On Altıncı Lem'a/id: Revizyonlar arasındaki fark

    Risale-i Nur Tercümeleri sitesinden
    ("Ketika seharusnya ada usaha dan upaya untuk menghadapi kondisi politik yang sedang bergejolak pada dua bulan ini, di mana upaya tersebut kemungkinan besar akan melapangkan dan juga akan menyenangkan saudara-saudaraku, namun justru tidak memedulikan kondisi yang ada. Bahkan aku melakukan yang sebaliknya. Aku justru berpikir bagaimana cara memperbaiki ahli dunia yang telah menyulitkan hidupku itu. Karenanya, sebagian orang menjadi sangat bingung dengan tin..." içeriğiyle yeni sayfa oluşturdu)
    ("------ <center> CAHAYA KELIMA BELAS ⇐ | Al-Lama’ât | ⇒ CAHAYA KETUJUH BELAS </center> ------" içeriğiyle yeni sayfa oluşturdu)
     
    (Aynı kullanıcının aradaki diğer 45 değişikliği gösterilmiyor)
    26. satır: 26. satır:
    Ketika seharusnya ada usaha dan upaya untuk menghadapi kondisi politik yang sedang bergejolak pada dua bulan ini, di mana upaya tersebut kemungkinan besar akan melapangkan dan juga akan menyenangkan saudara-saudaraku, namun justru tidak memedulikan kondisi yang ada. Bahkan aku melakukan yang sebaliknya. Aku justru berpikir bagaimana cara memperbaiki ahli dunia yang telah menyulitkan hidupku itu. Karenanya, sebagian orang menjadi sangat bingung dengan tindakanku. Mereka bertanya, “Politik yang diprak- tikkan oleh pembuat bid’ah dan kawanan tokoh munafik tersebut jelas-jelas berseberangan dengan Anda. Tetapi mengapa Anda tidak menyerangnya?”
    Ketika seharusnya ada usaha dan upaya untuk menghadapi kondisi politik yang sedang bergejolak pada dua bulan ini, di mana upaya tersebut kemungkinan besar akan melapangkan dan juga akan menyenangkan saudara-saudaraku, namun justru tidak memedulikan kondisi yang ada. Bahkan aku melakukan yang sebaliknya. Aku justru berpikir bagaimana cara memperbaiki ahli dunia yang telah menyulitkan hidupku itu. Karenanya, sebagian orang menjadi sangat bingung dengan tindakanku. Mereka bertanya, “Politik yang diprak- tikkan oleh pembuat bid’ah dan kawanan tokoh munafik tersebut jelas-jelas berseberangan dengan Anda. Tetapi mengapa Anda tidak menyerangnya?”


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Ringkasan Jawabanku: Bahaya paling hebat yang saat ini menimpa kaum muslimin adalah rusaknya kalbu dan rapuhnya iman akibat kesesatan yang berasal dari filsafat dan ilmu pengetahuan. Solusi satu-satunya untuk memperbaiki kalbu dan menyelamatkan iman adalah adanya cahaya dan bagaimana memperlihatkan cahaya tersebut.
    Verdiğim cevabın muhtasarı şudur ki: '''Bu zamanda ehl-i İslâm’ın en mühim tehlikesi, fen ve felsefeden gelen bir dalaletle kalplerin bozulması ve imanın zedelenmesidir. Bunun çare-i yegânesi: Nurdur, nur göstermektir ki kalpler ıslah olsun, imanlar kurtulsun.'''
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Jika bergerak dengan pentung politik dan mendapat kemenangan, maka hal itu menurunkan kaum kafir tersebut kepada tingkat munafik. Dan sebagaimana kita ketahui, orang munafik lebih berbahaya dan lebih rusak daripada orang kafir. Jadi, pada saat sekarang ini “pentung” tidak akan bisa memperbaiki kalbu. Ketika itu, kekufuran masuk dalam relung kalbu, lalu bersembunyi di sana, dan berubah menjadi sifat kemunafikan.
    Eğer siyaset topuzuyla hareket edilse, galebe çalınsa o kâfirler münafık derecesine iner. Münafık, kâfirden daha fenadır. Demek, topuz böyle bir zamanda kalbi ıslah etmez. O vakit küfür kalbe girer, saklanır; nifaka inkılab eder.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Selain itu, orang lemah sepertiku tak mungkin mempergunakan cahaya dan “pentung” sekaligus. Karenanya, aku hanya bisa berpe- gang pada cahaya (jalan dakwah) sekuat tenaga dan harus berpaling dari pentung politik dalam bentuk apa pun.
    Hem nur hem topuz; ikisini, bu zamanda benim gibi bir âciz yapamaz. Onun için bütün kuvvetimle nura sarılmaya mecbur olduğumdan, siyaset topuzu ne şekilde olursa olsun bakmamak lâzım geliyor.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Adapun jihad fisik tidak serta-merta bergantung pada kami. Memang benar bahwa pentung (kekerasan) harus dipakai ketika orang kafir atau orang yang murtad sudah bertindak melampaui batas. Namun, kami hanya memiliki dua tangan. Bahkan seandainya kami memiliki seratus tangan, hal itu hanya cukup untuk cahaya. Kami tak mempunyai tangan lain untuk memegang pentung.
    Amma maddî cihadın muktezası ise o vazife şimdilik bizde değildir. Evet, ehline göre kâfirin veya mürtedin tecavüzatına set çekmek için topuz lâzımdır. Fakat iki elimiz var. Eğer yüz elimiz de olsa ancak nura kâfi gelir. Topuzu tutacak elimiz yok!
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    <span id="Üçüncü_Meraklı_Sual"></span>
    == Üçüncü Meraklı Sual ==
    ==Pertanyaan Ketiga==
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Serangan negara asing, seperti Inggris dan Italia, terhadap pemerintah pada saat sekarang ini telah menyebabkan munculnya semangat keislaman yang merupakan pilar hakiki dan sumber kekuatan moral bagi beberapa pemerintahan yang sejak lama berlalu. Selain itu, ia akan menjadi sarana untuk membangkitkan syiar-syiar Islam guna melawan berbagai bid’ah. Anehnya, mengapa Anda sangat menen- tang peperangan tersebut dan memohon kepada Allah agar konflik yang ada bisa terselesaikan secara damai dan aman? Dengan begitu, Anda telah berpihak pada pemerintah yang dipimpin oleh para pem- buat bid’ah. Bukankah tindakan tersebut merupakan bentuk loyalitas kepada berbagai bid’ah?!
    Bu yakında İngiliz ve İtalya gibi ecnebilerin bu hükûmete ilişmesiyle, eskiden beri bu vatandaki hükûmetin hakiki nokta-i istinadı ve kuvve-i maneviyesinin menbaı olan hamiyet-i İslâmiyeyi tehyic etmekle şeair-i İslâmiyenin bir derece ihyasına ve bid’aların bir derece def’ine medar olacağı halde, neden şiddetle harp aleyhinde çıktın ve bu meselenin asayişle halledilmesini dua ettin ve şiddetli bir surette mübtedi’lerin hükûmetleri lehinde taraftar çıktın? Bu ise dolayısıyla bid’alara tarafgirliktir?
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Jawaban dari pertanyaan di atas adalah sebagai berikut:
    '''Elcevap:''' '''Biz, ferec ve ferah ve sürur ve fütuhat isteriz. Fakat kâfirlerin kılıncı ile değil.''' Kâfirlerin kılınçları başlarını yesin, kılınçlarından gelen fayda bize lâzım değil. Zaten o mütemerrid ecnebilerdir ki münafıkları ehl-i imana musallat ettiler ve zındıkları yetiştirdiler.
    Kami memang meminta jalan keluar, kelapangan, dan kemenangan kepada Allah. Tetapi bukan lewat pedang orang-orang kafir. Bahkan kami berharap semoga pedang-pedang itu menghancurkan mereka. Kami tidak membutuhkan dan tidak mengharapkan keuntungan dari kekuatan mereka. Sebab, orang-orang asing itulah yang telah menggiring para munafik untuk menyerang kaum beriman. Mereka pula yang mendidik para zindik tersebut.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Adapun musibah peperangan merupakan sesuatu yang sangat membahayakan pengabdian kami terhadap al-Qur’an. Sebab, usia sebagian besar saudara-saudara kami yang aktif bekerja dan berkorban tidak lebih dari empat puluh lima tahun. Mereka terpaksa pergi berperang meninggalkan pengabdian suci terhadap al-Qur’an. Seandainya aku mempunyai cukup uang, dengan sangat ridha akan kukeluarkan demi menyelamatkan mereka. Bahkan walaupun gantinya sebesar seribu lira. Bergabungnya saudara-saudara kami dalam militer, dan keikutsertaan mereka dalam jihad fisik merupakan kerugian besar bagi pengabdian kami. Aku merasa ia setara dengan lebih dari seratus ribu lira. Bahkan bergabungnya Zakâi ke dalam wamil selama kurang lebih dua tahun menyebabkan kami kehilangan lebih dari seribu lira diukur dari sisi maknawi.
    Hem harp belası ise hizmet-i Kur’aniyemize mühim bir zarardır. Bizim en fedakâr ve en kıymettar kardeşlerimizin ekserisi kırk beşten aşağı olduğundan, harp vasıtasıyla vazife-i kudsiye-i Kur’aniyeyi bırakıp askere gitmeye mecbur olacaktılar. Benim param olsa, hüsn-ü rızam ile böyle kıymettar kardeşlerimin her birisini askerlikten kurtarmak için bedel-i nakdiye bin lira kadar da olsa verirdim. Böyle yüzer kıymettar kardeşlerimizin hizmet-i Kur’aniye-i Nuriyeyi bırakıp maddî cihad topuzuna el atmakta, yüz bin lira kendi zararımızı hissediyordum. Hattâ Zekâi’nin bu bir iki sene askerliği, belki bin lira kadar manevî faydasını kaybettirdi. Her ne ise…
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Namun demikian, Allah Dzat Yang Mahakuasa dan Agung Yang membersihkan wajah langit yang berawan dan menampakkan matahari yang terang juga sangat mampu untuk menghilangkan “awan hitam” yang gelap, serta sangat mampu untuk menampakkan berbagai hakikat syariah-Nya—seperti matahari yang bersinarde- ngan mudah. Kami mengharapkan hal ini dari rahmat-Nya yang luas. Kami memohon kepada-Nya agar hal itu tidak dibayar dengan harga mahal. Juga agar kepala para pimpinan itu diberi akal, dan kalbu mereka diberi iman. Inilah yang kami minta. Ketika ia terwujud, semua urusan akan menjadi stabil.
    Kādir-i külli şey, bir dakikada bulutlarla dolmuş cevv-i havayı süpürüp temizleyerek, semanın berrak yüzünde ziyadar güneşi gösterdiği gibi bu zulümatlı ve rahmetsiz bulutları da izale edip hakaik-i şeriatı güneş gibi gösterir ve ucuz ve dağdağasız verebilir. Onun rahmetinden bekleriz ki bize pahalı satmasın. Baştakilerin başlarına akıl ve kalplerine iman versin, yeter. O vakit kendi kendine iş düzelir.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    <span id="Dördüncü_Meraklı_Sual"></span>
    == Dördüncü Meraklı Sual ==
    ==Pertanyaan Keempat==
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Mereka bertanya, “Selama di tangan Anda ada cahaya, bukan “pentung”, maka tidak bisa dilawan dengan cahaya tersebut, tidak bisa lari darinya dan tidak menimbulkan bahaya ketika disampaikan. Jika demikian, mengapa Anda masih menyuruh teman-teman Anda untuk bersikap waspada dan melarang mereka untuk memperlihatkan Risalah Nur kepada semua orang?
    Diyorlar ki madem sizin elinizdeki nurdur, topuz değildir; nura karşı muaraza edilmez ve nurdan kaçılmaz ve nurun izharından zarar gelmez. Neden arkadaşlarınıza ihtiyatı tavsiye ediyorsunuz? Çok nurlu risaleleri halklara gösterilmesini men’ediyorsunuz?
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Jawaban dari pertanyaan di atas secara singkat adalah sebagai berikut: Kepala para pemimpin sedang linglung. Mereka tidak mem- baca. Jika membaca, mereka tidak bisa memahami. Akhirnya mereka akan menafsirkannya secara salah, lalu mereka menentang dan menyerang. Maka dari itu, agar terhindar dari serangan tersebut kami tidak boleh menyebarkan Risalah Nur kepada mereka sampai mereka kembali sadar.
    Bu suale karşı cevabın muhtasar meali şudur ki: Başlardaki başların çoğu sarhoş, okumaz. Okusa da anlamaz. Yanlış mana verip ilişir. İlişmemesi için aklı başına gelinceye kadar göstermemek lâzım geliyor.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Selanjutnya, ada banyak orang yang rusak hati nuraninya yang mengingkari cahaya dan menutup mata terhadapnya akibat dendam, ketakutan atau tamak mereka. Oleh karena itu, aku menasihati saudara-saudaraku untuk bersikap waspada dan jangan memberikan hakikat-hakikat ini kepada orang-orang yang tidak layak serta tidak boleh melakukan sesuatu yang membuat mereka curiga.(*<ref>*Sebuah peristiwa kecil yang bisa menimbulkan masalah besar: Dua hari yang lalu, Muhammad (Ipar salah seorang saudara kita) mengunjungiku. Dengan perasaan senang, ia menyampaikan kabar gembira, “Orang-orang di Isparta mencetak salah satu bukumu, dan banyak yang membacanya”. Aku menjawab, “Pencetakan tersebut tidaklah terlarang. Ia diambil dari salinan yang ada. Pemerintah juga tidak berkeberatan. Selanjutnya, aku berkata kepadanya, “Jangan beritahukan berita ini kepada dua orang temanmu yang munafik itu. Sebab, keduanya mencari-cari hal-hal semacam ini untuk dijadikan sebagai alasan menyerang.” Demikianlah wahai saudara-saudaraku, meskipun orang ini ipar dari saudara kita sehingga dengan hubungan tersebut ia termasuk orang yang kucintai. Namun sebagai tukang cukur, ia adalah sahabat bagi seorang guru yang tidak memiliki hati nurani dan seorang pemimpin munafik. Salah seorang dari saudara kita di sana telah menyampaikan informasi tersebut kepadanya tanpa sepengetahuannya. Untung saja dia memberitahukan kepadaku sebelumnya sehingga aku mengingatkannya. Dalam hal ini, aku juga mengingatkan saudara-saudaraku yang lain sehingga dampak negatifnya bisa dihindarkan. Akhirnya, mesin cetak mencetak ribuan salinan di bawah tabir ini—Penulis.</ref>)
    Hem çok vicdansız insanlar var ki garaz veya tama’ veyahut havf cihetiyle nuru inkâr eder veya gözünü kapar. Onun için kardeşlerime de tavsiye ediyorum ki ihtiyat etsinler, -ehillerin eline hakikatleri vermesinler. Hem ehl-i dünyanın evhamını tahrik edecek işlerde bulunmasınlar. '''(Hâşiye<ref>'''Hâşiye:''' Ciddi bir meseleye vesile olabilecek bir latîfe: Dünkü gün sabahleyin bir dostumun damadı Mehmed yanıma geldi. Mesrurane, beşaretkârane dedi ki: “Senin bir kitabını Isparta’da tabetmişler, çoklar okuyorlar.” Ben dedim: “O, yasak olan tab değil belki müstensihle bazı nüshalar alınmış ki hükûmet ona bir şey demez.” Hem dedim: “Sakın bunu senin dostun olan iki münafığa söyleme. Onlar böyle bir şey arıyorlar ki bahane etsinler.” İşte kardeşlerim, bu adam çendan bir dostumun damadıdır, o münasebetle benim de ahbabım sayılır. Fakat berberlik münasebetiyle vicdansız muallim ve münafık müdürün dostudur. Orada kardeşlerimizden birisi bilmeyerek öyle söylemiş. İyi oldu ki en evvel geldi, bana haber verdi. Ben de tenbih ettim, fenalığın önü alındı. Ve teksir makinesi binler nüshaları bu perde altında neşretti.</ref>)'''
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    <span id="Hâtime"></span>
    == Hâtime ==
    ==Penutup==
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Hari ini, aku menerima sebuah surat dari Ra’fat. Sehubungan dengan pertanyaannya mengenai janggut Nabi , aku menegaskan bahwa ada sebuah hadis yang mengatakan bahwa jumlah bulu yang jatuh dari dagu (janggut) beliau sangat terbatas, jumlahnya sedikit, yaitu sekitar empat puluh sampai lima puluh. Atau, tidak lebih dari lima puluh dan enam puluh rambut. Tetapi keberadaan rambut beliau di ribuan tempat kemudian membuatku berpikir dan merenung.
    Bugün Re’fet Bey’in bir mektubunu aldım. Lihye-i Şerife hakkındaki suali münasebetiyle diyorum ki: Hadîsçe sabittir ki Resul-i Ekrem aleyhissalâtü vesselâmın Lihye-i Saadetinden düşen saçların taneleri mahduddur. Otuz kırk tane veya elli altmış tane gibi az bir miktarda iken, binler yerde Lihye-i Saadetin saçları bulunması, beni bir zaman çok düşündürdü.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Lalu ketika itu terlintas dalam pikiranku hal sebagai berikut:Janggut beliau yang sekarang ini ada di setiap tempat, bukan janggut beliau semata, tetapi bisa jadi termasuk rambut kepala beliau. Sebab, para sahabat yang tidak pernah menyia-nyiakan apa pun yang berasal dari beliau telah menjaga rambut-rambut yang bersinar, pe- nuh berkah, dan kekal itu. Rambut-rambut tersebut berjumlah lebih dari seribu. Inilah yang mungkin ada sekarang.
    O vakit hatırıma gelmiş ki Lihye-i Saadet, yalnız Lihye-i Şerifin saçlarından ibaret değil belki re’s-i mübareğinin tıraş oldukça hiçbir şeyini kaybetmeyen sahabeler, o nurlu ve mübarek ve daimî yaşayacak saçları muhafaza etmişler. Onlar binlerdir. Şimdiki mevcuda müsavi gelebilirler.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Terlintas pula dalam pikiranku, apakah rambut yang ada di setiap masjid seperti terdapat dalam hadis sahih juga merupakan rambut beliau sehingga kunjungan kita kepadanya merupakan sesuatu yang maqbul?
    Yine o vakit hatırıma geldi ki: Acaba her camide bulunan, sened-i sahih ile bu saç Hazret-i Risalet’in saçı olduğu sabit midir ki ona karşı ziyaret makbul olabilsin?
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Tiba-tiba terbetik dalam benakku bahwa dorongan untuk mengunjungi rambut-rambut tersebut hanyalah merupakan perantara semata. la adalah sarana yang menyebabkan kita mengirimkan salawat kepada Rasul. Serta merupakan sumbu cinta dan penghormatan kita kepada beliau. Karena itu, jangan terfokus kepada sarananya semata. Tetapi posisikan ia sebagai sarana sehingga kalaupun ia bukan rambut beliau yang hakiki, ia tetap berfungsi sebagai sarana. Jadi, rambut tersebut merupakan sarana dan perantara untuk menghormati, mencintai, dan mengirimkan salawat kepada beliau.Dengan demikian, tidak perlu ada sanad kuat untuk memastikan dan menentukan keberadaan rambut tersebut. Yang penting tidak ada dalil kuat yang bertentangan dengannya. Sebab, apa yang diterima oleh orang-orang, serta apa yang direspon dan diridhai oleh umat sudah menjadi sejenis dalil. Bahkan meskipun ada sebagian orang yang keberatan dengan hal tersebut, entah karena ketakwaan mereka ataupun karena kehati-hatian mereka, keberatan tersebut hanya tertuju pada rambut-rambut tertentu saja. Meskipun mereka katakan bid’ah, maka ia termasuk ke dalam bid’ah hasanah (baik), sebab menjadi sarana untuk bersalawat kepada Rasul.
    Birden hatıra geldi ki o saçların ziyareti, vesiledir. Resul-i Ekrem aleyhissalâtü vesselâma karşı salavat getirmeye sebep ve bir hürmet ve muhabbete medardır. '''Vesilelik ciheti o şeyin zatına bakmaz, vesilelik cihetine bakar.''' Onun için eğer bir saç hakiki olarak Lihye-i Saadetten olmazsa, madem zâhir hale göre öyle telakki edilmiş ve o vesilelik vazifesini yapıyor ve hürmete ve teveccühe ve salavata vesile oluyor; kat’î senet ile o saçın zatını teşhis ve tayin lâzım değildir. Yalnız, aksine kat’î delil olmasın, yeter. Çünkü '''telakkiyat-ı âmme ve kabul-ü ümmet, bir nevi hüccet hükmüne geçer.''' Bazı ehl-i takva böyle işlerde, ya takva veya ihtiyat veya azîmet noktasında ilişseler de hususi ilişirler. Bid’a da deseler, bid’a-i hasene nevinde dâhildir. Çünkü vesile-i salavattır.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Dalam surat tersebut, Ra’fat berkata bahwa masalah ini telah menjadi bahan perdebatan di antara saudara-saudara. Maka aku mewasiatkan kepada saudara-saudara semua untuk tidak berdebat dalam hal yang bisa menyebabkan timbulnya perpecahan. Yang wajib mereka lakukan adalah belajar berdiskusi tanpa disertai perselisihan dan dalam kerangka tukar pikiran.
    Re’fet Bey mektubunda diyor: “Bu mesele ihvanlar beyninde medar-ı münakaşa olmuş.” '''Kardeşlerime tavsiye ediyorum ki inşikaka ve iftiraka sebebiyet veren münakaşa etmesinler. Yalnız müdavele-i efkâr suretinde nizâsız mübahaseye alışsınlar.'''
    </div>




    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    بِاس۟مِهٖ سُب۟حَانَهُ وَ اِن۟ مِن۟ شَى۟ءٍ اِلَّا يُسَبِّحُ بِحَم۟دِهٖ
    بِاس۟مِهٖ سُب۟حَانَهُ وَ اِن۟ مِن۟ شَى۟ءٍ اِلَّا يُسَبِّحُ بِحَم۟دِهٖ
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    اَلسَّلَامُ عَلَي۟كُم۟ وَ رَح۟مَةُ اللّٰهِ وَ بَرَكَاتُهُ
    اَلسَّلَامُ عَلَي۟كُم۟ وَ رَح۟مَةُ اللّٰهِ وَ بَرَكَاتُهُ
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Saudara-saudaraku yang mulia yang berasal dari Senirkent:(*<ref>*Sebuah Kecamatan yang dekat dengan perkampungan Barla; tempat pengasingan ustadz Said Nursi.</ref>)Ibrahim, Syukri, Hafidz Bakir, Hafidz Husein, dan Hafidz Rajab.
    Aziz, sıddık Senirkentli kardeşlerim İbrahim, Şükrü, Hâfız Bekir, Hâfız Hüseyin, Hâfız Receb Efendiler!
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Tiga persoalan (pertanyaan) yang kalian kirimkan lewat Hafidz Taufiq sudah sejak lama dibantah oleh para ateis:
    Hâfız Tevfik ile gönderdiğiniz üç meseleye mülhidler eskiden beri ilişiyorlar.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    <span id="Birincisi:"></span>
    === Birincisi: ===
    ===Pertama===
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    makna lahiriah dari firman Allah:“Ketika dia (Dzulqarnain) telah sampai ke tempat terbenam matahari, ia mendapati matahari tersebut terbenam pada air yang keruh.” (QS. al-Kahfi [18]: 86), adalah bahwa Dzulqarnain telah melihat terbenamnya matahari di sumber air yang keruh dan hangat.
    حَتّٰٓى اِذَا بَلَغَ مَغ۟رِبَ الشَّم۟سِ وَجَدَهَا تَغ۟رُبُ فٖى عَي۟نٍ حَمِئَةٍ âyetinin ifade ettiği zâhir manasına göre: Güneşin, hararetli ve çamurlu bir çeşme suyunda gurûb ettiğini görmüş, diyor.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    <span id="İkincisi:"></span>
    === '''İkincisi:''' ===
    ===Kedua===
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    di mana letak dinding Dzulqarnain?
    Sedd-i Zülkarneyn nerededir?
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    <span id="Üçüncüsü:"></span>
    === '''Üçüncüsü:''' ===
    ===Ketiga===
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    tentang turunnya Nabi Isa , serta bagaimana Ia mem- bunuh Dajjal di akhir zaman nanti.
    Âhir zamanda Hazret-i İsa’nın (as) geleceğine ve Deccal’ı öldüreceğine dairdir.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Jawaban atas berbagai pertanyaan di atas cukup panjang. Namun, kami akan menjelaskannya secara singkat sebagai berikut:
    Bu suallerin cevapları uzundur. Yalnız muhtasar bir işaretle deriz ki:
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Ayat-ayat al-Qur’an tersusun dalam gaya bahasa Arab dan dengan bentuk lahiriah yang bisa dipahami oleh manusia pada umumnya. Karena itu, banyak sekali persoalan yang dipaparkan lewat permisalan dan kiasan.
    Âyât-ı Kur’aniye, üslub-u Arabiye üzerine ve zâhir nazara göre umumun anlayacağı bir tarzda ifade ettiği için çok defa teşbih ve temsil suretinde beyan ediyor.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Demikianlah, maksud dari firman Allah yang berbunyi:تَغ۟رُبُ فٖى عَي۟نٍ حَمِئَةٍadalah bahwa Dzulqarnain telah menyaksikan matahari terbenam di suatu tempat yang menyerupai mata air yang keruh dan hangat, di pantai Laut Barat. Atau, ia menyaksikan terbenamnya matahari di mata air gunung vulkanik yang berapi dan berasap.
    İşte تَغ۟رُبُ فٖى عَي۟نٍ حَمِئَةٍ yani güneşin, hararetli ve çamurlu bir çeşme gibi görünen Bahr-i Muhit-i Garbî’nin sahilinde veya volkanlı, alevli, dumanlı dağın gözünde gurûb ettiğini Zülkarneyn görmüş. Yani zâhir nazarda Bahr-i Muhit-i Garbî’nin sevahilinde, yazın şiddet-i hararetiyle etrafındaki bataklık hararetlenmiş, tebahhur ettiği bir zamanda o buhar arkasında büyük bir çeşme havzası suretinde uzaktan Zülkarneyn’e görünen Bahr-i Muhit’in bir kısmında güneşin zâhirî gurûbunu görmüş. Veya volkanlı, taş ve toprak ve maden sularını karıştırarak fışkıran bir dağın başında yeni açılmış ateşli gözünde, semavatın gözü olan güneşin gizlendiğini görmüş.
    Dengan kata lain, secara lahiriah, Dzulqarnain menyaksikan terbenamnya matahari di pantai Laut Barat dan di salah satu bagian darinya yang dari jauh tampak seperti kubangan air yang luas. Jadi, ia menyaksikan matahari tersebut terbenam dari balik asap tebal yang menguap dari air yang berada di pantai Laut Barat disebabkan oleh hawa panas matahari musim kemarau. Atau, Dzulqarnain menyak- sikan matahari itu tertutup oleh mata air yang menyembur di atas puncak gunung berapi yang menumpahkan lava bercampur tanah, batu, dan barang tambang cair.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Dengan kalimat di atas, al-Qur’an ingin menunjukkan banyak hal: Pertama, perjalanan Dzulqarnain ke arah Barat, di waktu yang sangat panas, ke wilayah yang berair, searah dengan terbenamnya matahari, dan pada saat meletusnya gunung berapi, semua itu dimaksudkan oleh al-Qur’an untuk menunjukkan berbagai persoalan yang penuh dengan pelajaran. Di antaranya adalah pendudukan Dzulqarnain atas Afrika.
    Evet, Kur’an-ı Hakîm’in mu’cizane belâgat-ı ifadesi bu cümle ile çok mesaili ders veriyor. Evvela: Zülkarneyn’in mağrib tarafına seyahati, şiddet-i hararet zamanında ve bataklık tarafına ve güneşin gurûb âvânına ve volkanlı bir dağın fışkırması vaktine tesadüf ettiğini beyan etmekle, Afrika’nın tamam istilası gibi çok ibretli meselelere işaret eder.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Seperti yang kita ketahui, gerakan matahari adalah gerakan yang bisa terlihat secara lahiriah. Ia menjadi petunjuk adanya gerakan bumi yang tersembunyi dan tak terasa sekaligus memberitakan tentang adanya gerakan tersebut. Jadi, yang dimaksud di sini bukan hakikat terbenamnya matahari.(*<ref>*Dalam tafsir al-Baidhâwi disebutkan, “Barangkali Dzulqarnain mencapai pan- tai, lalu di sana ia melihatnya seperti itu. Pasalnya, dalam pandangannya yang terlihat hanyalah air. Karena itu, al-Qur’an mengatakan ‘ia mendapati matahari terse- but terbenam’, bukan ‘matahari tersebut terbenam’.</ref>)Selanjutnya, kata “mata air” adalah kiasan. Sebab, laut luas yang terlihat dari jauh itu seperti telaga kecil. Maka, menyerupakan laut yang terlihat dari balik uap yang berasal dari genangan air dan di- sertai hawa panas dengan mata air yang keruh mengandung rahasia mendalam dan kaitan yang sangat kuat.(*<ref>*Penggunaan kata عَيْنٍ dalam ayat عَيْنٍ حَمِئَةٍ menyiratkan makna indah dan ra- hasia balagah yang mendalam. Yaitu bahwa dengan matahari, langit bisa menyaksikan keindahan Allah di bumi, dan sebaliknya dengan mata (laut) bumi bisa melihat keagungan Allah di langit. Ketika keduanya (mata langit dan mata bumi) bekerja, maka seluruh mata yang ada di permukaan bumi berfungsi. Jadi, hanya dengan satu kata dan dengan sangat singkat, ayat al-Qur’an di atas menjelaskan makna indah tersebut seraya menunjukkan apa yang bisa mengakhiri fungsi seluruh mata—Penulis.</ref>)
    Malûmdur ki görünen hareket-i şems, zâhirîdir ve küre-i arzın mahfî hareketine delildir; onu haber veriyor. Hakikat-i gurûb murad değildir. Hem çeşme, teşbihtir. Uzaktan büyük bir deniz, küçük bir havuz gibi görünür. Hararetten çıkan sis ve buharlar ve bataklıklar arkasında görünen bir denizi, çamur içinde bir çeşmeye teşbihi ve Arapça hem çeşme hem güneş hem göz manasında olan عَي۟نٍ kelimesi, esrar-ı belâgatça gayet manidar ve münasiptir. '''(Hâşiye<ref>'''Hâşiye:''' ﴾ ف۪ي عَيْنٍ حَمِئَةٍ ﴿ deki ﴾ عَيْنٍ ﴿ tâbiri, esrâr-ı belâğatça latîf bir mânâyı remzen ihtar ediyor. Şöyle ki: "Semâ yüzü, güneş gözüyle zeminin yüzündeki cemâl-i rahmeti seyirden sonra, zemin dahi deniz gözüyle yukarıdaki azamet-i İlâhiyeyi temâşâyı müteâkib o iki göz birbiri içine kapanırken, -yi zemindeki gözleri kapıyor" diye, mu'cizâne bir kelime ile hatırlatıyor ve gözler vazifesine paydos işâretine işâret ediyor.</ref>)'''
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Sebagaimana terbenamnya matahari dari jauh bagi Dzulqarnain tampak seperti itu, maka ungkapan al-Qur’an yang turun dari arasy-Nya yang agung tersebut sangat sesuai dengan keagungan dan kemuliaan-Nya. Di situ disebutkan bahwa matahari yang berposisi sebagai penerang tempat jamuan Tuhan bersembunyi di balik “mata” Ilahi yang berupa Laut Barat sekaligus—dengan gaya bahasanya yang mengagumkan—ditegaskan bahwa laut adalah “mata air” panas. Demikianlah kondisi laut terlihat bagi “mata-mata langit”.
    Zülkarneyn’in nazarında uzaklık cihetiyle öyle göründüğü gibi arş-ı a’zamdan gelen ve ecram-ı semaviyeye kumanda eden semavî hitab-ı Kur’anî, bir misafirhane-i Rahmaniyede sirac vazifesini gören musahhar güneşi Bahr-i Muhit-i Garbî gibi bir çeşme-i Rabbanîde gizleniyor demesi, azametine ve ulviyetine yakışıyor ve mu’cizane üslubu ile denizi hararetli bir çeşme ve dumanlı bir göz gösterir. Ve semavî gözlere öyle görünür.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    '''Kesimpulan'''
    '''Elhasıl:''' Bahr-i Muhit-i Garbî’yi çamurlu bir çeşme tabiri, Zülkarneyn’e nisbeten uzaklık noktasında o büyük denizi bir çeşme gibi görmüş. Kur’an’ın nazarı ise her şeye yakın olduğu cihetle, Zülkarneyn’in galat-ı his nevindeki nazarına göre bakamaz, belki Kur’an semavata bakarak geldiğinden küre-i arzı kâh bir meydan kâh bir saray bazen bir beşik bazen bir sahife gibi gördüğünden; sisli, buharlı koca Bahr-i Muhit-i Atlas-ı Garbî’yi bir çeşme tabir etmesi, azamet-i ulviyetini gösteriyor.
    Penyebutan Laut Barat dengan air yang keruh hanya berlaku bagi Dzulqarnain yang dari jauh ia melihat laut tersebut seperti sumber mata air. Adapun pandangan al-Qur’an yang dekat dengan segala sesuatu, ia tidak melihatnya dalam perspektif Dzulqarnain yang penglihatannya telah tertipu. Tetapi, karena al-Qur’an turun dari langit sekaligus melihatnya, serta karena ia menyaksikan bumi sebagai lapangan, istana, atau kadangkala sebagai hamparan, maka penggu- naan kata “mata air” untuk lautan luas tersebut, yaitu Lautan Atlantik, yang tertutup oleh asap adalah untuk menjelaskan ketinggian, kemuliaan, dan keagungannya.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    <span id="İkinci_Sualiniz"></span>
    == İkinci Sualiniz ==
    ==Pertanyaan Kedua==
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Di mana letak dinding Dzulqarnain? Dan siapa itu Ya’juj dan Ma’juj?
    Sedd-i Zülkarneyn nerededir? Ye’cüc, Me’cüc kimlerdir?
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Sebagai jawabannya, dulu aku pernah menulis risalah seputar hal ini. Ketika itu, aku mengetengahkan argumen yang kuat. Namun, sekarang aku tidak lagi memiliki risalah tersebut dan aku pun sudah tak mampu lagi mengingatnya secara utuh. Selain itu, persoalan ini juga telah sedikit disinggung dalam ranting ketiga dari “Kalimat Kedua Puluh Empat” dalam buku al-Kalimât. Karenanya, secara sangat singkat, di sini kami akan menjelaskan dua atau tiga hal yang mengacu kepada persoalan tersebut. Yaitu:
    '''Elcevap:''' Eskiden bu meseleye dair bir risale yazmıştım. O vaktin mülhidleri onunla mülzem olmuşlardı. Şimdilik hem o risale yanımda yoktur hem kuvve-i hâfızam tatil-i eşgal etmiş, yardım etmiyor. Hem Yirmi Dördüncü Söz’ün Üçüncü Dal’ında bir nebze bu meseleden bahsedilmiş. Onun için bu meselenin yalnız iki üç nüktesine gayet muhtasar bir işaret edeceğiz. Şöyle ki:
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Berdasarkan penjelasan para peneliti serta dengan melihat nama sejumlah raja Yaman yang selalu dimulai dengan kata Dzul, maka yang dimaksud dengan Dzulqarnain di sini bukanlah Iskandar ar-Rumi yang berasal dari Makedonia. Tetapi ia adalah salah seorang raja Yaman(*<ref>*Lihat: Abu as-Su’ûd, Tafsir Abu as-Su’ûd, 5/239-240; Ibnu Hajar, Fath al-Bârî, 6/385; dan al-Alûsî, Rûh al-Ma’ânî, 16/27.</ref>)yang hidup semasa dengan Nabi Ibrahim (*<ref>*Lihat: al-Faqîhi, Akhbâru Makkah, 3/221; al-Qurthubi, al-Jâmi’ li Ahkâm al- Qur’ân, 11/47; Ibnu Katsîr, Tafsîr al-Qur’ân, 1/180; 3/101; dan Ibnu Hajar, Fath al-Bârî, 6/382.</ref>)dan telah menerima pelajaran dari Nabi Khidir .(*<ref>*Lihat: al-Qurthubi, al-Jâmi’ li Ahkâm al-Qur’ân, 11/47.</ref>)Sedangkan Iskandar ar-Rumi (berasal dari Romawi) hidup tiga ratus tahun sebelum masehi dan belajar pada Aristoteles.(*<ref>*Lihat: Ibnu Hajar, Fath al-Bârî, 6/382-383; asy-Syaukâni, Fath al-Qadîr, 3/307; al-Hamawi, Mu’jam al-Buldân, 1/184.</ref>)
    Ehl-i tahkikin beyanına göre hem Zülkarneyn unvanının işaretiyle, Yemen padişahlarından Zülyezen gibi “zü” kelimesiyle başlayan isimleri bulunduğundan bu Zülkarneyn, İskender-i Rumî değildir. Belki Yemen padişahlarından birisidir ki Hazret-i İbrahim’in zamanında bulunmuş ve Hazret-i Hızır’dan ders almış. İskender-i Rumî ise miladdan takriben üç yüz sene evvel gelmiş, Aristo’dan ders almış.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Sejarah manusia hanya mampu mencatat sampai tiga ribu tahun yang lalu. Tinjauan sejarah yang terbatas ini tidak mampu menetapkan secara tepat berbagai peristiwa yang terjadi sebelum masa Ibrahim. Berbagai peristiwa tersebut bisa jadi disebutkan dalam kondisi bercampur dengan khurafat, atau sebagai penolakan, atau ia hanya dipaparkan secara sangat singkat.Adapun faktor penyebab yang membuat nama Dzulqarnain selalu diidentikkan dengan Iskandar di atas dalam berbagai kitab tafsir dikarenakan salah satu nama Dzulqarnain adalah Iskandar. Dialah Iskandar agung dan Iskandar Kuno.
    Tarih-i beşerî, muntazam surette üç bin seneye kadar gidiyor. Bu nâkıs ve kısa tarih nazarı, Hazret-i İbrahim’in zamanından evvel doğru olarak hükmedemiyor. Ya hurafevari ya münkirane ya gayet muhtasar gidiyor. Bu Yemenî Zülkarneyn, tefsirlerde eskiden beri İskender namıyla iştiharının sebebi, ya o Zülkarneyn’in bir ismi İskender’dir ki İskender-i Kebir ve Eski İskender’dir. Veyahut âyât-ı Kur’aniyenin zikrettiği hâdisat-ı cüz’iyeler, küllî hâdisatın uçları olduğu cihetle:
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Atau juga alasannya karena al-Qur’an ketika menyebutkan sebuah peristiwa parsial, ia menyebutkannya sebagai bagian dari berbagai peristiwa yang bersifat umum. Iskandar Agung yang merupakan Dzulqarnain, sebagaimana lewat petunjuk kenabian telah membuat tembok Cina yang terkenal sebagai pembatas antara kaum penganiaya dan kaum yang teraniaya sekaligus untuk membendung invasi mereka, maka para pemimpin besar lainnya seperti Iskandar ar-Rumi dan raja-raja kuat lainnya telah mengikuti langkah Dzulqarnain dari sisi fisik dan materi. Sementara beberapa nabi dan wali yang merupakan pemimpin spiritual bagi umat manusia mengikuti jejak beliau dari sisi spiritual dan pe- ngajaran. Mereka mendirikan berbagai dinding pembatas di antara pegunungan sebagai salah satu sarana penting untuk menyelamatkan orang-orang yang teraniaya dari kejahatan manusia zalim. Mereka juga membangun benteng-benteng di puncak pegunungan. Lalu benteng tersebut mereka perkuat dengan kekuatan mereka atau dengan berbagai instruksi, pengarahan, dan perencanaan. Bahkan mereka juga membangun pagar-pagar di sekitar kota, benteng, dan di tengah-tengah kota. Hingga pada akhirnya mereka juga memakai fasilitas lain berupa artileri berat dan sejenis mobil lapis baja.
    Zülkarneyn olan İskender-i Kebir’in nübüvvetkârane irşadatıyla akvam-ı zalime ile milel-i mazlume ortasında hâil ve gaddarların garetlerine mani olacak meşhur Sedd-i Çin’in binasını kurduğu gibi; İskender-i Rumî misillü müteaddid cihangirler ve kuvvetli padişahlar, maddî cihetinde ve manevî âlem-i insaniyetin padişahları olan bir kısım enbiya ve bazı aktab dahi manevî ve irşadî cihetinde o Zülkarneyn’in arkasında gidip iktida edip, mazlumları zalimlerden kurtaracak çarelerin mühimlerinden olan dağlar ortalarında setleri '''(Hâşiye<ref>'''Hâşiye:''' Rûy-i zeminde mürur-u zamanla dağ şeklini almış, tanınmayacak bir surete gelmiş çok sun’î setler vardı.</ref>)''' sonra dağlar başlarında kaleleri kurmuşlar. Ya bizzat maddî kuvvetleriyle veyahut irşad ve tedbirleriyle tesis etmişler. Sonra şehirlerin etrafında surları ve ortalarında kaleleri, tâ son çare olan kırk ikilik topları ve kale-i seyyar gibi dritnotları yapmışlar.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Dinding yang dibangun oleh Dzulqarnain merupakan dinding paling terkenal di dunia. Panjang dinding yang disebut Tembok Cina sejarak perjalanan beberapa hari. Dinding tersebut dibangun untuk menahan serangan bangsa-bangsa jahat yang oleh al-Qur’an diberi nama Ya’juj dan Ma’juj. Sementara sejarah menyebut mereka dengan bangsa Mongolia dan Manchuria yang selalu merusak peradaban umat manusia. Mereka muncul dari balik Pegunungan Himalaya. Lalu mereka membinasakan rakyat jelata serta merusak berbagai negeri, baik yang ada di Barat maupun di Timur. Maka, keberadaan dinding yang dibangun di antara dua rangkaian Pegunungan Himalaya menjadi penahan serangan kaum yang buas itu sekaligus menjadi penghalang dari serangan yang seringkali mereka lakukan terhadap bangsa yang teraniaya di China dan India. Sebagaimana Dzulqar- nain membangun dinding tersebut, banyak pula dinding-dinding lainnya yang dibangun atas keinginan para penguasa Iran Kuno di pegunungan Kaukasus di celah sempit untuk berlindung dari perampasan, pendudukan, dan invasi Bangsa Tatar. Dan masih banyak sekali dinding-dinding pembatas semacam itu.Karena al-Qur’an berbicara kepada seluruh umat manusia, maka ia secara tegas menyebutkan satu peristiwa yang dengan itu ia mengingatkan berbagai peristiwa serupa Iainnya.
    Hattâ rûy-i zeminin en meşhur seddi ve kaç günlük uzak bir mesafe tutan Sedd-i Çinî, Kur’an lisanıyla Ye’cüc ve Me’cüc’ün ve tabir-i diğerle tarih lisanında Mançur ve Moğol denilen ve âlem-i beşeriyeti kaç defa zîr ü zeber eden ve Himalaya Dağlarının arkasından çıkan ve şarktan garba kadar harap eden akvam-ı vahşiye ve garetkâr milletlerin Hint ve Çin’deki akvam-ı mazlumeye tecavüzlerini durdurmak için o Himalaya silsilelerine yakın iki dağ ortasında uzun bir set yaptığı ve o akvam-ı vahşiyenin kesretle hücumlarına çok zaman mani olduğu gibi Kafkas Dağlarında Derbent cihetinde yine çapulcu garetgir akvam-ı Tatariyenin hücumunu durdurmak için Zülkarneyn-misal eski İran padişahlarının himmetiyle setler yapılmıştır. Bu neviden çok setler var. Kur’an-ı Hakîm umum nev-i beşer ile konuştuğu için zâhiren bir hâdise-i cüz’iyeyi zikredip, umum o hâdiseye benzer hâdisatı ihtar ederek konuşuyor.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Dilihat dari perspektif ini, banyak sekali riwayat dan komentar para ahli tafsir seputar dinding, Ya’juj, dan Ma’juj.
    İşte bu nokta-i nazardandır ki Sedd’e ve Ye’cüc ve Me’cüc’e dair rivayetler ve akval-i müfessirîn, ayrı ayrı gidiyor.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Kemudian al-Qur’an berpindah dari satu peristiwa kepada peristiwa lainnya yang jauh karena melihat adanya korelasi dan keter- kaitan konteks pembicaraan. Sehingga orang yang tidak mengetahui adanya korelasi tersebut akan menduga bahwa masa terjadinya dua peristiwa tersebut berdekatan. Demikianlah, ketika al-Qur’an menceritakan tentang kedatangan hari kiamat setelah hancurnya dinding pembatas tersebut, hal itu bukan karena jangka waktu antara dua peristiwa di atas berdekatan, tetapi karena keduanya mempunyai korelasi. Yaitu, sebagaimana dinding itu akan hancur, demikian pula dengan dunia.
    Hem Kur’an-ı Hakîm, münasebat-ı kelâmiye cihetinde bir hâdiseden uzak bir hâdiseye intikal eder. Bu münasebatı düşünmeyen zanneder ki iki hâdisenin zamanları birbirine yakındır. İşte Sedd’in harabiyetinden kıyametin kopmasını Kur’an’ın haber vermesi, kurbiyet-i zaman cihetiyle değil belki münasebat-ı kelâmiye cihetinde iki nükte içindir:
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Selain itu, sebagaimana gunung-gunung yang merupakan dinding-dinding pembatas alami ciptaan Tuhan yang sangat kokoh dan kuat hanya akan roboh dengan datangnya kiamat, begitu pula dengan dinding kuat ini. la tak akan hancur kecuali ketika kiamat tiba. Sebagian besarnya akan tetap eksis kecuali jika dalam perjalanan waktu kemudian ada yang merusak dan menghancurkannya.
    Yani bu set nasıl harap olacak, öyle de dünya harap olacaktır. Hem nasıl ki fıtrî ve İlahî setler olan dağlar metindir ancak kıyametin kopmasıyla harap olurlar, öyle de bu set dahi dağ gibi metindir ancak dünyanın harap olmasıyla hâk ile yeksan olabilir. İnkılabat-ı zaman tahribat yapsa da çoğu sağlam kalır demektir. Evet, Sedd-i Zülkarneyn’in külliyetinden bir ferdi olan Sedd-i Çinî binler sene yaşadığı halde daha meydanda duruyor. İnsanın eliyle zemin sahifesinde yazılan, mücessem, mütehaccir, manidar tarih-i kadîmden uzun bir satır olarak okunuyor.
    Ya, dinding tembok Cina yang merupakan salah satu tembok buatan Dzulqarnain masih tetap ada dan bisa disaksikan meskipun sudah berusia ribuan tahun. Ia bisa dibaca layaknya garis panjang yang ditulis oleh tangan manusia di lembaran bumi. Ia berbentuk garis berwujud batu yang memiliki makna dari sejarah kuno.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    <span id="Üçüncü_Sualiniz"></span>
    == Üçüncü Sualiniz ==
    ==Pertanyaan Ketiga==
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Yaitu seputar Isa yang membunuh Dajjal. Pada “Surat Pertama dan Surat Kelima Belas” dalam buku al-Maktûbât ada jawaban yang memadai bagi kalian. Keduanya diuraikan secara sangat singkat.
    Hazret-i İsa aleyhisselâmın Deccal’ı öldürmesi hem Birinci Mektup’ta ve hem On Beşinci Mektup’ta gayet muhtasar ve size kâfi bir cevap vardır.
    </div>




    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    بِاس۟مِهٖ وَ اِن۟ مِن۟ شَى۟ءٍ اِلَّا يُسَبِّحُ بِحَم۟دِهٖ
    بِاس۟مِهٖ وَ اِن۟ مِن۟ شَى۟ءٍ اِلَّا يُسَبِّحُ بِحَم۟دِهٖ
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    اَلسَّلَامُ عَلَي۟كُم۟ وَ رَح۟مَةُ اللّٰهِ وَ بَرَكَاتُهُ
    اَلسَّلَامُ عَلَي۟كُم۟ وَ رَح۟مَةُ اللّٰهِ وَ بَرَكَاتُهُ
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Dua saudaraku yang setia, tulus, rela berkorban, dan mulia, Sabri dan Hafidz Ali.
    Aziz, fedakâr, sıddık, vefadar kardeşlerim Hoca Sabri (rh) ve Hâfız Ali (rh)
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    <span id="Mugayyebat-ı_Hamseye_dair"></span>
    == Mugayyebat-ı Hamseye dair ==
    ==kalian seputar lima persoalan gaib==
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Pertanyaan penting kalian seputar lima persoalan gaib yang terdapat pada penutup surah Luqman membutuhkan jawaban yang segera. Hanya saja, sayang sekali, kondisi jiwa dan ragaku saat ini membuatku tak bisa memberikan jawaban yang memadai. Karena itu, aku hanya bisa menjelaskan beberapa hal yang terkait dengan pertanyaanmu secara sangat global.
    Sure-i Lokman’ın âhirindeki âyetin hakkında mühim sualiniz gayet mühim bir cevap isterken, maatteessüf şimdiki halet-i ruhiyem ve ahval-i maddiyem o cevaba müsait değildir. Yalnız sualinizin temas ettiği bir iki noktaya gayet mücmel işaret edeceğiz.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Maksud dari pertanyaan kalian adalah bahwa para ateis menyanggah waktu turunnya hujan dan jenis janin yang terdapat di rahim sebagai bagian dari lima persoalan gaib di atas.
    Şu sualinizin meali gösteriyor ki ehl-i ilhad tarafından tenkit suretinde mugayyebat-ı hamseden yağmurun gelmek vaktine ve rahm-ı maderdeki ceninin keyfiyetine itiraz edilmiş.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Mereka memberikan kritik sebagai berikut, “Waktu turunnya hujan bisa diketahui lewat observatorium cuaca. Jadi, ia juga bisa diketahui oleh selain Allah. Sementara jenis kelamin janin yang ada di rahim ibu bisa dideteksi, apakah ia laki-laki atau perempuan, dengan sinar Rontgen. Dengan demikian, persoalan gaib tersebut bisa ditelusuri.
    '''Demişler ki:''' “Rasathanelerde bir âletle yağmurun vakt-i nüzulü keşfediliyor. Onu da Allah’tan başkası da biliyor. Hem röntgen şuâıyla rahm-ı maderdeki ceninin müzekker, müennes olduğu anlaşılıyor. Demek, mugayyebat-ı hamseye ıttıla kabildir?
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Sebagai jawabannya, perlu diketahui bahwa waktu turunnya hujan sebenarnya tidak terikat dengan kaidah baku yang ada. Ia secara langsung terikat dengan kehendak khusus Tuhan dari perbendaharaan rahmat-Nya tanpa perantara. Adapun rahasia di baliknya adalah sebagai berikut:
    '''Elcevap:''' Yağmurun vakt-i nüzulü bir kaideye merbut olmadığı için doğrudan doğruya meşiet-i hâssa-i İlahiye ile bağlı ve hazine-i rahmetten hususi iradeye tabi olduğunun bir sırr-ı hikmeti şudur ki:
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Hakikat terpenting dan unsur paling berharga yang ada di alam ini adalah eksistensi, kehidupan, cahaya, dan rahmat. Empat unsur tersebut, tanpa ada perantara dan hijab, secara langsung tergantung pada kekuasaan dan kehendak Ilahi. Memang benar, sebab-sebab lahiriah yang terdapat pada ciptaan Tuhan lainnya menutupi perbuatan Ilahi, serta kaidah-kaidah baku yang ada—sampai batas tertentu— menghijab kehendak dan kemauan Ilahi. Hanya saja hijab dan tirai penutup tersebut tidak diletakkan di hadapan kehidupan, cahaya, dan rahmat, karena keberadaannya pada hal-hal tadi tidak berguna.
    Kâinatta en mühim hakikat ve en kıymettar mahiyet; nur, vücud ve hayat ve rahmettir ki bu dört şey perdesiz, vasıtasız, doğrudan doğruya kudret-i İlahiye ve meşiet-i hâssa-i İlahiyeye bakar. Sair masnuatta zâhirî esbab, kudretin tasarrufuna perde oluyorlar. Ve muttarid kanunlar ve kaideler, bir derece irade ve meşiete hicab oluyor. Fakat vücud, hayat ve nur ve rahmette o perdeler konulmamış. Çünkü perdelerin sırr-ı hikmeti o işte cereyan etmiyor.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Karena rahmat dan kehidupan merupakan dua unsur terpen- ting yang ada di alam, sementara hujan merupakan asal kehidupan dan sumbu rahmat-Nya atau bahkan rahmat itu sendiri, maka ber- bagai perantara tidak boleh menutupinya dan berbagai kaidah yang ada juga tidak boleh menghijab kehendak-Nya. Hal itu dimaksud- kan agar setiap manusia, dalam setiap waktu dan urusan, selalu bersyukur, memperlihatkan penghambaan, meminta, merendahkan diri, dan berdoa kepada-Nya. Sebab, jika seandainya urusan-urusan tersebut senantiasa sesuai dengan kaidah dan hukum tertentu, akan tertutuplah pintu syukur dan pengharapan manusia kepada Tuhan karena menyandarkan diri pada kaidah tersebut.
    Madem vücudda en mühim hakikat, rahmet ve hayattır; yağmur, hayata menşe ve medar-ı rahmet, belki ayn-ı rahmettir. Elbette vesait perde olmayacak. Kaide ve yeknesaklık dahi meşiet-i hâssa-i İlahiyeyi setretmeyecek; tâ ki her vakit, herkes, her şeyde şükür ve ubudiyete ve sual ve duaya mecbur olsun. Eğer bir kaide dâhilinde olsaydı o kaideye güvenip şükür ve rica kapısı kapanırdı. Güneşin tulûunda ne kadar menfaatler olduğu malûmdur. Halbuki muttarid bir kaideye tabi olduğundan güneşin çıkması için dua edilmiyor ve çıkmasına dair şükür yapılmıyor. Ve ilm-i beşerî o kaidenin yoluyla yarın güneşin çıkacağını bildiği için gaibden sayılmıyor.
    Seperti diketahui bahwa ada banyak manfaat pada terbitnya matahari. Namun karena ia terikat dengan kaidah tertentu, maka manusia tidak berdoa agar matahari terbit dan tidak bersyukur atas terbitnya. Karena pengetahuan manusia dengan sarana kaidah tadi dapat mengetahui waktu terbitnya matahari di esok hari, maka tidak dianggap sebagai hal yang gaib.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Tetapi karena hujan tidak terikat dengan kaidah tertentu, maka setiap saat manusia selalu harus berlindung di haribaan Ilahi dengan harapan dan doa. Karena pengetahuan manusia tak mampu menentukan waktu turunnya hujan, maka mereka menerimanya sebagai karunia khusus yang bersumber dari perbendaharaan rahmat Ilahi. Sehingga mereka pun betul-betul bersyukur atasnya.
    Fakat yağmurun cüz’iyatı bir kaideye tabi olmadığı için her vakit insanlar rica ve dua ile dergâh-ı İlahiyeye ilticaya mecbur oluyorlar. Ve ilm-i beşerî, vakt-i nüzulünü tayin edemediği için sırf hazine-i rahmetten bir nimet-i hâssa telakki edip hakiki şükrediyorlar.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Demikianlah, ayat al-Qur’an di atas memasukkan waktu turunnya hujan sebagai salah satu dari lima persoalan gaib yang ada dengan alasan yang telah kami sebutkan.
    İşte bu âyet, bu nokta-i nazardan yağmurun vakt-i nüzulünü, mugayyebat-ı hamseye idhal ediyor.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Adapun perkiraan turunnya hujan yang dilakukan lewat observatorium berdasarkan tanda-tanda yang ada, lalu dari sana ditentukan waktu turunnya, maka hal itu tidak disebut sebagai pengetahuan terhadap hal gaib. Tetapi merupakan pengetahuan tentang sebagian tanda turunnya ketika hampir menuju alam nyata setelah keluar dari alam gaib. Jadi, persoalan-persoalan gaib yang bisa diketahui lewat perkiraan atau setelah ia hampir ter- wujud tidak bisa dikatakan sebagai pengetahuan terhadap hal gaib, tetapi merupakan pengetahuan tentang keberadaannya atau pengetahuan tentang hal-hal yang mendahului keberadaannya.Bahkan lewat perasaan yang tajam aku sendiri kadangkala bisa memperkirakan turunnya hujan sehari sebelumnya. Artinya, ada tanda-tanda awal sebelum hujan turun. Tanda awal itu tampak dalam bentuk kelembaban yang merupakan isyarat akan turunnya hujan. Kondisi ini menjadi perantara bagi manusia untuk mengetahui persoalan yang telah keluar dari alam gaib dan tengah masuk ke alam nyata.
    Rasathanelerdeki âletle, bir yağmurun mukaddimatını hissedip vaktini tayin etmek, gaibi bilmek değil belki gaibden çıkıp âlem-i şehadete takarrubu vaktinde bazı mukaddimatına ıttıla suretinde bilmektir. Nasıl, en hafî umûr-u gaybiye vukua geldikte veyahut vukua yakın olduktan sonra hiss-i kable’l-vukuun bir neviyle bilinir. O, gaybı bilmek değil belki o, mevcudu veya mukarrebü’l-vücudu bilmektir. Hattâ ben kendi âsabımda bir hassasiyet cihetiyle yirmi dört saat evvel, gelecek yağmuru bazen hissediyorum. Demek yağmurun mukaddimatı, mebâdileri var. O mebâdiler, rutubet nevinden kendini gösteriyor, arkasından yağmurun geldiğini bildiriyor. Bu hal, aynen kaide gibi ilm-i beşerin gaibden çıkıp daha şehadete girmeyen umûra vusule bir vesile olur.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Adapun hujan yang belum menginjakkan kakinya ke alam nyata serta masih belum keluar dari rahmat dan kehendak Ilahi, maka pengetahuan tentangnya hanya dimiliki oleh Allah, Dzat Yang Maha Mengetahui segala hal gaib.
    Fakat daha âlem-i şehadete ayak basmayan ve meşiet-i hâssa ile rahmet-i hâssadan çıkmayan yağmurun vakt-i nüzulünü bilmek, ilm-i Allâmü’l-guyub’a mahsustur.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    <span id="Kaldı_ikinci_mesele"></span>
    == Kaldı ikinci mesele ==
    ==Selanjutnya==
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    persoalan kedua mengenai jenis kelamin janin di rahim ibu yang bisa diketahui lewat sinar Rontgen. Perlu diketahui bahwa pengetahuan manusia tentang hal tersebut sama sekali tidak menafikan makna gaib yang terkandung dalam bunyi ayat berikut:“Dia mengetahui apa yang terdapat dalam rahim.” (QS. Luqman [31]: 34) Sebab, maksud dari pengetahuan Allah di atas tidak terbatas pada jenis kelamin janin. Tetapi maksudnya adalah pengetahuan tentang potensi-potensi mengagumkan yang dimiliki oleh bayi tersebut sebagai prinsip-prinsip takdir hidup dan kondisi-kondisi yang akan didapat oleh manusia di masa mendatang. Bahkan juga mencakup pengetahuan tentang stempel Shamadiyah yang tampak pada ciri-ciri fisiknya. Semua itulah yang dimaksud oleh ayat di atas. Yaitu bahwa pengetahuan tentang sang janin beserta segala persoalan di atas merupakan pengetahuan yang hanya dimiliki oleh Dzat Yang Maha Mengetahui hal gaib. Seandainya ratusan ribu pikiran manusia yang tajam seperti sinar Rontgen bergabung, niscaya ia takkan mampu meskipun untuk sekadar mengetahui ciri fisik wajah manusia yang menjadi tanda pembeda antara seseorang dengan seluruh manusia di dunia. Lalu bagaimana mungkin ciri kejiwaan yang terdapat pada potensi dan kecenderungan manusia yang ratusan ribu kali lebih luar biasa dari ciri-ciri fisik tadi bisa disingkap?!
    Röntgen şuâıyla rahm-ı maderdeki çocuğun erkek ve dişisini bilmek ile وَ يَع۟لَمُ مَا فِى ال۟اَر۟حَامِ âyetinin meal-i gaybîsine münafî olamaz. Çünkü âyet yalnız zükûret ve ünûset keyfiyetine değil belki o çocuğun acib istidad-ı hususisi ve istikbalde kesbedeceği vaziyetine medar olan mukadderat-ı hayatiyesinin mebâdileri, hattâ simasındaki gayet acib olan sikke-i samediyet muraddır ki çocuğun o tarzda bilinmesi, ilm-i Allâmü’l-guyub’a mahsustur. Yüz bin röntgen-misal fikr-i beşerî birleşse yine o çocuğun umum efrad-ı beşeriyeye karşı birer alâmet-i farikası bulunan yalnız hakiki sima-yı vechiyesini keşfedemez. Nerede kaldı ki sima-yı vechî sikkesinden yüz defa daha hârika olan istidadındaki sima-yı manevîyi keşfedebilsin.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Di awal kami telah menyebutkan bahwa eksistensi, kehidupan, dan rahmat merupakan hakikat alam yang paling penting dan mempunyai kedudukan tertinggi. Karena itu, hakikat kehidupan tersebut beserta seluruh detil-detilnya mengarah kepada kehendak, rahmat, dan kemauan-Nya. Dan salah satu rahasianya adalah karena kehidupan beserta seluruh perangkatnya merupakan sumber rasa syukur serta pangkal pengabdian dan tasbih, maka tidak ada kaidah baku yang menghijab kehendak khusus Ilahi dan perantara lahiriah yang bisa menghijab rahmat Ilahi.
    Başta dedik ki vücud ve hayat ve rahmet, bu kâinatta en mühim hakikatlerdir ve en mühim makam onlarındır. İşte onun için o câmi’ hakikat-i hayatiye, bütün incelikleriyle ve dekaikiyle irade-i hâssaya ve rahmet-i hâssaya ve meşiet-i hâssaya bakmalarının bir sırrı şudur ki: Hayat, bütün cihazatıyla ve cihatıyla şükür ve ubudiyet ve tesbihin menşe ve medarı olduğundandır ki irade-i hâssaya hicab olan yeknesaklık ve kaidelik ve rahmet-i hâssaya perde olan vesait-i zâhiriye konulmamıştır.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Allah memiliki dua manifestasi dalam ciri-ciri janin, yaitu yang bersifat fisik dan yang bersifat maknawi.
    Cenab-ı Hakk’ın rahm-ı maderdeki çocukların sima-yı maddî ve manevîlerinde iki cilvesi var:
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Pertama, manifestasi yang menunjukkan kesatuan, keesaan, dan sifat shamadiyah Allah . Pasalnya, janin menjadi saksi atas ketunggalan Pencipta-Nya lewat kesamaan seluruh organ-organ pokoknya dengan seluruh manusia. Lewat “lisan” itu janin tersebut seolah menyeru dengan berkata, “Dzat Yang telah menganugerah- kan kepadaku bentuk fisik semacam ini adalah Sang Maha Pencipta yang juga telah menganugerahkan anggota badan yang sama kepada seluruh manusia. Dialah Allah, Pencipta seluruh makhluk yang bernyawa.”
    '''Birisi:''' Vahdetini ve ehadiyetini ve samediyetini gösterir ki o çocuk, aza-yı esasîde ve cihazat-ı insaniyenin envaında sair insanlarla muvafık ve mutabık olduğu cihetle, Hâlık ve Sâni’inin vahdetine şehadet ediyor. O cenin bu lisan ile bağırıyor ki: “Bana bu sima ve azayı veren kim ise bütün esasat-ı azada bana benzeyen bütün insanların sâni’i dahi odur. Ve hem bütün zîhayatın sâni’i odur.”
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    “Lisan” tersebut yang menjadi petunjuk atas Pencipta Yang Mahamulia bukanlah lisan yang bersifat gaib. Tetapi ia bisa diketahui dan bisa dikenali. Sebab, ia mengikuti kaidah baku, berjalan sesuai dengan aturan tertentu, serta bersandar pada struktur bentuk janin. Pengetahuan tersebut merupakan lisan yang bisa berbicara dan ranting yang merambat dari alam gaib ke alam nyata.
    İşte rahm-ı maderdeki ceninin bu lisanı, gaybî değil, kaideye ve ıttırada ve nevine tabi olduğu için malûmdur, bilinebilir. Âlem-i şehadetten âlem-i gayba girmiş bir daldır ve bir dildir.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Kedua, si janin menyeru dengan lisan ciri-ciri potensi khusus dan ciri-ciri wajah pribadi. Hal itu mengisyaratkan adanya ikhtiar, kehendak mutlak, kemauan, dan rahmat Penciptanya serta tidak bergantung pada kaidah tertentu. Lisan tersebut bersumber dari gaib. Tidak ada yang bisa melihat dan meliputinya sebelum ia hadir, kecuali pengetahuan-Nya yang azali. Dengan menyaksikan salah satu perangkat dari ribuan perangkat janin yang ada di rahim, ia tak dapat dikenali.
    '''İkinci cihet:''' Sima-yı istidadiye-i hususiyesi ve sima-yı vechiye-i şahsiyesi lisanıyla Sâni’inin ihtiyarını, iradesini ve meşietini ve rahmet-i hâssasını ve hiçbir kayıt altında olmadığını, bağırıp gösteriyor. Fakat bu lisan, gaybü’l-gaybdan geliyor. İlm-i ezelîden başkası, kable’l-vücud bunu göremiyor ve ihata edemiyor. Rahm-ı maderde iken bu simanın binde bir cihazatı görünmekle bilinmiyor!
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Kesimpulan
    Elhasıl, ceninin sima-yı istidadîsinde ve sima-yı vechiyesinde hem delil-i vahdaniyet var hem ihtiyar ve irade-i İlahiyenin hücceti vardır.
    Kecenderungan dan ciri-ciri fisik yang ada pada janin merupakan dalil yang menunjukkan keesaan-Nya sekaligus bukti adanya pilihan dan kehendak Ilahi.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Selanjutnya, jika Allah memberi taufik, akan segera kutulis beberapa hal yang menyangkut lima persoalan gaib di atas. Karena waktu dan kondisiku sekarang ini tidak memungkinkan untuk memberikan penjelasan yang lebih banyak dari ini. Maka kuakhiri penjelasanku sampai di sini.
    Eğer Cenab-ı Hak muvaffak etse mugayyebat-ı hamseye dair bazı nükteler yazılacaktır. Şimdilik bundan fazla vaktim ve halim müsaade etmedi, hâtime veriyorum.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Yang kekal, hanyalah Dzat Yang Mahakekal.
    اَل۟بَاقٖى هُوَ ال۟بَاقٖى
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    '''Said Nursî'''
    '''Said Nursî'''
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    سُب۟حَانَكَ لَا عِل۟مَ لَنَٓا اِلَّا مَا عَلَّم۟تَنَٓا اِنَّكَ اَن۟تَ ال۟عَلٖيمُ ال۟حَكٖيمُ
    سُب۟حَانَكَ لَا عِل۟مَ لَنَٓا اِلَّا مَا عَلَّم۟تَنَٓا اِنَّكَ اَن۟تَ ال۟عَلٖيمُ ال۟حَكٖيمُ
    </div>






    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    ------
    ------
    <center> [[On Beşinci Lem'a]] ⇐ [[Lem'alar]] | ⇒ [[On Yedinci Lem'a]] </center>
    <center> [[On Beşinci Lem'a/id|CAHAYA KELIMA BELAS]] ⇐ | [[Lem'alar/id|Al-Lama’ât]] | ⇒ [[On Yedinci Lem'a/id|CAHAYA KETUJUH BELAS]] </center>
    ------
    ------
    </div>

    00.23, 23 Aralık 2024 itibarı ile sayfanın şu anki hâli

    Diğer diller:

    بِاس۟مِهٖ وَ اِن۟ مِن۟ شَى۟ءٍ اِلَّا يُسَبِّحُ بِحَم۟دِهٖ

    اَلسَّلَامُ عَلَي۟كُم۟ وَ رَح۟مَةُ اللّٰهِ وَ بَرَكَاتُهُ

    Saudaraku-saudaraku yang mulia dan tulus: Sabri, Hafidz Mas’ud, para Mustafa, Husrev, Ra’fat, Bakir Bey, Rusydi, para Luthfi, al-hafidz Ahmad, syekh Mustafa, dan yang lainnya.

    Ada keinginan dalam kalbuku untuk menjelaskan secara singkat, kepada kalian semua, empat pertanyaan yang sederhana tetapi penting. Empat pertanyaan itulah yang seringkali muncul. Aku akan menerangkan hal tersebut untuk diketahui dan ditelaah.

    Pertanyaan Pertama

    Salah seorang saudara kita, yaitu Caprazzade Abdullah Afandi, juga beberapa orang lainnya memberitahukan bahwa menurut para ahli kasyaf, pada bulan Ramadhan yang lalu golongan Ahlu Sunnah wal Jamaah mendapatkan kabar gembira dan kemenangan serta mereka dijauhkan dari bencana. Namun kenyataannya tidak demikian. Maka dari itu, mereka kemudian bertanya kepadaku, “Mengapa para wali dan ahli kasyaf tersebut menginformasikan sesuatu yang ternyata tidak sesuai dengan realita?”Aku pun segera memberikan jawaban ringkas kepada mereka sesuai dengan apa yang terbesit dalam kalbu. Yaitu:

    Ada sebuah hadis Nabi yang maknanya berbunyi, “Musibah yang turun bisa ditolak oleh sedekah”.(*[1])Dari hadis di atas tampak jelas bahwa ketika takdir yang berasal dari alam gaib akan datang, ia terikat dengan beberapa syarat. Takdir itu tidak terjadi jika syaratnya tidak terpenuhi. Dengan demikian, seluruh takdir yang terlihat oleh para wali kasyaf itu sebe- narnya tidak bersifat mutlak, tetapi terikat oleh beberapa syarat. Ketika syarat-syaratnya tidak ada, maka peristiwanya juga tidak terjadi. Sebab, peristiwa tersebut ibarat waktu kejadian yang tergantung. Ia telah ditulis dalam “lembaran penghapusan dan penetapan” yang merupakan salah satu jenis catatan lembaran azali. Jarang sekali kasyaf seorang makhluk bisa menyingkap lembaran azali tadi. Bahkan sebagian besar tidak bisa naik sampai ke sana.

    Atas dasar itulah, berita-berita yang muncul pada bulan Ramadhan, hari Raya Idul Adha, dan waktu-waktu yang lainnya, bisa jadi tidak disertai oleh syarat-syarat yang terkait dengannya. Karena itu, ia tidak muncul sebagai realitas. Mereka yang memberitakannya tidak- lah berbohong. Sebab, peristiwa-peristiwa tersebut telah ditetapkan, namun tidak terjadi sebelum syarat-syaratnya terpenuhi.

    Memang benar bahwa doa tulus yang dipanjatkan oleh ka- langan ahli sunnah wal jamaah untuk penghapusan bid'ah pada bulan Ramadhan merupakan syarat dan sebab yang penting. Namun sayang sekali karena pada bulan penuh berkah itu perbuatan bid’ah telah masuk ke masjid-masjid sehingga membuat permohonan tadi tidak dikabulkan. Akibatnya, tidak tercapai kelapangan. Sebab, sebagaimana sedekah bisa menolak musibah seperti yang ditunjukkan oleh hadis di atas, doa yang tulus dari banyak orang juga bisa mendatangkan kelapangan umum. Namun, karena daya tarik doa itu belum terwujud, kelapangan juga belum diberikan.

    Pertanyaan Kedua

    Ketika seharusnya ada usaha dan upaya untuk menghadapi kondisi politik yang sedang bergejolak pada dua bulan ini, di mana upaya tersebut kemungkinan besar akan melapangkan dan juga akan menyenangkan saudara-saudaraku, namun justru tidak memedulikan kondisi yang ada. Bahkan aku melakukan yang sebaliknya. Aku justru berpikir bagaimana cara memperbaiki ahli dunia yang telah menyulitkan hidupku itu. Karenanya, sebagian orang menjadi sangat bingung dengan tindakanku. Mereka bertanya, “Politik yang diprak- tikkan oleh pembuat bid’ah dan kawanan tokoh munafik tersebut jelas-jelas berseberangan dengan Anda. Tetapi mengapa Anda tidak menyerangnya?”

    Ringkasan Jawabanku: Bahaya paling hebat yang saat ini menimpa kaum muslimin adalah rusaknya kalbu dan rapuhnya iman akibat kesesatan yang berasal dari filsafat dan ilmu pengetahuan. Solusi satu-satunya untuk memperbaiki kalbu dan menyelamatkan iman adalah adanya cahaya dan bagaimana memperlihatkan cahaya tersebut.

    Jika bergerak dengan pentung politik dan mendapat kemenangan, maka hal itu menurunkan kaum kafir tersebut kepada tingkat munafik. Dan sebagaimana kita ketahui, orang munafik lebih berbahaya dan lebih rusak daripada orang kafir. Jadi, pada saat sekarang ini “pentung” tidak akan bisa memperbaiki kalbu. Ketika itu, kekufuran masuk dalam relung kalbu, lalu bersembunyi di sana, dan berubah menjadi sifat kemunafikan.

    Selain itu, orang lemah sepertiku tak mungkin mempergunakan cahaya dan “pentung” sekaligus. Karenanya, aku hanya bisa berpe- gang pada cahaya (jalan dakwah) sekuat tenaga dan harus berpaling dari pentung politik dalam bentuk apa pun.

    Adapun jihad fisik tidak serta-merta bergantung pada kami. Memang benar bahwa pentung (kekerasan) harus dipakai ketika orang kafir atau orang yang murtad sudah bertindak melampaui batas. Namun, kami hanya memiliki dua tangan. Bahkan seandainya kami memiliki seratus tangan, hal itu hanya cukup untuk cahaya. Kami tak mempunyai tangan lain untuk memegang pentung.

    Pertanyaan Ketiga

    Serangan negara asing, seperti Inggris dan Italia, terhadap pemerintah pada saat sekarang ini telah menyebabkan munculnya semangat keislaman yang merupakan pilar hakiki dan sumber kekuatan moral bagi beberapa pemerintahan yang sejak lama berlalu. Selain itu, ia akan menjadi sarana untuk membangkitkan syiar-syiar Islam guna melawan berbagai bid’ah. Anehnya, mengapa Anda sangat menen- tang peperangan tersebut dan memohon kepada Allah agar konflik yang ada bisa terselesaikan secara damai dan aman? Dengan begitu, Anda telah berpihak pada pemerintah yang dipimpin oleh para pem- buat bid’ah. Bukankah tindakan tersebut merupakan bentuk loyalitas kepada berbagai bid’ah?!

    Jawaban dari pertanyaan di atas adalah sebagai berikut: Kami memang meminta jalan keluar, kelapangan, dan kemenangan kepada Allah. Tetapi bukan lewat pedang orang-orang kafir. Bahkan kami berharap semoga pedang-pedang itu menghancurkan mereka. Kami tidak membutuhkan dan tidak mengharapkan keuntungan dari kekuatan mereka. Sebab, orang-orang asing itulah yang telah menggiring para munafik untuk menyerang kaum beriman. Mereka pula yang mendidik para zindik tersebut.

    Adapun musibah peperangan merupakan sesuatu yang sangat membahayakan pengabdian kami terhadap al-Qur’an. Sebab, usia sebagian besar saudara-saudara kami yang aktif bekerja dan berkorban tidak lebih dari empat puluh lima tahun. Mereka terpaksa pergi berperang meninggalkan pengabdian suci terhadap al-Qur’an. Seandainya aku mempunyai cukup uang, dengan sangat ridha akan kukeluarkan demi menyelamatkan mereka. Bahkan walaupun gantinya sebesar seribu lira. Bergabungnya saudara-saudara kami dalam militer, dan keikutsertaan mereka dalam jihad fisik merupakan kerugian besar bagi pengabdian kami. Aku merasa ia setara dengan lebih dari seratus ribu lira. Bahkan bergabungnya Zakâi ke dalam wamil selama kurang lebih dua tahun menyebabkan kami kehilangan lebih dari seribu lira diukur dari sisi maknawi.

    Namun demikian, Allah Dzat Yang Mahakuasa dan Agung Yang membersihkan wajah langit yang berawan dan menampakkan matahari yang terang juga sangat mampu untuk menghilangkan “awan hitam” yang gelap, serta sangat mampu untuk menampakkan berbagai hakikat syariah-Nya—seperti matahari yang bersinarde- ngan mudah. Kami mengharapkan hal ini dari rahmat-Nya yang luas. Kami memohon kepada-Nya agar hal itu tidak dibayar dengan harga mahal. Juga agar kepala para pimpinan itu diberi akal, dan kalbu mereka diberi iman. Inilah yang kami minta. Ketika ia terwujud, semua urusan akan menjadi stabil.

    Pertanyaan Keempat

    Mereka bertanya, “Selama di tangan Anda ada cahaya, bukan “pentung”, maka tidak bisa dilawan dengan cahaya tersebut, tidak bisa lari darinya dan tidak menimbulkan bahaya ketika disampaikan. Jika demikian, mengapa Anda masih menyuruh teman-teman Anda untuk bersikap waspada dan melarang mereka untuk memperlihatkan Risalah Nur kepada semua orang?”

    Jawaban dari pertanyaan di atas secara singkat adalah sebagai berikut: Kepala para pemimpin sedang linglung. Mereka tidak mem- baca. Jika membaca, mereka tidak bisa memahami. Akhirnya mereka akan menafsirkannya secara salah, lalu mereka menentang dan menyerang. Maka dari itu, agar terhindar dari serangan tersebut kami tidak boleh menyebarkan Risalah Nur kepada mereka sampai mereka kembali sadar.

    Selanjutnya, ada banyak orang yang rusak hati nuraninya yang mengingkari cahaya dan menutup mata terhadapnya akibat dendam, ketakutan atau tamak mereka. Oleh karena itu, aku menasihati saudara-saudaraku untuk bersikap waspada dan jangan memberikan hakikat-hakikat ini kepada orang-orang yang tidak layak serta tidak boleh melakukan sesuatu yang membuat mereka curiga.(*[2])

    Penutup

    Hari ini, aku menerima sebuah surat dari Ra’fat. Sehubungan dengan pertanyaannya mengenai janggut Nabi , aku menegaskan bahwa ada sebuah hadis yang mengatakan bahwa jumlah bulu yang jatuh dari dagu (janggut) beliau sangat terbatas, jumlahnya sedikit, yaitu sekitar empat puluh sampai lima puluh. Atau, tidak lebih dari lima puluh dan enam puluh rambut. Tetapi keberadaan rambut beliau di ribuan tempat kemudian membuatku berpikir dan merenung.

    Lalu ketika itu terlintas dalam pikiranku hal sebagai berikut:Janggut beliau yang sekarang ini ada di setiap tempat, bukan janggut beliau semata, tetapi bisa jadi termasuk rambut kepala beliau. Sebab, para sahabat yang tidak pernah menyia-nyiakan apa pun yang berasal dari beliau telah menjaga rambut-rambut yang bersinar, pe- nuh berkah, dan kekal itu. Rambut-rambut tersebut berjumlah lebih dari seribu. Inilah yang mungkin ada sekarang.

    Terlintas pula dalam pikiranku, apakah rambut yang ada di setiap masjid seperti terdapat dalam hadis sahih juga merupakan rambut beliau sehingga kunjungan kita kepadanya merupakan sesuatu yang maqbul?

    Tiba-tiba terbetik dalam benakku bahwa dorongan untuk mengunjungi rambut-rambut tersebut hanyalah merupakan perantara semata. la adalah sarana yang menyebabkan kita mengirimkan salawat kepada Rasul. Serta merupakan sumbu cinta dan penghormatan kita kepada beliau. Karena itu, jangan terfokus kepada sarananya semata. Tetapi posisikan ia sebagai sarana sehingga kalaupun ia bukan rambut beliau yang hakiki, ia tetap berfungsi sebagai sarana. Jadi, rambut tersebut merupakan sarana dan perantara untuk menghormati, mencintai, dan mengirimkan salawat kepada beliau.Dengan demikian, tidak perlu ada sanad kuat untuk memastikan dan menentukan keberadaan rambut tersebut. Yang penting tidak ada dalil kuat yang bertentangan dengannya. Sebab, apa yang diterima oleh orang-orang, serta apa yang direspon dan diridhai oleh umat sudah menjadi sejenis dalil. Bahkan meskipun ada sebagian orang yang keberatan dengan hal tersebut, entah karena ketakwaan mereka ataupun karena kehati-hatian mereka, keberatan tersebut hanya tertuju pada rambut-rambut tertentu saja. Meskipun mereka katakan bid’ah, maka ia termasuk ke dalam bid’ah hasanah (baik), sebab menjadi sarana untuk bersalawat kepada Rasul.

    Dalam surat tersebut, Ra’fat berkata bahwa masalah ini telah menjadi bahan perdebatan di antara saudara-saudara. Maka aku mewasiatkan kepada saudara-saudara semua untuk tidak berdebat dalam hal yang bisa menyebabkan timbulnya perpecahan. Yang wajib mereka lakukan adalah belajar berdiskusi tanpa disertai perselisihan dan dalam kerangka tukar pikiran.


    بِاس۟مِهٖ سُب۟حَانَهُ وَ اِن۟ مِن۟ شَى۟ءٍ اِلَّا يُسَبِّحُ بِحَم۟دِهٖ

    اَلسَّلَامُ عَلَي۟كُم۟ وَ رَح۟مَةُ اللّٰهِ وَ بَرَكَاتُهُ

    Saudara-saudaraku yang mulia yang berasal dari Senirkent:(*[3])Ibrahim, Syukri, Hafidz Bakir, Hafidz Husein, dan Hafidz Rajab.

    Tiga persoalan (pertanyaan) yang kalian kirimkan lewat Hafidz Taufiq sudah sejak lama dibantah oleh para ateis:

    Pertama

    makna lahiriah dari firman Allah:“Ketika dia (Dzulqarnain) telah sampai ke tempat terbenam matahari, ia mendapati matahari tersebut terbenam pada air yang keruh.” (QS. al-Kahfi [18]: 86), adalah bahwa Dzulqarnain telah melihat terbenamnya matahari di sumber air yang keruh dan hangat.

    Kedua

    di mana letak dinding Dzulqarnain?

    Ketiga

    tentang turunnya Nabi Isa , serta bagaimana Ia mem- bunuh Dajjal di akhir zaman nanti.

    Jawaban atas berbagai pertanyaan di atas cukup panjang. Namun, kami akan menjelaskannya secara singkat sebagai berikut:

    Ayat-ayat al-Qur’an tersusun dalam gaya bahasa Arab dan dengan bentuk lahiriah yang bisa dipahami oleh manusia pada umumnya. Karena itu, banyak sekali persoalan yang dipaparkan lewat permisalan dan kiasan.

    Demikianlah, maksud dari firman Allah yang berbunyi:تَغ۟رُبُ فٖى عَي۟نٍ حَمِئَةٍadalah bahwa Dzulqarnain telah menyaksikan matahari terbenam di suatu tempat yang menyerupai mata air yang keruh dan hangat, di pantai Laut Barat. Atau, ia menyaksikan terbenamnya matahari di mata air gunung vulkanik yang berapi dan berasap. Dengan kata lain, secara lahiriah, Dzulqarnain menyaksikan terbenamnya matahari di pantai Laut Barat dan di salah satu bagian darinya yang dari jauh tampak seperti kubangan air yang luas. Jadi, ia menyaksikan matahari tersebut terbenam dari balik asap tebal yang menguap dari air yang berada di pantai Laut Barat disebabkan oleh hawa panas matahari musim kemarau. Atau, Dzulqarnain menyak- sikan matahari itu tertutup oleh mata air yang menyembur di atas puncak gunung berapi yang menumpahkan lava bercampur tanah, batu, dan barang tambang cair.

    Dengan kalimat di atas, al-Qur’an ingin menunjukkan banyak hal: Pertama, perjalanan Dzulqarnain ke arah Barat, di waktu yang sangat panas, ke wilayah yang berair, searah dengan terbenamnya matahari, dan pada saat meletusnya gunung berapi, semua itu dimaksudkan oleh al-Qur’an untuk menunjukkan berbagai persoalan yang penuh dengan pelajaran. Di antaranya adalah pendudukan Dzulqarnain atas Afrika.

    Seperti yang kita ketahui, gerakan matahari adalah gerakan yang bisa terlihat secara lahiriah. Ia menjadi petunjuk adanya gerakan bumi yang tersembunyi dan tak terasa sekaligus memberitakan tentang adanya gerakan tersebut. Jadi, yang dimaksud di sini bukan hakikat terbenamnya matahari.(*[4])Selanjutnya, kata “mata air” adalah kiasan. Sebab, laut luas yang terlihat dari jauh itu seperti telaga kecil. Maka, menyerupakan laut yang terlihat dari balik uap yang berasal dari genangan air dan di- sertai hawa panas dengan mata air yang keruh mengandung rahasia mendalam dan kaitan yang sangat kuat.(*[5])

    Sebagaimana terbenamnya matahari dari jauh bagi Dzulqarnain tampak seperti itu, maka ungkapan al-Qur’an yang turun dari arasy-Nya yang agung tersebut sangat sesuai dengan keagungan dan kemuliaan-Nya. Di situ disebutkan bahwa matahari yang berposisi sebagai penerang tempat jamuan Tuhan bersembunyi di balik “mata” Ilahi yang berupa Laut Barat sekaligus—dengan gaya bahasanya yang mengagumkan—ditegaskan bahwa laut adalah “mata air” panas. Demikianlah kondisi laut terlihat bagi “mata-mata langit”.

    Kesimpulan Penyebutan Laut Barat dengan air yang keruh hanya berlaku bagi Dzulqarnain yang dari jauh ia melihat laut tersebut seperti sumber mata air. Adapun pandangan al-Qur’an yang dekat dengan segala sesuatu, ia tidak melihatnya dalam perspektif Dzulqarnain yang penglihatannya telah tertipu. Tetapi, karena al-Qur’an turun dari langit sekaligus melihatnya, serta karena ia menyaksikan bumi sebagai lapangan, istana, atau kadangkala sebagai hamparan, maka penggu- naan kata “mata air” untuk lautan luas tersebut, yaitu Lautan Atlantik, yang tertutup oleh asap adalah untuk menjelaskan ketinggian, kemuliaan, dan keagungannya.

    Pertanyaan Kedua

    Di mana letak dinding Dzulqarnain? Dan siapa itu Ya’juj dan Ma’juj?

    Sebagai jawabannya, dulu aku pernah menulis risalah seputar hal ini. Ketika itu, aku mengetengahkan argumen yang kuat. Namun, sekarang aku tidak lagi memiliki risalah tersebut dan aku pun sudah tak mampu lagi mengingatnya secara utuh. Selain itu, persoalan ini juga telah sedikit disinggung dalam ranting ketiga dari “Kalimat Kedua Puluh Empat” dalam buku al-Kalimât. Karenanya, secara sangat singkat, di sini kami akan menjelaskan dua atau tiga hal yang mengacu kepada persoalan tersebut. Yaitu:

    Berdasarkan penjelasan para peneliti serta dengan melihat nama sejumlah raja Yaman yang selalu dimulai dengan kata Dzul, maka yang dimaksud dengan Dzulqarnain di sini bukanlah Iskandar ar-Rumi yang berasal dari Makedonia. Tetapi ia adalah salah seorang raja Yaman(*[6])yang hidup semasa dengan Nabi Ibrahim (*[7])dan telah menerima pelajaran dari Nabi Khidir .(*[8])Sedangkan Iskandar ar-Rumi (berasal dari Romawi) hidup tiga ratus tahun sebelum masehi dan belajar pada Aristoteles.(*[9])

    Sejarah manusia hanya mampu mencatat sampai tiga ribu tahun yang lalu. Tinjauan sejarah yang terbatas ini tidak mampu menetapkan secara tepat berbagai peristiwa yang terjadi sebelum masa Ibrahim. Berbagai peristiwa tersebut bisa jadi disebutkan dalam kondisi bercampur dengan khurafat, atau sebagai penolakan, atau ia hanya dipaparkan secara sangat singkat.Adapun faktor penyebab yang membuat nama Dzulqarnain selalu diidentikkan dengan Iskandar di atas dalam berbagai kitab tafsir dikarenakan salah satu nama Dzulqarnain adalah Iskandar. Dialah Iskandar agung dan Iskandar Kuno.

    Atau juga alasannya karena al-Qur’an ketika menyebutkan sebuah peristiwa parsial, ia menyebutkannya sebagai bagian dari berbagai peristiwa yang bersifat umum. Iskandar Agung yang merupakan Dzulqarnain, sebagaimana lewat petunjuk kenabian telah membuat tembok Cina yang terkenal sebagai pembatas antara kaum penganiaya dan kaum yang teraniaya sekaligus untuk membendung invasi mereka, maka para pemimpin besar lainnya seperti Iskandar ar-Rumi dan raja-raja kuat lainnya telah mengikuti langkah Dzulqarnain dari sisi fisik dan materi. Sementara beberapa nabi dan wali yang merupakan pemimpin spiritual bagi umat manusia mengikuti jejak beliau dari sisi spiritual dan pe- ngajaran. Mereka mendirikan berbagai dinding pembatas di antara pegunungan sebagai salah satu sarana penting untuk menyelamatkan orang-orang yang teraniaya dari kejahatan manusia zalim. Mereka juga membangun benteng-benteng di puncak pegunungan. Lalu benteng tersebut mereka perkuat dengan kekuatan mereka atau dengan berbagai instruksi, pengarahan, dan perencanaan. Bahkan mereka juga membangun pagar-pagar di sekitar kota, benteng, dan di tengah-tengah kota. Hingga pada akhirnya mereka juga memakai fasilitas lain berupa artileri berat dan sejenis mobil lapis baja.

    Dinding yang dibangun oleh Dzulqarnain merupakan dinding paling terkenal di dunia. Panjang dinding yang disebut Tembok Cina sejarak perjalanan beberapa hari. Dinding tersebut dibangun untuk menahan serangan bangsa-bangsa jahat yang oleh al-Qur’an diberi nama Ya’juj dan Ma’juj. Sementara sejarah menyebut mereka dengan bangsa Mongolia dan Manchuria yang selalu merusak peradaban umat manusia. Mereka muncul dari balik Pegunungan Himalaya. Lalu mereka membinasakan rakyat jelata serta merusak berbagai negeri, baik yang ada di Barat maupun di Timur. Maka, keberadaan dinding yang dibangun di antara dua rangkaian Pegunungan Himalaya menjadi penahan serangan kaum yang buas itu sekaligus menjadi penghalang dari serangan yang seringkali mereka lakukan terhadap bangsa yang teraniaya di China dan India. Sebagaimana Dzulqar- nain membangun dinding tersebut, banyak pula dinding-dinding lainnya yang dibangun atas keinginan para penguasa Iran Kuno di pegunungan Kaukasus di celah sempit untuk berlindung dari perampasan, pendudukan, dan invasi Bangsa Tatar. Dan masih banyak sekali dinding-dinding pembatas semacam itu.Karena al-Qur’an berbicara kepada seluruh umat manusia, maka ia secara tegas menyebutkan satu peristiwa yang dengan itu ia mengingatkan berbagai peristiwa serupa Iainnya.

    Dilihat dari perspektif ini, banyak sekali riwayat dan komentar para ahli tafsir seputar dinding, Ya’juj, dan Ma’juj.

    Kemudian al-Qur’an berpindah dari satu peristiwa kepada peristiwa lainnya yang jauh karena melihat adanya korelasi dan keter- kaitan konteks pembicaraan. Sehingga orang yang tidak mengetahui adanya korelasi tersebut akan menduga bahwa masa terjadinya dua peristiwa tersebut berdekatan. Demikianlah, ketika al-Qur’an menceritakan tentang kedatangan hari kiamat setelah hancurnya dinding pembatas tersebut, hal itu bukan karena jangka waktu antara dua peristiwa di atas berdekatan, tetapi karena keduanya mempunyai korelasi. Yaitu, sebagaimana dinding itu akan hancur, demikian pula dengan dunia.

    Selain itu, sebagaimana gunung-gunung yang merupakan dinding-dinding pembatas alami ciptaan Tuhan yang sangat kokoh dan kuat hanya akan roboh dengan datangnya kiamat, begitu pula dengan dinding kuat ini. la tak akan hancur kecuali ketika kiamat tiba. Sebagian besarnya akan tetap eksis kecuali jika dalam perjalanan waktu kemudian ada yang merusak dan menghancurkannya. Ya, dinding tembok Cina yang merupakan salah satu tembok buatan Dzulqarnain masih tetap ada dan bisa disaksikan meskipun sudah berusia ribuan tahun. Ia bisa dibaca layaknya garis panjang yang ditulis oleh tangan manusia di lembaran bumi. Ia berbentuk garis berwujud batu yang memiliki makna dari sejarah kuno.

    Pertanyaan Ketiga

    Yaitu seputar Isa yang membunuh Dajjal. Pada “Surat Pertama dan Surat Kelima Belas” dalam buku al-Maktûbât ada jawaban yang memadai bagi kalian. Keduanya diuraikan secara sangat singkat.


    بِاس۟مِهٖ وَ اِن۟ مِن۟ شَى۟ءٍ اِلَّا يُسَبِّحُ بِحَم۟دِهٖ

    اَلسَّلَامُ عَلَي۟كُم۟ وَ رَح۟مَةُ اللّٰهِ وَ بَرَكَاتُهُ

    Dua saudaraku yang setia, tulus, rela berkorban, dan mulia, Sabri dan Hafidz Ali.

    kalian seputar lima persoalan gaib

    Pertanyaan penting kalian seputar lima persoalan gaib yang terdapat pada penutup surah Luqman membutuhkan jawaban yang segera. Hanya saja, sayang sekali, kondisi jiwa dan ragaku saat ini membuatku tak bisa memberikan jawaban yang memadai. Karena itu, aku hanya bisa menjelaskan beberapa hal yang terkait dengan pertanyaanmu secara sangat global.

    Maksud dari pertanyaan kalian adalah bahwa para ateis menyanggah waktu turunnya hujan dan jenis janin yang terdapat di rahim sebagai bagian dari lima persoalan gaib di atas.

    Mereka memberikan kritik sebagai berikut, “Waktu turunnya hujan bisa diketahui lewat observatorium cuaca. Jadi, ia juga bisa diketahui oleh selain Allah. Sementara jenis kelamin janin yang ada di rahim ibu bisa dideteksi, apakah ia laki-laki atau perempuan, dengan sinar Rontgen. Dengan demikian, persoalan gaib tersebut bisa ditelusuri.”

    Sebagai jawabannya, perlu diketahui bahwa waktu turunnya hujan sebenarnya tidak terikat dengan kaidah baku yang ada. Ia secara langsung terikat dengan kehendak khusus Tuhan dari perbendaharaan rahmat-Nya tanpa perantara. Adapun rahasia di baliknya adalah sebagai berikut:

    Hakikat terpenting dan unsur paling berharga yang ada di alam ini adalah eksistensi, kehidupan, cahaya, dan rahmat. Empat unsur tersebut, tanpa ada perantara dan hijab, secara langsung tergantung pada kekuasaan dan kehendak Ilahi. Memang benar, sebab-sebab lahiriah yang terdapat pada ciptaan Tuhan lainnya menutupi perbuatan Ilahi, serta kaidah-kaidah baku yang ada—sampai batas tertentu— menghijab kehendak dan kemauan Ilahi. Hanya saja hijab dan tirai penutup tersebut tidak diletakkan di hadapan kehidupan, cahaya, dan rahmat, karena keberadaannya pada hal-hal tadi tidak berguna.

    Karena rahmat dan kehidupan merupakan dua unsur terpen- ting yang ada di alam, sementara hujan merupakan asal kehidupan dan sumbu rahmat-Nya atau bahkan rahmat itu sendiri, maka ber- bagai perantara tidak boleh menutupinya dan berbagai kaidah yang ada juga tidak boleh menghijab kehendak-Nya. Hal itu dimaksud- kan agar setiap manusia, dalam setiap waktu dan urusan, selalu bersyukur, memperlihatkan penghambaan, meminta, merendahkan diri, dan berdoa kepada-Nya. Sebab, jika seandainya urusan-urusan tersebut senantiasa sesuai dengan kaidah dan hukum tertentu, akan tertutuplah pintu syukur dan pengharapan manusia kepada Tuhan karena menyandarkan diri pada kaidah tersebut. Seperti diketahui bahwa ada banyak manfaat pada terbitnya matahari. Namun karena ia terikat dengan kaidah tertentu, maka manusia tidak berdoa agar matahari terbit dan tidak bersyukur atas terbitnya. Karena pengetahuan manusia dengan sarana kaidah tadi dapat mengetahui waktu terbitnya matahari di esok hari, maka tidak dianggap sebagai hal yang gaib.

    Tetapi karena hujan tidak terikat dengan kaidah tertentu, maka setiap saat manusia selalu harus berlindung di haribaan Ilahi dengan harapan dan doa. Karena pengetahuan manusia tak mampu menentukan waktu turunnya hujan, maka mereka menerimanya sebagai karunia khusus yang bersumber dari perbendaharaan rahmat Ilahi. Sehingga mereka pun betul-betul bersyukur atasnya.

    Demikianlah, ayat al-Qur’an di atas memasukkan waktu turunnya hujan sebagai salah satu dari lima persoalan gaib yang ada dengan alasan yang telah kami sebutkan.

    Adapun perkiraan turunnya hujan yang dilakukan lewat observatorium berdasarkan tanda-tanda yang ada, lalu dari sana ditentukan waktu turunnya, maka hal itu tidak disebut sebagai pengetahuan terhadap hal gaib. Tetapi merupakan pengetahuan tentang sebagian tanda turunnya ketika hampir menuju alam nyata setelah keluar dari alam gaib. Jadi, persoalan-persoalan gaib yang bisa diketahui lewat perkiraan atau setelah ia hampir ter- wujud tidak bisa dikatakan sebagai pengetahuan terhadap hal gaib, tetapi merupakan pengetahuan tentang keberadaannya atau pengetahuan tentang hal-hal yang mendahului keberadaannya.Bahkan lewat perasaan yang tajam aku sendiri kadangkala bisa memperkirakan turunnya hujan sehari sebelumnya. Artinya, ada tanda-tanda awal sebelum hujan turun. Tanda awal itu tampak dalam bentuk kelembaban yang merupakan isyarat akan turunnya hujan. Kondisi ini menjadi perantara bagi manusia untuk mengetahui persoalan yang telah keluar dari alam gaib dan tengah masuk ke alam nyata.

    Adapun hujan yang belum menginjakkan kakinya ke alam nyata serta masih belum keluar dari rahmat dan kehendak Ilahi, maka pengetahuan tentangnya hanya dimiliki oleh Allah, Dzat Yang Maha Mengetahui segala hal gaib.

    Selanjutnya

    persoalan kedua mengenai jenis kelamin janin di rahim ibu yang bisa diketahui lewat sinar Rontgen. Perlu diketahui bahwa pengetahuan manusia tentang hal tersebut sama sekali tidak menafikan makna gaib yang terkandung dalam bunyi ayat berikut:“Dia mengetahui apa yang terdapat dalam rahim.” (QS. Luqman [31]: 34) Sebab, maksud dari pengetahuan Allah di atas tidak terbatas pada jenis kelamin janin. Tetapi maksudnya adalah pengetahuan tentang potensi-potensi mengagumkan yang dimiliki oleh bayi tersebut sebagai prinsip-prinsip takdir hidup dan kondisi-kondisi yang akan didapat oleh manusia di masa mendatang. Bahkan juga mencakup pengetahuan tentang stempel Shamadiyah yang tampak pada ciri-ciri fisiknya. Semua itulah yang dimaksud oleh ayat di atas. Yaitu bahwa pengetahuan tentang sang janin beserta segala persoalan di atas merupakan pengetahuan yang hanya dimiliki oleh Dzat Yang Maha Mengetahui hal gaib. Seandainya ratusan ribu pikiran manusia yang tajam seperti sinar Rontgen bergabung, niscaya ia takkan mampu meskipun untuk sekadar mengetahui ciri fisik wajah manusia yang menjadi tanda pembeda antara seseorang dengan seluruh manusia di dunia. Lalu bagaimana mungkin ciri kejiwaan yang terdapat pada potensi dan kecenderungan manusia yang ratusan ribu kali lebih luar biasa dari ciri-ciri fisik tadi bisa disingkap?!

    Di awal kami telah menyebutkan bahwa eksistensi, kehidupan, dan rahmat merupakan hakikat alam yang paling penting dan mempunyai kedudukan tertinggi. Karena itu, hakikat kehidupan tersebut beserta seluruh detil-detilnya mengarah kepada kehendak, rahmat, dan kemauan-Nya. Dan salah satu rahasianya adalah karena kehidupan beserta seluruh perangkatnya merupakan sumber rasa syukur serta pangkal pengabdian dan tasbih, maka tidak ada kaidah baku yang menghijab kehendak khusus Ilahi dan perantara lahiriah yang bisa menghijab rahmat Ilahi.

    Allah memiliki dua manifestasi dalam ciri-ciri janin, yaitu yang bersifat fisik dan yang bersifat maknawi.

    Pertama, manifestasi yang menunjukkan kesatuan, keesaan, dan sifat shamadiyah Allah . Pasalnya, janin menjadi saksi atas ketunggalan Pencipta-Nya lewat kesamaan seluruh organ-organ pokoknya dengan seluruh manusia. Lewat “lisan” itu janin tersebut seolah menyeru dengan berkata, “Dzat Yang telah menganugerah- kan kepadaku bentuk fisik semacam ini adalah Sang Maha Pencipta yang juga telah menganugerahkan anggota badan yang sama kepada seluruh manusia. Dialah Allah, Pencipta seluruh makhluk yang bernyawa.”

    “Lisan” tersebut yang menjadi petunjuk atas Pencipta Yang Mahamulia bukanlah lisan yang bersifat gaib. Tetapi ia bisa diketahui dan bisa dikenali. Sebab, ia mengikuti kaidah baku, berjalan sesuai dengan aturan tertentu, serta bersandar pada struktur bentuk janin. Pengetahuan tersebut merupakan lisan yang bisa berbicara dan ranting yang merambat dari alam gaib ke alam nyata.

    Kedua, si janin menyeru dengan lisan ciri-ciri potensi khusus dan ciri-ciri wajah pribadi. Hal itu mengisyaratkan adanya ikhtiar, kehendak mutlak, kemauan, dan rahmat Penciptanya serta tidak bergantung pada kaidah tertentu. Lisan tersebut bersumber dari gaib. Tidak ada yang bisa melihat dan meliputinya sebelum ia hadir, kecuali pengetahuan-Nya yang azali. Dengan menyaksikan salah satu perangkat dari ribuan perangkat janin yang ada di rahim, ia tak dapat dikenali.

    Kesimpulan Kecenderungan dan ciri-ciri fisik yang ada pada janin merupakan dalil yang menunjukkan keesaan-Nya sekaligus bukti adanya pilihan dan kehendak Ilahi.

    Selanjutnya, jika Allah memberi taufik, akan segera kutulis beberapa hal yang menyangkut lima persoalan gaib di atas. Karena waktu dan kondisiku sekarang ini tidak memungkinkan untuk memberikan penjelasan yang lebih banyak dari ini. Maka kuakhiri penjelasanku sampai di sini.

    Yang kekal, hanyalah Dzat Yang Mahakekal.

    Said Nursî

    سُب۟حَانَكَ لَا عِل۟مَ لَنَٓا اِلَّا مَا عَلَّم۟تَنَٓا اِنَّكَ اَن۟تَ ال۟عَلٖيمُ ال۟حَكٖيمُ



    CAHAYA KELIMA BELAS ⇐ | Al-Lama’ât | ⇒ CAHAYA KETUJUH BELAS

    1. *Lihat (seputar “sedikit sedekah bisa menolak banyak bala”) al-‘Ajlûni, Kasyf al- Khafâ, 2/30.
    2. *Sebuah peristiwa kecil yang bisa menimbulkan masalah besar: Dua hari yang lalu, Muhammad (Ipar salah seorang saudara kita) mengunjungiku. Dengan perasaan senang, ia menyampaikan kabar gembira, “Orang-orang di Isparta mencetak salah satu bukumu, dan banyak yang membacanya”. Aku menjawab, “Pencetakan tersebut tidaklah terlarang. Ia diambil dari salinan yang ada. Pemerintah juga tidak berkeberatan. Selanjutnya, aku berkata kepadanya, “Jangan beritahukan berita ini kepada dua orang temanmu yang munafik itu. Sebab, keduanya mencari-cari hal-hal semacam ini untuk dijadikan sebagai alasan menyerang.” Demikianlah wahai saudara-saudaraku, meskipun orang ini ipar dari saudara kita sehingga dengan hubungan tersebut ia termasuk orang yang kucintai. Namun sebagai tukang cukur, ia adalah sahabat bagi seorang guru yang tidak memiliki hati nurani dan seorang pemimpin munafik. Salah seorang dari saudara kita di sana telah menyampaikan informasi tersebut kepadanya tanpa sepengetahuannya. Untung saja dia memberitahukan kepadaku sebelumnya sehingga aku mengingatkannya. Dalam hal ini, aku juga mengingatkan saudara-saudaraku yang lain sehingga dampak negatifnya bisa dihindarkan. Akhirnya, mesin cetak mencetak ribuan salinan di bawah tabir ini—Penulis.
    3. *Sebuah Kecamatan yang dekat dengan perkampungan Barla; tempat pengasingan ustadz Said Nursi.
    4. *Dalam tafsir al-Baidhâwi disebutkan, “Barangkali Dzulqarnain mencapai pan- tai, lalu di sana ia melihatnya seperti itu. Pasalnya, dalam pandangannya yang terlihat hanyalah air. Karena itu, al-Qur’an mengatakan ‘ia mendapati matahari terse- but terbenam’, bukan ‘matahari tersebut terbenam’.
    5. *Penggunaan kata عَيْنٍ dalam ayat عَيْنٍ حَمِئَةٍ menyiratkan makna indah dan ra- hasia balagah yang mendalam. Yaitu bahwa dengan matahari, langit bisa menyaksikan keindahan Allah di bumi, dan sebaliknya dengan mata (laut) bumi bisa melihat keagungan Allah di langit. Ketika keduanya (mata langit dan mata bumi) bekerja, maka seluruh mata yang ada di permukaan bumi berfungsi. Jadi, hanya dengan satu kata dan dengan sangat singkat, ayat al-Qur’an di atas menjelaskan makna indah tersebut seraya menunjukkan apa yang bisa mengakhiri fungsi seluruh mata—Penulis.
    6. *Lihat: Abu as-Su’ûd, Tafsir Abu as-Su’ûd, 5/239-240; Ibnu Hajar, Fath al-Bârî, 6/385; dan al-Alûsî, Rûh al-Ma’ânî, 16/27.
    7. *Lihat: al-Faqîhi, Akhbâru Makkah, 3/221; al-Qurthubi, al-Jâmi’ li Ahkâm al- Qur’ân, 11/47; Ibnu Katsîr, Tafsîr al-Qur’ân, 1/180; 3/101; dan Ibnu Hajar, Fath al-Bârî, 6/382.
    8. *Lihat: al-Qurthubi, al-Jâmi’ li Ahkâm al-Qur’ân, 11/47.
    9. *Lihat: Ibnu Hajar, Fath al-Bârî, 6/382-383; asy-Syaukâni, Fath al-Qadîr, 3/307; al-Hamawi, Mu’jam al-Buldân, 1/184.