Lemaat/id: Revizyonlar arasındaki fark

    Risale-i Nur Tercümeleri sitesinden
    ("AL-LAWÂMI’ (Kilau Cahaya)" içeriğiyle yeni sayfa oluşturdu)
     
    ("Ia bertanya untuk memunculkan keraguan dengan sikap sombong dan angkuh. Serta dalam kondisi sulit di mana negaranya mengekang kita." içeriğiyle yeni sayfa oluşturdu)
     
    (Aynı kullanıcının aradaki diğer 523 değişikliği gösterilmiyor)
    1. satır: 1. satır:
    <languages/>
    <languages/>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Antara Hilal Puasa dan Hilal Hari Raya
    مِن۟ بَي۟نِ هِلَالِ الصَّو۟مِ وَ هِلَالِ ال۟عٖيدِ
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    <span id="Çekirdekler_Çiçekleri"></span>
    == Çekirdekler Çiçekleri ==
    ==Bunga-bunga yang Mekar dari Benih Hakikat==
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    dan kumpulan syair Keimanan untuk
    Risale-i Nur şakirdlerine küçük bir mesnevî ve imanî bir divandır.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Tullabunnur
    '''Müellifi'''
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    '''Bediüzzaman Said Nursî'''
    '''Bediüzzaman Said Nursî'''
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    '''Perhatian:'''
    == TENBİH ==
    Karya yang berjudul al-lawâmi’ (Kilau Cahaya) ini tidak seperti kumpulan syair lain di mana ia berbentuk satu corak dan berisi sejumlah tema. Hal itu karena sang penulis yang terhormat menjelaskan berbagai ungkapan retoris yang sangat singkat untuk salah satu tulisannya yang lalu “benih hakikat”. Di samping itu, ia ditulis dalam bentuk prosa. Belum lagi bahwa ia tidak lahir menuju khayalan dan tidak keluar dari sejumlah perasaan yang tak terukur sebagaimana kumpu- lan syair yang lain. Namun kumpulan syair ini serba terukur dengan ukuran logika, hakikat al-Qur’an dan nilai keimanan. Ia merupakan pelajaran ilmiah, bahkan qurani dan imani yang diperdengarkan oleh sang penulis ke telinga keponakannya serta para murid semisal yang berguru padanya. Guru kami meniru dan mengambil pelajaran dari cahaya وَمَا عَلَّم۟نَاهُ الشِّع۟رَ “Kami tidak mengajarinya syair.” Beliau tidak memiliki kecenderungan kepada nazham dan syair serta tidak pernah menyibukkan diri dengan keduanya seperti yang telah dijelaskan. Kami juga dapat menangkap hal tersebut.
    Bu Lemaat namındaki eserin sair divanlar gibi bir tarzda bir iki mevzu ile gitmediğinin sebebi: Eski eserlerinden Hakikat Çekirdekleri namındaki kısacık vecizeleri bir derece izah etmek için hem nesir tarzında yazılmış hem de sair divanlar gibi hayalata, mizansız hissiyata girilmemiş olmasıdır. Baştan aşağıya mantık ile hakaik-i Kur’aniye ve imaniye olarak, yanında bulunan biraderzadesi gibi bazı talebelerine bir ders-i ilmîdir, belki bir ders-i imanî ve Kur’anîdir. Üstadımızın baştaki ifadesinde dediği gibi biz de anlamışızdır ki nazma ve şiire hiç meyli ve onlarla iştigali de yoktur.   وَمَا عَلَّم۟نَاهُ الشِّع۟رَ   sırrının bir numunesini gösteriyor.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Koleksi yang menyerupai karya syair ini ditulis selama dua puluh hari, setelah upaya berkesinambungan selama dua jam atau dua jam setengah setiap hari. Padahal banyak kesibukan dan tugas penting di Dâr al-Hikmah al-Islâmiyah. Penulisan karya semacam ini dalam jangka waktu yang sangat singkat di mana penulisan satu halaman puitis saja memiliki tingkat kesulitan yang melebihi sepuluh halaman lainnya disertai bentuknya yang keluar secara alamiah tanpa ada proses koreksi, pemolesan dan perbaikan, semua itu membuat kami melihatnya sebagai salah satu karya Risalah Nur yang luar biasa. Kami belum pernah melihat kum- pulan syair seperti ini yang mudah dibaca tanpa terlihat dibuat-buat dan dipaksakan. Kami berharap semoga Allah menjadikan tulisan berharga ini setara dengan buku al-Matsnawi ar-Rumi bagi para Tullabunnur. Sebab, ia merupakan ringkasan Risalah Nur yang sangat bernilai. Ia juga seperti indeks yang kehadirannya memberikan kabar gembira dan memberikan petunjuk masa depan tentangnya. Yaitu tentang sejumlah risalah yang sepuluh tahun kemudian baru muncul dan selesai secara sempurna dalam kurun waktu dua puluh tiga tahun.
    Bu eser, birçok meşâgil ve Dârülhikmetteki vazife içinde yirmi gün ramazanda, günde iki veya iki buçuk saat çalışmak suretiyle manzum gibi yazılmıştır. Bu kadar kısa zamanda ve manzum bir sahife on sahife kadar müşkül olduğu cihetle, birden dikkatsiz, tashihsiz böyle söylenmiş, tabedilmiştir. Bizce Risale-i Nur hesabına bir hârikadır. Hiçbir nazımlı divan, bunun gibi tekellüfsüz, nesren okunabilir görülmüyor. İnşâallah bu eser bir zaman Risale-i Nur şakirdlerine bir nevi mesnevî olacak. Hem bu eser, kendisinden on sene sonra çıkan ve yirmi üç senede tamamlanan Risale-i Nur’un mühim eczalarına bir işaret-i gaybiye nevinden müjdeli bir fihrist hükmündedir.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Atan nama Tullabunnur
    Risale-i Nur şakirdlerinden
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    '''Sungur, Mehmed Feyzi, Hüsrev'''
    '''Sungur, Mehmed Feyzi, Hüsrev'''
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ***
    <nowiki>*</nowiki>  *  *
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ==Catatan==
    == İHTAR ==
    (*<ref>*Catatan: Kumpulan tulisan yang menyerupai karya syair ini adalah tulisan Said Lama yang terakhir. Ia dicetak dan diterbitkan tahun 1337 (1921 M). Setelah penulisan berbagai Risalah Nur dan setelah ia tersebar luas, beliau memberikan pesan kepada para muridnya untuk menyertakannya dengan kumpulan al-Kalimat setelah sejumlah bahasan dan paragrafnya ditiadakan. Pada awal lima puluhan, beliau memberikan beberapa catatan kaki yang baru serta menyuruh untuk menyebarkannya dalam bentuk terakhir ini.</ref>)Aku tidak bisa membuat nazham atau sajak dengan baik karena aku tidak mengetahui keduanya dengan bersandar pada kaidah اَلْمَرْءُ عَدُوٌّ لِمَا جَهِلَ “Seseorang cenderung memusuhi apa yang tidak ia ketahui.” Aku juga tidak ingin mengubah bentuk hakikat agar sesuai dengan sajak yang ada seperti ungkapan pepatah  “Mengorbankan Shafiyah hanya untuk membuat tulisan bersajak.”(*<ref>*Sebuah perumpamaan Turki. Diceritakanya bahwa seorang lelaki yang membuat
    اَلْمَرْءُ عَدُوٌّ لِمَا جَهِلَ   kaidesiyle, ben dahi nazım ve kafiyeyi bilmediğimden ona kıymet vermezdim. Safiye’yi kafiyeye feda etmek tarzında, hakikatin suretini nazmın keyfine göre tağyir etmek hiç istemezdim. Şu kafiyesiz, nazımsız kitapta en âlî hakikatlere, en müşevveş bir libas giydirdim.
    syair telah rela mengorbankan isterinya yang bernama Shafiyah serta menceraikannya hanya agar sajak syair yang ditulisnya tepat.</ref>)Karena itu, dalam tulisan yang tak bersajak ini aku membungkus sejumlah hakikat agung dengan pakaian paling buruk. Sebabnya adalah sebagai berikut:
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Pertama, karena aku tidak mengetahui yang lebih baik daripada itu. Aku memfokuskan pikiran pada maknanya semata, bukan kepada lafalnya.
    '''Evvela:''' Daha iyisini bilmezdim. Yalnız manayı düşünüyordum.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Kedua, dengan cara ini aku ingin memberikan kritik kepada para penyair yang mengukir tubuh agar sesuai dengan pakaian.
    '''Sâniyen:''' Cesedi libasa göre yontmakla rendeleyen şuaraya tenkidimi göstermek istedim.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Ketiga, aku juga ingin menyibukkan diri dengan berbagai hakikat utama disertai sibuknya hati dengannya di bulan penuh berkah ini, bulan Ramadhan.
    '''Sâlisen:''' Ramazanda kalp ile beraber nefsi dahi hakikatlerle meşgul etmek için böyle çocukça bir üslup ihtiyar edildi.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Karena sebab-sebab itulah gaya tutur yang menyerupai gaya bahasa para pemula ini dipilih. Hanya saja, wahai pembaca budiman!Jika aku keliru—dan aku mengakuinya—jangan sampai engkau juga berbuat keliru dengan melihat gaya bahasanya tanpa melihat berbagai hakikatnya yang mulia sehingga kemudian mengabaikannya.
    Fakat ey kāri! Ben hata ettim, itiraf ederim. Sakın sen hata etme! '''Yırtık üsluba bakıp o âlî hakikatlere karşı dikkatsizlik ile hürmetsizlik etme!'''
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ==Penjelasan==
    == İFADE-İ MERAM ==
    Wahai pembaca budiman, aku telah mengakui ketidakmam- puanku dalam membuat tulisan yang baik dan bersajak. Bahkan aku juga tidak bisa menulis nama sendiri dengan tulisan yang bagus. Sepanjang hidup, aku tidak mampu merangkai sebuah bait atau sajaknya. Namun, tiba-tiba terlintas dalam pikiranku adanya keinginan kuat untuk membuat tulisan bersajak. Jiwaku merasa senang dengan sajak alami yang terdapat dalam kitab “Qawl Nawwâlan Sîsiban”(*<ref>*Kumpulan syair panjang yang hampir berjumlah 400 bait di mana ia menggambarkan peperangan para sahabat. Ditulis dalam bahasa Kurdi Utara. Ditulis oleh al-Mala Khalid Agha az-Zaybari yang dikenal zuhud dan bertakwa.</ref>)di mana ia berisi pujian yang menggambarkan peperangan para sahabat. Karena itu, aku berusaha meniru pola sajaknya. Kutulis ia dalam bentuk prosa yang menyerupai nazham tanpa harus mengikuti pola sajak yang ada. Karena itu, siapapun bisa membacanya dengan mudah tanpa perlu mengingat dan memerhatikan pola sajaknya. Namun ia harus memosisikannya sebagai prosa untuk memahami maknanya. Sebab, terdapat hubungan makna antara potongan kalimat. Ia tidak boleh berhenti pada rima sajaknya.Sebagaimana peci torbus bisa dipakai tanpa tali yang terikat dengannya, maka pola sajak bisa dituliskan tanpa terikat dengan rimanya. Bahkan menurutku bila lafal dan sajak begitu menarik dan menyibukkan pikiran manusia, maka lebih tepat jika redaksinya sederhana tanpa dihias macam-macam agar tidak memalingkan perhatian manusia kepadanya.
    Ey kāri! Peşinen bunu itiraf ederim ki: Sanat-ı hat ve nazımda istidadımdan çok müştekiyim. Hattâ şimdi ismimi de düzgün yazamıyorum. Nazım, vezin ise ömrümde bir fıkra yapamamıştım. Birdenbire zihnime, nazma musırrane bir arzu geldi. Sahabelerin gazevatına dair Kürtçe    قَو۟لِ نَوَالَاسٖيسَبَان۟   namında bir destan vardı. Onun ilahî tarzındaki tabiî nazmına ruhum hoşlanıyordu. Ben de kendime mahsus onun tarz-ı nazmını ihtiyar ettim. Nazma benzer bir nesir yazdım. Fakat vezin için kat’iyen tekellüf yapmadım. İsteyen adam, nazmı hatıra getirmeden zahmetsiz, nesren okuyabilir. '''Hem nesren olarak bakmalı, tâ mana anlaşılsın.''' Her kıtada ittisal-i mana vardır. Kafiyede tevakkuf edilmesin. Külah püskülsüz olur, vezin de kafiyesiz olur, nazım da kaidesiz olur. Zannımca lafız ve nazım, sanatça cazibedar olsa nazarı kendiyle meşgul eder. Nazarı manadan çevirmemek için perişan olması daha iyidir.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Guru dan pembimbingku dalam kitab ini adalah al-Qur’an. Kitab yang kubaca adalah kehidupan. Mitra bicara yang menjadi sasaran ucapanku adalah diri sendiri. Adapun engkau wahai pembaca yang mulia hanya sekadar pendengar. Sedangkan pendengar tidak layak untuk memberikan kritik. Namun ia boleh mengambil yang menarik baginya tanpa perlu menunjukkan keberatan terhadap sesuatu yang tidak disenanginya.
    Şu eserimde üstadım, Kur’an’dır. Kitabım, hayattır. Muhatabım, yine benim. Sen ise ey kāri müstemisin. Müstemiin tenkide hakkı yoktur; beğendiğini alır, beğenmediğine ilişmez. Şu eserim, bu mübarek ramazanın feyzi (*<ref>(*) Hattâ, tarihi نَجْمُ اَدَبٍ وُلِدَ لِهِلاَلَىْ رَمَضَانَ çıkmış. Yani, “Ramazan’ın iki hilâlinden doğmuş bir edep yıldızıdır.” (Bin üç yüz otuz yedi eder.)</ref>)olduğundan, ümit ederim ki inşâallah din kardeşimin kalbine tesir eder de lisanı bana bir dua-i mağfiret bahşeder veya bir Fatiha okur.
    Nah, karena tulisan ini bersumber dari limpahan karunia bulan yang mulia; bulan Ramadhan yang penuh berkah,(*<ref>*Bahkan tanggal penulisannya hadir dalam ungkapan berikut:نَجْمُ اَدَبٍ وُلِدَ لِهِلاَلَىْ رَمَضَانَ “Bintang Sastra yang lahir di antara dua hilal Ramadhan.” Secara gematria arab, total nilainya: 1337—Penulis.</ref>)aku berharap ia bisa memberikan kesan ke dalam hati saudara seagamaku sehingga ia mau mempersembahkan untukku sebuah doa berupa ampunan atau bacaan surat al-Fatihah.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ==Ad-Dâ’i (Sang Penyeru)==
    == EDDÂÎ (**<ref>(**) Bu kıt’a onun imzasıdır.</ref>) ==
    Yıkılmış bir mezarım ki yığılmıştır içinde
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Kuburku(*<ref>*Penguasa ketika itu telah mengeluarkan mayatnya dan menguburnya di tempat yang tak diketahui. Hal itu berlangsung 4 bulan setelah beliau wafat pada tahun 1960 M.</ref>)yang hancur berisi 79 mayat(*<ref>*Maksudnya, dua Said mati pada tahun yang sama di mana tubuhnya terbaharui sebanyak dua kali dalam setahun. Selain itu, ada Said yang akan hidup hingga tanggal ini. Yakni hingga tahun ini, tahun ke-79 di mana Said setiap tahun meninggal dunia—Penulis.</ref>)
    Said’den yetmiş dokuz emvat (***<ref>(***) Her senede iki defa cisim tazelendiği için, iki Said ölmüş demektir. Hem bu sene Said yetmiş dokuz senesindedir. Her bir senede bir Said ölmüş demektir ki, bu tarihe kadar Said yaşayacak.</ref>)bâ-âsam âlâma.
    Said yang penuh dosa dan derita.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Delapan puluh tahun berlalu menjadi saksi bagi kuburku.
    Sekseninci olmuştur, mezara bir mezar taş
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Semua menangis(*<ref>*Kondisi ini telah dirasakan dua puluh tahun sebelum terjadinya—Penulis.</ref>)karena Islam yang telah disia-siakan.
    Beraber ağlıyor (****<ref>(****) Yirmi sene sonraki bu şimdiki hali, hiss-i kablelvuku ile hissetmiş.</ref>)hüsran-ı İslâm’a.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Kubur yang penuh dengan kematian tersebut merintih bersama batu nisannya.
    Mezar taşımla pür-emvat enîndar o mezarımla
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Esok aku akan segera bertolak menuju medan pembalasan.
    Revanım saha-i ukba-yı ferdâma.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Aku sangat yakin bahwa masa depan Asia berikut bumi dan langitnya
    Yakînim var ki istikbal semavatı, zemin-i Asya
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    akan tunduk ke tangan Islam yang putih bersinar.
    Bâhem olur teslim, yed-i beyza-yı İslâm’a.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Sebab tangan kanannya memberi iman,
    Zira yemin-i yümn-ü imandır
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ia mempersembahkan ketenangan dan kedamaian bagi seluruh insan.
    Verir emni eman ile enama…
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    * * *
    <nowiki>*</nowiki>  *  *
    </div>




    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ
    بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    اَل۟حَم۟دُ لِلّٰهِ رَبِّ ال۟عَالَمٖينَ وَالصَّلَاةُ عَلٰى سَيِّدِ ال۟مُر۟سَلٖينَ  
    اَل۟حَم۟دُ لِلّٰهِ رَبِّ ال۟عَالَمٖينَ وَالصَّلَاةُ عَلٰى سَيِّدِ ال۟مُر۟سَلٖينَ
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    وَ عَلٰى اٰلِهٖ وَ صَح۟بِهٖ اَج۟مَعٖينَ
    وَ عَلٰى اٰلِهٖ وَ صَح۟بِهٖ اَج۟مَعٖينَ
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ==Dua Bukti Tauhid yang Agung==
    == Tevhidin iki bürhan-ı muazzamı ==
    Alam ini sendiri merupakan satu bukti yang agung.
    Şu kâinat tamamıyla bir bürhan-ı muazzamdır. Lisan-ı gayb, şehadetle müsebbihtir, muvahhiddir. Evet, tevhid-i Rahman’la, büyük bir sesle zâkirdir ki:
    Pasalnya, lisan gaib dan lisan dzahir bertasbih dengan tauhid; tauhid Dzat Yang Maha Penyayang. Dengan suara nyaring, keduanya
    </div>
     
    menyebut lâ ilâha illâ Huwa (tiada Tuhan selain Dia).


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Seluruh partikel alam, selselnya, pilar-pilarnya, dan organnya merupakan lisan yang ikut berzikir bersama suara gema
    '''Lâ İlahe İllâ Hû…'''
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    tersebut dengan lâ ilâha illâ Huwa.
    Bütün zerrat hüceyratı, bütün erkân ve azası birer lisan-ı zâkirdir; o büyük sesle beraber der ki:
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Pada lisan tersebut terdapat keragaman. Pada suara yang ada terdapat sejumlah tingkatan, namun semuanya mengarah pada satu titik dan
    '''Lâ İlahe İllâ Hû…'''
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    mengucap lâ ilâha illâ Huwa.
    O dillerde tenevvü var, o seslerde meratib var. Fakat bir noktada toplar, onun zikri, onun savtı ki:
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Alam ini merupakan manusia besar. Ia berzikir dengan suara nyaring. Sejumlah suara yang halus itu berikut semua bagian dan partikelnya bersama-sama dengan suara nyaring itu
    '''Lâ İlahe İllâ Hû…'''
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    menggemakan lâ ilâha illâ Huwa.
    Bu bir insan-ı ekberdir, büyük sesle eder zikri; bütün eczası, zerratı, küçücük sesleriyle, o bülend sesle beraber der ki:
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Ya, alam ini membacakan ayat-ayat al-Qur’an dalam sebuah lingkaran zikir yang besar. Al-Qur’an yang bersinar terang ini bersama makhluk bernyawa mendendangkan
    '''Lâ İlahe İllâ Hû…'''
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    kalimat lâ ilâha illâ Huwa.
    Şu âlem halka-i zikri içinde okuyor aşrı, şu Kur’an maşrık-ı nuru. Bütün zîruh eder fikri ki:
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Al-Furqan yang penuh hikmah ini merupakan bukti yang mengucapkan tauhid tersebut. Seluruh ayatnya menjadi lisan yang jujur dan kilau yang memancarkan iman.
    '''Lâ İlahe İllâ Hû…'''
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Jadi, semuanya menyatakan lâ ilâha illâ Huwa.
    Bu Furkan-ı Celilüşşan, o tevhide nâtık bürhan, bütün âyât sadık lisan. Şuâat-bârika-i iman. Beraber der ki:
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Ketika engkau mendekatkan telinga tersebut ke dada al-Furqan tadi, dari relung yang paling dalam engkau akan mendengar gema samawi yang sangat jelas
    '''Lâ İlahe İllâ Hû…'''
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    yang berbunyi lâ ilâha illâ Huwa.
    Kulağı ger yapıştırsan şu Furkan’ın sinesine, derinden tâ derine, sarîhan işitirsin semavî bir sadâ der ki:
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Suara halus itu adalah suara yang tinggi dan mulia dalam bentuk yang sangat serius dan mendatangkan kelapangan, paling jujur dan tulus. Ia diperkuat oleh bukti nyata yang meyakinkan di mana secara berulang-ulang
    '''Lâ İlahe İllâ Hû…'''
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    menyatakan lâ ilâha illâ Huwa.
    O sestir gayeten ulvi, nihayet derece ciddi, hakiki pek samimi hem nihayet munis ve mukni ve bürhanla mücehhezdir. Mükerrer der ki:
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Bukti bersinar ini enam sisinya sangat transparan dan mulia. Sebab:Padanya terdapat ukiran kemukjizatan yang jelas.Di dalamnya cahaya petunjuk bersinar dan
    '''Lâ İlahe İllâ Hû…'''
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    mengucap lâ ilâha illâ Huwa.
    Şu bürhan-ı münevverde, cihat-ı sittesi şeffaf ki üstünde münakkaştır, müzehher sikke-i i’caz. İçinde parlayan nur-u hidayet der ki:
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Di bawahnya terdapat untaian hujjah dan logika. Di sisi kanannya terdapat konklusi akal di mana ia membenarkannya
    '''Lâ İlahe İllâ Hû…'''
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    dengan lâ ilâha illâ Huwa.
    Evet, altında nescolmuş mühefhef mantık ve bürhan, sağında aklı istintak; mürefref her taraf, ezhan “Sadakte” der ki:
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Di sisi kirinya—yang juga kanan—mempersaksikan hati nurani. Di hadapannya terdapat kebaikan dan kebajikan. Tujuannya berupa kebahagiaan.
    '''Lâ İlahe İllâ Hû…'''
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Kuncinya selalu lâ ilâha illâ Huwa.
    Yemîn olan şimalinde, eder vicdanı istişhad. Emamında hüsn-ü hayırdır, hedefinde saadettir. Onun miftahıdır her dem ki:
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Di belakangnya yang merupakan sisi depan, yakni sandarannya adalah bersifat samawi. Ia berupa wahyu murni. Enam sisi ini bersinar terang yang pada puncaknya
    '''Lâ İlahe İllâ Hû…'''
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    tampak lâ ilâha illâ Huwa.
    Emam olan verasında ona mesned semavîdir ki vahy-i mahz-ı Rabbanî. Bu şeş cihet ziyadardır, burucunda tecellidar ki:
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Ilusi tidak akan mungkin mencuri informasinya. Keraguan juga tidak mungkin mengetuk pintunya.Mungkinkah si ateis bisa masuk ke dalam istana yang berkilau itu.Pagar bentengnya demikian tinggi. Setiap kata darinya berupa
    '''Lâ İlahe İllâ Hû…'''
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    malaikat yang mengucap lâ ilâha illâ Huwa.
    Evet vesvese-i sârık, bâvehm-i şüphe-i târık, ne haddi var ki o mârık, girebilsin bu bârık kasra. Hem şârık ki sur sureler şâhik, her kelime bir melek-i nâtık ki:
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Al-Qur’an yang agung itu merupakan lautan yang menuturkan tauhid.Marilah kita mengambil satu tetes sebagai contoh. Misalnya surah al-Ikhlas. Kita mengambilnya sebagai simbol singkat dari berbagai simbol yang tak terhitung.
    '''Lâ İlahe İllâ Hû…'''
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Ia menyanggah kemusyrikan secara tegas berikut semua bentuknya. Ia menetapkan tujuh jenis tauhid dalam enam kalimatnya. Tiga kalimat darinya menetapkan dan tiga lagi menafikan.
    O Kur’an-ı Azîmüşşan nasıl bir bahr-i tevhiddir. Bir tek katre, misal için bir tek Sure-i İhlas, fakat kısa bir tek remzi, nihayetsiz rumuzundan.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Kalimat pertama قُل۟ هُوَ isyarat tanpa disertai petunjuk lain. Artinya, ia penetapan secara mutlak.
    Bütün enva-ı şirki reddeder hem de yedi enva-ı tevhidi eder ispat; üçü menfî, üçü müsbet şu '''altı cümle'''de birden:
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Di dalamnya terdapat kejelasan yaitu bahwa tidak ada dia kecuali Dia.
    '''Birinci cümle:'''   قُل۟ هُوَ   karinesiz işarettir. Demek ıtlakla tayindir. O tayinde taayyün var. Ey
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Ini menunjukkan tauhid asy-Syuhud (penyaksian).
    '''Lâ Hüve İllâ Hû…'''
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Andaikan basirah yang menembus al-Haq larut dalam tauhid, tentu ia berkata “Tiada yang disaksikan kecuali Dia.
    Şu tevhid-i şuhuda bir işarettir. Hakikatbîn nazar tevhide müstağrak olursa der ki:
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Kalimat kedua اَللّٰهُ اَحَدٌ merupakan penjelasan tauhid uluhiyah. Sebab, lewat lisan al-haq hakikat kebenaran berkata
    '''Lâ Meşhude İllâ Hû…'''
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    “Tiada yang disembah kecuali Dia.
    '''İkinci cümle:'''   اَللّٰهُ اَحَدٌ   dir ki tevhid-i uluhiyete tasrihtir. Hakikat, hak lisanı der ki:
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Kalimat ketiga اَللّٰهُ الصَّمَدُ  merupakan tempurung bagi dua dari sekian permata tauhid. Pertama: tauhid Rububiyah.
    '''Lâ Mabude İllâ Hû…'''
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Lisan tatanan alam berkata “Tiada Pencipta kecuali Dia.
    '''Üçüncü cümle:'''   اَللّٰهُ الصَّمَدُ   dir. İki cevher-i tevhide sadeftir. Birinci dürrü: Tevhid-i rububiyet. Evet, nizam-ı kevn lisanı der ki:
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Kedua, tauhid al-Qayyûmiyah. Yakni, lisan kebutuhan pada sebab hakiki di seluruh alam berucap
    '''Lâ Hâlıka İllâ Hû…'''
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    “Tiada yang berdiri sendiri kecuali Dia.
    '''İkinci dürrü:''' Tevhid-i kayyumiyet. Evet, serâser kâinatta, vücud ve hem bekada, müessire ihtiyaç lisanı der ki:
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Kalimat keempat لَم۟ يَلِد۟ berisi tauhid al-Jalâl. Ia menyanggah semua bentuk kemusyrikan dan memutus semua bentuk kekufuran.
    '''Lâ Kayyume İllâ Hû…'''
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Sebab segala yang berubah, berketurunan, dan terbagi tentu bukanlah Pencipta, bukan Dzat yang berdiri sendiri dan bukan Tuhan.
    '''Dördüncü:'''   لَم۟ يَلِد۟   dir. Bir tevhid-i celalî müstetirdir; enva-ı şirki reddeder, küfrü keser bîiştibah.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    لَم۟ menolak pemahaman keberadaan anak dan sifat melahirkan bagi Tuhan. Ia dengan tegas memutus syirik.
    Yani tagayyür ya tenasül ya tecezzi eden elbet, ne Hâlık’tır ne Kayyum’dur ne İlah…
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Akibat syirik ini kebanyakan manusia menjadi sesat sehingga mereka meyakini bahwa Isa, Uzair, atau malaikat sebagai anak Tuhan.
    Veled fikri, tevellüd küfrünü   لَم۟   reddeder, birden keser atar. Şu şirktendir ki olmuştur beşer ekserisi gümrah…
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Kalimat kelima وَلَم۟ يُولَد۟ merupakan tauhid permanen yang menunjukkan penetapan ahadiyah Tuhan. Siapa yang tidak bersifat wajib, qadim (tak bermula), dan azali tidak bisa disebut Tuhan.
    Ki İsa (as) ya Üzeyr’in ya melaik ya ukûlün tevellüd şirki meydan alıyor nev-i beşerde gâh bâ-gâh…
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Yakni, jika ia bersifat baru, temporer, atau lahir, serta terpisah dari asalnya, maka tidak bisa menjadi tuhan bagi alam ini.
    '''Beşincisi:'''   وَلَم۟ يُولَد۟   Bir tevhid-i sermedî işareti şöyledir: Vâcib, kadîm, ezelî olmazsa olmaz İlah…
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Kalimat ini menyangkal syirik penyembahan terhadap sebab, penyembahan terhadap bintang, penyembahan terhadap berhala, dan penyembahan terhadap alam.
    Yani ya müddeten hâdis ise ya maddeden tevellüd ya bir asıldan münfasıl olsa elbette olmaz şu kâinata penah…
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Kalimat keenam وَلَم۟ يَكُن۟ adalah tauhid komprehensif. Yakni tidak ada yang sama dengan-Nya dalam hal zat. Tidak ada sekutu bagi-Nya dalam hal perbuatan. Tidak ada yang serupa dengan-Nya dalam hal sifat. Semuanya secara bersama-sama mengarah kepada kata lam (tidak).
    Esbab-perestî, nücum-perestlik, sanem-perestî, tabiat-perestlik şirkin birer nev’idir; dalalette birer çâh…
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Enam kalimat ini secara maknawi menjadi buah dari yang lain dan pada waktu yang sama menjadi bukti baginya.
    Altıncı:   وَلَم۟ يَكُن۟   Bir tevhid-i câmi’dir. Ne zatında naziri ne ef’alinde şeriki ne sıfâtında şebihi   لَم۟   lafzına nazargâh…
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Artinya, surah al-Ikhlas mengandung 30 surat dari surat-surat al-Ikhlas yang tersusun dan terbentuk dari berbagai dalil yang saling menguatkan.
    Şu altı cümle manen birbirine netice hem birbirinin bürhanı, müselseldir berahin, mürettebdir netaic şu surede karargâh…
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Hanya Allah yang mengetahui hal gaib.
    Demek şu Sure-i İhlas’ta, kendi miktar-ı kametinde müselsel hem müretteb otuz sure münderic; bu bunlara sehergâh…
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ***
    لَا يَع۟لَمُ ال۟غَي۟بَ اِلَّا اللّٰهُ
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ==Sebab bukan Pelaku Hakiki==
    <nowiki>*</nowiki>  *  *
    Kemuliaan dan keagungan uluhiyah menuntut sebab-sebab materi agar menjadi tirai bagi qudrah Allah di hadapan pandangan akal.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Sementara tauhid dan keagungan-Nya menuntut agar sebab-sebab materi tidak memberi pengaruh hakiki terhadap jejak qudrah ilahi.
    == Sebep sırf zâhirîdir ==
    İzzet-i azamet ister ki esbab-ı tabiî, perdedar-ı dest-i kudret ola aklın nazarında.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ***
    Tevhid ve celal ister ki esbab-ı tabiî, dâmenkeş-i tesir-i hakiki ola (*<ref><nowiki>*</nowiki> Hakiki tesirden elini çeksin, icada karışmasın, demektir. </ref>) kudret eserinde.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ==Wujud tidak Terbatas pada Alam Fisik==
    <nowiki>*</nowiki>  *  *
    Berbagai jenis wujud yang tidak terhingga tak terbatas pada alam ini; alam nyata.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Alam fisik (materi) laksana tirai dekorasi yang dihamparkan pada berbagai alam gaib yang bersinar.
    == Vücud, âlem-i cismanîde münhasır değil ==
    Vücudun hasra gelmez muhtelif envaını, münhasır olmaz, sıkışmaz şu şehadet âleminde.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ***
    Âlem-i cismanî bir tenteneli perde gibi şule-feşan gaybî avâlim üzerinde.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ==Kesatuan dalam Pena Qudrah Memperlihatkan Tauhid==
    <nowiki>*</nowiki>  *  *
    Terlihatnya jejak kreasi pada setiap sisi fitrah secara jelas menyangkal penciptaan sebab atasnya.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Ukiran pena dan qudrah itu sendiri secara tegas menolak keberadaan perantara pada setiap titik penciptaan.
    == Kalem-i kudrette ittihat, tevhidi ilan eder ==
    Eser-i itkan-ı sanat, fıtratın her köşesinde bilbedahe reddeder esbabının icadını.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ***
    Nakş-ı kilkî ayn-ı kudret, hilkatin her noktasında bizzarure reddeder vesaitin vücudunu.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ==Tidak ada Sesuatu Tanpa Yang Lain==
    <nowiki>*</nowiki>  *  *
    Rahasia kekompakan dan keharmonisan yang tersembunyi dan tersebar di seluruh alam,
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    serta kemunculan spirit saling merespon dan bekerjasama dari semua aspek menerangkan bahwa terdapat qudrah yang meliputi seluruh
    == Bir şey, her şeysiz olmaz ==
    Kâinatta serbeser sırr-ı tesanüd müstetir hem münteşir. Hem cevanibde tecavüb hem teavün gösterir
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    alam di mana ia menciptakan partikel dan meletakkannya di tempat yang sesuai dengannya.
    Ki yalnız bir kudret-i âlemşümuldür yaptırır, zerreyi her nisbetiyle halk edip yerleştirir.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Setiap huruf dan setiap baris dari kitab alam adalah hidup. Rasa butuh menggiringnya dan memperkenalkan antara yang satu dengan yang lain. Maka ia menyambut seruan di manapun terdengar.
    Kitab-ı âlemin her satırıyla her harfi hay; ihtiyaç sevk ediyor, tanıştırır.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Dengan rahasia tauhid, seluruh cakrawala saling merespon. Sebab, qudrah Tuhan mengarahkan setiap huruf yang hidup menuju setiap kalimat dalam kitab tersebut.
    Her nereden gelirse gelsin nida-i hâcete lebbeyk-zendir, sırr-ı tevhid namına etrafı görüştürür.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ***
    Zîhayat her harfi, her bir cümleye müteveccih birer yüzü hem de nâzır birer gözü baktırır.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ==Gerakan Matahari Menciptakan Gravitasi untuk Menarik Tata Suryanya==
    <nowiki>*</nowiki>  *  *
    Matahari bagaikan pohon yang berbuah. Ia bergerak agar buahnya yang beredar dan tertarik kepadanya tidak jatuh.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Andaikan ia diam, tentu daya tariknya lenyap dan rasa senangnya hilang. Karena rindu, seluruh benda yang ditariknya yang beredar secara rapi di angkasa luas menjadi menangis.
    == Güneşin hareketi cazibe içindir, cazibe istikrar-ı manzumesi içindir ==
    Güneş bir meyvedardır, silkinir tâ düşmesin müncezib seyyar olan yemişleri.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ***
    Ger sükûtuyla sükûnet eylese cezbe kaçar, ağlar fezada muntazam meczupları.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ==Sesuatu yang Kecil Terpaut dengan yang Besar==
    <nowiki>*</nowiki>  *  *
    Dzat yang menciptakan mata nyamuk adalah Dzat yang menciptakan matahari dan galaksi.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Dzat yang menata perut kutu adalah Dzat yang menata tata surya.
    == Küçük şeyler büyük şeylerle merbuttur ==
    Sivrisinek gözünü halkeyleyendir mutlaka, güneşi hem Kehkeş’i halkeylemiş.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Dzat yang memasukkan penglihatan ke dalam mata serta menanamkan rasa butuh di perut adalah Dzat yang menghias mata langit dengan sinar dan menghamparkan hidangan makanan di atas bumi.
    Pirenin midesini tanzim edendir mutlaka, manzume-i şemsiyeyi nazmeylemiş.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ***
    Gözde rü’yet, midede hem ihtiyacı dercedendir mutlaka, sema gözüne ziya sürmesi çekmiş, zemin yüzüne gıda sofrası sermiş.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ==Tatanan Alam Mengandung Kemukjizatan yang Agung==
    <nowiki>*</nowiki>  *  *
    Perhatikan kemukjizatan dalam penciptaan alam.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Andaikan setiap sebab materi memiliki sifat berbuat, memilih, dan berkuasadi mana ini semuanya mustahiltentu sebab-sebab itu tak berdaya dan
    == Kâinatın nazmında büyük bir i’caz var ==
    Kâinatın gör ki telifinde bir i’caz var. Ger bütün esbab-ı tabiiye bi’l-farzı’l-muhal
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    tunduk di hadapan kemukjizatan di atas seraya berkata,
    Ola her biri muktedir bir fâil-i muhtar. O i’caza karşı nihayet acz ile bi’l-imtisal
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    “Mahasuci Engkau. Kami tidak memiliki kekuatan. Wahai Tuhan, Engkau Mahakuasa, azali dan agung.”
    Ederek secde ki
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ==Segala Sesuatu Sama di Hadapan Qudrah Tuhan==
    سُب۟حَانَكَ لَا قُد۟رَةَ فٖينَا رَبَّنَا اَن۟تَ ال۟قَدٖيرُ ال۟اَزَلِىُّ ذُو ال۟جَلَالِ
    Tidaklah Allah menciptakan dan membangkitkan kamu (dari dalam kubur) itu melainkan hanyalah seperti (menciptakan dan membangkitkan) satu jiwa saja (QS. Luqman [31]: 28).
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Qudrah ilahi bersifat zati dan azali, tidak dihiasi oleh ketidakberdayaan, tidak ada tingkatan di dalamnya, serta tidak bisa diinfiltrasi oleh halangan sedikitpun.
    == Kudrete nisbet her şey müsavidir ==
    مَا خَل۟قُكُم۟ وَلَا بَع۟ثُكُم۟ اِلَّا كَنَف۟سٍ وَاحِدَةٍ   
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Hal-hal yang bersifat universal dan parsial sama saja baginya. Sebab, setiap sesuatu terpaut dengan semua hal.
    Bir kudret-i zatiyedir hem ezelî, acz tahallül edemez.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Siapa yang tidak mampu menciptakan segala sesuatu, ia tidak mampu menciptakan sesuatupun.
    Onda meratib olmayıp mevani tedahül edemez. İsterse küll, isterse cüz nisbet tefavüt eylemez.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ***
    Çünkü her şey bağlıdır her şey ile. Her şeyi yapamayan, bir şeyi de yapamaz.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ==Siapa yang tidak Menggenggam Kendali Alam tidak Mampu Mencipta Partikel==
    <nowiki>*</nowiki>  *  *
    Siapa yang tidak memiliki kekuatan untuk mengangkat bumi,
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    matahari dan bintang yang jumlahnya tak terhingga serta meletakkannya di atas angkasa dan di atas dadanya secara teratur dan rapi,
    == Kâinatı elinde tutamayan, zerreyi halk edemez ==
    Tesbih gibi nazmeyleyip kaldıracak; arzımızı, şümusu, nücumu, hasra gelmez
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    maka ia sama sekali tidak bisa mengaku sebagai pencipta.
    Şu fezanın başına hem sinesine takacak öyle kuvvetli ele bir kimse mâlik olmasa
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    * * *
    Dünyada hiçbir şeyde dava-yı halk edip, iddia-yı icad edemez.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ==Menghidupkan Spesies seperti Menghidupkan Individu==
    <nowiki>*</nowiki>  *  *
    Sebagaimana menghidupkan seekor lalat yang mendengkur seperti mati di musim dingin tidak sulit bagi qudrah ilahi,
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    demikian pula menghidupkan dunia sesudah kematiannya, bahkan menghidupkan seluruh jiwa sangat mudah bagi-Nya.
    == İhya-yı nev, ihya-yı fert gibidir ==
    Mevt-âlûd bir nevm ile kışta uyuşmuş bir sinek, nasıl onun ihyası kudrete ağır gelmez.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ***
    Şu dünyanın mevti de ihyası da öyledir. Bütün zîruh ihyası onda fazla nazlanmaz.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ==Hukum Alam adalah Kreasi Ilahi==
    <nowiki>*</nowiki>  *  *
    Hukum alam bukan pencipta, tetapi tempat penciptaan. Bukan pengukir, tetapi ukiran. Bukan pelaku, tetapi objek. Bukan arsitek, tetapi arsitektur.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Bukan penata, tetapi tatanan. Bukan qudrah, tetapi hukum. Ia adalah syariat kehendak Allah, bukan hakikat eksternal.
    == Tabiat, bir sanat-ı İlahiyedir ==
    Değil tabi tabiat, belki matba’. Değil nakkaş, o belki bir nakıştır. Değil fâil, o kabildir. Değil masdar, o mistardır.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ***
    Değil nâzım, o nizamdır. Değil kudret, o kanundur. İradî bir şeriattır, değil hariç hakikattar.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ==Hati Nurani Mengenal Allah lewat Getaran Cinta dan Luapan Rasa==
    <nowiki>*</nowiki>  *  *
    Dalam hati nurani terdapat ketertarikan dan daya tarik. Keduanya selalu bercampur di dalamnya.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Karena itu, ia tertarik. Ia terwujud dengan adanya daya tarik dari sesuatu yang menarik. Pemiliki perasaan tertarik ketika Pemilik keindahan tampak dan terwujud dengan terang tanpa hijab.
    == Vicdan, cezbesi ile Allah’ı tanır ==
    Vicdanda mündemicdir, bir incizab ve cezbe. Bir cazibin cezbiyle daim olur incizab.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Fitrah yang merasakan ini menjadi saksi yang kuat atas eksistensi Sang Wajibul wujud, Pemilik keagungan dan keindahan.
    Cezbe düşer zîşuur, ger Zülcemal görünse. Etse tecelli daim pür-şaşaa bîhicab.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Bukti yang pertama adalah daya tarik tersebut dan yang kedua adalah adanya ketertarikan.
    Bir Vâcibü’l-vücud’a, Sahib-i Celal ve Cemal; şu fıtrat-ı zîşuur kat’î şehadet-meab.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ***
    Bir şahidi o cezbe hem diğeri incizab.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ==Kesaksian Fitrah itu Benar==
    <nowiki>*</nowiki>  *  *
    Tidak ada dusta dalam fitrah. Yang dikatakannya itu benar.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Kecenderungan untuk tumbuh yang tersembunyi dalam benih berkata, “Aku akan tumbuh dan berbuah.” Ternyata realitas membenarkannya.
    == Fıtratın şehadeti sadıkadır ==
    Fıtratta yalan yoktur, ne dediyse doğrudur. Çekirdeğin lisanı,
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Dalam telur, kecenderungan hidup berkata dari balik kedalamannya,
    Meyl-i nümüv der: “Ben, sümbüllenip meyvedar…” Doğru çıkar beyanı.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    “Aku akan menjadi anak ayam.” Dan ternyata dengan izin Allah ia benar-benar terwujud dan ucapannya benar.
    Yumurtanın içinde, derin derin söyler hayatın meyelanı
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Ketika segenggam air yang terdapat di dalam lubang besi hendak membeku, kecenderungan untuk terbentang di saat dingin berkata,
    Ki: “Ben piliç olurum, izn-i İlahî ola.” Sadık olur lisanı.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    “Meluaslah wahai besi, aku butuh tempat yang lebih luas.
    Bir avuç su, bir demir gülle içinde eğer niyet etse incimad. Bürudetin zamanı
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Maka, besi yang keras itupun berusaha untuk tidak mengingkarinya.
    İçindeki inbisat meyli der: “Genişlen, bana lâzım fazla yer.” Bir emr-i bîemanî…
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Bahkan ketulusan dan kejujuran jiwa yang terdapat di dalamnya membelah besi tersebut.
    Metin demir çalışır, onu yalan çıkarmaz. Belki onda doğruluk hem de sıdk-ı cenanî
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Semua kecenderungan di atas merupakan perintah takwini, hukum ilahi, syariat fitri, serta manifestasi kehendak ilahi yang terdapat dalam penataan alam.
    O demiri parçalar. Şu meyelanlar bütün birer emr-i tekvinî, birer hükm-ü Yezdanî,
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Setiap kecenderungan dan setiap ketaatan merupakan bentuk ketundukan terhadap perintah Rabbani.
    Birer fıtrî şeriat, birer cilve-i irade. İrade-i İlahî, idare-i ekvanî
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Manifestasi dalam hati nurani demikian jelas di mana ketertarikan dan daya tarik merupakan dua hal yang bening laksana
    Emirleri şunlardır: Birer birer meyelan, birer birer imtisal, evamir-i Rabbanî.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    cermin terang yang memantulkan cahaya iman dan manifestasi keindahan abadi.
    Vicdandaki tecelli aynen böyle cilvedir, ki incizab ve cezbe iki musaffâ canı
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ==Kenabian adalah Kebutuhan Utama Manusia==
    İki mücella camdır, akseder içinde cemal-i Lâyezalî hem de nur-u imanî.
    Qudrah ilahi yang tidak membiarkan semut tanpa keberadaan pimpinannya,
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    lebah tanpa keberadaan lebah jantan, tentu tidak membiarkan manusia tanpa keberadaan seorang nabi serta tanpa keberadaan syariat. Ya, demikianlah tuntutan rahasia tatanan alam.
    == Nübüvvet beşerde zaruriyedir ==
    Karıncayı emîrsiz, arıları ya’subsuz bırakmayan kudret-i ezeliye elbette
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ***
    Beşeri de bırakmaz şeriatsız, nebisiz. Sırr-ı nizam-ı âlem, böyle ister elbette.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ==Mi’raj adalah Mukjizat bagi Malaikat sebagaimana Terbelahnya Bulan adalah Mukjizat bagi Manusia==
    <nowiki>*</nowiki>  *  *
    Mi’raj merupakan kewalian terbesar dalam kenabian yang diterima di mana malaikat melihatnya secara hakiki sebagai bentuk karamah.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Sang Nabi yang cemerlang menaiki Buraq dan pergi secepat kilat lalu mengelilingi alam wujud laksana bulan seraya menyaksikan alam cahaya pula.
    == Meleklerde mi’rac, insanlarda şakk-ı kamer gibidir ==
    Bir mi’rac-ı kerametle melekler, gördüler elhak ki müsellem bir nübüvvette muazzam bir velayet var.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Sebagaimana terbelahnya bulan merupakan mukjizat konkret dan agung bagi manusia di alam nyata,
    O parlak zat, buraka binmiş de berk olmuş. Kamervari serâser, âlem-i nuru da görmüştür.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    maka mi’raj ini juga mukjizat terbesar bagi penduduk alam arwah.
    Şu şehadet âleminde münteşir insanlara hissî büyük bir mu’cize nasıl ki   اِن۟شَقَّ ال۟قَمَرُ   dir.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ***
    Bu mi’racdır, âlem-i ervahtaki sakinlere en büyük bir mu’cize ki سُب۟حَانَ الَّذٖٓى اَس۟رٰى   dır.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ==Petunjuk Kalimat Syahadat terdapat di Dalamnya==
    <nowiki>*</nowiki>  *  *
    Dua kalimat syahadat masing-masing menjadi saksi, petunjuk dan bukti bagi yang lain.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Yang pertama menjadi bukti limmi bagi yang kedua, sementara yang kedua menjadi bukti inni bagi yang pertama.(*<ref>*Konklusi dari sebab menuju akibat disebut bukti limmi, sementara dari akibat menuju sebab disebut bukti inni (at-Ta’rîfât karya al-Jurjânî).</ref>)
    == Kelime-i şehadetin bürhanı içindedir ==
    Kelime-i şehadet vardır iki kelâmı. Birbirine şahittir hem delil ve bürhandır.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ***
    Birincisi, sânîye bir bürhan-ı limmîdir. İkincisi, evvele bir bürhan-ı innîdir.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ==Kehidupan adalah Model dari Manifestasi Kesatuan==
    <nowiki>*</nowiki>  *  *
    Kehidupan adalah cahaya kesatuan. Tauhid terwujud lewat ke- hidupan dalam bentuk yang demikian banyak.
    </div>
    Ya, salah satu manifestasi kesatuan adalah membuat entitas yang sangat banyak menjadi satu wujud.


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Sebab, kehidupan membuat sesuatu yang satu memiliki segala sesuatu. Sebaliknya, segala sesuatu saat kehilangan kehidupan menjadi tiada.
    == Hayat bir çeşit tecelli-i vahdettir ==
    Hayat bir nur-u vahdettir. Şu kesrette eder tevhid tecelli. Evet, bir cilve-i vahdet eder kesretleri tevhid ve yekta.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ==Ruh adalah Hukum yang Dibungkus dengan Wujud Lahiri==
    Hayat bir şeyi her şeye eder mâlik. Hayatsız şey, ona nisbet ademdir cümle eşya.
    Ruh adalah hukum bercahaya dan ketentuan yang dibungkus dengan wujud lahiri. Di dalamnya ditanamkan perasaan.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Ruh yang memiliki wujud lahiri ini serta hukum yang rasional— yang dapat ditangkap oleh akal—menjadi dua saudara dan dua teman.
    == Ruh, vücud-u haricî giydirilmiş bir kanundur ==
    Ruh bir nurani kanundur, vücud-u haricî giymiş bir namustur; şuuru başına takmış.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Pasalnya, ruh datang dari alam perintah dan sifat kehendak-Nya laksana hukum fitrah yang baku dan permanen.
    Bu mevcud ruh, şu makul kanuna olmuş iki kardeş, iki yoldaş.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Qudrah ilahi membungkus ruh dengan wujud fisik serta menanamkan perasaan padanya sehingga menjadikannya sebagai unsur yang bergerak lembut sebagai kulit dari esensi tersebut.
    Sabit ve hem daim fıtrî kanunlar gibi ruh dahi hem âlem-i emir hem irade vasfından gelir.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Andaikan qudrah Sang Pencipta membungkus hukum yang mengalir pada berbagai spesies dengan wujud lahiri, tentu semuanya memiliki ruh.
    Kudret vücud-u hissî giydirir, şuuru başına takar, bir seyyale-i latîfeyi o cevhere sadef eder.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Andaikan ruh tersebut mencabut wujud lahirinya serta mencampakkan perasaan darinya, tentu ia menjadi hukum yang abadi.
    Eğer envadaki kanunlara kudret-i Hâlık vücud-u haricî giydirirse, her biri bir ruh olur.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ***
    Ger vücudu ruh çıkarsa, başından şuuru indirirse yine lâyemut kanun olur.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ==Wujud Tanpa Kehidupan seperti Tiada==
    <nowiki>*</nowiki>  *  *
    Cahaya dan kehidupan, masing-masing menyingkap entitas. Jika tidak ada cahaya kehidupan, maka wujud menghadapi ketiadaan, bahkan seperti ketiadaan.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Ya, sesuatu yang tidak memiliki kehidupan adalah asing dan yatim meskipun berupa rembulan.
    == Hayatsız vücud, adem gibidir ==
    Ziya ile hayatın her biri, mevcudatın birer keşşafıdır. Bak nur-u hayat olmazsa
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ***
    Vücud, adem-âlûddur; belki adem gibidir. Evet garib, yetimdir; hayatsız ger kamerse.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ==Semut yang Hidup Lebih Besar daripada Bumi==
    <nowiki>*</nowiki>  *  *
    Jika engkau mengukur semut dengan neraca wujud, bumi kita ini tidak memadai bagi alam yang menjadi tempat hidup semut lewat rahasia kehidupan.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Andai kita membandingkan bumi—yang menurut kita hidup dan menurut yang lainnya matidengan semut tadi,
    == Hayat sebebiyle karınca küreden büyük olur ==
    Ger mizanü’l-vücudla karıncayı tartarsan, onda çıkan kâinat küremize sıkışmaz.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    maka bumi tidak bisa menyamai separuh saja dari kepala entitas yang dilengkapi perasaan tersebut.
    Bence küre hayevandır, başkaların zannınca meyyit olan küreyi ger getirip koyarsan
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ***
    Karıncanın karşısına, o zîşuur başının nısfı bile olamaz.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ==Nasrani akan Menyerahkan Urusannya kepada Islam==
    <nowiki>*</nowiki>  *  *
    Nasrani akan menghadapi kondisi redup atau bersih. Ia akan menyerahkan senjata dan tunduk pada Islam.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Ia telah tercabik berkali-kali hingga mengarah pada pandangan Protestan. Namun ia juga tidak membantu.
    == Nasraniyet İslâmiyet’e teslim olacak ==
    Nasraniyet, ya intıfa ya ıstıfa bulacak. İslâm’a karşı teslim olup terk-i silah edecek.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Tirainya kembali tercabik. Ia jatuh pada kesesatan mutlak. Hanya saja, sebagian darinya mendekati tauhid. Ia akan menemukan keberuntungan padanya.
    Mükerreren yırtıldı, purutluğa tâ geldi, purutlukta görmedi ona salah verecek.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Sekarang ia nyaris tercabik.(*<ref>*Maksudnya, berbagai akibat Perang Dunia Pertama yang menakutkan, bahkan menginformasikan adanya Perang Dunia Kedua—Penulis.</ref>)Jika tidak redup, ia akan bersih dan menjadi kerajaan Islam (sebab ia sudah berada di hadapan sejumlah hakikat Islam yang mencakup seluruh prinsip Nasrani yang asli).
    Perde yine yırtıldı, mutlak dalale düştü. Bir kısmı lâkin bazı yakınlaştı tevhide, onda felâh görecek.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Ini merupakan rahasia agung yang ditunjukkan oleh Rasul x dengan turunnya Isa. Isa akan menjadi bagian umat beliau dan berbuat sesuai syariat beliau.(*<ref>*Lihat: al-Bukhari, al-Anbiyâ 49, al-Buyu’ 102, al-Mazhalim 31, al-Iman 24-247; Abu Daud, al-Malahim 14; al-Tirmidzi, al-Fitan 54; Ibnu Majah, al-Fitan 33; Ahmad bin Hambal, al-Musnad 2/240-272; Ibnu Majah, ash-Shahih 16/377; al-Hakim, al-Mustadrak 2/651.</ref>)
    Hazırlanır şimdiden (*<ref><nowiki>*</nowiki> Bu dehşetli Harb-i Umumî neticesindeki vaziyete işaret eder. Belki İkinci Harb-i Umumî’den tam haber verir. </ref>)yırtılmaya başlıyor. Sönmezse safvet bulup İslâm’a mal olacak.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ***
    Bu bir sırr-ı azîmdir, ona remz u işaret; Fahr-i Rusül demiştir: “İsa, şer’im ile amel edip ümmetimden olacak.”
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ==Pandangan Konvensional Melihat yang Mustahil menjadi Mungkin==
    <nowiki>*</nowiki>  *  *
    Ada sebuah peritiwa yang terkenal, yaitu ketika orang-orang menantikan hilal hari raya tanpa ada seorangpun yang melihatnya, tiba-tiba seseorang yang sudah lanjutusia bersumpah bahwa ia telah melihat hilal.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Namun ternyata yang ia lihat bukan hilal, tapi bulu putih yang melengkung dari alisnya sehingga bulu putih yang melengkung itu tampak sebagai hilal olehnya.
    == Tebeî nazar, muhali mümkün görür ==
    Meşhurdur ki iyd’in hilâline bakardı cemaat-i kesîre. Kimse bir şey görmedi.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Tentu saja ia bukan hilal.Engkau paham apa maksudnya?
    Zevalî bir ihtiyar yemin etti ki: “Gördüm.” Halbuki gördüğü, kirpiğinin takavvüs etmiş beyaz bir kılı idi.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Gerakan partikel menjadi seperti rambut-rambut yang gelap bagi mata akal. Ia menutupi penglihatan sehingga membuatnya buta dan tidak bisa melihat.
    O kıl oldu onun hilâli. O mukavves kıl nerede? Hilâl olmuş kamer nerede? Ger anladın şu remzi:
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Beginilah kesesatan terjadi. Tentu saja gerak partikel tidak bisa disamakan dengan Pengatur alam.
    Zerrattaki harekât; kirpik-i aklın olmuş, birer kıl-ı zulmettar, kör etmiş maddî gözü.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Dugaan bahwa berbagai hal bersumber dari gerak partikel adalah sangat mustahil.
    Teşkil-i cümle enva fâilini göremez, düşer başına dalal.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ***
    O hareket nerede? Nazzam-ı kevn nerede? Onu ona vehmetmek, muhal-ender muhal!
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ==Al-Qur’an tidak Butuh Wakil, tetapi Butuh Cermin==
    <nowiki>*</nowiki>  *  *
    Kesucian rujukan itulah yang lebih mendorong mayoritas umat dan masyarakat untuk taat serta lebih menggiring mereka untuk mematuhi perintah daripada kekuatan argumen semata.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Sembilan puluh persen hukum syariat bersifat aksiomatis dan tuntutan agama yang laksana tiang permata.
    == Kur’an âyine ister, vekil istemez ==
    Ümmetteki cumhuru hem avamın umumu, bürhandan ziyade me’hazdeki kudsiyet şevk-i itaat verir, sevk eder imtisale.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Adapun persoalan ijtihadiyah, khilafiyah dan cabang hanya sekitar 10%.
    Şeriat yüzde doksanı; müsellemat-ı şer’î, zaruriyat-ı dinî birer elmas sütundur.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Karena itu, jangan sampai 90 tiang permata berada di bawah sepuluh tangkai emas, serta tidak boleh ia mengikutinya.
    İçtihadî, hilafî, fer’î olan mesail; yüzde ancak on olur. Doksan elmas sütunu, on altının sahibi
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Sumber permata dan kekayaannya adalah al-Qur’an dan Sunnah. Ia adalah milik keduanya dan hanya bisa diraih lewat keduanya. Adapun kitab-kitab yang lain serta berbagai persoalan ijtihad harus menjadi cermin yang memantulkan al-Qur’an atau pemandangan yang menghadap kepadanya. Sebab, matahari yang bersinar dan menakjub- kan itu tidak mau menjadi bayangan dan wakil darinya.
    Kesesine koyamaz, ona tabi kılamaz. Elmasların madeni: Kur’an ve hem hadîstir. Onun malı, oradan her zaman istemeli.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ***
    Kitaplar, içtihadlar Kur’an’ın âyinesi, yahut dürbün olmalı. Gölge, vekil istemez o Şems-i Mu’ciz-beyan.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Orang Batil Menganggap Kebatilan sebagai Kebenaran
    <nowiki>*</nowiki>  *  *
    Manusia menghendaki kebenaran dan senantiasa mencarinya sesuai dengan fitrah mulia yang terdapat pada dirinya. Kadang ia menemukan kebatilan lalu diduga sebagai kebenaran dan berusaha membelanya.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Kadangkala pula kesesatan jatuh padanya tanpa disengaja saat sedang mencari hakikat, lalu ia menganggapnya sebagai kebenaran dan mempercayainya.
    == Mübtıl, bâtılı hak nazarıyla alır ==
    İnsandaki fıtratı, mükerrem olduğundan kasden hakkı arıyor. Bazen gelir eline, bâtılı hak zanneder, koynunda saklıyor.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ***
    Hakikati kazarken ihtiyarı olmadan dalal düşer başına; hakikattir zanneder, kafasına geçirir.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ==Cermin Qudrah Sangat Banyak==
    <nowiki>*</nowiki>  *  *
    Cermin qudrah ilahi sangat banyak. Masing-masing membuka jendela yang lebih bening dan lebih halus daripada yang lain untuk menuju ke salah satu alam mistal,
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    mulai dari air hingga udara, dari udara hingga eter, dari eter hingga alam mitsal, dari alam mistal hingga alam arwah, dari alam arwah hingga perjalanan zaman, dari perjalanan zaman hingga fantasi, serta dari fantasi hingga pikiran.
    == Kudretin âyineleri çoktur ==
    Kudret-i Zülcelal’in pek çoktur mir’atları. Her biri ötekinden daha eşeff ve eltaf pencereler açıyor bir âlem-i misale.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Semuanya merupakan cermin beragam yang menampakkan berbagai atribut ilahi. Simaklah cermin udara!
    Sudan havaya kadar, havadan tâ esîre, esîrden tâ misale, misalden tâ ervaha, ervahtan tâ zamana, zamandan tâ hayale,
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Pasti engkau melihat sebuah kata menjadi jutaan kata.
    Hayalden fikre kadar muhtelif âyineler, daima temsil eder şuunat-ı seyyale.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Demikianlah pena qudrah ilahi menuliskan rahasia perkembang-biakan dan kloning yang menakjubkan.
    Kulağınla nazar et âyine-i havaya: Kelime-i vâhide, olur milyon kelimat!
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    * * *
    Acib istinsah eder o kudretin kalemi, şu sırr-ı tenasülat…
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ==Ragam Bentuk Penjelmaan==
    <nowiki>*</nowiki>  *  *
    Penjelmaan dalam cermin terbagi atas empat bentuk. Bisa beru- pa gambar yang mencerminkan identitasnya semata, atau juga karakteristiknya, atau identitas dan cahaya esensi, atau esensi identitas.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Sebagai contoh manusia dan matahari, serta malaikat dan kata.Jelmaan benda padat di cermin menjadi benda mati yang bergerak.
    == Temessülün aksamı muhtelifedir ==
    Âyinede temessül, münkasım dört surete: Ya yalnız hüviyet ya beraber hâsiyet ya hüviyet hem şule-i mahiyet ya mahiyet, hüviyet.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Jelmaan ruh bercahaya di sejumlah cerminnya masing-masing menjadi hidup dan terkait dengannya, serta cahaya yang terbentang.
    Eğer misal istersen işte insan ve hem şems, melek ve hem kelime. Kesifin timsalleri, âyinede oluyor birer müteharrik meyyit.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Jika jelamaan itu bukan benda aslinya, ia juga bukan yang lainnya. Jika matahari memiliki kehidupan, maka panasnya adalah kehidupannya dan cahayanya adalah perasaannya. Bayangannya yang terpantul di cermin memiliki sejumlah karakteristik tersebut.
    Bir ruh-u nuraninin kendi mir’atlarında timsalleri oluyor birer hayy-ı murtabıt; aynı olmazsa eğer, gayrı dahi olmayıp
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Berikut ini adalah kunci rahasianya:Saat berada di Sidratul Muntaha, Jibril tampil dalam sosok Dihyah al-Kalbi di majelis Nabi x serta di sejumlah tempat lain.(*<ref>*Lihat: al-Bukhari, al-Manâqib 25, Fadha’il al-Qur’an 1; Muslim, al-Iman 271 dan Fadha’il ash-Shahabah 100; at-Tirmidzi, al-Manâqib 12; an-Nasai, al-Iman 6; Ahmad ibn Hambal, al-Musnad 2/107 3/334.</ref>)
    Birer nur-u münbasit. Ger şems hayevan olaydı; olur harareti hayatı, ziya onun şuuru, şu havassa mâliktir âyinede timsali.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Izrail mencabut nyawa di satu tempat dan di banyak tempat lain di mana tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah.
    İşte budur şu esrarın miftahı: Cebrail hem Sidre’de hem suret-i Dıhye’de meclis-i Nebevî’de,
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Rasul x muncul di hadapan umat dalam satu waktu, dalam kasyaf para wali, dalam mimpi yang benar, serta mendatangi mereka semua dengan syafaatnya di hari kiamat pada hari kebangkitan yang agung.
    Hem kim bilir kaç yerde! Azrail’in bir anda Allah bilir kaç yerde, ruhları kabzediyor. Peygamber’in bir anda,
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Para wali abdal juga muncul dengan cara sama di banyak tempat dalam waktu bersamaan.
    Hem keşf-i evliyada hem sadık rüyalarda ümmetine görünür hem haşirde umum ile şefaatle görüşür.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ***
    Velilerin ebdalı, çok yerlerde bir anda zuhur eder, görünür.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ==Orang yang Memiliki Kualifikasi Bisa Berijtihad untuk Dirinya, tetapi Tidak untuk Orang Lain== Setiap orang yang memiliki potensi dan kualifikasi untuk berijtihad bisa berijtihad untuk dirinya dalam hal-hal yang tidak diterangkan oleh nas tanpa boleh memaksakan ijtihadnya kepada orang lain.
    <nowiki>*</nowiki>  *  *
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Sebab, ia tidak dapat menetapkan hukum serta mengajak umat kepada pemahamannya.
    == Müstaid, müçtehid olabilir; müşerri’ olamaz ==
    İçtihadın şartını haiz olan her müstaid, ediyor nefsi için nass olmayanda içtihad. Ona lâzım, gayra ilzam edemez.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Pasalnya, pemahamannya dianggap sebagai fikih atau pemahaman terhadap syariat, bukan syariat itu sendiri. Karena itu, bisa jadi manusia menjadi seorang mujtahid, tetapi bukan pembuat syariat. Dakwah kepada pemikiran apapun harus disertai penerimaan mayoritas ulama terhadapnya.
    Ümmeti davetle teşri edemez. Fehmi, şeriattan olur; lâkin şeriat olamaz. Müçtehid olabilir fakat müşerri’ olamaz.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Jika tidak, ia merupakan bentuk bid’ah yang tertolak. Ia hanya terbatas pada pemiliknya. Sebab, ijmak dan jumhur ulama adalah pihak yang dapat mengidentifikasi stempel syariat atasnya.
    İcma ile cumhurdur, sikke-i şer’i görür. Bir fikre davet etmek; zann-ı kabul-ü cumhur, şart-ı evvel oluyor.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ***
    Yoksa davet bid’attır, reddedilir. Ağzına tıkılır, onda daha çıkamaz.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ==Cahaya Akal Terpancar dari Kalbu==
    <nowiki>*</nowiki>  *  *
    Para pemikir yang diselimuti kegelapan harus memahami perkataan berikut:
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Pemikiran tidak akan bersinar tanpa adanya cahaya kalbu. Selama cahaya akal tidak bercampur dengan cahaya kalbu, pikiran menjadi gelap dengan memancarkan kebodohan dan kegelapan. Ia adalah gelap yang memakai pakaian cahaya pikiran yang palsu.
    == Nur-u akıl, kalpten gelir ==
    Zulmetli münevverler bu sözü bilmeliler: Ziya-yı kalpsiz olmaz nur-u fikir münevver.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Di matamu terdapat siang, namun ia putih yang gelap. Di dalamnya juga terdapat warna hitam, namun bersinar.
    O nur ile bu ziya mezcolmazsa zulmettir, zulüm ve cehli fışkırır. Nurun libasını giymiş bir zulmet-i müzevver.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Jika di dalamnya tidak ada warna hitam yang bersinar, tentu ia bukan lagi menjadi mata dan tidak bisa melihat.
    Gözünde bir nehar var, lâkin ebyaz ve muzlim. İçinde bir sevad var ki bir leyl-i münevver.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Demikianlah, tidak ada nilainya penglihatan tanpa disertai basirah (mata hati). Jika hitam kalbu tidak ada dalam pikiran yang putih, hasilnya bukan merupakan pengetahuan dan basirah. Tidak ada akal tanpa disertai kalbu.
    O içinde bulunmazsa o şahm-pare göz olmaz, sen de bir şey göremez. Basîretsiz basar da para etmez.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ***
    Ger fikret-i beyzada süveyda-i kalp olmazsa halita-i dimağî ilim ve basîret olmaz. Kalpsiz akıl olamaz.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ==Tingkatan Ilmu dalam Akal Beragam==
    <nowiki>*</nowiki>  *  *
    Dalam akal terdapat sejumlah tingkatan yang saling berbaur. Sebagian hukumnya juga berbeda. Pertama-tama adalah khayalan atau imajinasi.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Kemudian persepsi. Setelah itu pemahaman. Lalu kepercayaan. Selanjutnya menjadi sebuah ketetapan hati.
    == Dimağda meratib-i ilim muhtelifedir, mültebise ==
    Dimağda meratib var; birbiriyle mültebis, ahkâmları muhtelif. Evvel tahayyül olur, sonra tasavvur gelir,
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Barulah komitmen muncul dan keyakinan. Keyakinanmu terhadap sesuatu berbeda dengan komitmenmu terhadapnya.
    Sonra gelir taakkul, sonra tasdik ediyor, sonra iz’an oluyor, sonra gelir iltizam, sonra itikad gelir.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Setiap tingkatan tersebut menghasilkan sebuah keadaan. Keteguhan bersumber dari keyakinan. Fanatisme bersumber dari komitmen. Kepatuhan bersumber dari ketetapan hati.
    İtikadın başkadır, iltizamın başkadır. Her birinden çıkar bir halet: Salabet itikaddan,
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Komitmen bersumber dari kepercayaan. Lalu sikap netral terdapat pada rasionalitas, objektivitas terdapat pada persepsi, irrasionalitas terdapat pada khayalan meski sulit untuk bercampur.
    Taassub iltizamdan, imtisal iz’andan, tasdikten iltizam, taakkulde bîtaraf, bîbehre tasavvurda.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Deskripsi tentang sejumlah persoalan batil secara baik akan melukai dan menyesatkan akal pikiran yang bersih.
    Tahayyülde safsata hasıl olur, mezcine eğer olmaz muktedir. Bâtıl şeyleri güzel tasvir etmek, her demde
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ***
    Safi olan zihinleri cerhdir hem idlâli.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ==Ilmu yang tidak Dikuasai tidak bisa Diajarkan==
    <nowiki>*</nowiki>  *  *
    Seorang alim dan mursyid hakiki seharusnya mengajarkan ilmunya kepada orang lain di jalan Allah tanpa menanti imbalan.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Ia seharusnya seperti domba, bukan seperti burung.
    == Hazmolmayan ilim telkin edilmemeli ==
    Hakiki mürşid-i âlim koyun olur, kuş olmaz. Hasbî verir ilmini.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Domba memberikan kepada anaknya susu yang murni, sementara burung memberikan kepada anaknya makanan yang bercampur dengan liur.
    Koyun verir kuzusuna hazmolmuş musaffâ sütünü.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ***
    Kuş veriyor ferhine lüab-âlûd kayyını.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ==Merusak lebih Mudah, dan Yang Lemah Bisa Menjadi Perusak==
    <nowiki>*</nowiki>  *  *
    Keberadaan sesuatu bergantung pada keberadaan seluruh bagiannya. Sementara ketiadaan sesuatu terwujud dengan ketiadaan satu bagian darinya. Karena itu, merusak lebih mudah.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Dari sini pihak yang lemah cenderung merusak dan melakukan perbuatan negatif-destruktif. Bahkan mereka tidak pernah mendekati perbuatan yang positif.
    == Tahrip esheldir; zayıf, tahripçi olur ==
    Vücud-u cümle ecza, şart-ı vücud-u külldür. Adem ise oluyor bir cüzün ademiyle, tahrip eshel oluyor.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ***
    Bundandır ki âciz adam, sebeb-i zuhur-u iktidar müsbete hiç yanaşmaz. Menfîce müteharrik, daim tahripkâr olur.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ==Kekuatan harus Melayani Kebenaran==
    <nowiki>*</nowiki>  *  *
    Jika rambu-rambu hikmah, hukum pemerintah, prinsip kebenaran, serta pilar kekuatan tidak saling bersatu dan tidak saling membantu, ia tidak akan berbuah dan tidak akan memberikan dampak kepada sebagian besar manusia.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Syiar syariat akan dicampakkan dan diabaikan sehingga manusia tidak menjadikannya sebagai sandaran dalam urusan mereka.
    == Kuvvet hakka hizmetkâr olmalı ==
    Hikmetteki desatir, hükûmette nevamis; hakta olan kavanin, kuvvetteki kavaid birbiriyle olmazsa müstenid ve müstemid
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ***
    Cumhur-u nâsta olmaz, ne müsmir ve müessir. Şeriatta şeair; kalır mühmel, muattal. Umûr-u nâsta olmaz, müstenid ve mutemid.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ==Terkadang Sesuatu Mengandung Kebalikannya==
    <nowiki>*</nowiki>  *  *
    Akan datang suatu masa di mana sesuatu memuat kebalikannya. Kata menjadi berlawanan dengan maknanya dalam bahasa politik.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Kezaliman memakai topi keadilan. Pengkhianatan mengenakan pakaian nasionalisme dengan harga yang murah. Jihad di jalan Allah dianggap kekerasan. Perilaku kebinatangan dan kesewenang-wenangan dianggap kebebasan.
    == Bazen zıt, zıddını tazammun eder ==
    Zaman olur zıt, zıddını saklarmış. Lisan-ı siyasette lafız, mananın zıddıdır. Adalet külahını (*<ref><nowiki>*</nowiki> Bu zamanı tam görmüş gibi bahseder. </ref>)
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Demikianlah, kebalikan menjadi serupa, bentuk saling berganti, nama saling berhadapan, serta posisi saling bertukar.
    Zulüm başına geçirmiş. Hamiyet libasını, hıyanet ucuz giymiş. Cihad ve hem gazâya, bağy ismi takılmış. Esaret-i hayvanî,
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ***
    İstibdad-ı şeytanî; hürriyet nam verilmiş. Zıtlarda emsal olmuş, suretlerde tebadül, isimlerde tekabül, makamlarda becayiş-i mekânî.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ==Politik Opurtunis adalah Biadab==
    <nowiki>*</nowiki>  *  *
    Politik yang berasaskan kepentingan saat ini demikian biadab dan menakutkan.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Menunjukkan sikap baik kepada binatang buas yang sedang lapar tidak akan membuatnya berbalik sayang, tetapi justru akan membangkitkan seleranya,
    == Menfaati esas tutan siyaset canavardır ==
    Menfaat üzere çarkı kurulmuş olan siyaset-i hazıra; müfteristir, canavar.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    lalu kembali meminta darimu imbalan bagi taring dan cakarnya.
    Aç olan canavara karşı tahabbüb etsen merhametini değil, iştihasını açar.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ***
    Sonra döner, geliyor; tırnağının hem dişinin kirasını senden ister.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ==Kejahatan Manusia Membesar karena Potensinya tidak Dibatasi==
    <nowiki>*</nowiki>  *  *
    Daya atau potensi yang tersimpan dalam diri manusia secara fitrah tidak terbatas; berbeda dengan hewan.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Kebaikan dan keburukan yang bersumber darinya tidak terhingga. Ketika hal itu disertai sifat ghurur dan membangkang maka akan melahirkan dosa besar(*<ref>*Di dalamnya terdapat isyarat tentang apa yang akan terjadi nanti—Penulis.</ref>)sampai-sampai manusia sulit untuk menemukan istilah untuknya.
    == Kuva-yı insaniye tahdid edilmediğinden cinayeti büyük olur ==
    Hayvanın hilafına, insandaki kuvveler, fıtrî tahdid olmamış. Onda çıkan hayr u şer, lâyetenahî gider.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Ini menjadi bukti atas keberadaan neraka Jahanam. Sebab, tidak ada balasan baginya kecuali neraka.
    Onda olan hodgâmlık, bundan çıkan hodbinlik, gurur, inat birleşse; öyle günah oluyor (*<ref><nowiki>*</nowiki> Bunda da bir işaret-i gaybiye var. </ref>)ki beşer şimdiye kadar
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Misalnya, seseorang berharap agar kaum muslimin tertimpa musibah demi membenarkan ucapan dan prediksinya.
    Ona isim bulmamış. Cehennemin lüzumuna delil olduğu gibi cezası da yalnız cehennem olabilir.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Fenomena zaman sekarang juga memperlihatkan bahwa surga itu mahal, dan neraka itu vital.
    Hem mesela bir adam, tek yalancı sözünü doğru göstermek için İslâm’ın felaketini kalben arzu eder.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ***
    Şu zaman da gösterdi: Cehennem lüzumsuz olmaz, cennet ucuz değildir.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ==Kebaikan Bisa Menjadi Sarana Keburukan==
    <nowiki>*</nowiki>  *  *
    Keistimewaan yang dimiliki kalangan khawas pada hakikatnya merupakan sebab yang mendorong mereka untuk bersikap tawaduk dan mengingkari diri.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Hanya saja sayangnya ia telah dijadikan sarana untuk mengendalikan pihak lain dan bersikap sombong kepada mereka.
    == Bazen hayır, şerre vasıta olur ==
    Havastaki meziyet filhakika sebeptir tevazu, mahviyete. Olmuş maatteessüf sebep tahakküme,
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Demikian pula dengan kelemahan kaum fakir dan kefakiran masyarakat awam, keduanya sebenarnya menjadi pendorong untuk mengasihi mereka. Hanya saja sayang sekali pada masa sekarang ini ia digiring menuju kehinaan dan kenistaan.
    Tekebbüre hem illet. Fakirlerdeki aczi, âmîlerdeki fakrı filhakika sebeptir ihsan ve merhamete.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Andaikan kemuliaan dan berbagai kebaikan terwujud pada se- suatu, ia akan disandarkan kepada kalangan khawas dan para pimpinan. Namun jika yang terwujud adalah keburukan dan kejahatan, maka ia akan didistribusikan kepada orang-orang dan masyarakat awam.
    Lâkin maatteessüf müncer olmuştur şimdi, zillet ve esarete. Bir şeyde hasıl olan mehasin ve şerefse
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Kemuliaan yang didapat oleh kelompok yang menang akan diapresiasi dengan: “Wahai pimpinan kelompok, engkau telah berbuat tepat.” Namun jika yang terjadi sebaliknya, yang terucap adalah, “Sung- guh buruk masyarakatnya.
    Havas ve rüesaya o şey peşkeş edilir. O şeyden neş’et eden seyyiat ve şer ise efrad ve hem avama
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Ini adalah kejahatan yang menyakitkan bagi umat manusia.
    Taksim, tevzi edilir. Aşiret-i galipte hasıl olan şerefse: “Hasan Ağa, âferin!” Hasıl olan şer ise
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ***
    Efrada olur nefrin. Beşerde şerr-i hazîn!
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ==Jika Suatu Komunitas tidak Memiliki Tujuan, Egoisme akan Menguat==
    <nowiki>*</nowiki>  *  *
    Jika konsep suatu komunitas tidak memiliki tujuan ideal atau tujuan tersebut terlupakan atau pura-pura dilupakan, maka jiwa akan berubah menjadi egoisme individu.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Artinya, “aku” setiap individu akan menguat. Ia bahkan bisa mengeras sehingga tidak bisa ditembus untuk menjadi “kita”. Maka, orang-orang yang menyukai “aku” dirinya tidak bisa memberikan cin- tanya kepada orang lain.
    == Gaye-i hayal olmazsa enaniyet kuvvetleşir ==
    Bir gaye-i hayal olmazsa yahut nisyan basarsa ya tenasi edilse elbette zihinler enelere dönerler,
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ==Matinya Zakat dan Hidupnya Riba adalah Sumber Kekacauan==
    Etrafında gezerler. Ene kuvvetleşiyor, bazen sinirleniyor. Delinmez, tâ “nahnü” olsun. Enesini sevenler, başkaları sevmezler.
    Sumber segala bentuk kekacauan, kerisauan,
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    dan kerusakan serta pencetus semua bentuk keburukan dan akhlak yang jelek adalah dua kata atau dua kalimat saja:
    == Hayat-ı ihtilal; mevt-i zekât, hayat-ı ribadan çıkmış ==
    Bi’l-cümle ihtilalat, bütün herc ü fesadat hem asıl hem madeni; rezail ve seyyiat, bütün fâsid hasletler,
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Kedua: Anda yang bekerja, saya yang menikmati hasilnya.
    Muharrik ve menbaı iki kelimedir tek yahut iki kelâmdır. Birincisi şudur ki: “Ben tok olsam, başkalar
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Obat mujarab yang bisa menawarkan racun mematikan pada kalimat pertama adalah zakat sebagai salah satu rukun Islam.
    Acından ölse neme lâzım!” İkincisi: “Rahatım için zahmet çek; sen çalış, ben yiyeyim. Benden yemek, senden emekler!”
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Sementara yang bisa mencabut akar pohon zaqqum yang terdapat pada kalimat kedua adalah pelarangan riba.
    Birinci kelimede olan semm-i kātili hem kökünü kesecek, şâfî deva olacak tek bir devası vardır.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Jika umat manusia menginginkan kebaikan dan ingin hidup mulia, mereka harus mewajibkan zakat dan melenyapkan riba.
    O da zekât-ı şer’î ki bir rükn-ü İslâm’dır. İkinci kelimede, zakkum-şecer münderic. Onun ırkını kesecek, ribanın hurmetidir.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    * * *
    Beşer salah isterse, hayatını severse zekâtı vaz’etmeli, ribayı kaldırmalı.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ==Umat Manusia harus Membunuh Seluruh Bentuk Riba jika Mereka Ingin Hidup==
    <nowiki>*</nowiki>  *  *
    Hubungan kasih sayang antar kalangan khawas dan awam telah putus.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Kalangan awam pergi membawa berbagai kesulitan, teriakan untuk membalas dendam, serta benih kedengkian dan kebencian.
    == Beşer hayatını isterse enva-ı ribayı öldürmeli ==
    Tabaka-i havastan tabaka-i avama sıla-i rahim kopmuştur. Aşağıdan fırlıyor
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Dari kalangan khawas, mereka mendapatkan api kezaliman dan penghinaan, sikap takabbur, dan sejumlah kendali.
    Sadâ-yı ihtilalî, vaveylâ-yı intikamî, kin ü hased enîni… Yukarıdan iniyor
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Padahal semestinya kalangan awam harus tunduk, cinta, hormat, dan patuh kepada kalangan khawas dengan syarat kalangan khawas menunjukkan kebaikan, kasih sayang, simpati dan pembinaan.
    Zulüm ve tahkir ateşi, tekebbürün sıkleti, tahakküm sâıkası… Aşağıdan çıkmalı
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Nah, jika umat manusia ingin terus hidup, mereka harus berpegang pada zakat dan menolak riba.
    Tahabbüb ve itaat, hürmet ve hem imtisal. Fakat merhamet ve ihsan yukarıdan inmeli,
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Sebab, keadilan al-Qur’an tegak di pintu alam seraya berkata kepada riba, “Engkau dilarang. Eng- kau tidak boleh masuk! Kembalilah!”
    Hem şefkat ve terbiye… Beşer bunu isterse sarılmalı zekâta, ribayı tard etmeli.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Namun umat manusia tidak mengindahkan perintah ini sehingga mereka mendapatkan tamparan keras.(*<ref>*Petunjuk tentang masa depan ketika manusia tidak mendengar seruan ini sehingga mendapat tamparan keras lewat terjadinya Perang Dunia Kedua—Penulis.</ref>)Karena itu, ia harus mendengarnya sebelum menerima tamparan lain yang lebih kuat dan lebih pahit.
    Kur’an’ın adaleti bab-ı âlemde durup ribaya der: “Yasaktır! Hakkın yoktur, dönmeli!”
     
    </div>
    ==Manusia telah Memutus Ikatan Keluarga dan akan Memutus Ikatan Pahala== Dalam mimpi aku berkata, “Perang kecil antar bangsa dan suku meninggalkan sejumlah konflik yang lebih berbahaya di kalangan umat manusia.


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Pasalnya, manusia dalam sejarahnya tidak mau menerima kungkungan. Namun ia memutuskan semua belenggu dengan darahnya. Namun sekarang ia menjadi buruh yang siap menerima beban sehingga suatu saat akan diputuskannya pula.
    Dinlemedi bu emri, beşer yedi bir sille. (*<ref><nowiki>*</nowiki> Kuvvetli bir işaret-i gaybiyedir. Evet beşer dinlemedi, İkinci Harb-i Umumî ile bu dehşetli silleyi de yedi. </ref>)Müdhişini yemeden bu emri dinlemeli.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Kepala manusia sudah mulai beruban setelah melewati lima fase: Kebiadaban, keterbelakangan, perbudakan, tawanan feodalisme,dan sekarang buruh. Demikianlah berawal dan demikian pula ia berlalu.
    == Beşer esirliği parçaladığı gibi ecîrliği de parçalayacaktır ==
    Bir rüyada demiştim: Devletler, milletlerin hafif muharebesi; tabakat-ı beşerin şedit olan harbine terk-i mevki ediyor.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ***
    Zira beşer, edvarda esirlik istemedi, kanıyla parçaladı. Şimdi ecîr olmuştur; onun yükünü çeker, onu da parçalıyor.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ==Jalan yang Tidak Benar Mengantarkan pada Tujuan yang Salah==
    Beşerin başı ihtiyar, edvar-ı hamsesi var. Vahşet ve bedeviyet, memlûkiyet, esaret, şimdi dahi ecîrdir, başlamıştır geçiyor.
    Kaidah “Pembunuh tidak bisa mewarisi”(*<ref>*HR. Abu Daud, Diyat 18; at-Tirmidzi, Farâidh 17; Ibnu Majah, Farâid 8 dan Diyat 14; ad-Darimi, Farâid 41; Ahmad ibn Hambal, al-Musnad 49/1.</ref>)merupakan rambu yang sangat agung. Orang yang menyusuri jalan tidak benar untuk mencapai tujuan biasanya akan mendapat yang sebaliknya.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Nah, mencintai Eropa bukan tindakan yang tepat. Sikap meniru dan menyukai mereka justru membuahkan permusuhan dari pihak yang dicintai disertai berbagai kajahatan.
    <nowiki>*</nowiki>  *  *
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Ya, orang fasik terhalang dari kebaikan. Ia tidak akan merasa nikmat dan tidak akan selamat.
    == Gayr-ı meşru tarîk, zıdd-ı maksuda gider ==
    اَل۟قَاتِلُ لَا يَرِثُ   bir düstur-u azîmdir: “Gayr-ı meşru tarîk ile bir maksada giden zat, galiben maksudunun zıddıyla görür mücazat.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ***
    Avrupa muhabbeti, gayr-ı meşru muhabbet hem taklit ve hem ülfet. Âkıbeti mükâfat: Mahbubun gaddarane adâveti, cinayat…
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ==Dalam Jabariyah dan Muktazilah Ada Satu Benih Hakikat==
    Fâsık-ı mahrum bulmaz, ne lezzet ve ne necat.
    Wahai pencari hakikat! Syariat melihat masa lalu dan musibah tidak seperti melihat masa depan dan maksiat. Ia melihat masa lalu dan musibah sebagai takdir ilahi. Ini adalah pandangan Jabariyah.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Sementara masa depan dan maksiat dilihatnya sebagai bentuk taklif ilahi. Ini adalah pandangan Muktazilah. Beginilah cara mempertemukan Jabariyah dan Muktazilah.
    <nowiki>*</nowiki>  *  *
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Pada aliran yang batil ini terdapat sebuah benih hakikat yang memiliki posisi khusus. Kebatilan muncul saat ia digeneralisir.
    == Cebir ve İtizal’de birer dane-i hakikat bulunur ==
    Ey talib-i hakikat! Maziye hem musibet, müstakbel ve masiyet ayrı görür şeriat. Maziye, mesaibe nazar olur kadere.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ***
    Söz olur Cebriye. Müstakbel ve maâsi nazar olur teklife, söz olur İtizale. İtizal ile Cebir
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ==Lemah dan Keluh kesah Sifat Kalangan Dhuafa==
    Şurada barışırlar. Şu bâtıl mezheplerde birer dane-i hakikat mevcud mündericdir, mahsus mahalli vardır, bâtıl olan ta’mimdir.
    Jika engkau ingin hidup mulia, jangan merasa lemah dalam menghadapi sesuatu yang bisa diselesaikan.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Jika engkau ingin hidup lega, jangan berkeluh kesah dalam menghadapi sesuatu yang tidak ada solusinya.
    <nowiki>*</nowiki>  *  *
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ***
    == Acz ve cez’ bîçarelerin kârıdır ==
    Ger istersen hayatı, çareleri bulunan şeyde acze yapışma.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ==Sesuatu yang Kecil bisa Mengantar pada Hal yang Besar==
    Ger istersen rahatı, çaresi bulunmayan şeyde cez’a sarılma.
    Akan ada banyak keadaan di mana gerakan sederhana akan menaikkan manusia ke tingkatan paling tinggi.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Demikian pula akan terjadi sejumlah kondisi di mana perbuatan sederhana akan menggiring pelakunya ke tingkatan yang paling rendah.
    <nowiki>*</nowiki>  *  *
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ***
    == Bazen küçük bir şey, büyük bir iş yapar ==
    Öyle şerait oluyor; tahtında az bir hareke, sahibini çıkarıyor tâ a’lâ-yı illiyyîn
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ==Sesaat bisa Menyamai Setahun bagi Sebagian Orang==
    Öyle hâlât oluyor ki küçük bir hareket, kâsibini indiriyor tâ esfel-i safilîn
    Fitrah manusia ada dua bagian: satu bagian bersinar pada saat ini pula, dan sebagian lagi berproses di mana sedikit demi sedikit semakin meninggi.
    </div>
    Tabiat manusia menyerupai keduanya.


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Ia berganti sesuai dengan syarat dan kondisinya. Kadangkala ia berjalan secara bertahap dan kadangkala juga mengeluarkan api terang yang meletupkan serbuk mesiu.
    <nowiki>*</nowiki>  *  *
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Bisa jadi ada pandangan yang mengubah arang menjadi berlian.Bisa jadi ada sentuhan yang mengubah batu menjadi obat mujarab.
    == Bazılara bir an, bir senedir ==
    Fıtratların bir kısmı birdenbire parlıyor. Bir kısmı tedricîdir, şey’en şey’en kalkıyor. Tabiat-ı insanî ikisine de benziyor.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Tatapan Nabi x mengubah Arab badui yang bodoh menjadi sosok yang mengenal Allah.
    Şeraite bakıyor, ona göre değişir. Bazen tedricî gider. Bazen dahi oluyor barut gibi zulmanî, birdenbire fışkırıyor.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Jika engkau ingin perbandingan, lihatlah Umar ibn al-Khattab sebelum dan setelah masuk Islam. Keduanya laksana benih dan pohon yang memberikan buah matang secara sekaligus.
    Nurani bir nâr olur. Bazı olur bir nazar, fahmi elmas ediyor. Bazı olur bir temas, taşı iksir ediyor. Bir nazar-ı peygamber,
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Tatapan dan perhatian Nabi x tersebut telah mengubah fitrah yang hitam di jazirah Arab menjadi berlian yang bersinar terang.
    Birdenbire kalbeder; bir bedevî-i cahil, bir ârif-i münevver. Eğer mizan istersen: İslâm’dan evvel Ömer, İslâm’dan sonra Ömer…
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Sifat gelap dan membakar—yang laksana serbuk mesiu—itu berubah menjadi sifat mulia yang bercahaya.
    Birbiriyle kıyası: Bir çekirdek, bir şecer… Def’aten verdi semer; o nazar-ı Ahmedî, o himmet-i Peygamber…
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ***
    Ceziretü’l-Arap’ta, fahmolmuş fıtratları kalbetti elmaslara. Birdenbire serâser…
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ==Dusta adalah Lafal Kafir==
    Barut gibi ahlâkı parlattırdı, oldular birer nur-u münevver.
    Sebuah benih kejujuran melenyapkan biara kedustaan. Sebuah hakikat kebenaran meruntuhkan menara khayalan.
    </div>
    Kejujuran adalah landasan yang utama dan esensi yang terang.


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Bisa jadi ia diganti dengan sikap diam ketika membahayakan. Namun, tidak ada tempat bagi dusta sama sekali meskipun berisi man- faat dan maslahat.
    <nowiki>*</nowiki>  *  *
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Hendaklah seluruh ucapanmu jujur, dan hendaklah semua per- nyataanmu benar. Akan tetapi, engkau harus memahami bahwa engkau tidak boleh mengungkap semua kebenaran.
    == Yalan, bir lafz-ı kâfirdir ==
    Bir dane sıdk, yakar milyonla yalanı. Bir dane-i hakikat, yıkar kasr-ı hayali. Sıdk büyük esastır, bir cevher-i ziyalı.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Jadikan prinsip ini sebagai semboyanmu: “Ambil yang bersih dan tinggalkan yang keruh”
    Yeri verir sükûta, eğer çıksa zararlı. Yalana yer hiç yoktur, çendan olsa faydalı. Her sözün doğru olsun, her hükmün hak olmalı.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Lihatlah dengan cermat dan saksikan dengan baik agar pikiranmu juga baik. Hendaknya berbaik sangka dan berpikirlah yang baik agar engkau bisa menemukan kehidupan yang nikmat dan tenang.
    Lâkin hakkın olamaz, her doğruyu söz etmek. Bunu iyi bilmeli.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Harapan yang termasuk dalam kerangka prasangka baik menghembuskan kehidupan dalam kehidupan. Sebaliknya, putus asa yang dibungkus dengan prasangka buruk merusak kebahagiaan manusia dan membunuh kehidupan.
    خُذ۟ مَا صَفَا دَع۟ مَا كَدَرَ   kendine düstur etmeli.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ***
    Güzel gör hem güzel bak. Tâ güzel düşünmeli. Güzel bil hem güzel düşün. Tâ leziz hayatı bulmalı.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ==Sebuah Majelis Pertemuan di Alam Mitsal==
    Hayat içinde hayattır, hüsn-ü zanda emeli. Sû-i zanla yeistir saadet muharribi hem de hayatın kātili.
    (Perbandingan antara Peradaban Modern dan Syariat yang Indah serta antara Kecerdasan Ilmiah dan Petunjuk Ilahi)
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Di tengah gencatan senjata di akhir Perang Dunia Pertama pada salah satu malam Jumat, di alam mistal aku masuk ke dalam sebuah majelis besar dalam suatu mimpi yang benar.
    <nowiki>*</nowiki>  *  *
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Orang-orang bertanya kepadaku, “Apa yang akan terjadi pada dunia Islam setelah kekalahan ini?”
    == Bir meclis-i misalîde ==
    '''Şeriatla medeniyet-i hazıra, deha-i fennî ile hüda-i şer’î muvazeneleri'''
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Akupun memberikan jawaban sesuai posisiku sebagai delegasi abad ini, sementara mereka menyimak dengan penuh antusias,
    (Birinci Harb’in) Mütareke başında, bir cuma gecesinde bir rüya-yı sadıkada, misalî âleminde, bir meclis-i azîmde, benden sual ettiler:
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    “Daulah ini adalah daulah yang memikul tanggungjawab untuk melindungi kemerdekaan dunia Islam dan meninggikan kalimat Allah dengan menunaikan kewajiban jihad—sebagai fardhu kifayah—serta rela berkorban demi membela dunia Islam yang laksana satu tubuh seraya membawa panji khilafah.
    “Mağlubiyet sonunda İslâm’ın âleminde ne hal peyda olacak?” Asr-ı hazır mebusu sıfatıyla söyledim, onlar da dinlediler:
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Aku tegaskan bahwa daulah ini dan umat Islam akan mengganti bencana yang menimpa mereka dengan kebahagiaan yang dirasakan dunia Islam serta dengan kebebasan yang bisa mereka nikmati.
    Eski zamandan beri istiklal-i İslâm’ın bekası hem kelimetullahın i’lâsı için farz-ı kifaye-i cihadı, o lâzıme-i diyanet
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Berbagai musibah dan bencana masa lalu pun akan lenyap. Yang mendapat tiga ratus dengan membayar tiga saja sudah tentu tidak merugi. Orang yang memiliki tekad akan mengganti kondisinya saat ini menuju masa depan yang cemerlang.
    Deruhte ile kendini yekvücud-u vahdanî İslâm’ın âlemine fedaya vazifedar, hilafete bayraktar görmüş olan bu devlet,
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Musibah ini juga menerbitkan kasih sayang, persaudaraan dan ikatan antar kaum muslimin dalam bentuk yang luar biasa.
    Şu millet-i İslâm’ın felaket-i mazisi, getirecek de elbet İslâm’ın âlemine saadet ve hürriyet. Olur geçen musibet,
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Tumbuhnya ukhuwah antarkaum muslimin mempercepat kekalahan peradaban saat ini dan mendekatkan pada kehancurannya. Gambarannya akan berubah dan tatanannya akan runtuh.
    İstikbalde telafi. Üçü veren, üç yüzü kazandıran, etmiyor elbette hiç hasaret. Halini istikbale tebdil eder, zîhimmet…
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Ketika itulah peradaban Islam muncul dan kaum muslimin akan menjadi pihak pertama yang masuk ke dalamnya.
    Zira ki şu musibet; hayatımız mâyesi olan şefkat, uhuvvet, tesanüd-ü İslâm’ı hârikulâde etti, inkişaf-ı uhuvvet
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Jika engkau ingin membandingkan antara peradaban yang bersendikan agama dan peradaban saat ini, perhatikan dengan cermat landasan dari masing-masingnya. Lalu perhatikan sejumlah dampaknya.hal:Landasan dari peradaban saat ini bersifat negatif. Ia berupa lima Titik sandarannya berupa kekuatan, bukan kebenaran.
    Tesri’-i ihtizazı. Tahrib-i medeniyet, deniyet-i hazıra sureti değişecek, sistemi bozulacak; zuhur edecek o vakit,
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Sifat dari kektuaan adalah melampaui batas dan menyimpang. Dari sini muncul pengkhiatan.an Tujuannya adalah kepentingan yang rendah, bukan kemuliaan.
    İslâmî medeniyet. Müslümanlar bi’l-ihtiyar elbet evvel girecek. Muvazene istersen: Şer’in medeniyeti, şimdiki medeniyet
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Sifat dari kepentingan itu adalah persaingan dan permusuhan. Dari sini lahir tindak kejahatan.
    Esaslara dikkat et, âsârlara nazar et. Şimdiki medeniyet esasatı menfîdir. Menfî olan beş esas ona temel hem kıymet.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Rambu kehidupannya berupa perselisihan dan pertikaian, bukan kerjasama. Sifat dari pertikaian adalah saling berebutan. Dari sini lahir penindasan.
    Onlarla çark kurulur. İşte nokta-i istinad hakka bedel kuvvettir. Kuvvet ise şe’nidir tecavüz ve taâruz, bundan çıkar hıyanet.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Ikatan solidaritasnya adalah rasisme yang tumbuh dengan mengorbankan pihak lain dan menguat dengan menalan yang lain.
    Hedef-i kasdı, fazilet bedeline hasis bir menfaattir. Menfaatin şe’nidir tezahüm ve tehasum, bundan çıkar cinayet.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Sifat dari nasionalisme negatif dan rasisme ini adalah konfrontasi seperti terlihat jelas. Dari sini lahir kerusakan dan kehancuran.
    Hayattaki kanunu, teavün bedeline bir düstur-u cidaldir. Cidalin şe’ni budur: Tenazu ve tedafü, bundan çıkar sefalet.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Kelima adalah pengabdiannya yang menarik berupa mengobarkan hawa nafsu, meremehkan hukuman dan memuaskan syahwat.
    Akvamların beyninde rabıta-i esası: Âherin zararına müntebih unsuriyet. Başkaları yutmakla beslenir, alır kuvvet.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Tentu saja sifat dari hawa nafsu adalah membenamkan manusia dan mengubah tujuan hidupnya sehingga umat manusia pun berganti secara maknawi.
    Milliyet-i menfiye, unsuriyet, milliyet; şe’ni olur daima böyle müthiş tesadüm, böyle feci telatum, bundan çıkar helâket.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Sebagian besar pelaku peradaban itu, andai batin mereka dibalik hingga terlihat, tentu engkau akan melihat bentuk mereka seperti kera, serigala, ular, beruang dan babi.
    Beşincisi şudur ki cazibedar hizmeti: Heva, hevesi teşci, teshil; hevesatı, arzuları da tatmin; bundan çıkar sefahet.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Ya, imajinasimu akan menyentuh bulu dan kulit binatang tersebut. Jejak mereka menjadi petunjuk atas hal itu.
    O heva hem heves, şe’ni budur daima: İnsanı memsuh eder, sîreti değiştirir. Manevî meshediyor, değişir insaniyet.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Sesungguhnya tidak ada tolok ukur di muka bumi selain neraca syariat. Ia merupakan rahmat yang dipersembahkan. Ia turun dari langit al-Qur’an yang agung. Adapun landasan peradaban al-Qur’an al-Karim bersifat positif. Kebahagiaannya beredar pada lima asas yang positif, yaitu sebagai berikut:
    Şu medenilerden çoğunun, eğer içini dışına çevirirsen görürsün: Başta maymunla tilki, yılanla ayı, hınzır. Sîreti olur suret.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Titik sandarannya adalah kebenaran, bukan kekuatan. Di antara sifat kebenaran adalah keadilan dan keseimbangan. Dari sini kedamaian lahir dan penderitaan sirna.
    Gelir hayali karşına, postlarıyla tüyleri. İşte şununla görünür meydandaki âsârı. Zemindeki mevazin mizanıdır şeriat.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Tujuannya adalah kemuliaan, bukan manfaat dan kepentingan. Sifat dari kemuliaan adalah cinta dan kedekatan. Dari sini kebahagiaan datang dan permusuhan sirna.
    Şeriattaki rahmet, sema-i Kur’an’dandır. Medeniyet-i Kur’an esasları müsbettir. Beş müsbet esas üzere döner çark-ı saadet.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Rambu kehidupannya berupa kerjasama, bukan permusuhan. Sifat dari rambu ini adalah persatuan dan kekompakan yang dengan keduanya komunitas masyarakat menjadi hidup.
    Nokta-i istinadı, kuvvete bedel haktır. Hakkın daim şe’nidir adalet ve tevazün. Bundan çıkar selâmet, zâil olur şakavet.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Pelayanannya terhadap masyarakat dengan petunjuk, bukan hawa nafsu. Sifat dari petunjuk adalah mengantar masyarakat kepada kondisi yang sesuai dengannya disertai pencerahan jiwa.
    Hedefinde menfaat yerine fazilettir. Faziletin şe’nidir muhabbet ve tecazüb. Bundan çıkar saadet, zâil olur adâvet.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Ikatan solidaritasnya adalah ikatan agama, nasionalisme (positif), ikatan golongan, pekerjaan, dan persaudaran seiman.
    Hayattaki düsturu, cidal kıtal yerine, düstur-u teavündür. O düsturun şe’nidir ittihat ve tesanüd, hayatlanır cemaat.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Sifat dari ikatan ini adalah persaudaraan yang tulus serta menghilangkan semua unsur rasisme dan fanatisme kebangsaan yang negatif.
    Suret-i hizmetinde, heva heves yerine hüda-yı hidayettir. O hüdanın şe’nidir insana lâyık tarzda terakki ve refahet.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Dengan peradaban semacam ini, kedamaian akan menyebar rata. Sebab, ia selalu melindungi dari segala bentuk permusuhan dari luar.
    Ruha lâzım surette tenevvür ve tekâmül. Kitlelerin içinde cihetü’l-vahdeti de tard eder unsuriyet hem de menfî milliyet.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Sekarang kita mengetahui mengapa dunia Islam berpaling dari peradaban saat ini, tidak mau menerimanya, dan kaum muslimin pun tidak mau masuk ke dalamnya. Sebab, ia tidak memberikan manfaat, namun justru malah membahayakan.
    Hem onların yerine rabıta-i dinîdir, nisbet-i vatanîdir, alâka-i sınıfîdir, uhuvvet-i imanî. Şu rabıtanın şe’nidir; samimi bir uhuvvet,
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Pasalnya, peradaban itu telah membelenggu mereka. Bahkan alih-alih sebagai obat penyembuh, ia semacam racun mematikan bagi umat manusia. Ia melemparkan delapan puluh persen umat manusia ke dalam penderitaan agar sepuluh persen darinya hidup dalam kebahagiaan palsu.
    Umumî bir selâmet. Haric etse tecavüz, o da eder tedafü. İşte şimdi anladın; sırrı nedir ki küsmüş, almadı medeniyet.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Adapun sepuluh persen sisanya berada dalam kebimbangan.
    Şimdiye kadar İslâmlar ihtiyarla girmemiş, şu medeniyet-i hazıra. Onlara yaramamış hem de onlara vurmuş müthiş kayd-ı esaret.
    Keuntungan bisnis terkumpul pada segelintir orang yang zalim, padahal kebahagiaan hakiki hanya terwujud ketika bisa membaha- giakan semua kalangan, atau paling tidak menjadi sumber keselamatan sebagian besar manusia.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Al-Qur’an yang turun sebagai rahmat bagi semesta alam tidak menerima kecuali model peradaban yang memberikan kebahagiaan bagi semua kalangan atau sebagian besar manusia.
    Belki nev-i beşere tiryak iken zehir olmuş. Yüzde seksenini atmış meşakkat ve şakavet. Yüzde onu çıkarmış muzahref bir saadet!
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Sementara peradaban sekarang telah melepas kendali hawa nafsu dan hasratnya. Hawa nafsu menjadi bebas merdeka seperti binatang.
    Diğer onu bırakmış beyne beyne bîrahat! Zalim ekallin olmuş gelen rıbh-i ticaret. Lâkin saadet odur, külle ola saadet.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Bahkan ia menjadi tiran. Syahwat juga demikian berkuasa. Keduanya membuat kebutuhan yang tidak penting menjadi seperti penting. Demikianlah kenyamanan umat manusia lenyap.
    Lâekall ekseriyete olsa medar-ı necat. Nev-i beşere rahmet nâzil olan şu Kur’an ancak kabul ediyor bir tarz-ı medeniyet;
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Sebab, manusia di pedalaman membutuhkan empat hal namun semua itu dilenyapkan oleh peradaban modern diganti dengan seratus satu kebutuhan.
    Umuma, ya eksere verirse bir saadet. Şimdiki tarz-ı hazır, heves serbest olmuştur, heva da hür olmuştur, hayvanî bir hürriyet.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Akhirnya usaha yang halal tidak memadai untuk menutupi nafkah. Peradaban umat manusia mendorong kepada praktek penipuan dan tenggelam dalam perbuatan haram.
    Heves tahakküm eder. Heva da müstebittir, gayr-ı zarurî hâcatı havaic-i zarurî hükmüne geçirmiştir. İzale etti rahat.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Dari sini dasar-dasar akhlak menjadi rusak. Sebab, masyarakat dan umat manusia dikepung dengan ketakutan. Individu menjadi fakir dan kehilangan akhlak.
    Bedavette bir adam dört şeye muhtaç iken, medeniyet yüz şeye muhtaç, fakir etmiştir. Sa’y-i helâl, masrafa etmemiştir kifayet.
    Bukti atas hal tersebut sangat banyak.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Bahkan semua kezaliman, kejahatan, dan pengkhianatan yang dilakukan umat manusia di generasi-generasi awal telah dimuntahkan oleh peradaban sekarang secara sekaligus. Ia akan semakin sakit di hari-hari mendatang.(*<ref>*Ya, peradaban modern telah memuntahkan dua perang dunia sehingga mengotori darat, laut dan udara dengan darah—Penulis.</ref>)Dari sini, kita bisa memahami mengapa dunia Islam enggan menerimanya.
    Onda hile, harama beşeri sevk etmiştir. Ahlâkın esasını şu noktadan bozmuştur. Cemaate hem nev’e vermiştir servet, haşmet.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Penolakannya memiliki maksud yang menarik perhatian.
    Ferdi, şahsı ahlâksız hem fakir eylemiştir. Bunun şahidi çoktur. Kurûn-u ûlâdaki mecmu-u vahşet ve cinayet hem gadir ve hem hıyanet
    Ya, cahaya ilahi dalam syariat yang mengagumkan ini memberinya keistimewaan khusus, yaitu kebebasan yang mengantar pada sikap merasa cukup.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Keistimewaan ini tidak memberikan ruang bagi paham materialisme Romawi—sebagai wakil dari spirit peradaban modernuntuk berkuasa pada cahaya tersebut.
    Şu medeniyet-i habîse tek bir defada kustu. Midesi (*<ref>* Demek, daha dehşetli kusacak. Evet, iki harb-i umumî ile öyle kustu ki hava, deniz, kara yüzlerini bulandırdı, kanla lekeledi.</ref>) daha bulanır. Âlem-i İslâm’daki istinkâf-ı manidar hem de bir cây-ı dikkat.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Ia tidak bisa bercampur. Syariat tidak akan pernah mengekor kepada paham mereka.Pasalnya, syariat mendidik cinta kasih dan kemuliaan iman dalam spirit Islam.
    Kabulde muzdariptir, soğuk da davranmıştır. Evet, şeriat-ı garrada olan nur-u İlahî, hâssa-i mümtazıdır: İstiğna, istiklaliyet.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Al-Qur’an telah membawa sejumlah hakikat syariat. Setiap hakikat laksana tongkat Musa.
    O hâssadır bırakmaz ki o nur-u hidayet, şu medeniyet ruhu olan Roma dehası ona tahakküm etsin. Onda olan hidayet,
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Peradaban yang menipu itu akan bersujud kepadanya dengan penuh hormat.
    Bundaki felsefe ile mezcolmaz hem aşılanmaz hem de tabi olamaz. İslâmiyet ruhunda şefkat izzet-i iman, beslediği şeriat
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Sekarang perhatikanlah hal berikut: Romawi kuno dan Yunani memiliki pandangan materialis yang kembar di mana keduanya bersumber dari satu asal. Yang satu didominasi oleh khayalan dan yang satu lagi didominasi oleh materi.
    Kur’an-ı Mu’ciz-Beyan tutmuş yed-i beyzada hakaik-i şeriat. O yemin-i beyzada birer asâ-yı Musa’dır. Sehhar medeniyet,
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Akan tetapi, keduanya tidak bisa bercampur sebagaimana minyak dan air. Masing-masing melindungi kebebasannya meski waktu terus berjalan dan meski peradaban saat ini berusaha menyatukan ditambah dengan upaya kalangan Nasrani terhadapnya.
    İstikbalde edecek ona secde-i hayret.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Hanya saja, semua upaya tersebut berakhir dengan kegagalan.Sekarang kedua spirit itu telah berganti fisik. Jerman menjadi salah satu fisiknya dan Perancis menjadi fisik yang lain. Keduanya seperti reinkarnasi dari mereka.
    Şimdi buna dikkat et: Eski Roma, Yunan’ın iki dehası vardı; bir asıldan tev’emdi, biri hayal-âlûddu, biri madde-perestti.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Perjalanan waktu memperlihatkan bagaimana kedua konsep kembar itu telah menolak adanya percampuran dengan sangat keras. Keduanya tidak bisa bersatu sampai sekarang.
    Su içinde yağ gibi imtizaç olamadı. Mürur-u zaman istedi, medeniyet çabaladı. Hristiyanlık da çalıştı, temzicine muvaffak hiçbiri de olmadı.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Kalau dua anak kembar yang berteman dan bersaudara terus bertikai dan tidak bisa bersatu,
    Her biri istiklalini filcümle hıfzeyledi. Hattâ el-ân âdeta o iki ruh, şimdi de cesetleri değişmiş; Alman, Fransız oldu.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    lalu bagaimana mungkin petunjuk alQur’ansebagai sumber yang berbeda—akan bercampur dengan pemikiran dan filsafat Romawi?
    Güya bir nevi tenasüh başlarından geçmişti. Ey birader-i misalî! Zaman böyle gösterdi. O ikiz iki deha, öküz gibi reddetti
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Pemikiran manusia tersebut dan petunjuk al-Qur’an berbeda dilihat dari sumbernya.
    Temzicin esbabını. Şimdi de barışmadı. Madem onlar tev’emdi, kardeş ve arkadaştı, terakkide yoldaştı; birbiriyle dövüştü.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Petunjuk al-Qur’an turun dari langit, sementara pemikiran manusia muncul dari bumi.
    Hiç de barışmadılar. Nasıl olur ki aslı hem madeni, matlaı başka çeşit olmuştu. Kur’an’da olan nuru, şeriat hidayeti
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Petunjuk al-Qur’an bekerja di kalbu dengan mendorong otak untuk aktif dan semangat, sementara pemikiran manusia bekerja di otak seraya mengotori kebeningan kalbu.
    Şu medeniyetin ruhu olan Roma dehası, birbiriyle barışır hem mezc u ittihadı.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Petunjuk al-Qur’an menyinari jiwa sehingga benihnya membuahkan tangkai sehingga alam materi yang gelap menjadi terang dan potensi yang ada mengarah pada kesempurnaan.
    O deha ile bu hüda menşeleri ayrıdır: Hüda semadan indi, deha zeminden çıktı. Hüda kalpte işliyor, dimağı da işletir.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Ia menjadikan fisik sebagai pelayan yang taat sehingga manusia yang bekerja keras tampil dalam bentuk malaikat. Adapun pemikiran manusia pertamatama mengarah ke diri dan fisik serta berkubang di alam materi.
    Deha dimağda işler, kalbi de karıştırır. Hüda ruhu eder tenvir, taneleri sümbüllettirir. Karanlıklı tabiat onunla ışıklanır.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Ia menjadikan fisik materi sebagai ladang untuk menumbuhkan berbagai potensi nafsu, sementara jiwa dijadikan sebagai pelayannya sehingga benihnya kering. Pada akhirnya, manusia tampil dalam bentuk setan.
    İstidad-ı kemali birdenbire yol alır, nefs-i cismanî yapar hizmetkâr-ı emirber. Melek-sima ediyor insan-ı himmet-perver.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Petunjuk memberikan kebahagiaan bagi kehidupan manusia di dunia dan akhirat. Ia menyebarkan cahaya pada keduanya serta mendorong manusia pada kemuliaan. Adapun pemikiran manusia yang bermata satu seperti Dajjal yang memosisikan kehidupan sebagai satu-satunya negeri. Karena itu, ia mendorong manusia untuk menjadi hamba materi dan tamak terhadap dunia sehingga menjadikannya sebagai binatang buas pemangsa.
    Deha ise evvela nefs u cisme bakıyor, tabiata giriyor, nefsi tarla ediyor. İstidad-ı nefsanî neşv ü nema buluyor.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Ya, pemikiran manusia menyembah alam materi yang tuli dan mematuhi kekuatan yang buta. Adapun petunjuk al-Qur’an mengetahui kreasi yang memiliki cita rasa dan memuliakan qudrah-Nya yang penuh hikmah.Pemikiran manusia membungkus bumi dengan tirai kekufuran. Sementara petunjuk al-Qur’an menyebarkan cahaya syukur dan pujian atasnya.
    Ruhu eder hizmetkâr, taneleri kuruyor. Şeytanın simasını beşerde gösteriyor. Hüda, hayateyne saadet veriyor. Dâreyne ziya neşrediyor.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Dari sini kita mengetahui mengapa pemikiran manusia buta dan tuli, sementara petunjuk al-Qur’an mendengar dan melihat.
    İnsanı yükseltiyor. Deccal-misal (*<ref>Bunda da bir ince işaret var.</ref>) deha-yı a’ver, bir dâr ile bir hayatı anlar; madde-perest olur ve dünya-perver. İnsanı yapar birer canavar.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Sebab, dalam pandangan “pemikiran manusia”, tidak ada tuan yang memiliki semua nikmat yang tersebar di bumi sehingga ia boleh dirampas tanpa perlu berterima kasih. Sebab, memburu materi melahirkan perasaan hewani.
    Evet deha, sağır tabiata tapar. Kör kuvvete fermanber. Fakat hüda, şuurlu sanatı tanır, hikmetli kudrete bakar. Deha, zemine küfran perdesi çeker. Hüda, şükran nurunu serper.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Adapun dalam pandangan petunjuk al-Qur’an, semua nikmat yang terhampar di muka bumi merupakan buah kasih sayang ilahi. Di balik setiap karunia terdapat tangan Dzat yang baik hati dan pemurah. Inilah yang mendorong manusia untuk menerima semua nikmat tersebut dengan rasa syukur dan hormat.
    Bu sırdandır: Deha, âmâ-i asamm; hüda, semî’-i basîr. Dehanın nazarında, zemindeki nimetler sahipsiz ganimettir.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Selanjutnya, di antara hal yang tidak bisa dipungkiri bahwa dalam peradaban saat ini terdapat banyak kebaikan. Hanya saja, ia bukan kreasi masa kini.
    Minnetsiz gasb ve sirkat, tabiattan koparmak canavarca his verir. Hüdanın nazarında, zeminin sinesinde kâinatın yüzünde
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Namun ia merupakan buah alam dan milik semua kalangan. Ia tumbuh seiring berkat perkembangan pemikiran, dorongan syariat langit—terutama syariat Muhammad—serta kebutuhan fitrah manusia.
    Serpilmiş olan niam, rahmetin semeratı. Her nimetin altında bir yed-i muhsin görür, şükran ile öptürür.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Ia merupakan dagangan yang bersumber dari transformasi yang dihadirkan oleh Islam. Karenanya, ia bukan milik siapapun.”Di sini ketua majelis pertemuan bertanya,
    Bunu da inkâr etmem: Medeniyette vardır mehasin-i kesîre lâkin onlar değildir ne Nasraniyet malı, ne Avrupa icadı,
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    “Wahai pemangku abad ini, bencana terus turun akibat pengkhianatan, dan itu menjadi ladang pahala. Takdir telah memberikan tamparan dan qadha telah turun pada umat ini.
    Ne şu asrın sanatı, belki umum malıdır: Telahuk-u efkârdan, semavî şerâyi’den hem hâcat-ı fıtrîden, hususan şer’-i Ahmedî,
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Lalu karena amal perbuatan apa sehingga takdir dan qadha ilahi menimpakan bencana kepada kalian? Bukankah turunnya berbagai musibah umum adalah disebabkan kesalahan sebagian besar manusia?”
    İslâmî inkılabdan neş’et eden bir maldır. Kimse temellük etmez. Misalîler meclisi, o meclisin reisi tekrar sordu hem dedi:
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Jawabanku: kesesatan umat manusia, pembangkangan ala Namrud, dan kesombongan ala Firaun semakin membesar hingga mencapai langit dan menyentuh hikmah penciptaan.
    “Musibet olur her dem hıyanet neticesi, mükâfatın sebebi. Ey şu asrın adamı! Kader bir sille vurdu, kazaya da çarptırdı
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Nah, inilah kemudian mengundang bencana dari langit yang serupa dengan angin topan, wabah penyakit, bala dan musibah.
    Hangi ef’alinizle kazaya hem kadere şöyle fetva verdiniz ki kaza-i İlahî musibetle hükmetti, sizleri hırpaladı?
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Bencana tersebut adalah Perang Dunia yang saat ini terjadi. Allah menurunkan tamparan keras kepada kaum Nasrani, bahkan kepada semua umat manusia.
    Hata-i ekseriyet olur sebep daima musibet-i âmmeye.” Dedim: Beşerin dalalet-i fikrîsi, Nemrudane inadı,
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Sebab, salah satu sebab yang diwujudkan oleh seluruh manusia adalah kesesatan yang bersumber dari pemikiran materialis, kebebasan hewani dan dominasi hawa nafsu.
    Firavunane gururu şişti şişti zeminde, yetişti semavata. Hem de dokundu hassas sırr-ı hilkate. Semavattan indirdi
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Adapun sebab yang mengarah kepada kita adalah sikap kita yang mengabaikan rukun Islam dan meninggalkan berbagai kewajiban. Pasalnya, Allah menuntut dari kita satu jam dari dua puluh empat jam
    Tufan, taun misali, şu harbin zelzelesi; gâvura yapıştırdı semavî bir silleyi. Demek ki şu musibet, bütün beşer musibetiydi,
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    untuk menunaikan salat lima waktu yang manfaatnya kembali kepada kita, namun kita malah mengabaikan.
    Nev’en umuma şâmil. Bir müşterek sebebi; maddiyyunluktan gelen dalalet-i fikrîydi, hürriyet-i hayvanî, hevanın istibdadı…
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Maka Dia memberikan balasan dengan sebuah latihan berat selama dua puluh empat jam selama lima tahun berturut-turut. Artinya, Dia memaksa kita untuk melaksanakan semacam salat.
    Hissemizin sebebi, erkân-ı İslâmîde ihmal ve terkimizdi. Zira Hâlık Teâlâ yirmi dört saatten bir saati istedi,
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Dia juga menuntut dari kita sebulan dari setahun untuk berpuasa sebagai bentuk rahmat-Nya kepada kita.
    Beş vakit namaz için yalnız o saati, bizden yine bizim için emretti hem istedi. Tembellikle terk ettik, gafletle ihmal oldu.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Namun kita merasa berat sehingga akhirnya dipaksa untuk berpuasa selama lima tahun untuk membersihkan dosa kita. Dia pun menuntut kita untuk berzakat sebanyak sepersepuluh atau 2,5 % dari harta yang Allah berikan kepada kita.
    Şöyle de ceza gördük: Beş senede, yirmi dört saatte daima talim ve meşakkatle tahrik ve koşturmakla bir nevi namaz kıldırdı.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Namun kita malah bakhil, zalim dan mencampurnya dengan yang haram tanpa mau memberikannya. Maka Dia memaksa kita untuk mengeluarkan zakat akumulatif dan menyelamatkan kita dari yang haram. Jadi, balasan yang diberikan sesuai dengan jenis amal perbuatan.
    Hem senede yalnız bir ay oruç için nefsimizden istedi. Nefsimize acıdık, keffareten beş sene cebren oruç tutturdu.
    Amal saleh ada dua:
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    yang satu bersifat aktif dan pilihan, semen- tara yang lainnya bersifat pasif dan memaksa.Bencana dan musibah merupakan amal saleh yang bersifat pasif dan tidak bisa ditolak sebagaimana disebutkan dalam hadis Nabi x.
    Kendi verdiği malından, kırkından ya onundan birini zekât istedi. Buhl ile hem zulmettik, haramı karıştırdık, ihtiyarla vermedikti.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Di dalamnya terhadap pelipur lara.(*<ref>*Lihat: Muslim bab zuhud 64; al-Darimi bab raqâiq 61; Ahmad ibn Hambal dalam al-Musnad 4/332 dan 5/24; Ibnu Hibban dalam ash-Shahih 7/155; ath-Thabrani dalam al-Mu’jam al-Kabir 8/40.</ref>)Karena itu, umat yang penuh dosa ini telah bersuci dan berwudhu. Mereka melakukan tobat secara praktis. Maka balasan yang segera turun adalah terangkatnya seperlima umat Utsmaniyah—Empat juta manusia—menuju tingkatan kewalian.
    O da bizden aldırdı müterakim zekâtı, haramdan da kurtardı. Amel, cins-i cezadır. Ceza, cins-i ameldir. Salih amel ikiydi:
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Mereka diberi kedudukan sebagai syahid dan mujahid. Ini tentu saja membersihkan dosa.Orang yang duduk di majelis pertemuan yang tinggi itu menga- presiasi ucapan ini.
    Biri müsbet ve ihtiyarî; biri menfî, ıztırarî. Bütün âlâm, mesaib, a’mal-i salihadır; lâkin menfîdir, ıztırarî. Hadîs teselli verdi.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Akupun terbangun dari tidur. Bahkan aku tidur untuk bangun kembali. Sebab, aku yakina bhwa kondisi terjaga merupakan mimpi, dan mimpi adalah satu bentuk dari kondisi terjaga.
    Bu millet-i günahkâr kanıyla abdest aldı. Fiilî bir tövbe etti. Mükâfat-ı âcili, şu milletin humsu dört milyonu çıkardı
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    '''Said Nursi di sini, delegasi abad ini di sana.'''
    Derece-i velayet, mertebe-i şehadetle gazilik verdi, günahı sildi. Bu meclis-i âlî-i misalî, bu sözü tahsin etti.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ***
    Ben de birden uyandım, belki yakaza ile yeni yattım. Bence yakaza rüyadır,
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ==Kebodohan Mengubah Kiasan Menjadi Kenyataan==
    Rüya bir nevi yakazadır. Orada asrın vekili, burada Said-i Nursî…
    Jika kiasan berpindah dari tangan pengetahuan ke tangan kebodohan ia akan berubah menjadi hakikat kebenaran serta membuka sejumlah pintu menuju khurafat.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Saat kecil aku pernah melihat gerhana bulan. Ketika aku bertanya kepada ibuku tentang sebab terjadinya, ia berkata, “Ular menelannya.” “Kalau begitu mengapa masih bisa terlihat?”
    <nowiki>*</nowiki>  *  *
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    tanyaku lagi. Ia menjawab, “Di sana ularnya setengah transparan.” Demikianlah, kiasan dianggap sebagai fakta.
    == Cehil, mecazı eline alsa hakikat yapar ==
    İlmin elinden eğer cehlin eline düşse mecaz, eder inkılab hakikate hem açar hurafata kapılar.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Padahal, bulan mengalami gerhana karena kehendak ilahi di mana bumi berada di antara matahari dan bulan tepat berada di kedua titik perpotongan antara orbitnya, yaitu kepala dan ekor.
    Küçüklüğümde gördüm ki hasfolmuştu kamer. Sordum ben validemden. Dedi: “Yılan yutmuştur.” Dedim: “Neden görünür?”
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Kedua busur imajinatif itu akhirnya disebut dengan naga. Namun itu hanya istilah sebagai perumpamaan saja yang kemudian berubah menjadi hakikat nyata.
    Dedi: “Orada yılanlar böyle nim-şeffaf olur.” İşte böyle bir mecaz, hakikat zannedilmiş: Medar-ı şems ve kamer
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ***
    Tekatu’ noktaları olan re’s ve zenebde arzın hayluletiyle bir emr-i İlahî ile münhasif olur kamer.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ==Ungkapan Berlebihan adalah Makian Tersirat==
    İki kavs-i mevhume tinnineyn yâd edilmiş, hayalî bir teşbih ile isim, müsemma olmuş. Tinnin ise yılandır.
    Jika engkau menggambarkan sesuatu, gambarkanlah apa adanya. Sadarilah bahwa ungkapan berlebihan merupakan makian tersirat. Tidak ada kebaikan melebihi kebaikan ilahi.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ***
    <nowiki>*</nowiki>  *  *
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ==Popularitas adalah Kezaliman==
    == Mübalağa zemm-i zımnîdir ==
    Popularitas bersifat tiran dan diktator. Sebab, ia memberikan kepada pemiliknya sesuatu yang sebenarnya tidak ia miliki.Khawajah Nasrudidin (Joha) hanya memiliki sepersepuluh dari berbagai kisah uniknya yang tersebar luas.
    Hangi şeyi vasfetsen olduğu gibi vasfet. Medhin mübalağası bence zemm-i zımnîdir. İhsan-ı İlahîden fazla ihsan, ihsan değildir.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Lingkaran imajinasi yang dibuat di seputar Rustum asSistani menyerang kebanggaan Iran selama satu masa.
    <nowiki>*</nowiki>  *  *
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Khayalan tentangnya menguat hingga bercampur dengan khurafat dan mencampakkan manusia ke dalamnya.
    == Şöhret zalimedir ==
    Şöhret bir müstebittir, sahibine mal eder başkasının malını. Meşhur Hoca Nasreddin letaifi içinde, zekâtı –yani, onda biri onundur– asıl malı…
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    *  *  *
    Rüstem-i Sistanî onun hayal-i şanı garet etti bir asır mefahir-i İran’ı. Gasb ve garetle şişti o namdar hayali.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Memisahkan Agama dari Kehidupan berarti Menanti Kebinasaan Kesalahan Turki Muda(*<ref>*Turki Muda adalah sebutan untuk sejumlah perkumpulan dan pihak oposisi pada masa daulah Utsmani sejak masa Sultan Abdul Aziz dan hingga Sultan Abdul Hamid II lengser (1909) di mana organisasi persatuan dan kemajuan menempati posisinya. Lewat kerjasama dengan kekuatan eksternal dan lewat sokongan negara-negara besar, organisasi ini dapat melengserkan Sultan Abdul Hamid II. Maka, Turki Muda menjadi simbol perla- wanan politik saat itu. Karena itu, nama tersebut juga bisa diberikan kepada mereka yang juga berafiliasi kepada persatuan dan kemajuan.</ref>)bersumber dari ketidaktahuan mereka bahwa agama merupakan landasan kehidupan. Mereka mengira bahwa umat dan Islam adalah dua hal yang berbeda.
    Hurafata karıştı, attı nev-i insanı.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Pemikiran tersebut muncul akibat pengaruh peradaban modern yang berkata bahwa kebahagiaan terletak pada kehidupan itu sendiri.
    <nowiki>*</nowiki>  *  *
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Namun, perjalanan waku memperlihatkan bagaimana sistem peradaban tersebut merusak dan berbahaya.(*<ref>*Petunjuk yang secara jelas mengarah kepada peradaban zalim dan ateis yang sedang mabuk—Penulis.</ref>)Berbagai pengalaman secara tegas memperlihatkan bahwa agama merupakan sumber, cahaya dan landasan kehidupan.
    == Din ile hayat kabil-i tefrik olduğunu zannedenler felakete sebeptirler ==
    Şu Jön Türk’ün hatası, bilmedi o bizdeki din hayatın esası. Millet ve İslâmiyet ayrı ayrı zannetti.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Menghidupkan agama berarti menghidupkan umat. Islam sangat memahami hal ini.
    Medeniyet müstemir, müstevli vehmeyledi. Saadet-i hayatı içinde görüyordu. Şimdi zaman gösterdi,
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Kemajuan umat terkait dengan sejauh mana ia berpegang pada agama. Sebaliknya, kemunduran umat bergantung pada sejauh mana ia mengabaikannya;
    Medeniyet sistemi (*<ref>*Tam bir işaret-i gaybiyedir. Sekeratta olan dinsiz, zalim medeniyete bakıyor.</ref>) bozuktu hem muzırdı, tecrübe-i kat’iye bize bunu gösterdi.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    berbeda dengan agama lain. Inilah hakikat historis yang terlupakan.
    Din hayatın hayatı hem nuru hem esası. İhya-yı din ile olur şu milletin ihyası. İslâm bunu anladı.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ***
    Başka dinin aksine, dinimize temessük derecesi nisbeten milletin terakkisi. İhmali nisbetinde idi
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ==Kematian Tidak Menakutkan seperti yang Diduga==
    Milletin tedennisi. Tarihî bir hakikat, ondan olmuş tenasi.
    Kematian hanya perpindahan tempat dan pergantian posisi, serta proses keluar dari penjara ke taman.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Maka, siapa yang ingin hidup hendaknya mengharap syahid. Al-Qur’an al-Karim menjelaskan kehidupan seorang syahid.
    <nowiki>*</nowiki>  *  *
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Syahid yang tidak merasakan pedihnya sakarat menganggap dirinya hidup. Ia melihat dirinya demikian. Hanya saja, ia merasakan kehidupannya yang baru jauh lebih bersih dan suci dari sebelumnya. Ia merasa dirinya tidak mati. Perbandingan antara orang yang mati dan syahid seperti perumpamaan berikut ini:
    == Mevt, tevehhüm edildiği gibi dehşetli değil ==
    Dalalet vehmidir, mevti dehşetlendirir. Mevt, tebdil-i câmedir ya tahvil-i mekândır. Sicinden bostana çıkar.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Dua orang dalam mimpi sedang berjalan-jalan di sebuah taman rindang yang berhias segala macam kenikmatan. Salah satu dari mereka mengetahui bahwa yang ia lihat dalam mimpi tersebut adalah se- buah mimpi belaka. Ia tidak banyak menikmatinya.
    Kim hayatı isterse şehadet istemeli. Şehidin hayatına Kur’an işaret eder. Sekeratı tatmamış her bir şehit, kendini
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Bahkan bisa jadi menderita. Sementara yang satunya lagi melihatnya sebagai sebuah kenyataan. Maka, ia menikmatinya sebagai sebuah kenyataan.
    Hay biliyor, görüyor. Lâkin yeni hayatı daha nezih buluyor. Zanneder ki ölmemiş. Meyyitlere nisbeti, dikkat et şuna benzer:
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Mimpi merupakan bayangan alam mitsal. Selanjutnya alam mitsal merupakan bayangan dari alam barzakh. Dari sini sejumlah rambu alam tersebut sangat mirip.
    İki adam, rüyada lezaiz envaına câmi’ güzel bahçede ikisi geziyorlar. Biri rüya olduğunu bilir, lezzet almıyor.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    * * *
    Onu müferrah etmez, belki teessüf eder. Öbürüsü biliyor ki âlem-i yakazadır; hakiki lezzet alır, ona hakiki olur.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ==Politik sekarang adalah Setan di Alam Pikiran yang Harus Dihindari==
    Rüya misalin zılli, misal ise berzahın zılli olmuştur. Ondan onların düsturları birbirine benziyor.
    Politik peradaban saat ini mengorbankan mayoritas demi minoritas. Bahkan ia mengorbankan sebagian besar kalangan awam untuk kalangan zalim guna mendapatkan maksud dan tujuan mereka.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Adapun keadilan al-Qur’an al-Karim, ia tidak mengorbankan kehidupan seorang yang tidak bersalah dan tidak menumpahkan darah- nya untuk tujuan apapun, baik demi kemaslahatan mayoritas ataupun untuk kepentingan seluruh umat manusia.
    <nowiki>*</nowiki>  *  *
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Ayat al-Qur’an menyatakan:“Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan ia telah membunuh seluruh manusia.” (QS. al-Maidah [5]: 32).Ayat tersebut memberikan dua rahasia agung kepada manusia:
    == Siyaset, efkârın âleminde bir şeytandır; istiaze edilmeli! ==
    Siyaset-i medeni, ekserin rahatına feda eder ekalli. Belki ekall-i zalim, kendine kurban eder ekserîn-i avamı.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Pertama: keadilan mutlak, yaitu sebuah rambu agung yang melihat pribadi, jamaah, individu dan komunitas dengan satu pandangan. Dalam perspektif keadilan ilahi mereka sama seperti dalam perspektif qudrah ilahi. Ini merupakan sunnah yang bersifat permanen.
    Adalet-i Kur’anî; tek masumun hayatı, kanı heder göremez, onu feda edemez değil ekseriyete, hattâ nev’in umumu…
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Namun, individu dengan kemauannya sendiri dapat mengorbankan dirinya tanpa boleh dikorbankan bahkan meski untuk kepentingan seluruh manusia.
    Âyet-i   مَن۟ قَتَلَ نَف۟سًا بِغَي۟رِ نَف۟سٍ    iki sırr-ı azîmi vaz’ediyor nazara. Biri: Mahz-ı adalet. Bu düstur-u azîmi
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Sebab, merusak hidup dan menumpahkan darahnya dengan menafikan hak seluruh manusia sama dengan menumpahkan seluruh darah mereka.
    Ki fert ile cemaat, şahıs ile nev-i beşer, kudret nasıl bir görür; adalet-i İlahî, ikisine bir bakar. Bir sünnet-i daimî.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Kedua: andaikan orang yang lupa diri membunuh pihak yang tidak bersalah tanpa ada sikap hati-hati guna memenuhi keinginan, kecenderungan dan selera pribadinya berarti ia berpotensi menghancurkan alam dan umat manusia jika memiliki kemampuan.
    Şahs-ı vâhid, hakkını kendi feda ediyor. Lâkin feda edilmez, hattâ umum insana. Onun iptal-i hakkı hem irâka-i demi,
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ***
    Hem zeval-i ismeti iptal-i hakk-ı nev’in hem ismet-i beşerin mislidir hem naziri. İkinci sırrı budur: Hodgâmî bir âdemî
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ==Kelemahan Membuat Musuh Berani==
    Hırs ve heves yolunda bir masumu öldürse, eğer elinden gelse, hevesine mani ise harap eder dünyayı, imha eder benî-Âdem’i.
    Wahai orang penakut yang lemah! Rasa takut dan lemahmu tidak berguna, bahkan justru bisa mencelakakanmu, tidak memberikan keuntungan padamu. Sebab, ia hanya membuat pihak lain berani untuk memangsamu.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Wahai orang yang bimbang! Kemaslahatan yang sudah pasti tidak boleh dikorbankan hanya karena bahaya yang masih bersifat asumsi. Kewajibanmu adalah berusaha, sementara hasilnya serahkan kepada Allah .
    <nowiki>*</nowiki>  *  *
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Allah yang berhak menguji hamba-Nya dan berkata, “Jika engkau melakukan ini, Aku akan membalasmu dengan ini.
    == Zaaf, hasmı teşci eder. Allah abdini tecrübe eder. Abd Allah’ını tecrübe edemez. ==
    Ey hâif ve hem zayıf! Havf ve zaafın beyhude hem senin aleyhinde tesirat-ı haricî teşci eder, celbeder.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Akan tetapi, hamba tidak boleh menguji Tuhannya dengan berkata, “Hendaknya Allah memberiku taufik dalam hal ini agar aku bisa melakukan ini dan itu.” Jika ia mengatakan demikian, berarti ia telah melampaui batas.
    Ey vesveseli vehham! Muhakkak bir maslahat, mazarrat-ı mevhume için feda edilmez. Sana lâzım hareket, netice Allah’ındır.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Suatu hari Iblis berkata kepada Isa ibn Maryam, “Jika semua urusan ada di tangan Allah, tentu tidak akan menimpamu kecuali yang sudah Allah tuliskan untukmu. Kalau begitu, terjunlah dari puncak gunung ini! Lalu lihat apa yang Dia lakukan terhadapmu?
    İşine karışılmaz. Allah çeker abdini meydan-ı imtihana. “Böyle yaparsan eğer, böyle yaparım ben.der.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Isa menjawab, “Wahai makhluk terkutuk, hanya Allah yang berhak menguji hamba-Nya, dan hamba tidak ada hak menguji Tuhannya.”
    Abd ise hiç yapamaz Allah’ını tecrübe. “Rabb’im muvaffak etsin, ben de bunu işlerim.” dese tecavüz eder.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ***
    İsa’ya demiş şeytan: “Madem her şeyi o yapar; kader birdir, değişmez. Dağdan kendini at. O da sana ne yapar?”
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ==Jangan Berlebihan terhadap Apa yang Kau Senangi==
    İsa dedi: “Ey mel’un! Abd edemez Rabb’ini tecrübe ve imtihan!”
    Bisa jadi obat bagi sebuah penyakit adalah penyakit bagi penyakit lain. Balsam penyembuh bisa menjadi racun mematikan. Pasalnya, jika obat melebihi dosis ia akan menjadi racun.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ***
    <nowiki>*</nowiki>  *  *
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ==Mata Benci Melihat Malaikat sebagai Setan==
    == Beğendiğin şeyde ifrat etme ==
    Kebencian dapat dilihat ketika setan membantu seseorang, ia akan menganggap setan itu sebagai malaikat seraya mendoakannya.
    Bir derdin dermanı, başka derde dert olur. Panzehiri zehir olur. Derman hadden geçerse dert getirir, öldürür.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Sebaliknya, jika melihat malaikat membantu orang yang berbeda pandangan dengannya, maka ia menganggap malaikat itu sebagai setan yang menyamar sehingga ia memusuhi dan melaknatnya.
    <nowiki>*</nowiki>  *  *
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ***
    == İnadın gözü, meleği şeytan görür ==
    İnadın işi budur: Şeytan yardım ederse birisine “melek” der, rahmeti de okutur.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ==Jangan Hidupkan Perpecahan untuk mendapat yang lebih benar setelah Engkau Menemukan Kebenaran==
    Muhalif tarafında eğer meleği görse libasını değişmiş, onu şeytan zanneder; adâvet, lanet eder.
    Wahai pemburu hakikat! Jika kesepakatan pada “hal yang benar” menjadi perpecahan dalam “hal yang paling benar”, maka dalam kondisi demikian “yang benar” lebih benar daripada “yang paling benar”. Serta “yang baik” menjadi lebih baik daripada “yang paling baik”.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ***
    <nowiki>*</nowiki>  *  *
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ==Islam adalah Agama Keselamatan dan Kedamaian yang Menolak Konflik dan Permusuhan Internal==
    == Hakkı bulduktan sonra ehak için ihtilafı çıkarma ==
    Wahai dunia Islam, hidupmu terwujud dalam persatuan.
    Ey talib-i hakikat, madem hakta ittifak, ehakta ihtilaftır. Bazen hak, ehaktan ehaktır. Hem de olur hasen, ahsenden ahsen.
    Jika engkau mencari persatuan, jadikan ini sebagai semboyanmu:
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Hendaknya dikatakan “Itu adalah benar”, bukan “Itulah yang benar”. Hendanya juga dikatakan “Itu adalah baik”, bukan “Itulah yang baik”.
    <nowiki>*</nowiki>  *  *
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Pasalnya, setiap muslim boleh berkata terkait dengan manhaj dan mazhabnya, “Mazhabku ini adalah benar, dan saya tidak menentang mazhab yang lain. Jika mazhab yang lain baik, mazhabku lebih baik.
    == İslâmiyet, selm ve müsalemettir; dâhilde nizâ ve husumet istemez ==
    Ey âlem-i İslâmî! Hayatın ittihatta. Ger ittihat istersen düsturun bu olmalı:
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Namun ia tidak boleh berkata, “Mazhabku inilah yang benar, sementara yang lain batil. Hanya milikku yang baik, sementara yang lain buruk dan salah.
    “Hüve’l-Hakku” yerine “Hüve Hakkun” olmalı. “Hüve’l-Hasen” yerine “Hüve’l-Ahsen” olmalı.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Keterbatasan pikiran dan sempitnya wawasan melahirkan kecintaan pada diri dan kemudian menjadi sebuah penyakit. Dari sana muncul konflik dan permusuhan.
    Her müslim kendi meslek, mezhebine demeli: “İşte bu haktır, başkasına ilişmem. Başkaları güzelse benim en güzelidir.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Obat sangat beragam sesuai dengan keragaman penyakitnya, dan keragaman tersebut adalah benar (nyata). Demikian pula kebenaran bisa beragam.
    Dememeli: “Budur hak, başkaları battaldır.” Ya “Yalnız benimkidir güzeli, başkaları yanlıştır hem çirkindir.
    Kebutuhan dan nutrisi itu bervariasi, dan variasi tersebut adalah benar. Demikian pula kebenaran bisa bervariasi.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Potensi dan sarana tarbiyah memiliki sejumlah cabang. Keberadaan sejumlah cabang tersebut adalah benar. Demikian pula kebenaran bisa bercabang.Sebuah materi bisa menjadi penyakit (racun) sekaligus obat se- suai dengan campurannya.
    Zihniyet-i inhisar, hubb-u nefisten geliyor, sonra maraz oluyor, nizâ ondan çıkıyor. Dert ile dermanlar
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Pasalnya, ia memberikan kadar ukuran tertentu sesuai dengan kondisi orangnya. Demikianlah ia terwujud dan terbentuk.
    Taaddüdü hak olur, hak da taaddüd eder. Hâcat ve ağdiyenin tenevvüü hak olur, hak da tenevvü eder.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Pemilik setiap mazhab menetapkan sebuah ketentuan mutlak tanpa menentukan batas-batas mazhabnya. Ia membiarkannya sesuai dengan perbendaan kondisi yang ada.
    İstidat, terbiyeler tekessürü hak olur, hak da tekessür eder. Bir madde-i vâhide hem zehir ve hem panzehir.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Akan tetapi, sikap fanatik pada sebuah mazhab bisa melahirkan generalisasi. Dan generalisasi itulah yang melahirkan perpecahan.
    İki mizaca göre. Mesail-i fer’îde hakikat sabit değil, izafî ve mürekkeb, mükellefîn mizaçlar
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Sebelum Islam datang terdapat gap yang sangat besar di antara tingkatan manusia di mana jarak antara keduanya sangat jauh.
    Ona bir hisse verip ona göre ederek tahakkuk ve terekküp, her mezhebin sahibi mühmel mutlak hükmeder.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Hal itu menghendaki diutusnya beberapa nabi dalam waktu bersamaan, sebagaimana juga menghendaki keragaman syariat dan mazhab.
    Mezhebinin hududu, tayinini bırakır temayül-ü mizaca; taassub-u mezhebî ta’mime sebep olur.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Akan tetapi, Islam menghadirkan perubahan pada umat manusia. Manusia menjadi berdekatan, syariatnya menyatu, dan Rasulnya pun satu.
    Ta’mimin iltizamı sebep olur nizâya. İslâmiyet’ten evvel tabakat-ı beşerde derin uçurumlar,
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Selama tingkatan mereka tidak sama, maka mazhabnya akan beragam. Namun ketika sama dan satu pembinaan bisa memenuhi kebutuhan seluruh manusia, maka mazhab akan menyatu.
    Hem tebâud-ü acibi istedi bir vakitte taaddüd-ü enbiya, tenevvü-ü şerâyi’, müteaddid mezhepler.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ***
    Beşerde bir inkılab İslâmiyet yaptırdı, beşer tekarüb etti, şer’ etti ittihat, vâhid oldu peygamber.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ==Menghadirkan dan Menyatukan Sejumlah Hal yang Berlawanan terdapat Hikmah yang Besar. Atom dan Matahari dalam Genggaman Qudrah Ilahi adalah Sama==
    Seviye bir olmadı, mezhep taaddüd etti. Terbiye-i vâhide kâfi geldiği zaman, ittihat eder mezhepler…
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Wahai saudaraku, wahai pemilik kalbu yang terjaga! Qudrah Allah tampak dalam perpaduan hal yang berlawanan.
    <nowiki>*</nowiki>  *  *
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Adanya kepedihan dalam kenikmatan, keburukan dalam kebaikan, kejelakan dalam keindahan, bahaya dalam manfaat, bencana dalam nikmat, dan api dalam cahaya, semuanya memuat rahasia agung. Tahukah engkau mengapa demikian?
    == İcad ve cem’-i ezdadda büyük bir hikmet var. ==
    Kudret elinde şems ve zerre birdir.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Hal itu agar semua hakikat yang bersifat relatif menjadi jelas dan tetap serta agar banyak entitas lahir dari satu hal di mana ia mendapat wujud dan dapat terlihat,
    Ey birader-i kalb-hüşyar! Ezdadın cem’indendir tecelli-i iktidar; lezzet içinde elem, hayrın içinde şerri,
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    maka satu titik bisa berubah menjadi sebuah garis katika digerakkan dengan cepat, dan satu kilau bisa berubah menjadi lingkaran cahaya lewat sebuah putaran. Fungsi dari berbagai hakikat yang bersifat relatif itu di dunia adalah sebagai benih yang me- munculkan banyak bulir.
    Hüsnün içinde kubhu, nef’in içinde darrı, nimet içinde nıkmet, nurun içinde nârı bilir misin ki sırrı?
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Sebab, ia yang membentuk potongan entitas, ikatan sistemnya serta hubungan antar ukirannya. Adapun di akhirat seluruh perintah relatif ini menjadi hakikat nyata.
    Hakaik-i nisbiye, sübut takarrur etsin, bir şeyde çok şey olsun, bulsun vücud, görünsün. Sürat-i hareketle bir nokta bir hat olur.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Tingkatan hawa panas bersumber dari adanya hawa dingin. Tingkatan kebaikan lahir dari adanya keburukan. Jadi, sebab menjadi illat.
    Çevirmenin sürati yapar bir lem’a-i nur, daire-i nurani. Hakaik-i nisbiye vazifesi, dünyada taneler sümbül olur.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Ada terang karena ada gelap. Ada kenikmatan karena ada penderitaan. Tidak ada nikmat sehat tanpa rasa sakit. Tanpa surga tak ada siksa ne- raka. Ia menjadi sempurna dengan rasa dingin yang menyengat.
    Kâinatın çamuru, revabıt-ı nizamı, alâik-ı nakşını odur teşkil ediyor. Âhirette bu nisbî emirler orada hakaik olur.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Bahkan tanpa surga, neraka tidak akan membakar dengan sempurna.Sang Pencipta Yang Maha tak bermula memerlihatkan hikmah-Nya yang agung dalam menciptakan segala sesuatu yang berlawanan sehingga kebesaran dan kemuliaannya tampak jelas.
    Hararette meratib, ona olmuştur sebep tahallül-ü bürudet. Hüsündeki derecat kubhun tedahülüdür. Sebep, illet oluyor.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Sang Mahakuasa Yang Maha Abadi memerlihatkan qudrah-Nya dalam segala hal yang berlawanan sehingga keagungan-Nya terlihat.Selama qudrah ilahi melekat pada Dzat yang mulia tersebut, maka tidak ada lawan bagi dzat-Nya.
    Ziya zulmete borçlu, lezzet eleme medyun; sıhhat, marazsız olmaz. Cennet olmazsa belki cehennem tazip etmez. Zemherirsiz olmuyor.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Dia juga tidak dimasuki oleh ketidakberdayaan dan tidak ada tingkatan dalam qudrah-Nya. Bagi qudrah-Nya segala sesuatu adalah sama. Tidak ada yang berat bagi-Nya.
    Ger zemherir olmazsa o da ihrak edemez. O Hallak-ı Lemyezel, halk-ı ezdad içinde hikmetini gösterdi. Haşmeti etti zuhur.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Matahari menjadi lentera bagi cahaya qudrah tersebut serta permukaan bumi menjadi cermin bagi lentera tadi. Bahkan butiran embun menjadi cermin baginya.
    O Kadîr-i Lâyezal, cem’-i ezdad içinde iktidarı gösterdi. Azamet etti zuhur. Madem o kudret-i İlahî lâzıme-i zatî olur
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Permukaan laut yang luas adalah cermin yang memperlihatkan matahari sebagaimana diperlihatkan oleh buihnya. Embun juga bersinar laksana bintang. Bahkan masing-masing menjelaskan identitasnya. Bagi matahari, laut dan embun adalah sama.
    O Zat-ı Ezelî’ye hem zarure-i nâşie; onda zıddı olamaz, acz tahallül edemez, onda meratib olamaz, her şeye nisbeti bir, hiçbir şey ağır olmuyor.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Demikian pula dengan qudrah-Nya. Pasalnya pupil mata embun laksana matahari kecil yang berkilau.
    O kudretin ziyasına güneş mişkât olmuştur. Bu mişkâtın nuruna deniz yüzü âyine, şebnemlerin gözleri birer mir’at olmuştur.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Sebaliknya, matahari yang besar laksana embun yang kecil. Pupil matanya menerima cahaya dari matahari qudrah ilahi lalu berputar seperti bulan di seputar qudrah-Nya.
    Denizin geniş yüzü, gösterdiği güneşi çin-i cebînindeki katreler de gösterir, şebnemin küçük gözü yıldız gibi parlıyor.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Langit merupakan samudra yang tak bertepi. Atas perintah Tuhan Yang Maha Penyayang, sejumlah “buih” yang berupa matahari dan bintang-gemintang bergerak di permukaan samudra langit.
    Aynı hüviyet tutar; şebnem, deniz bir olur güneşin nazarında, kudreti tanzir eder; şebnemin göz bebeği küçücük bir güneştir.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Begitulah qudrah ilahi terwujud dan bertebaran pada semua butir kilau cahaya. Seluruh matahari adalah butiran, semua bintang laksana embun, dan setiap kilau laksana gambar.
    Şu muhteşem güneş de küçücük bir şebnemdir; göz bebeği bir nurdur ki şems-i kudretten gelir, o kudrete kamer olur.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Matahari besar yang seperti butiran itu—merupakan pantulan suram dari limpahan karunia-Nya yang agung. Kilau darinya mengubah matahari sebagai bintang yang bercahaya.
    Semavat bir denizdir, bir nefes-i Rahman’la çin-i cebînlerinde mevcelenip, katarat ki nücum ve hem şümustur.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Bintang yang menyerupai embun mengokohkan kilau tadi dari matanya dan menjadi lentera. Matanya laksana kaca dan membuat lentera tersebut semakin bercahaya.
    Kudret tecelli etti, o katarata serpti nurani lemaatı. Her bir güneş bir katre, her bir yıldız bir şebnem, her bir lem’a timsaldir.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ==Tanamlah Keistimewaanmu di Tanah ketersembunyian Agar Ia Bisa Tumbuh==
    O feyz-i tecellinin küçücük bir aksidir o katre-misal güneş. Eder mücella camını o lümey’a zücace dürri-misal parlıyor
    Wahai pemilik keistimewaan! Jangan berbuat zalim dengan cara tampil diri dan terlihat unggul dari yang lain. Andaikan engkau tetap di bawah tirai ketersembunyian, pasti engkau bisa memberikan keber- kahan dan kebaikan kepada saudara-saudaramu.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Sebab, engkau bisa tampil dan hadir di hadapan setiap saudaramu dengan sosokmu yang sebenarnya. Dengan cara seperti itu, engkau akan memperhatikan dan menghormati semua saudaramu.
    O şebnem-misal yıldız latîf gözü içinde, bir yer yapar lem’aya, lem’a olur bir sirac, gözü olur zücace, misbahı nurlanıyor.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Sementara ketika engkau melemparkan bayangan di sini dengan cara tampil dan ingin dilihat setelah sebelumnya menjadi matahari di sana, maka posisi saudara-saudaramu menjadi rendah dan kurang kau hormati.
    == Meziyetin varsa hafâ türabında kalsın tâ neşv ü nema bulsun ==
    Ey zîhâssa-i meşhure! Taayyünle zulmetme, ger perde-i hafânın altında sen kalırsan ihvanına verirsin ihsan ve bereketi.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Artinya, keinginan untuk tampil dan teridentifikasi merupakan sebuah kezaliman.
    Her bir ihvanın altında sen çıkması hem de o sen olması imkân ve ihtimali, her birine celbeder bir nazar-ı hürmeti.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Jika kondisi keistimewaan yang benar seperti itu di mana pemiliknya jujur dan bisa kau lihat langsung, apalagi dengan popularitas yang dicapai dengan cara dibuat-buat dan pura-pura?!
    Eğer taayyün edip perde altından çıksan mükrim iken altında, üstünde zalim olursun. Güneş iken orada, burada gölge edersin.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Jadi, hal ini merupakan rahasia agung, hikmah ilahi, dan tatanan yang sempurna. Yakni, sosok yang istimewa dalam kelompoknya memberikan nilai dan perhatian kepada semua individu lainnya dengan ketersembunyian.
    İhvanını düşürttürüp hem nazar-ı hürmetten. Demek taayyün ve teşahhus, zalim birer emirdir, sahih doğru böyle ise hem de böyle görürsün.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Contohnya adalah sosok wali di kalangan manusia dan ajal dalam bentangan umur. Keduanya tersembunyi.
    Nerede kaldı yalancı tasannu ve riya ile kesb-i teşahhus-u şöhret? İşte bir sırr-ı azîm ki hikmet-i İlahî hem o nizam-ı ahsen
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Begitu pula waktu mustajab di hari Jumat, lailatul qadar di bulan Ramadhan, serta al-ism al-A’zham di antara Asmaul Husna.
    Bir ferd-i fevkalâde, kendi nev’i içinde setr ile perde çeker, bununla kıymet verdirir hem de eder müstahsen.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Rahasia halus dalam berbagai contoh di atas berikut nilainya yang agung terletak pada kenyataan bahwa dalam ketidakjelasan terdapat penampakan dan dalam ketersembunyian terdapat penetapan.
    İşte sana misali: İnsan içinde veli, ömür içinde ecel, olmuş meçhul ve mühmel. Cumada müstetirdir bir saat, kabul olur dua edersen.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Sebagai contoh: dalam ketidakjelasan datangnya ajal terdapat perimbangan indah antara rasa takut dan harap; perimbangan antara keinginan kekal di dunia dan pahala akhirat.
    Ramazanda münteşir bir leyle-i zû-kadir, esmaü’l-hüsnada muzmer iksir-i ism-i a’zam. Bu misallerin haşmeti hem de o sırr-ı hasen
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Usia yang tidak diketahui ujungnya di mana ia membentang selama dua puluh tahun lebih utama daripada seribu tahun yang ujungnya telah diketahui.
    İbhamda izhar eder, ihfada ispat eder. Mesela, ecelin ibhamında bir muvazene vardır; her dakikada tutar ne vaziyet alırsan.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Sebab, setelah menempuh setengah usia tadi seseorang seakan sedang melangkah menuju tiang gantungan. Kesedihan yang terus-menerus membuat seseorang tidak pernah merasa lapang dan bahagia.
    Kefeteyn-i havf ve reca, hizmet-i ukba, dünya; tevehhüm-ü bekaî, lezzet-i ömrü verir. Yirmi sene mübhem bir ömür olsa ahsen
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ***
    Nihayeti muayyen bin senelik bir ömre. Zira nısfı geçerse, her saati geldikçe güya adım atarak darağacına gidersin
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ==Tiada Kasih Sayang yang melebihi Kasih Sayang Allah dan Tiada Murka yang Melebihi Murka-Nya==
    Şey’en şey’en üzülmek, vehim de teselli vermez, sen de rahat etmezsin…
    Tidak ada kasih sayang yang mengungguli kasih sayang Allah dan tidak ada murka yang mengalahkan murka-Nya.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Karena itu, serahkan urusan kepada Dzat Yang Mahaadil dan Penyayang. Sebab, kasih sayang yang melampaui batas sangat pedih dan murka yang berlebihan juga tercela.
    <nowiki>*</nowiki>  *  *
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ***
    == Allah’ın rahmet ve gazabından fazla tahassüs hatadır ==
    Allah’ın rahmetinden fazla rahmet edilmez. Allah’ın gazabından fazla gazap edilmez.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ==Boros adalah Pintu Kebodohan dan mengantar pada Kerendahan==
    Öyle ise işi bırak o Âdil-i Rahîm’e. Fazla şefkat elemdir, fazla gazap zemîme…
    Wahai saudaraku yang boros! Dua suapan bisa menjadi nutrisi. Yang satu seharga satu qirsy dan satunya lagi seharga sepuluh qirsy.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Sebelum masuk mulut keduanya sama. Begitu pula ketika melewati tenggorokan. Tidak ada perbedaan kecuali rasa yang hanya berlangsung beberapa detik bagi orang lalai yang bodoh.
    <nowiki>*</nowiki>  *  *
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Pasalnya, ia selalu ditipu oleh indra kecap yang merasakan perbedaan kecil tadi.Indra tersebut adalah penjaga tubuh sekaligus pemeriksa perut.
    == İsraf sefahetin, sefahet sefaletin kapısıdır ==
    Ey müsrifli kardeşim! Tagaddi noktasında bir iken iki lokma; bir lokma bir kuruşa, bir lokma on kuruşa.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Ia memiliki pengaruh negatif; bukan positif, jika tugasnya hanya membuat senang si penjaga agar terus memberikan kenikmatan kepada orang yang lalai.
    Hem ağza girmeden hem boğazdan geçtikten, müsavi bir olurlar. Yalnız ağızda, o da kaç saniyede bîhuşe verir nûşe.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Kebeningan tugasnya menjadi keruh dengan membayar sebelas qirsy padahal semestinya cukup dengan satu qirsy. Akhirnya, ia membuatnya mengikuti setan.
    Zevkî bir fark bulunur, daim onu aldatır o kuvve-i zaika; bedene hem mideye kapıcı, müfettişe.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Jangan engkau mendekati kondisi ini. Sebab, ia akan mengantarkan pada jenis boros yang paling buruk dan sikap mubazir yang paling jelek.
    Onun tesiri menfî, müsbet değil! Vazife yalnız kapıcıyı taltif ve memnun etmek! Nûş verirsin o bîhuşe
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ***
    Aslî vazifesinde onu müşevveş etmek, tek bir kuruş yerine on bir kuruşu vermek, olur şeytanî pîşe.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ==Indra Pengecap adalah Pegawai Pos Jangan Jadikan Kelezatan sebagai Perhatiannya sebab hal itu akan Merusak==
    İsrafın en sefihi, tebzirin en sakîmi, bir tarzdır bir çeşidi; heves etme bu işe…
    (*<ref>*Bagian ini adalah benih dari risalah hemat. Seakan-akan risalah tersebut dirangkum dalam untaian kalimat di atas—Penulis.</ref>)Berkat anugerah rububiyah, hikmah, dan perhatian-Nya, Allah menghadirkan dalam mulut dan hidung manusia dua titik pusat.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Dia letakkan pada keduanya sejumlah penjaga tapal batas dari alam yang kecil itu berikut mata-matanya. Dia jadikan setiap urat sebagai telepon dan setiap saraf sebagai telegraf.
    <nowiki>*</nowiki>  *  *
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Dia juga menjadikan indra penciu- man sebagai pegawai yang mengirimkan pembicaraan telepon dan indra pengecap sebagai pegawai yang mengirimkan telegram.
    == Zaika telgrafçıdır, telziz ile baştan çıkarma ==
    (*<ref>*İktisat Risalesi’nin çekirdeğidir. Belki on sahife olan İktisat Risalesi’ni kable’l-vücud on satırda okumuş.</ref>) Rububiyet-i İlah hikmet ve inayeti, ağızla hem burunla iki merkezi teşkil eylemiştir, içinde hudut karakolu, hem
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Di antara rahmat Tuhan Pemberi rezeki hakiki, Dia sertakan daftar harga pada seluruh makanan.
    Muhbirleri de koymuş. Şu âlem-i sağirde damarları telefon, âsabları telgraf hükmüne vaz’eylemiş. Şâmme telefonu, hem
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Yaitu berupa rasa, warna, dan aroma. Ketiga ciri tersebut dilihat dari sisi pemberian rezeki menjadi papan iklan, kartu undangan, tiket masuk, pengundang pelanggan, dan pemikat mereka yang membutuhkan.
    Telgrafa zaika inayet memur etmiş. O Rezzak-ı Hakiki, erzak üstüne koymuş rahmetten bir tarife; taam ve levn ve hem
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Sang pemberi rezeki yang pemurah memberikan kepada makhluk hidup yang diberi rezeki sejumlah organ untuk bisa merasa, melihat dan mencium. Dia menghias makanan dengan berbagai warna menarik dan indah guna memikat hati perindu dan membangkitkan keinginan orang yang kurang perhatian.
    Rayiha. İşte şu havass-ı selâse, o Rezzak canibinden birer ilannamesi, birer davetnamesi, bir izinnamesi, hem
     
    </div>
    Ketika makanan masuk ke dalam mulut, indra pengecap memberikan informasi telegram kepada seluruh tubuh. Lalu penciuman juga menyampaikan jenis makanan yang masuk.


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Hewan yang rezeki dan kebutuhannya beragam berbuat sesuai dengan informasi tersebut dan memiliki kesiapan sesuai kondisinya. Atau, bisa pula ia menolak dan mengeluarkan makanan tersebut, bahkan kadang memuntahkannya.
    Bir dellâldır ki muhtaç ve müşteriler hep onlarla celbolur. Mürtezik hayvanlara zevk ve rü’yet ve şemm, birer âlet vermiş. Hem
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Karena indra pengecap adalah pegawai suruhan Allah, maka jangan merusaknya dengan menyuruhnya untuk terus mengecap.
    Taamları muhtelif ziynetlerle süsletmiş, hevaî gönülleri avutup lâkaytları tehyic ile cezbetmiş. Vaktâ taam girse hem
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Ja- ngan pula menipunya dengan terus merasakan nikmat. Sebab, hal itu akan membuatnya lupa kepada selera yang sebenarnya karena telah dipenuhi oleh selera palsu yang terus ia terima.
    Ağza, birdenbire zaika her tarafa bir telgraf çekiyor bedenin aktarına. Şâmme telefon veriyor, gelen taam nev’i, hem
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Akibatnya, sang pemilik dihukum dengan penyakit akibat kesalahan yang dilakukannya.Ketahuilah bahwa kelezatan hakiki hanya diperoleh dengan mengikuti selera yang sebenarnya. Sementara selera yang sebenarnya mengikuti kebutuhan hakiki yang jujur.  
    Çeşitleri de söyler. Hâcetleri muhtelif, ayrı ayrı mürtezik, ona göre davranır, ona da hazırlanır ya cevab-ı red gelir. Hem
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Nah, pada kelezatan yang sebenarnya inidi mana ia mencukupi kebutuhan manusia—kondisinya sama antara penguasa dan pengemis.
    Kapı dışarı atar, yüzüne de tükürür. İnayet tarafından madem buna memurdur, zevki baştan çıkarma. Hem
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ***
    Telziz ile aldatma. Sonra o da unutur doğru iştiha nedir; bir iştiha-yı kâzib gelir, başına çatar. Hatası, maraz ile hem
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ==Sudut Pandang seperti Niat==
    İlletlerle cezalar gelir. Hakiki lezzet hakiki iştihadan çıkar, doğru iştiha sadık bir ihtiyaçtan. Bu lezzet-i kâfide, şah hem
    (Mengubah Kebiasaan Menjadi Ibadah)
    </div>
    Perhatikan bagian ini dengan cermat: Sebagaimana kebiasaan yang dibolehkan bisa bernilai ibadah dengan niat, demikian pula ilmu- ilmu alam bisa menjadi makrifat ilahi dengan sudut pandang.


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Jika engkau melihat ilmu-ilmu tadi dengan pandangan harfiyah disertai perhatian dan perenungan yang mendalam dilihat dari sisi kreasi dan kerapiannya, yaitu dengan berkata, “Betapa penciptaan ini sangat menakjubkan! Betapa indah kreasi Sang Pencipta Yang Maha- agung!”
    Geda beraber. Hem bâhemdir bir dinar ve bir dirhem o lezzet berhem-zened eleme olur merhem.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    daripada sekadar berkata, “Betapa ia sangat indah!” maka jika engkau melihat alam dengan cara demikian, engkau pasti akan memahami bagaimana ukiran Sang Pembentuk Yang Mahaindah berikut kilau tujuan dan kerapian tatanannya serta hikmah-Nya menyinari dan melenyapkan segala keraguan.
    <nowiki>*</nowiki>  *  *
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Dari sana ilmu-ilmu alam berubah menjadi makrifat ilahiyah.Akan tetapi, kalau engkau melihat entitas dengan makna ismiyah serta dari sisi hukum alam semata di mana ia muncul dengan sendirinya, maka pada saat itu wilayah ilmu berubah menjadi medan kebodohan.
    == Niyet gibi tarz-ı nazar dahi âdeti ibadete çevirir ==
    Şu noktaya dikkat et; nasıl olur niyetle mübah âdât, ibadat… Öyle tarz-ı nazarla fünun-u ekvan, olur maarif-i İlahî…
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Betapa banyak hakikat yang lenyap di tangan-tangan yang rendah dan betapa banyak contoh yang menjadi bukti atas hakikat yang ada.
    Tetkik dahi tefekkür, yani ger harfî nazarla hem sanat noktasında “Ne güzeldir.” yerine “Ne güzel yapmış Sâni’, nasıl yapmış o mâhi?”
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ***
    Nokta-i nazarında kâinata bir baksan nakş-ı Nakkaş-ı Ezel, nizam ve hikmetiyle lem’a-i kasd ve itkan, tenvir eder şübehi.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ==Di Zaman seperti ini Agama tidak Mengizinkan Kita Hidup Mewah==
    Döner ulûm-u kâinat, maarif-i İlahî. Eğer mana-yı ismiyle, tabiat noktasında, “Zatında nasıl olmuş?eğer etsen nigâhı,
    Setiap kali berbagai kenikmatan memanggil, jawaban yang harus diberikan adalah, “Tampaknya aku sudah makan.”
    </div>
    Siapa yang menjadikan ungkapan tersebut sebagai prinsipnya, ia tidak akan memakan masjid (ia mampu membangun masjid).(*<ref>*Masjid yang dimaksud terletak di perkampungan Sultan Muhammad al-Fatih di Istanbul. Ia dibangun oleh pemiliknya lewat harta yang memang diperuntukkan untuk membangunnya. Setiap kali dirinya menginginkan sesuatu ia berkata, “Kelihatannya aku sudah makan!Dari sini istilah tersebut muncul—Penulis.</ref>)


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Sebagian besar umat Islam pada masa lalu tidak dalam kelaparan. Karena itu, hidup mewah bisa menjadi pilihan.
    Bakarsan kâinata, daire-i fünunun daire-i cehil olur. Bîçare hakikatler, kıymetsiz eller kıymetsiz eder. Çoktur bunun güvahı.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Namun sekarang sebagian besar umat Islam berada dalam kondisi lapar sehingga tidak ada izin secara syar’i bagi kita untuk hidup dalam kenikmatan.
    <nowiki>*</nowiki>  *  *
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Pasalnya, kehidupan sebagian besar umat dan kaum muslimin sangat sederhana. Kita harus meniru mereka dalam mengonsumsi makanan yang sederhana.
    == Böyle zamanda tereffühte izn-i Şer’î bizi muhtar bırakmaz ==
    Lezaiz çağırdıkça “Sanki yedim.” demeli. Sanki yedim düstur eden, bir mescidi yemedi. (*<ref>* İstanbul’da Sanki Yedim namında bir mescid var. “Sanki yedim.” diyen adam, hevesinden kurtardığı paralarla bina etmiş.</ref>)
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Ini jauh lebih utama daripada mengikuti kehidupan minoritas yang boros dan segolongan kaum bodoh yang menampakkan kemewahan dalam urusan makan.
    Eskide ekser İslâm filcümle aç değildi. Tena’uma ihtiyar bir derece var idi.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    * * *
    Şimdi ise ekseri açlığa düştü kaldı. Telezzüze ihtiyar, izn-i şer’î kalmadı.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ==Ketiadaan Nikmat bisa Menjadi Nikmat==
    Sevad-ı a’zam hem ekseriyet-i masumun maişeti basittir. Tagaddi besatetiyle onlara tabi olmak
    Daya ingat adalah nikmat. Akan tetapi, lebih utama lupa pada orang bodoh dan di masa ujian.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Lupa juga merupakan nikmat, sebab dengan lupa orang hanya merasakan derita satu hari saja dan melupakan sejumlah hari penderitaan yang ada.
    Bin kere müreccahtır, ekalliyet-i müsrife, ya bir kısım sefihe tagaddide tereffüh noktasında benzemek…
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ***
    <nowiki>*</nowiki>  *  *
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ==Dalam Setiap Musibah terdapat Sisi Kebaikan==
    == Zaman olur ki adem-i nimet nimettir ==
    Wahai yang sedang mendapat ujian, sebuah nikmat terdapat dalam setiap musibah. Perhatikan dan saksikanlah ia dengan cermat. Sebagaimana pada segala sesuatu terdapat derajat panas (suhu), maka pada setiap musibah juga terdapat derajat nikmat.
    Hâfıza bir nimettir. Fakat ahlâksız bir adamda musibet zamanında nisyan ona râcihtir.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Perhatikan derajat nikmat tersebut dalam sebuah musibah kecil. Renungkan musibah yang besar lalu bersyukurlah kepada Tuhan Yang Maha Pengasih.
    Nisyan da bir nimettir. Yalnız her günün âlâmını çektirir, müterakim olmuş âlâmı unutturur.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Jika tidak, setiap kali engkau membesar-besarkan musibah tersebut engkau akan takut padanya. Pasalnya, ketika engkau mencemaskannya, ia menjadi bertambah besar dan semakin menguat sehingga engkau ketakutan.
    <nowiki>*</nowiki>  *  *
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Manakala engkau bertambah gelisah, musibahnya menjadi ganda setelah tadinya satu. Sebab, gambaran ilusinya yang terdapat di hati berubah menjadi kenyataan.
    == Her musibette, bir cihet-i nimet var ==
    Ey musibetzede! Musibetin içinde bir nimet mündericdir. Dikkat et de onu gör. Nasıl her şeyde vardır
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Kemudian ia kembali dengan membawa pukulan menyakitkan ke dalam hati.
    Bir derece-i hararet, her musibette vardır bir derece-i nimet. Daha büyüğü düşün. Küçükteki nimetin
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ==Jangan Tampil dengan Pakaian Orang Besar Sebab Engkau Akan Menjadi Kecil==
    Dereceyi görerek Allah’a çok şükret. Yoksa isti’zamla ürkersen “of of”la üflersen, o da aksine şişer.
    Wahai yang memikul beban “aku” serta membawa sikap sombong dan takabbur di kepalanya. Engkau harus mengetahui timbangan berikut:
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Setiap orang memiliki jendela yang mengarah kepada masyarakat untuk melihat dan memperlihatkan. Ia disebut dengan martabat atau kedudukan.
    Şişer de dehşetlenir. Eğer merak da etsen bir iken ikileşir. Kalpte olan misali, döner hakikat olur;
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Jika jendela tersebut lebih tinggi dari bentuk (nilai) sebenarnya, ia akan tampil menyombongkan diri. Namun jika lebih rendah, ia akan tawaduk dengan merendah sehingga tampak pada tingkatan itu.
    Hakikatten ders alır. Sonra döner, başlıyor, kalbini tokatlıyor…
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Nah, standar kemuliaan pada orang-orang yang sempurna adalah sikap tawaduk. Adapun bagi orang cacat, standar kerendahan mereka adalah kesombongan.
    == Büyük görünme küçülürsün ==
    Ey enesi çifteli, kafası da kibirli! Şu mizanı bilmeli: Her adam için elbet cemiyet-i beşerde, içtimaî binada,
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ***
    Görmek, görünmek için şu mertebe denilen bir penceresi var. Ger pencere, kamet-i kıymetinden yüksekse tekebbürle tetavül edecek,
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ==Perangai Berubah sesuai dengan Perubahan Kedudukan==
    Uzanacak. Ger pencere, kamet-i himmetinden alçaksa tevazuyla takavvüs edecek, eğilecek.
    Satu perangai yang terdapat dalam beragam tempat kadang bisa menjadi binatang jahat dan kadang pula menjadi malaikat yang lembut, bisa menjadi baik dan bisa pula menjadi buruk. Contohnya adalah sebagai berikut:
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Kemuliaan jiwa yang dimiliki oleh orang lemah di hadapan orang kuat jika terdapat pada orang kuat, maka akan berubah menjadi kesombongan.
    Kâmillerde, büyüklük mikyasıdır küçüklük. Nâkıslarda, küçüklük mizanıdır büyüklük…
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Sebaliknya, sikap tawaduk yang dimiliki orang kuat di hadapan orang lemah, kalau ia terdapat pada orang lemah, akan berubah menjadi kehinaan dan kepura-puraan.
    <nowiki>*</nowiki>  *  *
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Kesungguhan ulil amri dalam kedudukannya merupakan kewibawaan. Namun sikap lunaknya merupakan bentuk kerendahan.
    == Hasletlerin yerleri değişse mahiyetleri değişir ==
    Bir haslet; yer ayrı, sima bir. Kâh dev kâh melek kâh salih kâh talih, misali şunlardır:
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Kesungguhannya di rumahnya menunjukkan kesombongan, sementara sikap lunaknya menunjukkan ketawadukan.
    Zayıfın kavîye karşı izzet-i nefsi sayılan bir sıfat, ger olursa kavîde, tekebbür ve gururdur.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Maaf yang diberikan seseorang kepada orang yang menjahatinya serta pengorbanan harta miliknya merupakan bentuk kesalehan, namun ia menjadi pengkhianatan dan keburukan jika mengatasna- makan jamaah.
    Kavînin bir zayıfa karşı da tevazuu sayılan bir sıfatı, ger olursa zayıfta, tezellül ve riyadır.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Sikap tawakkal sebelum berusaha adalah kemalasan, sementara menyerahkan urusan kepada Allah dalam menantikan hasil (setelah berusaha) adalah bentuk tawakkal yang diperintahkan agama.
    Bir ulü’l-emr, makamında olursa ciddiyeti, vakardır; mahviyeti, zillettir.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Puasnya seseorang atas hasil upayanya merupakan wujud sikap qanaah yang terpuji di mana ia memotivasinya untuk melanjutkan upayanya.
    Hanesinde bulunsa mahviyeti tevazu, ciddiyeti kibirdir.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Sementara merasa cukup dengan yang ada adalah bentuk qanaah yang tidak baik, bahkan bentuk kurangnya semangat, serta masih banyak contoh lain.
    Mütekellim-i vahde olsa eğer bir zatta: Müsamaha, hamiyet. Fedakârlık; bir haslet, bir amel-i salihtir.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Al-Qur’an menyebutkan sejumlah amal saleh dan ketakwaan secara umum. Hal itu menunjukkan pengaruh sejumlah kedudukan.
    Mütekellim-i maalgayr olsa eğer o zatta: Müsamaha, hıyanet. Fedakârlık; bir sıfat, bir amel-i talihtir.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Simplifikasinya merupakan bentuk penjabaran, sementara diamnya merupakan bentuk perkataan yang luas.
    Tertib-i mebâdide tevekkül, tembelliktir. Terettüb-ü netice noktasındaki tefviz, tevekkül-ü şer’îdir.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ***
    Semere-i sa’yine, kısmetine rıza ise memduh bir kanaattir, meyl-i sa’ye kuvvettir.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ==Kebenaran Selalu Unggul==
    Mevcud mala iktifa, mergub kanaat değil belki dûn-himmetliktir. Misaller daha çoktur.
    (*<ref>*Islam unggul dan tidak diungguli. Lihat al-Daraquthni, as-Sunan 3/252; al-Bay- haqi, as-Sunan al-Kubra 6/205; al-Thabrani, al-Mu’jam al-Awsath 6/128, al-Mu’jam al- Shaghir 2/155. Riwayat terkenal yang sering diucapkan berbunyi, “Kebenaran unggul dan tidak diungguli.” Kasyf al-Khafâ 1/127.</ref>)Wahai teman! Salah seorang dari mereka bertanya kepadaku, selama “kebenaran selalu unggul” merupakan persoalan yang hak dan tidak diragukan, lalu mengapa orang kafir menang atas muslim serta kebenaran terkalahkan?
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Jawabannya: perhatikan empat poin berikut ini, persoalan tersebut akan terpecahkan:'''Poin Pertama'''
    Kur’an mutlak zikreder, salihat ve takvayı. İbhamında remzeder makamatın tesiri. Îcazı bir tafsildir. Sükûtu geniş sözdür.
    Sarana kebenaran tidak selalu benar, sebagaimana sarana kebatilan tidak selalu batil.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Jadi, sarana yang benar (meskipun dalam kebatilan) bisa mengalahkan sarana kebatilan (meskipun dalam kebenaran).
    <nowiki>*</nowiki>  *  *
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Dalam hal ini, kebenaran yang kalah oleh kebatilan sebenarnya kalah lantaran sarananya yang batil. Dengan kata lain, kekalahannya bersifat sementara.
    == اَل۟حَقُّ يَع۟لُو   bizzat hem âkıbet muraddır ==
    Ey arkadaş! Bir zaman bir sâil dedi: “Madem   اَل۟حَقُّ يَع۟لُو   haktır. Neden kâfir, müslime; kuvvet, hakka galiptir?”
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Ia tidak kalah secara substansial dan tidak sela- manya kalah. Sebab, pada akhirnya yang menang adalah kebenaran.Adapun kekuatan, ia memiliki bagian dari kebenaran. Di dalamnya terdapat rahasia “keunggulan” yang tersimpan di dalam dirinya.'''Poin Kedua'''
    Dedim: Dört noktaya bak, bu müşkül de hallolur. Birinci nokta şudur: Her hakkın her vesilesi hak olması lâzım değildir.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Sifat seorang muslim seharusnya islami, namun dalam kenyataan tidak demikian dan tidak selalu demikian.
    Öyle de her bâtılın her vesilesi bâtıl olması, yine lâzım değildir. Neticesi şu çıkar: Hak olan bir vesile, bâtıl vesileye galiptir.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Sebaliknya, sifat orang kafir tidak seluruhnya berisi kekufuran dan tidak semuanya bersumber dari kekufurannya.
    Dolayısıyla, bir hak bir bâtıla mağluptur. Muvakkaten, bi’l-vasıta olmuştur. Yoksa bizzat hem daima değildir.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Hal yang sama berlaku pada sifat orang fasik. Tidak seluruhnya harus berupa kefasikan dan bersumber dari kefasikannya.
    Lâkin âkıbetü’l-akibe, her dem yine hakkındır. Kuvvetin bir hakkı var, bir sırr-ı hilkati var. İkinci nokta şudur:
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Jadi, sifat islami yang dimiliki oleh orang kafir bisa mengalahkan sifat tidak baik yang dimilik seorang muslim. Dengan sarana yang be- nar ini orang kafir tadi bisa mengalahkan sang muslim yang memiliki sifat tidak baik.
    Her müslimin her vasfı müslim olmak vâcib iken haricen her dem vaki, sabit değildir.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Selanjutnya, hak hidup di dunia berlaku secara umum dan mencakup semua kalangan. Kekufuran bukan penghalang untuk mendapatkan hak hidup yang merupakan manifestasi dari rahmat yang bersifat umum dan berisi rahasia hikmah dalam penciptaan.
    Öyle de her kâfirin her vasfı kâfir olmak, küfründen neş’et etmek yine lâzım değildir.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    '''Poin Ketiga''' Allah memiliki dua manifestasi yang terlihat pada makhluk.
    Her fâsıkın her vasfı fâsık olmak, fıskından neş’et etmek, öyle de her dem sabit değildir.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Keduanya merupakan manifestasi syar’i yang bersumber dari dua sifat dan sekian sifat kesempurnaan-Nya.
    Demek bir kâfirin müslim olan bir vasfı, müslimdeki lâmeşru vasfına galip olur. Bi’l-vasıta, o kâfir dahi ona galiptir.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Pertama: Syariat alamiah (takwiniyah) yang berupa kehendak dan takdir ilahi yang bersumber dari sifat “Iradah Ilahiyah”.
    Hem dünyada, hayatın hakkı şâmil ve âmmdır. O rahmet-i âmmenin bir cilve-i manidar, onun bir sırr-ı hikmeti var; küfür mani değildir.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Kedua: Syariat kalamiah yang dikenal bersama di mana ia bersumber dari sifat “Kalam Rabbani”.
    Üçüncü nokta şudur: O Zat-ı Zülcelal’in iki vasf-ı kemalden iki şer’i tecelli, vasf-ı iradeden gelen meşietle takdirdir,
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Sebagaimana perintah syariat kalamiah ditaati dan dilanggar, hal yang sama berlaku pada syariat alamiah.
    O da şer’-i tekvinî. Vasf-ı kelâmdan gelen şeriat-ı meşhure. Teşriî evamire karşı itaat, isyan
    Biasanya balasan bagi kondisi pertama (yang taat dan membangkang kepada syariat kalamiah) terdapat di negeri akhirat. Sementara hukuman dan ganjaran bagi kondisi kedua (yang taat dan membangkang pada syariat alamiah) terdapat di dunia.Sebagaimana balasan kesabaran berupa kemenangan, maka ba- lasan bagi pengangguran adalah kehinaan.Balasan kerja keras adalah kekayaan, dan balasan bagi keteguhan adalah kemenangan.
    </div>
    Sebagaimana buah dari racun berupa penyakit, maka hasil dari terapi dan obat adalah kesembuhan dan kesehatan.


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Kadangkala kedua syariat tersebut berkumpul dalam suatu hal.Jadi, masing-masing memiliki sisinya sendiri.
    Nasıl olur. Öyle de tekvinî evamire itaat ve isyan olur. Birincisi galiba dâr-ı uhrada görür
    Mematuhi syariat alamiah yang merupakan sebuah kebenaran— karena berarti mematuhi ketentuan ilahi—maka kepatuhan tersebut bisa mengalahkan pembangkangan terhadapnya.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Sebab, sikap membangkang termasuk dalam kebatilan dan menjadi bagian darinya.
    Mücazatı, sevabı. İkincisi ağleba dâr-ı dünyada çeker, mükâfat ve ikabı. Mesela, nasıl sabrın mükâfatı zaferdir;
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Maka, apabila kebenaran menjadi sarana kebatilan, ia akan mengalahkan kebatilan yang menjadi sarana kebenaran.
    Ataletin mücazatı sefalet. Öyle de sa’yin sevabı olur servet. Sebatta da galebedir mükâfat. Zehirin ikabı bir maraz, panzehirin sevabı bir sıhhattir.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Kesimpulannya: kebenaran bisa kalah oleh kebatilan. Namun tidak kalah secara substansial, tetapi kalah dalam hal sarana. Jadi, “kebenaran pasti unggul” maksudnya unggul dalam hal substansi. Sebab, hasil akhir akan diperoleh di akhirat; bukan terbatas di dunia. Karena itu, mengaitkan diri dengan cara-cara yang benar merupakan sebuah keniscayaan.
    Bazen iki şeriat evamiri, bir şeyde beraber müctemidir. Her birine bir cihet… Demek tekvinî emre itaat ki bir haktır.
    '''Poin Keempat'''
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Selama kebenaran tersimpan dalam bingkai kekuatan (yakni tidak keluar menuju bingkai perbuatan yang terlihat jelas) atau tercam- pur dengan yang lain, atau dipalsukan, serta ia membutuhkan penying- kapan kebenaran dan pembekalan dengan kekuatan lain, maka pada kondisi semacam itu untuk sementara waktu ia dikuasai oleh kebatilan hingga kebenaran menjadi bersih dari segala noda sebagai hasil dari proses pertarungan.
    İtaat galip olur, o emrin isyanına ki bir tavr-ı bâtıldır. Bir bâtıla vesile olmuş olursa bir hak, vaktâ ki galip olsa
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Iapun menjadi baik dan nilai dari kebenaran yang demikian berharga akan tampak.
    Bir bâtıla ki olmuş o da vesile-i hak. Bi’l-vasıta bir hakkın bir bâtıla mağluptur. Fakat bizzat değildir.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Ketika kebatilan menang di dunia—pada tempat dan waktu tertentu—maka sebenarnya ia menang dalam sebuah perang; bukan pada seluruh perang. Sebab “hasil akhir untuk kaum bertakwa” merupakan muara yang menjadi tempat kembali kebenaran.
    Demek   اَل۟حَقُّ يَع۟لُو   bizzat demektir. Hem âkıbet muraddır, kayd-ı haysiyet maksuddur. Dördüncü nokta şudur:
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Demikianlah, bahkan secara umum kebatilan kalah. Dalam “kebenaran pasti unggul” terdapat rahasia mendalam yang mengantar ke- batilan menuju hukuman dunia dan akhirat. Ia mengarah kepadanya. Begitulah, kebenaran mendapatkan kemenangan betapapun secara lahir ia tampak kalah.
    Bir hak bi’l-kuvve kalmış, yahut kuvvetsiz kalmış, ya mahluttur hem mahşuş. Ona da bir inkişaf, ya bir taze kuvvet vermek lâzım gelmiştir.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ***
    Mühezzeb ve müzehheb yapmak için muvakkat bâtıl ona musallat, tâ ki sebike-i hak ne miktar lüzum vardır
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ==Hukum Sosial==
    Tâ mahz ve hâlis çıksın. Mebâdide, dünyada bâtıl etse galebe fakat kazanmaz harbi. “Âkıbetü’l-müttakin” ona vurur bir darbe!
    Jika engkau menghendaki hukum yang berlaku di masyarakat, ia adalah sebagai berikut:
    </div>
    Keadilan yang tidak egaliter pada hakikatnya bukan keadilan.


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Kemiripan adalah sebab penting adanya oposisi, sementara kesesuaian adalah landasan kondisi yang saling menopang.Sumber kesombongan adalah upaya memerlihatkan kekerdilan jiwa, serta sumber ketertipuan adalah lemahnya kalbu.Kelemahan menjadi sumber perpecahan.
    İşte bâtıl mağluptur.   اَل۟حَقُّ يَع۟لُو   sırrı onu çarpar ikaba, işte hak da galiptir.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Rasa ingin tahu adalah guru pengetahuan. Kebutuhan adalah induk inovasi.Kesempitan merupakan pengajar kebodohan.Kesempitan juga menjadi sumber kebodohan, sementara sumber kesempitan itu sendiri adalah keputusasaan dan buruk sangka.Kesesatan merupakan bentuk kesesatan berpikir. Kegelapan meliputi kalbu.
    <nowiki>*</nowiki>  *  *
     
    </div>
    Boros terjadi pada urusan fisik atau jasmani.


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ==Wanita Keluar Rumah Menyesatkan Umat Manusia==
    == Bir kısım desatir-i içtimaiye ==
    Jika laki-laki bodoh menyerupai wanita dengan kegilaan,  
    İçtimaî heyette düsturları istersen: Müsavatsız adalet, önce adalet değil. Temasülse tezadın mühim bir sebebidir.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    maka wanita durhaka menyerupai laki-laki karena kelancangan.(*<ref>*Bagian ini adalah landasan dari risalah Hijab yang dijadikan oleh pengadilan sebagai bahan tuntutan untuk menghukum penulisnya. Namun sebenarnya ia menghukum dirinya sendiri dan menghukum sang hakim untuk selamanya sekaligus menjadi hujjah atas mereka—Penulis.</ref>)
    Tenasüpse tesanüdün esası. Sıgar-ı nefistir tekebbürün menbaı. Zaaf-ı kalptir gururun madeni. Olmuş acz, muhalefet menşei. Meraksa ilme hocadır.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Peradaban yang bodoh ini telah membuat para wanita keluar dari tempat mereka, menjadikan kehormatan mereka direndahkan, dan menjadi alat kesenangan murahan.
    İhtiyaçtır terakkinin üstadı. Sıkıntıdır muallime-i sefahet. Demek, sefahetin menbaı sıkıntı olmuş. Sıkıntı ise madeni: Yeisle sû-i zandır,
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Sementara syariat Islam mengajak wanita untuk kembali ke rumah sebagai bentuk kasih sayang atas mereka.
    Dalalet-i fikrîdir, zulümat-ı kalbîdir, israf-ı cesedîdir.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Kehormatan dan kemuliaan mereka terdapat di dalamnya. Kelapangan mereka terdapat di rumah. Serta kehidupan mereka tegak dengan senantiasa bersama keluarga.
    == Kadınlar yuvalarından çıkıp beşeri yoldan çıkarmış, yuvalarına dönmeli ==
    اِذَا تَاَنَّثَ الرِّجَالُ السُّفَهَاءُ بِال۟هَوَسَاتِ
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Kesucian adalah perhiasan mereka, akhlak adalah kehormatan mereka, menjaga kehormatan adalah wujud keindahan mereka, kasih sayang adalah tanda kesempurnaan mereka, serta anak-anak adalah tempat senda gurau mereka.
    اِذًا تَرَجَّلَ النِّسَاءُ النَّاشِزَاتُ بِال۟وَقَاحَات    (*<ref>* Tesettür Risalesi’nin esasıdır. Yirmi sene sonra müellifinin mahkûmiyetine sebep gösteren bir mahkeme, kendini ve hâkimlerini ebedî mahkûm ve mahcup eylemiş.</ref>)
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Yang membuat bisa bertahan dari semua faktor perusak adalah kehendak yang sangat kuat.
    Mimsiz medeniyet, taife-i nisayı yuvalardan uçurmuş, hürmetleri de kırmış, mebzul metaı yapmış. Şer’-i İslâm onları
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Setiap kali para wanita cantik berada di tempat pertemuan yang didominasi oleh para lelaki, mereka akan membangkitkan keinginan pamer, persaingan, kedengkian, dan sikap ego sehingga hawa nafsu yang tadinya tidur menjadi terbangun.Jika para wanita menyingkap dirinya secara bebas, hal itu akan menjadi sebab rusaknya akhlak.Foto yang merupakan jenazah-jenazah kecil dan mayat tersenyum sangat berbahaya bagi jiwa manusia saat ini. Bahkan pengaruhnya sangat menakutkan.(*<ref>*Sebagaimana melihat bangkai wanita dengan pandangan syahwat merupakan bukti kerendahan jiwa, maka melihat gambar wanita cantik, yang sudah mati dan perlu dikasihani, dengan tatapan syahwat melenyapkan perasaan jiwa yang mulia—Penulis.</ref>)
    Rahmeten davet eder eski yuvalarına. Hürmetleri orada, rahatları evlerde, hayat-ı ailede. Temizlik ziynetleri.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Patung dan gambar yang dilarang oleh agama bisa merupakan bentuk kezaliman yang membatu, riya yang mewujud, hawa nafsu yang mengeras, atau misteri yang menarik perhatian jiwa yang buruk.
    Haşmetleri, hüsn-ü hulk; lütf-u cemali, ismet; hüsn-ü kemali, şefkat; eğlencesi, evladı. Bunca esbab-ı ifsad, demir-sebat kararı
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ==Kewenangan Qudrah Menolak adanya Perantara==
    Lâzımdır tâ dayansın. Bir meclis-i ihvanda güzel karı girdikçe riya ile rekabet, hased ile hodgâmlık debretir damarları!
    Matahari laksana partikel bagi qudrah Yang Mahakuasa dan Mahaagung.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Wilayah cakupan qudrah-Nya yang agung pada satu spesies saja demikian luas.
    Yatmış olan hevesat, birdenbire uyanır. Taife-i nisada serbestî inkişafı, sebep olmuş beşerde ahlâk-ı seyyienin birdenbire inkişafı.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Ambillah gaya tarik di antara dua partikel lalu letakkanlah ia di dekat gaya tarik yang terdapat di pusat matahari dan di bima sakti.
    Şu medeni beşerin hırçınlaşmış ruhunda, şu suretler denilen küçük cenazelerin, mütebessim meyyitlerin rolleri pek azîmdir hem müthiştir tesiri. (**<ref>** Nasıl meyyite bir karıya nefsanî nazarla bakmak, nefsin dehşetle alçaklığını gösterir. Öyle de rahmete muhtaç bir bîçare meyyitenin güzel tasvirine müştehiyane bir nazarla bakmak, ruhun hissiyat-ı ulviyesini söndürür.</ref>)
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Tariklah malaikat yang membawa bulir embun bersama malaikat yang menyerupai matahari di mana ia membawa matahari.
    Memnû heykel, suretler: Ya zulm-ü mütehaccir ya mütecessid riya ya müncemid hevestir. Ya tılsımdır, celbeder o habîs ervahları.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Letakkan ikan yang paling kecil—sekecil jarum—di sisi paus yang besar. Setelah itu, bayangkan keluasan manifestasi wujud Dzat Yang Mahakuasa dan agung berikut kreasi-Nya yang sempurna pada entitas yang paling ke- cil dan paling besar.
    <nowiki>*</nowiki>  *  *
    == Tasarruf-u kudretin vüs’ati, vesait ve muînleri reddeder ==
    O Kadîr-i Zülcelal, tasarruf-u kudreti tevessü-ü tesiri noktasında oluyor şemsimiz zerre-misal
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Ketika itulah engkau bisa mengetahui bahwa gaya tarik dan seluruh hukum alam merupakan sarana dan perintah-Nya. Ia hanya nama dan lambang bagi manifestasi qudrah dan hikmah-Nya.
    Nev-i vâhidde olan tasarruf-u azîmi mesafesi vâsidir. İki zerre beyninde cazibeyi ele al
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Demikianlah penjelasannya. Renungkan masalah di atas, tentu engkau akan memahami bahwa sebab hakiki, perantara tertentu serta sejumlah sekutu merupakan sesuatu yang batil, bersifat imajiner, dan mustahil dalam pandangan qudrah-Nya yang mulia.
    Git de tâ Şemsü’ş-şümus ve Kehkeşan beynindeki cazibenin yanında koy. Yükü bir kar danesi bir melek, şemsi ele almış bir şems-misal
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Kehidupan merupakan wujud yang sempurna. Karena kedudu- kannya sangat mulia, maka yang menjadi pertanyaan, “Mengapa bumi dan alam kita ini tunduk serta taat laksana hewan?”
    Meleğin yanına getir. İğne kadar bir balığı, balina balığı da yan yana bırak. O Kadîr-i Ezelî-i Zülcelal
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Allah memiliki hewan terbang semacam itu yang tersebar di angkasa luas. Ia menyebarkan keagungan, keindahan, kebesaran dan kehormatan-Nya.
    Tecelli-i vâsii, asgardan tâ ekbere itkan-ı mükemmeli birden tasavvura al. Cazibe ve nevamis, vesail-i pür-seyyal
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Dialah yang menata dan menjalankannya di kebun ciptaan.
    Gibi örfî emirler; tecelli-i kudrete, tasarruf-u hikmete birer isim olması, odur yalnız meal.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Senandung yang dikeluarkan oleh berbagai entitas dan sejumlah gerakan yang dilakukan burung, semuanya merupakan tasbih dan bentuk pengabdian terhadap Tuhan Yang Tak Bermula dan Sang Mahabijak yang kekal.
    Başka meali olmaz, beraber de bir düşün; bileceksin bizzarure ki esbab-ı hakiki, vesait-i zîmisal,
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Bumi kita ini sangat mirip dengan hewan. Pasalnya, ia memerlihatkan jejak-jejak kehidupan. Andaikan ia kecil seperti telur—sebuah pengandaian yang tidak mungkin—tentu ia menjadi seperti hewan kecil.
    Muînler hem şerikler birer emr-i bâtıldır, birer hayal-i muhal, o kudret nazarında; hayat vücuda kemal,
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Sebaliknya, andaikan hewan yang kecil laksana bola bumi tentu ia akan serupa dengannya. Andaikan alam ini kecil seperti manusia lalu bintang-gemintangnya berubah menjadi seperti atom, barangkali ia akan seperti hewan yang memiliki perasaan. Akal menemukan ruang bagi semua kemungkinan di atas.
    Makamı büyük, mühimdir; buna binaen derim: Küremiz, âlemimiz neden mutî, musahhar olmasın hayvan-misal?
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Jadi, alam adalah entitas yang beribadah dan bertasbih dengan seluruh pilarnya.
    O Sultan-ı ezel’in bu tarz hayvan tuyûru kesretle münteşirdir şu meydan-ı fezada, muhteşem ve pür-cemal.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Setiap pilar merupakan makhuk yang tunduk dan taat kepada Sang Pencipta Yang Mahakuasa dan Maha Tak Bermula.
    Bostan-ı hilkatinde salmış da döndürüyor. Onlardaki nağamat, bunlardaki harekât; tesbihattır o akval,
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Sesuatu yang besar secara kuantitas belum tentu besar secara kualitas. Nyatanya jam yang berukuran kecil lebih indah dan detail daripada yang berukuran seperti Hagia Sophia.
    İbadettir o ahval, Kadîm-i Lemyezel’e, Hakîm-i Lâyezal’e. Küremiz hayvana pek benziyor, âsâr-ı hayat gösteriyor. Eğer yumurta kadar küçülse bi’l-farzı’l-muhal,
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Karena itu, penciptaan lalat lebih menakjubkan daripada penciptaan gajah.
    Minimini bir hayvan olması pek muhtemel. Yuvarlak bir huveyne, küre kadar büyüse o da böyle olması pek karib bir ihtimal.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Andaikan al-Qur’an ditulis dengan pena qudrah lewat permata istimewa di atas bagian yang unik, maka kehalusan lembarannya me- nyamai kreasi al-Qur’an yang ditulis dengan tinta bintang di lembaran langit. Keduanya sama-sama fasih dan menakjubkan.
    Âlemimiz insan kadar küçülse; yıldızları, zerreler suretine dönerse bir zîşuur hayvana dönmesi caiz olur, akıl da bulur mecal.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Kreasi Pencipta azali yang demikian indah dan sempurna terhampar di semua sisi. Kesatuan yang utuh dalam kesempurnaanya menegaskan manifestasi tauhid.
    Demek, âlem erkânlarıyla birer âbid-i müsebbih, birer mutî musahhar Hâlık-ı Lemyezel’e, Kadîr-i Lâyezal’e.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Camkan penjelasan yang terang ini!
    Kemmen büyük olması, keyfen büyük olması her vakit lâzım gelmez; zira daha cezaletlidir saat-i hardal-misal,
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    *  *  *
    Bir saatten ki timsali Ayasofî kadardır. Bir sineğin hilkati hayret-fezadır filden, o mahluk-u bîfasal.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ==Malaikat adalah Bangsa yang Diperintah untuk Melaksanakan Syariah Alamiah==
    Ger kalem-i kudretle bir cüz-ü fert üstüne esîrin cevahir-i ferdiyle yazılsa bir Kur’an ki sıgar-ı sahife nisbeti, bir kibr-i sanat-meal
    Syariat ilahi ada dua. Keduanya datang dari dua sifat ilahi. Sementara yang menjadi mitra bicara adalah dua manusia yang mendapat tugas untuk mengemban keduanya.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Pertama: syariat penciptaan (Syariah Alamiah) yang bersumber dari sifat kehendak ilahi. Ia merupakan syariat dan kehendak Tuhan yang menata seluruh keadaan alam berikut geraknya yang sudah ditetapkan di mana secara keliru ia disebut dengan hukum alam.
    Sahife-i semada yıldızlarla yazılan bir Kur’an-ı Kerîm’e cezaletle müsavi. Nakkaş-ı Ezelî’nin sanatı her tarafta pür-cemal ve pür-kemal.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Kedua, syariat yang bersumber dari kalam ilahi (Syariah Kalamiah). Syariat ini menata seluruh perbuatan manusia yang bersifat sukarela (ikhtiyari).
    Her tarafta böyledir. Derece-i kemalde kalemdeki ittihat, tevhidi ilan eder. Bu kelâm-ı pür-meal, iyi bir dikkate al!
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Kadangkala kedua syariat tersebut bertemu.
    <nowiki>*</nowiki>  *  *
    Malaikat merupakan bangsa yang besar, pasukan Allah, pengemban syariat pertama (syariah alamiah) sekaligus sebagai pemerannya.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Sebagian mereka adalah hamba yang bertasbih, sementara sebagian lagi larut dalam ibadah dan dekat dengan arasy yang agung.
    == Melâike bir ümmettir, şeriat-ı fıtriye ile memurdur ==
    Şeriat-ı İlahî ikidir. Hem iki sıfattan gelmiş, iki insan muhatap hem de mükellef olmuş. Sıfat-ı iradeden gelen şer’-i tekvinî
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ***
    İnsan-ı ekber olan âlemin ahvalini hem de harekâtını ki ihtiyarî değil, tanzim eden şer’dir. O meşiet-i Rabbanî
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ==Semakin Halus Materi, Semakin Memancarkan Kehidupan==
    Yanlış bir ıstılahla tabiat da denilir. Sıfat-ı kelâmından gelen şeriat ise âlem-i asgar olan insanın ef’alini,
    Kehidupan adalah landasan eksistensi dan pondasi wujud. Sementara materi mengikuti dan tegak dengan kehidupan tersebut.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Jika engkau membandingkan kelima indra manusia dengan hewan mikro, tentu engkau akan memahami betapa manusia jauh lebih besar. Namun indranya kalah.
    Ki ihtiyarî olmuş, tanzim eden şer’dir. İki şer’ bir yerde bazen eder içtima. Melâike-i İlahî, bir ümmet-i azîme hem bir cünd-ü Sübhanî
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Sebab, hewan kecil tadi bisa mendengar suara suadara-saudaranya dan melihat makanannya. Andaikan ia be- sar seperti manusia, tentu indranya memiliki kemampuan yang mencengangkan. Kehidupannya menebarkan kilau cahaya, dan pengliha- tannya laksana cahaya langit yang menandingi kilat.
    Birinci şer’a olmuş hamele-i mümtesil, amele-i mümessil. Hem onlardan bir kısmı ibad-ı müsebbihtir. Bir kısmı da müstağrak, arşın mukarrebîni.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Manusia sendiri bukan entitas yang memiliki kehidupan yang tersusun dari sejumlah benda mati. Namun ia adalah sel besar yang tersusun dari ratusan juta sel hidup.
    <nowiki>*</nowiki>  *  *
    Manusia bagaikan pola يٰسٓ yang memuat tulisan surah Yasin. Mahaagung Allah, Sebaik-baik Pencipta.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    اِنَّ ال۟اِن۟سَانَ كَصُورَةِ ( يٰسٓ ) كُتِبَت۟ فٖيهَا سُورَةُ ( يٰسٓ )
    == Madde, rikkat peyda ettikçe hayat, şiddet peyda eder ==
    Hayat asıl, esastır; madde ona tabidir hem de onunla kaimdir. Bir hurdebînî huveyn havass-ı hamsesiyle, insanın havassını
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Muvazene edersen görürsün, insan ondan ne derece büyükse havassı o derece onunkinden aşağı. O huveyne işitir kardeşinin sesini.
    </div>
    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Hem de görür rızkını. Ger insan kadar büyüse havassı hayret-feza, hayatı şule-feşan, rü’yeti de berk-âsâ bir nur-u âsumanî.
    </div>
    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    İnsan, bir kitle-i mevattan bir zîhayat değildir. Belki de milyarlarla zîhayat hüceyratından mürekkeb ve zîhayat bir hücre-i insanî.
    </div>
    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    اِنَّ ال۟اِن۟سَانَ كَصُورَةِ ( يٰسٓ ) كُتِبَت۟ فٖيهَا سُورَةُ ( يٰسٓ )
    </div>
    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    فَتَبَارَكَ اللّٰهُ اَح۟سَنُ ال۟خَالِقٖينَ
    فَتَبَارَكَ اللّٰهُ اَح۟سَنُ ال۟خَالِقٖينَ
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ==Filsafat Materialisme adalah Wabah Maknawi==
    == Maddiyyunluk, bir taun-u manevîdir ==
    Filsafat materialisme merupakan wabah maknawi di mana ia seperti demam yang bisa menyebabkan kebinasaan bagi umat manusia,(*<ref>*Mengarah kepada Perang Dunia Pertama—Penulis.</ref>)serta mendatangkan murka ilahi.
    Maddiyyunluk bir taun-u manevî, beşere de tutturdu şu müthiş bir sıtmayı. (*<ref>* Eski Harb-i Umumî’ye işaret eder.</ref>) Hem de âni çarptırdı bir gazab-ı İlahî. Telkin hem de taklit,
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Ketika potensi pembangkangan meningkat lewat sikap taklid, maka semakin luas pula penyebaran wabah tersebut.
    Tenkide kabiliyet-i tevessüü nisbeten, o taun da ediyor tevessü ve intişar. Telkini fenden almış, medeniyetten taklit.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Keterpikatan manusia terhadap sains dan kesenangannya mengikuti peradaban modern telah memberinya ruang kebebasan, sikap taklid dan pembangkangan. Dari kesombongannya muncul kesesatan.
    Hürriyet, tenkit vermiş, gururundan dalalet çıkmış.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ***
    <nowiki>*</nowiki>  *  *
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ==Tidak ada yang tidak Bekerja di Alam
    == Vücudda atalet yok. İşsiz adam, vücudda adem hesabına işler. ==
    Yang tidak Bekerja Sebenarnya Berjalan menuju Ketiadaan==
    En bedbaht, sıkıntılı, muzdarip; işsiz olan adamdır. Zira ki atalet: Vücud içinde adem, hayat içinde mevttir.
    Manusia yang paling celaka, resah, dan menderita adalah yang tidak bekerja. Sebab, menganggur berarti “ketiadaan atau kenihilan” dalam bingkai wujud, atau kematian yang dibungkus dengan kehidupan.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Adapun “bekerja dan berusaha” merupakan bentuk kehidupan wujud dan kesadaran hidup.
    Sa’y ise: Vücudun hayatı hem hayatın yakazasıdır elbet!
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ***
    <nowiki>*</nowiki>  *  *
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ==Riba adalah Bahaya Total bagi Islam==
    == Riba, İslâm’a zarar-ı mutlaktır ==
    Riba melahirkan kemalasan dan memadamkan semangat kerja. Pintu-pintu riba berikut sejumlah sarananya (bank-bank konvensional) membawa keuntungan bagi manusia terburuk yaitu orang- orang kafir;
    Riba atalet verir, şevk-i sa’yi söndürür. Ribanın kapıları hem de onun kapları olan bu bankaların her
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    kepada kalangan paling jahat di antara mereka yaitu kaum yang zalim; serta kepada kalangan yang paling jelek yaitu yang terbodoh dari mereka.
    Dem nef’i ise beşerin en fena kısmınadır, onlar da gâvurlardır. Gâvurlardaki nef’i en fena kısmınadır, onlar da zalimler. Her
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Bahaya riba bagi dunia Islam adalah mutlak. Sementara syariat tidak melihat kesejahteraan seluruh umat manusia pada setiap saat.
    Dem zalimlerdeki nef’i en fena kısmınadır, onlar da sefihlerdir. Âlem-i İslâm’a bir zarar-ı mutlaktır. Mutlak beşer her
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Sebab, orang kafir yang memerangi Islam; diri dan darah mereka tidak layak mendapat perlindungan.
    Dem refahı, nazar-ı şer’îde yoktur; zira harbî bir gâvur hürmetsiz, ismetsizdir; demi hederdir her
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    De………m.
    De………m.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ***
    <nowiki>*</nowiki>  *  *
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ==Al-Qur’an Melindungi Dirinya Sendiri dan Menerapkan Hukumnya==
    (*<ref>(* Otuz beş sene evvel yazılan bu makam, bu sene yazılmış tarzını gösteriyor. Demek, ramazan bereketiyle yazdırılmış bir nevi ihbar-ı gaybîdir.)</ref>)Kur’an, kendi kendini himaye edip hâkimiyetini idame eder
    (*<ref>*Kajian yang telah ditulis 35 tahun lalu ini seolah-olah baru ditulis sekarang. Ia merupakan petunjuk tentang kondisi masa depan yang didiktekan oleh keberkahan bulan Ramadhan—Penulis.</ref>)
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Aku menyaksikan seseorang yang mengalami keputusasaan dan merasa pesimis. Ia berkata, “Saat ini ulama sudah langka. Kualitasnya juga sangat menurun. Kami khawatir pada satu saat agama ini akan padam.
    Bir zatı gördüm ki yeis ile müptela, bedbinlikle hasta idi. Dedi: Ulema azaldı, kemiyet keyfiyeti. Korkarız dinimiz sönecek de bir zaman
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Mendengar hal tersebut akupun menjawab, “Sebagaimana cahaya alam dan keimanan kita tidak mungkin padam, demikian pula Islam akan terus bersinar setiap masa selama menara agama, tempat ibadah, dan rambu-rambu syariat tidak padam.
    Dedim: Nasıl kâinat söndürülmezse iman-ı İslâmî de sönemez. Öyle de zeminin yüzünde çakılmış mismarlar hükmünde her an
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Semua itu merupakan syiar Islam laksana pasak bumi yang kokoh.
    Olan İslâmî şeair, dinî minarat, İlahî maâbid, şer’î maâlim itfa olmazsa İslâmiyet parlayacak an be-an!
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Setiap tempat ibadah secara alami menjadi guru yang mengajarkan berbagai sunnah-Nya. Setiap rambu syariat menjadi ustadz yang mengajarkan agama lewat kondisi lahiriahnya tanpa salah dan keliru.
    Her bir mabed bir muallim olmuş tabıyla tabâyie ders verir. Her maâlim dahi birer üstad olmuştur; onun lisan-ı hali eder telkin-i dinî, hatasız hem bînisyan.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Setiap syiar Islam juga menjadi sosok alim yang bijak yang mengajarkan spirit Islam serta menerangkannya di hadapan mata yang melihatnya sepanjang zaman.
    Her bir şeair bir hoca-i dânâdır, ruh-u İslâm’ı daim enzara ders veriyor. Mürur-u a’sar ile sebeb-i istimrar-ı zaman.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Bahkan spirit Islam seakan-akan terwujud dalam berbagai syiarnya. Seolah-olah kemurnian Islam tertancap kuat di tempat ibadahnya sebagai sandaran iman.
    Güya tecessüm etmiş envar-ı İslâmiyet, şeairi içinde. Güya tasallüb etmiş zülâl-i İslâmiyet, maâbidi içinde. Birer sütun-u iman.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Hukum Islam telah terwujud dalam berbagai rambunya. Seakan-akan rukun Islam tertanam dalam berbagai dunia- nya. Setiap pilar penyangga yang berasal dari berlian menghubungkan bumi dengan langit;
    Güya tecessüd etmiş ahkâm-ı İslâmiyet, maâlimi içinde. Güya tahaccür etmiş erkân-ı İslâmiyet, avâlimi içinde. Birer sütun-u elmas. Onunla murtabıttır zemin ile âsuman.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    terutama al-Qur’an al-Karim, sang khatib yang memiliki kemampuan menerangkan yang luar biasa, memberikan pe- san azali di seluruh dunia Islam. Tidak ada satu sisi dan satu sudutpun kecuali telah mendengar dan menerima petunjuknya.
    Lâsiyyema bu Kur’an-ı hatib-i mu’ciz-beyan; daima tekrar eder bir hutbe-i ezelî, aktar-ı İslâmîde kalmamış hiç de bir köy hem dahi hiçbir mekân;
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Sehingga penjagaan al-Qur’an menjadi sebuah kedudukan mulia yang berisi rahasia ayat, “Dan Kami yang menjaganya.” (QS. al-Hijr [15]: 9). Membacanya terhitung sebagai ibadah bagi manusia dan jin.
    Nutkunu dinlemesin, talimi işitmesin.  اِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ  sırrıyla hâfızlıktır pek de büyük bir rütbe. Tilavet ise ibadet-i ins ü cânn.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Ia berisi pengajaran dan berisi peringatan tentang sejumlah hal yang bersifat aksiomatis. Pasalnya, seiring dengan berjalannya waktu sejumlah teori berubah menjadi perkara aksiomatis.
    Onun içinde talim hem müsellematı tezkir. Tekerrür-ü zamanla nazariyat, kalbolur müsellemata hem döner bedihiyata. İstemez daha beyan.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Kemudian ia menjadi kenyataan yang tak terbantahkan sehingga tidak lagi membutuhkan penjelasan.
    Zaruriyat-ı dinî, nazariyattan çıkıp zaruriyat olmuştur. Tezkir ise kâfidir. İhtar ise vâfidir. Şâfîdir her dem Kur’an.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Segala hal yang bersifat pasti dalam agama keluar dari kerangka teoritis. Karena itu, mengingatkan kepadanya sudah cukup memadai. Al-Qur’an sudah mencakup setiap waktu dan zaman. Sebab, di dalam- nya terdapat peringatan.
    İhtara hem tezkire, şu intibah-ı İslâm hem içtimaî yakaza her birine veriyor: Umuma ait olan delail ve hem mizan.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Kesadaran dan kebangkitan sosial umat Islam memberikan kepada setiap individu sejumlah dalil yang ditujukan untuk masyarakat secara umum seraya menetapkan standar untuk mereka.
    Madem içtimaî hayat İslâm’da başlamıştır, her birinin imanı kendine mahsus olan delile münhasıran değil, müstenid vicdan.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Keimanan setiap orang tidak terbatas pada dalil yang dimiliknya, namun juga mencakup sebab-sebab tak terbatas yang terdapat dalam kalbu jamaah.
    Belki cemaatin kalbinde gayr-ı mahdud esbaba dahi eder istinad. Hattâ cây-ı dikkattir: Bir mezheb-i zaîfi, mürur ettikçe zaman,
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Jika menolak aliran yang lemah saja sulit dilakukan seiring dengan perkembangan zaman, apalagi dengan Islam yang demikian dominan sepanjang zaman di mana ia bersandar kepada dua landasan agung: wahyu ilahi dan fitrah yang sehat.
    İptali müşkül olur. Nerede kaldı ki İslâm, vahiy ile fıtrat gibi iki metin esasa hem istinad etmiştir hem bu kadar a’sarda nâfizane hükümran!
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Islam telah merasuk dan mengakar di setengah bumi lewat dasar-dasarnya yang kokoh serta jejaknya yang cemerlang. Ia mengalir di dalamnya laksana ruh fitri. Bagaimana mungkin ia tertutupi oleh gerhana, sementara gerhana itu sendiri menjauh darinya.
    Râsih esaslarıyla, bâhir eserleriyle kürenin yarısıyla iltiham peyda etmiş, bir ruh-u fıtrî olmuş; nasıl küsufa girer, küsuftan çıkmış el-ân!
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Hanya saja sayangnya, sebagian orang kafir yang bodoh berusa- ha menerjang pilar-pilar istana yang megah ini setiap kali kesempatan terbuka bagi mereka.
    Fakat maatteessüf, bazı zevzek kefere, safsatalı adamlar şu kasr-ı âlînin metin esaslarına ilişir buldukça imkân.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Namun hal itu tidak mungkin dilakukan. Pilar-pilar tersebut tidak pernah goyah.
    Onları deprettirir. Esaslara ilişilmez, onlarla oynanılmaz, sussun şimdi dinsizlik! İflas etti o teres. Bestir tecrübe-i küfran ve yalan.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Ateisme dan kekufuran saat ini terdiam dan para mucikari pun telah gagal.Tidakkah upaya untuk menentang dan mengobarkan dusta sudah cukup.Tempat ini sebagai tempat berbagai disiplin ilmu (universitas) telah menjadi benteng utama dunia Islam dalam menghadapi kekufuran.
    Bu âlem-i İslâm’ın âlem-i küfre karşı en ileri karakolu şu dârülfünun idi. Lâkayt ve gafletlikle hasm-ı tabiat-yılan
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Namun sikap tidak peduli, lalai, dan permusuhan sebagai tabiat ular yang menentang fitrah telah membuka celah sehingga menjadi sasaran serangan ateisme dan membuat keyakinan umat goyah.
    Gediği açtı cephenin arkasında, dinsizlik hücum etti, millet epey sarsıldı. En ileri karakol, İslâmiyet ruhuyla tenevvür etmiş cenan.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Maka dari itu, benteng-benteng yang disinari dengan spirit Islam tersebut harus lebih kokoh dan lebih memiliki perhatian. Demikianlah seharusnya. Jika tidak kuat, maka ia bisa hancur. Kaum muslim tidak boleh tertipu.
    En mütesallib olmalı, en müteyakkız olmalı yahut o dâr olmamalı, İslâm’ı aldatmamalı. İmanın yeri kalptir, dimağ ise oluyor ma’kes-i nur-u iman.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Kalbu adalah pusat iman, sementara otak adalah cermin cahayanya. Ia bisa memperlihatkan kesungguhan sekaligus menyapu berbagai syubhat dan noda ilusi. Jika syubhat yang terdapat dalam otak tidak masuk ke dalam kalbu, ia tidak akan merusak keimanan jiwa.
    Bazen de mücahiddir, bazen süpürgecidir. Dimağda vesveseler hem pek çok ihtimaller kalp içine girmese sarsılmaz iman, vicdan.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Namun jika iman terdapat di otak—seperti anggapan sebagian orang—maka berbagai kemungkinan dan keraguan itu bisa menjadi musuh utama spirit iman yang merupakan haqqul yaqin.
    Yoksa bazıların zannınca iman dimağda olsa ruh-u iman olan hakkalyakîne, ihtimalat-ı kesîre olur birer hasm-ı bîeman.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Kalbu dan nurani adalah wadah iman. Intuisi dan ilham merupakan bukti iman. Indra keenam merupakan jalan iman.Pikiran dan otak adalah penjaga iman.
    Kalp ile vicdan, mahall-i iman. Hads ile ilham, delil-i iman. Bir hiss-i sâdis, tarîk-i iman. Fikr ile dimağ, bekçi-i iman.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ***
    <nowiki>*</nowiki>  *  *
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Kebutuhan untuk mengingatkan sejumlah perkara aksiomatis lebih besar daripada mengajarkan hal-hal yang bersifat teoritis.Berbagai kepastian agama serta hal yang bersifat aksiomatis telah tertanam dalam kalbu.
    == Talim-i nazariyattan ziyade, tezkir-i müsellemata ihtiyaç var ==
    Zaruriyat-ı dinî, müsellemat-ı şer’î; kulûblerde hasıldır, ihtar ile huzuru, tezkir ile şuuru.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Tujuan tercapai dengan sekadar menyadarkan untuk yakin dan mengingatkan kembali. Ungkapan bahasa Arab dalam hal ini bisa memberikan penyadaran dalam bentuk yang paling baik.
    Matlub da hasıl olur. İbare-i Arabî (*<ref>* On sene sonra gelen bir hâdiseyi hissetmiş, mukabeleye çalışmış.</ref>) daha ulvi ediyor tezkiri hem ihtarı.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Karenanya, khutbah Jumat dengan bahasa Arab sudah mencukupi dan memadai untuk mengingatkan sejumlah hal yang bersifat pasti dan aksiomatis. Sementara mengajarkan masalah teoritis bukanlah tujuan khutbah.
    Onun için cumada hutbe-i Arabiye; zaruriyatı ihtar, müsellematı tezkir, maalkifaye olur onun tarz-ı tezkiri.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Di samping itu, ungkapan bahasa Arab mencerminkan syiar persatuan Islam dalam relung jiwa Islam yang menolak perpecahan.
    Nazariyatı talim onda maksud değildir. Hem İslâm’ın vahdanî simasında şu Arabî ibare bir nakş-ı vahdettir, kabul etmez teksiri.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Hadis berkata kepada Ayat, “Mustahil Menyaingimu.”
    <nowiki>*</nowiki>  *  *
    Jika engkau membandingkan antara hadis dan ayat, pasti tampak jelas bahwa manusia yang paling fasih (sekaligus penyampai wahyu ilahi) juga tidak mampu menandingi kefasihan ayat al-Qur’an. Hadis tidak bisa menyerupainya.
    == Hadîs der âyete: Sana yetişmek muhal! ==
    Hadîs ile âyeti muvazene edersen, bilbedahe görürsün; beşerin en beliği, vahyin de mübelliği, o dahi bâliğ olmaz
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Dengan kata lain, perkataan yang bersumber dari lisan kenabian tidak selalu merupakan perkataan Nabi x.
    Belâgat-ı âyete. O da ona benzemez. Demek ki lisan-ı Ahmedîden gelen her bir kelâm her dem onun olamaz.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ***
    <nowiki>*</nowiki>  *  *
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ==Penjelasan Singkat tentang Kemukjizatan Al-Qur’an==
    == Îcaz ile beyan i’caz-ı Kur’an ==
    Pada masa lalu aku melihat diriku dalam mimpi sedang berada di bawah gunung Ararat. Secara tiba-tiba gunung itu meletus. Ia melemparkan sejumlah batu karang sebesar gunung ke seluruh penjuru. Maka bumi bergetar.
    Bir zaman rüyada gördüm ki Ağrı Dağı altındayım. Birden o dağ patladı, dağ gibi taşları âleme dağıttı, sarstı cihanı.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Tiba-tiba seseorang berdiri di sampingku. Ia berkata, “Terangsecara singkat berbagai bentuk kemukjizatan al-Qur’an yang kau ketahui secara umum.”
    Füc’eten bir adam yanımda peyda oldu. Dedi ki: Îcaz ile beyan et, icmal ile îcaz et, bildiğin enva-ı i’caz-ı Kur’an’ı!
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Akupun merenungkan tafsir dari mimpi tersebut, sementara aku masih berada di dalamnya.
    Daha rüyada iken tabirini düşündüm, dedim: Şuradaki infilak, beşerde bir inkılaba misal. İnkılabda ise elbet hüda-yı Furkanî,
    Menurutku, letusan yang terjadi di sini adalah perumpamaan dari transformasi yang terjadi pada umat manusia, sehingga petunjuk al-Qur’an sudah pasti akan memimpin dan mengendalikan transformasi itu.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Pada suatu hari kemukjizatannya akan terlihat jelas.
    Her tarafta yükselip hem de hâkim olacak. İ’cazının beyanı, zamanı da gelecek! O sâile cevaben dedim: İ’caz-ı Kur’anî,
    Akupun memberikan penjelasan pada si penanya di atas dengan berkata sebagai berikut:
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Kemukjizatan al-Qur’an terwujud pada tujuh sumber universal dan tersusun dari tujuh unsur.'''Sumber Pertama'''Keindahan bahasanya yang bersumber dari kefasihan lafal.
    Yedi menabi-i külliyeden tecelli hem yedi anâsırdan terekküp eder. '''Birinci Menba:''' Lafzın fesahatinden selaset-i lisanı;
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Kecemerlangan penjelasannya berasal dari keapikan susunannya, retorika maknanya, keindahan pengertiannya, keajaiban kandungannya, dan keanehan gaya bahasanya.
    Nazmın cezaletinden, mana belâgatından, mefhumların bedaatinden, mazmunların beraatından, üslupların garabetinden birden tevellüd eden bârika-i beyanı.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Ia melahirkan ukiran penjelasan yang menakjubkan, kreasi bahasa yang indah, berupa gabungan dari semuanya dalam bentuk kemukjizatan yang tidak membosankan ketika terus diulang-ulang.
    Onlarla oldu mümtezic, mizac-ı i’cazında acib bir nakş-ı beyan, garib bir sanat-ı lisanî. Tekrarı hiçbir zaman usandırmaz insanı.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    '''Unsur Kedua'''
    '''İkinci Unsur ise:''' Umûr-u kevniyede gaybî olan esasat, İlahî hakaikten gaybî olan esrardan, gaybî-yi âsumanî.
    Pemberitaan langit tentang berbagai persoalan tersembunyi di seputar hakikat alam dan rahasia hakikat ilahi yang bersifat gaib.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Di antara urusan gaib yang terlipat di masa lalu, dan di antara berbagai kondisi yang tersembunyi di masa depan, lahirlah khazanah pengetahuan gaib.
    Mazide kaybolan gaybî olan umûrdan, müstakbelde müstetir kalmış olan ahvalden birden tazammun eden bir ilmü’l-guyub hızanı,
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Ia merupakan lisan alam gaib yang berbicara dengan alam nyata tentang rukun-rukun iman. Ia menjelaskan hal tersebut dengan sejumlah simbol. Yang menjadi tujuan adalah manusia. Semua ini merupakan bentuk kilau mukjizat yang bercahaya.
    Âlemü’l-guyub lisanı, şehadet âlemiyle konuşuyor erkânı, rumuz ile beyanı, hedef nev-i insanî, i’cazın bir lem’a-i nurani…
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    '''Sumber Ketiga'''
    '''Üçüncü Menba ise:''' Beş cihetle hârika bir câmiiyet vardır. Lafzında, manasında, ahkâmda hem ilminde, makasıdın mizanı.
    Al-Qur’an memiliki komprehensivitas yang menakjubkan ditinjau dari lima sisi: lafal, makna, hukum, pengetahuan, dan tujuannya.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Dari sisi lafal, ia mengandung sejumlah kemungkinan yang luas dan banyak sisi di mana setiap sisi mengandung retorika yang indah, ilmu bahasa Arab yang benar, dan sejalan dengan rahasia penetapan syariat.
    '''Lafzı''' tazammun eder pek vâsi ihtimalat hem vücuh-u kesîre ki her biri nazar-ı belâgatta müstahsen, Arabiyece sahih, sırr-ı teşriî lâyık görüyor ânı.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Ditinjau dari sisi makna, penjelasannya yang menakjubkan mencakup berbagai aliran para wali, cita rasa kalangan arif, mazhab para salik, pendekatan para ahli kalam, dan metode para ahli hikmah.
    '''Manasında:''' Meşarib-i evliya, ezvak-ı ârifîni, mezahib-i sâlikîn, turuk-u mütekellimîn, menahic-i hükema, o i’caz-ı beyanı
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Bahkan ia mencakup semuanya. Petunjuk-petunjuknya bersifat komprehensif dan maknanya demikian luas. Wilayah ini sangat luas jika masuk lewat celah tersebut.
    Birden ihata etmiş hem de tazammun etmiş. Delâletinde vüs’at, manasında genişlik. Bu pencere ile baksan, görürsün ne geniştir meydanı!
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Dilihat dari penyerapan hukumnya, syariat yang menakjubkan ini terambil darinya.
    '''Ahkâmdaki istiab:''' Şu hârika şeriat ondan olmuş istinbat. Saadet-i dâreynin bütün desatirini, bütün esbab-ı emni,
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Gaya penjelasannya mengandung seluruh hukum kebahagiaan dunia akhirat, faktor kedamaian dan ketenangan, ikatan sosial masyarakat, sarana pendidikan, dan hakikat seluruh kondisi.
    İçtimaî hayatın bütün revabıtını, vesail-i terbiye, hakaik-i ahvali birden tazammun etmiş onun tarz-ı beyanı…
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Dilihat dari integralitas ilmunya, kandungan surat-suratnya berisi berbagai pengetahuan alam, pengetahuan ilahiyah, sejumlah ting- katan, petunjuk, simbol dan isyarat.
    '''İlmindeki istiğrak:''' Hem ulûm-u kevniye hem ulûm-u İlahî, onda meratib-i delâlat, rumuz ile işarat, sureler surlarında cem’etmiştir cinanı.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Dilihat dari tujuan dan maksudnya, ia sangat memerhatikan keseimbangan dan keselarasan seluruh kaidah fitrah serta kesatuan tujuan sehingga keseimbangannya terjaga.
    '''Makasıd ve gayatta:''' Muvazenet, ıttırad, fıtrat desatirine mutabakat, ittihat; tamam müraat etmiş, hıfzeylemiş mizanı.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Begitulah, komprehensivitas yang cemerlang tampak dalam lafalnya yang mencakup, maknanya yang luas, hukum yang integral, pengetahuan yang menyeluruh, serta sejumlah tujuannya yang selaras.
    İşte lafzın ihatasında, mananın vüs’atinde, hükmün istiabında, ilmin istiğrakında, muvazene-i gayatta câmiiyet-i pür-şanı!..
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    '''Unsur Keempat''' Limpahan cahayanya sesuai dengan tingkat pemahaman setiap masa, tingkatan adab setiap golongan, serta sejalan dengan potensi dan derajat penerimaannya.
    Dördüncü Unsur ise: Her asrın derece-i fehmine, edebî rütbesine hem her asırdaki tabakata, derece-i istidat, rütbe-i kabiliyet nisbetinde ediyor bir ifaza-i nurani.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Pintunya selalu terbuka untuk setiap era dan setiap golongan. Sehingga kalam ilahi tersebut seolah-olah turun pada setiap tempat dan setiap waktu.
    Her asra, her asırdaki her tabakaya kapısı küşade. Güya her demde, her yerde taze nâzil oluyor o kelâm-ı Rahmanî.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Semakin hari, al-Qur’an justru semakin berseri dan petunjuknya semakin jelas. Pesan ilahi itu menyingkap tirai alam dan tabir sebab.
    İhtiyarlandıkça zaman, Kur’an da gençleşiyor. Rumuzu hem tavazzuh eder, tabiat ve esbabın perdesini de yırtar o hitab-ı Yezdanî.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Ia memancarkan cahaya tauhid lewat setiap ayat pada setiap waktu. Ia mengangkat panji kesaksian tauhid atas sesuatu yang gaib.Ketinggian pesannya menarik perhatian manusia serta menga- jaknya untuk merenung.
    Nur-u tevhidi, her dem her âyetten fışkırır. Şehadet perdesini gayb üstünde kaldırır. Ulviyet-i hitabı dikkate davet eder, o nazar-ı insanı.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Pasalnya, ia adalah lisan gaib yang berbicara dengan alam nyata (kasat mata).Dari sini dapat disimpulkan bahwa kesegarannya yang luar biasa sangat komprehensif dan mencakup segala hal.
    Ki o lisan-ı gaybdır; şehadet âlemiyle bizzat odur konuşur. Şu unsurdan bu çıkar hârika tazeliği bir ihata-i ummanî!
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Keindahannya menjadikan al-Qur’an disenangi jin dan manusia. Hal itu terwujud lewat turunnya wahyu ilahi kepada akal manusia agar dekat dengan akal. Ia juga beragam seberagam cara turunnya.
    Te’nis-i ezhan için akl-ı beşere karşı İlahî tenezzülat. Tenzil’in üslubunda tenevvüü munisliğidir mahbub-u ins ü cânı.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    '''Sumber Kelima'''Informasi dan beritanya terwujud dalam bentuk indah penuh makna.
    '''Beşinci Menba ise:''' Nakil ve hikâyatında, ihbar-ı sadıkada esasî noktalardan hazır müşahit gibi bir üslub-u bedî-i pür-maânî
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Ia menginformasikan sejumlah hal mendasar dari berbagai berita yang benar laksana saksi yang hadir menyaksikannya. Ia menginformasikan dengan cara tersebut untuk menyadarkan manusia.
    Naklederek, beşeri onunla ikaz eder. Menkulatı şunlardır: İhbar-ı evvelîni, ahval-i âhirîni, esrar-ı cehennem ve cinanı.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Berita yang disampaikannya meliputi berita tentang generasi pertama dan kondisi generasi akhir, rahasia surga dan neraka, hakikat alam gaib, rahasia alam nyata, rahasia ilahiyah, serta sejumlah ikatan alam.
    Hakaik-i gaybiye hem esrar-ı şehadet, serair-i İlahî, revabıt-ı kevnîye dair hikâyatıdır hikâyet-i ayânî
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Berbagai berita tersebut seolah menyaksikan secara langsung sehingga tidak bisa didustakan oleh realita yang ada dan tidak bisa diingkari oleh logika. Bahkan ia tidak bisa dibantah meski tidak bisa dipahami.
    Ki ne vaki reddeylemiş, ne mantık tekzip etmiş. Mantık kabul etmezse red de bile edemez. Semavî kitapların ki matmah-ı cihanî.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Ia menjadi inspirasi orang yang mengetahui kitab-kitab samawi. Pasalnya, ia menginformasikan berbagai berita tentangnya seraya membenarkannya dalam bentuk yang sangat selaras serta meluruskan sejumlah tema yang diperselisihkan.Datangnya berbagai persoalan informatif semacam itu dari seorang yang buta huruf sungguh merupakan mukjizat masa kini.
    İttifakî noktalarda musaddıkane nakleder. İhtilafî yerlerinde musahhihane bahseder. Böyle naklî umûrlar bir “Ümmi”den sudûru hârika-i zamanî…
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    '''Unsur Keenam'''
    '''Altıncı Unsur ise:''' Mutazammın ve müessis olmuş din-i İslâm’a. İslâmiyet misline ne mazi muktedirdir, ne müstakbel muktedir; araştırsan zaman ile mekânı!..
    Ia membangun dan mengandung ajaran agama Islam. Anda tidak akan menemukan ajaran seperti Islam di setiap zaman dan tempat, baik di masa lalu ataupun di masa mendatang. Ia adalah tali Allah yang kokoh. Ia menggenggam bumi agar tidak terlepas.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Ia menatanya dalam putaran tahun dan hari. Kedudukan dan bobotnya demikian jelas di atas bumi. Ia juga mengarahkan agar tidak terjadi penyimpangan dan penyelewengan.
    Arzımızı senevî, yevmî dairesinde şu hayt-ı semavîdir; tutmuş da döndürüyor. Küreye ağır basmış hem dahi ona binmiş. Bırakmıyor isyanı.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    '''Sumber Ketujuh'''
    '''Yedinci Menba ise:''' Şu altı menbadan çıkan envar-ı sitte, birden eder imtizaç. Ondan çıkar bir hüsün, bundan gelir bir hads, vasıta-i nurani.
    Enam cahaya yang tercurah dari keenam sumber di atas saling bercampur. Ia mengeluarkan kilau yang sangat indah dan melahirkan intuisi yang merupakan sarana bercahaya.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Yang muncul darinya adalah cita rasa. Dengannya kemukjizatan al-Qur’an bisa ditangkap.Lisan kita tidak mampu menjelaskannya dan akal kita tidak berdaya untuk menuturkannya.Bintang-gemintang langit bisa dilihat tetapi tidak bisa disentuh.
    Şundan çıkan bir zevktir; zevk-i i’caz bilinir, tabirine lisanımız yetişmez. Fikir dahi kāsırdır, görünür de tutulmaz o nücum-u âsumanî.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Sepanjang tiga belas abad, para musuh al-Qur’an membawa spirit penentangan.Sementara di kalangan wali dan pecintanya, ia justru melahirkan spirit peledanan dan kerinduan.Ini saja sudah merupakan bukti kemukjizatan.
    On üç asır müddette meylü’t-tahaddî varmış Kur’an’ın a’dasında, şevk-i taklit uyanmış Kur’an’ın ahbabında. İşte i’cazın bir bürhanı…
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Jika dari dua keinginan tersebut dituliskan jutaan kitab berbahasa Arab, lalu jutaan kitab tersebut dikomparasikan dengan al-Qur’an, tentu semua orang yang melihat dan mendengar,
    Şu iki meyl-i şeditle yazılmıştır meydanda, milyonlarla kütüb-ü Arabiye, gelmiştir kütüphane-i vücuda. Onlar ile Tenzil’i düşerse bir mizanı
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    bahkan sebagian besar manusia, apalagi yang cerdas dan pandai, akan berkata, “Semua kitab ini karya manusia, sementara al-Qur’an bersifat samawi.”
    Muvazene edilse, değil dânâ-i bîmüdânî, hattâ en âmî adam, göz kulakla diyecek: Bunlar ise insanî, şu ise âsumanî!
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Akan lahir sebuah ketetapan bahwa semua kitab itu tidak bisa menyerupai al-Qur’an dan tidak akan mampu mencapai tujuannya sama sekali. Hal itu bisa jadi karena al-Qur’an lebih rendah, namun hal ini jelas batil dan keliru.
    Hem de hükmedecek: Şu bunlara benzemez, rütbesinde olamaz. Öyle ise ya umumdan aşağı; bu ise bilbedahe malûm olmuş butlanı.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Kalau demikian, ia mengungguli semuanya.
    Öyle ise umumun fevkindedir. Mazmunları o kadar zamanda, kapı açık, beşere vakfedilmiş; kendine davet etmiş ervah ile ezhanı!
    Ia telah membuka pintu bagi umat manusia serta menyebarkan kandungannya di hadapan mereka sepanjang waktu yang lama ini.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Ia mengajak semua jiwa dan pikiran untuk mengkajinya. Namun demikian tidak ada yang mampu menentangnya. Masa ujian telah selesai.Al-Qur’an tidak bisa dibandingkan dan diserupakan dengan seluruh kitab yang lain.
    Beşer onda tasarruf, kendine de mal etmiş. Onun mazmunları ile yine Kur’an’a karşı çıkmamış, hiçbir zaman çıkamaz; geçti zaman-ı imtihanı.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Ia turun dalam jangka waktu dua puluh sekian tahun secara berangsur-angsur sesuai hikmah ilahi karena sejumlah kepentingan, karena sebab nuzulnya yang juga beragam, sebagai jawaban untuk persoalan yang beragam, sebagai penjelasan atas berbagai peristiwa hukum yang berbeda-beda,
    Sair kitaplara benzemez, onlara makîs olmaz; zira yirmi sene zarfında müneccemen hâcetlere nisbeten nüzulü; müteferrik mütekatı’, bir hikmet-i Rabbanî.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    dalam kurun waktu turunnya yang tidak sama, dalam kondisi penerimaan yang bervariasi, untuk sejumlah pemahaman manusia yang berbeda-beda, serta untuk tujuan dan petunjuk yang tidak sama.
    Esbab-ı nüzulü muhtelif, mütebayin. Bir maddede es’ile mütekerrir, mütefavit. Hâdisat-ı ahkâmı müteaddid, mütegayir. Muhtelif, mütefarık nüzulünün ezmanı.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Meskipun demikian, ia memerlihatkan kesempurnaan kefasihan, ketepatan, kesesuaian, dan keterpaduan penjelasan, jawaban dan pesannya, di samping ilmu bayan dan maknanya.
    Hâlât-ı telakkisi mütenevvi, mütehalif. Aksam-ı muhatabı müteaddid, mütebaid. Gayat-ı irşadında mütederric, mütefavit. Şu esaslara müstenid binaı hem beyanı,
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Al-Qur’an berisi keistimewaan yang tidak ditemukan dalam perkataan lainnya.
    Cevabı hem hitabı. Bununla da beraber selaset ve selâmet, tenasüp ve tesanüd, kemalini göstermiş; işte onun şahidi: Fenn-i beyan maânî.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Sebab, ketika mendengar perkataan seseorang, di balik itu engkau melihat penuturnya sehingga gaya bahasa menjadi cerminan manusia.
    Kur’an’da bir hâssa var; başka kelâmda yoktur. Bir kelâmı işitsen, asıl sahib-i kelâmı arkasında görürsün, ya içinde bulursun. Üslup: Âyine-i insanî.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    2.886. satır: 1.515. satır:
    </div>
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Kitab Isyârât al-I’jâz telah menerangkan salah satu dari empat puluh jenis kemukjizatan. Seratus halaman penjelasan masih belum bisa menjelaskan satu saja darinya.
    Zira o kırk enva-ı i’cazından yalnız bir tekini ki cezalet-i nazmıdır; İşaratü’l-İ’caz’da sıkışmadı tibyanı.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Justru aku yang menginginkan penjelasan darimu. Tuhan telah memberimu limpahan ilham spiritual.
    Yüz sahife tefsirim ona kâfi gelmedi. Senin gibi ruhanî ilhamları ziyade. Ben istiyorum senden tafsil ile beyanı!
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ***
    <nowiki>*</nowiki>  *  *
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    <span id="اُولَاش۟مَاز۟_دَس۟تِ_أَدَبِ_غَر۟بِ_هَوَس۟بَارِ_هَوَاكَارِ_دَهَادَار۟"></span>
    == اُولَاش۟مَاز۟ دَس۟تِ أَدَبِ غَر۟بِ هَوَس۟بَارِ هَوَاكَارِ دَهَادَار۟ ==
    Karya Sastra Barat yang Dipenuhi Nafsu, Ambisi, dan Tipu Daya Tidak Bisa Menjangkau
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Kedudukan Sastra Al-Qur’an yang Kekal yang Dipenuhi Cahaya, Petunjuk dan Obat.
    دَأ۟بِ أَدَب۟ أَبَد۟ مُدَّت۟ قُر۟اٰنِ ضِيَابَارِ شِفَاكَارِ هُدَادَار۟
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Kondisi yang menghendaki cita rasa tinggi untuk para insan kamil tidak membuat senang para pemilik nafsu kekanak-kanakan dan pemilik tabiat rendahan.
    Kâmilîn insanların zevk-i maâlîsini hoşnut eden bir halet, çocukça bir hevese, sefihçe bir tabiat sahibine hoş gelmez,
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Atas dasar itu, cita rasa yang rendah tenggelam dalam kubangan keinginan nafsu sama sekali tidak bisa menikmati dan mengenal cita rasa spiritual.
    Onları eğlendirmez. Bu hikmete binaen, bir zevk-i süflî, sefih hem nefsî ve şehvanî içinde tam beslenmiş, zevk-i ruhîyi bilmez.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Maka sastra modern yang bersumber dari sastra Eropa tidak mampu melihat berbagai kandungan al-Qur’an yang istimewa dan karakternya yang tinggi, bahkan tidak dapat mengecapnya.
    Avrupa’dan tereşşuh etmiş şu hazır edebiyat romanvari nazarla, Kur’an’da olan letaif-i ulviyet, mezaya-yı haşmeti göremez hem tadamaz.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Karena itu, ia tidak bisa menjadikan standarnya sebagai ukuran.Sastra (adab) berkisar dalam tiga wilayah:
    Kendindeki miheki ona ayar edemez. Edebiyatta vardır üç meydan-ı cevelan; onlar içinde gezer, haricine çıkamaz:
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Wilayah semangat dan kemuliaan jiwa, wilayah keindahan dan kerinduan, serta wilayah penggambaran hakikat dan realita.Dalam wilayah semangat, sastra asing tidak menyuarakan kebenaran.
    Ya aşkla hüsündür, ya hamaset ve şehamet, ya tasvir-i hakikat. İşte yabani edepse hamaset noktasında hakperestliği etmez.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Ia justru mengajarkan rasa bangga terhadap kekuatan yang dimiliki dengan mengagungkannya dalam bentuk yang lalim dan melampaui batas.Dalam wilayah keindahan dan kerinduan, sastra asing tidak mengenal kerinduan dan cinta hakiki.
    Belki zalim nev-i beşerin gaddarlıklarını alkışlamakla kuvvet-perestlik hissini telkin eder. Hüsün ve aşk noktasında, aşk-ı hakiki bilmez.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Namun, ia menanamkan kerinduan syahwati yang demikian melekat dalam jiwa. Dalam wilayah penggambaran hakikat dan realita, sastra asing tidak melihat entitas sebagai kreasi ilahi dan tidak memandangnya sebagai celupan-Nya.
    Şehvet-engiz bir zevki nefislere de zerkeder. Tasvir-i hakikat maddesinde, kâinata sanat-ı İlahî suretinde bakmaz,
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Namun ia membatasi perhatiannya pada sisi alam materi dan menggambarkan hakikat dalam bingkainya tanpa bisa melepaskan diri darinya.
    Bir sıbga-i Rahmanî suretinde göremez. Belki tabiat noktasında tutar, tasvir ediyor hem ondan da çıkamaz.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Karena itu, ajarannya untuk merindukan alam dan menuhankan materi hingga kecintaan padanya mengakar dalam kalbu tidak membuat manusia mampu selamat darinya dengan mudah.
    Onun için telkini aşk-ı tabiat olur. Madde-perestlik hissi, kalbe de yerleştirir, ondan ucuzca kendini kurtaramaz.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Lalu sastra yang berhias kebodohan itu sama sekali tidak bisa melenyapkan kerisauan ruh yang bersumber dari kesesatan. Justru ia mengembangkan dan membesarkannya.
    Yine ondan gelen, dalaletten neş’et eden ruhun ızdırabatına o edepsizlenmiş edep müsekkin hem münevvim; hakiki fayda vermez.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Dalam anggapannya ia telah menemukan solusi. Seolah-olah obat satu-satunya yang merupakan riwayatnya adalah:
    Tek bir ilacı bulmuş, o da romanlarıymış. Kitap gibi bir hayy-ı meyyit, sinema gibi bir müteharrik emvat! Meyyit hayat veremez.
    - Terdapat dalam kitabnya; benda hidup yang mati itu.
    </div>
    - Dalam bioskop; benda mati yang bergerak.


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    - Dalam teater di mana sejumlah bayangan bangkit di dalamnya dan keluar dengan cepat dari kubur luas masa lalu. Itulah berbagai bentuk riwayatnya.
    Hem tiyatro gibi tenasühvari, mazi denilen geniş kabrin hortlakları gibi şu üç nevi romanlarıyla hiç de utanmaz.
    Mana mungkin benda mati menghembuskan kehidupan?!
    </div>
    Tanpa rasa malu, sastra asing meletakkan lisan dusta dalam mulut manusia.


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Ia memasang mata yang fasik pada wajahnya. Serta memakaikan dunia sebagai busana penari murahan.
    Beşerin ağzına yalancı bir dil koymuş hem insanın yüzüne fâsık bir göz takmış, dünyaya bir âlüfte fistanını giydirmiş, hüsn-ü mücerred tanımaz.
    Lalu dari mana sastra tersebut akan mengetahui kebaikan?
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Bahkan andaikan ia ingin memerlihatkan matahari kepada pem- baca, ia akan mengingatkannya dengan artis pirang yang cantik.
    Güneşi gösterirse sarı saçlı, güzel bir aktrisi kārie ihtar eder. Zâhiren der: “Sefahet fenadır, insanlara yakışmaz.”
    Secara lahiriah ia berkata, “Kebodohan memberikan akibat bu- ruk yang tidak layak bagi manusia.”
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Kemudian ia mengungkap sejum- lah dampaknya yang berbahaya. Hanya saja, ia menggambarkannya secara menarik dan menggiurkan serta membuat akal kehilangan kendali.
    Netice-i muzırrayı gösterir. Halbuki sefahete öyle müşevvikane bir tasviri yapar ki ağız suyu akıtır, akıl hâkim kalamaz.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Pasalnya, ia tenggelam dalam gelora syahwat hingga tak sadar dibawa kemana.
    İştihayı kabartır, hevesi tehyic eder, his daha söz dinlemez. Kur’an’daki edepse hevayı karıştırmaz.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Adapun sastra al-Qur’an, ia tidak menggerakkan dan membangkitkan orang yang hawa nafsunya tenang.
    Hakperestlik hissi, hüsn-ü mücerred aşkı, cemal-perestlik zevki, hakikat-perestlik şevki verir hem de aldatmaz.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Namun memberikan kepada manusia hasrat menyuarakan dan mencintai kebenaran, kesenangan pada kebaikan, kerinduan pada keindahan, serta keinginan untuk mencintai hakikat kebenaran. Ia tidak pernah tertipu.
    Kâinata tabiat cihetinde bakmıyor; belki bir sanat-ı İlahî, bir sıbga-i Rahmanî noktasında bahseder, akılları şaşırtmaz.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Ia tidak melihat entitas sebagai materi. Namun mengingatnya sebagai kreasi ilahi, celupan Rabbani, tanpa membingungkan akal. Ia diktekan cahaya makrifat tentang Sang Pencipta serta menerangkan tanda-tanda kekuasaan-Nya dalam segala hal.Kedua sastra tersebut melahirkan kesedihan yang memberikan efek tertentu. Akan tetapi keduanya tidak sama.
    Marifet-i Sâni’in nurunu telkin eder. Her şeyde âyetini gösterir. Her ikisi rikkatli birer hüzün de veriyor fakat birbirine benzemez.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Yang dilahirkan oleh sastra Barat adalah kesedihan yang merisaukan, yang bersumber dari kehilangan para kekasih dan pelindung. Sastra Barat tidak mampu memberikan kesedihan yang mulia.
    Avrupazade edepse fakdü’l-ahbaptan, sahipsizlikten neş’et eden gamlı bir hüznü veriyor, ulvi hüznü veremez.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Pasalnya, perasaan yang dilahirkan terilhami dari alam materi yang buta, kekuatan yang tak melihat yang penuh dengan derita dan kegalauan. Akhirnya alam hanya berisi nestapa.
    Zira sağır tabiat hem de bir kör kuvvetten mülhemane aldığı bir hiss-i hüzn-ü gamdar. Âlemi bir vahşetzar tanır, başka çeşit göstermez.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Ia melemparkan manusia di tengah orang-orang asing tanpa ada yang melindungi. Maka, ia pun senantiasa berada dalam ratapan dan duka cita. Seluruh harapan pun di hadapannya menjadi sirna.
    O surette gösterir hem de mahzunu tutar, sahipsiz de olarak yabaniler içinde koyar, hiçbir ümit bırakmaz.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Perasaan yang penuh dengan kesedihan dan derita ini menguasai diri manusia sehingga mengantarnya pada kesesatan, kekufuran, dan pengingkaran sang Khalik. Akhirnya, sulit baginya untuk kembali kepada kebenaran. Bahkan bisa jadi ia tidak kembali lagi selamanya.
    Kendine verdiği şu hissî heyecanla gitgide ilhada kadar gider, tatile kadar yol verir, dönmesi müşkül olur, belki daha dönemez.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Adapun sastra Al-Qur’an memberikan kesedihan yang mulia. Yaitu kesedihan sang perindu, bukan kesedihan sang yatim. Kesedihan tersebut bersumber dari perpisahan dengan para kekasih, bukan akibat kehilangan mereka.
    Kur’an’ın edebi ise öyle bir hüznü verir ki âşıkane hüzündür, yetimane değildir. Firaku’l-ahbaptan gelir, fakdü’l-ahbaptan gelmez.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Ia melihat entitas sebagai kreasi ilahi di mana ia mengasihi dan melihat, bukan materi yang buta.
    Kâinatta nazarı, kör tabiat yerine şuurlu hem rahmetli bir sanat-ı İlahî onun medar-ı bahsi, tabiattan bahsetmez.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Ia juga memperlihatkan qudrah ilahi yang penuh hikmah dan berhias perhatian yang komprehensif sebagai ganti dari kekuatan buta.
    Kör kuvvetin yerine inayetli, hikmetli bir kudret-i İlahî ona medar-ı beyan. Onun için kâinat, vahşetzar suret giymez.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Ia juga tidak membungkus entitas dengan gambaran duka cita yang memilukan. Namun di hadapan yang melihatnya ia berubah seperti kumpulan orang yang saling mencinta.
    Belki muhatab-ı mahzunun nazarında oluyor bir cemiyet-i ahbap. Her tarafta tecavüb, her canibde tahabbüb; ona sıkıntı vermez.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Sebab, pada setiap sisi terdapat respon positif, cinta dan keakraban; bukan kekeruhan dan kegalauan. Inilah kondisi kesedihan sang perindu.Di tengah-tengah majelis tersebut manusia mendapatkan perasaan mulia; bukan kesedihan yang menyesakkan dada.
    Her köşede istînas, o cemiyet içinde mahzunu vaz’ediyor bir hüzn-ü müştakane, bir hiss-i ulvi verir, gamlı bir hüznü vermez.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Kedua sastra tersebut memberikan kerinduan dan kegembiraan. Kerinduan yang diberikan oleh sastra asing adalah kerinduan yang merangsang nafsu dan menghamparkan kegilaan tanpa membuat jiwa senang dan gembira.
    İkisi birer şevki de verir: O yabani edebin verdiği bir şevk ile nefis düşer heyecana, heves olur münbasit; ruha ferah veremez.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Sebaliknya, kerinduan yang dihembus- kan oleh al-Qur’an adalah kerinduan yang menggetarkan jiwa hingga naik menuju sejumlah kemuliaan.
    Kur’an’ın şevki ise: Ruh düşer heyecana, şevk-i maâlî verir. İşte bu sırra binaen, şeriat-ı Ahmediye (asm) lehviyatı istemez.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Atas dasar itu, syariah yang menakjubkan ini melarang kesiasiaan dan seluruh hal yang melenakan. Ia mengharamkan sejumlah sarananya serta membolehkan yang lain.
    Bazı âlât-ı lehvi tahrim edip, bir kısmı helâl diye izin verip… Demek, hüzn-ü Kur’anî veya şevk-i Tenzilî veren âlet, zarar vermez.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Artinya, alat atau perangkat yang melahirkan kesedihan dan kerinduan qurani tidaklah berbahaya. Ia diharamkan manakala melahirkan nestapa dan membangkitkan kerinduan syahwati.Kondisi ini bisa berubah tergantung orangnya. Sebab, respon orang berbeda-beda.
    Eğer hüzn-ü yetimî veya şevk-i nefsanî verse âlet haramdır. Değişir eşhasa göre herkes birbirine benzemez.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ***
    <nowiki>*</nowiki>  *  *
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ==Dahan Memberikan Buah atas nama Rahmat Ilahi==
    == Dallar semeratı rahmet namına takdim ediyor ==
    Dahan pohon penciptaan mempersembahkan buah nikmat seraya mengantarkannya ke tangan makhluk hidup di seluruh penjuru alam.
    Şecere-i hilkatin dalları her tarafta semerat-ı niamı zîruhun ellerine zâhiren uzatıyor.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Bahkan ia memberikan buah tersebut kepadamu lewat dahan-dahan itu dari tangan rahmat dan qudrah-Nya.
    Hakikatte bir yed-i rahmet, bir dest-i kudrettir ki o semeratı, o dalları içinde sizlere uzatıyor.
    Maka, balaslah rahmat tersebut dengan rasa syukur.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Muliakan tangan qudrah tersebut dengan senantiasa mengingat karunia-Nya.
    O yed-i rahmeti, siz de şükür ile öpünüz. O dest-i kudreti de minnetle takdis ediniz.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ***
    <nowiki>*</nowiki>  *  *
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ===Penjelasan tentang Tiga Jalan yang Disebutkan dalam Penutup Surat al-Fatihah===
    == Fatiha’nın âhirinde işaret olunan üç yolun beyanı ==
    Wahai saudaraku, wahai yang dadanya penuh dengan harapan yang bersinar! Genggam khayalanmu dan mari bersamaku. Kita sekarang berada di tanah yang luas. Kita melihat berbagai hal di sekitar kita tanpa ada satupun yang melihat kita.
    Ey birader-i pür emel! Hayalini ele al, benimle beraber gel. İşte bir zemindeyiz, etrafına bakarız; kimse de görmez bizi.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Namun mendung yang hitam pekat dilemparkan pada kita. Ia jatuh di atas gunung yang tinggi sehingga menutupi wajah bumi kita dengan kegelapan.
    Çadır direkleri hükmünde yüksek dağlar üstünde karanlıklı bir bulut tabakası atılmış hem o dahi kaplatmış zeminimizin yüzü.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Bahkan ia seperti atap yang tebal. Hanya saja, ia adalah atap yang memperlihatkan matahari dari sisi yang lain.
    Müncemid bir sakf olmuş fakat alt yüzü açıkmış, o yüz güneş görürmüş. İşte bulut altındayız, sıkıyor zulmet bizi.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Kita yang berada di bawah mendung yang tebal itu nyaris tak mampu menghadapi sempitnya kegelapan itu. Kita dicekik oleh kegalauan dan ketiadaan udara mematikan.
    Sıkıntı da boğuyor, havasızlık öldürür. Şimdi bize '''üç yol''' var: Bir âlem-i ziyadar, bir kere seyrettimdi bu zemin-i mecazî.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Dalam kondisi sempit dan tercekik itu, tiba-tiba terbuka tiga jalan di hadapan kita yang mengantar menuju alam bersinar. Kita pernah mendatangi dan menyaksikannya sebelumnya. Maka kitapun menyusuri ketiga jalan itu satu persatu.Jalan pertama: sebagian besar manusia melewatinya. Ia adalah wisata di sekitar alam. Wisata tersebut menarik kita kepadanya.
    Evet, bir kere buraya da gelmişim, üçünde ayrı ayrı gitmişim. '''Birinci yolu budur:''' Ekseri burdan gider; o da devr-i âlemdir, seyahate çeker bizi.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Kita berada di dalamnya dengan berjalan kaki. Kita dihadapkan pada lautan pasir di padang yang luas ini. Lihat bagaimana ia marah kepada kita. Ia demikian marah dan membuat kita gelisah.
    İşte biz de yoldayız, böyle yayan gideriz. Bak şu sahranın kum deryalarına, nasıl hiddet saçıyor, tehdit ediyor bizi!
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Lihatlah gelombang laut yang laksana gunung itu. Ia murka kepada kita. Sekarang kita berada di sisi lain. Alhamdulillah kita bisa bernafas lega. Kita melihat
    Bak şu deryanın dağvari emvacına! O da bize kızıyor. İşte elhamdülillah öteki yüze çıktık, görürüz güneş yüzü.
    wajah matahari yang bersinar.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Akan tetapi, tidak ada satupun yang mampu mengukur berbagai derita yang kita rasakan. Hanya saja, sangat disayangkan kita kembali lagi ke bumi yang merisaukan di mana ia ditutupi oleh mendung yang gelap. Kita sangat membutuhkan alam yang bersinar yang membuka basirah (mata hati) kita.
    Fakat çektiğimiz zahmeti ancak da biz biliriz. Of! Tekrar buraya döndük şu zemin-i vahşetzar, bulut damı zulmettar. Bize lâzım, revnaktar eder kalpteki gözü
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Jika engkau memiliki keberanian luar biasa, sertai diriku di jalan yang penuh bahaya ini. Kita akan melintasinya dengan gagah berani. Ia adalah:
    Bir âlem-i ziyadar. Fevkalâde eğer bir cesaretin var; gireriz de beraber, bu yol-u pür-hatarkâr. '''İkinci yolumuzu:'''
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Jalan kedua: Kita menembus tabiat alam. Kita tembus ia agar kita bisa sampai ke sisi lain. Kita melalui berbagai terowongan alamiah yang terdapat di bumi dalam kondisi takut. Pada suatu saat aku pernah menyaksikan jalan ini dan melaluinya dengan rasa takut dan gundah.
    Tabiat-ı arzı deleriz, o tarafa geçeriz. Ya fıtrî bir tünelden titreyerek gideriz. Bir vakitte bu yolda seyrettim de geçtim bînaz ve pür-niyazî.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Namun di tanganku terdapat alat dan perangkat yang bisa meluluhkan tanah alam materi sekaligus menembus dan melapangkan jalan. Perangkat tersebut diberikan oleh al-Qur’an di jalan ketiga.
    Fakat o zaman tabiatın zemini eritecek, yırtacak bir madde var idi elimde. Üçüncü yolun o delil-i mu’cizi
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Wahai saudaraku, jangan tinggalkan diriku. Ikuti aku dan jangan pernah takut. Lihatlah di depanmu terdapat sejumlah goa seperti te- rowongan bawah tanah. Ia menantikan kita dan akan melapangkan jalan kita menuju sisi lain.
    Kur’an onu bana vermişti. Kardeşim, arkamı da bırakma, hiç de korkma! Bak hâ şurada tünelvari mağaralar, tahte’l-arz akıntılar beklerler ikimizi.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Jangan takut dengan kerasnya alam. Sebab, di balik wajah masam dan dingin terdapat wajah di mana pemiliknya tersenyum. Materi al- Qur’an tersebut adalah materi yang memancarkan kilau seperti radium.
    Bizi geçirecekler. Tabiat da şu müthiş cümudiyeleri de seni hiç korkutmasın. Zira bu abus çehresi altında merhametli sahibinin tebessümlü yüzü.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Kabar gembira wahai saudaraku. Kita telah keluar menuju alam yang bersinar. Lihatlah bumi yang indah ini dan langit yang indah.
    Radyumvari o madde-i Kur’anî ışığıyla sezmiştim. İşte gözüne aydın! Ziyadar âleme çıktık, bak şu zemin-i pür-nâzı
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Tidakkah engkau mau mengangkat kepala untuk menyaksikan hal ini yang menutup seluruh permukaan langit.
    Bu feza-yı latîf, şirin. Yahu başını kaldır! Bak semavata ser çekmiş, bulutları da yırtmış, aşağıda bırakmış. Davet ediyor bizi.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Ia adalah al-Qur’an al- Karim; Pohon Tuba surga. Ia membentangkan dahan-dahannya ke seluruh penjuru alam. Yang harus kita lakukan hanyalah bergantung kepada ranting yang bergelayutan. Ia berada di dekat kita untuk mengantar kita menuju ke sana.
    Şu şecere-i tûba, meğer o Kur’an imiş. Dalları her tarafa uzanmış. Tedelli eden bu dala biz de asılmalıyız, oraya alsın bizi.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Yaitu menuju pohon samawi yang tinggi.
    O şecere-i semavî, bir timsali zeminde olmuş şer’-i enveri. Demek, zahmet çekmeden o yol ile çıkardık bu âlem-i ziyaya, sıkmadan zahmet bizi.
    Syariat yang mulia adalah miniatur dari pohon penuh berkah itu. Kita mampu mencapai alam yang bersinar itu lewat jalan tersebut, jalan syariat, tanpa ada kesulitan.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Hanya saja kita salah jalan. Marilah kita kembali ke tempat semula untuk meniti jalan yang lurus tersebut. Lihat, ia adalah:Jalan ketiga: Sang da’i agung berdiri tegak di atas puncak yang tinggi.
    Madem yanlış etmişiz; eski yere döneriz, doğru yolu buluruz. Bak, '''üçüncü yolumuz''': Şu dağlar üstünde durmuş olan şehbazi
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Ia menyeru dengan berkata, “Marilah menuju alam cahaya!” Ia mensyaratkan doa dan salat. Ia tidak lain sang penyeru agung, Muhammad x.
    Hem de bütün cihana okuyor bir ezanı. Bak müezzin-i a’zama, Muhammedü’l-Hâşimî (asm) davet eder insanı âlem-i nur-u envere. İlzam eder niyaz ile namazı.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Lihatlah gunung itu. Gunung petunjuk. Ia menembus awan dan langit. Lihatlah gunung syariat yang menjulang. Ia memperindah dan menghias wajah bumi kita.
    Bulutları da yırtmış, bak bu hüda dağlarına. Semavata ser çekmiş, bak şeriat cibaline. Nasıl müzeyyen etmiş zeminimizin yüzü gözü.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Kita harus terbang dengan penuh tekad untuk melihat cahaya di sana dan melihat kilau keindahan.
    İşte çıkmalıyız buradan himmet tayyaresiyle. Ziya, nesîm orada; nur u cemal orada. İşte buradadır Uhud-u Tevhid, o cebel-i azizi.
    Ya, di sini terdapat Uhud Tauhid; gunung yang dicinta dan mulia.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Di sana juga terdapat gunung Judi Islam; gunung yang paling tinggi; gunung keselamatan dan kedamaian.
    İşte şuradadır Cûdi-i İslâmiyet, o cebel-i selâmet. İşte Cebelü’l-Kamer olan Kur’an-ı Ezher, zülâl-i Nil akıyor o muhteşem menbadan. İç o âb-ı lezizi!..
    Ini adalah gunung Qamar (Qumr); al-Qur’an yang bersinar. Darinya mengalir air Nil yang segar. Minumlah air segar dan salsabil itu dengan penuh nikmat.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Maha mulia Allah; Pencipta yang paling baik.
    فَتَبَارَكَ اللّٰهُ اَح۟سَنُ ال۟خَالِقٖينَ
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Akhirnya kami ucapkan segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam.
    وَ اٰخِرُ دَع۟وٰينَا اَنِ ال۟حَم۟دُ لِلّٰهِ رَبِّ ال۟عَالَمٖينَ
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Wahai saudaraku, sekarang lemparkan khayalan tersebut dan pergunakan akalmu.Jalan yang pertama dan kedua adalah jalan “Orang-orang yang dimurkai dan jalan orang yang sesat.” Keduanya berisi banyak bahaya. Keduanya selalu dalam kondisi musim dingin tanpa ada musim semi. Bahkan barangkali hanya satu dari seratus orang yang melewati jalan itu yang selamat, seperti Plato dan Socrates.
    Ey arkadaş! Şimdi hayali baştan çıkar, aklı kafaya geçir. Evvelki iki yolun, mağdub ve dâllîn yolu; hatarları pek çoktur, kıştır daim güz yazı.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Adapun jalan ketiga adalah jalan yang lapang dan singkat. Sebab, ia lurus dan istikamah. Orang yang lemah atau yang kuat sama saja, semuanya bisa melewatinya. Jalan yang paling baik dan paling selamat adalah ketika Allah memberimu mati syahid dan kemuliaan jihad.
    Yüzde biri kurtulur; Eflatun, Sokrat gibi. Üçüncü yol, sehildir hem karib-i müstakimdir. Zayıf, kavî müsavi. Herkes o yoldan gider. En rahatı budur ki şehit olmak ya gazi.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Sekarang kita berada di ambang hasil. Kelicikan meniti dua jalan pertama.Sementara petunjuk al-Qur’an; jalan yang lurus, adalah jalan ketiga. Itulah yang mengantar kita ke sana.
    İşte neticeye gireriz. Evet, deha-yı fennî: Evvelki iki yoldur ona meslek ve mezhep. Fakat hüda-yı Kur’anî: Üçüncü yoldur, onun sırat-ı müstakimi îsal eder o bizi.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Ya Allah, tunjukkan kami ke jalan yang lurus. Jalan orang-orang yang kau beri nikmat.
    اَللّٰهُمَّ اِه۟دِنَا الصِّرَاطَ ال۟مُس۟تَقٖيمَ صِرَاطَ الَّذٖينَ اَن۟عَم۟تَ عَلَي۟هِم۟
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Bukan jalan orang yang dimurka dan bukan pula jalan orang yang sesat. Amin.
    غَي۟رِ ال۟مَغ۟ضُوبِ عَلَي۟هِم۟ وَ لَاالضَّٓالّٖينَ  اٰمٖينَ
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ***
    <nowiki>*</nowiki>  *  *
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ==Seluruh Derita terdapat dalam Kesesatan dan Semua Nikmat terdapat dalam Iman== (Hakikat Agung yang Memakai Busana Khayalan)
    == Hakiki bütün elem dalalette, bütün lezzet imandadır ==
    '''Hayal libasını giymiş muazzam bir hakikat'''
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Wahai sahabat yang cerdas, jika engkau ingin melihat perbedaan yang jelas antara “jalan yang lurus”; jalan yang bersinar itu, dengan jalan orang yang Allah murkai dan jalan orang yang sesat;
    Ey yoldaş-ı hüşdar! Sırat-ı müstakimin o meslek-i nurani, mağdub ve dâllînin o tarîk-i zulmanî, tam farklarını görmek eğer istersen ey aziz,
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    jalan yang gelap tersebut, marilah ambil ilusimu dan naiki khayalanmu. Kita akan pergi bersama-sama menuju gelapnya ketiadaan; kuburan besar yang penuh orang mati. Dzat Mahakuasa yang Mahaagung telah mengelu- arkan kita dari kegelapan tersebut lewat tangan qudrah-Nya serta menaikkan kita kepada wujud ini.
    Gel vehmini ele al, hayal üstüne de bin, şimdi seninle gideriz zulümat-ı ademe. O mezar-ı ekberi, o şehr-i pür-emvatı bir ziyaret ederiz.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Dia menghadirkan kita ke dunia yang kosong dari kenikmatan hakiki.
    Bir Kadîr-i Ezelî, kendi dest-i kudretle bu zulümat kıtadan bizi tuttu çıkardı, bu vücuda bindirdi, gönderdi şu dünyaya; şu şehr-i bîlezaiz.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Sekarang kita telah datang ke alam ini; alam wujud, sebuah padang yang luas. Mata kita telah terbuka. Kita melihat enam penjuru arah. Kita luruskan pandangan kita ke depan.
    İşte şimdi biz geldik şu âlem-i vücuda, o sahra-yı hēile. Gözümüz de açıldı, şeş cihette biz baktık; evvel istîtafkârane önümüze bakarız.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Tiba-tiba sejumlah bencana dan derita hendak menyambar kita laksana musuh. Kitapun menjadi takut kepadanya dan mundur.
    Lâkin beliyyeler, elemler önümüzde düşmanlar gibi tehacüm eder. Ondan korktuk, çekindik. Sağa sola, anâsır-ı tabâyia bakarız, ondan meded bekleriz.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Lalu kita melihat ke sisi kanan dan kiri seraya meminta belas kasih dari sejumlah unsur dan alam. Namun mereka berhati kesat, tidak memiliki kasih sayang. Mereka memperlihatkan giginya menatap kita dengan tatapan jahat.
    Lâkin biz görüyoruz ki onların kalpleri kasiyye, merhametsiz. Dişlerini bilerler, hiddetli de bakarlar; ne naz dinler, ne niyaz!
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Mereka tidak bisa mendengar seruan dan tidak melunak ketika terus diminta. Maka, kitapun mengangkat penglihatan kita ke atas untuk meminta bantuan dari benda-benda langit.Akan tetapi, kita melihat mereka demikian menakutkan dan sedang memberikan ancaman.
    Muztar adamlar gibi meyusane nazarı yukarıya kaldırdık. Hem istimdadkârane ecram-ı ulviyeye bakarız, pek dehşetli tehditkâr da görürüz.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Pasalnya, mereka laksana bom yang meluncur dengan sangat cepat menembus angkasa tanpa ada benturan.
    Güya birer gülle bomba olmuşlar, yuvalardan çıkmışlar. Hem etraf-ı fezada pek süratli geçerler, her nasılsa ki onlar birbirine dokunmaz.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Andaikan mereka salah jalan dan menyimpang, tentu akan membelah jantung alam, alam nyata. Wal’iyâdzu billah. Bukankah urusannya diserahkan kepada proses kebetulan. Apakah ada kebaikan yang berasal darinya.
    Ger birisi yolunu kazara bir şaşırtsa, el-iyazü billah, şu âlem-i şehadet ödü de patlayacak. Tesadüfe bağlıdır, bundan dahi hayır gelmez.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Kitapun mengalihkan perhatian dari arah ini dengan rasa putus asa. Kita berada dalam kondisi sangat bingung. Kita tundukkan kepala kita seraya melihat ke dalam diri guna melihat isinya.
    Meyusane nazarı o cihetten çevirdik, elîm hayrete düştük. Başımız da eğildi, sinemizde saklandık, nefsimize bakarız. Mütalaa ederiz.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Seketika kita men- dengar ribuan teriakan rasa butuh dan rintihan kepapaan. Semuanya bersumber dari diri yang lemah ini. Akhirnya, saat membutuhkan pelipur lara kita malah berada dalam kegalauan. Jadi, arah ini juga tidak memberikan manfaat.
    İşte işitiyoruz: Zavallı nefsimizden binlerle hâcetlerin sayhaları geliyor. Binlerle fâkatlerin enînleri çıkıyor. Teselliyi beklerken tevahhuş ediyoruz.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Lalu kita pergi ke dalam jiwa. Kita mencari sebuah obat. Akan tetapi, sungguh sangat disayangkan, di sana tidak ada obat. Padahal obat harus ada. Sebab ribuan harapan, keinginan, serta ribuan perasaan berbaur membentang ke sisi-sisi alam.
    Ondan da hayır gelmedi. Pek ilticakârane vicdanımıza girdik; içine bakıyoruz, bir çareyi bekleriz. Eyvah! Yine bulmayız, biz meded vermeliyiz.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Semuanya mendatangi kita dalam kondisi ketakutan. Kita lemah tak mampu memberikan pertolongan.
    Zira onda görünür binlerle emelleri, galeyanlı arzular, heyecanlı hissiyat, kâinata uzanmış. Her birinden titreriz, hiç yardım edemeyiz.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Berbagai harapan berbaur dalam diri manusia hingga sisi-sisinya membentang dari alam azali menuju keaba- dian. Bahkan andai ia melumat seluruh dunia, tetap takkan pernah kenyang.
    O âmâl sıkışmışlar vücud adem içinde; bir tarafı ezele, bir tarafı ebede uzanıp gidiyorlar. Öyle vüs’atleri var, ger dünyayı yutarsa o vicdan da tok olmaz.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Begitulah kemanapun kita mengarah, ujian dan bencana selalu menghadang. Itulah jalan orang yang sesat dan dimurkai. Sebab, pandangan mereka mengarah kepada proses kebetulan dan kesesatan.
    İşte bu elîm yolda nereye bir baş vurduk, onda bir bela bulduk. Zira mağdub ve dâllîn yolları böyle olur. Tesadüf ve dalalet, o yolda nazar-endaz.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Kalau kita mengikuti pandangan tersebut, kita akan jatuh ke dalam kondisi yang sama. Kita akan melupakan waktu yang ditentukan oleh Sang Pencipta berikut kebangkitan, awal dan tempat kembali.
    O nazarı biz taktık, bu hale böyle düştük. Şimdi dahi halimiz ki mebde ve meâdi hem Sâni’ ve hem haşri muvakkat unutmuşuz.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Hal itu lebih menyakitkan jiwa ketimbang neraka Jahanam dan lebih membakar. Apa yang kita peroleh dari keenam arah di atas hanyalah kondisi yang tersusun dari ketakutan, keterkejutan, kelemahan, kerisauan, disertai keputusasaan.
    Cehennemden beterdir, ondan daha muhriktir, ruhumuzu eziyor. Zira o şeş cihetten ki onlara baş vurduk. Öyle halet almışız.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Itulah yang melukai jiwa. Maka, marilah kita berusaha menolak dan menghadapinya.
    Ki yapılmış o halet hem havf ile dehşetten hem acz ile ra’şetten hem kalak ve vahşetten hem yütm ve hem yeisten mürekkeb vicdansûz.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Pertama-tama kita mulai dengan melihat kemampuan kita.
    Şimdi her cihete mukabil bir cepheyi alırız, def’ine çalışırız. '''Evvel''', kudretimize müracaat ederiz, vâ-esefâ görürüz
    Sungguh sangat menyedihkan! Ia sangat lemah dan papa.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Kemudian kita berusaha memenuhi berbagai kebutuhan diri yang sedang dahaga.
    Ki âcize, zaîfe. '''Sâniyen:''' Nefiste olan hâcatın susmasına teveccüh ediyoruz. Vâ-esefâ durmayıp bağırırlar, görürüz.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Ia terus berteriak, namun tidak ada yang mau mendengar dan menolong untuk memenuhi berbagai harapan yang ia minta.
    '''Sâlisen:''' İstimdadkârane, bir halâskârı için bağırır, çağırırız, ne kimse işitiyor, ne cevabı veriyor. Biz de zannediyoruz:
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Kita mengira seluruh yang berada di sekitar kita sebagai musuh. Semuanya asing. Kita tidak merasa bersahabat dan dekat. Tidak ada yang membuat diri menjadi tenang. Tak ada kesenangan dan kenik- matan hakiki.
    Her bir şey bize düşman, her bir şey bizden garib. Hiçbir şey kalbimize bir teselli vermiyor; hiç emniyet bahşetmez, hakiki zevki vermez.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Setelah itu, setiap kali melihat berbagai benda langit, jiwa ini dipenuhi rasa takut, gelisah dan resah. Akal juga dipenuhi sejumlah ilusi dan keraguan.
    '''Râbian:''' Biz ecram-ı ulviyeye baktıkça onlar nazara verir bir havf ile dehşeti. Hem vicdanın müz’ici bir tevahhuş geliyor: Akılsûz, evhamsâz!
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Wahai saudaraku, inilah jalan kesesatan. Itulah esensinya. Kita telah melihat gelap kekufuran yang demikian pekat di dalamnya.Sekarang marilah wahai saudaraku kita kembali kepada ketiadaan.
    İşte ey birader! Bu dalaletin yolu, mahiyeti şöyledir. Küfürdeki zulmeti, bu yolda tamam gördük. Şimdi de gel kardeşim, o ademe döneriz.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Lalu kita kembali darinya. Jalan kita saat ini adalah jalan yang lurus (shirath al-mustaqim). Petunjuk kita adalah pertolongan ilahi. Serta pemimpin kita adalah al-Qur’an al-Karim.
    Tekrar yine geliriz. Bu kere tarîkımız sırat-ı müstakimdir hem imanın yoludur. Delil ve imamımız, inayet ve Kur’an’dır, şehbaz-ı edvar-pervaz.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Ya, ketika kita menginginkan Tuhan Yang Maha Pemurah, qudrah-Nya mengeluarkan kita dari ketiadaan sebagai bentuk rahmat dan karunia dari-Nya.
    İşte Sultan-ı ezel’in rahmet ve inayeti, vaktâ bizi istedi, kudret bizi çıkardı, lütfen bizi bindirdi kanun-u meşiete: Etvar üstünde perdaz.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Ia menaikkan kita kepada hukum kehendak ilahi serta menjalankan kita di atas berbagai fase dan tingkatan. Dia Yang Maha Belas kasih membawa kita dan memberikan kepada kita pakaian wujud.
    Şimdi bizi getirdi, şefkat ile giydirdi şu hil’at-ı vücudu, emanet rütbesini bize tevcih eyledi. Nişanı niyaz ve namaz.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Dia memuliakan kita dengan kedudukan amanah yang tandanya berupa salat dan doa. Seluruh tingkatan dan fase menjadi salah satu titik kelemahan dalam perjalanan panjang kita ini. Takdir dan ketentuan telah menuliskan berbagai urusannya di atas dahi kita untuk memberikan kemu- dahan.
    Şu edvar ve etvarın, bu uzun yolumuzda birer menzil-i nazdır. Yolumuzda teshilat içindir ki kaderden bir emirname vermiş, sahifede cephemiz.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Di manapun kita berada sebagai tamu, kita disambut dengan sangat hangat. Kita serahkan apa yang ada pada kita dan sekaligus kita terima aset mereka.
    Her nereye geliriz, herhangi taifeye misafir oluyoruz, pek uhuvvetkârane istikbal görüyoruz. Malımızdan veririz, mallarından alırız.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Demikianlah, bisnis mengalir dengan penuh cinta dan kesetaraan. Mereka menjamu dan memberikan berbagai hadiah kepada kita. Begitulah kita berjalan di atas jalan ini sehingga sampai ke pintu dunia. Dari sana kita mendengar berbagai suara.
    Ticaret muhabbeti, onlar bizi beslerler, hediyelerle süslerler hem de teşyi ederler. Gele gele işte geldik, dünya kapısındayız, işitiyoruz âvâz.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Sekarang kita telah mendatangi dan memasukinya. Kaki telah menginjak alam nyata, galeri Tuhan Yang Maha Pemurah, pameran kreasi-Nya, tempat keriuhan manusia. Kita masuk dalam kondisi tidak mengetahui seluruh yang terdapat di sekitar kita.
    Bak girdik şu zemine, ayağımızı bastık şehadet âlemine: Şehrâyine-i Rahman, gürültühane-i insan. Hiçbir şey bilmeyiz, delil ve imamımız
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Petunjuk dan pemimpin kita hanya kehendak ilahi. Sementara wakilnya berupa mata kita yang halus.
    Meşiet-i Rahman’dır. Vekil-i delilimiz, nâzenin gözlerimiz. Gözlerimizi açtık, dünya içine saldık. Hatırına gelir mi evvelki gelişimiz?
    Saat ini mata kita telah terbuka. Kita arahkan ia kepada berbagai penjuru dunia. Ingatkah ia pada saat kita pertama kali datang ke sini?!
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Saat kita dulu yatim dan asing di antara musuh yang jumlahnya tak terhitung tanpa ada yang menolong dan melindungi.Adapun sekarang cahaya iman menjadi titik sandaran kita. Ia adalah pilar yang kokoh dalam menghadapi musuh.
    Garib, yetim olmuştuk; düşmanlarımız çoktu, bilmezdik hâmimizi. Şimdi nur-u iman ile o düşmanlara karşı bir rükn-ü metînimiz
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Ya, iman kepada Allah merupakan cahaya kehidupan, sinar jiwa, dan ruh arwah kita. Kalbu ini demikian percaya kepada Allah tanpa peduli kepada musuh. Bahkan kita tidak memosisikannya sebagai musuh.
    İstinadî noktamız hem himayetkârımız def’eder düşmanları. O iman-ı billahtır ki ziya-yı ruhumuz hem nur-u hayatımız hem de ruh-u ruhumuz.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Pada jalan pertama, kita masuk ke dalam jiwa dan perasaan. Kita mendengar ribuan teriakan dan permintaan tolong. Maka, kita merasa takut dengan ujian yang menimpa. Pasalnya, berbagai harapan, keinginan, perasaan dan potensi mengharapkan keabadian.
    İşte kalbimiz rahat, düşmanları aldırmaz, belki düşman tanımaz. Evvelki yolumuzda, vaktâ vicdana girdik; işittik ondan binlerle feryad u fîzar ve âvâz.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Kita tidak tahu bagaimana cara memenuhinya. Kebodohan berasal dari kita, sementara teriakan bersumber dari mereka.
    Ondan belaya düştük. Zira âmâl, arzular, istidat ve hissiyat; daim ebedi ister. Onun yolunu bilmezdik, bizden yol bilmemezlik, onda fîzar ve niyaz.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Namun sekarang alhamdulillah, kita telah menemukan titik sandaran yang menghidupkan harapan dan potensi. Ia mengarahkannya ke jalan keabadian.
    Fakat elhamdülillah, şimdi gelişimizde bulduk nokta-i istimdad, ki daim hayat verir o istidat, âmâle; tâ ebedü’l-âbâda onları eder pervaz.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Darinya semua potensi dan harapan meminum air kehidupan. Masing-masing berupaya menyempurnakan diri.
    Onlara yol gösterir, o noktadan istidat hem istimdad ediyor hem âb-ı hayatı içer hem kemaline koşuyor; o nokta-i istimdad, o şevk-engiz remz ü naz.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Titik yang dirindukan itu (titik sandaran) adalah poros iman kedua. Yaitu iman kepada kebangkitan. Kebahagiaan yang kekal merupakan mutiara darinya. Petunjuk iman berupa al-Qur’an dan jiwa sebagai rahasia insani.
    İkinci kutb-u iman ki tasdik-i haşirdir. Saadet-i ebedî, o sadefin cevheri. İman bürhanı, Kur’an. Vicdan-ı insanî bir râz.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Wahai saudaraku, angkat kepalamu! Arahkan pandangan ke alam. Ajaklah mereka berbicara. Sebelumnya di jalan pertama ia tampak liar dan meresahkan. Namun sekarang ia tersenyum dan menebarkan kegembiraan.
    Şimdi başını kaldır, şu kâinata bir bak, onun ile bir konuş. Evvelki yolumuzda pek müthiş görünürdü. Şimdi de mütebessim her tarafa gülüyor, nâzenînane niyaz ve âvâz.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Bukankah mata kita seperti lebah yang terbang menuju seluruh sisi di kebun alam ini. Seluruh bunga di semua tempat mulai mekar seraya menghembuskan aroma semerbak. Di setiap sisi terdapat pelipur lara. Semuanya berisi cinta.
    Görmez misin gözümüz arı-misal olmuştur, her tarafa uçuyor. Kâinat bostanıdır, her tarafta çiçekler, her çiçek de veriyor ona bir âb-ı leziz.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Ia menyerap semua persembahan yang baik dan meneteskan bukti kesaksian; madu di atas madu. Setiap kali penglihatan kita menatap gerakan bintang dan matahari, ia menisbatkannya kepada tangan hikmah Sang Khalik.
    Hem ünsiyet, teselli, tahabbübü veriyor. O da alır, getirir; şehd-i şehadet yapar. Balda bir bal akıtır, o esrarengiz şehbaz.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Maka, ia memberikan pelajaran dan wujud rahmat sehingga seolah-olah matahari berbicara kepada kita dengan berkata:
    Harekât-ı ecrama ya nücum ya şümusa nazarımız kondukça ellerine verirler Hâlık’ın hikmetini. Hem mâye-i ibreti hem cilve-i rahmeti alır ediyor pervaz.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    “Wahai saudara-saudaraku, jangan takut dan risau denganku. Selamat datang kuucapkan kepada kalian. Kalian adalah bagian dari keluarga. Kalian pemilik rumah ini. Aku hanya diperintah untuk menerangi kalian.
    Güya şu güneş bizlerle konuşuyor, der: “Ey kardeşlerimiz! Tevahhuşla sıkılmayınız, ehlen sehlen merhaba, hoş teşrif ettiniz. Menzil sizin, ben bir mumdar-ı şehnaz.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Sama dengan kalian, aku juga merupakan pelayan taat yang ditugaskan oleh Dzat Yang Mahaesa dan Kekal untuk menerangi kalian lewat rahmat dan karunia-Nya. Aku harus memberikan cahaya dan kehangatan, sementara kalian harus berdoa dan melaksanakan salat.
    Ben de sizin gibiyim fakat safi, isyansız, mutî bir hizmetkârım. O Zat-ı Ehad-i Samed ki mahz-ı rahmetiyle hizmetinize beni musahhar-ı pür-nur etmiş. Benden hararet, ziya; sizden namaz ve niyaz.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Wahai fulan, tidakkah engkau melihat bulan, bintang, dan lautan. Dengan lisan khususnya, semuanya memberikan sambutan seraya berkata, ‘Marilah, selamat datang bagi kalian.’”
    Yahu, bakın kamere! Yıldızlarla denizler her biri de kendine mahsus birer lisanla: “Ehlen sehlen merhaba!” derler. “Hoş geldiniz, bizi tanımaz mısınız?”
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Wahai saudaraku, lihatlah dengan perspektif tolong-menolong. Perhatikan lewat seluruh bentuk keteraturan. Semuanya berkata, “Kami juga pelayan yang mendapat tugas. Kami adalah cermin rahmat Tuhan. Kami tidak pernah bosan dalam bekerja. Karena itu, jangan merasa tidak nyaman dengan kami!
    Sırr-ı teavünle bak, remz-i nizamla dinle. Her birisi söylüyor: “Biz de birer hizmetkâr, rahmet-i Zülcelal’in birer âyinedarıyız; hiç de üzülmeyiniz, bizden sıkılmayınız.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Jangan kalian takut dengan suara gempa dan berbagai peristiwa. Semuanya adalah alunan zikir, tasbih dan tahlil doa.
    Zelzele na’raları, hâdisat sayhaları sizi hiç korkutmasın, vesvese de vermesin. Zira onlar içinde bir zemzeme-i ezkâr, bir demdeme-i tesbih, velvele-i naz u niyaz.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Ya, Dzat yang mengirim kalian ke sini adalah Dzat Maha Agung dan indah yang menggenggam kendali mereka. Mata iman membaca tanda-tanda rahmat Tuhan pada wajahnya.
    Sizi bize gönderen o Zat-ı Zülcelal, ellerinde tutmuştur bunların dizginlerini. İman gözü okuyor yüzlerinde âyet-i rahmet, her biri birer âvâz.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Wahai mukmin, wahai pemilik kalbu yang terjaga! Biarkan mata kita istirahat. Sebagai gantinya kita serahkan telinga kita untuk beriman. Dari dunia kita dengarkan sejumlah irama yang memikat.
    Ey mü’min-i kalbi hüşyar! Şimdi gözlerimiz bir parça dinlensinler, onların bedeline hassas kulağımızı imanın mübarek eline teslim ederiz, dünyaya göndeririz. Dinlesin leziz bir saz.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Sejumlah suara yang terus meninggi di jalan kita sebelumnya di mana kita mengiranya sebagai suara ratapan umum dan berita kematian, ternyata di jalan ini merupakan zikir, tasbih, tahmid dan syukur.
    Evvelki yolumuzda bir matem-i umumî hem vaveylâ-yı mevtî zannolunan o sesler, şimdi yolumuzda birer nevaz u namaz, birer âvâz u niyaz, birer tesbihe âğâz.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Deru angin, suara petir, dan desir ombak adalah tasbih yang mulia. Sementara gemuruh hujan dan kicau burung merupakan tahlil rahmat Tuhan.
    Dinle, havadaki demdeme, kuşlardaki civcive, yağmurdaki zemzeme, denizdeki gamgama, ra’dlardaki rakraka, taşlardaki tıktıka birer manidar nevaz…
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Semuanya adalah kiasan yang mengarah kepada sebuah hakikat. Ya, bunyi segala sesuatu merupakan gema wujudnya. Ia hendak berkata, “Aku ini ada.
    Terennümat-ı hava, naarat-ı ra’diye, nağamat-ı emvac, birer zikr-i azamet. Yağmurun hezecatı, kuşların seceatı birer tesbih-i rahmet, hakikate bir mecaz.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Begitulah semua entitas bersama-sama berujar, “Wahai manusia yang lalai, jangan menganggap kami sebagai benda tak bernyawa.
    Eşyada olan asvat, birer savt-ı vücuddur: Ben de varım derler. O kâinat-ı sâkit, birden söze başlıyor: “Bizi camid zannetme, ey insan-ı boşboğaz!”
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Burung berkicau dalam merasakan nikmat atau turunnya rahmat. Burung mencicit dengan suara yang memikat lewat mulut yang kecil untuk menyambut turunnya rahmat yang dipersembahkan. Ya, nikmat turun kepadanya dan rasa syukur menjaganya.
    Tuyûrları söylettirir ya bir lezzet-i nimet ya bir nüzul-ü rahmet. Ayrı ayrı seslerle, küçük âğâzlarıyla rahmeti alkışlarlar, nimet üstünde iner, şükür ile eder pervaz.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Secara simbolis ia berkata, “Wahai entitas, wahai saudara-saudaraku, betapa kondisi kita sangat menyenangkan. Kita ditumbuhkan dalam suasana penuh kasih sayang. Kami rela dengan kondisi yang kami rasakan.” Begitulah ia mendendangkan nyanyiannya dengan paruhnya yang halus sehingga mengubah seluruh entitas menjadi sebuah musik yang indah.
    Remzen onlar derler: “Ey kâinat kardeşler! Ne güzeldir halimiz, şefkatle perverdeyiz, halimizden memnunuz.” Sivri dimdikleriyle fezaya saçıyorlar birer âvâz-ı pür-naz.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Cahaya iman itulah yang mendengar gema zikir dan alunan tasbih di mana ia tidak terjadi secara kebetulan dan begitu saja.
    Güya bütün kâinat ulvi bir musikîdir, iman nuru işitir ezkâr ve tesbihleri. Zira hikmet reddeder tesadüf vücudunu, nizam ise tard eder ittifak-ı evhamsâz.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Wahai teman, kita sekarang meninggalkan alam imajiner ini. Kita berada di depan gerbang akal dan masuk ke wilayahnya untuk mengukur semua urusan dengan timbangannya agar bisa membedakan berbagai jalan yang beragam tadi.
    Ey yoldaş! Şimdi şu âlem-i misalîden çıkarız, hayalî vehimden ineriz, akıl meydanında dururuz, mizana çekeriz, ederiz yolları ber-endaz.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Jalan kita yang pertama adalah jalan orang yang dimurkai dan orang yang sesat. Ia benar-benar membuat jiwa terasa pedih dan tersiksa. Rasa pedih itu memenuhi semua sisi.
    Evvelki elîm yolumuz mağdub ve dâllîn yolu, o yol verir vicdana, tâ en derin yerine hem bir hiss-i elîmi hem bir şedit elemi. Şuur onu gösterir. Şuura zıt olmuşuz.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Maka, kitapun menipu diri agar bisa selamat dari kondisi tersebut. Kita berusaha membuatnya tenang, tidur dan lupa. Jika tidak, kita tidak mampu menghadapi berbagai teriakan dan ratapan yang tanpa henti.
    Hem kurtulmak için de muztar ve hem muhtacız; ya o teskin edilsin ya ihsas da olmasın; yoksa dayanamayız, feryad u fîzar dinlenmez.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Hawa nafsu menumpulkan perasaan dan syahwat menghendaki permainan guna menipu jiwa dan membuatnya terlupa sehingga tidak merasa sakit.
    Hüda ise şifadır; heva, iptal-i histir. Bu da teselli ister, bu da tegafül ister, bu da meşgale ister, bu da eğlence ister. Hevesat-ı sihirbaz.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Sebab perasaan tersebut membakar jiwa sehingga nyaris tak mampu berteriak akibat pedihnya derita. Pedihnya keputusasaan memang sangat sulit diatasi.
    Tâ vicdanı aldatsın, ruhu tenvim edilsin, tâ elem hissolmasın. Yoksa o elem-i elîm, vicdanı ihrak eder; fîzara dayanılmaz, elem-i yeis çekilmez.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Pasalnya, setiap kali jiwa dan perasaan ini jauh dari jalan yang lurus, kondisinya bertambah parah. Bahkan setiap kenikmatan meninggalkan jejak kepedihan.
    Demek, sırat-ı müstakimden ne kadar uzak düşse o derece nisbeten şu halet tesir eder, vicdanı bağırttırır. Her lezzetin içinde elemi var, birer iz.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Gemerlap peradaban yang bercampur dengan syahwat dan hawa nafsu sama sekali tidak berguna. Ia hanyalah balsam yang rusak dan racun yang menghipnotis kesusahan di mana ia melahirkan kesesatan.
    Demek heves, heva, eğlence, sefahetten memzuç olan şaşaa-i medeni, bu dalaletten gelen şu müthiş sıkıntıya bir yalancı merhem, uyutucu zehirbaz.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Karena itu, wahai sahabat, kita telah merasa lapang di jalan kedua yang bercahaya ini. Ia merupakan sumber kenikmatan dan kehidupan. Bahkan di dalamnya seluruh derita berubah menjadi nikmat. Begitulah yang kita ketahui.
    Ey aziz arkadaşım! İkinci yolumuzda, o nurani tarîkte bir haleti hissettik; o haletle oluyor hayat, maden-i lezzet. Âlâm, olur lezaiz.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Ia memberikan ketenangan ke dalam ruh—sesuai dengan kadar kekuatan iman. Tubuh juga merasa nikmat dengan kenikmatan yang dirasakan oleh ruh. Sementara ruh sendiri merasa nyaman dengan kenikmatan yang didapat oleh jiwa dan perasaan.
    Onunla bunu bildik ki mütefavit derecede, kuvvet-i iman nisbetinde ruha bir halet verir. Ceset ruhla mültezdir, ruh vicdanla mütelezziz.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Dalam jiwa terdapat kebahagiaan yang segera. Ia merupakan surga firdaus maknawi yang bercampur dalam relung kalbu. Proses tafakkur meneteskannya kepada manusia. Sementara perasaan adalah sesuatu yang memperlihatkannya.
    Bir saadet-i âcile, vicdanda mündericdir; bir firdevs-i manevî, kalbinde mündemicdir. Düşünmekse deşmektir, şuur ise şiar-ı râz.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Sekarang kita mengetahui bahwa nikmat semakin bertambah, neraka kehidupan berubah menjadi cahaya, serta musim dinginnya berubah menjadi musim panas sesuai dengan kadar keterjagaan kalbu, gerakan kesadaran jiwa, dan perasaan ruh.
    Şimdi ne kadar kalp ikaz edilirse, vicdan tahrik edilse, ruha ihsas verilse lezzet ziyade olur hem de döner ateşi nur, şitası yaz.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Begitulah, pintu-pintu surga terbuka lebar dalam jiwa, dan dunia pun berubah menjadi surga yang luas yang menjadi tempat ruh bertamasya. Bahkan ia terbang mengalahkan burung dengan sayap salat dan doa.
    Vicdanda firdevslerin kapıları açılır, dünya olur bir cennet. İçinde ruhlarımız, eder pervaz u perdaz, olur şehbaz u şehnaz, yelpez namaz u niyaz.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Kutitipkan dirimu kepada Allah wahai sahabat. Marilah kita saling mendoakan. Sekarang kita berpisah dan sampai berjumpa lagi.
    Ey aziz yoldaşım! Şimdi Allah’a ısmarladık. Gel, beraber bir dua ederiz, sonra da buluşmak üzere ayrılırız…
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Ya Allah, tunjukkan kami jalan yang lurus.
    اَللّٰهُمَّ اِه۟دِنَا الصِّرَاطَ ال۟مُس۟تَقٖيمَ  اٰمٖينَ
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ==Jawaban yang Ditujukan kepada Gereja Anglikan==
    == Anglikan Kilisesine Cevap ==
    Suatu hari seorang pastur yang memendam kedengkian, sang politikus penipu, dan musuh utama Islam bertanya tentang empat hal.
    Bir zaman bîaman İslâm’ın düşmanı, siyasî bir dessas, yüksekte kendini göstermek isteyen vesvas bir papaz, desise niyetiyle hem inkâr suretinde
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Ia meminta jawaban tentangnya dalam enam ratus kata.
    Hem de boğazımızı pençesiyle sıktığı bir zaman-ı elîmde pek şematetkârane bir istifham ile dört şey sordu bizden.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Ia bertanya untuk memunculkan keraguan dengan sikap sombong dan angkuh. Serta dalam kondisi sulit di mana negaranya mengekang kita.
    Altı yüz kelime istedi. Şematetine karşı yüzüne “Tuh!” demek, desisesine karşı küsmekle sükût etmek, inkârına karşı da
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Karena itu, jawaban yang selayaknya diberikan adalah, “Semoga engkau celaka!” disertai sikap diam kepadanya karena marah atas makarnya di samping perlu memberikan jawaban mematikan yang laksana palu baginya dalam menghadapi pengingkarannya. Aku tidak memosisikannya sebagai lawan bicaraku. Namun jawaban-jawaban kami ha- nya diberikan kepada orang yang mau mendengar dan mencari kebenaran, yaitu sebagai berikut:
    Tokmak gibi bir cevab-ı müskit vermek lâzımdı. Onu muhatap etmem. Bir hakperest adama böyle cevabımız var. O dedi '''birincide:'''
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Pada pertanyaan pertama ia berkata, “Apa agama Muhammad?” Kukatakan, “Ia adalah al-Qur’an al-Karim. Tujuan utamanya adalah mengokohkan enam rukun iman dan menanamkan lima rukun Islam.”
    “Muhammed aleyhissalâtü vesselâm dini nedir?” Dedim: “İşte Kur’an’dır. Erkân-ı sitte-i iman, erkân-ı hamse-i İslâm, esas maksad-ı Kur’an.” Der '''ikincisinde:'''
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Pada pertanyaan kedua ia berkata, “Apa yang beliau persembahkan untuk pemikiran dan kehidupan?” “Beliau mempersembahkan tauhid untuk pemikiran dan sikap yang lurus (istikamah) dalam kehidupan.
    “Fikir ve hayata ne vermiş?” Dedim: “Fikre tevhid, hayata istikamet. Buna dair şahidim:
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Dalilnya adalah firman Allah, “Katakanlah, ‘Dia Allah Yang Mahaesa.’” (QS. al-Ikhlas [112]: 1) dan “Istikamahlah sebagaimana yang diperintahkan padamu!” (QS. Hud [11]: 112).
    فَاس۟تَقِم۟ كَمَٓا اُمِر۟تَ  قُل۟ هُوَ اللّٰهُ اَحَدٌ
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Pada pertanyaan ketiga ia berkata, “Bagaimana beliau bisa menangani berbagai konflik yang terjadi saat ini?” “Dengan mengharamkan riba dan mewajibkan zakat.” Dalilnya adalah firman Allah,
    Der '''üçüncüsünde:''' “Mezahim-i hazıra nasıl tedavi eder?” Derim: “Hurmet-i riba hem vücub-u zekâtla. Buna dair şahidim:
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    “Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (QS. al-Baqarah [2]: 275)
    يَم۟حَقُ اللّٰهُ الرِّبٰوا   da.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    “Allah memusnahkan riba.” (QS. al-Baqarah [2]: 276). “Tegakkan salat dan tunaikan zakat.” (QS. al-Baqarah [2]: 43).
    وَاَحَلَّ اللّٰهُ ال۟بَي۟عَ وَحَرَّمَ الرِّبٰوا  وَاَقٖيمُوا الصَّلٰوةَ وَاٰتُوا الزَّكٰوةَ
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Pada pertanyaan keempat ia berkata,
    Der '''dördüncüsünde:'''
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    “Bagaimana beliau melihat berbagai ketimpangan yang terjadi pada umat manusia?” “Bekerja adalah landasan utamanya. Serta upaya agar aset kekayaan manusia tidak terkumpul pada orang-orang zalim.
    “İhtilal-i beşere ne nazarla bakıyor?” Derim: “Sa’y, asıl esastır. Servet-i insaniye, zalimlerde toplanmaz, saklanmaz ellerinde.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Dalilnya,
    Buna dair şahidim:
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    “Manusia mendapatkan apa yang ia usahakan.” (QS. an-Najm [53]: 39),
    لَي۟سَ لِل۟اِن۟سَانِ اِلَّا مَا سَعٰى  وَالَّذٖينَ يَك۟نِزُونَ الذَّهَبَ وَال۟فِضَّةَ
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    “Orang-orang yang menyimpan emas dan perak serta tidak mau menginfakkannya di jalan Allah, berikanlah kepada mereka kabar buruk berupa siksa yang pedih.” (QS. at-Taubah [9]: 34).
    وَلَا يُن۟فِقُونَهَا فٖى سَبٖيلِ اللّٰهِ فَبَشِّر۟هُم۟ بِعَذَابٍ اَلٖيمٍ
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    3.531. satır: 1.855. satır:




    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ------
    ------
    <center> [[Otuz Üçüncü Söz]] ⇐ | [[Sözler]] | ⇒ [[Konferans]] </center>
    <center> [[Otuz Üçüncü Söz/id|KALIMAT KETIGA PULUH TIGA]] ⇐ | [[Sözler/id|Al-Kalimât]] | ⇒ [[Konferans/id|MATERI SEMINAR]] </center>
    ------
    ------
    </div>

    11.36, 11 Aralık 2024 itibarı ile sayfanın şu anki hâli

    Diğer diller:

    Antara Hilal Puasa dan Hilal Hari Raya

    Bunga-bunga yang Mekar dari Benih Hakikat

    dan kumpulan syair Keimanan untuk

    Tullabunnur

    Bediüzzaman Said Nursî

    Perhatian: Karya yang berjudul al-lawâmi’ (Kilau Cahaya) ini tidak seperti kumpulan syair lain di mana ia berbentuk satu corak dan berisi sejumlah tema. Hal itu karena sang penulis yang terhormat menjelaskan berbagai ungkapan retoris yang sangat singkat untuk salah satu tulisannya yang lalu “benih hakikat”. Di samping itu, ia ditulis dalam bentuk prosa. Belum lagi bahwa ia tidak lahir menuju khayalan dan tidak keluar dari sejumlah perasaan yang tak terukur sebagaimana kumpu- lan syair yang lain. Namun kumpulan syair ini serba terukur dengan ukuran logika, hakikat al-Qur’an dan nilai keimanan. Ia merupakan pelajaran ilmiah, bahkan qurani dan imani yang diperdengarkan oleh sang penulis ke telinga keponakannya serta para murid semisal yang berguru padanya. Guru kami meniru dan mengambil pelajaran dari cahaya وَمَا عَلَّم۟نَاهُ الشِّع۟رَ “Kami tidak mengajarinya syair.” Beliau tidak memiliki kecenderungan kepada nazham dan syair serta tidak pernah menyibukkan diri dengan keduanya seperti yang telah dijelaskan. Kami juga dapat menangkap hal tersebut.

    Koleksi yang menyerupai karya syair ini ditulis selama dua puluh hari, setelah upaya berkesinambungan selama dua jam atau dua jam setengah setiap hari. Padahal banyak kesibukan dan tugas penting di Dâr al-Hikmah al-Islâmiyah. Penulisan karya semacam ini dalam jangka waktu yang sangat singkat di mana penulisan satu halaman puitis saja memiliki tingkat kesulitan yang melebihi sepuluh halaman lainnya disertai bentuknya yang keluar secara alamiah tanpa ada proses koreksi, pemolesan dan perbaikan, semua itu membuat kami melihatnya sebagai salah satu karya Risalah Nur yang luar biasa. Kami belum pernah melihat kum- pulan syair seperti ini yang mudah dibaca tanpa terlihat dibuat-buat dan dipaksakan. Kami berharap semoga Allah menjadikan tulisan berharga ini setara dengan buku al-Matsnawi ar-Rumi bagi para Tullabunnur. Sebab, ia merupakan ringkasan Risalah Nur yang sangat bernilai. Ia juga seperti indeks yang kehadirannya memberikan kabar gembira dan memberikan petunjuk masa depan tentangnya. Yaitu tentang sejumlah risalah yang sepuluh tahun kemudian baru muncul dan selesai secara sempurna dalam kurun waktu dua puluh tiga tahun.

    Atan nama Tullabunnur

    Sungur, Mehmed Feyzi, Hüsrev

    Catatan

    (*[1])Aku tidak bisa membuat nazham atau sajak dengan baik karena aku tidak mengetahui keduanya dengan bersandar pada kaidah اَلْمَرْءُ عَدُوٌّ لِمَا جَهِلَ “Seseorang cenderung memusuhi apa yang tidak ia ketahui.” Aku juga tidak ingin mengubah bentuk hakikat agar sesuai dengan sajak yang ada seperti ungkapan pepatah “Mengorbankan Shafiyah hanya untuk membuat tulisan bersajak.”(*[2])Karena itu, dalam tulisan yang tak bersajak ini aku membungkus sejumlah hakikat agung dengan pakaian paling buruk. Sebabnya adalah sebagai berikut:

    Pertama, karena aku tidak mengetahui yang lebih baik daripada itu. Aku memfokuskan pikiran pada maknanya semata, bukan kepada lafalnya.

    Kedua, dengan cara ini aku ingin memberikan kritik kepada para penyair yang mengukir tubuh agar sesuai dengan pakaian.

    Ketiga, aku juga ingin menyibukkan diri dengan berbagai hakikat utama disertai sibuknya hati dengannya di bulan penuh berkah ini, bulan Ramadhan.

    Karena sebab-sebab itulah gaya tutur yang menyerupai gaya bahasa para pemula ini dipilih. Hanya saja, wahai pembaca budiman!Jika aku keliru—dan aku mengakuinya—jangan sampai engkau juga berbuat keliru dengan melihat gaya bahasanya tanpa melihat berbagai hakikatnya yang mulia sehingga kemudian mengabaikannya.

    Penjelasan

    Wahai pembaca budiman, aku telah mengakui ketidakmam- puanku dalam membuat tulisan yang baik dan bersajak. Bahkan aku juga tidak bisa menulis nama sendiri dengan tulisan yang bagus. Sepanjang hidup, aku tidak mampu merangkai sebuah bait atau sajaknya. Namun, tiba-tiba terlintas dalam pikiranku adanya keinginan kuat untuk membuat tulisan bersajak. Jiwaku merasa senang dengan sajak alami yang terdapat dalam kitab “Qawl Nawwâlan Sîsiban”(*[3])di mana ia berisi pujian yang menggambarkan peperangan para sahabat. Karena itu, aku berusaha meniru pola sajaknya. Kutulis ia dalam bentuk prosa yang menyerupai nazham tanpa harus mengikuti pola sajak yang ada. Karena itu, siapapun bisa membacanya dengan mudah tanpa perlu mengingat dan memerhatikan pola sajaknya. Namun ia harus memosisikannya sebagai prosa untuk memahami maknanya. Sebab, terdapat hubungan makna antara potongan kalimat. Ia tidak boleh berhenti pada rima sajaknya.Sebagaimana peci torbus bisa dipakai tanpa tali yang terikat dengannya, maka pola sajak bisa dituliskan tanpa terikat dengan rimanya. Bahkan menurutku bila lafal dan sajak begitu menarik dan menyibukkan pikiran manusia, maka lebih tepat jika redaksinya sederhana tanpa dihias macam-macam agar tidak memalingkan perhatian manusia kepadanya.

    Guru dan pembimbingku dalam kitab ini adalah al-Qur’an. Kitab yang kubaca adalah kehidupan. Mitra bicara yang menjadi sasaran ucapanku adalah diri sendiri. Adapun engkau wahai pembaca yang mulia hanya sekadar pendengar. Sedangkan pendengar tidak layak untuk memberikan kritik. Namun ia boleh mengambil yang menarik baginya tanpa perlu menunjukkan keberatan terhadap sesuatu yang tidak disenanginya. Nah, karena tulisan ini bersumber dari limpahan karunia bulan yang mulia; bulan Ramadhan yang penuh berkah,(*[4])aku berharap ia bisa memberikan kesan ke dalam hati saudara seagamaku sehingga ia mau mempersembahkan untukku sebuah doa berupa ampunan atau bacaan surat al-Fatihah.

    Ad-Dâ’i (Sang Penyeru)

    Kuburku(*[5])yang hancur berisi 79 mayat(*[6]) Said yang penuh dosa dan derita.

    Delapan puluh tahun berlalu menjadi saksi bagi kuburku.

    Semua menangis(*[7])karena Islam yang telah disia-siakan.

    Kubur yang penuh dengan kematian tersebut merintih bersama batu nisannya.

    Esok aku akan segera bertolak menuju medan pembalasan.

    Aku sangat yakin bahwa masa depan Asia berikut bumi dan langitnya

    akan tunduk ke tangan Islam yang putih bersinar.

    Sebab tangan kanannya memberi iman,

    ia mempersembahkan ketenangan dan kedamaian bagi seluruh insan.

    • * *


    بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ

    اَل۟حَم۟دُ لِلّٰهِ رَبِّ ال۟عَالَمٖينَ وَالصَّلَاةُ عَلٰى سَيِّدِ ال۟مُر۟سَلٖينَ

    وَ عَلٰى اٰلِهٖ وَ صَح۟بِهٖ اَج۟مَعٖينَ

    Dua Bukti Tauhid yang Agung

    Alam ini sendiri merupakan satu bukti yang agung. Pasalnya, lisan gaib dan lisan dzahir bertasbih dengan tauhid; tauhid Dzat Yang Maha Penyayang. Dengan suara nyaring, keduanya

    menyebut lâ ilâha illâ Huwa (tiada Tuhan selain Dia).

    Seluruh partikel alam, selselnya, pilar-pilarnya, dan organnya merupakan lisan yang ikut berzikir bersama suara gema

    tersebut dengan lâ ilâha illâ Huwa.

    Pada lisan tersebut terdapat keragaman. Pada suara yang ada terdapat sejumlah tingkatan, namun semuanya mengarah pada satu titik dan

    mengucap lâ ilâha illâ Huwa.

    Alam ini merupakan manusia besar. Ia berzikir dengan suara nyaring. Sejumlah suara yang halus itu berikut semua bagian dan partikelnya bersama-sama dengan suara nyaring itu

    menggemakan lâ ilâha illâ Huwa.

    Ya, alam ini membacakan ayat-ayat al-Qur’an dalam sebuah lingkaran zikir yang besar. Al-Qur’an yang bersinar terang ini bersama makhluk bernyawa mendendangkan

    kalimat lâ ilâha illâ Huwa.

    Al-Furqan yang penuh hikmah ini merupakan bukti yang mengucapkan tauhid tersebut. Seluruh ayatnya menjadi lisan yang jujur dan kilau yang memancarkan iman.

    Jadi, semuanya menyatakan lâ ilâha illâ Huwa.

    Ketika engkau mendekatkan telinga tersebut ke dada al-Furqan tadi, dari relung yang paling dalam engkau akan mendengar gema samawi yang sangat jelas

    yang berbunyi lâ ilâha illâ Huwa.

    Suara halus itu adalah suara yang tinggi dan mulia dalam bentuk yang sangat serius dan mendatangkan kelapangan, paling jujur dan tulus. Ia diperkuat oleh bukti nyata yang meyakinkan di mana secara berulang-ulang

    menyatakan lâ ilâha illâ Huwa.

    Bukti bersinar ini enam sisinya sangat transparan dan mulia. Sebab:Padanya terdapat ukiran kemukjizatan yang jelas.Di dalamnya cahaya petunjuk bersinar dan

    mengucap lâ ilâha illâ Huwa.

    Di bawahnya terdapat untaian hujjah dan logika. Di sisi kanannya terdapat konklusi akal di mana ia membenarkannya

    dengan lâ ilâha illâ Huwa.

    Di sisi kirinya—yang juga kanan—mempersaksikan hati nurani. Di hadapannya terdapat kebaikan dan kebajikan. Tujuannya berupa kebahagiaan.

    Kuncinya selalu lâ ilâha illâ Huwa.

    Di belakangnya yang merupakan sisi depan, yakni sandarannya adalah bersifat samawi. Ia berupa wahyu murni. Enam sisi ini bersinar terang yang pada puncaknya

    tampak lâ ilâha illâ Huwa.

    Ilusi tidak akan mungkin mencuri informasinya. Keraguan juga tidak mungkin mengetuk pintunya.Mungkinkah si ateis bisa masuk ke dalam istana yang berkilau itu.Pagar bentengnya demikian tinggi. Setiap kata darinya berupa

    malaikat yang mengucap lâ ilâha illâ Huwa.

    Al-Qur’an yang agung itu merupakan lautan yang menuturkan tauhid.Marilah kita mengambil satu tetes sebagai contoh. Misalnya surah al-Ikhlas. Kita mengambilnya sebagai simbol singkat dari berbagai simbol yang tak terhitung.

    Ia menyanggah kemusyrikan secara tegas berikut semua bentuknya. Ia menetapkan tujuh jenis tauhid dalam enam kalimatnya. Tiga kalimat darinya menetapkan dan tiga lagi menafikan.

    Kalimat pertama قُل۟ هُوَ isyarat tanpa disertai petunjuk lain. Artinya, ia penetapan secara mutlak.

    Di dalamnya terdapat kejelasan yaitu bahwa tidak ada dia kecuali Dia.

    Ini menunjukkan tauhid asy-Syuhud (penyaksian).

    Andaikan basirah yang menembus al-Haq larut dalam tauhid, tentu ia berkata “Tiada yang disaksikan kecuali Dia.”

    Kalimat kedua اَللّٰهُ اَحَدٌ merupakan penjelasan tauhid uluhiyah. Sebab, lewat lisan al-haq hakikat kebenaran berkata

    “Tiada yang disembah kecuali Dia.”

    Kalimat ketiga اَللّٰهُ الصَّمَدُ merupakan tempurung bagi dua dari sekian permata tauhid. Pertama: tauhid Rububiyah.

    Lisan tatanan alam berkata “Tiada Pencipta kecuali Dia.”

    Kedua, tauhid al-Qayyûmiyah. Yakni, lisan kebutuhan pada sebab hakiki di seluruh alam berucap

    “Tiada yang berdiri sendiri kecuali Dia.”

    Kalimat keempat لَم۟ يَلِد۟ berisi tauhid al-Jalâl. Ia menyanggah semua bentuk kemusyrikan dan memutus semua bentuk kekufuran.

    Sebab segala yang berubah, berketurunan, dan terbagi tentu bukanlah Pencipta, bukan Dzat yang berdiri sendiri dan bukan Tuhan.

    لَم۟ menolak pemahaman keberadaan anak dan sifat melahirkan bagi Tuhan. Ia dengan tegas memutus syirik.

    Akibat syirik ini kebanyakan manusia menjadi sesat sehingga mereka meyakini bahwa Isa, Uzair, atau malaikat sebagai anak Tuhan.

    Kalimat kelima وَلَم۟ يُولَد۟ merupakan tauhid permanen yang menunjukkan penetapan ahadiyah Tuhan. Siapa yang tidak bersifat wajib, qadim (tak bermula), dan azali tidak bisa disebut Tuhan.

    Yakni, jika ia bersifat baru, temporer, atau lahir, serta terpisah dari asalnya, maka tidak bisa menjadi tuhan bagi alam ini.

    Kalimat ini menyangkal syirik penyembahan terhadap sebab, penyembahan terhadap bintang, penyembahan terhadap berhala, dan penyembahan terhadap alam.

    Kalimat keenam وَلَم۟ يَكُن۟ adalah tauhid komprehensif. Yakni tidak ada yang sama dengan-Nya dalam hal zat. Tidak ada sekutu bagi-Nya dalam hal perbuatan. Tidak ada yang serupa dengan-Nya dalam hal sifat. Semuanya secara bersama-sama mengarah kepada kata lam (tidak).

    Enam kalimat ini secara maknawi menjadi buah dari yang lain dan pada waktu yang sama menjadi bukti baginya.

    Artinya, surah al-Ikhlas mengandung 30 surat dari surat-surat al-Ikhlas yang tersusun dan terbentuk dari berbagai dalil yang saling menguatkan.

    Hanya Allah yang mengetahui hal gaib.

    Sebab bukan Pelaku Hakiki

    Kemuliaan dan keagungan uluhiyah menuntut sebab-sebab materi agar menjadi tirai bagi qudrah Allah di hadapan pandangan akal.

    Sementara tauhid dan keagungan-Nya menuntut agar sebab-sebab materi tidak memberi pengaruh hakiki terhadap jejak qudrah ilahi.

    Wujud tidak Terbatas pada Alam Fisik

    Berbagai jenis wujud yang tidak terhingga tak terbatas pada alam ini; alam nyata.

    Alam fisik (materi) laksana tirai dekorasi yang dihamparkan pada berbagai alam gaib yang bersinar.

    Kesatuan dalam Pena Qudrah Memperlihatkan Tauhid

    Terlihatnya jejak kreasi pada setiap sisi fitrah secara jelas menyangkal penciptaan sebab atasnya.

    Ukiran pena dan qudrah itu sendiri secara tegas menolak keberadaan perantara pada setiap titik penciptaan.

    Tidak ada Sesuatu Tanpa Yang Lain

    Rahasia kekompakan dan keharmonisan yang tersembunyi dan tersebar di seluruh alam,

    serta kemunculan spirit saling merespon dan bekerjasama dari semua aspek menerangkan bahwa terdapat qudrah yang meliputi seluruh

    alam di mana ia menciptakan partikel dan meletakkannya di tempat yang sesuai dengannya.

    Setiap huruf dan setiap baris dari kitab alam adalah hidup. Rasa butuh menggiringnya dan memperkenalkan antara yang satu dengan yang lain. Maka ia menyambut seruan di manapun terdengar.

    Dengan rahasia tauhid, seluruh cakrawala saling merespon. Sebab, qudrah Tuhan mengarahkan setiap huruf yang hidup menuju setiap kalimat dalam kitab tersebut.

    Gerakan Matahari Menciptakan Gravitasi untuk Menarik Tata Suryanya

    Matahari bagaikan pohon yang berbuah. Ia bergerak agar buahnya yang beredar dan tertarik kepadanya tidak jatuh.

    Andaikan ia diam, tentu daya tariknya lenyap dan rasa senangnya hilang. Karena rindu, seluruh benda yang ditariknya yang beredar secara rapi di angkasa luas menjadi menangis.

    Sesuatu yang Kecil Terpaut dengan yang Besar

    Dzat yang menciptakan mata nyamuk adalah Dzat yang menciptakan matahari dan galaksi.

    Dzat yang menata perut kutu adalah Dzat yang menata tata surya.

    Dzat yang memasukkan penglihatan ke dalam mata serta menanamkan rasa butuh di perut adalah Dzat yang menghias mata langit dengan sinar dan menghamparkan hidangan makanan di atas bumi.

    Tatanan Alam Mengandung Kemukjizatan yang Agung

    Perhatikan kemukjizatan dalam penciptaan alam.

    Andaikan setiap sebab materi memiliki sifat berbuat, memilih, dan berkuasadi mana ini semuanya mustahiltentu sebab-sebab itu tak berdaya dan

    tunduk di hadapan kemukjizatan di atas seraya berkata,

    “Mahasuci Engkau. Kami tidak memiliki kekuatan. Wahai Tuhan, Engkau Mahakuasa, azali dan agung.”

    Segala Sesuatu Sama di Hadapan Qudrah Tuhan

    Tidaklah Allah menciptakan dan membangkitkan kamu (dari dalam kubur) itu melainkan hanyalah seperti (menciptakan dan membangkitkan) satu jiwa saja (QS. Luqman [31]: 28).

    Qudrah ilahi bersifat zati dan azali, tidak dihiasi oleh ketidakberdayaan, tidak ada tingkatan di dalamnya, serta tidak bisa diinfiltrasi oleh halangan sedikitpun.

    Hal-hal yang bersifat universal dan parsial sama saja baginya. Sebab, setiap sesuatu terpaut dengan semua hal.

    Siapa yang tidak mampu menciptakan segala sesuatu, ia tidak mampu menciptakan sesuatupun.

    Siapa yang tidak Menggenggam Kendali Alam tidak Mampu Mencipta Partikel

    Siapa yang tidak memiliki kekuatan untuk mengangkat bumi,

    matahari dan bintang yang jumlahnya tak terhingga serta meletakkannya di atas angkasa dan di atas dadanya secara teratur dan rapi,

    maka ia sama sekali tidak bisa mengaku sebagai pencipta.

    * * *
    

    Menghidupkan Spesies seperti Menghidupkan Individu

    Sebagaimana menghidupkan seekor lalat yang mendengkur seperti mati di musim dingin tidak sulit bagi qudrah ilahi,

    demikian pula menghidupkan dunia sesudah kematiannya, bahkan menghidupkan seluruh jiwa sangat mudah bagi-Nya.

    Hukum Alam adalah Kreasi Ilahi

    Hukum alam bukan pencipta, tetapi tempat penciptaan. Bukan pengukir, tetapi ukiran. Bukan pelaku, tetapi objek. Bukan arsitek, tetapi arsitektur.

    Bukan penata, tetapi tatanan. Bukan qudrah, tetapi hukum. Ia adalah syariat kehendak Allah, bukan hakikat eksternal.

    Hati Nurani Mengenal Allah lewat Getaran Cinta dan Luapan Rasa

    Dalam hati nurani terdapat ketertarikan dan daya tarik. Keduanya selalu bercampur di dalamnya.

    Karena itu, ia tertarik. Ia terwujud dengan adanya daya tarik dari sesuatu yang menarik. Pemiliki perasaan tertarik ketika Pemilik keindahan tampak dan terwujud dengan terang tanpa hijab.

    Fitrah yang merasakan ini menjadi saksi yang kuat atas eksistensi Sang Wajibul wujud, Pemilik keagungan dan keindahan.

    Bukti yang pertama adalah daya tarik tersebut dan yang kedua adalah adanya ketertarikan.

    Kesaksian Fitrah itu Benar

    Tidak ada dusta dalam fitrah. Yang dikatakannya itu benar.

    Kecenderungan untuk tumbuh yang tersembunyi dalam benih berkata, “Aku akan tumbuh dan berbuah.” Ternyata realitas membenarkannya.

    Dalam telur, kecenderungan hidup berkata dari balik kedalamannya,

    “Aku akan menjadi anak ayam.” Dan ternyata dengan izin Allah ia benar-benar terwujud dan ucapannya benar.

    Ketika segenggam air yang terdapat di dalam lubang besi hendak membeku, kecenderungan untuk terbentang di saat dingin berkata,

    “Meluaslah wahai besi, aku butuh tempat yang lebih luas.”

    Maka, besi yang keras itupun berusaha untuk tidak mengingkarinya.

    Bahkan ketulusan dan kejujuran jiwa yang terdapat di dalamnya membelah besi tersebut.

    Semua kecenderungan di atas merupakan perintah takwini, hukum ilahi, syariat fitri, serta manifestasi kehendak ilahi yang terdapat dalam penataan alam.

    Setiap kecenderungan dan setiap ketaatan merupakan bentuk ketundukan terhadap perintah Rabbani.

    Manifestasi dalam hati nurani demikian jelas di mana ketertarikan dan daya tarik merupakan dua hal yang bening laksana

    cermin terang yang memantulkan cahaya iman dan manifestasi keindahan abadi.

    Kenabian adalah Kebutuhan Utama Manusia

    Qudrah ilahi yang tidak membiarkan semut tanpa keberadaan pimpinannya,

    lebah tanpa keberadaan lebah jantan, tentu tidak membiarkan manusia tanpa keberadaan seorang nabi serta tanpa keberadaan syariat. Ya, demikianlah tuntutan rahasia tatanan alam.

    Mi’raj adalah Mukjizat bagi Malaikat sebagaimana Terbelahnya Bulan adalah Mukjizat bagi Manusia

    Mi’raj merupakan kewalian terbesar dalam kenabian yang diterima di mana malaikat melihatnya secara hakiki sebagai bentuk karamah.

    Sang Nabi yang cemerlang menaiki Buraq dan pergi secepat kilat lalu mengelilingi alam wujud laksana bulan seraya menyaksikan alam cahaya pula.

    Sebagaimana terbelahnya bulan merupakan mukjizat konkret dan agung bagi manusia di alam nyata,

    maka mi’raj ini juga mukjizat terbesar bagi penduduk alam arwah.

    Petunjuk Kalimat Syahadat terdapat di Dalamnya

    Dua kalimat syahadat masing-masing menjadi saksi, petunjuk dan bukti bagi yang lain.

    Yang pertama menjadi bukti limmi bagi yang kedua, sementara yang kedua menjadi bukti inni bagi yang pertama.(*[8])

    Kehidupan adalah Model dari Manifestasi Kesatuan

    Kehidupan adalah cahaya kesatuan. Tauhid terwujud lewat ke- hidupan dalam bentuk yang demikian banyak. Ya, salah satu manifestasi kesatuan adalah membuat entitas yang sangat banyak menjadi satu wujud.

    Sebab, kehidupan membuat sesuatu yang satu memiliki segala sesuatu. Sebaliknya, segala sesuatu saat kehilangan kehidupan menjadi tiada.
    

    Ruh adalah Hukum yang Dibungkus dengan Wujud Lahiri

    Ruh adalah hukum bercahaya dan ketentuan yang dibungkus dengan wujud lahiri. Di dalamnya ditanamkan perasaan.

    Ruh yang memiliki wujud lahiri ini serta hukum yang rasional— yang dapat ditangkap oleh akal—menjadi dua saudara dan dua teman.

    Pasalnya, ruh datang dari alam perintah dan sifat kehendak-Nya laksana hukum fitrah yang baku dan permanen.

    Qudrah ilahi membungkus ruh dengan wujud fisik serta menanamkan perasaan padanya sehingga menjadikannya sebagai unsur yang bergerak lembut sebagai kulit dari esensi tersebut.

    Andaikan qudrah Sang Pencipta membungkus hukum yang mengalir pada berbagai spesies dengan wujud lahiri, tentu semuanya memiliki ruh.

    Andaikan ruh tersebut mencabut wujud lahirinya serta mencampakkan perasaan darinya, tentu ia menjadi hukum yang abadi.

    Wujud Tanpa Kehidupan seperti Tiada

    Cahaya dan kehidupan, masing-masing menyingkap entitas. Jika tidak ada cahaya kehidupan, maka wujud menghadapi ketiadaan, bahkan seperti ketiadaan.

    Ya, sesuatu yang tidak memiliki kehidupan adalah asing dan yatim meskipun berupa rembulan.

    Semut yang Hidup Lebih Besar daripada Bumi

    Jika engkau mengukur semut dengan neraca wujud, bumi kita ini tidak memadai bagi alam yang menjadi tempat hidup semut lewat rahasia kehidupan.

    Andai kita membandingkan bumi—yang menurut kita hidup dan menurut yang lainnya matidengan semut tadi,

    maka bumi tidak bisa menyamai separuh saja dari kepala entitas yang dilengkapi perasaan tersebut.

    Nasrani akan Menyerahkan Urusannya kepada Islam

    Nasrani akan menghadapi kondisi redup atau bersih. Ia akan menyerahkan senjata dan tunduk pada Islam.

    Ia telah tercabik berkali-kali hingga mengarah pada pandangan Protestan. Namun ia juga tidak membantu.

    Tirainya kembali tercabik. Ia jatuh pada kesesatan mutlak. Hanya saja, sebagian darinya mendekati tauhid. Ia akan menemukan keberuntungan padanya.

    Sekarang ia nyaris tercabik.(*[9])Jika tidak redup, ia akan bersih dan menjadi kerajaan Islam (sebab ia sudah berada di hadapan sejumlah hakikat Islam yang mencakup seluruh prinsip Nasrani yang asli).

    Ini merupakan rahasia agung yang ditunjukkan oleh Rasul x dengan turunnya Isa. Isa akan menjadi bagian umat beliau dan berbuat sesuai syariat beliau.(*[10])

    Pandangan Konvensional Melihat yang Mustahil menjadi Mungkin

    Ada sebuah peritiwa yang terkenal, yaitu ketika orang-orang menantikan hilal hari raya tanpa ada seorangpun yang melihatnya, tiba-tiba seseorang yang sudah lanjutusia bersumpah bahwa ia telah melihat hilal.

    Namun ternyata yang ia lihat bukan hilal, tapi bulu putih yang melengkung dari alisnya sehingga bulu putih yang melengkung itu tampak sebagai hilal olehnya.

    Tentu saja ia bukan hilal.Engkau paham apa maksudnya?

    Gerakan partikel menjadi seperti rambut-rambut yang gelap bagi mata akal. Ia menutupi penglihatan sehingga membuatnya buta dan tidak bisa melihat.

    Beginilah kesesatan terjadi. Tentu saja gerak partikel tidak bisa disamakan dengan Pengatur alam.

    Dugaan bahwa berbagai hal bersumber dari gerak partikel adalah sangat mustahil.

    Al-Qur’an tidak Butuh Wakil, tetapi Butuh Cermin

    Kesucian rujukan itulah yang lebih mendorong mayoritas umat dan masyarakat untuk taat serta lebih menggiring mereka untuk mematuhi perintah daripada kekuatan argumen semata.

    Sembilan puluh persen hukum syariat bersifat aksiomatis dan tuntutan agama yang laksana tiang permata.

    Adapun persoalan ijtihadiyah, khilafiyah dan cabang hanya sekitar 10%.

    Karena itu, jangan sampai 90 tiang permata berada di bawah sepuluh tangkai emas, serta tidak boleh ia mengikutinya.

    Sumber permata dan kekayaannya adalah al-Qur’an dan Sunnah. Ia adalah milik keduanya dan hanya bisa diraih lewat keduanya. Adapun kitab-kitab yang lain serta berbagai persoalan ijtihad harus menjadi cermin yang memantulkan al-Qur’an atau pemandangan yang menghadap kepadanya. Sebab, matahari yang bersinar dan menakjub- kan itu tidak mau menjadi bayangan dan wakil darinya.

    Orang Batil Menganggap Kebatilan sebagai Kebenaran Manusia menghendaki kebenaran dan senantiasa mencarinya sesuai dengan fitrah mulia yang terdapat pada dirinya. Kadang ia menemukan kebatilan lalu diduga sebagai kebenaran dan berusaha membelanya.

    Kadangkala pula kesesatan jatuh padanya tanpa disengaja saat sedang mencari hakikat, lalu ia menganggapnya sebagai kebenaran dan mempercayainya.

    Cermin Qudrah Sangat Banyak

    Cermin qudrah ilahi sangat banyak. Masing-masing membuka jendela yang lebih bening dan lebih halus daripada yang lain untuk menuju ke salah satu alam mistal,

    mulai dari air hingga udara, dari udara hingga eter, dari eter hingga alam mitsal, dari alam mistal hingga alam arwah, dari alam arwah hingga perjalanan zaman, dari perjalanan zaman hingga fantasi, serta dari fantasi hingga pikiran.

    Semuanya merupakan cermin beragam yang menampakkan berbagai atribut ilahi. Simaklah cermin udara!

    Pasti engkau melihat sebuah kata menjadi jutaan kata.

    Demikianlah pena qudrah ilahi menuliskan rahasia perkembang-biakan dan kloning yang menakjubkan.

    * * *
    

    Ragam Bentuk Penjelmaan

    Penjelmaan dalam cermin terbagi atas empat bentuk. Bisa beru- pa gambar yang mencerminkan identitasnya semata, atau juga karakteristiknya, atau identitas dan cahaya esensi, atau esensi identitas.

    Sebagai contoh manusia dan matahari, serta malaikat dan kata.Jelmaan benda padat di cermin menjadi benda mati yang bergerak.

    Jelmaan ruh bercahaya di sejumlah cerminnya masing-masing menjadi hidup dan terkait dengannya, serta cahaya yang terbentang.

    Jika jelamaan itu bukan benda aslinya, ia juga bukan yang lainnya. Jika matahari memiliki kehidupan, maka panasnya adalah kehidupannya dan cahayanya adalah perasaannya. Bayangannya yang terpantul di cermin memiliki sejumlah karakteristik tersebut.

    Berikut ini adalah kunci rahasianya:Saat berada di Sidratul Muntaha, Jibril tampil dalam sosok Dihyah al-Kalbi di majelis Nabi x serta di sejumlah tempat lain.(*[11])

    Izrail mencabut nyawa di satu tempat dan di banyak tempat lain di mana tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah.

    Rasul x muncul di hadapan umat dalam satu waktu, dalam kasyaf para wali, dalam mimpi yang benar, serta mendatangi mereka semua dengan syafaatnya di hari kiamat pada hari kebangkitan yang agung.

    Para wali abdal juga muncul dengan cara sama di banyak tempat dalam waktu bersamaan.

    ==Orang yang Memiliki Kualifikasi Bisa Berijtihad untuk Dirinya, tetapi Tidak untuk Orang Lain== Setiap orang yang memiliki potensi dan kualifikasi untuk berijtihad bisa berijtihad untuk dirinya dalam hal-hal yang tidak diterangkan oleh nas tanpa boleh memaksakan ijtihadnya kepada orang lain.

    Sebab, ia tidak dapat menetapkan hukum serta mengajak umat kepada pemahamannya.

    Pasalnya, pemahamannya dianggap sebagai fikih atau pemahaman terhadap syariat, bukan syariat itu sendiri. Karena itu, bisa jadi manusia menjadi seorang mujtahid, tetapi bukan pembuat syariat. Dakwah kepada pemikiran apapun harus disertai penerimaan mayoritas ulama terhadapnya.

    Jika tidak, ia merupakan bentuk bid’ah yang tertolak. Ia hanya terbatas pada pemiliknya. Sebab, ijmak dan jumhur ulama adalah pihak yang dapat mengidentifikasi stempel syariat atasnya.

    Cahaya Akal Terpancar dari Kalbu

    Para pemikir yang diselimuti kegelapan harus memahami perkataan berikut:

    Pemikiran tidak akan bersinar tanpa adanya cahaya kalbu. Selama cahaya akal tidak bercampur dengan cahaya kalbu, pikiran menjadi gelap dengan memancarkan kebodohan dan kegelapan. Ia adalah gelap yang memakai pakaian cahaya pikiran yang palsu.

    Di matamu terdapat siang, namun ia putih yang gelap. Di dalamnya juga terdapat warna hitam, namun bersinar.

    Jika di dalamnya tidak ada warna hitam yang bersinar, tentu ia bukan lagi menjadi mata dan tidak bisa melihat.

    Demikianlah, tidak ada nilainya penglihatan tanpa disertai basirah (mata hati). Jika hitam kalbu tidak ada dalam pikiran yang putih, hasilnya bukan merupakan pengetahuan dan basirah. Tidak ada akal tanpa disertai kalbu.

    Tingkatan Ilmu dalam Akal Beragam

    Dalam akal terdapat sejumlah tingkatan yang saling berbaur. Sebagian hukumnya juga berbeda. Pertama-tama adalah khayalan atau imajinasi.

    Kemudian persepsi. Setelah itu pemahaman. Lalu kepercayaan. Selanjutnya menjadi sebuah ketetapan hati.

    Barulah komitmen muncul dan keyakinan. Keyakinanmu terhadap sesuatu berbeda dengan komitmenmu terhadapnya.

    Setiap tingkatan tersebut menghasilkan sebuah keadaan. Keteguhan bersumber dari keyakinan. Fanatisme bersumber dari komitmen. Kepatuhan bersumber dari ketetapan hati.

    Komitmen bersumber dari kepercayaan. Lalu sikap netral terdapat pada rasionalitas, objektivitas terdapat pada persepsi, irrasionalitas terdapat pada khayalan meski sulit untuk bercampur.

    Deskripsi tentang sejumlah persoalan batil secara baik akan melukai dan menyesatkan akal pikiran yang bersih.

    Ilmu yang tidak Dikuasai tidak bisa Diajarkan

    Seorang alim dan mursyid hakiki seharusnya mengajarkan ilmunya kepada orang lain di jalan Allah tanpa menanti imbalan.

    Ia seharusnya seperti domba, bukan seperti burung.

    Domba memberikan kepada anaknya susu yang murni, sementara burung memberikan kepada anaknya makanan yang bercampur dengan liur.

    Merusak lebih Mudah, dan Yang Lemah Bisa Menjadi Perusak

    Keberadaan sesuatu bergantung pada keberadaan seluruh bagiannya. Sementara ketiadaan sesuatu terwujud dengan ketiadaan satu bagian darinya. Karena itu, merusak lebih mudah.

    Dari sini pihak yang lemah cenderung merusak dan melakukan perbuatan negatif-destruktif. Bahkan mereka tidak pernah mendekati perbuatan yang positif.

    Kekuatan harus Melayani Kebenaran

    Jika rambu-rambu hikmah, hukum pemerintah, prinsip kebenaran, serta pilar kekuatan tidak saling bersatu dan tidak saling membantu, ia tidak akan berbuah dan tidak akan memberikan dampak kepada sebagian besar manusia.

    Syiar syariat akan dicampakkan dan diabaikan sehingga manusia tidak menjadikannya sebagai sandaran dalam urusan mereka.

    Terkadang Sesuatu Mengandung Kebalikannya

    Akan datang suatu masa di mana sesuatu memuat kebalikannya. Kata menjadi berlawanan dengan maknanya dalam bahasa politik.

    Kezaliman memakai topi keadilan. Pengkhianatan mengenakan pakaian nasionalisme dengan harga yang murah. Jihad di jalan Allah dianggap kekerasan. Perilaku kebinatangan dan kesewenang-wenangan dianggap kebebasan.

    Demikianlah, kebalikan menjadi serupa, bentuk saling berganti, nama saling berhadapan, serta posisi saling bertukar.

    Politik Opurtunis adalah Biadab

    Politik yang berasaskan kepentingan saat ini demikian biadab dan menakutkan.

    Menunjukkan sikap baik kepada binatang buas yang sedang lapar tidak akan membuatnya berbalik sayang, tetapi justru akan membangkitkan seleranya,

    lalu kembali meminta darimu imbalan bagi taring dan cakarnya.

    Kejahatan Manusia Membesar karena Potensinya tidak Dibatasi

    Daya atau potensi yang tersimpan dalam diri manusia secara fitrah tidak terbatas; berbeda dengan hewan.

    Kebaikan dan keburukan yang bersumber darinya tidak terhingga. Ketika hal itu disertai sifat ghurur dan membangkang maka akan melahirkan dosa besar(*[12])sampai-sampai manusia sulit untuk menemukan istilah untuknya.

    Ini menjadi bukti atas keberadaan neraka Jahanam. Sebab, tidak ada balasan baginya kecuali neraka.

    Misalnya, seseorang berharap agar kaum muslimin tertimpa musibah demi membenarkan ucapan dan prediksinya.

    Fenomena zaman sekarang juga memperlihatkan bahwa surga itu mahal, dan neraka itu vital.

    Kebaikan Bisa Menjadi Sarana Keburukan

    Keistimewaan yang dimiliki kalangan khawas pada hakikatnya merupakan sebab yang mendorong mereka untuk bersikap tawaduk dan mengingkari diri.

    Hanya saja sayangnya ia telah dijadikan sarana untuk mengendalikan pihak lain dan bersikap sombong kepada mereka.

    Demikian pula dengan kelemahan kaum fakir dan kefakiran masyarakat awam, keduanya sebenarnya menjadi pendorong untuk mengasihi mereka. Hanya saja sayang sekali pada masa sekarang ini ia digiring menuju kehinaan dan kenistaan.

    Andaikan kemuliaan dan berbagai kebaikan terwujud pada se- suatu, ia akan disandarkan kepada kalangan khawas dan para pimpinan. Namun jika yang terwujud adalah keburukan dan kejahatan, maka ia akan didistribusikan kepada orang-orang dan masyarakat awam.

    Kemuliaan yang didapat oleh kelompok yang menang akan diapresiasi dengan: “Wahai pimpinan kelompok, engkau telah berbuat tepat.” Namun jika yang terjadi sebaliknya, yang terucap adalah, “Sung- guh buruk masyarakatnya.”

    Ini adalah kejahatan yang menyakitkan bagi umat manusia.

    Jika Suatu Komunitas tidak Memiliki Tujuan, Egoisme akan Menguat

    Jika konsep suatu komunitas tidak memiliki tujuan ideal atau tujuan tersebut terlupakan atau pura-pura dilupakan, maka jiwa akan berubah menjadi egoisme individu.

    Artinya, “aku” setiap individu akan menguat. Ia bahkan bisa mengeras sehingga tidak bisa ditembus untuk menjadi “kita”. Maka, orang-orang yang menyukai “aku” dirinya tidak bisa memberikan cin- tanya kepada orang lain.

    Matinya Zakat dan Hidupnya Riba adalah Sumber Kekacauan

    Sumber segala bentuk kekacauan, kerisauan,

    dan kerusakan serta pencetus semua bentuk keburukan dan akhlak yang jelek adalah dua kata atau dua kalimat saja:

    Kedua: Anda yang bekerja, saya yang menikmati hasilnya.

    Obat mujarab yang bisa menawarkan racun mematikan pada kalimat pertama adalah zakat sebagai salah satu rukun Islam.

    Sementara yang bisa mencabut akar pohon zaqqum yang terdapat pada kalimat kedua adalah pelarangan riba.

    Jika umat manusia menginginkan kebaikan dan ingin hidup mulia, mereka harus mewajibkan zakat dan melenyapkan riba.

    * * *
    

    Umat Manusia harus Membunuh Seluruh Bentuk Riba jika Mereka Ingin Hidup

    Hubungan kasih sayang antar kalangan khawas dan awam telah putus.

    Kalangan awam pergi membawa berbagai kesulitan, teriakan untuk membalas dendam, serta benih kedengkian dan kebencian.

    Dari kalangan khawas, mereka mendapatkan api kezaliman dan penghinaan, sikap takabbur, dan sejumlah kendali.

    Padahal semestinya kalangan awam harus tunduk, cinta, hormat, dan patuh kepada kalangan khawas dengan syarat kalangan khawas menunjukkan kebaikan, kasih sayang, simpati dan pembinaan.

    Nah, jika umat manusia ingin terus hidup, mereka harus berpegang pada zakat dan menolak riba.

    Sebab, keadilan al-Qur’an tegak di pintu alam seraya berkata kepada riba, “Engkau dilarang. Eng- kau tidak boleh masuk! Kembalilah!”

    Namun umat manusia tidak mengindahkan perintah ini sehingga mereka mendapatkan tamparan keras.(*[13])Karena itu, ia harus mendengarnya sebelum menerima tamparan lain yang lebih kuat dan lebih pahit.

    ==Manusia telah Memutus Ikatan Keluarga dan akan Memutus Ikatan Pahala== Dalam mimpi aku berkata, “Perang kecil antar bangsa dan suku meninggalkan sejumlah konflik yang lebih berbahaya di kalangan umat manusia.

    Pasalnya, manusia dalam sejarahnya tidak mau menerima kungkungan. Namun ia memutuskan semua belenggu dengan darahnya. Namun sekarang ia menjadi buruh yang siap menerima beban sehingga suatu saat akan diputuskannya pula.

    Kepala manusia sudah mulai beruban setelah melewati lima fase: Kebiadaban, keterbelakangan, perbudakan, tawanan feodalisme,dan sekarang buruh. Demikianlah berawal dan demikian pula ia berlalu.

    Jalan yang Tidak Benar Mengantarkan pada Tujuan yang Salah

    Kaidah “Pembunuh tidak bisa mewarisi”(*[14])merupakan rambu yang sangat agung. Orang yang menyusuri jalan tidak benar untuk mencapai tujuan biasanya akan mendapat yang sebaliknya.

    Nah, mencintai Eropa bukan tindakan yang tepat. Sikap meniru dan menyukai mereka justru membuahkan permusuhan dari pihak yang dicintai disertai berbagai kajahatan.

    Ya, orang fasik terhalang dari kebaikan. Ia tidak akan merasa nikmat dan tidak akan selamat.

    Dalam Jabariyah dan Muktazilah Ada Satu Benih Hakikat

    Wahai pencari hakikat! Syariat melihat masa lalu dan musibah tidak seperti melihat masa depan dan maksiat. Ia melihat masa lalu dan musibah sebagai takdir ilahi. Ini adalah pandangan Jabariyah.

    Sementara masa depan dan maksiat dilihatnya sebagai bentuk taklif ilahi. Ini adalah pandangan Muktazilah. Beginilah cara mempertemukan Jabariyah dan Muktazilah.

    Pada aliran yang batil ini terdapat sebuah benih hakikat yang memiliki posisi khusus. Kebatilan muncul saat ia digeneralisir.

    Lemah dan Keluh kesah Sifat Kalangan Dhuafa

    Jika engkau ingin hidup mulia, jangan merasa lemah dalam menghadapi sesuatu yang bisa diselesaikan.

    Jika engkau ingin hidup lega, jangan berkeluh kesah dalam menghadapi sesuatu yang tidak ada solusinya.

    Sesuatu yang Kecil bisa Mengantar pada Hal yang Besar

    Akan ada banyak keadaan di mana gerakan sederhana akan menaikkan manusia ke tingkatan paling tinggi.

    Demikian pula akan terjadi sejumlah kondisi di mana perbuatan sederhana akan menggiring pelakunya ke tingkatan yang paling rendah.

    Sesaat bisa Menyamai Setahun bagi Sebagian Orang

    Fitrah manusia ada dua bagian: satu bagian bersinar pada saat ini pula, dan sebagian lagi berproses di mana sedikit demi sedikit semakin meninggi. Tabiat manusia menyerupai keduanya.

    Ia berganti sesuai dengan syarat dan kondisinya. Kadangkala ia berjalan secara bertahap dan kadangkala juga mengeluarkan api terang yang meletupkan serbuk mesiu.

    Bisa jadi ada pandangan yang mengubah arang menjadi berlian.Bisa jadi ada sentuhan yang mengubah batu menjadi obat mujarab.

    Tatapan Nabi x mengubah Arab badui yang bodoh menjadi sosok yang mengenal Allah.

    Jika engkau ingin perbandingan, lihatlah Umar ibn al-Khattab sebelum dan setelah masuk Islam. Keduanya laksana benih dan pohon yang memberikan buah matang secara sekaligus.

    Tatapan dan perhatian Nabi x tersebut telah mengubah fitrah yang hitam di jazirah Arab menjadi berlian yang bersinar terang.

    Sifat gelap dan membakar—yang laksana serbuk mesiu—itu berubah menjadi sifat mulia yang bercahaya.

    Dusta adalah Lafal Kafir

    Sebuah benih kejujuran melenyapkan biara kedustaan. Sebuah hakikat kebenaran meruntuhkan menara khayalan. Kejujuran adalah landasan yang utama dan esensi yang terang.

    Bisa jadi ia diganti dengan sikap diam ketika membahayakan. Namun, tidak ada tempat bagi dusta sama sekali meskipun berisi man- faat dan maslahat.

    Hendaklah seluruh ucapanmu jujur, dan hendaklah semua per- nyataanmu benar. Akan tetapi, engkau harus memahami bahwa engkau tidak boleh mengungkap semua kebenaran.

    Jadikan prinsip ini sebagai semboyanmu: “Ambil yang bersih dan tinggalkan yang keruh”

    Lihatlah dengan cermat dan saksikan dengan baik agar pikiranmu juga baik. Hendaknya berbaik sangka dan berpikirlah yang baik agar engkau bisa menemukan kehidupan yang nikmat dan tenang.

    Harapan yang termasuk dalam kerangka prasangka baik menghembuskan kehidupan dalam kehidupan. Sebaliknya, putus asa yang dibungkus dengan prasangka buruk merusak kebahagiaan manusia dan membunuh kehidupan.

    Sebuah Majelis Pertemuan di Alam Mitsal

    (Perbandingan antara Peradaban Modern dan Syariat yang Indah serta antara Kecerdasan Ilmiah dan Petunjuk Ilahi)

    Di tengah gencatan senjata di akhir Perang Dunia Pertama pada salah satu malam Jumat, di alam mistal aku masuk ke dalam sebuah majelis besar dalam suatu mimpi yang benar.

    Orang-orang bertanya kepadaku, “Apa yang akan terjadi pada dunia Islam setelah kekalahan ini?”

    Akupun memberikan jawaban sesuai posisiku sebagai delegasi abad ini, sementara mereka menyimak dengan penuh antusias,

    “Daulah ini adalah daulah yang memikul tanggungjawab untuk melindungi kemerdekaan dunia Islam dan meninggikan kalimat Allah dengan menunaikan kewajiban jihad—sebagai fardhu kifayah—serta rela berkorban demi membela dunia Islam yang laksana satu tubuh seraya membawa panji khilafah.

    Aku tegaskan bahwa daulah ini dan umat Islam akan mengganti bencana yang menimpa mereka dengan kebahagiaan yang dirasakan dunia Islam serta dengan kebebasan yang bisa mereka nikmati.

    Berbagai musibah dan bencana masa lalu pun akan lenyap. Yang mendapat tiga ratus dengan membayar tiga saja sudah tentu tidak merugi. Orang yang memiliki tekad akan mengganti kondisinya saat ini menuju masa depan yang cemerlang.

    Musibah ini juga menerbitkan kasih sayang, persaudaraan dan ikatan antar kaum muslimin dalam bentuk yang luar biasa.

    Tumbuhnya ukhuwah antarkaum muslimin mempercepat kekalahan peradaban saat ini dan mendekatkan pada kehancurannya. Gambarannya akan berubah dan tatanannya akan runtuh.

    Ketika itulah peradaban Islam muncul dan kaum muslimin akan menjadi pihak pertama yang masuk ke dalamnya.

    Jika engkau ingin membandingkan antara peradaban yang bersendikan agama dan peradaban saat ini, perhatikan dengan cermat landasan dari masing-masingnya. Lalu perhatikan sejumlah dampaknya.hal:Landasan dari peradaban saat ini bersifat negatif. Ia berupa lima Titik sandarannya berupa kekuatan, bukan kebenaran.

    Sifat dari kektuaan adalah melampaui batas dan menyimpang. Dari sini muncul pengkhiatan.an Tujuannya adalah kepentingan yang rendah, bukan kemuliaan.

    Sifat dari kepentingan itu adalah persaingan dan permusuhan. Dari sini lahir tindak kejahatan.

    Rambu kehidupannya berupa perselisihan dan pertikaian, bukan kerjasama. Sifat dari pertikaian adalah saling berebutan. Dari sini lahir penindasan.

    Ikatan solidaritasnya adalah rasisme yang tumbuh dengan mengorbankan pihak lain dan menguat dengan menalan yang lain.

    Sifat dari nasionalisme negatif dan rasisme ini adalah konfrontasi seperti terlihat jelas. Dari sini lahir kerusakan dan kehancuran.

    Kelima adalah pengabdiannya yang menarik berupa mengobarkan hawa nafsu, meremehkan hukuman dan memuaskan syahwat.

    Tentu saja sifat dari hawa nafsu adalah membenamkan manusia dan mengubah tujuan hidupnya sehingga umat manusia pun berganti secara maknawi.

    Sebagian besar pelaku peradaban itu, andai batin mereka dibalik hingga terlihat, tentu engkau akan melihat bentuk mereka seperti kera, serigala, ular, beruang dan babi.

    Ya, imajinasimu akan menyentuh bulu dan kulit binatang tersebut. Jejak mereka menjadi petunjuk atas hal itu.

    Sesungguhnya tidak ada tolok ukur di muka bumi selain neraca syariat. Ia merupakan rahmat yang dipersembahkan. Ia turun dari langit al-Qur’an yang agung. Adapun landasan peradaban al-Qur’an al-Karim bersifat positif. Kebahagiaannya beredar pada lima asas yang positif, yaitu sebagai berikut:

    Titik sandarannya adalah kebenaran, bukan kekuatan. Di antara sifat kebenaran adalah keadilan dan keseimbangan. Dari sini kedamaian lahir dan penderitaan sirna.

    Tujuannya adalah kemuliaan, bukan manfaat dan kepentingan. Sifat dari kemuliaan adalah cinta dan kedekatan. Dari sini kebahagiaan datang dan permusuhan sirna.

    Rambu kehidupannya berupa kerjasama, bukan permusuhan. Sifat dari rambu ini adalah persatuan dan kekompakan yang dengan keduanya komunitas masyarakat menjadi hidup.

    Pelayanannya terhadap masyarakat dengan petunjuk, bukan hawa nafsu. Sifat dari petunjuk adalah mengantar masyarakat kepada kondisi yang sesuai dengannya disertai pencerahan jiwa.

    Ikatan solidaritasnya adalah ikatan agama, nasionalisme (positif), ikatan golongan, pekerjaan, dan persaudaran seiman.

    Sifat dari ikatan ini adalah persaudaraan yang tulus serta menghilangkan semua unsur rasisme dan fanatisme kebangsaan yang negatif.

    Dengan peradaban semacam ini, kedamaian akan menyebar rata. Sebab, ia selalu melindungi dari segala bentuk permusuhan dari luar.

    Sekarang kita mengetahui mengapa dunia Islam berpaling dari peradaban saat ini, tidak mau menerimanya, dan kaum muslimin pun tidak mau masuk ke dalamnya. Sebab, ia tidak memberikan manfaat, namun justru malah membahayakan.

    Pasalnya, peradaban itu telah membelenggu mereka. Bahkan alih-alih sebagai obat penyembuh, ia semacam racun mematikan bagi umat manusia. Ia melemparkan delapan puluh persen umat manusia ke dalam penderitaan agar sepuluh persen darinya hidup dalam kebahagiaan palsu.

    Adapun sepuluh persen sisanya berada dalam kebimbangan. Keuntungan bisnis terkumpul pada segelintir orang yang zalim, padahal kebahagiaan hakiki hanya terwujud ketika bisa membaha- giakan semua kalangan, atau paling tidak menjadi sumber keselamatan sebagian besar manusia.

    Al-Qur’an yang turun sebagai rahmat bagi semesta alam tidak menerima kecuali model peradaban yang memberikan kebahagiaan bagi semua kalangan atau sebagian besar manusia.

    Sementara peradaban sekarang telah melepas kendali hawa nafsu dan hasratnya. Hawa nafsu menjadi bebas merdeka seperti binatang.

    Bahkan ia menjadi tiran. Syahwat juga demikian berkuasa. Keduanya membuat kebutuhan yang tidak penting menjadi seperti penting. Demikianlah kenyamanan umat manusia lenyap.

    Sebab, manusia di pedalaman membutuhkan empat hal namun semua itu dilenyapkan oleh peradaban modern diganti dengan seratus satu kebutuhan.

    Akhirnya usaha yang halal tidak memadai untuk menutupi nafkah. Peradaban umat manusia mendorong kepada praktek penipuan dan tenggelam dalam perbuatan haram.

    Dari sini dasar-dasar akhlak menjadi rusak. Sebab, masyarakat dan umat manusia dikepung dengan ketakutan. Individu menjadi fakir dan kehilangan akhlak. Bukti atas hal tersebut sangat banyak.

    Bahkan semua kezaliman, kejahatan, dan pengkhianatan yang dilakukan umat manusia di generasi-generasi awal telah dimuntahkan oleh peradaban sekarang secara sekaligus. Ia akan semakin sakit di hari-hari mendatang.(*[15])Dari sini, kita bisa memahami mengapa dunia Islam enggan menerimanya.

    Penolakannya memiliki maksud yang menarik perhatian. Ya, cahaya ilahi dalam syariat yang mengagumkan ini memberinya keistimewaan khusus, yaitu kebebasan yang mengantar pada sikap merasa cukup.

    Keistimewaan ini tidak memberikan ruang bagi paham materialisme Romawi—sebagai wakil dari spirit peradaban modernuntuk berkuasa pada cahaya tersebut.

    Ia tidak bisa bercampur. Syariat tidak akan pernah mengekor kepada paham mereka.Pasalnya, syariat mendidik cinta kasih dan kemuliaan iman dalam spirit Islam.

    Al-Qur’an telah membawa sejumlah hakikat syariat. Setiap hakikat laksana tongkat Musa.

    Peradaban yang menipu itu akan bersujud kepadanya dengan penuh hormat.

    Sekarang perhatikanlah hal berikut: Romawi kuno dan Yunani memiliki pandangan materialis yang kembar di mana keduanya bersumber dari satu asal. Yang satu didominasi oleh khayalan dan yang satu lagi didominasi oleh materi.

    Akan tetapi, keduanya tidak bisa bercampur sebagaimana minyak dan air. Masing-masing melindungi kebebasannya meski waktu terus berjalan dan meski peradaban saat ini berusaha menyatukan ditambah dengan upaya kalangan Nasrani terhadapnya.

    Hanya saja, semua upaya tersebut berakhir dengan kegagalan.Sekarang kedua spirit itu telah berganti fisik. Jerman menjadi salah satu fisiknya dan Perancis menjadi fisik yang lain. Keduanya seperti reinkarnasi dari mereka.

    Perjalanan waktu memperlihatkan bagaimana kedua konsep kembar itu telah menolak adanya percampuran dengan sangat keras. Keduanya tidak bisa bersatu sampai sekarang.

    Kalau dua anak kembar yang berteman dan bersaudara terus bertikai dan tidak bisa bersatu,

    lalu bagaimana mungkin petunjuk alQur’ansebagai sumber yang berbeda—akan bercampur dengan pemikiran dan filsafat Romawi?

    Pemikiran manusia tersebut dan petunjuk al-Qur’an berbeda dilihat dari sumbernya.

    Petunjuk al-Qur’an turun dari langit, sementara pemikiran manusia muncul dari bumi.

    Petunjuk al-Qur’an bekerja di kalbu dengan mendorong otak untuk aktif dan semangat, sementara pemikiran manusia bekerja di otak seraya mengotori kebeningan kalbu.

    Petunjuk al-Qur’an menyinari jiwa sehingga benihnya membuahkan tangkai sehingga alam materi yang gelap menjadi terang dan potensi yang ada mengarah pada kesempurnaan.

    Ia menjadikan fisik sebagai pelayan yang taat sehingga manusia yang bekerja keras tampil dalam bentuk malaikat. Adapun pemikiran manusia pertamatama mengarah ke diri dan fisik serta berkubang di alam materi.

    Ia menjadikan fisik materi sebagai ladang untuk menumbuhkan berbagai potensi nafsu, sementara jiwa dijadikan sebagai pelayannya sehingga benihnya kering. Pada akhirnya, manusia tampil dalam bentuk setan.

    Petunjuk memberikan kebahagiaan bagi kehidupan manusia di dunia dan akhirat. Ia menyebarkan cahaya pada keduanya serta mendorong manusia pada kemuliaan. Adapun pemikiran manusia yang bermata satu seperti Dajjal yang memosisikan kehidupan sebagai satu-satunya negeri. Karena itu, ia mendorong manusia untuk menjadi hamba materi dan tamak terhadap dunia sehingga menjadikannya sebagai binatang buas pemangsa.

    Ya, pemikiran manusia menyembah alam materi yang tuli dan mematuhi kekuatan yang buta. Adapun petunjuk al-Qur’an mengetahui kreasi yang memiliki cita rasa dan memuliakan qudrah-Nya yang penuh hikmah.Pemikiran manusia membungkus bumi dengan tirai kekufuran. Sementara petunjuk al-Qur’an menyebarkan cahaya syukur dan pujian atasnya.

    Dari sini kita mengetahui mengapa pemikiran manusia buta dan tuli, sementara petunjuk al-Qur’an mendengar dan melihat.

    Sebab, dalam pandangan “pemikiran manusia”, tidak ada tuan yang memiliki semua nikmat yang tersebar di bumi sehingga ia boleh dirampas tanpa perlu berterima kasih. Sebab, memburu materi melahirkan perasaan hewani.

    Adapun dalam pandangan petunjuk al-Qur’an, semua nikmat yang terhampar di muka bumi merupakan buah kasih sayang ilahi. Di balik setiap karunia terdapat tangan Dzat yang baik hati dan pemurah. Inilah yang mendorong manusia untuk menerima semua nikmat tersebut dengan rasa syukur dan hormat.

    Selanjutnya, di antara hal yang tidak bisa dipungkiri bahwa dalam peradaban saat ini terdapat banyak kebaikan. Hanya saja, ia bukan kreasi masa kini.

    Namun ia merupakan buah alam dan milik semua kalangan. Ia tumbuh seiring berkat perkembangan pemikiran, dorongan syariat langit—terutama syariat Muhammad—serta kebutuhan fitrah manusia.

    Ia merupakan dagangan yang bersumber dari transformasi yang dihadirkan oleh Islam. Karenanya, ia bukan milik siapapun.”Di sini ketua majelis pertemuan bertanya,

    “Wahai pemangku abad ini, bencana terus turun akibat pengkhianatan, dan itu menjadi ladang pahala. Takdir telah memberikan tamparan dan qadha telah turun pada umat ini.

    Lalu karena amal perbuatan apa sehingga takdir dan qadha ilahi menimpakan bencana kepada kalian? Bukankah turunnya berbagai musibah umum adalah disebabkan kesalahan sebagian besar manusia?”

    Jawabanku: kesesatan umat manusia, pembangkangan ala Namrud, dan kesombongan ala Firaun semakin membesar hingga mencapai langit dan menyentuh hikmah penciptaan.

    Nah, inilah kemudian mengundang bencana dari langit yang serupa dengan angin topan, wabah penyakit, bala dan musibah.

    Bencana tersebut adalah Perang Dunia yang saat ini terjadi. Allah menurunkan tamparan keras kepada kaum Nasrani, bahkan kepada semua umat manusia.

    Sebab, salah satu sebab yang diwujudkan oleh seluruh manusia adalah kesesatan yang bersumber dari pemikiran materialis, kebebasan hewani dan dominasi hawa nafsu.

    Adapun sebab yang mengarah kepada kita adalah sikap kita yang mengabaikan rukun Islam dan meninggalkan berbagai kewajiban. Pasalnya, Allah menuntut dari kita satu jam dari dua puluh empat jam

    untuk menunaikan salat lima waktu yang manfaatnya kembali kepada kita, namun kita malah mengabaikan.

    Maka Dia memberikan balasan dengan sebuah latihan berat selama dua puluh empat jam selama lima tahun berturut-turut. Artinya, Dia memaksa kita untuk melaksanakan semacam salat.

    Dia juga menuntut dari kita sebulan dari setahun untuk berpuasa sebagai bentuk rahmat-Nya kepada kita.

    Namun kita merasa berat sehingga akhirnya dipaksa untuk berpuasa selama lima tahun untuk membersihkan dosa kita. Dia pun menuntut kita untuk berzakat sebanyak sepersepuluh atau 2,5 % dari harta yang Allah berikan kepada kita.

    Namun kita malah bakhil, zalim dan mencampurnya dengan yang haram tanpa mau memberikannya. Maka Dia memaksa kita untuk mengeluarkan zakat akumulatif dan menyelamatkan kita dari yang haram. Jadi, balasan yang diberikan sesuai dengan jenis amal perbuatan. Amal saleh ada dua:

    yang satu bersifat aktif dan pilihan, semen- tara yang lainnya bersifat pasif dan memaksa.Bencana dan musibah merupakan amal saleh yang bersifat pasif dan tidak bisa ditolak sebagaimana disebutkan dalam hadis Nabi x.

    Di dalamnya terhadap pelipur lara.(*[16])Karena itu, umat yang penuh dosa ini telah bersuci dan berwudhu. Mereka melakukan tobat secara praktis. Maka balasan yang segera turun adalah terangkatnya seperlima umat Utsmaniyah—Empat juta manusia—menuju tingkatan kewalian.

    Mereka diberi kedudukan sebagai syahid dan mujahid. Ini tentu saja membersihkan dosa.Orang yang duduk di majelis pertemuan yang tinggi itu menga- presiasi ucapan ini.

    Akupun terbangun dari tidur. Bahkan aku tidur untuk bangun kembali. Sebab, aku yakina bhwa kondisi terjaga merupakan mimpi, dan mimpi adalah satu bentuk dari kondisi terjaga.

    Said Nursi di sini, delegasi abad ini di sana.

    Kebodohan Mengubah Kiasan Menjadi Kenyataan

    Jika kiasan berpindah dari tangan pengetahuan ke tangan kebodohan ia akan berubah menjadi hakikat kebenaran serta membuka sejumlah pintu menuju khurafat.

    Saat kecil aku pernah melihat gerhana bulan. Ketika aku bertanya kepada ibuku tentang sebab terjadinya, ia berkata, “Ular menelannya.” “Kalau begitu mengapa masih bisa terlihat?”

    tanyaku lagi. Ia menjawab, “Di sana ularnya setengah transparan.” Demikianlah, kiasan dianggap sebagai fakta.

    Padahal, bulan mengalami gerhana karena kehendak ilahi di mana bumi berada di antara matahari dan bulan tepat berada di kedua titik perpotongan antara orbitnya, yaitu kepala dan ekor.

    Kedua busur imajinatif itu akhirnya disebut dengan naga. Namun itu hanya istilah sebagai perumpamaan saja yang kemudian berubah menjadi hakikat nyata.

    Ungkapan Berlebihan adalah Makian Tersirat

    Jika engkau menggambarkan sesuatu, gambarkanlah apa adanya. Sadarilah bahwa ungkapan berlebihan merupakan makian tersirat. Tidak ada kebaikan melebihi kebaikan ilahi.

    Popularitas adalah Kezaliman

    Popularitas bersifat tiran dan diktator. Sebab, ia memberikan kepada pemiliknya sesuatu yang sebenarnya tidak ia miliki.Khawajah Nasrudidin (Joha) hanya memiliki sepersepuluh dari berbagai kisah uniknya yang tersebar luas.

    Lingkaran imajinasi yang dibuat di seputar Rustum asSistani menyerang kebanggaan Iran selama satu masa.

    Khayalan tentangnya menguat hingga bercampur dengan khurafat dan mencampakkan manusia ke dalamnya.

    • * *

    Memisahkan Agama dari Kehidupan berarti Menanti Kebinasaan Kesalahan Turki Muda(*[17])bersumber dari ketidaktahuan mereka bahwa agama merupakan landasan kehidupan. Mereka mengira bahwa umat dan Islam adalah dua hal yang berbeda.

    Pemikiran tersebut muncul akibat pengaruh peradaban modern yang berkata bahwa kebahagiaan terletak pada kehidupan itu sendiri.

    Namun, perjalanan waku memperlihatkan bagaimana sistem peradaban tersebut merusak dan berbahaya.(*[18])Berbagai pengalaman secara tegas memperlihatkan bahwa agama merupakan sumber, cahaya dan landasan kehidupan.

    Menghidupkan agama berarti menghidupkan umat. Islam sangat memahami hal ini.

    Kemajuan umat terkait dengan sejauh mana ia berpegang pada agama. Sebaliknya, kemunduran umat bergantung pada sejauh mana ia mengabaikannya;

    berbeda dengan agama lain. Inilah hakikat historis yang terlupakan.

    Kematian Tidak Menakutkan seperti yang Diduga

    Kematian hanya perpindahan tempat dan pergantian posisi, serta proses keluar dari penjara ke taman.

    Maka, siapa yang ingin hidup hendaknya mengharap syahid. Al-Qur’an al-Karim menjelaskan kehidupan seorang syahid.

    Syahid yang tidak merasakan pedihnya sakarat menganggap dirinya hidup. Ia melihat dirinya demikian. Hanya saja, ia merasakan kehidupannya yang baru jauh lebih bersih dan suci dari sebelumnya. Ia merasa dirinya tidak mati. Perbandingan antara orang yang mati dan syahid seperti perumpamaan berikut ini:

    Dua orang dalam mimpi sedang berjalan-jalan di sebuah taman rindang yang berhias segala macam kenikmatan. Salah satu dari mereka mengetahui bahwa yang ia lihat dalam mimpi tersebut adalah se- buah mimpi belaka. Ia tidak banyak menikmatinya.

    Bahkan bisa jadi menderita. Sementara yang satunya lagi melihatnya sebagai sebuah kenyataan. Maka, ia menikmatinya sebagai sebuah kenyataan.

    Mimpi merupakan bayangan alam mitsal. Selanjutnya alam mitsal merupakan bayangan dari alam barzakh. Dari sini sejumlah rambu alam tersebut sangat mirip.

    * * *
    

    Politik sekarang adalah Setan di Alam Pikiran yang Harus Dihindari

    Politik peradaban saat ini mengorbankan mayoritas demi minoritas. Bahkan ia mengorbankan sebagian besar kalangan awam untuk kalangan zalim guna mendapatkan maksud dan tujuan mereka.

    Adapun keadilan al-Qur’an al-Karim, ia tidak mengorbankan kehidupan seorang yang tidak bersalah dan tidak menumpahkan darah- nya untuk tujuan apapun, baik demi kemaslahatan mayoritas ataupun untuk kepentingan seluruh umat manusia.

    Ayat al-Qur’an menyatakan:“Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan ia telah membunuh seluruh manusia.” (QS. al-Maidah [5]: 32).Ayat tersebut memberikan dua rahasia agung kepada manusia:

    Pertama: keadilan mutlak, yaitu sebuah rambu agung yang melihat pribadi, jamaah, individu dan komunitas dengan satu pandangan. Dalam perspektif keadilan ilahi mereka sama seperti dalam perspektif qudrah ilahi. Ini merupakan sunnah yang bersifat permanen.

    Namun, individu dengan kemauannya sendiri dapat mengorbankan dirinya tanpa boleh dikorbankan bahkan meski untuk kepentingan seluruh manusia.

    Sebab, merusak hidup dan menumpahkan darahnya dengan menafikan hak seluruh manusia sama dengan menumpahkan seluruh darah mereka.

    Kedua: andaikan orang yang lupa diri membunuh pihak yang tidak bersalah tanpa ada sikap hati-hati guna memenuhi keinginan, kecenderungan dan selera pribadinya berarti ia berpotensi menghancurkan alam dan umat manusia jika memiliki kemampuan.

    Kelemahan Membuat Musuh Berani

    Wahai orang penakut yang lemah! Rasa takut dan lemahmu tidak berguna, bahkan justru bisa mencelakakanmu, tidak memberikan keuntungan padamu. Sebab, ia hanya membuat pihak lain berani untuk memangsamu.

    Wahai orang yang bimbang! Kemaslahatan yang sudah pasti tidak boleh dikorbankan hanya karena bahaya yang masih bersifat asumsi. Kewajibanmu adalah berusaha, sementara hasilnya serahkan kepada Allah .

    Allah yang berhak menguji hamba-Nya dan berkata, “Jika engkau melakukan ini, Aku akan membalasmu dengan ini.”

    Akan tetapi, hamba tidak boleh menguji Tuhannya dengan berkata, “Hendaknya Allah memberiku taufik dalam hal ini agar aku bisa melakukan ini dan itu.” Jika ia mengatakan demikian, berarti ia telah melampaui batas.

    Suatu hari Iblis berkata kepada Isa ibn Maryam, “Jika semua urusan ada di tangan Allah, tentu tidak akan menimpamu kecuali yang sudah Allah tuliskan untukmu. Kalau begitu, terjunlah dari puncak gunung ini! Lalu lihat apa yang Dia lakukan terhadapmu?”

    Isa menjawab, “Wahai makhluk terkutuk, hanya Allah yang berhak menguji hamba-Nya, dan hamba tidak ada hak menguji Tuhannya.”

    Jangan Berlebihan terhadap Apa yang Kau Senangi

    Bisa jadi obat bagi sebuah penyakit adalah penyakit bagi penyakit lain. Balsam penyembuh bisa menjadi racun mematikan. Pasalnya, jika obat melebihi dosis ia akan menjadi racun.

    Mata Benci Melihat Malaikat sebagai Setan

    Kebencian dapat dilihat ketika setan membantu seseorang, ia akan menganggap setan itu sebagai malaikat seraya mendoakannya.

    Sebaliknya, jika melihat malaikat membantu orang yang berbeda pandangan dengannya, maka ia menganggap malaikat itu sebagai setan yang menyamar sehingga ia memusuhi dan melaknatnya.

    Jangan Hidupkan Perpecahan untuk mendapat yang lebih benar setelah Engkau Menemukan Kebenaran

    Wahai pemburu hakikat! Jika kesepakatan pada “hal yang benar” menjadi perpecahan dalam “hal yang paling benar”, maka dalam kondisi demikian “yang benar” lebih benar daripada “yang paling benar”. Serta “yang baik” menjadi lebih baik daripada “yang paling baik”.

    Islam adalah Agama Keselamatan dan Kedamaian yang Menolak Konflik dan Permusuhan Internal

    Wahai dunia Islam, hidupmu terwujud dalam persatuan. Jika engkau mencari persatuan, jadikan ini sebagai semboyanmu:

    Hendaknya dikatakan “Itu adalah benar”, bukan “Itulah yang benar”. Hendanya juga dikatakan “Itu adalah baik”, bukan “Itulah yang baik”.

    Pasalnya, setiap muslim boleh berkata terkait dengan manhaj dan mazhabnya, “Mazhabku ini adalah benar, dan saya tidak menentang mazhab yang lain. Jika mazhab yang lain baik, mazhabku lebih baik.”

    Namun ia tidak boleh berkata, “Mazhabku inilah yang benar, sementara yang lain batil. Hanya milikku yang baik, sementara yang lain buruk dan salah.”

    Keterbatasan pikiran dan sempitnya wawasan melahirkan kecintaan pada diri dan kemudian menjadi sebuah penyakit. Dari sana muncul konflik dan permusuhan.

    Obat sangat beragam sesuai dengan keragaman penyakitnya, dan keragaman tersebut adalah benar (nyata). Demikian pula kebenaran bisa beragam. Kebutuhan dan nutrisi itu bervariasi, dan variasi tersebut adalah benar. Demikian pula kebenaran bisa bervariasi.

    Potensi dan sarana tarbiyah memiliki sejumlah cabang. Keberadaan sejumlah cabang tersebut adalah benar. Demikian pula kebenaran bisa bercabang.Sebuah materi bisa menjadi penyakit (racun) sekaligus obat se- suai dengan campurannya.

    Pasalnya, ia memberikan kadar ukuran tertentu sesuai dengan kondisi orangnya. Demikianlah ia terwujud dan terbentuk.

    Pemilik setiap mazhab menetapkan sebuah ketentuan mutlak tanpa menentukan batas-batas mazhabnya. Ia membiarkannya sesuai dengan perbendaan kondisi yang ada.

    Akan tetapi, sikap fanatik pada sebuah mazhab bisa melahirkan generalisasi. Dan generalisasi itulah yang melahirkan perpecahan.

    Sebelum Islam datang terdapat gap yang sangat besar di antara tingkatan manusia di mana jarak antara keduanya sangat jauh.

    Hal itu menghendaki diutusnya beberapa nabi dalam waktu bersamaan, sebagaimana juga menghendaki keragaman syariat dan mazhab.

    Akan tetapi, Islam menghadirkan perubahan pada umat manusia. Manusia menjadi berdekatan, syariatnya menyatu, dan Rasulnya pun satu.

    Selama tingkatan mereka tidak sama, maka mazhabnya akan beragam. Namun ketika sama dan satu pembinaan bisa memenuhi kebutuhan seluruh manusia, maka mazhab akan menyatu.

    Menghadirkan dan Menyatukan Sejumlah Hal yang Berlawanan terdapat Hikmah yang Besar. Atom dan Matahari dalam Genggaman Qudrah Ilahi adalah Sama

    Wahai saudaraku, wahai pemilik kalbu yang terjaga! Qudrah Allah tampak dalam perpaduan hal yang berlawanan.

    Adanya kepedihan dalam kenikmatan, keburukan dalam kebaikan, kejelakan dalam keindahan, bahaya dalam manfaat, bencana dalam nikmat, dan api dalam cahaya, semuanya memuat rahasia agung. Tahukah engkau mengapa demikian?

    Hal itu agar semua hakikat yang bersifat relatif menjadi jelas dan tetap serta agar banyak entitas lahir dari satu hal di mana ia mendapat wujud dan dapat terlihat,

    maka satu titik bisa berubah menjadi sebuah garis katika digerakkan dengan cepat, dan satu kilau bisa berubah menjadi lingkaran cahaya lewat sebuah putaran. Fungsi dari berbagai hakikat yang bersifat relatif itu di dunia adalah sebagai benih yang me- munculkan banyak bulir.

    Sebab, ia yang membentuk potongan entitas, ikatan sistemnya serta hubungan antar ukirannya. Adapun di akhirat seluruh perintah relatif ini menjadi hakikat nyata.

    Tingkatan hawa panas bersumber dari adanya hawa dingin. Tingkatan kebaikan lahir dari adanya keburukan. Jadi, sebab menjadi illat.

    Ada terang karena ada gelap. Ada kenikmatan karena ada penderitaan. Tidak ada nikmat sehat tanpa rasa sakit. Tanpa surga tak ada siksa ne- raka. Ia menjadi sempurna dengan rasa dingin yang menyengat.

    Bahkan tanpa surga, neraka tidak akan membakar dengan sempurna.Sang Pencipta Yang Maha tak bermula memerlihatkan hikmah-Nya yang agung dalam menciptakan segala sesuatu yang berlawanan sehingga kebesaran dan kemuliaannya tampak jelas.

    Sang Mahakuasa Yang Maha Abadi memerlihatkan qudrah-Nya dalam segala hal yang berlawanan sehingga keagungan-Nya terlihat.Selama qudrah ilahi melekat pada Dzat yang mulia tersebut, maka tidak ada lawan bagi dzat-Nya.

    Dia juga tidak dimasuki oleh ketidakberdayaan dan tidak ada tingkatan dalam qudrah-Nya. Bagi qudrah-Nya segala sesuatu adalah sama. Tidak ada yang berat bagi-Nya.

    Matahari menjadi lentera bagi cahaya qudrah tersebut serta permukaan bumi menjadi cermin bagi lentera tadi. Bahkan butiran embun menjadi cermin baginya.

    Permukaan laut yang luas adalah cermin yang memperlihatkan matahari sebagaimana diperlihatkan oleh buihnya. Embun juga bersinar laksana bintang. Bahkan masing-masing menjelaskan identitasnya. Bagi matahari, laut dan embun adalah sama.

    Demikian pula dengan qudrah-Nya. Pasalnya pupil mata embun laksana matahari kecil yang berkilau.

    Sebaliknya, matahari yang besar laksana embun yang kecil. Pupil matanya menerima cahaya dari matahari qudrah ilahi lalu berputar seperti bulan di seputar qudrah-Nya.

    Langit merupakan samudra yang tak bertepi. Atas perintah Tuhan Yang Maha Penyayang, sejumlah “buih” yang berupa matahari dan bintang-gemintang bergerak di permukaan samudra langit.

    Begitulah qudrah ilahi terwujud dan bertebaran pada semua butir kilau cahaya. Seluruh matahari adalah butiran, semua bintang laksana embun, dan setiap kilau laksana gambar.

    Matahari besar yang seperti butiran itu—merupakan pantulan suram dari limpahan karunia-Nya yang agung. Kilau darinya mengubah matahari sebagai bintang yang bercahaya.

    Bintang yang menyerupai embun mengokohkan kilau tadi dari matanya dan menjadi lentera. Matanya laksana kaca dan membuat lentera tersebut semakin bercahaya.

    Tanamlah Keistimewaanmu di Tanah ketersembunyian Agar Ia Bisa Tumbuh

    Wahai pemilik keistimewaan! Jangan berbuat zalim dengan cara tampil diri dan terlihat unggul dari yang lain. Andaikan engkau tetap di bawah tirai ketersembunyian, pasti engkau bisa memberikan keber- kahan dan kebaikan kepada saudara-saudaramu.

    Sebab, engkau bisa tampil dan hadir di hadapan setiap saudaramu dengan sosokmu yang sebenarnya. Dengan cara seperti itu, engkau akan memperhatikan dan menghormati semua saudaramu.

    Sementara ketika engkau melemparkan bayangan di sini dengan cara tampil dan ingin dilihat setelah sebelumnya menjadi matahari di sana, maka posisi saudara-saudaramu menjadi rendah dan kurang kau hormati.

    Artinya, keinginan untuk tampil dan teridentifikasi merupakan sebuah kezaliman.

    Jika kondisi keistimewaan yang benar seperti itu di mana pemiliknya jujur dan bisa kau lihat langsung, apalagi dengan popularitas yang dicapai dengan cara dibuat-buat dan pura-pura?!

    Jadi, hal ini merupakan rahasia agung, hikmah ilahi, dan tatanan yang sempurna. Yakni, sosok yang istimewa dalam kelompoknya memberikan nilai dan perhatian kepada semua individu lainnya dengan ketersembunyian.

    Contohnya adalah sosok wali di kalangan manusia dan ajal dalam bentangan umur. Keduanya tersembunyi.

    Begitu pula waktu mustajab di hari Jumat, lailatul qadar di bulan Ramadhan, serta al-ism al-A’zham di antara Asmaul Husna.

    Rahasia halus dalam berbagai contoh di atas berikut nilainya yang agung terletak pada kenyataan bahwa dalam ketidakjelasan terdapat penampakan dan dalam ketersembunyian terdapat penetapan.

    Sebagai contoh: dalam ketidakjelasan datangnya ajal terdapat perimbangan indah antara rasa takut dan harap; perimbangan antara keinginan kekal di dunia dan pahala akhirat.

    Usia yang tidak diketahui ujungnya di mana ia membentang selama dua puluh tahun lebih utama daripada seribu tahun yang ujungnya telah diketahui.

    Sebab, setelah menempuh setengah usia tadi seseorang seakan sedang melangkah menuju tiang gantungan. Kesedihan yang terus-menerus membuat seseorang tidak pernah merasa lapang dan bahagia.

    Tiada Kasih Sayang yang melebihi Kasih Sayang Allah dan Tiada Murka yang Melebihi Murka-Nya

    Tidak ada kasih sayang yang mengungguli kasih sayang Allah dan tidak ada murka yang mengalahkan murka-Nya.

    Karena itu, serahkan urusan kepada Dzat Yang Mahaadil dan Penyayang. Sebab, kasih sayang yang melampaui batas sangat pedih dan murka yang berlebihan juga tercela.

    Boros adalah Pintu Kebodohan dan mengantar pada Kerendahan

    Wahai saudaraku yang boros! Dua suapan bisa menjadi nutrisi. Yang satu seharga satu qirsy dan satunya lagi seharga sepuluh qirsy.

    Sebelum masuk mulut keduanya sama. Begitu pula ketika melewati tenggorokan. Tidak ada perbedaan kecuali rasa yang hanya berlangsung beberapa detik bagi orang lalai yang bodoh.

    Pasalnya, ia selalu ditipu oleh indra kecap yang merasakan perbedaan kecil tadi.Indra tersebut adalah penjaga tubuh sekaligus pemeriksa perut.

    Ia memiliki pengaruh negatif; bukan positif, jika tugasnya hanya membuat senang si penjaga agar terus memberikan kenikmatan kepada orang yang lalai.

    Kebeningan tugasnya menjadi keruh dengan membayar sebelas qirsy padahal semestinya cukup dengan satu qirsy. Akhirnya, ia membuatnya mengikuti setan.

    Jangan engkau mendekati kondisi ini. Sebab, ia akan mengantarkan pada jenis boros yang paling buruk dan sikap mubazir yang paling jelek.

    Indra Pengecap adalah Pegawai Pos Jangan Jadikan Kelezatan sebagai Perhatiannya sebab hal itu akan Merusak

    (*[19])Berkat anugerah rububiyah, hikmah, dan perhatian-Nya, Allah menghadirkan dalam mulut dan hidung manusia dua titik pusat.

    Dia letakkan pada keduanya sejumlah penjaga tapal batas dari alam yang kecil itu berikut mata-matanya. Dia jadikan setiap urat sebagai telepon dan setiap saraf sebagai telegraf.

    Dia juga menjadikan indra penciu- man sebagai pegawai yang mengirimkan pembicaraan telepon dan indra pengecap sebagai pegawai yang mengirimkan telegram.

    Di antara rahmat Tuhan Pemberi rezeki hakiki, Dia sertakan daftar harga pada seluruh makanan.

    Yaitu berupa rasa, warna, dan aroma. Ketiga ciri tersebut dilihat dari sisi pemberian rezeki menjadi papan iklan, kartu undangan, tiket masuk, pengundang pelanggan, dan pemikat mereka yang membutuhkan.

    Sang pemberi rezeki yang pemurah memberikan kepada makhluk hidup yang diberi rezeki sejumlah organ untuk bisa merasa, melihat dan mencium. Dia menghias makanan dengan berbagai warna menarik dan indah guna memikat hati perindu dan membangkitkan keinginan orang yang kurang perhatian.

    Ketika makanan masuk ke dalam mulut, indra pengecap memberikan informasi telegram kepada seluruh tubuh. Lalu penciuman juga menyampaikan jenis makanan yang masuk.

    Hewan yang rezeki dan kebutuhannya beragam berbuat sesuai dengan informasi tersebut dan memiliki kesiapan sesuai kondisinya. Atau, bisa pula ia menolak dan mengeluarkan makanan tersebut, bahkan kadang memuntahkannya.

    Karena indra pengecap adalah pegawai suruhan Allah, maka jangan merusaknya dengan menyuruhnya untuk terus mengecap.

    Ja- ngan pula menipunya dengan terus merasakan nikmat. Sebab, hal itu akan membuatnya lupa kepada selera yang sebenarnya karena telah dipenuhi oleh selera palsu yang terus ia terima.

    Akibatnya, sang pemilik dihukum dengan penyakit akibat kesalahan yang dilakukannya.Ketahuilah bahwa kelezatan hakiki hanya diperoleh dengan mengikuti selera yang sebenarnya. Sementara selera yang sebenarnya mengikuti kebutuhan hakiki yang jujur.

    Nah, pada kelezatan yang sebenarnya inidi mana ia mencukupi kebutuhan manusia—kondisinya sama antara penguasa dan pengemis.

    Sudut Pandang seperti Niat

    (Mengubah Kebiasaan Menjadi Ibadah) Perhatikan bagian ini dengan cermat: Sebagaimana kebiasaan yang dibolehkan bisa bernilai ibadah dengan niat, demikian pula ilmu- ilmu alam bisa menjadi makrifat ilahi dengan sudut pandang.

    Jika engkau melihat ilmu-ilmu tadi dengan pandangan harfiyah disertai perhatian dan perenungan yang mendalam dilihat dari sisi kreasi dan kerapiannya, yaitu dengan berkata, “Betapa penciptaan ini sangat menakjubkan! Betapa indah kreasi Sang Pencipta Yang Maha- agung!”

    daripada sekadar berkata, “Betapa ia sangat indah!” maka jika engkau melihat alam dengan cara demikian, engkau pasti akan memahami bagaimana ukiran Sang Pembentuk Yang Mahaindah berikut kilau tujuan dan kerapian tatanannya serta hikmah-Nya menyinari dan melenyapkan segala keraguan.

    Dari sana ilmu-ilmu alam berubah menjadi makrifat ilahiyah.Akan tetapi, kalau engkau melihat entitas dengan makna ismiyah serta dari sisi hukum alam semata di mana ia muncul dengan sendirinya, maka pada saat itu wilayah ilmu berubah menjadi medan kebodohan.

    Betapa banyak hakikat yang lenyap di tangan-tangan yang rendah dan betapa banyak contoh yang menjadi bukti atas hakikat yang ada.

    Di Zaman seperti ini Agama tidak Mengizinkan Kita Hidup Mewah

    Setiap kali berbagai kenikmatan memanggil, jawaban yang harus diberikan adalah, “Tampaknya aku sudah makan.” Siapa yang menjadikan ungkapan tersebut sebagai prinsipnya, ia tidak akan memakan masjid (ia mampu membangun masjid).(*[20])

    Sebagian besar umat Islam pada masa lalu tidak dalam kelaparan. Karena itu, hidup mewah bisa menjadi pilihan.

    Namun sekarang sebagian besar umat Islam berada dalam kondisi lapar sehingga tidak ada izin secara syar’i bagi kita untuk hidup dalam kenikmatan.

    Pasalnya, kehidupan sebagian besar umat dan kaum muslimin sangat sederhana. Kita harus meniru mereka dalam mengonsumsi makanan yang sederhana.

    Ini jauh lebih utama daripada mengikuti kehidupan minoritas yang boros dan segolongan kaum bodoh yang menampakkan kemewahan dalam urusan makan.

    • * *

    Ketiadaan Nikmat bisa Menjadi Nikmat

    Daya ingat adalah nikmat. Akan tetapi, lebih utama lupa pada orang bodoh dan di masa ujian.

    Lupa juga merupakan nikmat, sebab dengan lupa orang hanya merasakan derita satu hari saja dan melupakan sejumlah hari penderitaan yang ada.

    Dalam Setiap Musibah terdapat Sisi Kebaikan

    Wahai yang sedang mendapat ujian, sebuah nikmat terdapat dalam setiap musibah. Perhatikan dan saksikanlah ia dengan cermat. Sebagaimana pada segala sesuatu terdapat derajat panas (suhu), maka pada setiap musibah juga terdapat derajat nikmat.

    Perhatikan derajat nikmat tersebut dalam sebuah musibah kecil. Renungkan musibah yang besar lalu bersyukurlah kepada Tuhan Yang Maha Pengasih.

    Jika tidak, setiap kali engkau membesar-besarkan musibah tersebut engkau akan takut padanya. Pasalnya, ketika engkau mencemaskannya, ia menjadi bertambah besar dan semakin menguat sehingga engkau ketakutan.

    Manakala engkau bertambah gelisah, musibahnya menjadi ganda setelah tadinya satu. Sebab, gambaran ilusinya yang terdapat di hati berubah menjadi kenyataan.

    Kemudian ia kembali dengan membawa pukulan menyakitkan ke dalam hati.

    Jangan Tampil dengan Pakaian Orang Besar Sebab Engkau Akan Menjadi Kecil

    Wahai yang memikul beban “aku” serta membawa sikap sombong dan takabbur di kepalanya. Engkau harus mengetahui timbangan berikut:

    Setiap orang memiliki jendela yang mengarah kepada masyarakat untuk melihat dan memperlihatkan. Ia disebut dengan martabat atau kedudukan.

    Jika jendela tersebut lebih tinggi dari bentuk (nilai) sebenarnya, ia akan tampil menyombongkan diri. Namun jika lebih rendah, ia akan tawaduk dengan merendah sehingga tampak pada tingkatan itu.

    Nah, standar kemuliaan pada orang-orang yang sempurna adalah sikap tawaduk. Adapun bagi orang cacat, standar kerendahan mereka adalah kesombongan.

    Perangai Berubah sesuai dengan Perubahan Kedudukan

    Satu perangai yang terdapat dalam beragam tempat kadang bisa menjadi binatang jahat dan kadang pula menjadi malaikat yang lembut, bisa menjadi baik dan bisa pula menjadi buruk. Contohnya adalah sebagai berikut:

    Kemuliaan jiwa yang dimiliki oleh orang lemah di hadapan orang kuat jika terdapat pada orang kuat, maka akan berubah menjadi kesombongan.

    Sebaliknya, sikap tawaduk yang dimiliki orang kuat di hadapan orang lemah, kalau ia terdapat pada orang lemah, akan berubah menjadi kehinaan dan kepura-puraan.

    Kesungguhan ulil amri dalam kedudukannya merupakan kewibawaan. Namun sikap lunaknya merupakan bentuk kerendahan.

    Kesungguhannya di rumahnya menunjukkan kesombongan, sementara sikap lunaknya menunjukkan ketawadukan.

    Maaf yang diberikan seseorang kepada orang yang menjahatinya serta pengorbanan harta miliknya merupakan bentuk kesalehan, namun ia menjadi pengkhianatan dan keburukan jika mengatasna- makan jamaah.

    Sikap tawakkal sebelum berusaha adalah kemalasan, sementara menyerahkan urusan kepada Allah dalam menantikan hasil (setelah berusaha) adalah bentuk tawakkal yang diperintahkan agama.

    Puasnya seseorang atas hasil upayanya merupakan wujud sikap qanaah yang terpuji di mana ia memotivasinya untuk melanjutkan upayanya.

    Sementara merasa cukup dengan yang ada adalah bentuk qanaah yang tidak baik, bahkan bentuk kurangnya semangat, serta masih banyak contoh lain.

    Al-Qur’an menyebutkan sejumlah amal saleh dan ketakwaan secara umum. Hal itu menunjukkan pengaruh sejumlah kedudukan.

    Simplifikasinya merupakan bentuk penjabaran, sementara diamnya merupakan bentuk perkataan yang luas.

    Kebenaran Selalu Unggul

    (*[21])Wahai teman! Salah seorang dari mereka bertanya kepadaku, selama “kebenaran selalu unggul” merupakan persoalan yang hak dan tidak diragukan, lalu mengapa orang kafir menang atas muslim serta kebenaran terkalahkan?

    Jawabannya: perhatikan empat poin berikut ini, persoalan tersebut akan terpecahkan:Poin Pertama Sarana kebenaran tidak selalu benar, sebagaimana sarana kebatilan tidak selalu batil.

    Jadi, sarana yang benar (meskipun dalam kebatilan) bisa mengalahkan sarana kebatilan (meskipun dalam kebenaran).

    Dalam hal ini, kebenaran yang kalah oleh kebatilan sebenarnya kalah lantaran sarananya yang batil. Dengan kata lain, kekalahannya bersifat sementara.

    Ia tidak kalah secara substansial dan tidak sela- manya kalah. Sebab, pada akhirnya yang menang adalah kebenaran.Adapun kekuatan, ia memiliki bagian dari kebenaran. Di dalamnya terdapat rahasia “keunggulan” yang tersimpan di dalam dirinya.Poin Kedua

    Sifat seorang muslim seharusnya islami, namun dalam kenyataan tidak demikian dan tidak selalu demikian.

    Sebaliknya, sifat orang kafir tidak seluruhnya berisi kekufuran dan tidak semuanya bersumber dari kekufurannya.

    Hal yang sama berlaku pada sifat orang fasik. Tidak seluruhnya harus berupa kefasikan dan bersumber dari kefasikannya.

    Jadi, sifat islami yang dimiliki oleh orang kafir bisa mengalahkan sifat tidak baik yang dimilik seorang muslim. Dengan sarana yang be- nar ini orang kafir tadi bisa mengalahkan sang muslim yang memiliki sifat tidak baik.

    Selanjutnya, hak hidup di dunia berlaku secara umum dan mencakup semua kalangan. Kekufuran bukan penghalang untuk mendapatkan hak hidup yang merupakan manifestasi dari rahmat yang bersifat umum dan berisi rahasia hikmah dalam penciptaan.

    Poin Ketiga Allah memiliki dua manifestasi yang terlihat pada makhluk.

    Keduanya merupakan manifestasi syar’i yang bersumber dari dua sifat dan sekian sifat kesempurnaan-Nya.

    Pertama: Syariat alamiah (takwiniyah) yang berupa kehendak dan takdir ilahi yang bersumber dari sifat “Iradah Ilahiyah”.

    Kedua: Syariat kalamiah yang dikenal bersama di mana ia bersumber dari sifat “Kalam Rabbani”.

    Sebagaimana perintah syariat kalamiah ditaati dan dilanggar, hal yang sama berlaku pada syariat alamiah. Biasanya balasan bagi kondisi pertama (yang taat dan membangkang kepada syariat kalamiah) terdapat di negeri akhirat. Sementara hukuman dan ganjaran bagi kondisi kedua (yang taat dan membangkang pada syariat alamiah) terdapat di dunia.Sebagaimana balasan kesabaran berupa kemenangan, maka ba- lasan bagi pengangguran adalah kehinaan.Balasan kerja keras adalah kekayaan, dan balasan bagi keteguhan adalah kemenangan. Sebagaimana buah dari racun berupa penyakit, maka hasil dari terapi dan obat adalah kesembuhan dan kesehatan.

    Kadangkala kedua syariat tersebut berkumpul dalam suatu hal.Jadi, masing-masing memiliki sisinya sendiri. Mematuhi syariat alamiah yang merupakan sebuah kebenaran— karena berarti mematuhi ketentuan ilahi—maka kepatuhan tersebut bisa mengalahkan pembangkangan terhadapnya.

    Sebab, sikap membangkang termasuk dalam kebatilan dan menjadi bagian darinya.

    Maka, apabila kebenaran menjadi sarana kebatilan, ia akan mengalahkan kebatilan yang menjadi sarana kebenaran.

    Kesimpulannya: kebenaran bisa kalah oleh kebatilan. Namun tidak kalah secara substansial, tetapi kalah dalam hal sarana. Jadi, “kebenaran pasti unggul” maksudnya unggul dalam hal substansi. Sebab, hasil akhir akan diperoleh di akhirat; bukan terbatas di dunia. Karena itu, mengaitkan diri dengan cara-cara yang benar merupakan sebuah keniscayaan. Poin Keempat

    Selama kebenaran tersimpan dalam bingkai kekuatan (yakni tidak keluar menuju bingkai perbuatan yang terlihat jelas) atau tercam- pur dengan yang lain, atau dipalsukan, serta ia membutuhkan penying- kapan kebenaran dan pembekalan dengan kekuatan lain, maka pada kondisi semacam itu untuk sementara waktu ia dikuasai oleh kebatilan hingga kebenaran menjadi bersih dari segala noda sebagai hasil dari proses pertarungan.

    Iapun menjadi baik dan nilai dari kebenaran yang demikian berharga akan tampak.

    Ketika kebatilan menang di dunia—pada tempat dan waktu tertentu—maka sebenarnya ia menang dalam sebuah perang; bukan pada seluruh perang. Sebab “hasil akhir untuk kaum bertakwa” merupakan muara yang menjadi tempat kembali kebenaran.

    Demikianlah, bahkan secara umum kebatilan kalah. Dalam “kebenaran pasti unggul” terdapat rahasia mendalam yang mengantar ke- batilan menuju hukuman dunia dan akhirat. Ia mengarah kepadanya. Begitulah, kebenaran mendapatkan kemenangan betapapun secara lahir ia tampak kalah.

    Hukum Sosial

    Jika engkau menghendaki hukum yang berlaku di masyarakat, ia adalah sebagai berikut: Keadilan yang tidak egaliter pada hakikatnya bukan keadilan.

    Kemiripan adalah sebab penting adanya oposisi, sementara kesesuaian adalah landasan kondisi yang saling menopang.Sumber kesombongan adalah upaya memerlihatkan kekerdilan jiwa, serta sumber ketertipuan adalah lemahnya kalbu.Kelemahan menjadi sumber perpecahan.

    Rasa ingin tahu adalah guru pengetahuan. Kebutuhan adalah induk inovasi.Kesempitan merupakan pengajar kebodohan.Kesempitan juga menjadi sumber kebodohan, sementara sumber kesempitan itu sendiri adalah keputusasaan dan buruk sangka.Kesesatan merupakan bentuk kesesatan berpikir. Kegelapan meliputi kalbu.

    Boros terjadi pada urusan fisik atau jasmani.

    Wanita Keluar Rumah Menyesatkan Umat Manusia

    Jika laki-laki bodoh menyerupai wanita dengan kegilaan,

    maka wanita durhaka menyerupai laki-laki karena kelancangan.(*[22])

    Peradaban yang bodoh ini telah membuat para wanita keluar dari tempat mereka, menjadikan kehormatan mereka direndahkan, dan menjadi alat kesenangan murahan.

    Sementara syariat Islam mengajak wanita untuk kembali ke rumah sebagai bentuk kasih sayang atas mereka.

    Kehormatan dan kemuliaan mereka terdapat di dalamnya. Kelapangan mereka terdapat di rumah. Serta kehidupan mereka tegak dengan senantiasa bersama keluarga.

    Kesucian adalah perhiasan mereka, akhlak adalah kehormatan mereka, menjaga kehormatan adalah wujud keindahan mereka, kasih sayang adalah tanda kesempurnaan mereka, serta anak-anak adalah tempat senda gurau mereka.

    Yang membuat bisa bertahan dari semua faktor perusak adalah kehendak yang sangat kuat.

    Setiap kali para wanita cantik berada di tempat pertemuan yang didominasi oleh para lelaki, mereka akan membangkitkan keinginan pamer, persaingan, kedengkian, dan sikap ego sehingga hawa nafsu yang tadinya tidur menjadi terbangun.Jika para wanita menyingkap dirinya secara bebas, hal itu akan menjadi sebab rusaknya akhlak.Foto yang merupakan jenazah-jenazah kecil dan mayat tersenyum sangat berbahaya bagi jiwa manusia saat ini. Bahkan pengaruhnya sangat menakutkan.(*[23])

    Patung dan gambar yang dilarang oleh agama bisa merupakan bentuk kezaliman yang membatu, riya yang mewujud, hawa nafsu yang mengeras, atau misteri yang menarik perhatian jiwa yang buruk.

    Kewenangan Qudrah Menolak adanya Perantara

    Matahari laksana partikel bagi qudrah Yang Mahakuasa dan Mahaagung.

    Wilayah cakupan qudrah-Nya yang agung pada satu spesies saja demikian luas.

    Ambillah gaya tarik di antara dua partikel lalu letakkanlah ia di dekat gaya tarik yang terdapat di pusat matahari dan di bima sakti.

    Tariklah malaikat yang membawa bulir embun bersama malaikat yang menyerupai matahari di mana ia membawa matahari.

    Letakkan ikan yang paling kecil—sekecil jarum—di sisi paus yang besar. Setelah itu, bayangkan keluasan manifestasi wujud Dzat Yang Mahakuasa dan agung berikut kreasi-Nya yang sempurna pada entitas yang paling ke- cil dan paling besar.

    Ketika itulah engkau bisa mengetahui bahwa gaya tarik dan seluruh hukum alam merupakan sarana dan perintah-Nya. Ia hanya nama dan lambang bagi manifestasi qudrah dan hikmah-Nya.

    Demikianlah penjelasannya. Renungkan masalah di atas, tentu engkau akan memahami bahwa sebab hakiki, perantara tertentu serta sejumlah sekutu merupakan sesuatu yang batil, bersifat imajiner, dan mustahil dalam pandangan qudrah-Nya yang mulia.

    Kehidupan merupakan wujud yang sempurna. Karena kedudu- kannya sangat mulia, maka yang menjadi pertanyaan, “Mengapa bumi dan alam kita ini tunduk serta taat laksana hewan?”

    Allah memiliki hewan terbang semacam itu yang tersebar di angkasa luas. Ia menyebarkan keagungan, keindahan, kebesaran dan kehormatan-Nya.

    Dialah yang menata dan menjalankannya di kebun ciptaan.

    Senandung yang dikeluarkan oleh berbagai entitas dan sejumlah gerakan yang dilakukan burung, semuanya merupakan tasbih dan bentuk pengabdian terhadap Tuhan Yang Tak Bermula dan Sang Mahabijak yang kekal.

    Bumi kita ini sangat mirip dengan hewan. Pasalnya, ia memerlihatkan jejak-jejak kehidupan. Andaikan ia kecil seperti telur—sebuah pengandaian yang tidak mungkin—tentu ia menjadi seperti hewan kecil.

    Sebaliknya, andaikan hewan yang kecil laksana bola bumi tentu ia akan serupa dengannya. Andaikan alam ini kecil seperti manusia lalu bintang-gemintangnya berubah menjadi seperti atom, barangkali ia akan seperti hewan yang memiliki perasaan. Akal menemukan ruang bagi semua kemungkinan di atas.

    Jadi, alam adalah entitas yang beribadah dan bertasbih dengan seluruh pilarnya.

    Setiap pilar merupakan makhuk yang tunduk dan taat kepada Sang Pencipta Yang Mahakuasa dan Maha Tak Bermula.

    Sesuatu yang besar secara kuantitas belum tentu besar secara kualitas. Nyatanya jam yang berukuran kecil lebih indah dan detail daripada yang berukuran seperti Hagia Sophia.

    Karena itu, penciptaan lalat lebih menakjubkan daripada penciptaan gajah.

    Andaikan al-Qur’an ditulis dengan pena qudrah lewat permata istimewa di atas bagian yang unik, maka kehalusan lembarannya me- nyamai kreasi al-Qur’an yang ditulis dengan tinta bintang di lembaran langit. Keduanya sama-sama fasih dan menakjubkan.

    Kreasi Pencipta azali yang demikian indah dan sempurna terhampar di semua sisi. Kesatuan yang utuh dalam kesempurnaanya menegaskan manifestasi tauhid.

    Camkan penjelasan yang terang ini!

    • * *

    Malaikat adalah Bangsa yang Diperintah untuk Melaksanakan Syariah Alamiah

    Syariat ilahi ada dua. Keduanya datang dari dua sifat ilahi. Sementara yang menjadi mitra bicara adalah dua manusia yang mendapat tugas untuk mengemban keduanya.

    Pertama: syariat penciptaan (Syariah Alamiah) yang bersumber dari sifat kehendak ilahi. Ia merupakan syariat dan kehendak Tuhan yang menata seluruh keadaan alam berikut geraknya yang sudah ditetapkan di mana secara keliru ia disebut dengan hukum alam.

    Kedua, syariat yang bersumber dari kalam ilahi (Syariah Kalamiah). Syariat ini menata seluruh perbuatan manusia yang bersifat sukarela (ikhtiyari).

    Kadangkala kedua syariat tersebut bertemu. Malaikat merupakan bangsa yang besar, pasukan Allah, pengemban syariat pertama (syariah alamiah) sekaligus sebagai pemerannya.

    Sebagian mereka adalah hamba yang bertasbih, sementara sebagian lagi larut dalam ibadah dan dekat dengan arasy yang agung.

    Semakin Halus Materi, Semakin Memancarkan Kehidupan

    Kehidupan adalah landasan eksistensi dan pondasi wujud. Sementara materi mengikuti dan tegak dengan kehidupan tersebut.

    Jika engkau membandingkan kelima indra manusia dengan hewan mikro, tentu engkau akan memahami betapa manusia jauh lebih besar. Namun indranya kalah.

    Sebab, hewan kecil tadi bisa mendengar suara suadara-saudaranya dan melihat makanannya. Andaikan ia be- sar seperti manusia, tentu indranya memiliki kemampuan yang mencengangkan. Kehidupannya menebarkan kilau cahaya, dan pengliha- tannya laksana cahaya langit yang menandingi kilat.

    Manusia sendiri bukan entitas yang memiliki kehidupan yang tersusun dari sejumlah benda mati. Namun ia adalah sel besar yang tersusun dari ratusan juta sel hidup. Manusia bagaikan pola يٰسٓ yang memuat tulisan surah Yasin. Mahaagung Allah, Sebaik-baik Pencipta.

    اِنَّ ال۟اِن۟سَانَ كَصُورَةِ ( يٰسٓ ) كُتِبَت۟ فٖيهَا سُورَةُ ( يٰسٓ )

    فَتَبَارَكَ اللّٰهُ اَح۟سَنُ ال۟خَالِقٖينَ

    Filsafat Materialisme adalah Wabah Maknawi

    Filsafat materialisme merupakan wabah maknawi di mana ia seperti demam yang bisa menyebabkan kebinasaan bagi umat manusia,(*[24])serta mendatangkan murka ilahi.

    Ketika potensi pembangkangan meningkat lewat sikap taklid, maka semakin luas pula penyebaran wabah tersebut.

    Keterpikatan manusia terhadap sains dan kesenangannya mengikuti peradaban modern telah memberinya ruang kebebasan, sikap taklid dan pembangkangan. Dari kesombongannya muncul kesesatan.

    ==Tidak ada yang tidak Bekerja di Alam Yang tidak Bekerja Sebenarnya Berjalan menuju Ketiadaan== Manusia yang paling celaka, resah, dan menderita adalah yang tidak bekerja. Sebab, menganggur berarti “ketiadaan atau kenihilan” dalam bingkai wujud, atau kematian yang dibungkus dengan kehidupan.

    Adapun “bekerja dan berusaha” merupakan bentuk kehidupan wujud dan kesadaran hidup.

    Riba adalah Bahaya Total bagi Islam

    Riba melahirkan kemalasan dan memadamkan semangat kerja. Pintu-pintu riba berikut sejumlah sarananya (bank-bank konvensional) membawa keuntungan bagi manusia terburuk yaitu orang- orang kafir;

    kepada kalangan paling jahat di antara mereka yaitu kaum yang zalim; serta kepada kalangan yang paling jelek yaitu yang terbodoh dari mereka.

    Bahaya riba bagi dunia Islam adalah mutlak. Sementara syariat tidak melihat kesejahteraan seluruh umat manusia pada setiap saat.

    Sebab, orang kafir yang memerangi Islam; diri dan darah mereka tidak layak mendapat perlindungan.

    De………m.

    Al-Qur’an Melindungi Dirinya Sendiri dan Menerapkan Hukumnya

    (*[25])

    Aku menyaksikan seseorang yang mengalami keputusasaan dan merasa pesimis. Ia berkata, “Saat ini ulama sudah langka. Kualitasnya juga sangat menurun. Kami khawatir pada satu saat agama ini akan padam.”

    Mendengar hal tersebut akupun menjawab, “Sebagaimana cahaya alam dan keimanan kita tidak mungkin padam, demikian pula Islam akan terus bersinar setiap masa selama menara agama, tempat ibadah, dan rambu-rambu syariat tidak padam.

    Semua itu merupakan syiar Islam laksana pasak bumi yang kokoh.

    Setiap tempat ibadah secara alami menjadi guru yang mengajarkan berbagai sunnah-Nya. Setiap rambu syariat menjadi ustadz yang mengajarkan agama lewat kondisi lahiriahnya tanpa salah dan keliru.

    Setiap syiar Islam juga menjadi sosok alim yang bijak yang mengajarkan spirit Islam serta menerangkannya di hadapan mata yang melihatnya sepanjang zaman.

    Bahkan spirit Islam seakan-akan terwujud dalam berbagai syiarnya. Seolah-olah kemurnian Islam tertancap kuat di tempat ibadahnya sebagai sandaran iman.

    Hukum Islam telah terwujud dalam berbagai rambunya. Seakan-akan rukun Islam tertanam dalam berbagai dunia- nya. Setiap pilar penyangga yang berasal dari berlian menghubungkan bumi dengan langit;

    terutama al-Qur’an al-Karim, sang khatib yang memiliki kemampuan menerangkan yang luar biasa, memberikan pe- san azali di seluruh dunia Islam. Tidak ada satu sisi dan satu sudutpun kecuali telah mendengar dan menerima petunjuknya.

    Sehingga penjagaan al-Qur’an menjadi sebuah kedudukan mulia yang berisi rahasia ayat, “Dan Kami yang menjaganya.” (QS. al-Hijr [15]: 9). Membacanya terhitung sebagai ibadah bagi manusia dan jin.

    Ia berisi pengajaran dan berisi peringatan tentang sejumlah hal yang bersifat aksiomatis. Pasalnya, seiring dengan berjalannya waktu sejumlah teori berubah menjadi perkara aksiomatis.

    Kemudian ia menjadi kenyataan yang tak terbantahkan sehingga tidak lagi membutuhkan penjelasan.

    Segala hal yang bersifat pasti dalam agama keluar dari kerangka teoritis. Karena itu, mengingatkan kepadanya sudah cukup memadai. Al-Qur’an sudah mencakup setiap waktu dan zaman. Sebab, di dalam- nya terdapat peringatan.

    Kesadaran dan kebangkitan sosial umat Islam memberikan kepada setiap individu sejumlah dalil yang ditujukan untuk masyarakat secara umum seraya menetapkan standar untuk mereka.

    Keimanan setiap orang tidak terbatas pada dalil yang dimiliknya, namun juga mencakup sebab-sebab tak terbatas yang terdapat dalam kalbu jamaah.

    Jika menolak aliran yang lemah saja sulit dilakukan seiring dengan perkembangan zaman, apalagi dengan Islam yang demikian dominan sepanjang zaman di mana ia bersandar kepada dua landasan agung: wahyu ilahi dan fitrah yang sehat.

    Islam telah merasuk dan mengakar di setengah bumi lewat dasar-dasarnya yang kokoh serta jejaknya yang cemerlang. Ia mengalir di dalamnya laksana ruh fitri. Bagaimana mungkin ia tertutupi oleh gerhana, sementara gerhana itu sendiri menjauh darinya.

    Hanya saja sayangnya, sebagian orang kafir yang bodoh berusa- ha menerjang pilar-pilar istana yang megah ini setiap kali kesempatan terbuka bagi mereka.

    Namun hal itu tidak mungkin dilakukan. Pilar-pilar tersebut tidak pernah goyah.

    Ateisme dan kekufuran saat ini terdiam dan para mucikari pun telah gagal.Tidakkah upaya untuk menentang dan mengobarkan dusta sudah cukup.Tempat ini sebagai tempat berbagai disiplin ilmu (universitas) telah menjadi benteng utama dunia Islam dalam menghadapi kekufuran.

    Namun sikap tidak peduli, lalai, dan permusuhan sebagai tabiat ular yang menentang fitrah telah membuka celah sehingga menjadi sasaran serangan ateisme dan membuat keyakinan umat goyah.

    Maka dari itu, benteng-benteng yang disinari dengan spirit Islam tersebut harus lebih kokoh dan lebih memiliki perhatian. Demikianlah seharusnya. Jika tidak kuat, maka ia bisa hancur. Kaum muslim tidak boleh tertipu.

    Kalbu adalah pusat iman, sementara otak adalah cermin cahayanya. Ia bisa memperlihatkan kesungguhan sekaligus menyapu berbagai syubhat dan noda ilusi. Jika syubhat yang terdapat dalam otak tidak masuk ke dalam kalbu, ia tidak akan merusak keimanan jiwa.

    Namun jika iman terdapat di otak—seperti anggapan sebagian orang—maka berbagai kemungkinan dan keraguan itu bisa menjadi musuh utama spirit iman yang merupakan haqqul yaqin.

    Kalbu dan nurani adalah wadah iman. Intuisi dan ilham merupakan bukti iman. Indra keenam merupakan jalan iman.Pikiran dan otak adalah penjaga iman.

    Kebutuhan untuk mengingatkan sejumlah perkara aksiomatis lebih besar daripada mengajarkan hal-hal yang bersifat teoritis.Berbagai kepastian agama serta hal yang bersifat aksiomatis telah tertanam dalam kalbu.

    Tujuan tercapai dengan sekadar menyadarkan untuk yakin dan mengingatkan kembali. Ungkapan bahasa Arab dalam hal ini bisa memberikan penyadaran dalam bentuk yang paling baik.

    Karenanya, khutbah Jumat dengan bahasa Arab sudah mencukupi dan memadai untuk mengingatkan sejumlah hal yang bersifat pasti dan aksiomatis. Sementara mengajarkan masalah teoritis bukanlah tujuan khutbah.

    Di samping itu, ungkapan bahasa Arab mencerminkan syiar persatuan Islam dalam relung jiwa Islam yang menolak perpecahan.

    Hadis berkata kepada Ayat, “Mustahil Menyaingimu.” Jika engkau membandingkan antara hadis dan ayat, pasti tampak jelas bahwa manusia yang paling fasih (sekaligus penyampai wahyu ilahi) juga tidak mampu menandingi kefasihan ayat al-Qur’an. Hadis tidak bisa menyerupainya.

    Dengan kata lain, perkataan yang bersumber dari lisan kenabian tidak selalu merupakan perkataan Nabi x.

    Penjelasan Singkat tentang Kemukjizatan Al-Qur’an

    Pada masa lalu aku melihat diriku dalam mimpi sedang berada di bawah gunung Ararat. Secara tiba-tiba gunung itu meletus. Ia melemparkan sejumlah batu karang sebesar gunung ke seluruh penjuru. Maka bumi bergetar.

    Tiba-tiba seseorang berdiri di sampingku. Ia berkata, “Terangsecara singkat berbagai bentuk kemukjizatan al-Qur’an yang kau ketahui secara umum.”

    Akupun merenungkan tafsir dari mimpi tersebut, sementara aku masih berada di dalamnya. Menurutku, letusan yang terjadi di sini adalah perumpamaan dari transformasi yang terjadi pada umat manusia, sehingga petunjuk al-Qur’an sudah pasti akan memimpin dan mengendalikan transformasi itu.

    Pada suatu hari kemukjizatannya akan terlihat jelas. Akupun memberikan penjelasan pada si penanya di atas dengan berkata sebagai berikut:

    Kemukjizatan al-Qur’an terwujud pada tujuh sumber universal dan tersusun dari tujuh unsur.Sumber PertamaKeindahan bahasanya yang bersumber dari kefasihan lafal.

    Kecemerlangan penjelasannya berasal dari keapikan susunannya, retorika maknanya, keindahan pengertiannya, keajaiban kandungannya, dan keanehan gaya bahasanya.

    Ia melahirkan ukiran penjelasan yang menakjubkan, kreasi bahasa yang indah, berupa gabungan dari semuanya dalam bentuk kemukjizatan yang tidak membosankan ketika terus diulang-ulang.

    Unsur Kedua Pemberitaan langit tentang berbagai persoalan tersembunyi di seputar hakikat alam dan rahasia hakikat ilahi yang bersifat gaib.

    Di antara urusan gaib yang terlipat di masa lalu, dan di antara berbagai kondisi yang tersembunyi di masa depan, lahirlah khazanah pengetahuan gaib.

    Ia merupakan lisan alam gaib yang berbicara dengan alam nyata tentang rukun-rukun iman. Ia menjelaskan hal tersebut dengan sejumlah simbol. Yang menjadi tujuan adalah manusia. Semua ini merupakan bentuk kilau mukjizat yang bercahaya.

    Sumber Ketiga Al-Qur’an memiliki komprehensivitas yang menakjubkan ditinjau dari lima sisi: lafal, makna, hukum, pengetahuan, dan tujuannya.

    Dari sisi lafal, ia mengandung sejumlah kemungkinan yang luas dan banyak sisi di mana setiap sisi mengandung retorika yang indah, ilmu bahasa Arab yang benar, dan sejalan dengan rahasia penetapan syariat.

    Ditinjau dari sisi makna, penjelasannya yang menakjubkan mencakup berbagai aliran para wali, cita rasa kalangan arif, mazhab para salik, pendekatan para ahli kalam, dan metode para ahli hikmah.

    Bahkan ia mencakup semuanya. Petunjuk-petunjuknya bersifat komprehensif dan maknanya demikian luas. Wilayah ini sangat luas jika masuk lewat celah tersebut.

    Dilihat dari penyerapan hukumnya, syariat yang menakjubkan ini terambil darinya.

    Gaya penjelasannya mengandung seluruh hukum kebahagiaan dunia akhirat, faktor kedamaian dan ketenangan, ikatan sosial masyarakat, sarana pendidikan, dan hakikat seluruh kondisi.

    Dilihat dari integralitas ilmunya, kandungan surat-suratnya berisi berbagai pengetahuan alam, pengetahuan ilahiyah, sejumlah ting- katan, petunjuk, simbol dan isyarat.

    Dilihat dari tujuan dan maksudnya, ia sangat memerhatikan keseimbangan dan keselarasan seluruh kaidah fitrah serta kesatuan tujuan sehingga keseimbangannya terjaga.

    Begitulah, komprehensivitas yang cemerlang tampak dalam lafalnya yang mencakup, maknanya yang luas, hukum yang integral, pengetahuan yang menyeluruh, serta sejumlah tujuannya yang selaras.

    Unsur Keempat Limpahan cahayanya sesuai dengan tingkat pemahaman setiap masa, tingkatan adab setiap golongan, serta sejalan dengan potensi dan derajat penerimaannya.

    Pintunya selalu terbuka untuk setiap era dan setiap golongan. Sehingga kalam ilahi tersebut seolah-olah turun pada setiap tempat dan setiap waktu.

    Semakin hari, al-Qur’an justru semakin berseri dan petunjuknya semakin jelas. Pesan ilahi itu menyingkap tirai alam dan tabir sebab.

    Ia memancarkan cahaya tauhid lewat setiap ayat pada setiap waktu. Ia mengangkat panji kesaksian tauhid atas sesuatu yang gaib.Ketinggian pesannya menarik perhatian manusia serta menga- jaknya untuk merenung.

    Pasalnya, ia adalah lisan gaib yang berbicara dengan alam nyata (kasat mata).Dari sini dapat disimpulkan bahwa kesegarannya yang luar biasa sangat komprehensif dan mencakup segala hal.

    Keindahannya menjadikan al-Qur’an disenangi jin dan manusia. Hal itu terwujud lewat turunnya wahyu ilahi kepada akal manusia agar dekat dengan akal. Ia juga beragam seberagam cara turunnya.

    Sumber KelimaInformasi dan beritanya terwujud dalam bentuk indah penuh makna.

    Ia menginformasikan sejumlah hal mendasar dari berbagai berita yang benar laksana saksi yang hadir menyaksikannya. Ia menginformasikan dengan cara tersebut untuk menyadarkan manusia.

    Berita yang disampaikannya meliputi berita tentang generasi pertama dan kondisi generasi akhir, rahasia surga dan neraka, hakikat alam gaib, rahasia alam nyata, rahasia ilahiyah, serta sejumlah ikatan alam.

    Berbagai berita tersebut seolah menyaksikan secara langsung sehingga tidak bisa didustakan oleh realita yang ada dan tidak bisa diingkari oleh logika. Bahkan ia tidak bisa dibantah meski tidak bisa dipahami.

    Ia menjadi inspirasi orang yang mengetahui kitab-kitab samawi. Pasalnya, ia menginformasikan berbagai berita tentangnya seraya membenarkannya dalam bentuk yang sangat selaras serta meluruskan sejumlah tema yang diperselisihkan.Datangnya berbagai persoalan informatif semacam itu dari seorang yang buta huruf sungguh merupakan mukjizat masa kini.

    Unsur Keenam Ia membangun dan mengandung ajaran agama Islam. Anda tidak akan menemukan ajaran seperti Islam di setiap zaman dan tempat, baik di masa lalu ataupun di masa mendatang. Ia adalah tali Allah yang kokoh. Ia menggenggam bumi agar tidak terlepas.

    Ia menatanya dalam putaran tahun dan hari. Kedudukan dan bobotnya demikian jelas di atas bumi. Ia juga mengarahkan agar tidak terjadi penyimpangan dan penyelewengan.

    Sumber Ketujuh Enam cahaya yang tercurah dari keenam sumber di atas saling bercampur. Ia mengeluarkan kilau yang sangat indah dan melahirkan intuisi yang merupakan sarana bercahaya.

    Yang muncul darinya adalah cita rasa. Dengannya kemukjizatan al-Qur’an bisa ditangkap.Lisan kita tidak mampu menjelaskannya dan akal kita tidak berdaya untuk menuturkannya.Bintang-gemintang langit bisa dilihat tetapi tidak bisa disentuh.

    Sepanjang tiga belas abad, para musuh al-Qur’an membawa spirit penentangan.Sementara di kalangan wali dan pecintanya, ia justru melahirkan spirit peledanan dan kerinduan.Ini saja sudah merupakan bukti kemukjizatan.

    Jika dari dua keinginan tersebut dituliskan jutaan kitab berbahasa Arab, lalu jutaan kitab tersebut dikomparasikan dengan al-Qur’an, tentu semua orang yang melihat dan mendengar,

    bahkan sebagian besar manusia, apalagi yang cerdas dan pandai, akan berkata, “Semua kitab ini karya manusia, sementara al-Qur’an bersifat samawi.”

    Akan lahir sebuah ketetapan bahwa semua kitab itu tidak bisa menyerupai al-Qur’an dan tidak akan mampu mencapai tujuannya sama sekali. Hal itu bisa jadi karena al-Qur’an lebih rendah, namun hal ini jelas batil dan keliru.

    Kalau demikian, ia mengungguli semuanya. Ia telah membuka pintu bagi umat manusia serta menyebarkan kandungannya di hadapan mereka sepanjang waktu yang lama ini.

    Ia mengajak semua jiwa dan pikiran untuk mengkajinya. Namun demikian tidak ada yang mampu menentangnya. Masa ujian telah selesai.Al-Qur’an tidak bisa dibandingkan dan diserupakan dengan seluruh kitab yang lain.

    Ia turun dalam jangka waktu dua puluh sekian tahun secara berangsur-angsur sesuai hikmah ilahi karena sejumlah kepentingan, karena sebab nuzulnya yang juga beragam, sebagai jawaban untuk persoalan yang beragam, sebagai penjelasan atas berbagai peristiwa hukum yang berbeda-beda,

    dalam kurun waktu turunnya yang tidak sama, dalam kondisi penerimaan yang bervariasi, untuk sejumlah pemahaman manusia yang berbeda-beda, serta untuk tujuan dan petunjuk yang tidak sama.

    Meskipun demikian, ia memerlihatkan kesempurnaan kefasihan, ketepatan, kesesuaian, dan keterpaduan penjelasan, jawaban dan pesannya, di samping ilmu bayan dan maknanya.

    Al-Qur’an berisi keistimewaan yang tidak ditemukan dalam perkataan lainnya.

    Sebab, ketika mendengar perkataan seseorang, di balik itu engkau melihat penuturnya sehingga gaya bahasa menjadi cerminan manusia.

    Ey sâil-i misalî! Sen ki îcaz istedin, ben de işaret ettim. Eğer tafsil istersen, haddimin haricinde!.. Sinek seyretmez âsumanı.

    Kitab Isyârât al-I’jâz telah menerangkan salah satu dari empat puluh jenis kemukjizatan. Seratus halaman penjelasan masih belum bisa menjelaskan satu saja darinya.

    Justru aku yang menginginkan penjelasan darimu. Tuhan telah memberimu limpahan ilham spiritual.

    Karya Sastra Barat yang Dipenuhi Nafsu, Ambisi, dan Tipu Daya Tidak Bisa Menjangkau

    Kedudukan Sastra Al-Qur’an yang Kekal yang Dipenuhi Cahaya, Petunjuk dan Obat.

    Kondisi yang menghendaki cita rasa tinggi untuk para insan kamil tidak membuat senang para pemilik nafsu kekanak-kanakan dan pemilik tabiat rendahan.

    Atas dasar itu, cita rasa yang rendah tenggelam dalam kubangan keinginan nafsu sama sekali tidak bisa menikmati dan mengenal cita rasa spiritual.

    Maka sastra modern yang bersumber dari sastra Eropa tidak mampu melihat berbagai kandungan al-Qur’an yang istimewa dan karakternya yang tinggi, bahkan tidak dapat mengecapnya.

    Karena itu, ia tidak bisa menjadikan standarnya sebagai ukuran.Sastra (adab) berkisar dalam tiga wilayah:

    Wilayah semangat dan kemuliaan jiwa, wilayah keindahan dan kerinduan, serta wilayah penggambaran hakikat dan realita.Dalam wilayah semangat, sastra asing tidak menyuarakan kebenaran.

    Ia justru mengajarkan rasa bangga terhadap kekuatan yang dimiliki dengan mengagungkannya dalam bentuk yang lalim dan melampaui batas.Dalam wilayah keindahan dan kerinduan, sastra asing tidak mengenal kerinduan dan cinta hakiki.

    Namun, ia menanamkan kerinduan syahwati yang demikian melekat dalam jiwa. Dalam wilayah penggambaran hakikat dan realita, sastra asing tidak melihat entitas sebagai kreasi ilahi dan tidak memandangnya sebagai celupan-Nya.

    Namun ia membatasi perhatiannya pada sisi alam materi dan menggambarkan hakikat dalam bingkainya tanpa bisa melepaskan diri darinya.

    Karena itu, ajarannya untuk merindukan alam dan menuhankan materi hingga kecintaan padanya mengakar dalam kalbu tidak membuat manusia mampu selamat darinya dengan mudah.

    Lalu sastra yang berhias kebodohan itu sama sekali tidak bisa melenyapkan kerisauan ruh yang bersumber dari kesesatan. Justru ia mengembangkan dan membesarkannya.

    Dalam anggapannya ia telah menemukan solusi. Seolah-olah obat satu-satunya yang merupakan riwayatnya adalah: - Terdapat dalam kitabnya; benda hidup yang mati itu. - Dalam bioskop; benda mati yang bergerak.

    - Dalam teater di mana sejumlah bayangan bangkit di dalamnya dan keluar dengan cepat dari kubur luas masa lalu. Itulah berbagai bentuk riwayatnya. Mana mungkin benda mati menghembuskan kehidupan?! Tanpa rasa malu, sastra asing meletakkan lisan dusta dalam mulut manusia.

    Ia memasang mata yang fasik pada wajahnya. Serta memakaikan dunia sebagai busana penari murahan. Lalu dari mana sastra tersebut akan mengetahui kebaikan?

    Bahkan andaikan ia ingin memerlihatkan matahari kepada pem- baca, ia akan mengingatkannya dengan artis pirang yang cantik. Secara lahiriah ia berkata, “Kebodohan memberikan akibat bu- ruk yang tidak layak bagi manusia.”

    Kemudian ia mengungkap sejum- lah dampaknya yang berbahaya. Hanya saja, ia menggambarkannya secara menarik dan menggiurkan serta membuat akal kehilangan kendali.

    Pasalnya, ia tenggelam dalam gelora syahwat hingga tak sadar dibawa kemana.

    Adapun sastra al-Qur’an, ia tidak menggerakkan dan membangkitkan orang yang hawa nafsunya tenang.

    Namun memberikan kepada manusia hasrat menyuarakan dan mencintai kebenaran, kesenangan pada kebaikan, kerinduan pada keindahan, serta keinginan untuk mencintai hakikat kebenaran. Ia tidak pernah tertipu.

    Ia tidak melihat entitas sebagai materi. Namun mengingatnya sebagai kreasi ilahi, celupan Rabbani, tanpa membingungkan akal. Ia diktekan cahaya makrifat tentang Sang Pencipta serta menerangkan tanda-tanda kekuasaan-Nya dalam segala hal.Kedua sastra tersebut melahirkan kesedihan yang memberikan efek tertentu. Akan tetapi keduanya tidak sama.

    Yang dilahirkan oleh sastra Barat adalah kesedihan yang merisaukan, yang bersumber dari kehilangan para kekasih dan pelindung. Sastra Barat tidak mampu memberikan kesedihan yang mulia.

    Pasalnya, perasaan yang dilahirkan terilhami dari alam materi yang buta, kekuatan yang tak melihat yang penuh dengan derita dan kegalauan. Akhirnya alam hanya berisi nestapa.

    Ia melemparkan manusia di tengah orang-orang asing tanpa ada yang melindungi. Maka, ia pun senantiasa berada dalam ratapan dan duka cita. Seluruh harapan pun di hadapannya menjadi sirna.

    Perasaan yang penuh dengan kesedihan dan derita ini menguasai diri manusia sehingga mengantarnya pada kesesatan, kekufuran, dan pengingkaran sang Khalik. Akhirnya, sulit baginya untuk kembali kepada kebenaran. Bahkan bisa jadi ia tidak kembali lagi selamanya.

    Adapun sastra Al-Qur’an memberikan kesedihan yang mulia. Yaitu kesedihan sang perindu, bukan kesedihan sang yatim. Kesedihan tersebut bersumber dari perpisahan dengan para kekasih, bukan akibat kehilangan mereka.

    Ia melihat entitas sebagai kreasi ilahi di mana ia mengasihi dan melihat, bukan materi yang buta.

    Ia juga memperlihatkan qudrah ilahi yang penuh hikmah dan berhias perhatian yang komprehensif sebagai ganti dari kekuatan buta.

    Ia juga tidak membungkus entitas dengan gambaran duka cita yang memilukan. Namun di hadapan yang melihatnya ia berubah seperti kumpulan orang yang saling mencinta.

    Sebab, pada setiap sisi terdapat respon positif, cinta dan keakraban; bukan kekeruhan dan kegalauan. Inilah kondisi kesedihan sang perindu.Di tengah-tengah majelis tersebut manusia mendapatkan perasaan mulia; bukan kesedihan yang menyesakkan dada.

    Kedua sastra tersebut memberikan kerinduan dan kegembiraan. Kerinduan yang diberikan oleh sastra asing adalah kerinduan yang merangsang nafsu dan menghamparkan kegilaan tanpa membuat jiwa senang dan gembira.

    Sebaliknya, kerinduan yang dihembus- kan oleh al-Qur’an adalah kerinduan yang menggetarkan jiwa hingga naik menuju sejumlah kemuliaan.

    Atas dasar itu, syariah yang menakjubkan ini melarang kesiasiaan dan seluruh hal yang melenakan. Ia mengharamkan sejumlah sarananya serta membolehkan yang lain.

    Artinya, alat atau perangkat yang melahirkan kesedihan dan kerinduan qurani tidaklah berbahaya. Ia diharamkan manakala melahirkan nestapa dan membangkitkan kerinduan syahwati.Kondisi ini bisa berubah tergantung orangnya. Sebab, respon orang berbeda-beda.

    Dahan Memberikan Buah atas nama Rahmat Ilahi

    Dahan pohon penciptaan mempersembahkan buah nikmat seraya mengantarkannya ke tangan makhluk hidup di seluruh penjuru alam.

    Bahkan ia memberikan buah tersebut kepadamu lewat dahan-dahan itu dari tangan rahmat dan qudrah-Nya. Maka, balaslah rahmat tersebut dengan rasa syukur.

    Muliakan tangan qudrah tersebut dengan senantiasa mengingat karunia-Nya.

    Penjelasan tentang Tiga Jalan yang Disebutkan dalam Penutup Surat al-Fatihah

    Wahai saudaraku, wahai yang dadanya penuh dengan harapan yang bersinar! Genggam khayalanmu dan mari bersamaku. Kita sekarang berada di tanah yang luas. Kita melihat berbagai hal di sekitar kita tanpa ada satupun yang melihat kita.

    Namun mendung yang hitam pekat dilemparkan pada kita. Ia jatuh di atas gunung yang tinggi sehingga menutupi wajah bumi kita dengan kegelapan.

    Bahkan ia seperti atap yang tebal. Hanya saja, ia adalah atap yang memperlihatkan matahari dari sisi yang lain.

    Kita yang berada di bawah mendung yang tebal itu nyaris tak mampu menghadapi sempitnya kegelapan itu. Kita dicekik oleh kegalauan dan ketiadaan udara mematikan.

    Dalam kondisi sempit dan tercekik itu, tiba-tiba terbuka tiga jalan di hadapan kita yang mengantar menuju alam bersinar. Kita pernah mendatangi dan menyaksikannya sebelumnya. Maka kitapun menyusuri ketiga jalan itu satu persatu.Jalan pertama: sebagian besar manusia melewatinya. Ia adalah wisata di sekitar alam. Wisata tersebut menarik kita kepadanya.

    Kita berada di dalamnya dengan berjalan kaki. Kita dihadapkan pada lautan pasir di padang yang luas ini. Lihat bagaimana ia marah kepada kita. Ia demikian marah dan membuat kita gelisah.

    Lihatlah gelombang laut yang laksana gunung itu. Ia murka kepada kita. Sekarang kita berada di sisi lain. Alhamdulillah kita bisa bernafas lega. Kita melihat wajah matahari yang bersinar.

    Akan tetapi, tidak ada satupun yang mampu mengukur berbagai derita yang kita rasakan. Hanya saja, sangat disayangkan kita kembali lagi ke bumi yang merisaukan di mana ia ditutupi oleh mendung yang gelap. Kita sangat membutuhkan alam yang bersinar yang membuka basirah (mata hati) kita.

    Jika engkau memiliki keberanian luar biasa, sertai diriku di jalan yang penuh bahaya ini. Kita akan melintasinya dengan gagah berani. Ia adalah:

    Jalan kedua: Kita menembus tabiat alam. Kita tembus ia agar kita bisa sampai ke sisi lain. Kita melalui berbagai terowongan alamiah yang terdapat di bumi dalam kondisi takut. Pada suatu saat aku pernah menyaksikan jalan ini dan melaluinya dengan rasa takut dan gundah.

    Namun di tanganku terdapat alat dan perangkat yang bisa meluluhkan tanah alam materi sekaligus menembus dan melapangkan jalan. Perangkat tersebut diberikan oleh al-Qur’an di jalan ketiga.

    Wahai saudaraku, jangan tinggalkan diriku. Ikuti aku dan jangan pernah takut. Lihatlah di depanmu terdapat sejumlah goa seperti te- rowongan bawah tanah. Ia menantikan kita dan akan melapangkan jalan kita menuju sisi lain.

    Jangan takut dengan kerasnya alam. Sebab, di balik wajah masam dan dingin terdapat wajah di mana pemiliknya tersenyum. Materi al- Qur’an tersebut adalah materi yang memancarkan kilau seperti radium.

    Kabar gembira wahai saudaraku. Kita telah keluar menuju alam yang bersinar. Lihatlah bumi yang indah ini dan langit yang indah.

    Tidakkah engkau mau mengangkat kepala untuk menyaksikan hal ini yang menutup seluruh permukaan langit.

    Ia adalah al-Qur’an al- Karim; Pohon Tuba surga. Ia membentangkan dahan-dahannya ke seluruh penjuru alam. Yang harus kita lakukan hanyalah bergantung kepada ranting yang bergelayutan. Ia berada di dekat kita untuk mengantar kita menuju ke sana.

    Yaitu menuju pohon samawi yang tinggi. Syariat yang mulia adalah miniatur dari pohon penuh berkah itu. Kita mampu mencapai alam yang bersinar itu lewat jalan tersebut, jalan syariat, tanpa ada kesulitan.

    Hanya saja kita salah jalan. Marilah kita kembali ke tempat semula untuk meniti jalan yang lurus tersebut. Lihat, ia adalah:Jalan ketiga: Sang da’i agung berdiri tegak di atas puncak yang tinggi.

    Ia menyeru dengan berkata, “Marilah menuju alam cahaya!” Ia mensyaratkan doa dan salat. Ia tidak lain sang penyeru agung, Muhammad x.

    Lihatlah gunung itu. Gunung petunjuk. Ia menembus awan dan langit. Lihatlah gunung syariat yang menjulang. Ia memperindah dan menghias wajah bumi kita.

    Kita harus terbang dengan penuh tekad untuk melihat cahaya di sana dan melihat kilau keindahan. Ya, di sini terdapat Uhud Tauhid; gunung yang dicinta dan mulia.

    Di sana juga terdapat gunung Judi Islam; gunung yang paling tinggi; gunung keselamatan dan kedamaian. Ini adalah gunung Qamar (Qumr); al-Qur’an yang bersinar. Darinya mengalir air Nil yang segar. Minumlah air segar dan salsabil itu dengan penuh nikmat.

    Maha mulia Allah; Pencipta yang paling baik.

    Akhirnya kami ucapkan segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam.

    Wahai saudaraku, sekarang lemparkan khayalan tersebut dan pergunakan akalmu.Jalan yang pertama dan kedua adalah jalan “Orang-orang yang dimurkai dan jalan orang yang sesat.” Keduanya berisi banyak bahaya. Keduanya selalu dalam kondisi musim dingin tanpa ada musim semi. Bahkan barangkali hanya satu dari seratus orang yang melewati jalan itu yang selamat, seperti Plato dan Socrates.

    Adapun jalan ketiga adalah jalan yang lapang dan singkat. Sebab, ia lurus dan istikamah. Orang yang lemah atau yang kuat sama saja, semuanya bisa melewatinya. Jalan yang paling baik dan paling selamat adalah ketika Allah memberimu mati syahid dan kemuliaan jihad.

    Sekarang kita berada di ambang hasil. Kelicikan meniti dua jalan pertama.Sementara petunjuk al-Qur’an; jalan yang lurus, adalah jalan ketiga. Itulah yang mengantar kita ke sana.

    Ya Allah, tunjukkan kami ke jalan yang lurus. Jalan orang-orang yang kau beri nikmat.

    Bukan jalan orang yang dimurka dan bukan pula jalan orang yang sesat. Amin.

    ==Seluruh Derita terdapat dalam Kesesatan dan Semua Nikmat terdapat dalam Iman== (Hakikat Agung yang Memakai Busana Khayalan)

    Wahai sahabat yang cerdas, jika engkau ingin melihat perbedaan yang jelas antara “jalan yang lurus”; jalan yang bersinar itu, dengan jalan orang yang Allah murkai dan jalan orang yang sesat;

    jalan yang gelap tersebut, marilah ambil ilusimu dan naiki khayalanmu. Kita akan pergi bersama-sama menuju gelapnya ketiadaan; kuburan besar yang penuh orang mati. Dzat Mahakuasa yang Mahaagung telah mengelu- arkan kita dari kegelapan tersebut lewat tangan qudrah-Nya serta menaikkan kita kepada wujud ini.

    Dia menghadirkan kita ke dunia yang kosong dari kenikmatan hakiki.

    Sekarang kita telah datang ke alam ini; alam wujud, sebuah padang yang luas. Mata kita telah terbuka. Kita melihat enam penjuru arah. Kita luruskan pandangan kita ke depan.

    Tiba-tiba sejumlah bencana dan derita hendak menyambar kita laksana musuh. Kitapun menjadi takut kepadanya dan mundur.

    Lalu kita melihat ke sisi kanan dan kiri seraya meminta belas kasih dari sejumlah unsur dan alam. Namun mereka berhati kesat, tidak memiliki kasih sayang. Mereka memperlihatkan giginya menatap kita dengan tatapan jahat.

    Mereka tidak bisa mendengar seruan dan tidak melunak ketika terus diminta. Maka, kitapun mengangkat penglihatan kita ke atas untuk meminta bantuan dari benda-benda langit.Akan tetapi, kita melihat mereka demikian menakutkan dan sedang memberikan ancaman.

    Pasalnya, mereka laksana bom yang meluncur dengan sangat cepat menembus angkasa tanpa ada benturan.

    Andaikan mereka salah jalan dan menyimpang, tentu akan membelah jantung alam, alam nyata. Wal’iyâdzu billah. Bukankah urusannya diserahkan kepada proses kebetulan. Apakah ada kebaikan yang berasal darinya.

    Kitapun mengalihkan perhatian dari arah ini dengan rasa putus asa. Kita berada dalam kondisi sangat bingung. Kita tundukkan kepala kita seraya melihat ke dalam diri guna melihat isinya.

    Seketika kita men- dengar ribuan teriakan rasa butuh dan rintihan kepapaan. Semuanya bersumber dari diri yang lemah ini. Akhirnya, saat membutuhkan pelipur lara kita malah berada dalam kegalauan. Jadi, arah ini juga tidak memberikan manfaat.

    Lalu kita pergi ke dalam jiwa. Kita mencari sebuah obat. Akan tetapi, sungguh sangat disayangkan, di sana tidak ada obat. Padahal obat harus ada. Sebab ribuan harapan, keinginan, serta ribuan perasaan berbaur membentang ke sisi-sisi alam.

    Semuanya mendatangi kita dalam kondisi ketakutan. Kita lemah tak mampu memberikan pertolongan.

    Berbagai harapan berbaur dalam diri manusia hingga sisi-sisinya membentang dari alam azali menuju keaba- dian. Bahkan andai ia melumat seluruh dunia, tetap takkan pernah kenyang.

    Begitulah kemanapun kita mengarah, ujian dan bencana selalu menghadang. Itulah jalan orang yang sesat dan dimurkai. Sebab, pandangan mereka mengarah kepada proses kebetulan dan kesesatan.

    Kalau kita mengikuti pandangan tersebut, kita akan jatuh ke dalam kondisi yang sama. Kita akan melupakan waktu yang ditentukan oleh Sang Pencipta berikut kebangkitan, awal dan tempat kembali.

    Hal itu lebih menyakitkan jiwa ketimbang neraka Jahanam dan lebih membakar. Apa yang kita peroleh dari keenam arah di atas hanyalah kondisi yang tersusun dari ketakutan, keterkejutan, kelemahan, kerisauan, disertai keputusasaan.

    Itulah yang melukai jiwa. Maka, marilah kita berusaha menolak dan menghadapinya.

    Pertama-tama kita mulai dengan melihat kemampuan kita. Sungguh sangat menyedihkan! Ia sangat lemah dan papa.

    Kemudian kita berusaha memenuhi berbagai kebutuhan diri yang sedang dahaga.

    Ia terus berteriak, namun tidak ada yang mau mendengar dan menolong untuk memenuhi berbagai harapan yang ia minta.

    Kita mengira seluruh yang berada di sekitar kita sebagai musuh. Semuanya asing. Kita tidak merasa bersahabat dan dekat. Tidak ada yang membuat diri menjadi tenang. Tak ada kesenangan dan kenik- matan hakiki.

    Setelah itu, setiap kali melihat berbagai benda langit, jiwa ini dipenuhi rasa takut, gelisah dan resah. Akal juga dipenuhi sejumlah ilusi dan keraguan.

    Wahai saudaraku, inilah jalan kesesatan. Itulah esensinya. Kita telah melihat gelap kekufuran yang demikian pekat di dalamnya.Sekarang marilah wahai saudaraku kita kembali kepada ketiadaan.

    Lalu kita kembali darinya. Jalan kita saat ini adalah jalan yang lurus (shirath al-mustaqim). Petunjuk kita adalah pertolongan ilahi. Serta pemimpin kita adalah al-Qur’an al-Karim.

    Ya, ketika kita menginginkan Tuhan Yang Maha Pemurah, qudrah-Nya mengeluarkan kita dari ketiadaan sebagai bentuk rahmat dan karunia dari-Nya.

    Ia menaikkan kita kepada hukum kehendak ilahi serta menjalankan kita di atas berbagai fase dan tingkatan. Dia Yang Maha Belas kasih membawa kita dan memberikan kepada kita pakaian wujud.

    Dia memuliakan kita dengan kedudukan amanah yang tandanya berupa salat dan doa. Seluruh tingkatan dan fase menjadi salah satu titik kelemahan dalam perjalanan panjang kita ini. Takdir dan ketentuan telah menuliskan berbagai urusannya di atas dahi kita untuk memberikan kemu- dahan.

    Di manapun kita berada sebagai tamu, kita disambut dengan sangat hangat. Kita serahkan apa yang ada pada kita dan sekaligus kita terima aset mereka.

    Demikianlah, bisnis mengalir dengan penuh cinta dan kesetaraan. Mereka menjamu dan memberikan berbagai hadiah kepada kita. Begitulah kita berjalan di atas jalan ini sehingga sampai ke pintu dunia. Dari sana kita mendengar berbagai suara.

    Sekarang kita telah mendatangi dan memasukinya. Kaki telah menginjak alam nyata, galeri Tuhan Yang Maha Pemurah, pameran kreasi-Nya, tempat keriuhan manusia. Kita masuk dalam kondisi tidak mengetahui seluruh yang terdapat di sekitar kita.

    Petunjuk dan pemimpin kita hanya kehendak ilahi. Sementara wakilnya berupa mata kita yang halus. Saat ini mata kita telah terbuka. Kita arahkan ia kepada berbagai penjuru dunia. Ingatkah ia pada saat kita pertama kali datang ke sini?!

    Saat kita dulu yatim dan asing di antara musuh yang jumlahnya tak terhitung tanpa ada yang menolong dan melindungi.Adapun sekarang cahaya iman menjadi titik sandaran kita. Ia adalah pilar yang kokoh dalam menghadapi musuh.

    Ya, iman kepada Allah merupakan cahaya kehidupan, sinar jiwa, dan ruh arwah kita. Kalbu ini demikian percaya kepada Allah tanpa peduli kepada musuh. Bahkan kita tidak memosisikannya sebagai musuh.

    Pada jalan pertama, kita masuk ke dalam jiwa dan perasaan. Kita mendengar ribuan teriakan dan permintaan tolong. Maka, kita merasa takut dengan ujian yang menimpa. Pasalnya, berbagai harapan, keinginan, perasaan dan potensi mengharapkan keabadian.

    Kita tidak tahu bagaimana cara memenuhinya. Kebodohan berasal dari kita, sementara teriakan bersumber dari mereka.

    Namun sekarang alhamdulillah, kita telah menemukan titik sandaran yang menghidupkan harapan dan potensi. Ia mengarahkannya ke jalan keabadian.

    Darinya semua potensi dan harapan meminum air kehidupan. Masing-masing berupaya menyempurnakan diri.

    Titik yang dirindukan itu (titik sandaran) adalah poros iman kedua. Yaitu iman kepada kebangkitan. Kebahagiaan yang kekal merupakan mutiara darinya. Petunjuk iman berupa al-Qur’an dan jiwa sebagai rahasia insani.

    Wahai saudaraku, angkat kepalamu! Arahkan pandangan ke alam. Ajaklah mereka berbicara. Sebelumnya di jalan pertama ia tampak liar dan meresahkan. Namun sekarang ia tersenyum dan menebarkan kegembiraan.

    Bukankah mata kita seperti lebah yang terbang menuju seluruh sisi di kebun alam ini. Seluruh bunga di semua tempat mulai mekar seraya menghembuskan aroma semerbak. Di setiap sisi terdapat pelipur lara. Semuanya berisi cinta.

    Ia menyerap semua persembahan yang baik dan meneteskan bukti kesaksian; madu di atas madu. Setiap kali penglihatan kita menatap gerakan bintang dan matahari, ia menisbatkannya kepada tangan hikmah Sang Khalik.

    Maka, ia memberikan pelajaran dan wujud rahmat sehingga seolah-olah matahari berbicara kepada kita dengan berkata:

    “Wahai saudara-saudaraku, jangan takut dan risau denganku. Selamat datang kuucapkan kepada kalian. Kalian adalah bagian dari keluarga. Kalian pemilik rumah ini. Aku hanya diperintah untuk menerangi kalian.

    Sama dengan kalian, aku juga merupakan pelayan taat yang ditugaskan oleh Dzat Yang Mahaesa dan Kekal untuk menerangi kalian lewat rahmat dan karunia-Nya. Aku harus memberikan cahaya dan kehangatan, sementara kalian harus berdoa dan melaksanakan salat.

    Wahai fulan, tidakkah engkau melihat bulan, bintang, dan lautan. Dengan lisan khususnya, semuanya memberikan sambutan seraya berkata, ‘Marilah, selamat datang bagi kalian.’”

    Wahai saudaraku, lihatlah dengan perspektif tolong-menolong. Perhatikan lewat seluruh bentuk keteraturan. Semuanya berkata, “Kami juga pelayan yang mendapat tugas. Kami adalah cermin rahmat Tuhan. Kami tidak pernah bosan dalam bekerja. Karena itu, jangan merasa tidak nyaman dengan kami!”

    Jangan kalian takut dengan suara gempa dan berbagai peristiwa. Semuanya adalah alunan zikir, tasbih dan tahlil doa.

    Ya, Dzat yang mengirim kalian ke sini adalah Dzat Maha Agung dan indah yang menggenggam kendali mereka. Mata iman membaca tanda-tanda rahmat Tuhan pada wajahnya.

    Wahai mukmin, wahai pemilik kalbu yang terjaga! Biarkan mata kita istirahat. Sebagai gantinya kita serahkan telinga kita untuk beriman. Dari dunia kita dengarkan sejumlah irama yang memikat.

    Sejumlah suara yang terus meninggi di jalan kita sebelumnya di mana kita mengiranya sebagai suara ratapan umum dan berita kematian, ternyata di jalan ini merupakan zikir, tasbih, tahmid dan syukur.

    Deru angin, suara petir, dan desir ombak adalah tasbih yang mulia. Sementara gemuruh hujan dan kicau burung merupakan tahlil rahmat Tuhan.

    Semuanya adalah kiasan yang mengarah kepada sebuah hakikat. Ya, bunyi segala sesuatu merupakan gema wujudnya. Ia hendak berkata, “Aku ini ada.”

    Begitulah semua entitas bersama-sama berujar, “Wahai manusia yang lalai, jangan menganggap kami sebagai benda tak bernyawa.

    Burung berkicau dalam merasakan nikmat atau turunnya rahmat. Burung mencicit dengan suara yang memikat lewat mulut yang kecil untuk menyambut turunnya rahmat yang dipersembahkan. Ya, nikmat turun kepadanya dan rasa syukur menjaganya.

    Secara simbolis ia berkata, “Wahai entitas, wahai saudara-saudaraku, betapa kondisi kita sangat menyenangkan. Kita ditumbuhkan dalam suasana penuh kasih sayang. Kami rela dengan kondisi yang kami rasakan.” Begitulah ia mendendangkan nyanyiannya dengan paruhnya yang halus sehingga mengubah seluruh entitas menjadi sebuah musik yang indah.

    Cahaya iman itulah yang mendengar gema zikir dan alunan tasbih di mana ia tidak terjadi secara kebetulan dan begitu saja.

    Wahai teman, kita sekarang meninggalkan alam imajiner ini. Kita berada di depan gerbang akal dan masuk ke wilayahnya untuk mengukur semua urusan dengan timbangannya agar bisa membedakan berbagai jalan yang beragam tadi.

    Jalan kita yang pertama adalah jalan orang yang dimurkai dan orang yang sesat. Ia benar-benar membuat jiwa terasa pedih dan tersiksa. Rasa pedih itu memenuhi semua sisi.

    Maka, kitapun menipu diri agar bisa selamat dari kondisi tersebut. Kita berusaha membuatnya tenang, tidur dan lupa. Jika tidak, kita tidak mampu menghadapi berbagai teriakan dan ratapan yang tanpa henti.

    Hawa nafsu menumpulkan perasaan dan syahwat menghendaki permainan guna menipu jiwa dan membuatnya terlupa sehingga tidak merasa sakit.

    Sebab perasaan tersebut membakar jiwa sehingga nyaris tak mampu berteriak akibat pedihnya derita. Pedihnya keputusasaan memang sangat sulit diatasi.

    Pasalnya, setiap kali jiwa dan perasaan ini jauh dari jalan yang lurus, kondisinya bertambah parah. Bahkan setiap kenikmatan meninggalkan jejak kepedihan.

    Gemerlap peradaban yang bercampur dengan syahwat dan hawa nafsu sama sekali tidak berguna. Ia hanyalah balsam yang rusak dan racun yang menghipnotis kesusahan di mana ia melahirkan kesesatan.

    Karena itu, wahai sahabat, kita telah merasa lapang di jalan kedua yang bercahaya ini. Ia merupakan sumber kenikmatan dan kehidupan. Bahkan di dalamnya seluruh derita berubah menjadi nikmat. Begitulah yang kita ketahui.

    Ia memberikan ketenangan ke dalam ruh—sesuai dengan kadar kekuatan iman. Tubuh juga merasa nikmat dengan kenikmatan yang dirasakan oleh ruh. Sementara ruh sendiri merasa nyaman dengan kenikmatan yang didapat oleh jiwa dan perasaan.

    Dalam jiwa terdapat kebahagiaan yang segera. Ia merupakan surga firdaus maknawi yang bercampur dalam relung kalbu. Proses tafakkur meneteskannya kepada manusia. Sementara perasaan adalah sesuatu yang memperlihatkannya.

    Sekarang kita mengetahui bahwa nikmat semakin bertambah, neraka kehidupan berubah menjadi cahaya, serta musim dinginnya berubah menjadi musim panas sesuai dengan kadar keterjagaan kalbu, gerakan kesadaran jiwa, dan perasaan ruh.

    Begitulah, pintu-pintu surga terbuka lebar dalam jiwa, dan dunia pun berubah menjadi surga yang luas yang menjadi tempat ruh bertamasya. Bahkan ia terbang mengalahkan burung dengan sayap salat dan doa.

    Kutitipkan dirimu kepada Allah wahai sahabat. Marilah kita saling mendoakan. Sekarang kita berpisah dan sampai berjumpa lagi.

    Ya Allah, tunjukkan kami jalan yang lurus.

    Jawaban yang Ditujukan kepada Gereja Anglikan

    Suatu hari seorang pastur yang memendam kedengkian, sang politikus penipu, dan musuh utama Islam bertanya tentang empat hal.

    Ia meminta jawaban tentangnya dalam enam ratus kata.

    Ia bertanya untuk memunculkan keraguan dengan sikap sombong dan angkuh. Serta dalam kondisi sulit di mana negaranya mengekang kita.

    Karena itu, jawaban yang selayaknya diberikan adalah, “Semoga engkau celaka!” disertai sikap diam kepadanya karena marah atas makarnya di samping perlu memberikan jawaban mematikan yang laksana palu baginya dalam menghadapi pengingkarannya. Aku tidak memosisikannya sebagai lawan bicaraku. Namun jawaban-jawaban kami ha- nya diberikan kepada orang yang mau mendengar dan mencari kebenaran, yaitu sebagai berikut:

    Pada pertanyaan pertama ia berkata, “Apa agama Muhammad?” Kukatakan, “Ia adalah al-Qur’an al-Karim. Tujuan utamanya adalah mengokohkan enam rukun iman dan menanamkan lima rukun Islam.”

    Pada pertanyaan kedua ia berkata, “Apa yang beliau persembahkan untuk pemikiran dan kehidupan?” “Beliau mempersembahkan tauhid untuk pemikiran dan sikap yang lurus (istikamah) dalam kehidupan.”

    Dalilnya adalah firman Allah, “Katakanlah, ‘Dia Allah Yang Mahaesa.’” (QS. al-Ikhlas [112]: 1) dan “Istikamahlah sebagaimana yang diperintahkan padamu!” (QS. Hud [11]: 112).

    Pada pertanyaan ketiga ia berkata, “Bagaimana beliau bisa menangani berbagai konflik yang terjadi saat ini?” “Dengan mengharamkan riba dan mewajibkan zakat.” Dalilnya adalah firman Allah,

    “Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (QS. al-Baqarah [2]: 275)

    “Allah memusnahkan riba.” (QS. al-Baqarah [2]: 276). “Tegakkan salat dan tunaikan zakat.” (QS. al-Baqarah [2]: 43).

    Pada pertanyaan keempat ia berkata,

    “Bagaimana beliau melihat berbagai ketimpangan yang terjadi pada umat manusia?” “Bekerja adalah landasan utamanya. Serta upaya agar aset kekayaan manusia tidak terkumpul pada orang-orang zalim.

    Dalilnya,

    “Manusia mendapatkan apa yang ia usahakan.” (QS. an-Najm [53]: 39),

    “Orang-orang yang menyimpan emas dan perak serta tidak mau menginfakkannya di jalan Allah, berikanlah kepada mereka kabar buruk berupa siksa yang pedih.” (QS. at-Taubah [9]: 34).

    (Yüz mâşâallah bu cevaba.)



    KALIMAT KETIGA PULUH TIGA ⇐ | Al-Kalimât | ⇒ MATERI SEMINAR

    1. *Catatan: Kumpulan tulisan yang menyerupai karya syair ini adalah tulisan Said Lama yang terakhir. Ia dicetak dan diterbitkan tahun 1337 (1921 M). Setelah penulisan berbagai Risalah Nur dan setelah ia tersebar luas, beliau memberikan pesan kepada para muridnya untuk menyertakannya dengan kumpulan al-Kalimat setelah sejumlah bahasan dan paragrafnya ditiadakan. Pada awal lima puluhan, beliau memberikan beberapa catatan kaki yang baru serta menyuruh untuk menyebarkannya dalam bentuk terakhir ini.
    2. *Sebuah perumpamaan Turki. Diceritakanya bahwa seorang lelaki yang membuat syair telah rela mengorbankan isterinya yang bernama Shafiyah serta menceraikannya hanya agar sajak syair yang ditulisnya tepat.
    3. *Kumpulan syair panjang yang hampir berjumlah 400 bait di mana ia menggambarkan peperangan para sahabat. Ditulis dalam bahasa Kurdi Utara. Ditulis oleh al-Mala Khalid Agha az-Zaybari yang dikenal zuhud dan bertakwa.
    4. *Bahkan tanggal penulisannya hadir dalam ungkapan berikut:نَجْمُ اَدَبٍ وُلِدَ لِهِلاَلَىْ رَمَضَانَ “Bintang Sastra yang lahir di antara dua hilal Ramadhan.” Secara gematria arab, total nilainya: 1337—Penulis.
    5. *Penguasa ketika itu telah mengeluarkan mayatnya dan menguburnya di tempat yang tak diketahui. Hal itu berlangsung 4 bulan setelah beliau wafat pada tahun 1960 M.
    6. *Maksudnya, dua Said mati pada tahun yang sama di mana tubuhnya terbaharui sebanyak dua kali dalam setahun. Selain itu, ada Said yang akan hidup hingga tanggal ini. Yakni hingga tahun ini, tahun ke-79 di mana Said setiap tahun meninggal dunia—Penulis.
    7. *Kondisi ini telah dirasakan dua puluh tahun sebelum terjadinya—Penulis.
    8. *Konklusi dari sebab menuju akibat disebut bukti limmi, sementara dari akibat menuju sebab disebut bukti inni (at-Ta’rîfât karya al-Jurjânî).
    9. *Maksudnya, berbagai akibat Perang Dunia Pertama yang menakutkan, bahkan menginformasikan adanya Perang Dunia Kedua—Penulis.
    10. *Lihat: al-Bukhari, al-Anbiyâ 49, al-Buyu’ 102, al-Mazhalim 31, al-Iman 24-247; Abu Daud, al-Malahim 14; al-Tirmidzi, al-Fitan 54; Ibnu Majah, al-Fitan 33; Ahmad bin Hambal, al-Musnad 2/240-272; Ibnu Majah, ash-Shahih 16/377; al-Hakim, al-Mustadrak 2/651.
    11. *Lihat: al-Bukhari, al-Manâqib 25, Fadha’il al-Qur’an 1; Muslim, al-Iman 271 dan Fadha’il ash-Shahabah 100; at-Tirmidzi, al-Manâqib 12; an-Nasai, al-Iman 6; Ahmad ibn Hambal, al-Musnad 2/107 3/334.
    12. *Di dalamnya terdapat isyarat tentang apa yang akan terjadi nanti—Penulis.
    13. *Petunjuk tentang masa depan ketika manusia tidak mendengar seruan ini sehingga mendapat tamparan keras lewat terjadinya Perang Dunia Kedua—Penulis.
    14. *HR. Abu Daud, Diyat 18; at-Tirmidzi, Farâidh 17; Ibnu Majah, Farâid 8 dan Diyat 14; ad-Darimi, Farâid 41; Ahmad ibn Hambal, al-Musnad 49/1.
    15. *Ya, peradaban modern telah memuntahkan dua perang dunia sehingga mengotori darat, laut dan udara dengan darah—Penulis.
    16. *Lihat: Muslim bab zuhud 64; al-Darimi bab raqâiq 61; Ahmad ibn Hambal dalam al-Musnad 4/332 dan 5/24; Ibnu Hibban dalam ash-Shahih 7/155; ath-Thabrani dalam al-Mu’jam al-Kabir 8/40.
    17. *Turki Muda adalah sebutan untuk sejumlah perkumpulan dan pihak oposisi pada masa daulah Utsmani sejak masa Sultan Abdul Aziz dan hingga Sultan Abdul Hamid II lengser (1909) di mana organisasi persatuan dan kemajuan menempati posisinya. Lewat kerjasama dengan kekuatan eksternal dan lewat sokongan negara-negara besar, organisasi ini dapat melengserkan Sultan Abdul Hamid II. Maka, Turki Muda menjadi simbol perla- wanan politik saat itu. Karena itu, nama tersebut juga bisa diberikan kepada mereka yang juga berafiliasi kepada persatuan dan kemajuan.
    18. *Petunjuk yang secara jelas mengarah kepada peradaban zalim dan ateis yang sedang mabuk—Penulis.
    19. *Bagian ini adalah benih dari risalah hemat. Seakan-akan risalah tersebut dirangkum dalam untaian kalimat di atas—Penulis.
    20. *Masjid yang dimaksud terletak di perkampungan Sultan Muhammad al-Fatih di Istanbul. Ia dibangun oleh pemiliknya lewat harta yang memang diperuntukkan untuk membangunnya. Setiap kali dirinya menginginkan sesuatu ia berkata, “Kelihatannya aku sudah makan!” Dari sini istilah tersebut muncul—Penulis.
    21. *Islam unggul dan tidak diungguli. Lihat al-Daraquthni, as-Sunan 3/252; al-Bay- haqi, as-Sunan al-Kubra 6/205; al-Thabrani, al-Mu’jam al-Awsath 6/128, al-Mu’jam al- Shaghir 2/155. Riwayat terkenal yang sering diucapkan berbunyi, “Kebenaran unggul dan tidak diungguli.” Kasyf al-Khafâ 1/127.
    22. *Bagian ini adalah landasan dari risalah Hijab yang dijadikan oleh pengadilan sebagai bahan tuntutan untuk menghukum penulisnya. Namun sebenarnya ia menghukum dirinya sendiri dan menghukum sang hakim untuk selamanya sekaligus menjadi hujjah atas mereka—Penulis.
    23. *Sebagaimana melihat bangkai wanita dengan pandangan syahwat merupakan bukti kerendahan jiwa, maka melihat gambar wanita cantik, yang sudah mati dan perlu dikasihani, dengan tatapan syahwat melenyapkan perasaan jiwa yang mulia—Penulis.
    24. *Mengarah kepada Perang Dunia Pertama—Penulis.
    25. *Kajian yang telah ditulis 35 tahun lalu ini seolah-olah baru ditulis sekarang. Ia merupakan petunjuk tentang kondisi masa depan yang didiktekan oleh keberkahan bulan Ramadhan—Penulis.