulan:'''Sesuai dengan rahasia yang dikandung oleh ayat وَ يُح۟يِى ال۟اَر۟ضَ بَع۟دَ مَو۟تِهَا “Dia menghidupkan bumi setelah sebelumnya mati,” maka bumi yang hidup ini di samping menjadi saksi atas Pencipta Yang Mahabijak, dengan kematiannya ia juga mengalihkan perhatian kita untuk merenungkan mukjizat qudrah Ilahi yang mendesain dua sisi waktu, masa lalu dan masa depan.Dengan kematian tersebut, Allah memperlihatkan ke hadapan manusia ribuan musim semi sebagai ganti dari satu musim semi. Sebagai ganti dari satu mukjizat yang bersaksi atas qudrah-Nya, maka lewat kematian yang terjadi di musim semi sekarang terdapat ribuan mukjizat yang menjadi saksi atasnya. Setiap musim semi dari ribuan musim semi itu menjadi saksi yang sangat kuat atas keesaan-Nya dibandingkan dengan musim semi saat ini. Pasalnya, yang pergi ke sisi masa lalu berarti pergi kepada- nya lewat sejumlah sebab kedatangan yang tampak di mana ia tidak memiliki sifat abadi. | |||
''' | |||
Dengan demikian, berbagai sebab yang pergi dan datang sama sekali tidak memiliki pengaruh dalam mendatangkan musim semi yang baru setelah musim semi yang lama berlalu. Akan tetapi, Tuhan Mahakuasa Yang Mahaagung itulah yang menciptakan- nya kembali dan mengaitkan hikmah-Nya dengan sejumlah sebab lahiriah, kemudian mengirimnya dalam bentuk yang menakjubkan menuju alam nyata.Adapun wajah bumi yang akan datang di masa depan memberikan kesaksian yang lebih kuat daripada kesaksian atas musim semi sekarang, karena setiap musim semi yang datang di masa depan berasal dari ketiadaan. Ia dikirim ke tempat tertentu dan dari sana ia dibebani tugas khusus. | |||
Wahai orang lalai yang bergelimang dalam kubang “alam ma- teri”! Sosok yang tidak berpengaruh terhadap masa depan dan masa lalu, bagaimana mungkin bisa ikut campur dalam kehidupan bumi ini? Mungkinkah proses kebetulan dan alam yang berasal dari tiada dapat melakukan intervensi dalam urusan kehidupan di bumi? | |||
Jika engkau benar-benar ingin selamat dari kebinasaan ini, dekatilah hakikat kebenaran dan ucapkan, “Hukum alam, jika memang ada, hanyalah buku catatan qudrah Ilahi, sementara “proses kebetulan” hanyalah tirai yang menutupi kebodohan kita terhadap hikmah Ilahi yang tersembunyi.” | |||
< | <span id="Yirmi_Beşinci_Pencere"></span> | ||
== | ==JENDELA KEDUA PULUH LIMA== | ||
Korban (suatu kejadian) mengharuskan adanya pelaku, ciptaan menuntut keberadaan penciptanya, anak menghendaki adanya ayah, dan sisi bawah menunjukkan adanya sisi atas. Demikian seterusnya. Para ulama menyebut hal-hal seperti itu dengan istilah “perkara relatif ” yang tidak akan terwujud tanpa yang lainnya. | |||
Seluruh “kemungkinan” yang terdapat di dalam urusan tersebut, baik pada unsur alam yang bersifat parsial maupun universal, menunjukkan adanya “keniscayaan.” Kejadian yang terlihat pada semua hal menunjukkan adanya sebuah perbuatan, penciptaan yang terlihat pada keseluruhannya menunjukkan keberadaan Pencipta, serta jumlah yang banyak dan konstruksi yang terlihat padanya menuntut adanya kesatuan. Keniscayaan, perbuatan, penciptaan dan keesaan secara spontan menunjukkan Dzat Yang memiliki sifat niscaya (Wajib ada), Pelaku, Pencipta, dan satu (Esa) di mana Dia tidak bersifat mungkin, bukan objek, bukan makhluk, tidak banyak, dan bukan hasil konstruksi. | |||
Atas dasar itu, kemungkinan, kejadian, penciptaan, jumlah yang banyak, dan konstruksi yang terdapat di alam menjadi bukti yang jelas atas keberadaan Dzat Yang Wajib Ada, Yang Esa, Pencipta segala sesuatu, dan Maha Melakukan apa yang Dia kehendaki. | |||
'''Kesimpulan:'''sebagaimana “keniscayaan” wujud Allah dapat disaksikan dari adanya “kemungkinan”, “perbuatan” Allah tampak dari adanya “sejumlah perbuatan”, “keesaan” Allah tampak dari “jumlah makhluk yang banyak”, serta sebagaimana keberadaan masing-masing darinya menjadi petunjuk atas keberadaan unsur lain, demikian pula berbagai sifat yang tampak pada entitas seperti keberadaan mereka sebagai makhluk dan pihak yang mendapat rezeki. Hal ini menjadi petunjuk yang jelas atas potensi Allah sebagai Pencipta dan Pemberi Rezeki, dan Pencipta Yang Maha Penyayang. | |||
''' | |||
Dengan kata lain, setiap entitas menjadi bukti atas keberadaan Dzat Wajibul wujud yang Mahasuci serta ratusan nama-Nya yang mulia yang berisi ratusan sifat sepertinya.Jika engkau wahai manusia tidak dapat menerima semua bukti dan kesaksian ini, engkau harus mengingkari seluruh sifat semacam itu. | |||
< | <span id="YİRMİ_ALTINCI_PENCERE"></span> | ||
== | ==JENDELA KEDUA PULUH ENAM== | ||
(*<ref>*Jendela ini diperuntukkan bagi kalangan tertentu, terutama bagi ahlu al-Qalb dan ahlu al-Mahabbah—Penulis.</ref>) | |||
( | |||
Berbagai jenis keindahan yang bersinar dan bentuk kebaikan yang cemerlang, yang menerangi wajah entitas yang cepat lenyap, kemudian rentetan keindahan dan kemunculannya yang terus terbarui seiring dengan terbaruinya entitas, semuanya memperlihatkan bahwa ia hanyalah salah satu bayangan manifestasi keindahan abadi yang tidak akan sirna dan tidak pernah musnah. Demikian pula kilau pada buih di atas permukaan air, dan kemunculannya yang berantai seiring dengan kemunculan buih ini, hal itu menunjukkan bahwa buih yang berfluktuasi di atas permukaan air hanyalah cermin yang memantulkan cahaya matahari yang abadi. Kilau keindahan yang terdapat pada entitas yang mengalir pada “sungai waktu” yang terus berjalan juga menunjukkan keindahan abadi yang kekal sekaligus menunjukkan bahwa entitas ini hanya merefleksikan kilau keindahan abadi di atas. | |||
Selanjutnya, getaran cinta yang serius pada kalbu alam merupakan petunjuk akan adanya Dzat yang dicinta yang bersifat abadi. Sebab, sebagaimana sesuatu tidak akan tampak pada buah selama tidak ada pula pada pohonnya, demikian pula cinta Ilahi yang manis yang menguasai kalbu manusia, sebagai buah pohon alam, memperlihatkan bahwa cinta yang tulus dan jujur—dalam beragam bentuk—tertanam pada wujud seluruh alam. Cinta yang menguasai kalbu alam ini menyingkap adanya Kekasih Yang kekal Abadi. | |||
Lalu, getaran hati orang-orang yang terjaga dan mendapat petunjuk serta tarikan yang mereka rasakan berikut cinta yang mengalir | |||
di dalam dada mereka, semua itu menunjukkan bahwa “relung alam” juga merasakan apa yang dirasakan oleh manusia serta ikut tercabik-cabik karena tarikan yang sangat kuat yang tampak dalam beragam bentuk. Tarikan itu tidak lain bersumber dari “daya tarik” hakiki yang kekal abadi.Kemudian orang yang karakternya paling lembut dan perasaan- nya paling halus, yaitu para wali yang saleh dari kalangan ahli kasyaf, telah memberitahukan secara bulat bahwa jiwa mereka tercerahkan dengan cahaya manifestasi Dzat Yang Mahaagung. Mereka juga merasakan manisnya pengenalan dan pendekatan cinta Dzat Mahaindah kepada mereka. Informasi mereka merupakan bentuk kesaksian yang menuturkan keberadaan Dzat Wajibul wujud serta bentuk pengenalan diri-Nya lewat mereka kepada manusia. | |||
Selanjutnya, pena dekorasi yang menggoreskan tulisannya di wajah entitas menjadi petunjuk yang jelas atas keindahan nama-nama Pemilik pena kreasi tersebut. | |||
Demikianlah keindahan yang tampak di wajah alam, cinta yang menghias kalbunya, ketertarikan yang memenuhi dadanya, kasyaf dan penyaksian yang dilihat oleh matanya, serta keindahan yang terdapat pada seluruh alam membuka jendela yang sangat halus dan bercahaya. Jendela ini menunjukkan Dzat Mahaindah yang Mahaagung sebagai pemilik nama-nama yang indah dan Sang Kekasih Abadi serta Dzat Yang disembah yang bersifat azali kepada pemilik akal dan kalbu yang terjaga. | |||
Wahai orang yang tertipu dan tersesat dalam gelapnya materialisme! Wahai yang lalai dan berkutat dalam kegelapan ilusi dan tercekik oleh tali-tali syubhat! Sadarlah! Naiklah ke derajat yang sesuai dengan manusia. Lihatlah indahnya keesaan dari keempat jendela tersebut, raihlah kesempurnaan iman, dan jadilah manusia yang hakiki. | |||
< | <span id="Yirmi_Yedinci_Pencere"></span> | ||
== | ==JENDELA KEDUA PULUH TUJUH== | ||
“Allah menciptakan segala sesuatu dan Dia pula yang memeliharanya.” (QS. az-Zumar [39]: 62). | |||
Dari jendela ini kita akan menyaksikan sejumlah “sebab-akibat” yang terdapat pada seluruh entitas alam. Kita melihat bahwa sebab tertinggi ternyata tidak berdaya mencapai hasil yang paling rendah. Jadi, sebab hanyalah sebatas tirai, bukan yang menghadirkan “akibat”. Kami akan menjelaskan hal ini dengan sebuah perumpamaan: | |||
Daya ingat yang terdapat di benak manusia. Ukurannya hanya sebesar biji sawi yang terletak di salah satu sudut otaknya. Daya tersebut terlihat seperti sebuah buku yang lengkap dan komprehensif, bahkan seperti perpustakaan dokumenter bagi kehidupan manusia. Pa- salnya, ia menghimpun naskah seluruh peristiwa kehidupannya tanpa bercampur. | |||
Nah, kira-kira adakah sebab yang mampu menjelaskan dan menafsirkan mukjizat qudrah Ilahi yang terlihat jelas ini? Adakah ia konvolusi otak? Atau partikel-partikel sel otak yang tidak memiliki perasaan mampu menghafal dan merekam? Atau proses kebetulan yang serampangan? | |||
Mukjizat yang cemerlang seperti itu hanya mungkin terwujud lewat kreasi Pencipta Yang Mahabijak. Dia yang menciptakan daya ingat tersebut sebagai perpustakaan atau catatan yang menghimpun lembaran amal manusia untuk mengingatkannya bahwa Tuhan tidak mengabaikan sesuatu, yang kecil ataupun yang besar, kecuali semua dicatat oleh-Nya guna diperlihatkan di hadapan pentas yang agung di hari perhitungan. | |||
Jadikanlah “daya ingat” pada otak manusia ini sebagai sampel acuan untuk menganalogikan semua “akibat” termasuk benih, biji, dan berbagai miniatur mukjizat menakjubkan lainnya. Ke mana pun dan ke ciptaan mana saja engkau mengarahkan pandangan, akan terlihat kreasi luar biasa yang tidak mampu dilakukan oleh sebab, bahkan meski semua sebab berkumpul untuk menghadirkan kreasi luar biasa ini, ia tidak akan mampu melakukannya meski semuanya saling membantu. Sebagai contoh, matahari yang dianggap sebagai sebab yang besar. Jika diasumsikan ia mempunyai perasaan dan pilihan lalu ditanya, “Wahai matahari yang besar, dapatkah engkau menciptakan tubuh seekor lalat?” Tentu ia akan menjawab, “Cahaya yang diberikan oleh Tuhan, serta hawa panas dan sejumlah warna yang dilekatkan padaku tidak membuatku mampu mencipta. | |||
Dia tidak memberiku mata, telinga, atau kehidupan yang dibutuhkan untuk mencipta seekor lalat. Aku sama sekali tidak berkuasa atasnya. Urusan ini berada di luar kemampuanku.” Ya, sebagaimana kreasi yang tampak pada “akibat” dan keinda- hannya telah memperlihatkan bahwa sebab tidak memiliki kekuatan untuk mencipta sekaligus menunjukkan kepada sosok yang men- datangkan sebab, dan menyerahkan seluruh urusan kepada Allah seperti yang disebutkan dalam al-Qur’an, وَ اِلَي۟هِ يُر۟جَعُ ال۟اَم۟رُ كُلُّهُ “Semua urusan dikembalikan kepada-Nya,” (QS. Hûd [11]: 123), demikian pula hasil yang melekat pada “akibat” serta tujuan dan manfaat yang muncul darinya dengan jelas memperlihatkan bahwa di balik tirai sebab ada Tuhan Yang Pemurah, Bijak, dan Penyayang. | |||
Segala sesuatu yang kita lihat tidak lain merupakan kreasi dari Allah. Hal itu karena “sebab” yang tidak memiliki perasaan tidak mampu meski untuk sekadar melihat tujuan dari akibat. Sementara makhluk yang muncul ke alam wujud membawa banyak hikmah, manfaat, dan tujuan. Dengan kata lain, Tuhan Pemelihara Yang Mahabijak dan Maha Pemurah itulah yang menghadirkan segala sesuatu lalu mengirimkannya ke alam ini serta menjadikan semua manfaat yang ada sebagai tujuan wujudnya. | |||
'''Sebagai contoh:'''sebab-sebab lahiriah pembentukan hujan sangat tidak berdaya untuk mengasihi hewan atau untuk memperhatikan, menyayangi, dan turun karenanya. Jadi, Dzat yang menanggung rezekinya adalah Pencipta Yang Mahaagung yang mengirimkan hujan sebagai bentuk kasih sayang kepadanya. Seolah-olah hujan itu adalah perwujudan rahmat (kasih sayang) lantaran berisi jejak rahmat dan manfaat yang begitu banyak. Itulah sebabnya hujan juga disebut “rahmat”. | |||
Kemudian dekorasi menakjubkan dan keindahan yang tampak pada tumbuhan dan hewan yang menghias wajah seluruh makhluk, serta semua fenomena keindahan yang ada padanya menunjukkan bahwa di balik tirai gaib ada Dzat Pengatur yang hendak memperkenalkan diri lewat makhluk-makhluk yang indah ini sekaligus menun- jukkan keniscayaan wujud dan keesaan-Nya. Dengan demikian, pendekorasian menakjubkan yang terdapat pada segala sesuatu, keindahan yang terdapat pada wujud lahiriahnya, serta cara kerjanya yang penuh hikmah, semua itu menunjukkan sifat “memperkenalkan diri” dan “cinta-Nya”. Kedua sifat iniperkenalan diri dan pendekatan cinta—menjadi bukti keberadaan Sang Pencipta Yang Mahakuasa, Yang Mahabaik, dan Mahakasih. Di samping itu, ia menjadi bukti keesaan-Nya. | |||
'''Kesimpulannya:'''sebab yang terlihat sangat sederhana dan tidak berdaya telah menjadi sandaran “akibat” yang sangat rapi. Akibat yang rapi itu sudah pasti menafikan kemampuan sebab yang lemah tadi untuk menciptanya. Lalu tujuan akhir dan manfaat dari “akibat” menyerahkan urusan sebab-sebab yang bodoh dan mati itu kepada kekuasaan Sang Pencipta Yang Mahabijak. | |||
''' | Pendekorasian yang terukir di atas wajah “akibat” dan sejumlah kemahiran yang tampak padanya menunjukkan keberadaan Pencipta Mahabijak yang hendak memperkenalkan qudrah-Nya kepada makhluk yang memiliki perasaan sekaligus ingin agar dicintai oleh mereka. | ||
Wahai penyembah sebab! Wahai orang yang malang! Bagaimana tafsiran dari tiga hakikat penting di atas yang telah kami kemukakan kepadamu? Bagaimana engkau meyakinkan diri dengan ilusi? Jika engkau cerdas, bukalah tirai sebab dan ucapkan, “Dialah Allah semata; tiada sekutu bagi-Nya”, lalu bebaskan diri dari ilusi yang menyesatkan.” | |||
< | <span id="Yirmi_Sekizinci_Pencere"></span> | ||
== | ==JENDELA KEDUA PULUH DELAPAN== | ||
“Di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya adalah penciptaan langit dan bumi, perbedaan bahasa dan warna kulit kalian. Pada semua itu terdapat tanda bagi orang yang mengetahui.” (QS. ar-Rûm [30]: 22). | |||
Jika kita mencermati alam ini, kita dapat menyaksikan bahwa pada segala sesuatu, mulai dari sel-sel tubuh hingga seluruh alam, terdapat hikmah dan tatanan yang komprehensif. Ketika mencermati sel-sel tubuh, kita mengetahui bahwa pengaturan yang sangat pen- ting menata urusan sel-sel yang sangat kecil itu. Ia menatanya sesuai dengan perintah Dzat Yang Mengetahui maslahat seluruh tubuh dan mengurus urusannya. Sebagaimana sebagian nutrisi tersimpan dalam tubuh dalam bentuk lemak yang digunakan ketika dibutuhkan, de- mikian pula kita dapati pada semua sel kecil itu memiliki kemampuan menyimpan yang sangat cermat. | |||
Kemudian kita mencermati tumbuhan. Kita melihatnya dilipu- ti oleh pemeliharaan yang istimewa. Ketika mencermati hewan, kita menyaksikan pemberian rezeki dengan penuh kemurahan. Ketika mencermati pilar-pilar jagat raya, ternyata pengaturan dan pencahayaan yang sangat hebat menyertainya dari semua sisi, hingga mengarah kepada sejumlah tujuan besar dan agung. Kita juga melihat keseluruhan alam, seketika ia tampak di hadapan kita seperti kerajaan yang seluruh sisinya tertata, bagaikan kota yang sangat indah atau istana yang megah. Ketika itu pula kita menyaksikan sejumlah tatanan yang cermat yang membawanya menuju berbagai hikmah dan tujuan mulia. | |||
Seperti yang telah kami nyatakan pada Maukif Pertama dari “Ka- limat Ketiga Puluh Dua” bahwa semua entitas secara maknawi saling terpaut dengan sangat kuat sampai pada level tidak memberi peluang sedikitpun kepada sekutu betapapun kecilnya untuk intervensi, mulai dari atom hingga galaksi. Sosok yang tidak mampu menundukkan seluruh galaksi, bintang, dan planet, serta tidak memegang kendali urusannya, tentu tidak mungkin menerapkan hukum atau perintahnya kepada satu atom sekalipun. Dengan kata lain, sosok yang menjadi Tuhan hakiki atas sebuah atom, niscaya juga memiliki kunci-kunci perbendaharaan seluruh alam. Seperti yang telah kami jelaskan pada Maukif Kedua dari “Kalimat Ketiga Puluh Dua” bahwa sosok yang tak mampu mengendalikan seluruh langit, tak mampu pula melukis raut wajah manusia. Artinya, jika ia bukan Tuhan penguasa langit dan bumi, ia tidak akan mampu menulis goresan wajah manusia dan memberinya tanda-tanda pembeda dengan yang lainnya. | |||
Demikianlah, di hadapanmu terdapat jendela luas seluas alam. Dari sana engkau dapat melihat—bahkan dengan pandangan akalbahwa ayat al-Qur’an berikut ini telah ditulis dengan huruf yang besar dan jelas di atas lembaran alam:“Allah Pencipta segala sesuatu dan Dia pula yang memelihara- nya. Milik-Nya kunci perbendaharaan langit dan bumi.” (QS. az-Zumar [39]: 62-63).Oleh karena itu, siapa yang tidak mampu melihat huruf-huruf yang sangat jelas yang tertera di atas lembaran alam itu, bisa jadi termasuk satu dari tiga kategori: hilang akal, kalbunya mati, atau manusia berwatak binatang. | |||
< | <span id="Yirmi_Dokuzuncu_Pencere"></span> | ||
== | ==JENDELA KEDUA PULUH SEMBILAN== | ||
“Segala sesuatu bertasbih memuji-Nya...”(QS. al-Isrâ [17]: 44). | |||
Suatu saat aku berjalan menemani keterasinganku, melanglang buana bersama pikiranku. Kedua kakiku mengantarku ke puncak gunung yang tinggi dan hijau. Tampak olehku dari tengah bukit yang hijau setangkai bunga yang kuning. Ia mengingatkan bunga-bunga sejenis yang kutemui di daerah Van dan di seluruh kota lainnya. Dengan seketika makna berikut ini muncul di dalam kalbuku, yaitu sebagai berikut:Bunga ini tidak lain adalah “stempel keindahan” yang dibubuhkan oleh Pencipta keindahan pada “surat hijau” yang Dia kirim untuk alam. Siapa pemilik “stempel bunga” pada “hamparan hijau”, maka seluruh jenis bunga pada seluruh “hamparan bumi” juga stempel miliknya. | |||
Setelah gambaran imajinasi tersebut, muncul pandangan berikut ini: Stempel yang dibubuhkan pada surat manapun, pasti menunjukkan si pemilik surat. Demikian halnya dengan bunga ini. Ia merupakan stempel kasih sayang Tuhan yang dibubuhkan pada “surat rahmani”. Surat tersebut adalah lereng bukit yang berisi untaian kata tumbuhan dan rerumputan. Di atasnya terukir ornamen yang sangat indah. Surat ini (bukit) sudah pasti milik sang pemilik stempelnya (bunga). | |||
Kemudian aku larut dalam renungan yang lebih jauh. Tiba-tiba lereng bukit yang indah tadi berubah dalam pandanganku menjadi stempel besar di atas gurun yang luas. Dataran luas yang terbentang dalam imajinasiku menjadi sebuah “surat rahmani” yang berstempelkan lereng bukit yang indah. | |||
Dari pandangan tersebut, muncullah hakikat berikut ini:Sebagaimana setiap stempel pada sebuah surat menjadi tanda pengenal si pemiliki surat tersebut, maka segala sesuatu ibarat stempel yang menyandarkan semua hal yang meliputinya kepada Penciptanya. Jadi, sebuah ciptaan ibarat stempel, sementara segala sesuatu yang ada disekelilingnya adalah surat milik pencipta stempel tersebut. | |||
Demikianlah, segala sesuatu menjadi jendela tauhid yang besar sehingga semuanya disandarkan kepada Dzat Yang Maha Esa. Segala sesuatu, terutama makhluk hidup, memiliki ukiran yang penuh hikmah dan kreasi yang menakjubkan di mana Dzat Yang telah menciptanya dalam bentuk seperti itu mampu menciptakan segala sesuatu. Dengan kata lain, sosok yang tidak mampu mencipta segala sesuatu, tidak mungkin dapat menciptakan sesuatu. | |||
Wahai orang lalai! Perhatikan wajah entitas, engkau akan melihat bahwa lembaran entitas ibarat surat-surat yang saling bertumpangtindih, dikirim oleh Dzat Yang Maha Esa. Engkau juga akan melihat bahwa setiap surat darinya telah distempel dengan stempel tauhid yang jumlahnya tak terhingga. Siapa gerangan yang berani mendustakan kesaksian stempel yang tak terhingga itu? Kekuatan mana yang dapat membungkam kesaksian yang jujur tersebut? Jika engkau mencermatinya, engkau akan menyaksikannya mengucap, “Aku bersaksi tiada Tuhan selain Allah.” | |||
< | <span id="Otuzuncu_Pencere"></span> | ||
== | ==JENDELA KETIGA PULUH== | ||
“Sekiranya di langit dan bumi ada Tuhan-tuhan selain Allah, tentulah keduanya telah rusak binasa...” (QS. al-Anbiyâ [21]: 22).“Segala sesuatu pasti binasa, kecuali Allah. Milik-Nya segala ketetapan dan hanya kepada-Nya kamu dikembalikan.” (QS. al-Qashash [28]: 88). | |||
Ini adalah “jendela” para ulama kalam yang menggunakan metode yang didukung oleh sejumlah dalil imkân (kemungkinan) dan hudûts (kebermulaan) dalam menetapkan wujud Allah. Kami menye- rahkan penjelasan tentang dalil-dalil tersebut ke buku-buku induk karya para ulama seperti buku “Syarh al-Mawâqif ” dan “Syarh al-Maqâshid”, di sini kami hanya ingin menyebutkan kilau limpahan cahaya al-Qur’an yang masuk ke dalam kalbu lewat jendela ini. | |||
Kekuasan menolak adanya persaingan, persekutuan dan intervensi dalam bentuk apa pun. Oleh sebab itu, apabila ada dua kepala desa di sebuah desa, tentu tatanan dan kenyamanan di desa tersebut akan terganggu. Apabila ada dua pemimpin di satu wilayah atau dua gubernur di sebuah provinsi, tentu akan terjadi kekacauan. Jika ada dua penguasa di satu negeri, tentu akan melahirkan kegoncangan dan ketidakstabilan. | |||
Jika manusia yang lemah dan membutuhkan pertolongan orang lain, serta kekuasaan yang dimiliki hanya bersifat bayangan, namun tetap tidak menerima adanya intervensi siapa pun dalam urusannya, apalagi dengan kekuasaan Dzat Yang Maha Berkuasa mutlak Tuhan Pemelihara semesta alam? Bandingkan bagaimana hukum penolakan terhadap intervensi mencakup seluruh alam. | |||
Dengan kata lain, independensi atau keesaan menjadi tuntutan dan konsekuensi dari sifat uluhiyah dan rububiyah Tuhan.Jika engkau ingin bukti kuat dan saksi jujur mengenai hal tersebut, lihatlah tatanan paling sempurna dan keharmonisan terindah yang terdapat di alam. Engkau akan melihat tatanan itu mencakup segala sesuatu, mulai dari sayap lalat sampai bintang di langit, hingga membuat akal terkagum-kagum seraya mengucap “Luar biasa, Mâsyâ Allâh dan Tabârakallah.” Ia akan bersujud melihat keagungan Penciptanya. | |||
Andaikan ada satu celah sekecil apa pun bagi sekutu atau intervensi dalam urusan alam, apa pun bentuknya, tentu tatanan langit dan bumi akan rusak, serta sudah pasti gambaran indah yang terdapat di depan kita ini tidak akan ada. Mahabenar Allah yang berfiman:“Sekiranya di langit dan bumi ada Tuhan-tuhan selain Allah, tentulah keduanya telah rusak binasa...” (QS. al-Anbiyâ [21]: 22).“Lihatlah berulang-ulang, adakah kamu melihat sesuatu yang tidak seimbang? Kemudian pandanglah sekali lagi niscaya penglihatanmu akan kembali kepadamu dengan tidak menemukan sesuatu cacat dan penglihatanmu itupun dalam keadaan payah.” (QS. al-Mulk [67]: 3-4).Betapapun manusia berusaha mencari kekurangan padanya, ia tidak akan menemukanya. Hal itu menunjukkan bahwa tatanan dan keteraturan yang ada, sangat sempurna. Dengan kata lain, keteraturan alam menjadi saksi yang kuat atas keesaan Tuhan. | |||
Terkait dengan al-hudûts (kebermulaan), | |||
para ahli kalam mengatakan bahwa dunia ini berubah, sementara semua yang berubah adalah bermula (hâdits), dan semua yang bermula pasti ada yang menciptanya. Oleh karena itu, dapat dipastikan bahwa alam ini diciptakan oleh pencipta yang bersifat qadîm (tak bermula).” | |||
Kami juga mengatakan bahwa alam memang bermula. Kita menyaksikan pada setiap masa, pada setiap tahun, bahkan pada setiap musim ada satu alam yang pergi yang kemudian digantikan dengan alam lain. Dzat Yang Mahakuasa dan Mahaagung itulah yang menghadirkan alam ini dari tiada, pada setiap tahun, setiap musim, dan setiap hari, lalu menghamparkannya kepada seluruh makhluk yang berkesadaran, kemudian mengambilnya, selanjutnya digantikan dengan yang lain. Demikianlah Dia menghadirkan alam secara berganti tanpa henti dengan cara menggantungkan alam tersebut secara beran- tai di atas pita zaman. Maka, musim semi menjadi salah satu mukjizat Tuhan yang cemerlang di mana Dia menghadirkan di dalamnya segala sesuatu dari tiada dan memperbaharui alam yang luas tersebut dari sesuatu yang sebelumnya tiada. Dzat yang mengganti dan memperbaharui alam tersebut tidak lain adalah Tuhan Pemelihara semesta alam yang telah menghamparkan permukaan bumi sebagai jamuan berlimpah yang disediakan untuk para tamu-Nya yang mulia. | |||
Selanjutnya, terkait dengan persoalan al-imkân (yang bersifat mungkin) | |||
para ahli kalam mengatakan bahwa kondisi “mungkin” memiliki dua sisi yang sama. Artinya, jika keberadaan sesuatu bersifat “mungkin” (mungkin ada dan mungkin tidak ada), maka harus ada Dzat yang memastikan, menentukan, dan menciptakan. Pasalnya, sesuatu yang bersifat mungkin tidak dapat menghadirkan sesuatu yang bersifat mungkin lainnya. Sebab, wujudnya adalah rangkaian yang berasal dari sejumlah hal yang bersifat mungkin. Oleh karena itu, harus ada Dzat Yang wujudnya bersifat mutlak (Wâjibul wujûd) yang meng- hadirkan atau menciptakan segala sesuatu.Para ahli kalam telah menyangkal konsep “rangkaian sebab-akibat” serta menetapkan kesalahannya dengan dua belas petunjuk. Mereka memutus rangkaian sebab-akibat dan dengan itu menetapkan keberadaan Dzat Wajibul wujud. | |||
Menurut kami, memperlihatkan stempel khusus milik Sang Pen- cipta segala sesuatu yang ada pada segala sesuatu lebih mudah dan lebih jelas daripada petunjuk tentang terputusnya rangkaian sebab akibat yang disusul dengan penetapan Tuhan Sang Pencipta. Dengan limpahan al-Qur’an, seluruh pembahasan “al-Kalimât” dan “Jendela” meniti jalan yang mudah dan pasti tersebut. Di samping itu, bahasan tentang “al-Imkân” sangat luas. Ia menjelaskan keberadaan Tuhan dari banyak sisi yang tak terhingga, tidak terbatas pada jalan yang ditempuh para ahli kalam dalam menetapkan keberadaan Tuhan dengan cara menetapkan terputusnya rangkaian tersebut. Jalannya luas dan tak terbatas. Pasalnya, ia mengantar pada pengetahuan yang tak bertepi guna mengetahui Sang Wajibul wujud. Penjelasannya sebagai berikut: | |||
Ketika melihat segala sesuatu dalam keberadaannya, sifatnya, dan masa hidupnya yang terus bergulir dalam banyak jalan kemungkinan yang jumlahnya tak terhingga, kita menyaksikannya meniti jalan yang teratur yang khusus untuknya di antara berbagai jalan tak terhingga. Ia juga diberi salah satu sifatnya dengan desain yang khusus. Bahkan ia diberi sifat dan kondisi tertentu yang terus berganti sepanjang hidupnya.Jadi, penggiringan segala sesuatu menuju jalannya serta pemilihan jalan yang mengantarkan pada hikmah tertentu di antara banyak jalan yang tak terhingga, hal itu terwujud dengan kehendak Dzat yang menentukan, pilihan Dzat yang memilih, serta penciptaan Dzat Pen- cipta Yang Mahabijak. | |||
Pasalnya, ia dibungkus dengan sejumlah sifat dan kondisi tertentu yang khusus untuknya. Kemudian ia digiring untuk menjadi bagian dari tubuh yang tersusun. Lewat cara demikian ia keluar dari kesendirian sehingga jalan-jalan kemungkinan bertambah banyak. Pasalnya, bagian tersebut bisa mengambil ribuan bentuk dalam tubuh tadi. Dalam kenyataannya ia diberi kondisi tertentu yang berisi banyak manfaat dan maslahat. Dengan kata lain, ia digiring menuju sejumlah tugas penting dan menuju berbagai manfaat bagi tubuh tadi. | |||
Kemudian kita melihat tubuh itu pun dijadikan sebagai salah satu bagian dari tubuh lainnya sehingga jalan-jalan kemungkinannya bertambah banyak. Pasalnya, tubuh tersebut juga bisa terwujud lewat ribuan bentuk. Sementara kita melihatnya dipilihkan kondisi tertentu di antara ribuan bentuk yang ada. Kemudian ia digiring untuk menunaikan sejumlah tugas lain. Demikianlah, setiap kali engkau masuk ke dalam “dunia kemungkinan”, engkau akan melihat dengan jelas bahwa semua jalan bisa mengantarmu menuju Sang Pengatur Yang Mahabijak. Ia juga membuatmu mengakui bahwa segala sesuatu digiring menuju sebuah tugas dengan perintah Sang Pemberi perintah Yang Maha Mengetahui. | |||
Sebab, semua konstruksi tersusun dari sejumlah bagian. Semen- tara setiap bagian juga ditempatkan pada satu kondisi tertentu dari konstruksi tadi. Ia memiliki tugas sendiri di tempat tersebut. Keadaan- nya sama dengan hubungan seorang prajurit dengan kelompok, regu, dan pasukannya. Ia memiliki relasi tertentu yang penuh hikmah dengan semua kelompok militer yang saling menyatu. Ia juga memiliki sejumlah misi yang memiliki korelasi tertentu dengan setiap bagian. | |||
Keadaannya juga sama dengan sel yang terdapat pada biji mata. Ia memiliki hubungan dan tugas dengan matamu. Ia pun memiliki tu- gas penuh hikmah dan kepentingan dengan kepala sebagai satu kesatuan. Sehingga andaikan satu bagian parsial bercampur dengan sel tersebut, tentu pengaturan tubuh dan kesehatannya menjadi pincang. Ia juga memiliki hubungan khusus dengan sejumlah urat dan saraf. Bahkan memiliki hubungan dan tugas dengan seluruh tubuh. Hal ini membuktikan bahwa sel tersebut telah diberi posisi dan kondisi tertentu di dalam biji mata sekaligus tempatnya dipilihkan di antara ribuan tempat yang ada agar dapat menunaikan tugas. Semua itu ha- nya bisa terwujud lewat hikmah Sang Pencipta Yang Mahabijak. | |||
Demikianlah keadaan semua entitas alam. Masing-masing menginformasikan keberadaan Penciptanya lewat diri dan sifatnya dengan lisan khususnya. Ia menjadi saksi atas hikmah-Nya lewat keadaannya yang meniti jalan tertentu di antara berbagai kemungkinan yang tak terhingga. Setiap kali memasuki tubuh, ia menginfor- masikan keberadaan Penciptanya lewat lisan yang lain di antara jalan kemungkinan yang tak terhingga.Begitulah segala sesuatu menjadi saksi atas Penciptanya Yang Mahabijak berikut kehendak dan pilihannya dengan kesaksian se- banyak jalan-jalan kemungkinan yang jumlahnya tak terhingga dan sebanyak tubuh berikut semua kemungkinan dan hubungan yang terdapat di dalamnya hingga akhirnya mencapai konstruksi yang paling agung. Pasalnya, Dzat yang meletakkan sesuatu pada seluruh tubuh dan konstruksi lewat hikmah yang sempurna serta menjaga hubungan tersebut di dalamnya, sudah pasti Pencipta seluruh konstruksi itu.Dengan kata lain, satu hal ibarat satu saksi dengan ribuan lisan yang membuktikan keberadaan Allah. | |||
Bahkan tidak hanya ribuan saksi atas keberadaan, hikmah dan kehendak Allah, tetapi ada sebanyak entitas alam, dan bahkan ada sebanyak sifat setiap entitas dan sebanyak konstruksinya. Demikianlah, dari sisi “kemungkinan” ada banyak saksi yang tak terhingga atas keniscayaan wujud Allah. | |||
Wahai orang yang lalai! Bukankah menutup telinga dari seluruh suara dan kesaksian yang bergema ke seluruh alam merupakan puncak ketulian dan kebodohan? | |||
< | <span id="Otuz_Birinci_Pencere"></span> | ||
== | ==JENDELA KETIGA PULUH SATU== | ||
“Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang terbaik.” (QS. at-Tîn [95]: 4). “Di bumi terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi orang yang ya- kin. Juga dalam dirimu, apakah engkau tidak melihat.” | |||
(QS. adz-Dzâriyât 51: 20-21). | |||
Saat ini kita sedang berada di depan jendela manusia. Kita akan menerawang cahaya tauhid melalui jendela diri manusia. Karena penjelasan tentang hal itu dapat dilihat pada sejumlah buku dan tulisan ribuan wali yang saleh, kami hanya ingin menjelaskan sejumlah isyarat yang terilhami dari limpahan cahaya al-Qur’an sebagai berikut: | |||
Manusia merupakan salinan komprehensif dari berbagai keistimewaan yang terdapat di alam wujud. Allah menyadarkan manusia terkait dengan nama-nama-Nya yang mulia lewat berbagai karakteristik komprehensif yang terdapat dalam dirinya. Penjelasan tentang hal tersebut terdapat pada “Kalimat Kesebelas” dan sejumlah risalah lain. Di sini kami hanya akan menjelaskan tiga poin sebagai berikut. | |||
'''Poin Pertama''' | |||
''' | Manusia adalah cermin yang memantulkan manifestasi nama-nama Ilahi yang mulia. Ia adalah cermin yang memiliki tiga sisi: | ||
'''Sisi pertama:'''sebagaimana kegelapan memperlihatkan cahaya pada malam hari, maka manusia lewat kelemahan, ketidakberdayaan, kemiskinan, dan kebutuhannya juga memperkenalkan qudrah, kekuatan, kekayaan, dan rahmat-Nya. Dengan itu manusia ibarat cermin yang memantulkan banyak manifestasi sifat Ilahi. Bahkan ketidakber- dayaan dan musuh tersembunyi yang jumlahnya tak terhingga membuat nurani manusia selalu mencari “titik sandaran”, yang tidak lain adalah Allah. | |||
''' | Ia juga harus mencari “titik tambatan” yang bisa memenuhi segala kebutuhannya yang tak terhingga, yang dapat menutupi kekura- ngannya yang tak terkira, dan mewujudkan impiannya yang tak berte- pi. Dalam pencariannya itu hati nuraninya selalu bersandar pada pintu Dzat Yang Mahakaya dan Maha Penyayang. Maka, ia bersimpuh saraya berdoa dan bertawasul kepada-Nya. | ||
Dengan kata lain, pada setiap jiwa terdapat dua jendela kecil dilihat dari sisi upaya untuk bersandar dan meminta pertolongan. Dari keduanya manusia senantiasa menatap “perbendaharaan” rahmat Tuhan Yang Mahakuasa dan Maha Penyayang. | |||
'''Sisi kedua:'''Berbagai “sampel” yang dimiliki oleh manusia berupa “ilmu, qudrah, penglihatan, pendengaran, kepemilikan, dan kekuasaan” serta sejumlah sifat parsial lainnya menjadi cermin untuk mem- perkenalkan berbagai sifat Allah yang mutlak dan mengetahui “ilmu, qudrah, penglihatan, pendengaran, kekuasaan, dan rububiyah-Nya”.Maka ia dapat memahami sifat mutlak Tuhan lewat keterbatasan yang ada padanya. Tentu saja setelah itu ia akan berbicara kepada diri- nya dengan berkata misalnya:“Sebagaimana aku telah membangun rumah ini, mengetahui semua sisi dan bagiannya, serta mengatur sendiri karena aku adalah pemiliknya, demikian pula alam ini pasti ada yang membuat dan memilikinya di mana Dia mengetahui sekaligus melihat dan menatanya.” | |||
''' | |||
'''Sisi ketiga:'''Karena manusia merupakan cermin yang meman- tulkan Asmaul Husna, maka ia juga cermin dari sisi ukirannya pada diri manusia. Ini sudah dijelaskan secara agak rinci di awal pembahasan Maukif Ketiga dari “Kalimat Ketiga Puluh Dua”. Dijelaskan bah- wa substansi manusia yang komprehensif berisi lebih dari tujuh puluh ukiran Asmaul Husna.Contoh: sebagai makhluk, manusia menjelaskan nama Tuhan “al-Khâliq” (Pencipta), bentuknya yang terbaik memperlihatkan nama “ar-Rahman” dan “ar-Rahîm”, serta dari cara penumbuhan dan pemeliharaannya ia menunjukkan nama “al-Karîm” (Maha Pemurah) dan “al-Lathîf” (Yang Mahalembut). | |||
''' | Demikianlah, manusia menampakkan sejumlah ukiran beragam dari Asmaul Husna lewat semua organ, perangkat, latifah dan perasaannya. | ||
Jadi, sebagaimana pada Asmaul Husna terdapat nama Allah yang paling agung, maka dalam ukiran nama tersebut juga terdapat ukiran yang paling agung, yaitu manusia. | |||
Wahai yang merasa sebagai manusia, bacalah dirimu sendiri! Jika engkau tidak melakukannya, engkau bisa jatuh dari derajat manusia ke derajat binatang. | |||
'''Poin Kedua''' | |||
''' | Poin ini mengarah kepada salah satu rahasia penting dari keesaan Tuhan. Penjelasannya adalah sebagai berikut: | ||
Roh manusia terpaut dengan sejumlah relasi dan hubungan dengan seluruh sisi tubuh sehingga ia menjadikan semua organ dan semua sisinya bisa bekerjasama secara sempurna. Dengan kata lain, ruh—yang merupakan perangkat halus rabbani diberi wujud ekster- nal lewat perintah penciptaan yang merupakan manifestasi kehendak Ilahi—tidak terhalang sesuatu dalam mengatur urusan seluruh ba- gian tubuh serta tidak disibukkan sesuatu dalam melaksanakan pengawasan terhadapnya dan memenuhi kebutuhan setiap bagiannya di mana yang jauh dan yang dekat sama saja baginya.Ia dapat membantu satu organ lewat bantuan yang datang dari organ-organ lainnya serta dapat menggiring yang lain untuk menolongnya. Bahkan ia dapat mengetahui semua kebutuhan lewat setiap bagiannya dan merasakan semua hal dari bagian tersebut. | |||
Dari bagian itu pula, ia bisa mengatur keseluruhan tubuh. Lebih dari itu, roh dapat melihat dan mendengar setiap bagian tubuh jika ia mendapat “sifat nurani” yang lebih banyak. | |||
Selama roh yang merupakan salah satu undang-undang perintah Allah memiliki kemampuan untuk memperlihatkan berbagai aktivitas tersebut di alam kecil berupa manusia, bagaimana mungkin terasa berat bagi kehendak dan qudrah mutlak Allah untuk mengerjakan tugas tak terhingga di alam yang besar, yang berupa jagat raya, untuk mendengar suara tak terbatas di dalamnya, serta untuk mengabulkan doa tak berujung yang bersumber dari seluruh entitas? Allah Maha berbuat apa yang Dia kehendaki dalam sekejap. Dia tidak terhijab oleh sesuatu, tidak terhalang oleh sesuatu, dan tidak disibukkan oleh sesuatu untuk melakukan sesuatu yang lain.Dia dapat melihat semua secara sekaligus dan dapat mendengar semua dalam waktu yang sama. Yang dekat dan yang jauh sama saja bagi-Nya. Jika menghendaki sesuatu, Dia menggiring segala sesuatu kepadanya, melihat segala sesuatu dari mana saja, mendengar suara segala sesuatu, dan mengenal segala sesuatu lewat setiap sesuatu. Dia Tuhan Pencipta dan Pemelihara segala sesuatu. | |||
'''Poin Ketiga''' | |||
''' | Kehidupan memiliki esensi penting dan tugas yang sangat urgen. Karena persoalan ini telah diuraikan pada ‘jendela kehidupan’ dari Jendela Kedua Puluh Tiga serta pada Klausa Kedelapan dari “Surat Kedua Puluh”, maka ia dapat dirujuk padanya. Di sini kami akan menegaskan hal berikut: | ||
Berbagai “ukiran” yang menyatu dalam kehidupan dan tampil dalam bentuk indra dan perasaan menjadi petunjuk atas keberadaan Asmaul Husna yang sangat banyak serta atas potensi Dzat Allah. Maka dari sisi ini kehidupan merupakan cermin terang yang memantulkan manifestasi sifat Tuhan Yang Mahahidup dan berdiri sendiri. | |||
Oleh karena waktu tidak mengizinkan untuk menjelaskan rahasia ini kepada mereka yang tidak menerima Allah sebagai Tuhan dan belum sampai pada tingkatan iman yang tinggi, maka dicukupkan sampai di sini. | |||
< | <span id="Otuz_İkinci_Pencere"></span> | ||
== | ==JENDELA KETIGA PULUH DUA== | ||
“Dia-lah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang hak agar dimenangkan terhadap semua agama. Cukuplah Allah sebagai saksi. Muhammad itu adalah utusan Allah...” (QS. al-Fath [48]: 28-29). | |||
“Katakanlah, “Wahai manusia, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua. Yaitu Allah yang mempunyai kerajaan langit dan bumi; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia,yang menghidupkan dan mematikan.” | |||
(QS. al-A’râf [7]: 158). | |||
Jendela ini khusus berbicara tentang mentari langit kerasulan, bahkan induk dari seluruh mentari kenabian, Sang kekasih Tuhan Pencipta Alam, Muhammad x. | |||
Jendela ini demikian terang seterang mentari, luas seluas alam, dan cerah secerah siang. Karena “kenabian” telah dibuktikan secara sangat kuat pada “Kalimat Ketiga Puluh Satu” (risalah mi’raj), pada “Kalimat Kesembilan Belas” (risalah bukti kenabian), dan pada “Surat Kesembilan Belas” (risalah mukjizat Muhammad), maka kami menyerahkan pembahasannya kepada risalah-risalah di atas. Di sini kami hanya ingin menegaskan bahwa: | |||
Rasul paling mulia yang menjadi petunjuk bertutur atas tauhid telah mendeklarasikan tauhid dan memperlihatkannya secara jelas. Beliau menjelaskannya kepada umat manusia dengan sangat gamblang dalam seluruh sejarah hidupnya yang harum semerbak, dan dengan segenap kekuatan yang Allah berikan. | |||
Dengan sayap “kenabian dan kewalian”, beliau memiliki kekuatan kesepakatan seluruh nabi yang datang sebelumnya, dan kesepakatan para wali saleh yang datang setelahnya.Dengan kekuatan besar tersebut ia membuka jendela yang luas dan besar seluas dunia Islam menuju makrifatullah. Jutaan ulama dan orang-orang saleh seperti Imam Ghazali, Imam Rabbani, Muhyiddin Ibnu Arabi, dan Syekh al-Jailâni mulai menerawang dari jendela terse- but dan menjelaskannya kepada yang lain. | |||
Adakah tirai yang bisa menutup jendela besar tersebut? Apakah orang yang tidak melihat dari jendela tersebut masih memiliki akal? Silakan engkau menilai! | |||
< | <span id="Otuz_Üçüncü_Pencere"></span> | ||
== | ==JENDELA KETIGA PULUH TIGA== | ||
“Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan kepada hamba- Nya al-kitab (al-Qur’an) dan Dia tidak menghadirkan kebengkokan di dalamnya.”(QS. al-Kahfi [18]: 1). | |||
... | |||
“Alif, lâm râ. (Ini adalah) kitab yang Kami turunkan kepadamu supaya kamu mengeluarkan manusia dari gelap gulita kepada cahaya terang-benderang...”(QS. Ibrâhîm [14]: 1). | |||
Perhatikan dan ketahuilah bahwa apa yang disebutkan pada seluruh “jendela” sebelumnya hanyalah percikan tetesan dari lautan al-Qur’an. Jika demikian, engkau dapat menganalogikan sejumlah dimensi agung dari cahaya tauhid yang mengalir dari lautan kehidupan yang terdapat di dalam al-Qur’an. Kalau kita secara sepintas melihat sumber dan perbendaharaan seluruh jendela tersebut yang berupa al- Qur’an, maka akan terlihat jendela komprehensif yang memancarkan cahaya berlimpah yang tak terbatas. | |||
Karena “Kalimat Kedua Puluh Lima” (risalah kemukjizatan al-Qur’an) dan Isyarat Kedelapan Belas dari “Surat Kesembilan Belas” telah membahas tuntas jendela tersebut, maka penjelasan tentangnya dapat dilihat pada keduanya.Sebagai penutup, kita mengangkat kedua tangan dan bersimpuh di hadapan Arasy Tuhan yang telah menurunkan al-Qur’an seraya berucap: | |||
Wahai Tuhan, jangan Kau hukum kami jika kami lupa atau salah. | |||
Wahai Tuhan, jangan Kau palingkan hati kami sesudah Kau beri petunjuk. | |||
Wahai Tuhan, terimalah dari kami. Engkau Maha Mendengar dan Maha Mengetahui. | |||
Terimalah tobat kami karena Engkau Maha Penerima tobat dan Maha Penyayang. | |||
< | <span id="İhtar"></span> | ||
== | ==PEMBERITAHUAN== | ||
Kalimat Ketiga Puluh Tiga yang memuat tiga puluh tiga jendela ini semoga menjadi bekal bagi orang yang tidak beriman untuk beriman, mengokohkan iman yang masih lemah, mengubah iman yang masih taklidi (rapuh) menjadi iman yang tahkiki (kukuh), meluaskan iman yang kukuh, dan memberikan kepada orang yang imannya luas sejumlah tangga menuju makrifat Ilahi yang merupakan landasan kesempurnaan hakiki, serta membukakan sejumlah penyaksian yang lebih bersinar dan lebih terang. | |||
Oleh karena itu, engkau tidak boleh berkata, “Cukuplah bagiku satu jendela saja.” Hal itu lantaran kalbu menuntut bagiannya meski akal telah meraih manfaat. Demikian pula dengan ruh yang juga menuntut bagian. Bahkan imajinasi menuntut percikan dari cahaya- nya. Dengan kata lain, setiap jendela memiliki manfaat yang beragam. | |||
Mitra bicara pada risalah “Mi’raj” sebelumnya adalah orang mukmin, sementara si ateis berposisi sebagai pendengar. Sebaliknya, dalam risalah ini mitra bicara utamanya adalah orang yang ingkar dan menentang, sementara mukmin sebagai pendengar. | |||
Karena sebab tertentu, risalah ini ditulis dengan sangat cepat. Oleh sebab itu, ia tetap sebagaimana adanya tanpa mengevaluasi dan mengubah drafnya, sehingga tidak aneh kalau ada yang kurang tepat dalam sejumlah ungkapan dan cara penyajiannya. Kuharap pembaca budiman dapat memaklumi dan meluruskan apa yang keliru darinya sekaligus memohon ampunan untukku. | |||
Semoga keselamatan terlimpah kepada mereka yang mengikuti | |||
petunjuk dan celaan tertimpa kepada mereka yang mengikuti hawa nafsu. | |||
Mahasuci Engkau. Tidak ada yang kami ketahuai, kecuali yang Kau ajarkan pada kami. Engkau Maha Mengetahui | |||
dan Mahabijaksana. | |||
Semoga salawat dan salam terlimpah kepada orang yang Kau utus sebagai rahmat bagi semesta alam. | |||
Juga kepada keluarga dan seluruh sahabat. Amin. | |||
------ | ------ | ||
<center> [[Otuz İkinci Söz]] ⇐ | [[Sözler]] | ⇒ [[Lemaat]] </center> | <center> [[Otuz İkinci Söz/id|KALIMAT KETIGA PULUH DUA]] ⇐ | [[Sözler/id|Al-Kalimât]] | ⇒ [[Lemaat/id|AL-LAWÂMI’]] </center> | ||
------ | ------ | ||
düzenleme