77.975
düzenleme
("Jika seseorang berafiliasi dengan sultan karena posisinya sebagai prajurit atau pejabat pemerintah, maka ia jauh lebih bisa melaksanakan semua urusan dan tugasnya daripada kalau hanya bersandar pada kemampuannya sendiri. Sebab, ada kekuatan yang muncul dari afiliasinya dengan sultan. Contohnya, ia bisa menawan seorang pem- impin besar atas nama sultan tadi, meskipun ia hanyalah seorang prajurit. Ketika melakukan tugas, yang membawa segala perlengkapan da..." içeriğiyle yeni sayfa oluşturdu) |
("------ <center> CAHAYA KEDUA PULUH DUA ⇐ | Al-Lama’ât | ⇒ CAHAYA KEDUA PULUH EMPAT </center> ------" içeriğiyle yeni sayfa oluşturdu) |
||
(Aynı kullanıcının aradaki diğer 69 değişikliği gösterilmiyor) | |||
138. satır: | 138. satır: | ||
Jika seseorang berafiliasi dengan sultan karena posisinya sebagai prajurit atau pejabat pemerintah, maka ia jauh lebih bisa melaksanakan semua urusan dan tugasnya daripada kalau hanya bersandar pada kemampuannya sendiri. Sebab, ada kekuatan yang muncul dari afiliasinya dengan sultan. Contohnya, ia bisa menawan seorang pem- impin besar atas nama sultan tadi, meskipun ia hanyalah seorang prajurit. Ketika melakukan tugas, yang membawa segala perlengkapan dan peralatan adalah beberapa unit pasukan. Jadi, bukan ia seorang diri dan tidak harus ia yang membawanya. Semua itu terwujud berkat afiliasinya dengan sultan. Karena itu, ia bisa melakukan pekerjaan- pekerjaan luar biasa seperti pekerjaan seorang sultan besar. Ia juga mempunyai pengaruh dan kekuatan yang tidak seperti biasanya seperti kekuatan pasukan besar meskipun ia hanya seorang diri. | Jika seseorang berafiliasi dengan sultan karena posisinya sebagai prajurit atau pejabat pemerintah, maka ia jauh lebih bisa melaksanakan semua urusan dan tugasnya daripada kalau hanya bersandar pada kemampuannya sendiri. Sebab, ada kekuatan yang muncul dari afiliasinya dengan sultan. Contohnya, ia bisa menawan seorang pem- impin besar atas nama sultan tadi, meskipun ia hanyalah seorang prajurit. Ketika melakukan tugas, yang membawa segala perlengkapan dan peralatan adalah beberapa unit pasukan. Jadi, bukan ia seorang diri dan tidak harus ia yang membawanya. Semua itu terwujud berkat afiliasinya dengan sultan. Karena itu, ia bisa melakukan pekerjaan- pekerjaan luar biasa seperti pekerjaan seorang sultan besar. Ia juga mempunyai pengaruh dan kekuatan yang tidak seperti biasanya seperti kekuatan pasukan besar meskipun ia hanya seorang diri. | ||
Dengan tugas dan jabatan tersebut, “semut” mampu menghancurkan istana Fir’aun, serta dengan adanya afiliasi tersebut “nyamuk” bisa membinasakan Namrud. Selain itu, dengan adanya hubungan tersebut, benih pohon pinus yang serupa dengan benih gandum bisa menumbuhkan semua perangkat pohon pinus yang besar.(*<ref>*Ya, ketika ada afiliasi, benih tersebut menerima sebuah perintah dari qadar ilahi dan bisa melakukan pekerjaan-pekerjaan yang luar biasa. Namun,manakala afiliasi tadi terputus, penciptaan benih itu mengharuskan adanya berbagai perangkat, kekuasaan, dan kemampuan yang jauh lebih besar dari apa yang dibutuhkan dalam penciptaan pohon pinus besar. Sebab, semua bagian pohon pinus yang menyelimuti dan memperindah pegunungan, serta yang mencerminkan wujud rill bagi qudrah ilahi harus ada pada pohon maknawi yang merupakan jejak qadar di benih tersebut dengan seluruh organ dan peralatannya. Sebab, pabrik untuk mencipta pohon besar itu tersembunyi di dalam benih itu sendiri. Lalu dengan qudrah ilahi, pohon qadar yang terdapat di dlam benih itu tampak secara konkret di luar benih untuk kemudian membentuk pohon pinus besar—Penulis.</ref>) | |||
Seandainya hubungan tadi terputus, atau ia diberhentikan dari tugasnya, maka ia harus memikul sendiri semua pekerjaannya yang berat dan ia pun hanya akan bisa melakukan pekerjaan-pekerjaan yang sesuai dengan kekuatannya yang minim dan terbatas, serta sesuai dengan volume perangkat dan peralatan sederhana yang ada padanya. Apabila ia diminta untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan yang tadinya bisa dikerjakan dengan mudah seperti dalam kondisi pertama, ia akan segera menampakkan ketidakberdayaannya, kecuali kalau ia mampu memikul kekuatan seluruh pasukan dan semua peralatan perang negara. Orang yang mengkhayalkan hal ini serta terbang di angkasa khurafat tersebut, akan tertunduk malu oleh ucapannya sendiri. | |||
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa menyerahkan urusan semua entitas dan menghubungkannya kepada Sang Wajibul wujud (Allah ) mengandung kemudahan yang bersifat wajib. Sementara, menyandarkan proses penciptaan kepada alam adalah sesuatu yang sulit untuk diterima, bahkan sampai ke tingkat tidak mungkin dan mustahil. | |||
'''Kemustahilan Ketiga''' | |||
''' | Kami akan menjelaskan hal ini dengan dua contoh yang telah kami jelaskan dalam beberapa risalah, yaitu: | ||
1. Orang Dusun Masuk Istana Orang dusun yang polos masuk ke dalam sebuah istana yang besar, yang indah, yang gemerlap oleh berbagai dekorasinya, yang megah oleh berbagai perangkat modern mengagumkan di dalamnya, dibangun di padang pasir yang sepi dan buas. Ia menuju ke istana tersebut, lalu mengelilingi setiap sisinya, dan terkagum-kagum oleh keindahan bangunannya, berbagai ukiran yang terdapat di dindingnya, dan kesempurnaan bentuknya. Karena sangat polos dan sangat dungu, ia menganggap pastilah salah satu barang yang ada di istana itulah yang membuat seluruh isi bangunan tanpa campur tangan orang luar. Apa pun yang dia lihat dianggapnya sebagai pencipta yang menciptakan istana megah tersebut. | |||
Kakinya melangkah menuju salah satu sisi istana, dan tiba-tiba di situ ia menemukan sebuah buku acuan berisi rancangan rinci proses pembangunan istana. Selain itu, dituliskan pula di dalam- nya penjelasan mengenai benda-benda di dalamnya berikut aturan pengelolaannya. Meskipun buku tadi hanya semacam daftar isidi mana ia tidak ikut membangun dan memperindah istana, sebab tidak memiliki tangan untuk bekerja atau mata untuk melihat—tetapi hanya mempunyai kaitan dengannya, sesuai dengan isinya, serta sejalan dengan cara kerjanya—karena memang merupakan perlambang sunnatullah yang bersifat ilmiah—namun orang dusun itu kemudian berkata, “Buku inilah yang telah membangun, menyusun, dan mem- buat istana tersebut dengan indah. Dialah yang telah menghadirkan semua isi istana sekaligus mengaturnya secara rapi.” Dari pernyataan ini tampak dengan jelas betapa bodohnya orang dusun tadi. | |||
Sama dengan contoh itu, ada yang masuk ke istana alam yang besar ini, yang jauh lebih teratur, lebih rapi, lebih indah, dan lebih megah daripada istana kecil di atas yang sebetulnya tidak bisa di- bandingkan dengannya. Setiap sisi-sisi alam menampakkan berbagai mukjizat mencengangkan dan hikmah yang istimewa. Ya, salah seorang naturalis-ateis yang mengingkari keberadaan Tuhan masuk ke dalam istana alam ini. Belum apa-apa ia langsung berpaling dari tanda-tanda ciptaan Allah yang bertebaran di hadapannya. Lalu ia mulai mencari sebab yang menciptakan alam di antara para makhluk. Ia pun menyaksikan berbagai aturan sunnatullah dan daftar penciptaan Tuhan yang secara sangat keliru disebut dengan “hukum alam” atau hukum kausalitas. Hukum alam tersebut laksana lembaran buku ca- tatan “perubahan dan pergantian” bagi qudrah ilahi. | |||
Ia juga laksana lembaran “penghapusan dan penetapan” bagi qadar ilahi. Namun orang tersebut malah berkata: | |||
“Karena semua entitas membutuhkan adanya sebab yang mencipta, sementara yang paling terkait erat dengannya hanyalah buku catatan (lembaran) tadi, maka aku berkesimpulan bahwa buku itulah yang menciptakan semua entitas. Sebab, aku tidak percaya kepada Tuhan Pencipta Yang Maha Agung.” Padahal, secara jujur, akal manusia sangat menolak kalau semua pengaturan Tuhan yang bersifat mutlak dinisbatkan kepada “buku” yang buta, tuli, dan lemah itu. | |||
Kami tegaskan, “Wahai orang yang lebih bodoh dari si Pandir, angkatlah kepalamu dari bawah kubangan alam agar engkau bisa melihat Pencipta Agung di mana semua entitas, dari atom hingga planet, dengan bahasa yang berbeda-beda, menjadi saksi atas-Nya. Lihatlah manifestasi Sang Pencipta Agung yang telah membangun istana alam yang megah ini, serta telah menuliskan rancangan, rencana, dan semua aturan-Nya pada “buku” tersebut. Dengarkan pesan al-Qur’an dan selamatkan dirimu dari igauan yang hina itu. | |||
2. Orang Primitif Masuk Barak Militer atau Masjid | |||
Seseorang yang sama sekali tak mengenal budaya dan peradaban masuk ke tengah-tengah kampung militer besar. Ia tercengang tatkala melihat berbagai latihan yang dengan sangat teratur dan penuh disiplin dilakukan oleh para prajurit di kampung tersebut. Gerakan mereka yang seragam itu tampak seolah-olah seperti satu gerakan. Semua prajurit secara serempak bergerak dengan gerakan salah seorang di antara mereka dan mereka juga diam dengan diamnya ia. Lalu semua prajurit melepaskan tembakan segera setelah orang tadi mengeluarkan perintah. Orang yang tak mengenal budaya dan peradaban itu pun terheran-heran melihatnya. Akalnya yang polos tak mampu memahami bagaimana mungkin kepemimpinan seorang panglima dipatuhi sedemikian rupa dan dilaksanakan secara rapi. Lalu ia mengasumsikan adanya seutas tali yang mengikat masing-masing prajurit. | |||
< | Kemudian ia mulai merenungkan kehebatan tali yang diasumsikan tadi sehingga ia pun bertambah heran dan bingung. Lalu Ia pergi.Selanjutnya pada hari jumat ia masuk ke sebuah masjid besar seperti Hagia Sophia(*<ref>*Ketika itu Hagia Sophia masih berfungsi sebagai masjid, sebelum ia kemudian dialih-fungsikan menjadi museum pada tahun 1935 M sampai sekarang―Peny.</ref>) | ||
. Di sana ia menyaksikan begitu banyak orang yang shalat di belakang imam. Orang-orang itu berdiri, duduk, sujud, dan ruku mengikuti gerakan dan seruan seorang imam. Karena orang tadi sama sekali tidak mengetahui tentang syariat Tuhan serta tidak mengetahui aturan yang ada di balik perintah-Nya, ia berasumsi bahwa kelompok orang yang shalat tadi saling diikat dengan tali. Tali itulah yang mengatur gerakan mereka. Serta, tali itu pula yang membuat mereka bergerak dan diam. Demikianlah. Ia pun pergi dengan pikiran dan anggapan keliru yang nyaris menjadi bahan ejekan dan tertawaan, bahkan oleh orang yang paling kejam dan buas. | |||
Sama dengan perumpamaan di atas, seorang ateis datang ke dunia yang merupakan markas besar para prajurit Sultan Yang Mulia sekaligus merupakan masjid yang teratur milik Dzat Azali yang disembah. Orang ateis tersebut datang dengan membawa paham naturalismenya. Ia menganggap “hukum-hukum abstrak” yang tanda-tandanya tampak pada ikatan keteraturan alam dan bersumber dari hikmah kebijaksanaan Tuhan sebagai hukum-hukum materi. Maka, dalam melakukan berbagai penelitian ia pun berinteraksi dengan hukum-hukum tadi sebagaimana berinteraksi dengan materi dan benda-benda mati. Ia menganggap hukum-hukum rububiyah Tuhan yang merupakan hukum dan aturan syariat alam milik Tuhan yang bersifat abstrak dan hanya ada dalam wujud pengetahuan se- bagai entitas dan benda.Ia memosisikan hukum-hukum yang bersumber dari ilmu ilahi dan kalam rabbani itu seperti qudrah ilahi yang bisa mencipta. Lalu semua itu disebutnya dengan “hukum alam” seraya menganggap kekuatan yang merupakan salah satu wujud manifestasi qudrah ilahi sebagai pemilik kekuasaan penuh. Hal ini merupakan kebodohan yang seribu kali lebih dahsyat daripada contoh di atas! | |||
'''Kesimpulan''' | |||
''' | Jika “hukum alam” yang menjadi sandaran kaum naturalis itu memiliki wujud hakiki yang tampak secara lahiri, maka sesungguh- nya wujud tersebut hanyalah ciptaan, bukan pencipta. Ia hanyalah ukiran, bukan si pengukir. Ia hanyalah kumpulan hukum, bukan si pembuat hukum. Ia hanyalah syariat alamiah, bukan si pembuat sya- riat. Ia hanyalah tirai yang tercipta, bukan si pencipta. Ia hanyalah objek, bukan pelaku. Ia hanyalah kumpulan aturan, bukan si pembuat aturan. Serta, ia hanyalah penggaris, bukan sosok yang menggaris. | ||
Karena entitas benar-benar ada, sementara akal kita hanya mampu memahami empat jalan untuk sampai kepada munculnya entitas tersebut sebagaimana hal itu telah kami jelaskan dalam pendahuluan, lalu karena kita juga telah membuktikan kebatilan tiga jalan di antaranya yaitu dengan penjelasan mengenai tiga kemustahilan yang tampak secara nyata dari setiap jalan tadi, maka kita harus mempercayai dengan seyakin-yakinnya bahwa yang benar adalah jalan keempat. Yaitu jalan keesaan Tuhan di mana al-Qur’an mengatakan:“Para rasul itu berkata, Apa ada keraguan tentang Allah, Dzat Pencipta langit dan bumi.” (QS. Ibrâhîm [14]: 10).Ayat tersebut dengan tegas menjelaskan eksistensi Sang Wajibul wujud (Allah ), uluhiyah-Nya yang menguasai alam, kemunculan segala sesuatu yang berasal dari kekuasaan-Nya, serta kunci-kunci langit dan bumi yang berada di tangan-Nya. | |||
Wahai para penyembah sebab dan hukum alam! | |||
Selama karakter segala sesuatu adalah makhluk karena ia bersifat baru dan ada tanda padanya bahwa ia tercipta, serta sebab keberadaan sesuatu yang tampak secara lahiriah juga sama-sama makhluk dan bersifat baru. Selain itu, selama keberadaan segala sesuatu membutuhkan berbagai sarana, perangkat, dan peralatan yang sangat banyak, maka pastilah ada Dzat Yang Maha Berkuasa secara mutlak yang menciptakan karakter tersebut pada sesuatu berikut se- babnya. Di samping itu, Dzat Yang Maha Berkuasa mutlak tersebut sama sekali tidak membutuhkan sesuatu sehingga tidak ada sekutu yang ikutserta dalam proses penciptaan dan rububiyah-Nya.Sungguh tidak ada sekutu bagi-Nya. Dialah Dzat yang mencipta sebab dan akibatnya sekaligus secara langsung. Lalu Dia letakkan di antara sebab dan akibat tadi proses kausalitas yang tampak secara lahiriah dengan terangkai dalam bentuk yang rapi. Dia jadikan sebab-sebab dan hukum alam tersebut sebagai tirai yang menutupi tangan qudrah-Nya yang mulia, hijab bagi kemuliaan dan kebesaran-Nya, sekaligus agar kemuliaan-Nya tetap bersih dan suci. | |||
Kemudian Dia menjadikan sebab-sebab itu sebagai objek keluhan manusia ketika berbagai kekurangan dan kezaliman lahiriah tampak pada segala sesuatu. | |||
Mana yang lebih mudah untuk dipahami dan lebih masuk akal; tukang jam yang membuat perangkat dan roda gigi jam, lalu mengaturnya sesuai dengan susunan roda giginya, serta menyeimbangkan gerakan jarum-jarumnya secara sangat cermat. Atau, tukang jam membuat sebuah mesin istimewa di dalam roda gigi, jarum-jarum, dan berbagai perangkat jam tadi, lalu ia serahkan urusan pembuatan jam tersebut pada benda itu? Bukankah ini omong kosong dan mustahil? Ajaklah akalmu berbicara dan putuskanlah sendiri. | |||
Mana yang lebih mudah; apakah seorang penulis menyediakan pena, tinta, dan kertas, lalu menulis sebuah buku. Atau, sang penulis membuat mesin percetakan khusus untuk buku tersebut yang tentu saja lebih rumit dari buku itu sendiri lalu ia biarkan mesin percetakan tersebut menulis dengan berkata, “Ayo, mulailah menulis buku” tanpa ada campur tangan sebelumnya? Bukankah hal semacam ini sulit diterima oleh akal serta jauh lebih rumit ketimbang penulisan itu sendiri? | |||
Barangkali engkau berkata: Pengadaan mesin percetakan untuk mencetak buku tadi memang lebih rumit dan pelik daripada menulis buku itu secara langsung, namun mesin percetakan itu bisa meng- hasilkan ribuan salinan buku dalam waktu yang singkat. Artinya, alat ini adalah sarana yang memudahkan. | |||
Tanggapan atas pernyataan di atas adalah sebagai berikut:Dengan qudrah-Nya yang bersifat mutlak, lewat pemunculan manifestasi nama-nama-Nya pada setiap saat, serta lewat penampakan-Nya dalam bentuk yang beraneka ragam, Sang Pencipta telah menciptakan karakter masing-masing. Dengan begitu, sebuah makhluk tidak akan sama persis dengan makhluk lainnya. Itulah buku dan tulisan Ilahi.Ya, agar setiap makhluk bisa memenuhi makna keberadaannya, ia harus memiliki ciri dan karakter yang menjadi identitasnya sekaligus membedakannya dengan yang lain. | |||
Perhatikan dan cermatilah wajah manusia. Engkau akan melihat banyak tanda pembeda yang terkumpul pada wajah kecil itu di mana tanda-tanda tersebut membedakannya dari semua wajah lainnya sejak zaman Nabi Adam sampai saat ini, dan bahkan selamanya. Padahal substansi mereka sama-sama manusia. Ini sangat jelas dan tak bisa dibantah. | |||
Tanda yang terdapat pada setiap wajah (identikit) merupakan buku yang khusus menjadi milik wajah tersebut. Ia merupakan buku yang berbeda dari lainnya. Karena itu, untuk mengeluarkan buku khusus tersebut serta untuk menyusun dan mengaturnya, diperlukan kumpulan semua huruf abjad dengan ukuran yang tepat, juga untuk mencetak semua huruf itu pada posisinya dibutuhkan papan pencetak sehingga dengan demikian akan tercipta sebuah bentuk wajah spesifik yang berbeda dengan bentuk wajah lainnya. | |||
Dalam hal ini, tentu saja harus disediakan bahan-bahan penciptaan yang khusus. Lalu ia diletakkan pada tempat-tempatnya. Kemudian dimasukkanlah semua unsur yang diperlukan untuk membentuk wajah itu. Semuanya pasti membutuhkan pabrik atau percetakan sendiri yang khusus untuk masing-masing wajah.Bahan-bahan yang terdapat di tubuh setiap makhluk hidup ratusan kali lebih rumit daripada bahan-bahan percetakan berikut penyusunannya. Penyediaan bahan-bahan tersebut dari seluruh pen- juru alam dengan perhitungan tertentu dan ukuran yang cermat, lalu penyusunannya sesuai kebutuhan, kemudian diserahkan ke “percetakan”, semua rangkaian proses yang panjang ini tentu saja pertama-tama membutuhkan unsur yang menghadirkan “percetakan” tersebut. Ia tidak lain adalah kekuasaan dan kehendak Sang Pencipta Yang Mahakuasa. Dengan demikian, membayangkan alam sebagai mesin percetakan merupakan khurafat belaka yang sama sekali tidak benar. | |||
Sama dengan contoh tentang jam dan buku di atas, Allah Sang Pencipta Yang agung dan Maha Berkuasa atas segala sesuatu itulah yang menciptakan segala sebab-akibat. Dialah yang mengaitkan antara sebab dan akibat lewat hikmah-Nya. Dia menentukan karakter alamiah sesuatu dengan kehendak-Nya untuk kemudian dijadikan cermin yang memantulkan wujud manifestasi syariat alamiah agung yang menjadi landasan alam. Selain itu, ia merupakan sunnatullah yang khusus berlaku untuk pengaturan urusan alam. Lewat kekuasaan-Nya, Dia menciptakan “hukum alam” yang menjadi landasan alam nyata. Selanjutnya Dia menciptakan segala entitas berdasarkan hukum alam tadi sekaligus mencampurkan antara keduanya dengan hikmah-Nya yang sempurna. | |||
Sekarang kita kembalikan persoalan tersebut kepada objek- tivitas akalmu agar bisa melihat mana yang lebih rasional dan lebih mudah diyakini? Apakah kenyataan logis di atas yang bersumber dari berbagai bukti yang menyakinkan? Atau, mempersembahkan berbagai perangkat yang dibutuhkan entitas lain, dan menyandar- kan semua pekerjaan yang didasari oleh hikmah dan pengetahuan kepada entitas itu sendiri? Dengan kata lain, engkau menisbatkannya kepada apa yang kalian sebut dengan “hukum alam” dan berbagai sebab-sebab materi yang merupakan benda mati tak berperasaan dan juga sama-sama makhluk? Bukankah ini merupakan khurafat yang sama sekali tidak rasional? | |||
Lalu si penyembah alam yang ingkar itu pun menjawab, | |||
“Karena engkau mengajakku untuk berkata jujur, maka aku mengakui bahwa pandangan sesat yang kami yakini sangat tidak logis, berbahaya, dan sangat rusak. Orang yang berakal pasti mampu menangkap logika dan analisa ilmiahmu yang didasarkan pada bukti-bukti tadi bahwa menisbatkan proses penciptaan kepada sebab-sebab materi dan hukum alam merupakan sesuatu yang sangat mustahil. Bahkan merupakan sebuah keharusan dan kemestian bagi akal untuk menyandarkan segala sesuatu secara langsung kepada Sang Wajibul wujud, Allah. Segala puji bagi Allah yang telah menunjukkanku kepada keyakinan ini. | |||
Namun masih tersisa sedikit keraguan dalam benakku. Yaitu aku percaya kepada Allah sebagai Rabb dan bahwa Dia merupakan Pencipta segala sesuatu. Tetapi aku lalu bertanya-tanya, “Apakah akan membahayakan serta mengurangi keagungan dan kekuasaan Allah kalau kita juga menghormati dan menyanjung berbagai sebab atau sarana karena ia telah mewujudkan berbagai hal kecil yang sepele?” | |||
'''Jawaban:''' | |||
''' | Sebagaimana telah kami jelaskan secara tegas pada beberapa risalah bahwa konsekuansi kekuasaan menolak adanya campur tangan pihak lain. Bahkan, penguasa dalam tingkatan terendah atau petugas biasa sekalipun tidak mau kalau kekuasaannya dicampuri oleh orang lain, meskipun oleh anaknya sendiri. Lebih dari itu, ketika diduga ikut campur dalam kekuasaan mereka, beberapa penguasa telah tega membunuh anak mereka sendiri padahal mereka termasuk penguasa yang bertakwa dan saleh. Dari sini kita memahami betapa penolakan terhadap adanya campur tangan dalam kebijakan merupakan prinsip baku. Ia berlaku pada segala sesuatu, mulai dari dua orang yang bertengkar karena memperebutkan kekuasaan atas sesuatu yang sepele, sampai kepada dua orang penguasa yang saling berselisih karena ingin menjadi penguasa utama atas sebuah negeri. Di samping itu, independensi atas sebuah kekuasaan menolak adanya keterlibatan pihak lain. Hal ini secara tegas dibuktikan oleh sejarah panjang perjalanan umat manusia berikut berbagai dampaknya berupa berbagai kekacauan, pembunuhan, dan pengusiran. | ||
Manusia yang tak mampu mengurus dirinya sendiri sangat membutuhkan bantuan orang lain, serta kekuasaan dan kepemimp- inannya hanya seperti bayangan suram, namun tetap menolak adanya campur tangan pihak lain, tidak menerima sekutu dalam kekuasaan- nya, dan sangat menjaga independensinya dalam kedudukannya se- cara fanatis. Rengungkanlah hal itu, kemudian lihatlah Sang Penguasa Mutlak yang sedang bersemayam di atas singgasana rububiyah-Nya, Sang Pemberi perintah mutlak yang berkuasa dengan Uluhiyah-Nya, Dzat Yang Independen secara mutlak dengan keesaan-Nya, serta Dzat Yang Mahakaya dengan kemampuan mutlak-Nya. Itulah Allah; Tuhan kita Yang Mahaagung.Betapa penolakan terhadap adanya campur tangan dan keterlibatan pihak lain dalam kekuasaan merupakan keharusan dan keniscayaan bagi-Nya! Bandingkan kekuasaan manusia yang terbatas dan lemah, dengan kekuasaan Allah yang mutlak dan sempurna. | |||
Adapun bagian kedua dari keraguan yang kau lontarkan adalah: Apakah sikap menghamba kepada sebagian sebab dalam hal-hal yang parsial akan mengurangi ketundukan dan penghambaan seluruh makhluk–mulai dari atom hingga planet di angkasa–yang tertuju kepada Allah Yang Mahakuasa? | |||
'''Jawaban:''' | |||
''' | Allah Sang Pencipta Yang Mahabijak telah menciptakan alam ini laksana sebuah pohon. Lalu Dia menjadikan para makhluk yang memiliki kesadaran sebagai buah sempurna dari pohon tersebut. Dia menjadikan manusia sebagai buah yang paling kompherensif di antara makhluk-Nya. Dia menjadikan syukur dan ibadah sebagai buah kehidupan manusia yang paling mulia. Bahkan, keduanya merupa- kan hasil dan tujuan penciptaannya.Mungkinkah Sang Penguasa Mutlak, Pemberi perintah Yang Tunggal, dan Dzat Yang Maha Esa yang telah menciptakan alam semesta untuk memperkenalkan Uluhiyah-Nya dan membuat Rububiyah-Nya dicintai, menyerahkan urusan manusia yang merupakan buah alam semesta kepada sebab-sebab yang ada, serta menyerahkan syukur dan ibadah yang merupakan buah kehidupan manusia kepa- da orang lain? Mungkinkah Allah membiarkan hasil penciptaan dan buah alam itu sia-sia begitu saja di mana hal tersebut bertentangan dengan hikmah-Nya? Sama sekali tidak mungkin. Mahasuci Allah dari apa yang mereka persekutukan.Lalu apakah Allah akan menerima sesuatu yang menyalahi hikmah dan Rububiyah-Nya dengan menjadikan sebagian sebab sebagai tujuan pengabdian makhluk? Padahal Dia telah memperk- enalkan diri-Nya sekaligus membuat semua makhluk mencintai-Nya dengan segala sikap dan kelembutan-Nya di alam ini. Lebih dari itu, bagaimana mungkin Allah akan membiarkan makhluk yang paling Dia cintai, paling sempurna dalam beribadah, dalam bersyukur, dan dalam memberikan pujian, kepada selain-Nya? Bagaimana mungkin Allah mengizinkan para makhluk untuk melupakan diri-Nya setelah dengan segala perbuatannya, Dia menampakkan tujuan-tujuan-Nya yang mulia di alam ini, yaitu mengenal, lalu mengabdi kepada-Nya? Sungguh hal itu tidak benar. Mahasuci Allah dari apa yang mereka katakan. | ||
Wahai teman yang telah meninggalkan paham naturalisme, bagaimana pendapatmu mengenai penjelasan yang baru saja kau dengar?Dia menjawab dengan berkata, “Segala puji bagi Allah yang telah memudahkan aku untuk mendapatkan jawaban atas dua keraguan di atas. Engkau telah memperlihatkan padaku dua dalil yang sangat kuat dan tak bisa dibantah mengenai keesaan Allah, Sesembahan Yang Haq, dan satu-satunya Dzat yang layak disembah. Cahaya matahari dan siang hanya bisa diingkari oleh orang sombong dan keras kepala.” | |||
< | <span id="Hâtime"></span> | ||
== | ==Penutup== | ||
Setelah meninggalkan semua pemikiran dan pandangannya, lalu masuk ke dalam wilayah iman dengan pandangan keimanan yang baru, sosok naturalis itu berkata, “Segala puji bagi Allah, Aku bersaksi bahwa semua keraguanku telah lenyap. Namun, aku memiliki beberapa pertanyaan yang menarik perhatianku.” | |||
'''Pertanyaan Pertama:'''Apa yang Allah butuhkan dari ibadah kita? Kami mendengar dari banyak orang yang malas beribadah, khususnya mereka yang meninggalkan shalat, di mana mereka bertanya, “Apa yang Allah butuhkan dari ibadah kita sampai-sampai dalam al-Qur’an Dia mewajibkannya secara keras kepada kita sekaligus mengancam kita dengan siksaan yang pedih di neraka jahannam? Bagaimana hal ini cocok dengan gaya bahasa al-Qur’an yang istikamah dan adil, sehingga memberikan ancaman keras terhadap kesalahan kecil semacam ini?” | |||
''' | |||
'''Jawaban:'''Benar, Allah sama sekali tidak membutuhkan ibadahmu, wahai manusia. Bahkan, sedikit pun Dia tidak membutuhkan apa-apa. Namun engkaulah yang butuh dan perlu kepada ibadah. Pada hakikatnya engkau sakit, sementara ibadah merupakan balsam mujarab yang bisa menyembuhkan luka-luka jiwamu. Hal ini telah kami tegaskan dalam beberapa risalah.Bagaimana menurutmu seandainya ada seorang pasien yang ketika diobati oleh dokter yang sangat belas kasih dan penuh perhatian | |||
''' | yang terus memintanya untuk meminum obat yang bisa mengobati penyakitnya, namun si pasien tadi malah berkata, “Apa perlumu kepada obat itu hingga terus-menerus menyuruhku untuk meminumnya?” Bukankah dari sini kita bisa mengetahui betapa bodohnya cara berpikir si pasien tadi? | ||
Adapun peringatan dan ancaman keras al-Qur’an terhadap ditinggalkannya ibadah, hal itu dapat ditafsirkan sebagai berikut:Seorang penguasa akan menghukum orang yang melakukan sebuah tindakan kriminalitas yang terkait dengan hak-hak orang lain dengan hukuman yang berat demi untuk menjaga hak-hak rakyatnya. | |||
Demikian pula dengan Sang Penguasa Azali dan Abadi, Dia akan menghukum orang yang meninggalkan ibadah dan shalat dengan hukuman yang berat. Sebab, orang tersebut jelas-jelas telah melanggar hak seluruh entitas yang merupakan rakyat dan makhluk-Nya sekaligus telah menzalimi mereka. Hal itu karena kesempurnaan para makhluk itu tampak dalam bentuk tasbih dan ibadah kepada Allah Sang Pencipta. Sedangkan orang yang meninggalkan ibadah tidak melihat dan tidak mengakui ibadah semua entitas tadi bahkan ia mengingkarinya. Ini tentu saja sangat merendahkan mereka (entitas) yang masing-masing merupakan goresan Tuhan dan cermin mani- festasi nama-nama Tuhan di mana mereka berada dalam posisi yang tinggi dari sisi ibadah dan tasbih. | |||
Maka, dengan sikap pengingkarannya itu, orang tadi telah merendahkan kedudukan mereka yang mulia di mana ia hanya melihat mereka sebagai sesuatu yang sia-sia belaka tanpa tugas apa-apa. Ia juga menganggap semua entitas itu sebagai sesuatu yang tidak bernilai. Dengan begitu, ia telah menghinakan dan meremehkan semua enti- tas, serta merendahkan kemuliaan dan kesempurnaan mereka. | |||
Ya, setiap manusia melihat alam dengan kacamatanya masing- masing. Allah menciptakan manusia dalam bentuk ukuran dan timbangan bagi alam semesta. Dia telah memberikan kepadanya sebuah alam khusus selain alam ini dan menunjukkan warna alam ini sesuai dengan keyakinan kalbu manusia. | |||
Manusia yang sedih, putus asa, dan menangis, melihat seluruh entitas menangis. Sementara manusia yang senang dan bahagia,melihat seluruh entitas tersenyum, tertawa, dan bahagia. Demikian pula dengan orang yang melakukan ibadah dan zikir dengan sungguh-sungguh, penuh perasaan dan perenungan. Ia menyingkap sebagian dari ibadah dan tasbih entitas. Bahkan, ia melihatnya sebagai sebuah fakta. Adapun orang yang meninggalkan ibadah karena lalai dan ingkar, ia membayangkan entitas secara sangat keliru sekaligus menentang hakikat kesempurnaannya. Dengan begitu, ia telah melanggar hak-haknya. | |||
Di samping itu, orang yang meninggalkan shalat sebetulnya telah menzalimi dirinya. Sebab, dirinya itu bukan merupakan miliknya. Tetapi ia hanyalah hamba milik Tuan dan Penciptanya. Karena itu, Sang Tuan mengancam dan memberikan peringatan keras kepadanya agar ia bisa mengambil hak hamba-Nya tadi dari nafsu ammarah-nya. Selain itu, ketika ia meninggalkan ibadah yang merupakan hasil dan tujuan penciptaannya, berarti ia telah melanggar hikmah Ilahi dan kehendak Rabbani. Karenanya, atas perbuatannya itu ia dihukum dengan hukuman yang keras. | |||
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa orang yang meninggalkan ibadah sebetulnya telah menzalimi dirinya, padahal dirinya itu merupakan hamba Allah. Selain itu, ia juga telah melanggar dan menzalimi hak-hak makhluk. Ya, sebagaimana kekufuran merupakan bentuk penghinaan terhadap entitas, meninggalkan ibadah juga merupakan bentuk pengingkaran terhadap kesempurnaan makhluk dan pelanggaran terhadap hikmah ilahi. Karena itu, orang yang meninggalkan shalat layak mendapat ancaman keras dan hukuman yang berat. | |||
Demikianlah, al-Qur’an mempergunakan gaya bahasa dalam bentuk ancaman dan peringatan untuk menggambarkan kelayakan tersebut sekaligus untuk menggambarkan hakikat yang telah disebutkan tadi. Jadi, gaya bahasa tersebut sangat tepat dan sangat sesuai dengan konteksnya sebagai wujud dari sebuah retorika. | |||
'''Pertanyaan Kedua:''' Di mana rahasia hikmah dari kemudahan penciptaan? | |||
''' | |||
Teman kita yang sudah meninggalkan paham naturalisme dan menjadi mulia dengan keimanan kepada Allah berkata, “Ketundukan mutlak segala entitas dalam setiap urusannya, dalam setiap bagiannya, serta dalam setiap tindakannya terhadap kehendak dan kekuasaan Ilahi merupakan sebuah kenyataan agung. Karena begitu agung dan luas, akal kita yang lemah ini tak mampu menjangkaunya, padahal kita menyaksikan entitas yang tak terhingga jumlahnya dan kemudahan mutlak dalam penciptaan sesuatu. Kemudahan penciptaan yang merupakan konsekuensi dari keesaan Allah tampak begitu nyata lewat berbagai bukti dan argumen kuat yang engkau kemukakan. Di samping itu, al-Qur’an telah menegaskan kemudahan mutlak tersebut secara jelas dalam beberapa ayatnya seperti:“Allah menciptakan dan membangkitkan kalian (dari dalam kubur) hanyalah seperti membangkitkan satu jiwa saja.” (QS. Luqmân [31]: 28). | |||
“Kejadian kiamat itu hanyalah seperti sekejap mata atau lebih cepat lagi.” (QS. an-Nahl [16]: 77). | |||
Semua itu menjadikan hakikat agung di atas (kemudahan penciptaan) sebagai sebuah persoalan yang sangat logis. Lalu di mana rahasia kemudahan tersebut dan apa hikmahnya? | |||
'''Jawaban:'''Rahasia tersebut telah diterangkan secara lengkap dan meyakinkan pada “Surat Kedua Puluh” dari buku al-Maktûbât ketika menjelaskan ungkapan yang berbunyi:“Dia Maha berkuasa atas segala sesuatu” dengan penjelasan yang cukup memadai, terutama bagian lampirannya di mana penjelasannya sangat lengkap, luas, dan meyakinkan dengan didukung oleh dalil, bukti, dan argumen yang kuat.Ringkasnya sebagai berikut: | |||
''' | Ketika penciptaan seluruh entitas dinisbatkan kepada Pencipta Yang Esa, maka proses penciptaan tersebut menjadi mudah sebagaimana proses penciptaan satu makhluk. Sementara jika ia tidak dinisbatkan kepada Pencipta Yang Esa, proses penciptaan satu makhluk pun menjadi rumit dengan tingkat kerumitan yang sama dengan penciptaan seluruh entitas. Sampai-sampai penciptaan sebuah benih pun menjadi sulit dan rumit sama seperti penciptaan pohon. | ||
Namun jika penciptaan tadi dinisbatkan kepada Sang Pencipta yang sesungguhnya, persoalannya menjadi mudah sehingga proses penciptaan seluruh makhluk seolah seperti proses penciptaan sebuah pohon, penciptaan sebuah pohon seperti penciptaan sebuah benih, penciptaan surga seperti penciptaan musim semi, dan penciptaan musim semi seperti penciptaan sebuah bunga. Jadi, persoalannya mudah dan gampang. | |||
Di sini secara singkat kami akan menjelaskan satu atau dua dalil di antara ratusan dalil yang telah kami jelaskan secara gamblang pada risalah-risalah yang lain. Dalil-dalil itu menjelaskan berbagai rahasia dan hikmah tersembunyi di balik banyaknya entitas dan di balik kemunculannya yang berlangsung secara teratur, rapi, dan mudah. | |||
Misalnya, kepemimpinan seratus orang prajurit oleh satu orang komandan seratus kali lebih mudah daripada kepemimpinan satu orang prajurit oleh seratus orang komandan. Ketika penyiapan sebuah pasukan berikut perlengkapan militernya dari markas yang sama, dengan aturan yang sama, dan dari pabrik yang sama, diserahkan kepada seorang panglima, hal itu akan berlangsung sangat mudah sama seperti penyiapan seorang prajurit. Sementara penyiapan seorang prajurit berikut perlengkapan militernya dari markas yang berbeda-beda dan dari pabrik yang berbeda-beda kepada banyak panglima, hal itu menjadi sangat rumit sama rumitnya dengan menyiapkan perlengkapan sebuah pasukan. Sebab, ketika itu harus ada banyak pabrik yang sebanding dengan jumlah sebuah pasukan untuk menyiapkan perlengkapan seorang prajurit saja. | |||
Contoh lainnya adalah sebuah pohon yang dilengkapi dengan bahan-bahan penting, dengan satu akar, satu tempat, di atas satu aturan, serta menghasilkan ribuan buah, semua itu berlangsung secara mudah, seolah-olah pohon itu hanya memiliki satu buah. Sementara jika jumlah yang satu tadi digantikan oleh jumlah yang banyak serta jalur yang beraneka ragam menggantikan jalur yang satu, lalu setiap buah dilengkapi oleh bahan-bahan penting yang berasal dari tempat yang berbeda-beda, dan dari akar yang berbeda-beda, maka penciptaan satu buah itu menjadi rumit dan pelik seperti penciptaan pohon itu sendiri. Bahkan, bisa jadi penciptaan sebuah benih yang merupakan prototipe dari pohon tadi menjadi sesulit penciptaan pohon itu sendiri. Sebab, bahan-bahan penting yang dibutuhkan oleh pohon tersebut juga dibutuhkan oleh benih. | |||
Masih ada lagi ratusan contoh semacam itu. Semuanya menjelaskan bahwa kemunculan ribuan entitas lewat satu jalur lebih gampang daripada kemunculan sebuah entitas lewat beragam jalur. | |||
Karena hakikat ini telah kami tegaskan dalam beberapa risalah, pembaca bisa merujuk kepadanya. Hanya saja, di sini kami menjelaskan rahasia agung yang terkait dengan kemudahan tersebut ditinjau dari sisi pengetahuan (ilmu), ketentuan (qadar), dan kekuasaan (qudrah) Ilahi. Rahasia tersebut adalah sebagai berikut: | |||
Engkau termasuk salah satu entitas. Jika engkau menyerahkan dirimu kepada Allah Yang Maha Berkuasa mutlak, ketahuilah bahwa Dia menciptakanmu lewat sebuah perintah dan kekuasaan-Nya yang bersifat mutlak dari tiada dengan hanya sekejap mata tanpa perantara. | |||
Namun, jika engkau tidak menyerahkan dirimu kepada-Nya, tetapi engkau menisbatkan dirimu kepada “hukum alam” lalu engkau serahkan dirimu pada sebab-sebab materi, maka ketika itu untuk menciptakanmu diperlukan sebuah proses yang rumit. Sebab, seluruh unsur yang ada pada dirimu berasal dari seluruh alam, ia harus dicari di seluruh pelosok alam, harus melewati penelitian yang sangat cermat, serta harus diukur secara sangat akurat. | |||
Hal itu karena engkau merupakan ikhtisar alam yang teratur, buah pohon alam yang matang, miniatur alam semesta, dan wadah yang memuat seluruh isi alam. | |||
Karena sebab-sebab materi hanyalah bersifat membentuk dan menyusun di mana seperti yang ditegaskan oleh para ilmuwan bahwa sebab-sebab materi itu tidak bisa mengadakan sesuatu yang tidak ada dari tiada, maka ia dipaksa untuk bisa mengumpulkan semua unsur-unsur yang diperlukan tubuh organisme atau makhluk kecil dari seluruh alam. | |||
Dari sini engkau bisa memahami kemudahan mutlak yang terdapat dalam keesaan dan tauhid, sekaligus engkau bisa menangkap kerumitan dan kepelikan yang terdapat pada syirik dan kesesatan. | |||
Kedua, ada kemudahan mutlak pada proses penciptaan yang berasal dari sisi pengetahuan Ilahi. Penjelasannya adalah sebagai berikut: | |||
Ketentuan Ilahi (qadar) merupakan bagian dari pengeta- huan-Nya. Qadar Ilahi tersebut menentukan ukuran segala sesuatu seolah-olah seperti sebuah cetakan yang khusus untuknya. Sehingga ukuran qadar tersebut berposisi sebagai sebuah desain dan model baginya. Ketika qudrah Ilahi menciptakannya, ia menciptakan sesuai dengan ukuran qadar tersebut secara sangat mudah. | |||
Jika penciptaan sesuatu tadi tidak dinisbatkan kepada Dzat Yang memiliki pengetahuan yang komprehensif, mutlak, dan azali, yaitu Allah Yang Mahakuasa dan Mahaagung, maka tidak hanya ribuan persoalan yang muncul. Tetapi di samping itu, ada ratusan kemusta- hilan seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Sebab, jika ukuran qadar dan pengetahuan Ilahi tidak ada, maka harus ada ribuan cetakan materi untuk mencipta tubuh setiap makhluk. | |||
Dari sini, engkau bisa memahami salah satu rahasia kemudahan mutlak yang terdapat dalam keesaan dan tauhid serta banyaknya kerumitan yang terdapat dalam pluralitas dan syirik. Pahamilah hakikat mulia yang dijelaskan oleh ayat:“Kejadian kiamat itu hanyalah seperti sekejap mata atau lebih cepat lagi.” (QS. an-Nahl [16]: 77). | |||
'''Pertanyaan Ketiga:''' Apa yang dimaksud dengan pernyataan para filsuf “Segala sesuatu tidak berasal dari tiada”? Orang yang sebelumnya menentang namun sekarang telah beriman dan mendapat hidayah itu berkata, “Mengapa para filsuf yang ekstrim pada zaman sekarang ini berpendapat, “Sesuatu tidak mungkin ada dari tiada dan tidak mungkin lenyap dari ada. Sesungguhnya yang mengatur alam ini adalah penyusunan dan penguraian materi.” | |||
''' | |||
'''Jawaban:'''Para filsuf tersebut tidak melihat seluruh entitas dengan cahaya dan perspektif al-Qur’an. Tetapi mereka melihatnya dengan kacamata “alam” dan “sebab”. Karenanya, keberadaan entitas berikut pembentukannya yang melalui faktor alam dan sebab-sebab materi menjadi persoalan yang rumit dan pelik sampai ke tingkat mustahil seperti yang telah kami jelaskan. Dalam menghadapi kerumitan tadi para filsuf tersebut terbagi dua: | |||
''' | |||
Sebagian mereka menjadi sofis dan mencampakkan akal sehatnya yang merupakan perangkat istimewa manusia, dan terjatuh ke tingkat hewan yang paling rendah. Mereka mengingkari wujud secara umum, bahkan wujud mereka sendiri. Sebab, bagi mereka pengingkaran tersebut lebih mudah untuk diterima akal dan lebih selamat daripada menganggap “alam” dan “sebab-sebab materi” sebagai sosok yang mencipta. Mereka menyangkal keberadaan diri mereka sendiri dan keberadaan seluruh entitas. Sebagai akibatnya, mereka terjatuh pada jurang kebodohan. | |||
Adapun kelompok yang kedua berpendapat bahwa seandainya penciptaan seluruh entitas diserahkan kepada sebab-sebab materi dan alam sebagaimana yang dinyatakan oleh kaum yang sesat, maka proses penciptaan entitas yang kecil sekalipun, seperti lalat atau benih, menyimpan banyak persoalan dan memerlukan kekuatan hebat yang tak bisa dibayangkan oleh akal. Karena itu, para filsuf tersebut terpaksa mengingkari adanya penciptaan itu sendiri. Menurut mereka, “Sesuatu tidak mungkin tercipta dari tiada.” Sebaliknya, memusnahkan sesuatu bagi mereka juga mustahil sehingga mereka menyatakan bahwa, “Yang ada tidak mungkin musnah.” Mereka pun kemudian mengkhayalkan adanya penguraian dan penyusunan materi sebagai hasil dari gerakan atom dan berbagai proses kebetulan. | |||
Perhatikan orang-orang yang menyangka dirinya cerdas. Mereka terjerumus ke dalam kubangan kebodohan dan kedunguan. Dari sini hendaknya engkau bisa memahami bagaimana kesesatan mencampakkan manusia yang tadinya mulia ke posisi yang dihinakan semua orang! | |||
Sekarang kita bertanya kepada mereka: Mungkinkah menyangkal proses penciptaan sesuatu oleh kekuasaan mutlak Allah yang menciptakan empat ratus ribu jenis makhluk hidup di atas permu- kaan bumi pada setiap tahunnya? Yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam hari? Yang pada setiap musim semi menumbuhkan tumbuhan dan hewan dalam bentuk yang sempurna dan penuh hikmah dalam waktu enam minggu? Bagaimana mungkin menyang- kal penciptaan seluruh entitas abstrak oleh kekuasaan Ilahi–yang rancangan dan ukurannya berada dalam koridor pengetahuan azali–sehingga dapat menciptakannya dengan mudah seperti mudahnya memperlihatkan tulisan yang tidak tampak dengan menggesekkan bahan kimia padanya? Menyangkal kekuasaan Ilahi dalam memberikan wujud lahiriah kepada entitas abstrak serta mengingkari penciptaan itu sendiri merupakan sebuah kebodohan yang amat nyata. | |||
Karena kaum malang yang berkarakter Fir’aun dan sangat lemah itu hanya mempunyai sedikit ikhtiar sehingga tidak mampu memusnahkan sesuatu dan tidak mampu menciptakan atom atau benda apa pun dari tiada, serta karena alam dan sebab-sebab materi yang mereka sembah juga tidak dapat mencipta dari tiada, akhirnya mereka mengeluarkan sebuah pernyataan, “Materi tidak dapat di- musnahkan dan tidak dapat diciptakan.” Mereka berusaha memberlakukan kaidah batil tersebut, bahkan terhadap kekuasaan Dzat Yang Maha Berkuasa Mutlak. | |||
Ya, Allah Yang Maha Berkuasa dan Mahaagung mempunyai dua cara dalam mencipta:Pertama: Ibda’ (mencipta dari tiada). Artinya, Allah memberikan wujud dari tiada tanpa perantara dan menghadirkan dari tiada segala yang dibutuhkan wujud tersebut serta kemudian diserahkan kepadanya.Kedua: Insya’ (membentuk dari yang ada). Artinya, Dia membentuk sebagian entitas dari unsur-unsur alam itu sendiri guna mem- perlihatkan kesempurnaan hikmah-Nya dan guna menjelaskan man- ifestasi nama-nama-Nya yang mulia. Kemudian Dia kirimkan kepada entitas tersebut atom-atom dan materi-materi yang tunduk kepada perintah-Nya dalam kaidah pemberian rezeki. Allah menundukkan semua itu untuknya agar proses pembentukan wujud tadi menjadi sempurna. | |||
Demikianlah, Tuhan Yang Berkuasa secara mutlak mem- punyai dua cara dalam mencipta: Ibda’ (mencipta dari tiada) dan Insya’ (membentuk dari yang ada). | |||
Melenyapkan entitas dan menciptakan sesuatu yang tiada adalah persoalan yang sangat mudah bagi-Nya. Bahkan ia merupakan hukum-Nya yang berlaku umum. Orang yang mengingkari kekuasaan Tuhan yang telah menciptakan dari tiada sebanyak tiga ratus ribu jenis makhluk dengan berkata, “Dia tidak mungkin bisa menciptakan sesuatu yang tiada” tentu ia terjerumus ke dalam gelapnya ketiadaan. | |||
Orang yang telah menanggalkan paham naturalisme dan menuju kepada jalan kebenaran itu pun kemudian berkata, “Segala puji bagi Allah yang telah memberikan taufik kepadaku untuk beriman secara sempurna, sekaligus telah menyelamatkanku dari segala ilusi dan kesesatan sehingga lenyaplah dariku semua keraguan yang ada.” | |||
Segala puji bagi Allah atas karunia agama Islam dan kesempurnaan iman. | |||
سُب۟حَانَكَ لَا عِل۟مَ لَنَٓا اِلَّا مَا عَلَّم۟تَنَٓا اِنَّكَ اَن۟تَ ال۟عَلٖيمُ ال۟حَكٖيمُ | سُب۟حَانَكَ لَا عِل۟مَ لَنَٓا اِلَّا مَا عَلَّم۟تَنَٓا اِنَّكَ اَن۟تَ ال۟عَلٖيمُ ال۟حَكٖيمُ | ||
------ | ------ | ||
<center> [[Yirmi İkinci Lem'a]] ⇐ [[Lem'alar]] | ⇒ [[Yirmi Dördüncü Lem'a]] </center> | <center> [[Yirmi İkinci Lem'a/id|CAHAYA KEDUA PULUH DUA]] ⇐ | [[Lem'alar/id|Al-Lama’ât]] | ⇒ [[Yirmi Dördüncü Lem'a/id|CAHAYA KEDUA PULUH EMPAT]] </center> | ||
------ | ------ | ||
düzenleme