İçeriğe atla

Birinci Lem'a/id: Revizyonlar arasındaki fark

"------ <center>Al-Lama’ât | ⇒ CAHAYA KEDUA</center> -----" içeriğiyle yeni sayfa oluşturdu
("Bukan hanya itu, bahkan dengan cahaya tauhid yang murni, perut ikan yang gelap berubah laksana perut kapal selam, lautan yang ganas dengan ombak yang siap menelan juga berubah bagaikan taman yang penuh keindahan. Awan-gemawan pun berarakan di langit. Bulan menampakkan wajahnya yang bersinar bak pelita terang yang muncul di atas kepala beliau. Semuanya berkat munajat tersebut. Demikianlah, makhluk-makhluk yang tadinya mengancam dan menakuti beliau, sekara..." içeriğiyle yeni sayfa oluşturdu)
("------ <center>Al-Lama’ât | ⇒ CAHAYA KEDUA</center> -----" içeriğiyle yeni sayfa oluşturdu)
 
(Aynı kullanıcının aradaki diğer 9 değişikliği gösterilmiyor)
21. satır: 21. satır:
Bukan hanya itu, bahkan dengan cahaya tauhid yang murni, perut ikan yang gelap berubah laksana perut kapal selam, lautan yang ganas dengan ombak yang siap menelan juga berubah bagaikan taman yang penuh keindahan. Awan-gemawan pun berarakan di langit. Bulan menampakkan wajahnya yang bersinar bak pelita terang yang muncul di atas kepala beliau. Semuanya berkat munajat tersebut. Demikianlah, makhluk-makhluk yang tadinya mengancam dan menakuti beliau, sekarang berlalu dengan wajah bersahabat lalu mendekati dengan kasih dan sayang sehingga beliau keluar menuju pantai keselamatan dan menyaksikan kemurahan Allah yang Maha Penyayang dari bawah pohon yaktin.(*<ref>*Sejenis pohon labu. Lihat: QS. ash-Shâffât [37]: 146—Peny.</ref>)Mari kita melihat diri kita lewat cahaya munajat itu. Ternyata, kita berada dalam suatu kondisi yang jauh lebih menakutkan dan pe- nuh ancaman daripada kondisi yang dialami oleh Nabi Yunus . Hal itu dikarenakan: Pertama, malam yang menaungi kita adalah masa depan; dan masa depan kita, jika kita melihatnya dengan pandangan kelalaian, ia tampak gelap dan menakutkan, bahkan lebih gelap seratus kali lipat daripada malam yang dilalui Nabi Yunus .
Bukan hanya itu, bahkan dengan cahaya tauhid yang murni, perut ikan yang gelap berubah laksana perut kapal selam, lautan yang ganas dengan ombak yang siap menelan juga berubah bagaikan taman yang penuh keindahan. Awan-gemawan pun berarakan di langit. Bulan menampakkan wajahnya yang bersinar bak pelita terang yang muncul di atas kepala beliau. Semuanya berkat munajat tersebut. Demikianlah, makhluk-makhluk yang tadinya mengancam dan menakuti beliau, sekarang berlalu dengan wajah bersahabat lalu mendekati dengan kasih dan sayang sehingga beliau keluar menuju pantai keselamatan dan menyaksikan kemurahan Allah yang Maha Penyayang dari bawah pohon yaktin.(*<ref>*Sejenis pohon labu. Lihat: QS. ash-Shâffât [37]: 146—Peny.</ref>)Mari kita melihat diri kita lewat cahaya munajat itu. Ternyata, kita berada dalam suatu kondisi yang jauh lebih menakutkan dan pe- nuh ancaman daripada kondisi yang dialami oleh Nabi Yunus . Hal itu dikarenakan: Pertama, malam yang menaungi kita adalah masa depan; dan masa depan kita, jika kita melihatnya dengan pandangan kelalaian, ia tampak gelap dan menakutkan, bahkan lebih gelap seratus kali lipat daripada malam yang dilalui Nabi Yunus .


<div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
Pertama, malam yang menaungi kita adalah masa depan; dan masa depan kita, jika kita melihatnya dengan pandangan kelalaian, ia tampak gelap dan menakutkan, bahkan lebih gelap seratus kali lipat daripada malam yang dilalui Nabi Yunus.Kedua, lautan kita adalah bumi yang setiap ombaknya membawa ribuan jenazah. Karena itu, ia adalah lautan yang seratus kali lipat lebih menakutkan daripada lautan tempat Nabi Yunus dilempar- kan.Ketiga, ikan besar kita adalah nafsu ammârah yang kita bawa. la adalah ikan yang ingin menelan dan memusnahkan kehidupan akhirat kita. Ikan ini lebih rakus daripada ikan yang menelan Nabi Yunus, karena ikan yang menelan Nabi Yunus mungkin dapat melenyapkan kehidupan yang lamanya seratus tahun saja, sementara nafsu ammârah kita berupaya menghancurkan ratusan juta tahun kehidupan abadi yang menyenangkan dan penuh kebahagiaan.
İşte Hazret-i Yunus aleyhisselâmın birinci vaziyetinden yüz derece daha müthiş bir vaziyetteyiz. Gecemiz, istikbaldir. İstikbalimiz, nazar-ı gafletle onun gecesinden yüz derece daha karanlık ve dehşetlidir. Denizimiz, şu sergerdan küre-i zeminimizdir. Bu denizin her mevcinde binler cenaze bulunuyor, onun denizinden bin derece daha korkuludur. Bizim heva-yı nefsimiz, hutumuzdur; hayat-ı ebediyemizi sıkıp mahvına çalışıyor. Bu hut, onun hutundan bin derece daha muzırdır. Çünkü onun hutu yüz senelik bir hayatı mahveder. Bizim hutumuz ise yüz milyon seneler hayatın mahvına çalışıyor.
</div>


<div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
Selama hakikat kondisi kita seperti itu, maka tidak ada jalan lain kecuali kita mengikuti Nabi Yunus, seraya berpaling dari semua sebab, lalu menghadap secara langsung kepada Allah yang merupakan pencipta segala sebab. Kita menghadap kepada-Nya dengan sepenuh jiwa dan raga kita, seraya mengharap pertolongan-Nya dengan munajat berikut:لَٓا اِلٰهَ اِلَّٓا اَن۟تَ سُب۟حَانَكَ اِنّٖى كُن۟تُ مِنَ الظَّالِمٖينَ  
Madem hakiki vaziyetimiz budur; biz de Hazret-i Yunus aleyhisselâma iktidaen, umum esbabdan yüzümüzü çevirip doğrudan doğruya Müsebbibü’l-esbab olan Rabb’imize iltica edip لَٓا اِلٰهَ اِلَّٓا اَن۟تَ سُب۟حَانَكَ اِنّٖى كُن۟تُ مِنَ الظَّالِمٖينَ demeliyiz ve aynelyakîn anlamalıyız ki gaflet ve dalaletimiz sebebiyle aleyhimize ittifak eden istikbal, dünya ve heva-yı nefsin zararlarını def’edecek yalnız o zat olabilir ki istikbal taht-ı emrinde, dünya taht-ı hükmünde, nefsimiz taht-ı idaresindedir.
Kita meyakini bahwa masa depan yang menanti kita, dunia yang menampung kita, dan nafsu ammârah yang ada pada diri kita, karena kelalaian dan kesesatan kita, telah melakukan persekongkolan terhadap kita. Kita pun yakin bahwa tidak ada yang dapat menghilangkan ancaman masa depan, menumpas teror dan bencana-bencana dunia, menjauhkan bahaya nafsu ammârah, kecuali Dzat yang menguasai masa depan, mengatur dunia, dan menguasai jiwa kita.
</div>


<div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
Siapakah selain pencipta langit dan bumi yang mengetahui gejolak jiwa kita? Siapa selain-Nya yang mengetahui rahasia hati kita? Siapa selain-Nya yang mampu menerangi masa depan dengan menciptakan akhirat bagi kita? Siapakah selain-Nya yang dapat menyelamatkan kita dari riak ombak dunia yang penuh dengan de- buran peristiwa? Tidak; Tidak ada yang mampu menjadi penyelamat, kecuali Allah  . Dialah yang jika bukan karena kehendak-Nya tidak mungkin sesuatu, di mana pun dan dalam keadaan bagaimana pun, akan mendapatkan pertolongan.
Acaba Hâlık-ı semavat ve arz’dan başka hangi sebep var ki en ince ve en gizli hatırat-ı kalbimizi bilecek ve bizim için istikbali, âhiretin icadıyla ışıklandıracak ve dünyanın yüz bin boğucu emvacından kurtaracak? Hâşâ, Zat-ı Vâcibü’l-vücud’dan başka hiçbir şey, hiçbir cihette onun izni ve iradesi olmadan imdat edemez ve halâskâr olamaz.
</div>


<div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
Selama hakikat kondisi kita seperti itu, maka tidak ada jalan lain bagi kita, kecuali menengadahkan tangan tunduk kepada-Nya, meminta uluran kasih sayang-Nya kepada kita dan mengikuti rahasia munajat Nabi Yunus yang mampu mengendalikan ikan besar hingga tunduk kepada beliau sehingga ikan itu laksana kapal selam yang berlayar di bawah laut, dan menjadikan lautan bagaikan taman yang indah, serta menyinari malam dengan cahaya rembulan yang terang. Maka hendaknya kita bermunajat: لَٓا اِلٰهَ اِلَّٓا اَن۟تَ سُب۟حَانَكَ اِنّٖى كُن۟تُ مِنَ الظَّالِمٖينَ
Madem hakikat-i hal böyledir. Nasıl ki Hazret-i Yunus aleyhisselâma o münâcatın neticesinde hutu ona bir merkûb, bir tahte’l-bahir ve denizi bir güzel sahra ve gece mehtaplı bir latîf suret aldı. Biz dahi o münâcatın sırrıyla لَٓا اِلٰهَ اِلَّٓا اَن۟تَ سُب۟حَانَكَ اِنّٖى كُن۟تُ مِنَ الظَّالِمٖينَ demeliyiz. لَٓا اِلٰهَ اِلَّٓا اَن۟تَ cümlesiyle istikbalimize سُب۟حَانَكَ kelimesiyle dünyamıza اِنّٖى كُن۟تُ مِنَ الظَّالِمٖينَ fıkrasıyla nefsimize nazar-ı merhametini celbetmeliyiz.
Kita meminta uluran kasih Ilahi untuk “masa depan” kita dengan ungkapan: لَٓا اِلٰهَ اِلَّٓا اَن۟تَ
</div>
Kita memohon uluran kasih Ilahi untuk kehidupan “dunia” kita dengan kalimat:سُب۟حَانَكَ Dan dengan untaian:اِنّٖى كُن۟تُ مِنَ الظَّالِمٖينَ kita berharap supaya Dia memandang kita dengan pandangan belas kasih, agar masa depan kita penuh dengan cahaya iman dan al- Qur’an; agar malam mencekam berganti menjadi aman dan menyenangkan; dan agar kita dapat mengakhiri misi serta tugas kehidupan kita dengan tiba di pantai keselamatan, masuk dalam pelukan kebenaran Islam.


<div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
Dengan kebenaran—yang merupakan bahtera yang telah disediakan oleh al-Qur’anitu, kita berlayar mengarungi gelombang kehidupan di atas ombak masa dan abad yang membawa jenazah tak terhitung banyaknya, dan yang senantiasa melemparkan mereka ke dalam jurang ketiadaan lewat proses pergantian kematian dan kehidupan di dunia kita ini.
Tâ ki nur-u iman ile ve Kur’an’ın mehtabıyla istikbalimiz tenevvür etsin ve o gecemizin dehşet ve vahşeti, ünsiyet ve tenezzühe inkılab etsin.
</div>


<div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
Karena itu, mari kita melihat pemandangan yang menakutkan ini lewat cahaya al-Qur’an. Ternyata ia adalah pemandangan yang terus berubah dan senantiasa diperbaharui. Pembaharuannya yang terus-menerus itu telah menghilangkan keterasingan yang menakutkan, yang muncul dari tiupan badai dan gempa di lautan untuk kemudian berganti menjadi pandangan yang penuh hikmah dan pelajaran serta membangkitkan tafakkur dan perenungan tentang ciptaan Allah.
Ve mütemadiyen mevt ve hayatın değişmesiyle seneler ve karnlar emvacı üstünde hadsiz cenazeler binip ademe atılan dünyamız ve zeminimizde, Kur’an-ı Hakîm’in tezgâhında yapılan bir sefine-i maneviye hükmüne geçen hakikat-i İslâmiyet içine girip selâmetle o denizin üstünde gezip, tâ sahil-i selâmete çıkarak hayatımızın vazifesi bitsin. O denizin fırtınaları ve zelzeleleri, sinema perdeleri gibi tenezzühün manzaralarını tazelendirmekle, vahşet ve dehşet yerine, nazar-ı ibret ve tefekkürü keyiflendirerek okşayıp ışıklandırsın.
Maka, kehidupan kita diterangi dengan keindahan pembaharuan tersebut.
</div>


<div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
Pada saat itu, nafsu ammârah tidak dapat mengalahkan kita, tetapi kitalah yang menguasainya dengan rahasia yang diberikan oleh al-Qur’an. Bahkan, dengan pelajaran Qurani tersebut, kita mampu mengendalikan nafsu ammârah sehingga menjadi tunduk pada kehendak kita serta menjadi sarana yang baik dan bermanfaat untuk meraih kehidupan yang abadi.
Hem o sırr-ı Kur’an’la, o terbiye-i Furkaniye ile nefsimiz bize binmeyecek, merkûbumuz olup, bizi ona bindirip hayat-ı ebediyemizin kazanmasına kuvvetli bir vasıtamız olsun.
</div>


<div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
Kesimpulan
'''Elhasıl:''' Madem insan, mahiyetinin câmiiyeti itibarıyla sıtmadan müteellim olduğu gibi arzın zelzele ve ihtizazatından ve kâinatın kıyamet hengâmında zelzele-i kübrasından müteellim oluyor. Ve nasıl ki hurdebînî bir mikroptan korkar, ecram-ı ulviyeden zuhur eden kuyruklu yıldızdan dahi korkar. Hem nasıl ki hanesini sever, koca dünyayı da öyle sever. Hem nasıl ki küçük bahçesini sever, öyle de hadsiz ebedî cenneti dahi müştakane sever.
Dengan substansi universal yang dimiliki, manusia menderita karena demam ringan, sebagaiman ia menderita karena gempa bumi dan gempa alam yang dahsyat saat kiamat tiba. Manusia takut pada bakteri kecil, sebagaimana ia takut terhadap meteor-meteor yang muncul di angkasa. Manusia mencintai rumahnya dan merasa nyaman di dalamnya, sebagaimana ia mencintai dunia yang besar ini. Serta manusia suka akan tamannya yang kecil, sebagaimana ia merindukan surga abadi dan berharap untuk menghuninya.
</div>


<div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
Begitulah selalu kehidupan manusia. Karena itu, tidak ada se- sembahan, pencipta, pengatur, penyelamat, dan pelindung selain Dzat; Yang di tangan-Nya terdapat kunci perbendaharaan langit dan bumi; Yang memegang kendali atom hingga planet; dan Yang segala sesuatu tunduk pada aturan-Nya. Oleh karena itu, manusia pasti sangat butuh untuk menghadapkan wajah kepada Allah serta merendahkan diri di hadapan-Nya seraya meneladani Nabi Yunus dengan membaca:“Tiada Tuhan selain Engkau, Mahasuci Engkau, sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang zalim.
Elbette böyle bir insanın Mabud’u, Rabb’i, melcei, halâskârı, maksudu öyle bir zat olabilir ki umum kâinat onun kabza-i tasarrufunda, zerrat ve seyyarat dahi taht-ı emrindedir. Elbette öyle bir insan daima Yunusvari (as) لَٓا اِلٰهَ اِلَّٓا اَن۟تَ سُب۟حَانَكَ اِنّٖى كُن۟تُ مِنَ الظَّالِمٖينَ demeye muhtaçtır.
</div>


<div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
“Mahasuci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain yang telah Engkau ajarkan pada kami. Engkaulah Yang Maha Mengetahui dan Mahabijaksana.” (QS. al-Baqarah [2]: 32)(*<ref>*Ayat ini biasanya dijadikan Said Nursi sebagai penutup pada sebagian besar risalah atau tulisannya. Karena sebagai doa penutup, maka untuk selanjutnya tidak disertakan terjemahannya—Peny.</ref>)
سُب۟حَانَكَ لَا عِل۟مَ لَنَٓا اِلَّا مَا عَلَّم۟تَنَٓا اِنَّكَ اَن۟تَ ال۟عَلٖيمُ ال۟حَكٖيمُ
</div>




<div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
------
------
<center> [[Lem'alar]] | ⇒ [[İkinci Lem'a]] </center>
<center>[[Lem'alar/id|Al-Lama’ât]] | ⇒ [[İkinci Lem'a/id|CAHAYA KEDUA]]</center>
------
-----
</div>