85.332
düzenleme
("Ada dua kalimat yang menjadi sumber kemerosotan akhlak dan kekacauan dalam kehidupan sosial umat manusia. Keduanya telah kami jelaskan dalam “Kalimat Kedua Puluh Lima” saat membandingkan antara peradaban modern dan ketetapan al-Qur’an. Kedua kalimat tersebut adalah:" içeriğiyle yeni sayfa oluşturdu) |
("Penyakit dan Kondisi Sosial Umat Islam yang Memilukan" içeriğiyle yeni sayfa oluşturdu) |
||
(Aynı kullanıcının aradaki diğer 31 değişikliği gösterilmiyor) | |||
164. satır: | 164. satır: | ||
Dalam peristiwa yang lain, seorang penguasa yang adil memecat seorang hakim ketika melihatnya marah saat melakukan eksekusi potong tangan terhadap pencuri. Jika hakim itu memotong tangan pencuri demi tegaknya syariat dan hukum Ilahi, maka ia seharusnya menunjukkan rasa kasihan terhadapnya dan memotong tangannya tanpa menunjukkan kemarahan dan kasih sayang. Karena nafsu mempunyai andil dalam keputusan tersebut, sementara nafsu menafikan kemurnian keadilan, sang hakim pun dicopot dari jabatannya. | Dalam peristiwa yang lain, seorang penguasa yang adil memecat seorang hakim ketika melihatnya marah saat melakukan eksekusi potong tangan terhadap pencuri. Jika hakim itu memotong tangan pencuri demi tegaknya syariat dan hukum Ilahi, maka ia seharusnya menunjukkan rasa kasihan terhadapnya dan memotong tangannya tanpa menunjukkan kemarahan dan kasih sayang. Karena nafsu mempunyai andil dalam keputusan tersebut, sementara nafsu menafikan kemurnian keadilan, sang hakim pun dicopot dari jabatannya. | ||
Penyakit dan Kondisi Sosial Umat Islam yang Memilukan | |||
Suku paling primitif pun bisa mengerti kondisi bahaya yang mengancam sehingga mereka melupakan konflik internal mereka dan menggalang persatuan untuk menghadapi serangan musuh dari luar. Jika mereka yang primitif saja bisa mewujudkan kemaslahatan sosial, mengapa mereka yang mengemban misi pengabdian dan dakwah Islam tidak dapat melupakan permusuhan sepele di antara mereka sehingga membuka jalan bagi musuh yang tak terhitung jumlahnya untuk menyerang umat Islam?! Padahal musuh telah menyatukan barisan dan mengepung umat Islam dari segala penjuru. Kondisi ini tentu sebuah kemunduran yang mencemaskan, kemerosotan yang memilukan, dan penghianatan terhadap kehidupan sosial umat Islam. | Suku paling primitif pun bisa mengerti kondisi bahaya yang mengancam sehingga mereka melupakan konflik internal mereka dan menggalang persatuan untuk menghadapi serangan musuh dari luar. Jika mereka yang primitif saja bisa mewujudkan kemaslahatan sosial, mengapa mereka yang mengemban misi pengabdian dan dakwah Islam tidak dapat melupakan permusuhan sepele di antara mereka sehingga membuka jalan bagi musuh yang tak terhitung jumlahnya untuk menyerang umat Islam?! Padahal musuh telah menyatukan barisan dan mengepung umat Islam dari segala penjuru. Kondisi ini tentu sebuah kemunduran yang mencemaskan, kemerosotan yang memilukan, dan penghianatan terhadap kehidupan sosial umat Islam. | ||
247. satır: | 245. satır: | ||
Ada dua kalimat yang menjadi sumber kemerosotan akhlak dan kekacauan dalam kehidupan sosial umat manusia. Keduanya telah kami jelaskan dalam “Kalimat Kedua Puluh Lima” saat membandingkan antara peradaban modern dan ketetapan al-Qur’an. Kedua kalimat tersebut adalah: | Ada dua kalimat yang menjadi sumber kemerosotan akhlak dan kekacauan dalam kehidupan sosial umat manusia. Keduanya telah kami jelaskan dalam “Kalimat Kedua Puluh Lima” saat membandingkan antara peradaban modern dan ketetapan al-Qur’an. Kedua kalimat tersebut adalah: | ||
1. “Yang penting aku kenyang, tidak peduli yang lain mati kelaparan.” | |||
2. “Anda yang bekerja, saya yang menikmati hasilnya.” | |||
Yang membuat kedua kalimat tersebut tetap eksis dan tumbuh subur adalah tersebarnya riba dan tidak ditunaikannya zakat. | |||
Adapun solusi satu-satunya dan obat yang ampuh untuk kedua penyakit sosial tersebut adalah penerapan kewajiban membayar zakat kepada masyarakat secara umum dan pengharaman riba. | |||
Sebab, urgensi zakat tidak terbatas hanya pada individu atau sejumlah kelompok. Ia adalah pilar penting dalam membangun kehidupan yang bahagia dan sejahtera bagi umat manusia. Bahkan, ia merupakan landasan utama bagi langgengnya kehidupan hakiki manusia. Hal itu dikarenakan di dalam masyarakat terdapat dua tingkatan: kaya dan miskin. Zakat adalah bentuk kasih sayang dan kebaikan kalangan kaya kepada kalangan miskin. Sebaliknya, ia menjamin sikap hormat dan taat kalangan miskin kepada kalangan kaya.Jika zakat tidak ditunaikan, akan terjadi kezaliman dari kalangan kaya kepada kalangan miskin. Sebagai akibatnya, akan timbul kedengkian dan pembangkangan dari kalangan miskin terhadap kalangan kaya. Akhirnya, kedua kalangan tersebut senantiasa berada dalam konflik permanen. Keduanya terus berada dalam perselisihan yang sengit sehingga secara bertahap mengarah pada benturan nyata dan konfrontasi di seputar pekerjaan dan kapital, seperti yang terjadi di Rusia. | |||
Karena itu, wahai teman-teman yang pemurah dan pemilik nurani, wahai para dermawan! | |||
Jika berbagai kebaikan yang kalian berikan tidak diniatkan sebagai zakat, ia akan mendatangkan tiga bahaya. Bahkan ia akan lenyap begitu saja tanpa memberikan manfaat. Sebab, ketika kalian tidak memberikannya atas nama Allah, pasti kalian merasa berjasa dan bermurah hati sehingga si miskin tertawan oleh kebaikanmu. Akibatnya, kalian terhalang mendapatkan doa tulus dari si miskin yang mustajab, di samping kalian telah mengingkari nikmat Allah dengan mengira bahwa harta tersebut adalah milik kalian. Pa- dahal sebenarnya kalian hanya diserahi amanah dan disuruh untuk mendistribusikan harta Allah kepada hamba-hamba-Nya. | |||
Akan tetapi, jika kalian menunaikan kebaikan di jalan Allah atas nama zakat, kalian akan mendapatkan pahala yang besar. Dengan cara itu, kalian memperlihatkan rasa syukur terhadap nikmat yang Allah berikan. Kalian juga akan mendapatkan doa tulus dari pihak yang menerima, di mana ia sama sekali tidak riya dan menjilat kepada kalian sehingga harga dirinya tetap terjaga dan doanya menjadi tulus. | |||
Ya, pemberian harta sebanyak zakat atau bahkan lebih, penunaian sejumlah amal saleh dalam berbagai bentuknya, dan pemberian sedekah yang disertai sejumlah bahaya besar, seperti sikap riya, perasaan berjasa, dan penghinaan, tidak bisa dibandingkan dengan pembayaran zakat, pelaksanaan sejumlah amal saleh dengan niat di jalan Allah, keutamaan melaksanakan salah satu kewajiban-Nya, serta kesuksesan untuk bisa ikhlas dan mendapat doa mustajab. Ya, kedua pemberian tersebut sangat jauh berbeda. | |||
سُب۟حَانَكَ لَا عِل۟مَ لَنَٓا اِلَّا مَا عَلَّم۟تَنَٓا اِنَّكَ اَن۟تَ ال۟عَلٖيمُ ال۟حَكٖيمُ | سُب۟حَانَكَ لَا عِل۟مَ لَنَٓا اِلَّا مَا عَلَّم۟تَنَٓا اِنَّكَ اَن۟تَ ال۟عَلٖيمُ ال۟حَكٖيمُ | ||
< | Ya Allah, limpahkan salawat dan salam kepada junjungan kami, Muhammad, yang telah bersabda,“Mukmin yang satu dengan mukmin lainnya ibarat bangunan yang saling menguatkan,” yang juga telah bersabda, “Sikap qanaah merupakan kekayaan yang tidak akan pernah habis.”(*<ref>*Lihat: ath-Thabrânî, al-Mu’jam al-Ausath, j.7, h.84; dan al-Baihaqî, bab az-Zuhd, j.2, h.88.</ref>) | ||
</ | |||
Semoga salawat tersebut juga tercurah kepada keluarga beliau dan seluruh sahabatnya. Amin. | |||
< | <span id="HÂTİME"></span> | ||
== | ==PENUTUP== | ||
Gibah (Bergunjing) | |||
بِاس۟مِهٖ | بِاس۟مِهٖ | ||
وَ اِن۟ مِن۟ شَى۟ءٍ اِلَّا يُسَبِّحُ بِحَم۟دِهٖ | وَ اِن۟ مِن۟ شَى۟ءٍ اِلَّا يُسَبِّحُ بِحَم۟دِهٖ | ||
Perumpamaan yang bernada celaan dan teguran yang terdapat pada poin kelima, kilau pertama, obor pertama, dari “Kalimat Kedua Puluh Lima”, menyebutkan sebuah ayat mulia yang menjelaskan betapa buruknya gibah dalam pandangan al-Qur’an. Ayat tersebut menjelaskan dengan penuh kemukjizatan betapa gibah merupakan hal yang dibenci oleh manusia dilihat dari enam aspek. Penjelasan ayat al-Qur’an tersebut sudah sangat jelas sehingga tidak membutuhkan penjelasan lagi. Benar, tidak ada lagi penjelasan yang diperlukan setelah penjelasan al-Qur’an. | |||
Allah berfirman: “Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati?” (QS. al-Hujurât [49]: 12).Ayat ini mencela dan mengecam dengan sangat keras perilaku menggunjing keburukan orang lain dalam enam tahapan. Karena ditujukan kepada mereka yang menggunjing orang lain, maka ayat tersebut bermakna sebagai berikut: | |||
Huruf hamzah pada awal ayat digunakan untuk membentuk pertanyaan retoris (istifhâm inkârî). Makna pertanyaan tersebut menembus ke semua kata dalam ayat di atas bagaikan air sehingga setiap kata menyiratkan pertanyaan yang melahirkan sebuah hukum.(*<ref>*Maksudnya, setiap kata dari ayat al-Qur’an tersebut menyiratkan teguran dalam bentuk pertanyaan―Peny.</ref>) | |||
</ | |||
Kata pertama dalam ayat tersebut ialah hamzah. Ayat tersebut bermaksud menegur pembacanya dengan hamzah (pertanyaan): “Apakah engkau tidak mempunyai akal―yang bisa engkau gunakan untuk berpikir―sehingga engkau bisa mengerti betapa buruknya perilaku gibah ini?!” | |||
Dalam kata kedua, yaitu “suka”. Ayat tersebut bermaksud menegur dengan pertanyaan: “Apakah hati yang engkau gunakan untuk mencintai atau membenci telah rusak sehingga engkau mencintai perilaku yang paling buruk dan sangat menjijikkan?!” | |||
Dalam kata ketiga, yakni “salah seorang di antara kalian”. Ayat tersebut bermaksud menegur dengan pertanyaan: “Apa yang telah terjadi dengan kehidupan sosial dan peradaban kalian, yang mengambil vitalitasnya dari jamaah, sehingga kalian menerima sesuatu yang begitu meracuni kehidupan sosial kalian?!” | |||
Dalam kata keempat, yakni “memakan daging”. Ayat tersebut bermaksud menegur dengan pertanyaan: “Apa yang terjadi dengan rasa kemanusiaan kalian sehingga kalian tega memangsa teman akrab kalian sendiri?!” | |||
Dalam kata kelima, yaitu “saudaranya”. Ayat tersebut bermaksud menegur dengan pertanyaan: “Tidakkah engkau mempunyai belas kasihan terhadap sesama manusia?! Apakah engkau tidak memiliki hubungan silaturahim yang mengikatmu dengan sesamamu sehingga engkau tega menerkam saudaramu sendiri—dilihat dari beberapa sisi—secara biadab?! Apakah orang yang tega menggigit anggota badan saudaranya sendiri bisa dikatakan memili- ki akal? Bukankah orang seperti itu adalah orang gila?!” | |||
Dalam kata keenam, yaitu “yang sudah mati”. Ayat tersebut bermaksud menegur dengan pertanyaan: “Di manakah hati nuranimu? Apakah fitrahmu telah rusak sehingga engkau melakukan suatu tindakan yang paling buruk dan menjijikkan, yaitu memakan daging saudaramu sendiri yang telah mati, yang selayaknya mendapatkan penghormatan?!” | |||
Dari ayat yang mulia ini dan petunjuk-petunjuk yang terdapat pada setiap kata dalam ayat tersebut, bisa dipahami bahwa gibah adalah perbuatan yang tercela, baik dilihat dari sudut pandang akal, kalbu, rasa kemanusiaan, hati nurani, fitrah, dan hubungan sosial. | |||
Renungkanlah makna ayat yang mulia ini dan lihatlah bahwa ayat tersebut mengutuk pergunjingan dalam enam tingkatan dengan bahasa yang penuh mukjizat dan sangat ringkas. | |||
Benar, gibah adalah senjata hina yang umumnya digunakan oleh orang-orang yang memiliki rasa permusuhan, kedengkian, dan keras kepala. Orang yang terhormat tidak akan mau menggunakan senjata yang sangat hina ini.Seorang penyair ternama pernah mengatakan: | |||
اُكَبِّرُ نَف۟سٖى عَن۟ جَزَاءٍ بِغِي۟بَةٍ فَكُلُّ اِغ۟تِيَابٍ جَه۟دُ مَن۟ لَا لَهُ جَه۟دٌ | اُكَبِّرُ نَف۟سٖى عَن۟ جَزَاءٍ بِغِي۟بَةٍ فَكُلُّ اِغ۟تِيَابٍ جَه۟دُ مَن۟ لَا لَهُ جَه۟دٌ | ||
< | Aku masih memiliki harga diri sehingga tidak menghukum (musuhku) dengan menjelek-jelekkannya.Sebab, membicarakan kejelekan musuh adalah senjata orang yang lemah dan hina.(*<ref>*Lihat: Dîwân al-Mutanabbî, (Penerbit Dâr Shâdir), h.198.</ref>) | ||
</ | |||
Gibah adalah membicarakan orang lain mengenai sesuatu yang tidak ia senangi. Jika kata-kata yang engkau sampaikan itu benar, berarti engkau telah menggunjingnya. Jika tidak benar, berarti engkau telah memfitnahnya. Artinya, engkau melakukan dosa yang berlipat ganda.(*<ref>*Lihat: Muslim, bab al-Birr, 70; at-Tirmidzî, bab al-Birr, 23; dan Abû Dâwud, bab al-Adab, 35.</ref>) | |||
</ | |||
< | Meskipun pada dasarnya diharamkan, gibah dibenarkan dalam sejumlah kondisi tertentu.(*<ref>*Lihat: an-Nawawî, al-Adzkâr, h.360–362, 366.</ref>) | ||
</ | |||
Pertama: mengeluhkan kezaliman orang. Orang yang dizalimi boleh bercerita tentang orang yang menzaliminya kepada pihak yang berwenang untuk membantunya mengatasi kezaliman dan kejahatan yang menimpanya. | |||
< | Kedua: meminta saran. Seseorang yang bermaksud bekerjasama dengan orang lain dalam bisnis atau hal lain datang meminta saran kepadamu. Maka, dengan niat yang tulus dan demi kemaslahatan orang itu, tanpa ada kepentingan pribadi di pihakmu, engkau boleh memberikan saran kepadanya, “Engkau tidak cocok bekerjasama dengan dia. Kamu akan menanggung kerugian.”(*<ref>*Lihat: Ibnu Mâjah, bab al-Adab, 37; Ahmad bin Hanbal, al-Musnad, j.3, h.418-419; j.4, h.259; ath-Thayâlisî, al-Musnad, 185.</ref>) | ||
</ | |||
Ketiga: memperkenalkan tanpa ada maksud mencemarkan nama baik. Misalnya, engkau mengatakan, “Si pincang atau si preman itu...” | |||
Keempat: orang yang digunjingkan adalah orang fasik yang terang-terangan berbuat kefasikan. Orang tersebut bahkan tidak mempunyai rasa malu bertingkah buruk, bangga dengan dosa-dosa yang diperbuatnya, dan merasa senang berbuat zalim terhadap orang lain.(*<ref>*Lihat: al-Baihaqî, as-Sunan al-Kubrâ, j.10, h.210; al-Qudhâ‘î, Musnad asy-Syihâb, j.1, h.263.</ref>) | |||
</ | |||
Dalam hal-hal khusus ini, gibah dibolehkan demi kebenaran dan kemaslahatan semata, tanpa niat buruk dan kepentingan pribadi. Jika tidak, gibah akan merusak dan melahap amal kebaikan, bagaikan api yang melalap kayu bakar. | |||
< | Jika seseorang terlibat dalam pergunjingan atau ikut mendengarkannya dengan sengaja, ia harus segera memohon ampun kepada Allah, dengan mengatakan:Ya Allah, ampunilah kami dan orang yang kami gunjing.(*<ref>*Lihat: as-Suyûthî, al-Fath al-Kabîr, j.1, h.84; Abû Nu‘aim, Hilyat al-Auliyâ’, j.3,h.254; dan al-Baihaqî, Syu‘ab al-Îmân, j.5, h.317.</ref>) | ||
Lalu ia harus meminta maaf kepada orang yang digunjingnya itu saat bertemu dengannya.(*<ref>*Lihat: an-Nawawî, al-Adzkâr, h.366.</ref>) | |||
</ | |||
اَل۟بَاقٖى هُوَ ال۟بَاقٖى | اَل۟بَاقٖى هُوَ ال۟بَاقٖى | ||
'''Said Nursî''' | '''Said Nursî''' | ||
------ | ------ | ||
<center> [[Yirmi Birinci Mektup]] ⇐ | [[Mektubat]] | ⇒ [[Yirmi Üçüncü Mektup]] </center> | <center> [[Yirmi Birinci Mektup/id|SURAT KEDUA PULUH SATU]] ⇐ | [[Mektubat/id|Al-Maktûbât]] | ⇒ [[Yirmi Üçüncü Mektup/id|SURAT KEDUA PULUH TIGA]] </center> | ||
------ | ------ | ||
düzenleme