Konferans/id: Revizyonlar arasındaki fark
("Manhaj tersebut membuat orang lain membaca prinsip berikut pada segala sesuatu:Pada segala sesuatu terdapat bukti atas-Nya Yang menunjukkan bahwa Dia adalah Esa.(*<ref>*Al-Asfahani, al-Aghani 4/39. Al-Qalqasyandi, Shubhul A’sya 12/413, al-Musthath- raf 1/61, 2/280.</ref>)" içeriğiyle yeni sayfa oluşturdu) |
("Selanjutnya iman tidak hanya diperoleh dengan ilmu. Sebab, banyak perangkat halus pada manusia yang memiliki bagian dari iman. Sebagaimana ketika makanan masuk ke dalam lambung ia terbagi dan terdistribusi ke sejumlah urat sesuai dengan masing-masing organ, demikian pula persoalan iman yang datang dari jalur ilmu. Ketika masuk ke dalam akal dan pemahaman, setiap perangkat halus tubuh—seperti ruh, kalbu, sirr, jiwa, dan sejenisnya—mengambil bagian dar..." içeriğiyle yeni sayfa oluşturdu) |
||
216. satır: | 216. satır: | ||
Manhaj tersebut membuat orang lain membaca prinsip berikut pada segala sesuatu:Pada segala sesuatu terdapat bukti atas-Nya Yang menunjukkan bahwa Dia adalah Esa.(*<ref>*Al-Asfahani, al-Aghani 4/39. Al-Qalqasyandi, Shubhul A’sya 12/413, al-Musthath- raf 1/61, 2/280.</ref>) | Manhaj tersebut membuat orang lain membaca prinsip berikut pada segala sesuatu:Pada segala sesuatu terdapat bukti atas-Nya Yang menunjukkan bahwa Dia adalah Esa.(*<ref>*Al-Asfahani, al-Aghani 4/39. Al-Qalqasyandi, Shubhul A’sya 12/413, al-Musthath- raf 1/61, 2/280.</ref>) | ||
Selanjutnya iman tidak hanya diperoleh dengan ilmu. Sebab, banyak perangkat halus pada manusia yang memiliki bagian dari iman. Sebagaimana ketika makanan masuk ke dalam lambung ia terbagi dan terdistribusi ke sejumlah urat sesuai dengan masing-masing organ, demikian pula persoalan iman yang datang dari jalur ilmu. Ketika masuk ke dalam akal dan pemahaman, setiap perangkat halus tubuh—seperti ruh, kalbu, sirr, jiwa, dan sejenisnya—mengambil bagian darinya serta menyerapnya sesuai dengan tingkatannya. Jika salah satu dari perang- kat halus tersebut tidak mendapat nutrisi yang sesuai dengannya, pe- ngetahuannya menjadi cacat dan tidak sempurna. Sehingga ia terus dalam kondisi terhalang darinya.”(*<ref>*Al-Maktûbât, h.566.</ref>) | |||
Begitulah, Risalah Nur mendapat- kan air di mana saja berada sekaligus mengeluarkannya. Ia memper- pendek jalan yang panjang serta menjamin keselamatan dan sikap istikamah di dalamnya. | |||
</ | |||
<div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr"> | <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr"> |
10.30, 13 Aralık 2024 tarihindeki hâli
Seminar ini diadakan pada tahun 1950 di masjid fakultas Uni- versitas Ankara, dihadiri oleh para profesor, anggota legislatif, mahasiswa dari berbagai fakultas, ditambah delegasi Pakistan.
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ
Segala puji milik Allah Tuhan semesta alam.
Salawat dan salam semoga tercurah kepada Junjungan kami Muhammad juga kepada keluarga dan seluruh sahabat.
Wahai saudara-Saudaraku yang ingin mereguk air kehidupan yang bersumber dari Iman dan Islam:
Pertama-tama saya ingin mengingatkan bahwa saya naik ke atas podium ini sama sekali tidak meninggikan posisi saya. Pasalnya, saya melihat diri saya lebih membutuhkan pelajaran ini. Karenanya uraian ini sebenarnya tertuju kepada diri saya pribadi meskipun saya sam- paikan ke hadapan hadirin semua. Semua kekurangan dan kesalahan bersumber dari diri saya pribadi, sementara kebaikan dan sejumlah keutamaan yang ada kembali kepada Risalah Nur yang telah membe- rikan manfaat kepada saya. Seminar kita hari ini berkisar pada iman yang ditegaskan Badiuzzaman Said Nursi di Majelis Nasional Turki Pertama lewat pernyataannya, “Hakikat yang paling mulia di alam ini adalah Iman. Sesudah itu adalah salat.” Karena itu, menurut kami sangat tepat bila seminar pertama ini berbicara tentang al-Qur’an, Iman, dan Rasul x. Lalu seminar yang kedua insya Allah tentang salat dan ibadah.
Kita telah mencari sebuah karya yang menghadirkan kepada kita sejumlah informasi tentang tema ini. Pada akhirnya pilihan kita mengarah kepada Risalah Nur guna memenuhi kebutuhan yang vital dan abadi tersebut. Risalah Nur, dengan segala keyakinan dan perasaan terhadapnya, telah menjadi pelajaran agama terbesar selama hampir setengah abad. Hal itu karena ia berisi pendekatan rasional yang meyakinkan dan sesuai dengan pemahaman masa kini. Setelah menjelaskan sebab yang mendorong kami agar seminar pertama ini berbicara tentang Iman, sekarang kami ingin memberikan sekapur sirih tentang Risalah Nur berikut penulisnya yang mulia.
Ya, kaum Ateis dan musuh Islam telah menjadikan tindakan menggoyahkan rukun Iman dengan melemparkan berbagai keraguan sebagai tugas utama mereka dalam sejumlah program destruktif yang mereka rancang. Perlu diketahui bahwa kerusakan pada pilar-pilar dan hakikat Iman terhitung lebih berbahaya daripada sikap tidak peduli atau abai terhadap sejumlah masalah furu-nya.
Karena itu, pekerjaan yang paling utama adalah menguatkan iman dengan cara mengubah iman taqlidi kepada iman tahqiqi dan menyelamatkan iman. Fokus dengan pilar-pilar keimanan merupakan sebuah kebutuhan bahkan keharusan ketimbang persoalan yang lain. Hal itu berlaku di Turki dan dunia Islam.
Apakah sikap memberikan perhatian dalam menghias dan mem- percantik istana padahal pilar-pilarnya sedang terancam dan nyaris ambruk adalah sikap yang memberikan manfaat? Apakah menyemprot ranting dan daun pohon yang sedang terancam kering akibat akarnya yang hendak dicabut merupakan sikap yang bermanfaat? Demikian pula manusia merupakan istana menakjubkan yang pilar- nya berupa pilar-pilar Iman.
Manusia juga ibarat pohon yang akarnya terdiri dari fondasi-fondasi Iman. Karena pilar terpenting dari rukun Iman adalah iman kepada Allah, kenabian, dan hari akhir, maka kita harus memberikan perhatian untuk menguatkan hal tersebut di dalam hati.
Ilmu keimanan adalah dasar dan penghulu semua ilmu. Pasalnya, iman tidak hanya sekedar pembenaran. Namun ia memiliki banyak tingkatan. Iman taklidi tidak bisa menghadapi terpaan kesesatan. Ia akan melemah dan tidak berdaya dalam menghadapinya. Adapun iman tahkiki yang menjadi kekuatan kokoh tidak akan bergeser dalam menghadapi apapun. Seandainya orang yang mendapatkan iman tah- kiki menghadapi terpaan ateisme yang dahsyat, maka terpaan tersebut tidak berpengaruh di hadapan kekuatan iman ini. Sebab dia membuat seseorang memiliki keimanan yang kuat yang tidak mudah goyah bahkan dalam menghadapi berbagai keraguan yang dilemparkan oleh para filsuf ateis yang paling keras kepala sekalipun.
Karena itu, kita harus belajar dan mengajarkan berbagai hakikat Iman. Kita juga harus mengkaji al-Qur’an berikut tafsir yang terkait dengan ayat-ayat al-Qur’an yang mengarah kepada masa kini sekaligus mencermati arahan qurani yang merespon berbagai kebutuhan manusia agar kita selamat dari problematika masa kini dan bisa mengantarkan manusia kepada pantai keselamatan. Bila tidak, maka kebinasaan dan kerugianlah yang akan didapat.
Jelas tampak di wajah kalian saat ini semangat yang berbinar yang menyiratkan sebuah pertanyaan: Apakah tafsir semacam itu bisa ditemukan pada zaman sekarang?
Ya, kami telah mencari dengan cermat sebuah karya yang memenuhi kebutuhan-kebutuhan sebagaimana dijelaskan di atas. Akhirnya kami meyakini bahwa Risalah Nur karya Badiuzzaman Said Nursi merupakan petunjuk qurani dan pembimbing yang sempurna bagi para pemuda Turki khususnya serta kaum muslimin dan umat manusia pada umumnya lewat kesaksian dari banyak orang yang memiliki keimanan kuat setelah membaca dan mempelajari Risalah Nur.
Kami mengakui seorang penulis sebuah karya qurani yang menjadi pembimbing yang bersifat universal di abad kedua puluh harus memiliki sejumlah keistimewaan. Kami mendapatkan sejumlah keistimewaan tersebut secara sempurna di dalam Risalah Nur dan pribadi penulisnya, Badiuzzaman Said Nursi. Keistimewaan tersebut adalah sebagai berikut:
Pertama, penulisnya mencukupkan al-Qur’an sebagai pembimbing dan petunjuk baginya.
Kedua, al-Qur’an adalah sebuah kitab suci yang memiliki berbagai ilmu hakiki. Al-Qur’an juga merupakah khutbah azali yang menyampaikan pesannya kepada semua tingkatan manusia pada setiap abad. Oleh sebab itu, ketika menafsirkan al-Qur’an mufassirnya tidak terpengaruh dengan metode dan manhajnya sendiri dan hawa nafsunya tidak bercampur di dalamnya agar menyampaikan hakikat al-Qur’an secara murni dan menjadi tafsir hakiki. Untuk menetapkan hakikat al-Qur’an yang tampak dengan menggali maknanya, mufassirnya harus memiliki pemikiran yang luas dalam berbagai bidang pengetahuan, pandangan yang tajam serta keikhlasan yang sempurna, kejeniusan, kemampuan berijtihad yang mendalam dan kekuatan suci.
Ketiga, tafsir al-Qur’an harus ditulis untuk mencari rida Allah dan ditulis dengan ikhlas. Penulisnya tidak memiliki tujuan yang bersifat materi dan maknawi selain demi rida ilahi dan hal itu terlihat dalam kehidupannya.
Keempat, salah satu mukjizat al-Qur’an yang terbesar adalah menjaga kesegarannya dan memiliki sisi yang memenuhi kebutuhan setiap masanya seolah-olah diturunkan pada masa itu.
sebuah tafsir yang ditulis pada masa ini harus menyingkap sisi al-Qur’an yang mengarah pada masa ini, menjelaskan dan membuktikannya dengan gaya bahasa yang dipahami oleh setiap tingkatan manusia mulai dari yang awam hingga khawas.
Kelima, berbagai hakikat Al-Qur’an dibuktikan dengan sangat meyakinkan tanpa ada yang salah dan perlu dikoreksi lewat sejumlah dalil dan bukti oleh mufassirnya.
Keenam, penulisnya mengajarkan dan memperlihatkan sejumlah hakikat al-Qur’an dengan cara yang memuaskan akal, kalbu, dan jiwa serta menenteramkan perasaan, menundukkan nafsu, dan mematahkan semua argumen setan lewat gaya penulisan yang indah menakjubkan dan dengan pengaruh yang kuat.
Ketujuh, tafsirnya menyelamatkan manusia dari berbagai sifat yang bisa menghalangi dari tersingkapnya hakikat iman seperti riya, ujub, sombong. Disisi lain, ia membuat seseorang memiliki sifat tawadhu dan akhlak terpuji.
Kedelapan, seorang ulama yang menafsirkan al-Qur’an harus mengikuti sunnah nabi dan mengamalkan ilmunya dalam kehidupannya sesuai manhaj Ahlussunnah Wal Jamaah. Ia juga harus memiliki sifat Wara, ikhlas, dan zuhud, serta memiliki komitmen penuh, pengorbanan, hidup hemat dan qana’ah dalam pengabdian agama.
Kesimpulannya, mufassirnya menjadi pelayan al-Qur’an yang dalam dirinya tampak percikan kewalian Muhammad x dengan memiliki ketakwaan dan ubudiyah agung yang dimiliki oleh nabi Muhammad x.
Kesembilan, Mufassir harus memiliki keberanian heroisme Islam dalam menghadapi berbagai tantangan dan ancaman serta berbagai bentuk penyiksaan, tidak memberikan fatwa lantaran pengaruh dari pihak lain, meremehkan kematian, serta menyampaikan hakikat tanpa rasa takut dengan kekuatan Iman yang menentang dunia ketika menjelaskan persoalan yang terkait dengan al-Quran dan syari’at.
Dia harus menjadi pembimbing sempurna, teladan terbaik Islam pada abad ini dan mufassir al-Qur’an yang agung dan terpercaya ketika hukuman gantung diterapkan, tidak satupun buku agama diizinkan untuk terbit, khususnya pengupayaan pilar-pilar al-Qur’an dan syari’at dihapuskan.
Atas dasar itu, sebab-sebab dan syarat-syarat yang telah kami sebutkan terpenuhi dalam Risalah Nur berikut penulisnya Badiuzzaman Said Nursi sebagaimana hal itu diakui oleh para ulama Islam di Turki dan di berbagai belahan dunia lainnya seperti Eropa dan Amerika.
Saudara-saudaraku yang mulia! Masalah terbesar yang menyita perhatian manusia pada masa kini adalah persoalan penyelamatan iman atau kehilangan iman.
Dua perang dunia telah membangunkan manusia dari kelalaian dan meng- ingatkan bahwa kehidupan dunia bersifat fana serta menyadarkan manusia untuk hidup di sebuah alam yang kekal dan kebahagiaan yang abadi. Karena itu kita harus berhati-hati dalam mencari apa yang bisa menyelamatkan dan membimbing kita di era yang menipu dan ajaib ini. Kita harus memperluas area pencarian dan pembahasan sebagai berikut:
Para ulama dan ahli ilmu kalam serta tokoh Islam terdahulu tentu laksana mentari maknawi bagi umat Islam. Mereka telah mempersembahkan beragam ilmu dan buku yang sangat penting yang tak terhitung nilainya. Namun zaman kita sekarang tidak seperti zaman mereka.
Hal itu karena bila kesesatan bersumber dari kebodohan, ia mudah untuk dihilangkan. Akan tetapi bila kesesatan tersebut—serangan terhadap al-Qur’an, Islam dan iman—berasal dari ilmu, maka sangat sulit dan rumit untuk menghilangkannya. Kesesatan jenis tera- khir ini jarang ditemukan pada masa lalu. Barangkali hanya satu dari seribu orang yang tersesat atas nama ilmu. Bila ada satu orang yang tersesat dari jenis ini mungkin hanya satu dari seribu yang sadar kem- bali. Hal itu karena orang-orang seperti mereka kagum terhadap diri sendiri padahal mereka bodoh tetapi merasa berilmu.
Selain itu, di masa lalu berbagai ilmu pengetahuan modern belum berkembang seperti di abad kedua puluh ini. Karenanya tidak mungkin memutus akar-akar ateis yang tersebar di masa kini, tidak mungkin memperlihatkan kebenaran dan hakikat, serta tidak mung- kin menggiring masyarakat kepada jalan yang lurus kecuali dengan mengarahkan kepada ayat-ayat al-Qur’an yang menatap masa kini sekaligus menafsirkannya dengan tafsiran yang mudah dipahami oleh semua orang.
Ya, Badiuzzaman said Nursi mendapatkan taufik untuk bisa menyingkap berbagai hakikat al-Qur’an yang mengarah kepada zaman kita ini. Beliau mengumpulkan apa yang beliau singkap tersebut dalam karya-karyanya yang bernilai, Risalah Nur, dengan cara penyajian yang mudah dipahami tentu sesuai dengan tingkat penerimaan masing masing.
Hal itu dikuatkan dengan satu kenyataan bahwa Risalah Nur telah ditulis di masa yang di dalamnya manusia sangat membutuhkan berbagai hakikat tersebut ditambah dengan adanya pengorbanan para tokoh yang penuh berkah yang telah membaca dan menyalin Risalah Nur di tengah sejumlah tekanan yang ada.
Karena itu, kami yakin bah- wa Risalah Nur merupakan karya bernilai dan istimewa yang ditulis di Turki di mana manfaatnya tersebar ke seluruh dunia Islam.
Saudara-saudaraku yang mulia! Terdapat satu sosok yang mengundang para ulama di Istanbul untuk melakukan diskusi. Ia menggantungkan di pintu kamarnya sebuah papan petunjuk bertuliskan “Di sini semua masalah dapat terpecahkan, semua persoalan mendapatkan jawaban, dan tidak ada pertanyaan balik” (Dengan catatan bahwa papan petunjuk tersebut tidak membatasi spealisasi tertentu, tetapi semua disiplin ilmu tanpa terkecuali). Maka, sosok tersebut didatangi oleh para ulama terkenal secara berbondong-bondong. Mereka mengajukan sejumlah pertanyaan kepadanya. Sementara beliau memberikan jawaban yang tepat. Para ulama melihat ilmunya yang luas padahal beliau masih sangat muda. Mereka juga melihat kekuatan ungkapan dan retorikanya.
Kondisi beliau yang mengagumkan itulah yang menyebabkan mereka memberikan apresiasi dengan penuh kagum. Bahkan mereka menggambarkan beliau sebagai sosok yang langka, yang layak mendapat gelar Badiuzzaman. Pasalnya, beliau langka dalam hal kecerdasan, hafalan, ilmu dan keberanian. Sebagaimana beliau juga sosok yang langka dalam hal keikhlasan dan ketulusan. Beliau tidak senang melakukan sesuatu yang dibuat-buat atau penuh dengan kepura-puraan.
Pada masa itu, Syekh Bakhit al-Muthi’i, Mufti Mesir, berkunjung ke Istanbul. Maka para ulama Istanbul memintanya untuk berdiskusi dengan Said Nursi yang datang dari dataran Kurdistan. Syekh Bakhit menerima permintaan tersebut. Ia memanfaatkan kesempatan dari keberadaannya di sebuah warung teh dekat masjid Hagia Sophia setelah menunaikan salat untuk mulai berdiskusi dengan Said Nursi disaksikan oleh para ulama. Ia melontarkan pertanyaan sebagai berikut: Apa pendapatmu tentang Daulah Usmaniyah dan Eropa? De- ngan pertanyaan tersebut Syekh Bakhit al-Muthi’i ingin mengukur sejauh mana wawasan Badiuzzaman tentang politik internasional dan masa depan. Ia tidak ingin mengujinya terkait ilmunya yang mendalam dan kecerdasannya yang tidak diragukan.
Said Nursi menjawab:
“Eropa sedang mengandung janin Islam
dan pada satu saat akan melahirkannya,
sementara Usmaniyah sedang mengandung janin peradaban Eropa dan pada satu saat akan melahirkannya.”
Mendengar jawaban yang singkat dan mendalam tersebut, Syekh Bakhit tidak bisa menyembunyikan perasaannya dan berkata: Aku sepakat dengan ucapannya. Aku juga mempunyai pandangan yang sama. Pemuda semacam ini tidak bisa didebat. Gaya bahasa yang singkat dan padat semacam ini hanya dimiliki oleh Badiuzzaman. Perkataan Badiuzzaman tersebut benar-benar terwujud. Setahun atau dua tahun sesudah itu banyak kebiasaan dan tradisi asing yang ber- tentangan dengan syiar Islam masuk. Seiring berjalannya waktu ia semakin menguat di Turki. Sebaliknya, hari ini perhatian terhadap al- Qur’an dan Islam di Eropa semakin meningkat, begitu banyak orang orang Jerman yang beruntung memeluk agama Islam. Sejumlah peristiwa membuktikan kebenaran pernyataannya.
Di sini para ulama sepakat bahwa apa yang dikatakan oleh Badiuzzaman Said Nursi benar adanya dan bahwa apa yang beliau tulis tidak bersumber dari fikirannya semata tetapi merupakan lintasan hati (sunûhât qalbiyah).
Ya, kalangan tasawuf dan ulama serta mereka yang berafiliasi kepada sekolah modern mampu mengambil manfaat dari Risalah Nur sesuai dengan kapasitasnya masing-masing. Ia mudah diterima dan sesuai dengan seluruh kalangan. Ya, penulisnya hanya dalam waktu beberapa bulan telah berhasil menguasai berbagai ilmu pengetahuan, rahasia, dan hikmah. Dia tidak sibuk dengan sebuah buku selain al- Qur’an sejak empat puluh tahun. Tidak ada satupun buku yang dia rujuk ketika menulis karyanya yang berbahasa Turki yang berjumlah 130 risalah dan berbahasa arab yang berjumlah 15 risalah dengan pe- nyaksian para muridnya yang menyalin naskah. Pada dasarnya dia tidak memiliki perpustakaan, seorang yang setengah buta huruf(*[1])tetapi mampu berdebat dengan para ulama besar dan para mursyid agung ketika masih muda terkait berbagai bidang ilmu termasuk ilmu penge- tahuan modern. Dia mampu membenarkan persoalan yang disepakati dan meluruskan persoalan yang diperselisihkan sehingga para ulama mengatakan “tidak ada pertanyaan yang tidak bisa dijawab oleh Badi- uzzaman.” Dia membantah serangan para filsuf Eropa yang dangkal dan arogan mengenai ayat dan hadis yang mutasyabihat serta membuktikan kemukjizatan ayat dan hadis dengan karya-karyanya, sehingga menyelamatkan sebagian cendikiawan yang ragu dan menggagalkan serangan yang ditujukan kepada Islam. Tentu tidak ada keraguan bahwa Said Nursi merupakan seorang mufassir al-Qur’an dan ilmunya luas dan bersifat ladunni. Risalah Nur merupakan mahakaryanya yang luar biasa yang layak dibaca sepanjang hidup.
Wahai saudara-saudaraku yang terjaga! Kita harus cermat dan sensitif dalam memilih karya yang menjamin keselamatan hidup abadi bagi kita dan dunia Islam di mana ia dapat menyinari, membimbing, dan melindungi kita dari kesesatan. Pasalnya para musuh berusaha dengan segala tipu daya untuk menjerumuskan dan menyesatkan pemuda Islam.
Karena itu, saat membaca dan mendengar satu karya kita harus meletakkan kaidah dasar di bawah ini:
مَن۟ قَالَ وَ لِمَن۟ قَالَ وَ لِمَا قَالَ وَ فٖيمَا قَالَ
“Siapa yang berkata? Kepada siapa ia berkata? Mengapa ia berkata? Apa yang dikatakan?” Ya, ketinggian ucapan dan keindahannya serta sumber kekuatannya terletak pada empat unsur berikut: si penutur, lawan bicara, tujuan, dan konteksnya. Kita tidak boleh membaca setiap buku yang sampai ke kita dan tidak boleh mendengar setiap ucapan yang dikatakan kepada kita. Sebagai contoh, apakah sama antara perintah pemimpin pasukan untuk berjalan ke depan dan perintah seorang prajurit? Tentu saja tidak. Sang pemimpin dengan ucapannya dapat menggerakkan sebuah pasukan dalam jumlah besar. Adapun sang prajurit tidak bisa menggerakkan meski hanya seorang prajurit.
Berdasarkan empat kaidah di atas, ratusan ribu orang yang me- nyimpan rasa cinta dalam hatinya kepada Said Nursi memperhatikan dan mengikuti hal yang paling kecil dari Said Nursi. Oleh karena itu, sebagian saudara kita yang hadir di sini menuntut penjelasan tentang kehidupan, karya, metode dan manhaj Said Nursi.
Kami tidak mampu mengungkapkan dengan sempurna kehidupan karya dan akhlak seseorang seperti Badiuzzaman. Karena hakikat ini telah termuat dalam karya para cendekiawan, maka pengungkapan hakikat ini di luar batas kemampuan kami. Perlu kami sampaikan bahwa saudara-saudara yang ingin mendapatkan informasi Badiuzzaman hanya bisa didapatkannya dengan membaca Risalah Nur secara seksama dan berkesinambungan.
Saudara-saudaraku yang mulia! Risalah Nur memiliki kekuatan dan inayah yang istimewa yang membuatnya mampu mengantarkan keselamatan dan kebahagiaan abadi bagi tanah air penuh berkah ini dan bagi umat Islam seluruhnya. Ia menebarkan kedamaian dan perdamaian secara umum dalam bentuk yang sederhana. Pada sosok maknawi Risalah Nur ini terkumpul sejumlah keutamaan dan kemampuan sebagai berikut:
1. Hakikat Islam yang merupakan sumber kekuatan yang istimewa dan guru bagi segala kesempurnaan.
2. Kemuliaan Islami, yaitu terhormat, tidak merendahkan diri, serta jauh dari sikap sombong dan arogan terhadap kalangan lemah.
3. Harga diri yang islami yang merupakan pondasi semua kemuliaan dan kemajuan manusia.
Wahai teman-teman! Dalam hadis disebutkan bahwa ulama yang hakiki adalah ulama yang berani menyuarakan kebenaran di hadapan pemimpin yang zalim. Kami hanya bisa percaya kepada karya ulama yang bertakwa dan seperti yang disebutkan dalam hadis.
Di masa sekarang ini Risalah Nur yang menjadi contoh konkret dari hadis di atas berada di hadapan kita. Badiuzzaman adalah seorang mujahid benar-benar mengikuti sunnah nabi x dalam memperjuangan agama, khidmah al-Qur’an dan ubudiyah. Rasul x menunaikan salat berjamaah dengan para sahabat secara bergantian pada saat perang Badar yang merupakan peristiwa politik terbesar di dunia ini. Yakni, Rasul x mengutamakan sebuah kebaikan seperti salat berjamaah yang bersifat sunnah dibanding sebuah peristiwa politik yang terbesar di dunia. Dia tidak meninggalkan sebuah pahala dalam dahsyatnya perang.
Demikian pula pada perang melawan Rusia di mana Imam Nursi ikut serta sebagai pemimpin pasukan relawan, hal itu tidak membuatnya lupa dalam menuliskan tafsirnya yang berharga terkait ba- lagah dan susunan huruf al-Qur’an, Isyarat al-I’jaz fi Mazhan al-Ijaz. Sebuah karya agung yang diterima secara luas oleh sebagian besar ulama di dunia Islam dan mendapat apresiasi mereka. Mereka tidak pernah melihat sebuah tafsir yang seperti itu sebelumnya. Tidak ada yang mengingkari hal tersebut. Di dalamnya sang penulis telah menyingkap persoalan al-Qur’an yang paling rumit dan paling mendalam. Beliau juga memperlihatkan aspek balagah, kefasihan luar biasa, dan sisi kemukjizatannya yang tiada tara. Bahkan ketika ia menjelaskan salah satu poin penting dari sebuah huruf pada saat perang berkecamuk, meriam musuh tidak mampu mengalihkan perhatiannya dan dahsyatnya perang tidak menghalanginya.
Saat adzan dilarang dan orang-orang dipaksa mendengar adzan baru, tullabunnur tidak mau mengumandangkan adzan bid’ah tersebut. Mereka menghadapi bid’ah semacam ini dan tidak mau ikut di dalamnya. Mereka memerlihatkan sikap heroik dalam rangka menjaga diri mereka.
Pada era yang menyedihkan tersebut, saat keimanan dan keislaman ingin dicabut dari dada, sedangkan tidak ada ulama yang mam- pu menerbitkan tulisan keagamaan meskipun secara sumbunyi-sembunyi, pada saat itulah Badiuzzaman, di tempat pengasingannya, menulis dan menerbitkan sekitar 130 risalah keimanan meskipun saat itu beliau berada dalam pengawasan dan tekanan para tiran yang zalim. Di samping itu, Badiuzzaman Said Nursi hanya mengambil sedikit porsi tidur di waktu malam. Beliau bangun menghadap kepada ilahi untuk bersimpuh memohon pertolongan-Nya agar umat Islam yang sedang tertawan dijaga dan diselamatkan dari segala keburukan dan kejahatan.
Ya, Ustadz Nursi benar-benar mengikuti sunnah Rasul x.
Kondisinya menjadi teladan bagi para pejuang sejati dan seluruh umat Islam. Artinya, beliau telah menunaikan tugas jihad, ubudiyah, dan takwa secara keseluruhan. Bila melaksanakan salah satunya, beliau tidak mengabaikan yang lain. Beliau dimasukkan ke penjara karena rekayasa para musuh agama yang zalim dan kejam. Beliau ditempatkan dalam penjara soliter di sebuah ruangan yang sangat dingin. Meski menderita, sakit, merasakan hawa dingin yang amat sangat, serta berada dalam kondisi lemah yang menyertai masa tua, beliau tetap semangat menulis sejumlah risalah iman.
Abu Bakar ashiddiq d pernah berkata, “Biarlah tubuhku mem- besar di neraka sampai tidak ada lagi tempat yang tersisa bagi mukmin.” Badiuzzaman menjadi manifestasi dari satu kilau kemuliaan tersebut. Beliau berusaha menuju puncak pengorbanan dengan berkata, “Bila kulihat iman umat sudah baik dan selamat, aku siap dibakar di kobaran Jahanam. Pasalnya, meski jasadku terbakar, hatiku hidup dalam ketenangan dan kebahagiaan.” Semua itu dibuktikan oleh kehidupan beliau yang membentang lebih dari delapan puluh tahun.
Beliau benar-benar menjadi pelayan yang tulus serta menjadi sosok yang rela berkorban untuk al-Qur’an dan Islam. Kemurahan, kemuliaan, ruh, jiwa, dan kehidupan yang dikor- bankan oleh Badiuzzaman, sikap bijak, teguh, dan sabar yang indah yang diperlihatkan oleh beliau dalam menghadapi kezaliman dan keburukan orang, serta dalam menghadapi musibah yang menimpa, semua itu menjadi bukti jujur atas pengabdian beliau terhadap iman dan al-Qur’an.
Badiuzzaman mengorbankan kesenangan duniawinya guna berkhidmah untuk al-Qur’an, iman, dan Islam. Beliau tidak menyimpan kekayaan duniawi dan pribadi. Beliau menghabiskan hidupnya dalam kondisi zuhud, bertakwa, melakukan olah ruhani, hemat, dan qanaah. Beliau juga memutuskan hubungan secara total dengan dunia.
Maknanya, uzlah dari dunia yang dilakukan oleh Badiuzzaman adalah demi kebahagiaan dan kemajuan umat Islam sehingga beliau dapat mendedikasikan setiap menit dari usianya untuk pengabdian iman sekaligus mendapat taufik untuk benar-benar tulus dan ikhlas. Ya, Badiuzzaman naik menuju posisi pelayan al-Qur’an yang tulus dan relawan Islam yang tercatat dalam sejarah. Beliau telah mempersembah- kan pengorbanan teragung demi berkhidmah untuk iman dan Islam. Meskipun demikian, hal itu tidak membuatnya lalai dalam urusan ibadah, zuhud, dan takwa. Bahkan beliau menghadirkan keistimewaan khusus dalam menunaikan keseluruhannya.
Badiuzzaman dalam dakwah Risalah Nur memiliki sikap tenang, jujur, loyal, teguh, kokoh, dan ikhlas. Karena itu, kezaliman, penindasan, serangan, dan pembatasan yang dilakukan oleh musuh, serta kefakiran dan kemiskinan yang beliau alami, tidak mampu menghen- tikan dakwahnya atau membuat beliau ragu terhadap apa yang beliau lakukan.
Pada masa mudanya yang disebut “Said Lama”, Said Nursi men- dalami bidang filsafat. Dalam bidang tersebut, berkat limpahan pengetahuan al-Qur’an al-Hakim, beliau mengungguli para filsuf Barat seperti Socrates, Plato, dan Aristoteles, serta para ahli hikmah dari Timur semacam Ibnu Sina, Ibnu Rusydi dan al-Farabi. Dalam Risalah Nur beliau menegaskan bahwa tidak ada penyelamat dan pembimbing hakiki selain al-Qur’an. Siapa yang ragu terhadap sejumlah hakikat ini bisa menghilangkan keraguannya tersebut selama Ustadz masih hidup.
Said Nursi memilih pengabdian terhadap al-Qur’an dan iman sebagai jalan hidupnya. Beliau melakukannya secara sempurna dengan mencari rida Allah semata tanpa mengharap manfaat materil atau maknawi dalam bentuk apapun. Juga tanpa menginginkan makam spiritual apapun seperti kewalian dan sejenisnya. Bahkan beliau mera- sa sangat keberatan dengan kedudukan tinggi yang diberikan oleh sejumlah ulama ahli basirah yang menyebut beliau sebagai “Penyelamat agama dan politik yang dinantikan.” Beliau menolak dengan tegas dan mengatakan bahwa beliau hanyalah pelayan al-Qur’an semata. Dia meyakini dan mengutarakan bahwa dirinya merupakan teman belajar bagi tullabunnur.
Suatu hari kami pergi bersama sejumlah teman di antara yang hadir di tempat ini untuk mengunjungi seorang ulama mulia yang telah berkhidmah selama 25 tahun di Kementerian Pertahanan Nasional. Saat kami berada di sisinya, ia bercerita tentang Ustadz Nursi dengan berkata, “Cukup bagimu membaca koleksi Risalah Nur dengan tekun dan konsisten sampai bisa memahami siapa sosok Badiuzzaman. Di sini aku akan memberikan kepada kalian sebuah contoh kemampuannya yang istimewa. Berkat sosok makanwi Risalah Nur, Badiuzzaman tidak hanya mampu menata sebuah negara. Bahkan andai ia menerima kendali kepemimpinan seluruh bangsa, insya Allah ia mampu menata dan mengantarnya menuju keselamatan dan kebahagiaan.” Ya, Badiuzzaman memiliki fitrah yang langka. Meskipun demikian, be- liau melarang dirinya dan murid-muridnya dari melakukan aktivitas politik sejak 25 tahun yang lalu. Beliau juga tidak sibuk dengan urusan-urusan duniawi.
Kecerdasan, kepandaian, kekuatan akal, logika yang tepat, imajinasi yang kaya, ingatan yang kuat, firasat yang tinggi, pengetahuan, pemahaman, kecepatan aksiomatis, perasaan ruhiyah dan kehalusan maknawi tiada tara yang dimiliki oleh Badiuzzaman saat menulis Risalah Nur dan saat menunaikan pengabdian iman, semua itu menjadi bukti nyata bahwa beliau ditugaskan. Dia menjadi pelayan al-Qur’an bukan karena keinginan dan pilihan sendiri, tetapi dengan inayah dan karunia dari Allah. Hal itu diterima dan diapresiasi oleh para ulama ahli basirah.
Al-Ustadz almarhum Abdul Aziz Jawisy sebagai salah satu ulama terkemuka di Mesir menerbitkan sebuah tulisan di media cetak Mesir. Di dalamnya ia menggambarkan Badiuzzaman sebagai “orang cer- das abad ini” di mana beliau memang memiliki kecerdasan luar biasa.
Demikian pula Syeikhul Islam, alim besar dan pemberani, almarhum Musthafa Shabri Afandi. Ia sangat perhatian dengan Risalah Nur di Mesir dan sangat menjaganya. Ia menempatkannya di posisi tertinggi di Universitas al-Azhar asy-Syarif.
Risalah Nur merupakan pedang berlian Islam yang tajam. Hal itu ditunjukkan oleh kenyataan bahwa Badiuzzaman dengan keberanian tiada tara mampu menyampaikan hakikat kebenaran kepada para penguasa dan pimpinan yang zalim tanpa takut mati. Beliau menghadapi kekuatan ateis yang menguasai dunia lewat penerbitan berbagai hakikat iman di era penindasan yang paling pekat. Beliau rela mengorbankan diri dan jiwa demi hakikat yang mulia ini.
Salah satu penuntut umum dalam dakwaannya menyebutkan, “Meski semakin tua, aktivitas keagamaan Badiuzzaman terus bertambah dengan penuh semangat.” Pengadilan Denizli dalam laporan para pakar berkata, “Ya, Said Nursi memiliki kekuatan yang besar. Akan tetapi, ia tidak memergunakan kekuatan tersebut untuk mendirikan tarekat sufi atau perkumpulan agama. Ia hanya mendedikasikannya di jalan pengabdian agama dan penjabaran hakikat al-Qur’an.”
Salah seorang delegasi perwakilan pemerintah sebelumnya yang menentang agama memberikan pernyataan (di saat dilakukan musyawarah tentang hukum-hukum yang tidak demokratis di Parlemen), “Selama dua puluh lima tahun kami tidak mampu menghalangi Badiuzzaman melakukan sejumlah aktivitas keagamaan.”
Kami juga ingin menegaskan bahwa Ustadz Said Nursi memiliki kekuatan dan semangat yang luar biasa. Beliau juga sosok yang jenius. Hal itu diakui dan dibenarkan meski secara tidak langsung bahkan oleh para musuh agama yang menentang beliau.
Saat membacakan Risalah Nur kepada salah seorang muridnya, Ustadz Said Nursi berkata, “Ini adalah pelajaranku. Aku membacanya untuk diriku. Aku telah membaca risalah ini sampai sekarang barangkali sudah seratus kali. Namun demikian, aku tetap merindukannya dan butuh membacanya lagi seakan-akan baru pertama kali melihatnya.”
Beliau juga berkata, “Aku tidak menulis buku untuk orang lain. Namun pertama-tama untuk diriku. Orang yang menginginkan obat yang kuracik dari al-Qur’an ini bisa membacanya pula.” Ya, Badiuz- zaman meyakini dan berkata, “Aku membutuhkan pelajaran-pelaja- ran Risalah Nur untuk mendidik dan memperbaiki diri.” Bila orang sekaliber Badiuzzaman mengungkapkan kebutuhannya terhadap Risalah Nur sedemikian rupa, apalagi kita.
Sepanjang hayatnya, Badiuzzaman Said Nursi tidak mau dikenal, disambut, dan dihormati. Ia hidup dalam kondisi merasa cukup tidak membutuhkan bantuan orang. Dalam tulisannya yang berbahasa Arab beliau berbicara tentang popularitas dengan berkata, “Aku melihat popularitas sebagai hal yang mengantar pada riya dan madu beracun yang mematikan hati. Karena itu, jangan kau cari agar tidak menjadi budak manusia. Bila seseorang jatuh pada musibah dan ujian tersebut hendaknya ia berkata, Innâ lillâh wa innâ ilaihi râjiun.”(*[2])Maknanya, siapa yang ingin terkenal dan populer ia akan mencari muka karena ujub dengan dirinya dan ingin disanjung mereka.
Meski Ustadz menjauhi popularitas dengan perbuatan dan keadaannya, namun orang-orang tetap mendatanginya. Mereka meminta bantuan dari beliau. Seakan-akan ada tarikan ilahi yang men- dorong mereka melakukan hal tersebut. Karenanya, keutamaan yang beliau miliki ini benar-benar menjadi sarana bagi karya dan jejak beli- au yang mendunia seperti Risalah Nur.
Sejak kecil, Badiuzzaman tidak menerima hadiah dari siapapun tanpa imbalan. Ketidakmauannya menerima hadiah menjadi prinsip kuat beliau. Prinsip ini tidak beliau rusak sepanjang hayat yang lebih dari delapan puluh tahun. Bahkan meski di masa beliau berpindah dari satu penjara ke penjara yang lain, serta dari satu pengasingan ke pengasingan yang lain. Beliau tetap menjaganya walau di usia lanjut. Bila ada salah seorang murid khususnya yang memberi hadiah, beliau tidak menerima sebelum sang murid mau mengambil imbalan. Jika tidak, beliau tidak mau menerima.
Terkait dengan sebab keengganannya menerima hadiah, beliau berkata, “Zaman sekarang tidak seperti zaman dulu. Bila dulu bisa sepuluh tangan yang menyelamatkan iman, sekarang jumlahnya su- dah berkurang menjadi satu. Bila dulu terdapat beberapa sebab yang menggiring orang menjadi ingkar, sekarang sudah mencapai seratus sebab. Begitulah adanya. Karena itu, untuk melakukan pengabdian iman di masa sekarang, aku mengucilkan diri dari dunia dan tidak mengharapkan apa-apa darinya. Aku tidak ingin pengabdianku terse- but menjadi alat untuk mendapatkan sesuatu.” Oleh sebab itu, jika seseorang penat karena Said Nursi dan melakukan khidmah pribadi untuknya, maka beliau memberikan upah atas pekerjaannya tersebut. Bila tidak, pengabdian orang tersebut menjadi beban bagi jiwanya dan menurut beliau hal itu tidak baik.
Badiuzzaman Said Nursi sepanjang hayatnya selalu dimata-matai, dipantau, dan diawasi saat melakukan pengabdian untuk al-Qur’an dan iman. Namun beliau tetap teguh pendirian menghadapi berbagai pengadilan yang dihadirkan untuknya. Pasalnya, Beliau dalam posisi melayani Islam guna mencari rida Allah dan sekadar untuk mencari kebenaran. Beliau tidak memanfaatkan pengabdiannya terhadap al- Qur’an untuk mendapat sesuatu.
Andai para musuh agama menemukan sesuatu yang berlawanan dengan hakikat dan sifat-sifat mulia yang terdapat pada Badiuzzaman atau pada karya-kayanya—di mana hakikat tersebut bisa disaksikan oleh kalangan yang objektif—tentu mereka akan segera membukanya ke publik selama 25 tahun ini dan tentu mereka akan menguatkan pernyataan mereka lewat sejumlah kedustaan dan kegaduhan yang mereka buat-buat.
Saat Ustadz Nursi dibawa ke pengadilan sebagai hasil dari tuduhan palsu para pendengki serta akibat hasutan para musuh agama yang lalim dan arogan, sejumlah media memuatnya di lembaran pertama. Namun ketika dinyatakan tidak bersalah setelah investigasi dan proses peradilan, mereka terdiam dan tidak mengucap sepatah katapun. Ini salah satu bukti paling jelas yang menunjukkan hakikat di atas.
Badiuzzaman memiliki kasih sayang yang tinggi terhadap saudara seiman. Beliau ikut merasa pedih dengan kepedihan yang dialami oleh para pejuang Islam yang rela mengorbankan jiwa mereka dalam rangka tegaknya kemerdekaan dan kebebasan di dunia Islam. Beliau sangat gelisah saat ada yang menyerang Islam dan al-Qur’an. Karena itu, seringkali terlihat beliau tidak bisa minum walau hanya seteguk lantaran sedih dan terluka oleh peristiwa tersebut.
Beliau melewatkan sebagian besar waktunya bersama penyakit dan derita. Salah seorang tullabunnur sempat berkata kepada Ustadz Nursi, “Wahai guruku yang sangat belas kasih yang tidak merasakan nikmatnya istirahat di dunia demi kebahagiaan umat Islam dan kesejahteraan abadi mereka! Penyakitmu yang terus menderamu ini bukan penyakit fisik. Ia tidak akan sembuh dari penyakitmu ini dan kepedihanmu tidak akan per- nah hilang selama kezaliman yang menimpa agama kita terus terjadi dan selama dunia Islam tidak bebas darinya.”
Namun kepedihan yang amat sangat itu tidak mampu mempe- ngaruhi Badiuzzaman atau membuatnya putus asa. Justru sebaliknya, kondisi tersebut mendorongnya untuk terus berdoa, beribadah, dan melakukan jihad maknawi. Sampai-sampai ia berkata, “Solusi satu-satunya untuk bisa bebas merdeka adalah berpegang teguh pada al- Qur’an.” Kenyataannya beliau benar-benar mendekati al-Qur’an dan berpegang padanya. Beliau menuliskan sejumlah obat dan terapi yang terdapat di dalamnya. Lalu beliau menerbitkan Risalah Nur yang menjadi sumber solusi bagi dunia Islam dan poros kebahagiaan bagi umat manusia di masa sekarang ini.
Penindasan dan kezaliman yang dilakukan musuh Islam yang zalim itu tidak mampu melemahkan tekadnya. Beliau berkata, “Tugasku adalah berkhidmah kepada al-Qur’an. Sementara kemenangan dan kekalahan, keduanya urusan Allah.” Karena itu, beliau tetap semangat dalam berkhidmah untuk al-Qur’an dan menunaikan aktivitas keimanan. Ya, Ustadz Nursi memiliki tekad yang tinggi. Segala jenis kezaliman yang terjadi padanya tidak mampu melemahkan atau meruntuhkan semangatnya.
Saat sedang berkeliling di sekitar ladang dan pegunungan di musim semi, beliau menyaksikan kreasi Allah di langit dan bumi dengan penuh kekaguman dan apresiasi. Perjalanan tersebut tidak kosong dari tafakkur yang mendalam dan perasaan tenang.
Saat menyaksikan pepohonan, tumbuhan, dan bunga beliau selalu mengucap, “Mâsyâ Allâh, Bârakallâh, Fatabârakallâh ahsanul Khâliqîn.”
Beliau membaca kitab alam dan mempergunakan penglihatan berikut seluruh anggota badan dan perasaannya di jalan Allah serta di wilayah yang diizinkan- Nya. Lewat penglihatannya beliau mencermati kitab alam yang luas. Beliau menyaksikan mukjizat ciptaan Rabbani di alam ini. Ia laksana lebah penuh berkah dari bunga rahmat di taman bumi.
Ustadz Said Nursi sangat tawadhu dalam kehidupan pribadinya, namun terhormat dan berwibawa dalam menunaikan tugasnya. Beliau berada pada kedudukan yang membuatnya layak diteladani dalam hal ketawadhuan dan rendah hati. Dalam hal ini beliau berkata, “Sebagaimana seorang prajurit penjaga tidak boleh meninggalkan senjatanya meski panglima datang, aku juga salah seorang prajurit al- Qur’an dan salah satu pelayannya. Kusampaikan kebenaran di hada- pan orang paling membangkang dengan kepala yang tetap tegak.”(*[3])
Dari sana dapat disimpulkan bahwa Badiuzzaman Said Nursi merupakan mufassir al-Qur’an yang hakiki. Beliau benar-benar ikhlas serta sosok pelayan al-Qur’an yang istimewa dan berani. Beliau sampai pada keikhlasan yang paling sempurna. Sebagai penulis Risalah Nur, beliau termasuk salah satu imam ahli kalam terbesar, ulama yang cermat, ahli, kokoh, dan memiliki ilmu mendalam. Ia sosok guru mulia yang tidak ada bandingannya dalam ilmu mantiq (logika).Ustadz Said Nursi mempunyai tulisan indah dalam mantiq yang berjudul at-Ta’lîqât. Beliau seorang guru istimewa, jenius, objektif, pencari kebenaran, filsuf yang menyenangi dan membela hakikat kebenaran, ilmuwan sosial, psikolog, pendidik yang tiada tara, serta penulis dan sastrawan istimewa yang senantiasa menyuarakan kebe- naran.
Mungkin ada yang tidak dapat melihat semua sifat Ustadz Nursi di atas karena selama beberapa tahun beliau berada di bawah tekanan penindasan para musuh agama di samping bahwa beliau juga tidak ingin terkenal. Beliau selalu berusaha tidak menampakkan diri dan menyembunyikan sejumlah keistimewaan pribadinya. Hanya saja, sejumlah sifat yang telah kami sebutkan tersebut dan karyanya berupa Risalah Nur menjadi bukti dan petunjuk kuat bagi kami. Hal itu sebagaimana disepakati oleh para ulama ahli hakikat dan ulama yang dekat dengan Allah di mana mereka merupakan orang-orang yang mencintai kebenaran dan kemuliaan sekaligus membelanya.
Bukti paling terang dan dalil hakiki paling kuat yang menunjukkan bahwa Ustadz Said Nursi memiliki ilmu tersebut dan mempunyai semua sifat di atas adalah sosok pribadi Said Nursi itu sendiri. Siapa yang masih ragu dapat membaca karya-karya beliau, Risalah Nur. Ya, kepada dunia Islam dan kepada semua umat manusia, kami ingin menegaskan hakikat agung ini dan kami akan terus menyebutkannya. Ya, dunia Islam dan seluruh manusia sejak seribu tahun yang lalu telah menantikan dengan amat sangat karya seperti Risalah Nur ini.
Badiuzzaman dapat menulis kitab khusus dalam banyak ilmu. Akan tetapi, beliau berkata, “Sekarang adalah waktunya menyelamatkan iman.” Karena itu, beliau memfokuskan seluruh perhatian, usaha, dan hidupnya dalam menulis dan menyebarkan ilmu-ilmu keimanan.
Ya, dengan menyebarkan ilmu-ilmu keimanan, Ustadz mampu menghembuskan kehidupan kepada dunia Islam dan umat manusia. Beliau mampu menerangi kedua aspek tersebut. Semoga Allah memberikan balasan kebaikan untuknya dan memberkahi usianya. Amin.
Risalah Nur yang merupakan mukjizat maknawi di masa kini merupakan tafsir yang mulia dan bercahaya dari al-Qur’an al-Mu’jizul Bayân. Ia merupakan pembuka hati. Ia juga merupakan penguasa ruh, pendidik akal, serta pembina jiwa. Ustadz Nursi telah membahas karakter ini yang menjadi ciri Risalah Nur dalam al-Maktubat dengan berkata, “Dalam sejumlah kalimat dari Risalah Nur, kami telah mem- berikan perumpamaan untuk menjelaskan perbedaan antara mereka yang mengambil petunjuk dari al-Qur’an al-Karim sebagai jalan yang lurus dan mereka yang meniti jalan para ulama ahli kalam. Perumpamaannya sebagai berikut: Untuk mendapatkan air, ada yang men- datangkannya dari tempat yang jauh yang ia gali di kaki gunung. Sementara yang lain menemukan air di tempat yang mereka gali seraya memancarkannya di manapun mereka berada. Yang pertama adalah meniti jalan terjal dan panjang. Belum lagi aliran airnya bisa jadi tersumbat atau terputus di tengah jalan. Adapun yang menggali sumur bisa mendapatkan air di mana saja mereka berada tanpa menemui kesulitan dan kepenatan yang berarti.
Dalam hal ini para ulama ahli kalam memutus rangkaian sebab akibat dengan membuktikan kemustahilan hukum kausalitas dan sebab akibat di penghujung alam. Lalu dari sana mereka membuktikan eksistensi Sang Wajibul wujud. Adapun manhaj al-Qur’an yang hakiki, ia menemukan air pada setiap tempat dan menggalinya di mana saja berada. Setiap ayatnya yang agung laksana tongkat Musa yang memancarkan air di mana saja dipukulkan.
Manhaj tersebut membuat orang lain membaca prinsip berikut pada segala sesuatu:Pada segala sesuatu terdapat bukti atas-Nya Yang menunjukkan bahwa Dia adalah Esa.(*[4])
Selanjutnya iman tidak hanya diperoleh dengan ilmu. Sebab, banyak perangkat halus pada manusia yang memiliki bagian dari iman. Sebagaimana ketika makanan masuk ke dalam lambung ia terbagi dan terdistribusi ke sejumlah urat sesuai dengan masing-masing organ, demikian pula persoalan iman yang datang dari jalur ilmu. Ketika masuk ke dalam akal dan pemahaman, setiap perangkat halus tubuh—seperti ruh, kalbu, sirr, jiwa, dan sejenisnya—mengambil bagian darinya serta menyerapnya sesuai dengan tingkatannya. Jika salah satu dari perang- kat halus tersebut tidak mendapat nutrisi yang sesuai dengannya, pe- ngetahuannya menjadi cacat dan tidak sempurna. Sehingga ia terus dalam kondisi terhalang darinya.”(*[5])
Begitulah, Risalah Nur mendapat- kan air di mana saja berada sekaligus mengeluarkannya. Ia memper- pendek jalan yang panjang serta menjamin keselamatan dan sikap istikamah di dalamnya.
Eski hükema, ahkâm-ı şer’iyeden ve akaid-i imaniyeden bazıları için: “Bu nakildir, iman ederiz, akıl buna yetişmez.” demişler. Halbuki bu asırda akıl hükmediyor. Bediüzzaman Said Nursî ise “Bütün ahkâm-ı şer’iye ve hakaik-i imaniye aklîdir. Aklî olduğunu ispata hazırım.” demiş ve Risale-i Nur’da ispat etmiştir.
Risale-i Nur’da müstesna bir edebiyat ve belâgat ve îcaz; nazirsiz, cazip ve orijinal bir üslup vardır. Evet, Bediüzzaman zatına mahsus bir üsluba mâliktir. Onun üslubu, başka üsluplarla muvazene ve mukayese edilemez. Eserlerin bazı yerlerinde, edebiyat kaidesine veya başka üsluplara nazaran pek münasip düşmemiş gibi zannedilen bir noktaya rastlanırsa orada gayet ince bir nükte, bir îma veya ince bir mana veya hikmet vardır. Ve o beyan tarzı, oraya tam muvafıktır. Fakat o ince inceliği, âlimler de birden pek anlamadıklarını itiraf etmişlerdir. Bunun için Bediüzzaman’ın eserlerindeki hususiyet ve incelikleri, Risale-i Nur’la fazla iştigal etmemiş olanlar, birden intikal edemezler.
Büyük şairimiz, edebiyatımızın medar-ı iftiharı merhum Mehmed Âkif, bir üdeba meclisinde “Viktor Hügolar, Şekspirler, Dekartlar; edebiyatta ve felsefede, Bediüzzaman’ın bir talebesi olabilirler.” demiştir.
Edib ve şairler, zeval ve firaktan ağlamışlar, ölümden vaveylâ etmişlerdir. Güz mevsimini hüzünle tasvir etmişlerdir. Hattâ dünyaca meşhur Arap edibleri “Eğer firak olmasa idi, ölüm ruhlarımızı almak için yol bulup gelemezdi.” manasında
لَو۟لَا مُفَارَقَةُ ال۟اَح۟بَابِ مَا وَجَدَت۟ لَهَا ال۟مَنَايَا اِلٰى اَر۟وَاحِنَا سُبُلًا demişlerdir.
Bediüzzaman ise “Kâinattaki zeval, firak ve adem zâhirîdir. Hakikatte firak yok, visal var. Zeval ve adem yok, teceddüd var. Ve kâinatta her şey, bir nevi bekaya mazhardır. Ölüm, bu âlem-i fâniden âlem-i bâkiye gitmektir. Ölüm, ehl-i hidayet ve ehl-i Kur’an için öteki âleme gitmiş eski dost ve ahbaplarına kavuşmaya vesiledir. Hem hakiki vatanlarına girmeye vasıtadır. Hem zindan-ı dünyadan, bostan-ı cinana bir davettir. Hem Rahman-ı Rahîm’in fazlından, kendi hizmetine mukabil ahz-ı ücret etmeye bir nöbettir. Hem vazife-i hayat külfetinden bir terhistir. Hem ubudiyet ve imtihanın talim ve talimatından bir paydostur. Azrail aleyhisselâm bugün gelse hoş geldin, safa geldin diye gülerek karşılayacağım.” diyor.
Bediüzzaman, beşeri Risale-i Nur’la sefahet ve dalaletten kurtarırken, korku ve dehşet vermek tarzını takip etmiyor. Gayr-ı meşru bir lezzetin içinde, yüz elemi gösterip hissi mağlup ediyor. Kalp ve ruhu hissiyata mağlup olmaktan muhafaza ediyor. Risale-i Nur’da muvazenelerle küfür ve dalalette, bir zakkum-u cehennem tohumu olduğunu ve dünyada dahi cehennem azapları çektirdiğini ve iman ve İslâmiyet ve ibadette, bir cennet çekirdeği ve leziz lezzetler ve zevkler ve cennet meyveleri bulunduğunu, dünyada dahi bir nevi mükâfata nâil eylediğini ispat ediyor.
Risale-i Nur nifak ve şikakı, tefrikayı, fitne ve fesadı kaldırıp; kardeşliği, uhuvvet-i diniyeyi, tesanüd ve teavünü yerleştirir. Risale-i Nur mesleğinin bir esası da budur. Risale-i Nur gurur ve kibir ve hodfüruşluk ve zillet gibi ahlâk-ı seyyieden kurtararak, tevazu ve mahviyet ve izzet ve vakar gibi güzel ahlâklara sahip kılar.
Risale-i Nur, insan olan bir insana, acz ve fakrını derk ettirir. Bediüzzaman der ki: “İnsan, acz ve fakrını anlamakla, tam Müslüman ve abd olur.”
Bu dinsizleri mağlup etmek için yeni tahsili de yapalım diyenler veya yapanlar, Nur risalelerini devam ve sebatla mütalaa ederek, bu hedeflerine vâsıl olurlar ve çare-i yegâne de budur. Hem böylelikle, mektep malûmatları da maarif-i İlahiyeye inkılab eder.
Ey, bin seneden beri İslâmiyet’in bayraktarlığını yapan bir milletin torunları olan cengâver ruhlu kardeşlerim! Bu zamanın ve gelecek asırların Müslümanları ve bizler, Kur’an-ı Azîmüşşan’ın tefsiri olan öyle bir rehbere muhtacız ki tahkikî iman dersleriyle, iman mertebelerinde terakki ve teali ettirsin. Hem korkak değil, bilakis Risale-i Nur talebeleri gibi cesur ve kahraman ve faal ve amel-i salih sahibi, mütedeyyin, müttaki ve bununla beraber, şahsî rahatlık ve menfaatlerini iman ve İslâmiyet’in kurtuluşu uğrunda feda eden, fedai ve mücahid Müslümanlar yetiştirsin, neme lâzımcılıktan kurtarsın. Hem taarruz ve işkenceler ve ölüm ihtimalleri karşısında, tahkikî iman kuvvetinden gelen bir cesaretle, Kur’an ve İslâmiyet cephesinden aslâ çekilmeyen, “Ölürsem şehidim, kalırsam Kur’an’ın hizmetkârıyım.” diyen ve yılgınlık haline düşmeyen sadık ve ihlaslı, yalnız Allah rızası için hizmet eden, Nur talebeleri gibi İslâmiyet hâdimleri yetiştirsin, böyle muazzez Müslümanlar meydana getirsin.
Evet, bu asra öyle bir Kur’an tefsiri lâzım ve elzemdir ki Risale-i Nur gibi akıl, fikir ve mantığı çalıştırsın, ruh ve kalp ve vicdanı tenvir etsin. Müslümanları, beşeri uyandırsın; intibah versin, gafletten kurtarsın. Sırat-ı Müstakim olan Kur’an yolunu göstersin. Sünnet-i seniyeye ve İslâmiyet’in şeairine muhalif olarak yaptırılan ve yapılan şeyleri fark ettirip, sünnet-i Peygamberîye aleyhissalâtü vesselâm ittibaı ders versin ve ihya etmek cehdini uyandırsın.
İşte Risale-i Nur’un böyle hâsiyetleri hâvi bir Kur’an tefsiri olduğu, otuz seneden beri meydandadır ve ehl-i hakikatin tasdikiyle sabittir. Hem amansız din düşmanlarının planlarıyla mahkemelere sürüklenen Risale-i Nur talebelerinin müdafaaları ve bu talebelerin İslâmiyet’e hizmetleri esnasında, gizli İslâmiyet düşmanı, insafsız, cebbar zalimlerin entrikalarıyla maruz kaldıkları işkencelerden yılmamak, şahıslarını düşünmeden, yani şahsî refahlarını İslâm’ın refah ve saadeti için feda ederek, sıddıkıyetle sebat etmeleri ve eşedd-i zulme mukavemet etmeleri aşikâr bir delil teşkil etmektedir.
Evet, hem yirmi beş seneden beri Risale-i Nur’la iman hizmetine bütün varlığını vakfeden ve şimdiye kadar gaddar din düşmanlarının çok defalar tecavüz ve taarruzuna ve taharriyata maruz kaldığı halde, yirmi beş senedir inziva içinde, Risale-i Nur’un nâşirliğini yapan Nur kahramanları ağabeylerimiz, bizlere birer numune-i imtisal olan, iman ve İslâmiyet fedaileridir.
İşte biz Müslümanlar, böyle bir tefsir-i Kur’an arıyor, böyle bir hâdîyi bekliyorduk. O ihlaslı Nur talebeleri ki “Cenab-ı Hak, Hafîz’dir. Ben onun inayeti ve himayeti altındayım. Başıma ne gelse hayırdır.” diye iman etmekle beraber amel ederler. İman hizmetini yaparlar. Din düşmanlarına yakalanmamak ve canlarından kıymetli olduğuna inandıkları Nur risalelerini onlara kaptırmamak için de ihtiyat ederler. Şahıslarına gelecek zararları nazar-ı itibara almadan hizmetlerine devam ederler. Hapse, zindana atılıp, işkence yapıldığı zamanda, onlar yine üstadları Bediüzzaman ile alâkadardırlar. Eğer gizlice bir imkân bulurlarsa onlar yine Risale-i Nur ile meşguldürler. Hattâ “Belki hapse atılırım, Nur risalelerimi vermezler, çalışmaktan mahrum kalırım.” diye bazı Nurları ezberleyen talebeler de olmuştur.
Muhlis bir Nur talebesi, hapishaneden çıkarıldığı vakit; güya o kırbaçlı, falakalı, türlü türlü işkenceli hapishane, ona bir kuvvet, bir enerji kaynağı olmuş, sadakat ve teyakkuzla Nur hizmetinde koşturmak için bir kırbaç tesiri yapmış gibi üstadına daha ziyade yakınlaşır ve eskisinden daha fazla Nurlara çalışır, neşriyat yapar.
Afyon hâdisesinde, Bediüzzaman hapiste iken muallim bir Nur talebesi, savcılıkta Risale-i Nur ve Üstadı hakkında kahramanca cevaplar verdiği için savcı kızmış. “Şimdi seni hapse atarım!” diye tehdit etmiş. O İslâm fedaisi muallim de cevaben “Ben hazırım, derhal hapse gönderin!” demiştir.
Yine Afyon Mahkemesinde, bir Nur talebesi hakkında tevkif kararı veriliyor fakat adliye bulamaz. O talebe bundan haberdar olur. Diğer Nur kardeşleri gibi “Üstadım ve kardeşlerim hapiste iken, nasıl hariçte kalabilirim?” diyerek savcılığa teslim olup, hapse girer.
Aynı bu hapishanede, bir Nur talebesini sehven tahliye ederler. O da “Üstadım ve kardeşlerim henüz hapistedirler. Hem istinsahını tamamlayacağım yeni telif edilen Nur risaleleri var.” diye düşünerek hapishane müdürüne “Benim kırk gün sonra tahliye edilmem lâzım. Ceza müddetim daha bitmedi.” der. Hesap ederler ki hakikaten böyledir, tekrar hapse koyarlar.
Hamiyet-i diniye meziyetine lâyık anlayışlı kardeşlerim!
Said Nursî, kendi hakkında verilen böyle bir malûmatı görürse diyeceklerdir ki: “Ne için böyle yapıyorlar? Şahsımın ehemmiyeti yok. Kıymet, Kur’an’dan tereşşuh eden ve Kur’an-ı Hakîm’in malı olan Risale-i Nur’dadır. Ben bir hiçim.”
Üstadın şahsının mazhar ve âyine olduğu Kur’anî hakikatler ve Nurlar itibarıyla ve neşrettiği iman ve İslâmiyet dersleriyle, ihlas-ı tamme ile umumî ve küllî bir tarzda Kur’an’a ve dine hizmet etmesiyle, onun hakkındaki takdir ve tahsinler, mana-yı harfî ile şahsına ait kalmıyor. Kur’an ve İslâmiyet’e râcidir. Allah nam ve hesabınadır. Din düşmanları tarafından, ona yapılan düşmanlık ve taarruzlar da Bediüzzaman’ın hâdimliğini yaptığı Kur’an ve İslâmiyet’in ortadan kaldırılması maksad-ı mahsusuna matuftur.
Zira hakaik-i Kur’aniye ve imaniyeyi câmi’, o cihanşümul Risale-i Nur eserleri ona ihsan edilmiştir.
İşte bu bedihî hakikati bilen, maskeli, gizli ve münafık iman ve İslâmiyet muarızları ve düşmanları, yarım asra yakındır, Bediüzzaman’ın çürütemedikleri şahsını, yalan ve yaygaralarla hâlâ çürütmeye çabalıyorlar. Maksatları; Risale-i Nur, rağbet ve revaç görüp intişar etmesin, iman ve İslâmiyet inkişaf etmesin. Halbuki Said Nursî’ye iliştikçe Risale-i Nur parlıyor. Neşriyat dairesi genişliyor. Birer numune olan yirmi beş sene içindeki hâdiseler meydandadır.
İslâmiyet düşmanları, bir taraftan tamamıyla yalan propagandalarına ve taarruzlarına devam ederken, diğer taraftan da Nur talebelerinin üstadları ve Risale-i Nur hakkında istidatları nisbetinde, istifade ve istifazalarından doğan minnet ve şükranlarını ifade eden takdirkâr yazı ve sözlerden mürekkeb bir nevi müdafaalarını perdeler arkasından men’etmeye çalışıyorlar. Bunun için safdil gördükleri dostların dostlarına veya dostlara samimi görünerek “İfrata gidiyorsunuz.” gibi birtakım şeyler söylettiriyorlar. İşte böyle sinsi, böyle dessas, böyle entrikalı çeşitli iftiralarla bizi korkutmaya, yıldırmaya ve susturmaya çalışıyorlar.
Evet, acaba hiç akıl kârı mıdır ki din düşmanları, iftira ve yalanlardan ibaret yaygaralarını yapsınlar da bizler hakikati izhar tarzıyla müdafaa etmekte susalım? Acaba hiç mümkün müdür ki İslâmiyet düşmanlığıyla, Üstad Bediüzzaman hakkında zalimane ve cebbarane haksızlıkları irtikâb eden o insafsız propagandacılar, yalanlarını savururken biz, Üstad ve Risale-i Nur’un hakkaniyetini ilan ederek, o acib yalanlarını akîm bırakmaya çalışmayalım? Acaba eblehlik ve safderunluk olmaz mı ki Kur’an ve imanın hunhar ve müstebit zalim düşmanları; Kur’an ve İslâmiyet’i ve dini Risale-i Nur’la küfr-ü mutlaka karşı müdafaa ve muhafaza hizmetini yapan Bediüzzaman aleyhtarlığında, mütemadiyen uydurmalarla seslerini yükseltsinler de biz hak ve hakikati beyan ve ilan etmekte sükût edelim, susalım veya “Biraz susun!” gibi bir şeyle, paravanalar, perdeler arkasında icra-i faaliyet yapan o gizli dinsizlere bir nevi yardım etmiş veya desteklemiş olalım?
Aslâ ve kellâ, kat’â ve aslâ susmayacağız ve hem susturamayacaklardır. Durmayacağız ve hem durduramayacaklardır. Bu can bu kafesten çıkıncaya kadar, bu ruh bu cesetten ayrılıncaya kadar, bu nefes, bu bedenden gidinceye kadar; Risale-i Nur’u okuyacağız, neşredeceğiz. Risale-i Nur’un mahz-ı hakikat ve ayn-ı hak olduğunu ve Bediüzzaman Said Nursî’nin, yapılan ithamlardan tamamıyla münezzeh ve müberra olduğunu, iftiracı ve tertipçi, hunhar din düşmanlarına mukabil, izhar ve ilan edeceğiz.
Kıymetli kardeşlerim! İslâm tarihinde, altın sahifelerde mevkileri bulunan, büyük ve nazirsiz zatlar meydana gelmiştir. O misilsiz zatların tefsirleri ve eserleri, hiçbir Avrupalı feylesofun eseriyle kabil-i kıyas olmayacak derecede emsalsizdir. O büyük İslâm müellifleri ve İslâm dâhîleri, herhangi bir hükûmetin, senelerce ağır bir esaret ve koyu bir istibdadı tahtında olmaksızın, Kur’an ve İslâmiyet’e hakkıyla ve hâlis bir surette hizmet etmişlerdi. Tarihte eşine rastlanmayan bir istibdad-ı mutlak ve eşedd-i zulüm altında ve dehşetli bir esaret içinde bırakılan ve kendini ve eserlerini imha etmeye çalışan din düşmanlarına mukabil, bir şahs-ı manevî olan Bediüzzaman Said Nursî, Resul-i Ekrem aleyhissalâtü vesselâm Efendimizin sünnetine tam ittiba ederek yaptığı dinî cihad-ı ekberinde, beşer tarihinde misli görülmemiş bir tarzda muvaffak ve muzaffer olmuştur.
Bediüzzaman gibi yüz otuz parça imanî eserlerini şiddetli bir istibdat, tazyikat ve takyidat altında, gizliden gizliye telif edebilmek hem kuvvetli bir takva ve ubudiyete sahip olmak ve hem bunlarla beraber, harp cephesinde de fedai olarak gönüllü askerleriyle muharebe etmiş olmak ve harp cephesinde, avcı hattında dahi fırsat buldukça Kur’an’ın en ince nüktelerini ve hârika i’cazını beyan eden bir Kur’an tefsiri telif etmiş olmak ve aynı zamanda nefis mücadelesinde de galip olup, nefsini de dine hizmetkâr yapmak ve hürriyeti gasbedilerek, ücra bir köye sürgün edilip, tecrid-i mutlak ve tarassudlar ve her türlü azaplar içinde ablukaya alınıp, Engizisyon zulümlerini çok geride bırakan hâkim bir kuvvetin tazyikatı altında, cani canavarların pek vahşi işkenceleri içinde سِرًّا تَنَوَّرَت۟ sırrıyla perde altında Risale-i Nur eserleri gibi eserler neşretmek ve böylece cihanın maddî manevî “Fatih”i olan Resul-i Ekrem aleyhissalâtü vesselâmın sünnet-i seniyesinin bir hizmetkârı olarak, bugün milyonlara bâliğ olan bir câmiayı, inayet-i İlahî ile Kur’an-ı Hakîm’in cadde-i kübrasında selâmetle ilerletmek ve mü’minlerin ve beşeriyetin sadece dünyalarını değil, ebedî saadetlerini temine Risale-i Nur gibi bir eserle vesile olmak; bu mezkûr hususiyetlerin manevî şahsında toplanması, Risale-i Nur müellifi Bediüzzaman Said Nursî gibi tarihte hangi bir zata daha nasib olmuştur acaba?
Evet kardeşlerim! Risale-i Nur, öyle bir ziya-yı hakikat, öyle bir bürhan-ı hak ve bir sirac-ı hakikat neşrediyor ve iki cihanın saadetini temin edecek, Kur’an ve iman hakikatlerini ders veriyor ve öyle bir lütf-u İlahîdir ki yirmi beş seneden beri, çoluk çocuk, genç ihtiyar, kadın erkek, muallimi, feylesofu, talebesi, âlimi, mutasavvıfı gibi her bir tabaka-i insaniye, bu Nur’un âşığı, bu Nur’un pervanesi, bu Nur’un meclubu, bu Nur’un muhibbi olmuşlar; bu Nur’a koşmuşlar, bu Nur’un sinesine atılmışlar, bu Nur’dan meded istemişler. Milyonlarca bahtiyar kimselerden müteşekkil muazzam bir kitle, bu Nur’la nurlanıp bu Nur’la kurtulmuşlardır.
Evet kardeşlerim! Mahzen-i mu’cizat ve mu’cize-i kübra olan Kur’an-ı Azîmüşşan’ın hakiki bir tefsiri olan Risale-i Nur, o kadar merak-âver, o kadar cazibedar, o kadar dehşetli ve muazzam hakikatleri ders veriyor ve mesaili ispat ediyor ki iman ve İslâmiyet’in kıtalar genişliğinde inkişaf ve fütuhatına medar oluyor ve olacaktır.
Evet Risale-i Nur, kalplere o derece bir aşk ve muhabbet, ruhlara o kadar bir vecd ve heyecan vermiş, akıl ve mantıkları öyle bir tarzda ikna etmiş ve öyle bir itminan-ı kalp hasıl etmiştir ki milyonlarca Nur talebelerine, kendini defalarca okutmuş, yazdırmış ve bir ömür boyunca mütalaa ettirmiş ve senelerden beri âdeta kendi kendini neşretmiştir.
Aziz kardeşlerim! Ecnebi parmağıyla idare edilen zındıka komiteleri, İslâmiyet’i imha için İslâm memleketlerinde, bilhassa Türkiye’de, öyle desiselerle entrikalar çevirmişler, haince dolaplar döndürmüşler, hunharane ve vahşiyane zulümler irtikâb ve şeytanî ve menfur planlar tatbik etmişler ve iğfalatta bulunmuşlar; iblisane, sinsi metotlar takip etmişler ve kardeşi kardeşe çarpıştırmışlar ve öyle aldatıcı yalan ve propagandalar ve yaygaralar yapmışlar, fitne ve fesat ve tefrika tohumları saçmışlardır ki bunlar İslâm’ın bünyesinde derin rahneler açmış ve büyük tahribatlar yapmıştır.
Fakat o musibetler, Cenab-ı Hakk’ın imdadı ile tahrik ve istihdam olunan Bediüzzaman Said Nursî gibi ihlas-ı tammı kazanmış olan bir zat vasıtasıyla, rahmet-i İlahî ile mededres ve şifa-resan ve cihan-pesend ve cihanşümul bir mahiyeti haiz Risale-i Nur eserlerinin meydana gelmesine sebep olmuştur. Ve aynı zamanda, Müslümanları uyandırmış; onları halâs, kurtuluş çarelerini aramaya sevk etmiştir. Ebedî âhiret hayatlarını kurtarmak için hakiki iman derslerini almak ve Allah’a iltica ve emirlerine itaat etmek ihtiyacını şiddetle hissettirmiş ve bu husustaki gaflet ve kusuratı; o musibetlerin ihtar ettiğini, idrak ettirmiştir. Zaten insanların, mü’minlerin başına gelen bela ve musibetlerin hikmeti budur.
Evet o ecnebilerin, canavarlar gibi yaptıkları muamele ve zulümler, İslâm dünyasında, hürriyet ve istiklal ve ittihad-ı İslâm cereyanını da hızlandırmıştır. Nihayet, müstakil İslâm devletlerinin teşkilini intac etmiştir. İnşâallahu Teâlâ, Cemahir-i Müttefika-i İslâmiye de meydana gelecek ve İslâmiyet, dünyaya hâkim ve hükümran olacaktır. Rahmet-i İlahîden kuvvetle ümit ve niyaz ediyoruz.
İşte Risale-i Nur müellifi Bediüzzaman Said Nursî, öyle bir mücahid-i İslâm’dır ki ve telifatı Risale-i Nur, öyle uyandırıcı ve öyle halâskâr ve öyle fevkalâde ve cihangir bir eserdir ki din aleyhindeki bütün o komitelerin bellerini kırmış, mezkûr muzır ve habîs faaliyetlerini akamete düçar ve dinsizlik esaslarının temel taşlarını paramparça etmiş ve köküyle kesmiştir ve İslâmî ve imanî fütuhatı, perde altında, kalpten kalbe inkişaf ettirmiş ve Kur’an-ı Azîmüşşan’ın hâkimiyet-i mutlakasına zemin ihzar etmiştir.
Evet Risale-i Nur, o tahribatı Kur’an’ın elmas hakikatleriyle ve Kur’an-ı Kerîm’deki en kısa ve en müstakim bir tarîkle tamir ve o yaraları, Kur’an-ı Hakîm’in eczahane-i kübrasındaki edviyelerle tedavi ediyor ve edecektir. Hem masum Müslümanların kanlarını sömüren ve servetleri tahaccür etmiş millet kanı olan, parazit, tufeylî ve aç gözlü canavar ve barbar emperyalistleri, müstemlekecileri ve onların içimizdeki, sadece şahsî menfaat zebunu, zalim, hunhar, harîs ve müstebit uşaklarını, hâk ile yeksan edip izmihlal ve inhidam-ı mutlakla mağlup eden ve edecek yegâne çarenin Kur’an-ı Mu’cizü’l-Beyan’ın bu asırda bir mu’cize-i manevîsi olan Risale-i Nur eserleri olduğunda, basîretli İslâm mücahidleri ve âlimleri, icraat ve müşahedata müstenid, yakînî bir kanaat-i kat’iye ile müttefiktirler.
Evet tarih-i beşer, Risale-i Nur gibi bir eser göstermiyor. Demek, anlaşılıyor ki Risale-i Nur, Kur’an’ın emsalsiz bir tefsiridir.
Evet Bediüzzaman Said Nursî’ye, yalnız âlem-i İslâm değil, Hristiyan dünyası da medyun ve minnettardır ki dinsizliğe karşı umumî cihadında mazhar olduğu muvaffakiyet ve galibiyetten dolayı Roma’daki Papa dahi kendisine resmen tebrik ve teşekkürname yazmıştır.
Şimdi Risale-i Nur Külliyatı’ndan iman, Kur’an ve Hazret-i Peygamber aleyhissalâtü vesselâm Efendimiz hakkında olan eserlerden bazı kısımları aynen okuyacağım. Siz bu eserleri elde edip tamamını okursunuz. Okurken belki izah edilmesini isteyen kardeşlerimiz olacaktır. Fakat bu hususta arz edeyim ki üstadımız Bediüzzaman, bir Nur talebesine Risale-i Nur’dan bazen okuyuvermek lütfunu bahşederken izah etmiyor, diyor ki: “Risale-i Nur, imanî meseleleri lüzumu derecesinde izah etmiş. Risale-i Nur’un hocası, Risale-i Nur’dur. Risale-i Nur, başkalarından ders almaya ihtiyaç bırakmıyor. Herkes istidadı nisbetinde kendi kendine istifade eder. Aklınız her bir meseleyi tam anlamasa da ruh, kalp ve vicdanınız hissesini alır. Ne kadar istifade etseniz büyük bir kazançtır.”
Okunan Türkçe veya Arapça bir risalenin izahı, başka bir risalede varsa onu getirip okuyor. Risale-i Nur’daki gayet ince nükteleri derk eden basîretli âlimler de der ki: Bir âlimin yüksek bir ilmi olabilir fakat Risale-i Nur’u cemaate okurken tafsilata girişip eski malûmatlarıyla açıklarsa bu izahatı, Risale-i Nur’un beyan ettiği, asrımızın fehmine uygun ve ihtiyacına tam cevap veren hakikatlerin anlaşılmasında ve tesiratında ve Risale-i Nur’un mahiyetinin derkine bir perde olabilir. Bunun için bazı lügatların manalarını söyleyerek aynen okumak daha müessir ve daha efdaldir.
İstanbul Üniversitesindeki kardeşlerimiz de böyle okuyorlar. Biz de hülâsaten deriz ki: Risale-i Nur, gayet fasih ve vecizdir. Sözün kıymeti; îcazındadır, kısalığındadır. Bir mesele-i imaniye ve Kur’aniye umuma ders verilirken mücmel olarak tedrisinde, daha fazla istifaza ve istifade vardır.
Ey Üstadımız Efendimiz! Umum kadirşinas insanlar Risale-i Nur’u ve sizi ebediyen tebcil ve tekrim edeceklerdir. Tahkikî iman dersleriyle imanımızı kurtaran cihan-baha ve cihan-değer bir kıymette olan Risale-i Nur’u bütün ruh-u canımızla, bütün mevcudiyetimizle seviyor ve tekrim ediyoruz. Bu aşk ve bu muhabbet, bu tazim ve bu hürmet; nesilden nesile, asırdan asıra, devirden devire intikal edecektir.
Evet, Risale-i Nur’daki hakaik-i Kur’aniye öyle bir kuvvettir ki bu kudret karşısında, küfr-ü mutlakın ve dinsizliğin temelleri târumar olacak; inhidam çukurlarına yuvarlanarak geberecektir. Bâki kalanlar, iman ve Kur’an nuruyla felâh ve necat bulacaklardır.
Evet dağları, taşları, pamuk gibi dağıtacak; demir ve granitleri yağ gibi eritecek derecede olan bu kuvvet-i Kur’aniye dünyayı nur ve saadete gark edecek. Bu Nur-u Kur’an, imanların kurtuluşunda, dünyaya hâkim ve hükümran olacaktır.
وَ اٰخِرُ دَع۟وٰيهُم۟ اَنِ ال۟حَم۟دُ لِلّٰهِ رَبِّ ال۟عَالَمٖينَ