Yirmi Üçüncü Lem'a/id: Revizyonlar arasındaki fark
("Kemudian Dia menjadikan sebab-sebab itu sebagai objek keluhan manusia ketika berbagai kekurangan dan kezaliman lahiriah tampak pada segala sesuatu. Mana yang lebih mudah untuk dipahami dan lebih masuk akal; tukang jam yang membuat perangkat dan roda gigi jam, lalu mengaturnya sesuai dengan susunan roda giginya, serta menyeimbangkan gerakan jarum-jarumnya secara sangat cermat. Atau, tukang jam membuat sebuah mesin istimewa di dalam roda gigi, jarum-jarum,..." içeriğiyle yeni sayfa oluşturdu) |
("------ <center> CAHAYA KEDUA PULUH DUA ⇐ | Al-Lama’ât | ⇒ CAHAYA KEDUA PULUH EMPAT </center> ------" içeriğiyle yeni sayfa oluşturdu) |
||
(Aynı kullanıcının aradaki diğer 53 değişikliği gösterilmiyor) | |||
177. satır: | 177. satır: | ||
Mana yang lebih mudah untuk dipahami dan lebih masuk akal; tukang jam yang membuat perangkat dan roda gigi jam, lalu mengaturnya sesuai dengan susunan roda giginya, serta menyeimbangkan gerakan jarum-jarumnya secara sangat cermat. Atau, tukang jam membuat sebuah mesin istimewa di dalam roda gigi, jarum-jarum, dan berbagai perangkat jam tadi, lalu ia serahkan urusan pembuatan jam tersebut pada benda itu? Bukankah ini omong kosong dan mustahil? Ajaklah akalmu berbicara dan putuskanlah sendiri. | Mana yang lebih mudah untuk dipahami dan lebih masuk akal; tukang jam yang membuat perangkat dan roda gigi jam, lalu mengaturnya sesuai dengan susunan roda giginya, serta menyeimbangkan gerakan jarum-jarumnya secara sangat cermat. Atau, tukang jam membuat sebuah mesin istimewa di dalam roda gigi, jarum-jarum, dan berbagai perangkat jam tadi, lalu ia serahkan urusan pembuatan jam tersebut pada benda itu? Bukankah ini omong kosong dan mustahil? Ajaklah akalmu berbicara dan putuskanlah sendiri. | ||
Mana yang lebih mudah; apakah seorang penulis menyediakan pena, tinta, dan kertas, lalu menulis sebuah buku. Atau, sang penulis membuat mesin percetakan khusus untuk buku tersebut yang tentu saja lebih rumit dari buku itu sendiri lalu ia biarkan mesin percetakan tersebut menulis dengan berkata, “Ayo, mulailah menulis buku” tanpa ada campur tangan sebelumnya? Bukankah hal semacam ini sulit diterima oleh akal serta jauh lebih rumit ketimbang penulisan itu sendiri? | |||
Barangkali engkau berkata: Pengadaan mesin percetakan untuk mencetak buku tadi memang lebih rumit dan pelik daripada menulis buku itu secara langsung, namun mesin percetakan itu bisa meng- hasilkan ribuan salinan buku dalam waktu yang singkat. Artinya, alat ini adalah sarana yang memudahkan. | |||
Tanggapan atas pernyataan di atas adalah sebagai berikut:Dengan qudrah-Nya yang bersifat mutlak, lewat pemunculan manifestasi nama-nama-Nya pada setiap saat, serta lewat penampakan-Nya dalam bentuk yang beraneka ragam, Sang Pencipta telah menciptakan karakter masing-masing. Dengan begitu, sebuah makhluk tidak akan sama persis dengan makhluk lainnya. Itulah buku dan tulisan Ilahi.Ya, agar setiap makhluk bisa memenuhi makna keberadaannya, ia harus memiliki ciri dan karakter yang menjadi identitasnya sekaligus membedakannya dengan yang lain. | |||
Perhatikan dan cermatilah wajah manusia. Engkau akan melihat banyak tanda pembeda yang terkumpul pada wajah kecil itu di mana tanda-tanda tersebut membedakannya dari semua wajah lainnya sejak zaman Nabi Adam sampai saat ini, dan bahkan selamanya. Padahal substansi mereka sama-sama manusia. Ini sangat jelas dan tak bisa dibantah. | |||
Tanda yang terdapat pada setiap wajah (identikit) merupakan buku yang khusus menjadi milik wajah tersebut. Ia merupakan buku yang berbeda dari lainnya. Karena itu, untuk mengeluarkan buku khusus tersebut serta untuk menyusun dan mengaturnya, diperlukan kumpulan semua huruf abjad dengan ukuran yang tepat, juga untuk mencetak semua huruf itu pada posisinya dibutuhkan papan pencetak sehingga dengan demikian akan tercipta sebuah bentuk wajah spesifik yang berbeda dengan bentuk wajah lainnya. | |||
Dalam hal ini, tentu saja harus disediakan bahan-bahan penciptaan yang khusus. Lalu ia diletakkan pada tempat-tempatnya. Kemudian dimasukkanlah semua unsur yang diperlukan untuk membentuk wajah itu. Semuanya pasti membutuhkan pabrik atau percetakan sendiri yang khusus untuk masing-masing wajah.Bahan-bahan yang terdapat di tubuh setiap makhluk hidup ratusan kali lebih rumit daripada bahan-bahan percetakan berikut penyusunannya. Penyediaan bahan-bahan tersebut dari seluruh pen- juru alam dengan perhitungan tertentu dan ukuran yang cermat, lalu penyusunannya sesuai kebutuhan, kemudian diserahkan ke “percetakan”, semua rangkaian proses yang panjang ini tentu saja pertama-tama membutuhkan unsur yang menghadirkan “percetakan” tersebut. Ia tidak lain adalah kekuasaan dan kehendak Sang Pencipta Yang Mahakuasa. Dengan demikian, membayangkan alam sebagai mesin percetakan merupakan khurafat belaka yang sama sekali tidak benar. | |||
Sama dengan contoh tentang jam dan buku di atas, Allah Sang Pencipta Yang agung dan Maha Berkuasa atas segala sesuatu itulah yang menciptakan segala sebab-akibat. Dialah yang mengaitkan antara sebab dan akibat lewat hikmah-Nya. Dia menentukan karakter alamiah sesuatu dengan kehendak-Nya untuk kemudian dijadikan cermin yang memantulkan wujud manifestasi syariat alamiah agung yang menjadi landasan alam. Selain itu, ia merupakan sunnatullah yang khusus berlaku untuk pengaturan urusan alam. Lewat kekuasaan-Nya, Dia menciptakan “hukum alam” yang menjadi landasan alam nyata. Selanjutnya Dia menciptakan segala entitas berdasarkan hukum alam tadi sekaligus mencampurkan antara keduanya dengan hikmah-Nya yang sempurna. | |||
Sekarang kita kembalikan persoalan tersebut kepada objek- tivitas akalmu agar bisa melihat mana yang lebih rasional dan lebih mudah diyakini? Apakah kenyataan logis di atas yang bersumber dari berbagai bukti yang menyakinkan? Atau, mempersembahkan berbagai perangkat yang dibutuhkan entitas lain, dan menyandar- kan semua pekerjaan yang didasari oleh hikmah dan pengetahuan kepada entitas itu sendiri? Dengan kata lain, engkau menisbatkannya kepada apa yang kalian sebut dengan “hukum alam” dan berbagai sebab-sebab materi yang merupakan benda mati tak berperasaan dan juga sama-sama makhluk? Bukankah ini merupakan khurafat yang sama sekali tidak rasional? | |||
Lalu si penyembah alam yang ingkar itu pun menjawab, | |||
“Karena engkau mengajakku untuk berkata jujur, maka aku mengakui bahwa pandangan sesat yang kami yakini sangat tidak logis, berbahaya, dan sangat rusak. Orang yang berakal pasti mampu menangkap logika dan analisa ilmiahmu yang didasarkan pada bukti-bukti tadi bahwa menisbatkan proses penciptaan kepada sebab-sebab materi dan hukum alam merupakan sesuatu yang sangat mustahil. Bahkan merupakan sebuah keharusan dan kemestian bagi akal untuk menyandarkan segala sesuatu secara langsung kepada Sang Wajibul wujud, Allah. Segala puji bagi Allah yang telah menunjukkanku kepada keyakinan ini. | |||
Namun masih tersisa sedikit keraguan dalam benakku. Yaitu aku percaya kepada Allah sebagai Rabb dan bahwa Dia merupakan Pencipta segala sesuatu. Tetapi aku lalu bertanya-tanya, “Apakah akan membahayakan serta mengurangi keagungan dan kekuasaan Allah kalau kita juga menghormati dan menyanjung berbagai sebab atau sarana karena ia telah mewujudkan berbagai hal kecil yang sepele?” | |||
'''Jawaban:''' | |||
''' | Sebagaimana telah kami jelaskan secara tegas pada beberapa risalah bahwa konsekuansi kekuasaan menolak adanya campur tangan pihak lain. Bahkan, penguasa dalam tingkatan terendah atau petugas biasa sekalipun tidak mau kalau kekuasaannya dicampuri oleh orang lain, meskipun oleh anaknya sendiri. Lebih dari itu, ketika diduga ikut campur dalam kekuasaan mereka, beberapa penguasa telah tega membunuh anak mereka sendiri padahal mereka termasuk penguasa yang bertakwa dan saleh. Dari sini kita memahami betapa penolakan terhadap adanya campur tangan dalam kebijakan merupakan prinsip baku. Ia berlaku pada segala sesuatu, mulai dari dua orang yang bertengkar karena memperebutkan kekuasaan atas sesuatu yang sepele, sampai kepada dua orang penguasa yang saling berselisih karena ingin menjadi penguasa utama atas sebuah negeri. Di samping itu, independensi atas sebuah kekuasaan menolak adanya keterlibatan pihak lain. Hal ini secara tegas dibuktikan oleh sejarah panjang perjalanan umat manusia berikut berbagai dampaknya berupa berbagai kekacauan, pembunuhan, dan pengusiran. | ||
Manusia yang tak mampu mengurus dirinya sendiri sangat membutuhkan bantuan orang lain, serta kekuasaan dan kepemimp- inannya hanya seperti bayangan suram, namun tetap menolak adanya campur tangan pihak lain, tidak menerima sekutu dalam kekuasaan- nya, dan sangat menjaga independensinya dalam kedudukannya se- cara fanatis. Rengungkanlah hal itu, kemudian lihatlah Sang Penguasa Mutlak yang sedang bersemayam di atas singgasana rububiyah-Nya, Sang Pemberi perintah mutlak yang berkuasa dengan Uluhiyah-Nya, Dzat Yang Independen secara mutlak dengan keesaan-Nya, serta Dzat Yang Mahakaya dengan kemampuan mutlak-Nya. Itulah Allah; Tuhan kita Yang Mahaagung.Betapa penolakan terhadap adanya campur tangan dan keterlibatan pihak lain dalam kekuasaan merupakan keharusan dan keniscayaan bagi-Nya! Bandingkan kekuasaan manusia yang terbatas dan lemah, dengan kekuasaan Allah yang mutlak dan sempurna. | |||
Adapun bagian kedua dari keraguan yang kau lontarkan adalah: Apakah sikap menghamba kepada sebagian sebab dalam hal-hal yang parsial akan mengurangi ketundukan dan penghambaan seluruh makhluk–mulai dari atom hingga planet di angkasa–yang tertuju kepada Allah Yang Mahakuasa? | |||
'''Jawaban:''' | |||
''' | Allah Sang Pencipta Yang Mahabijak telah menciptakan alam ini laksana sebuah pohon. Lalu Dia menjadikan para makhluk yang memiliki kesadaran sebagai buah sempurna dari pohon tersebut. Dia menjadikan manusia sebagai buah yang paling kompherensif di antara makhluk-Nya. Dia menjadikan syukur dan ibadah sebagai buah kehidupan manusia yang paling mulia. Bahkan, keduanya merupa- kan hasil dan tujuan penciptaannya.Mungkinkah Sang Penguasa Mutlak, Pemberi perintah Yang Tunggal, dan Dzat Yang Maha Esa yang telah menciptakan alam semesta untuk memperkenalkan Uluhiyah-Nya dan membuat Rububiyah-Nya dicintai, menyerahkan urusan manusia yang merupakan buah alam semesta kepada sebab-sebab yang ada, serta menyerahkan syukur dan ibadah yang merupakan buah kehidupan manusia kepa- da orang lain? Mungkinkah Allah membiarkan hasil penciptaan dan buah alam itu sia-sia begitu saja di mana hal tersebut bertentangan dengan hikmah-Nya? Sama sekali tidak mungkin. Mahasuci Allah dari apa yang mereka persekutukan.Lalu apakah Allah akan menerima sesuatu yang menyalahi hikmah dan Rububiyah-Nya dengan menjadikan sebagian sebab sebagai tujuan pengabdian makhluk? Padahal Dia telah memperk- enalkan diri-Nya sekaligus membuat semua makhluk mencintai-Nya dengan segala sikap dan kelembutan-Nya di alam ini. Lebih dari itu, bagaimana mungkin Allah akan membiarkan makhluk yang paling Dia cintai, paling sempurna dalam beribadah, dalam bersyukur, dan dalam memberikan pujian, kepada selain-Nya? Bagaimana mungkin Allah mengizinkan para makhluk untuk melupakan diri-Nya setelah dengan segala perbuatannya, Dia menampakkan tujuan-tujuan-Nya yang mulia di alam ini, yaitu mengenal, lalu mengabdi kepada-Nya? Sungguh hal itu tidak benar. Mahasuci Allah dari apa yang mereka katakan. | ||
Wahai teman yang telah meninggalkan paham naturalisme, bagaimana pendapatmu mengenai penjelasan yang baru saja kau dengar?Dia menjawab dengan berkata, “Segala puji bagi Allah yang telah memudahkan aku untuk mendapatkan jawaban atas dua keraguan di atas. Engkau telah memperlihatkan padaku dua dalil yang sangat kuat dan tak bisa dibantah mengenai keesaan Allah, Sesembahan Yang Haq, dan satu-satunya Dzat yang layak disembah. Cahaya matahari dan siang hanya bisa diingkari oleh orang sombong dan keras kepala.” | |||
< | <span id="Hâtime"></span> | ||
== | ==Penutup== | ||
Setelah meninggalkan semua pemikiran dan pandangannya, lalu masuk ke dalam wilayah iman dengan pandangan keimanan yang baru, sosok naturalis itu berkata, “Segala puji bagi Allah, Aku bersaksi bahwa semua keraguanku telah lenyap. Namun, aku memiliki beberapa pertanyaan yang menarik perhatianku.” | |||
'''Pertanyaan Pertama:'''Apa yang Allah butuhkan dari ibadah kita? Kami mendengar dari banyak orang yang malas beribadah, khususnya mereka yang meninggalkan shalat, di mana mereka bertanya, “Apa yang Allah butuhkan dari ibadah kita sampai-sampai dalam al-Qur’an Dia mewajibkannya secara keras kepada kita sekaligus mengancam kita dengan siksaan yang pedih di neraka jahannam? Bagaimana hal ini cocok dengan gaya bahasa al-Qur’an yang istikamah dan adil, sehingga memberikan ancaman keras terhadap kesalahan kecil semacam ini?” | |||
''' | |||
'''Jawaban:'''Benar, Allah sama sekali tidak membutuhkan ibadahmu, wahai manusia. Bahkan, sedikit pun Dia tidak membutuhkan apa-apa. Namun engkaulah yang butuh dan perlu kepada ibadah. Pada hakikatnya engkau sakit, sementara ibadah merupakan balsam mujarab yang bisa menyembuhkan luka-luka jiwamu. Hal ini telah kami tegaskan dalam beberapa risalah.Bagaimana menurutmu seandainya ada seorang pasien yang ketika diobati oleh dokter yang sangat belas kasih dan penuh perhatian | |||
''' | yang terus memintanya untuk meminum obat yang bisa mengobati penyakitnya, namun si pasien tadi malah berkata, “Apa perlumu kepada obat itu hingga terus-menerus menyuruhku untuk meminumnya?” Bukankah dari sini kita bisa mengetahui betapa bodohnya cara berpikir si pasien tadi? | ||
Adapun peringatan dan ancaman keras al-Qur’an terhadap ditinggalkannya ibadah, hal itu dapat ditafsirkan sebagai berikut:Seorang penguasa akan menghukum orang yang melakukan sebuah tindakan kriminalitas yang terkait dengan hak-hak orang lain dengan hukuman yang berat demi untuk menjaga hak-hak rakyatnya. | |||
Demikian pula dengan Sang Penguasa Azali dan Abadi, Dia akan menghukum orang yang meninggalkan ibadah dan shalat dengan hukuman yang berat. Sebab, orang tersebut jelas-jelas telah melanggar hak seluruh entitas yang merupakan rakyat dan makhluk-Nya sekaligus telah menzalimi mereka. Hal itu karena kesempurnaan para makhluk itu tampak dalam bentuk tasbih dan ibadah kepada Allah Sang Pencipta. Sedangkan orang yang meninggalkan ibadah tidak melihat dan tidak mengakui ibadah semua entitas tadi bahkan ia mengingkarinya. Ini tentu saja sangat merendahkan mereka (entitas) yang masing-masing merupakan goresan Tuhan dan cermin mani- festasi nama-nama Tuhan di mana mereka berada dalam posisi yang tinggi dari sisi ibadah dan tasbih. | |||
Maka, dengan sikap pengingkarannya itu, orang tadi telah merendahkan kedudukan mereka yang mulia di mana ia hanya melihat mereka sebagai sesuatu yang sia-sia belaka tanpa tugas apa-apa. Ia juga menganggap semua entitas itu sebagai sesuatu yang tidak bernilai. Dengan begitu, ia telah menghinakan dan meremehkan semua enti- tas, serta merendahkan kemuliaan dan kesempurnaan mereka. | |||
Ya, setiap manusia melihat alam dengan kacamatanya masing- masing. Allah menciptakan manusia dalam bentuk ukuran dan timbangan bagi alam semesta. Dia telah memberikan kepadanya sebuah alam khusus selain alam ini dan menunjukkan warna alam ini sesuai dengan keyakinan kalbu manusia. | |||
Manusia yang sedih, putus asa, dan menangis, melihat seluruh entitas menangis. Sementara manusia yang senang dan bahagia,melihat seluruh entitas tersenyum, tertawa, dan bahagia. Demikian pula dengan orang yang melakukan ibadah dan zikir dengan sungguh-sungguh, penuh perasaan dan perenungan. Ia menyingkap sebagian dari ibadah dan tasbih entitas. Bahkan, ia melihatnya sebagai sebuah fakta. Adapun orang yang meninggalkan ibadah karena lalai dan ingkar, ia membayangkan entitas secara sangat keliru sekaligus menentang hakikat kesempurnaannya. Dengan begitu, ia telah melanggar hak-haknya. | |||
Di samping itu, orang yang meninggalkan shalat sebetulnya telah menzalimi dirinya. Sebab, dirinya itu bukan merupakan miliknya. Tetapi ia hanyalah hamba milik Tuan dan Penciptanya. Karena itu, Sang Tuan mengancam dan memberikan peringatan keras kepadanya agar ia bisa mengambil hak hamba-Nya tadi dari nafsu ammarah-nya. Selain itu, ketika ia meninggalkan ibadah yang merupakan hasil dan tujuan penciptaannya, berarti ia telah melanggar hikmah Ilahi dan kehendak Rabbani. Karenanya, atas perbuatannya itu ia dihukum dengan hukuman yang keras. | |||
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa orang yang meninggalkan ibadah sebetulnya telah menzalimi dirinya, padahal dirinya itu merupakan hamba Allah. Selain itu, ia juga telah melanggar dan menzalimi hak-hak makhluk. Ya, sebagaimana kekufuran merupakan bentuk penghinaan terhadap entitas, meninggalkan ibadah juga merupakan bentuk pengingkaran terhadap kesempurnaan makhluk dan pelanggaran terhadap hikmah ilahi. Karena itu, orang yang meninggalkan shalat layak mendapat ancaman keras dan hukuman yang berat. | |||
Demikianlah, al-Qur’an mempergunakan gaya bahasa dalam bentuk ancaman dan peringatan untuk menggambarkan kelayakan tersebut sekaligus untuk menggambarkan hakikat yang telah disebutkan tadi. Jadi, gaya bahasa tersebut sangat tepat dan sangat sesuai dengan konteksnya sebagai wujud dari sebuah retorika. | |||
'''Pertanyaan Kedua:''' Di mana rahasia hikmah dari kemudahan penciptaan? | |||
''' | |||
Teman kita yang sudah meninggalkan paham naturalisme dan menjadi mulia dengan keimanan kepada Allah berkata, “Ketundukan mutlak segala entitas dalam setiap urusannya, dalam setiap bagiannya, serta dalam setiap tindakannya terhadap kehendak dan kekuasaan Ilahi merupakan sebuah kenyataan agung. Karena begitu agung dan luas, akal kita yang lemah ini tak mampu menjangkaunya, padahal kita menyaksikan entitas yang tak terhingga jumlahnya dan kemudahan mutlak dalam penciptaan sesuatu. Kemudahan penciptaan yang merupakan konsekuensi dari keesaan Allah tampak begitu nyata lewat berbagai bukti dan argumen kuat yang engkau kemukakan. Di samping itu, al-Qur’an telah menegaskan kemudahan mutlak tersebut secara jelas dalam beberapa ayatnya seperti:“Allah menciptakan dan membangkitkan kalian (dari dalam kubur) hanyalah seperti membangkitkan satu jiwa saja.” (QS. Luqmân [31]: 28). | |||
“Kejadian kiamat itu hanyalah seperti sekejap mata atau lebih cepat lagi.” (QS. an-Nahl [16]: 77). | |||
Semua itu menjadikan hakikat agung di atas (kemudahan penciptaan) sebagai sebuah persoalan yang sangat logis. Lalu di mana rahasia kemudahan tersebut dan apa hikmahnya? | |||
'''Jawaban:'''Rahasia tersebut telah diterangkan secara lengkap dan meyakinkan pada “Surat Kedua Puluh” dari buku al-Maktûbât ketika menjelaskan ungkapan yang berbunyi:“Dia Maha berkuasa atas segala sesuatu” dengan penjelasan yang cukup memadai, terutama bagian lampirannya di mana penjelasannya sangat lengkap, luas, dan meyakinkan dengan didukung oleh dalil, bukti, dan argumen yang kuat.Ringkasnya sebagai berikut: | |||
''' | Ketika penciptaan seluruh entitas dinisbatkan kepada Pencipta Yang Esa, maka proses penciptaan tersebut menjadi mudah sebagaimana proses penciptaan satu makhluk. Sementara jika ia tidak dinisbatkan kepada Pencipta Yang Esa, proses penciptaan satu makhluk pun menjadi rumit dengan tingkat kerumitan yang sama dengan penciptaan seluruh entitas. Sampai-sampai penciptaan sebuah benih pun menjadi sulit dan rumit sama seperti penciptaan pohon. | ||
Namun jika penciptaan tadi dinisbatkan kepada Sang Pencipta yang sesungguhnya, persoalannya menjadi mudah sehingga proses penciptaan seluruh makhluk seolah seperti proses penciptaan sebuah pohon, penciptaan sebuah pohon seperti penciptaan sebuah benih, penciptaan surga seperti penciptaan musim semi, dan penciptaan musim semi seperti penciptaan sebuah bunga. Jadi, persoalannya mudah dan gampang. | |||
Di sini secara singkat kami akan menjelaskan satu atau dua dalil di antara ratusan dalil yang telah kami jelaskan secara gamblang pada risalah-risalah yang lain. Dalil-dalil itu menjelaskan berbagai rahasia dan hikmah tersembunyi di balik banyaknya entitas dan di balik kemunculannya yang berlangsung secara teratur, rapi, dan mudah. | |||
Misalnya, kepemimpinan seratus orang prajurit oleh satu orang komandan seratus kali lebih mudah daripada kepemimpinan satu orang prajurit oleh seratus orang komandan. Ketika penyiapan sebuah pasukan berikut perlengkapan militernya dari markas yang sama, dengan aturan yang sama, dan dari pabrik yang sama, diserahkan kepada seorang panglima, hal itu akan berlangsung sangat mudah sama seperti penyiapan seorang prajurit. Sementara penyiapan seorang prajurit berikut perlengkapan militernya dari markas yang berbeda-beda dan dari pabrik yang berbeda-beda kepada banyak panglima, hal itu menjadi sangat rumit sama rumitnya dengan menyiapkan perlengkapan sebuah pasukan. Sebab, ketika itu harus ada banyak pabrik yang sebanding dengan jumlah sebuah pasukan untuk menyiapkan perlengkapan seorang prajurit saja. | |||
Contoh lainnya adalah sebuah pohon yang dilengkapi dengan bahan-bahan penting, dengan satu akar, satu tempat, di atas satu aturan, serta menghasilkan ribuan buah, semua itu berlangsung secara mudah, seolah-olah pohon itu hanya memiliki satu buah. Sementara jika jumlah yang satu tadi digantikan oleh jumlah yang banyak serta jalur yang beraneka ragam menggantikan jalur yang satu, lalu setiap buah dilengkapi oleh bahan-bahan penting yang berasal dari tempat yang berbeda-beda, dan dari akar yang berbeda-beda, maka penciptaan satu buah itu menjadi rumit dan pelik seperti penciptaan pohon itu sendiri. Bahkan, bisa jadi penciptaan sebuah benih yang merupakan prototipe dari pohon tadi menjadi sesulit penciptaan pohon itu sendiri. Sebab, bahan-bahan penting yang dibutuhkan oleh pohon tersebut juga dibutuhkan oleh benih. | |||
Masih ada lagi ratusan contoh semacam itu. Semuanya menjelaskan bahwa kemunculan ribuan entitas lewat satu jalur lebih gampang daripada kemunculan sebuah entitas lewat beragam jalur. | |||
Karena hakikat ini telah kami tegaskan dalam beberapa risalah, pembaca bisa merujuk kepadanya. Hanya saja, di sini kami menjelaskan rahasia agung yang terkait dengan kemudahan tersebut ditinjau dari sisi pengetahuan (ilmu), ketentuan (qadar), dan kekuasaan (qudrah) Ilahi. Rahasia tersebut adalah sebagai berikut: | |||
Engkau termasuk salah satu entitas. Jika engkau menyerahkan dirimu kepada Allah Yang Maha Berkuasa mutlak, ketahuilah bahwa Dia menciptakanmu lewat sebuah perintah dan kekuasaan-Nya yang bersifat mutlak dari tiada dengan hanya sekejap mata tanpa perantara. | |||
Namun, jika engkau tidak menyerahkan dirimu kepada-Nya, tetapi engkau menisbatkan dirimu kepada “hukum alam” lalu engkau serahkan dirimu pada sebab-sebab materi, maka ketika itu untuk menciptakanmu diperlukan sebuah proses yang rumit. Sebab, seluruh unsur yang ada pada dirimu berasal dari seluruh alam, ia harus dicari di seluruh pelosok alam, harus melewati penelitian yang sangat cermat, serta harus diukur secara sangat akurat. | |||
Hal itu karena engkau merupakan ikhtisar alam yang teratur, buah pohon alam yang matang, miniatur alam semesta, dan wadah yang memuat seluruh isi alam. | |||
Karena sebab-sebab materi hanyalah bersifat membentuk dan menyusun di mana seperti yang ditegaskan oleh para ilmuwan bahwa sebab-sebab materi itu tidak bisa mengadakan sesuatu yang tidak ada dari tiada, maka ia dipaksa untuk bisa mengumpulkan semua unsur-unsur yang diperlukan tubuh organisme atau makhluk kecil dari seluruh alam. | |||
Dari sini engkau bisa memahami kemudahan mutlak yang terdapat dalam keesaan dan tauhid, sekaligus engkau bisa menangkap kerumitan dan kepelikan yang terdapat pada syirik dan kesesatan. | |||
Kedua, ada kemudahan mutlak pada proses penciptaan yang berasal dari sisi pengetahuan Ilahi. Penjelasannya adalah sebagai berikut: | |||
Ketentuan Ilahi (qadar) merupakan bagian dari pengeta- huan-Nya. Qadar Ilahi tersebut menentukan ukuran segala sesuatu seolah-olah seperti sebuah cetakan yang khusus untuknya. Sehingga ukuran qadar tersebut berposisi sebagai sebuah desain dan model baginya. Ketika qudrah Ilahi menciptakannya, ia menciptakan sesuai dengan ukuran qadar tersebut secara sangat mudah. | |||
Jika penciptaan sesuatu tadi tidak dinisbatkan kepada Dzat Yang memiliki pengetahuan yang komprehensif, mutlak, dan azali, yaitu Allah Yang Mahakuasa dan Mahaagung, maka tidak hanya ribuan persoalan yang muncul. Tetapi di samping itu, ada ratusan kemusta- hilan seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Sebab, jika ukuran qadar dan pengetahuan Ilahi tidak ada, maka harus ada ribuan cetakan materi untuk mencipta tubuh setiap makhluk. | |||
Dari sini, engkau bisa memahami salah satu rahasia kemudahan mutlak yang terdapat dalam keesaan dan tauhid serta banyaknya kerumitan yang terdapat dalam pluralitas dan syirik. Pahamilah hakikat mulia yang dijelaskan oleh ayat:“Kejadian kiamat itu hanyalah seperti sekejap mata atau lebih cepat lagi.” (QS. an-Nahl [16]: 77). | |||
'''Pertanyaan Ketiga:''' Apa yang dimaksud dengan pernyataan para filsuf “Segala sesuatu tidak berasal dari tiada”? Orang yang sebelumnya menentang namun sekarang telah beriman dan mendapat hidayah itu berkata, “Mengapa para filsuf yang ekstrim pada zaman sekarang ini berpendapat, “Sesuatu tidak mungkin ada dari tiada dan tidak mungkin lenyap dari ada. Sesungguhnya yang mengatur alam ini adalah penyusunan dan penguraian materi.” | |||
''' | |||
'''Jawaban:'''Para filsuf tersebut tidak melihat seluruh entitas dengan cahaya dan perspektif al-Qur’an. Tetapi mereka melihatnya dengan kacamata “alam” dan “sebab”. Karenanya, keberadaan entitas berikut pembentukannya yang melalui faktor alam dan sebab-sebab materi menjadi persoalan yang rumit dan pelik sampai ke tingkat mustahil seperti yang telah kami jelaskan. Dalam menghadapi kerumitan tadi para filsuf tersebut terbagi dua: | |||
''' | |||
Sebagian mereka menjadi sofis dan mencampakkan akal sehatnya yang merupakan perangkat istimewa manusia, dan terjatuh ke tingkat hewan yang paling rendah. Mereka mengingkari wujud secara umum, bahkan wujud mereka sendiri. Sebab, bagi mereka pengingkaran tersebut lebih mudah untuk diterima akal dan lebih selamat daripada menganggap “alam” dan “sebab-sebab materi” sebagai sosok yang mencipta. Mereka menyangkal keberadaan diri mereka sendiri dan keberadaan seluruh entitas. Sebagai akibatnya, mereka terjatuh pada jurang kebodohan. | |||
Adapun kelompok yang kedua berpendapat bahwa seandainya penciptaan seluruh entitas diserahkan kepada sebab-sebab materi dan alam sebagaimana yang dinyatakan oleh kaum yang sesat, maka proses penciptaan entitas yang kecil sekalipun, seperti lalat atau benih, menyimpan banyak persoalan dan memerlukan kekuatan hebat yang tak bisa dibayangkan oleh akal. Karena itu, para filsuf tersebut terpaksa mengingkari adanya penciptaan itu sendiri. Menurut mereka, “Sesuatu tidak mungkin tercipta dari tiada.” Sebaliknya, memusnahkan sesuatu bagi mereka juga mustahil sehingga mereka menyatakan bahwa, “Yang ada tidak mungkin musnah.” Mereka pun kemudian mengkhayalkan adanya penguraian dan penyusunan materi sebagai hasil dari gerakan atom dan berbagai proses kebetulan. | |||
Perhatikan orang-orang yang menyangka dirinya cerdas. Mereka terjerumus ke dalam kubangan kebodohan dan kedunguan. Dari sini hendaknya engkau bisa memahami bagaimana kesesatan mencampakkan manusia yang tadinya mulia ke posisi yang dihinakan semua orang! | |||
Sekarang kita bertanya kepada mereka: Mungkinkah menyangkal proses penciptaan sesuatu oleh kekuasaan mutlak Allah yang menciptakan empat ratus ribu jenis makhluk hidup di atas permu- kaan bumi pada setiap tahunnya? Yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam hari? Yang pada setiap musim semi menumbuhkan tumbuhan dan hewan dalam bentuk yang sempurna dan penuh hikmah dalam waktu enam minggu? Bagaimana mungkin menyang- kal penciptaan seluruh entitas abstrak oleh kekuasaan Ilahi–yang rancangan dan ukurannya berada dalam koridor pengetahuan azali–sehingga dapat menciptakannya dengan mudah seperti mudahnya memperlihatkan tulisan yang tidak tampak dengan menggesekkan bahan kimia padanya? Menyangkal kekuasaan Ilahi dalam memberikan wujud lahiriah kepada entitas abstrak serta mengingkari penciptaan itu sendiri merupakan sebuah kebodohan yang amat nyata. | |||
Karena kaum malang yang berkarakter Fir’aun dan sangat lemah itu hanya mempunyai sedikit ikhtiar sehingga tidak mampu memusnahkan sesuatu dan tidak mampu menciptakan atom atau benda apa pun dari tiada, serta karena alam dan sebab-sebab materi yang mereka sembah juga tidak dapat mencipta dari tiada, akhirnya mereka mengeluarkan sebuah pernyataan, “Materi tidak dapat di- musnahkan dan tidak dapat diciptakan.” Mereka berusaha memberlakukan kaidah batil tersebut, bahkan terhadap kekuasaan Dzat Yang Maha Berkuasa Mutlak. | |||
Ya, Allah Yang Maha Berkuasa dan Mahaagung mempunyai dua cara dalam mencipta:Pertama: Ibda’ (mencipta dari tiada). Artinya, Allah memberikan wujud dari tiada tanpa perantara dan menghadirkan dari tiada segala yang dibutuhkan wujud tersebut serta kemudian diserahkan kepadanya.Kedua: Insya’ (membentuk dari yang ada). Artinya, Dia membentuk sebagian entitas dari unsur-unsur alam itu sendiri guna mem- perlihatkan kesempurnaan hikmah-Nya dan guna menjelaskan man- ifestasi nama-nama-Nya yang mulia. Kemudian Dia kirimkan kepada entitas tersebut atom-atom dan materi-materi yang tunduk kepada perintah-Nya dalam kaidah pemberian rezeki. Allah menundukkan semua itu untuknya agar proses pembentukan wujud tadi menjadi sempurna. | |||
Demikianlah, Tuhan Yang Berkuasa secara mutlak mem- punyai dua cara dalam mencipta: Ibda’ (mencipta dari tiada) dan Insya’ (membentuk dari yang ada). | |||
Melenyapkan entitas dan menciptakan sesuatu yang tiada adalah persoalan yang sangat mudah bagi-Nya. Bahkan ia merupakan hukum-Nya yang berlaku umum. Orang yang mengingkari kekuasaan Tuhan yang telah menciptakan dari tiada sebanyak tiga ratus ribu jenis makhluk dengan berkata, “Dia tidak mungkin bisa menciptakan sesuatu yang tiada” tentu ia terjerumus ke dalam gelapnya ketiadaan. | |||
Orang yang telah menanggalkan paham naturalisme dan menuju kepada jalan kebenaran itu pun kemudian berkata, “Segala puji bagi Allah yang telah memberikan taufik kepadaku untuk beriman secara sempurna, sekaligus telah menyelamatkanku dari segala ilusi dan kesesatan sehingga lenyaplah dariku semua keraguan yang ada.” | |||
Segala puji bagi Allah atas karunia agama Islam dan kesempurnaan iman. | |||
سُب۟حَانَكَ لَا عِل۟مَ لَنَٓا اِلَّا مَا عَلَّم۟تَنَٓا اِنَّكَ اَن۟تَ ال۟عَلٖيمُ ال۟حَكٖيمُ | سُب۟حَانَكَ لَا عِل۟مَ لَنَٓا اِلَّا مَا عَلَّم۟تَنَٓا اِنَّكَ اَن۟تَ ال۟عَلٖيمُ ال۟حَكٖيمُ | ||
------ | ------ | ||
<center> [[Yirmi İkinci Lem'a]] ⇐ [[Lem'alar]] | ⇒ [[Yirmi Dördüncü Lem'a]] </center> | <center> [[Yirmi İkinci Lem'a/id|CAHAYA KEDUA PULUH DUA]] ⇐ | [[Lem'alar/id|Al-Lama’ât]] | ⇒ [[Yirmi Dördüncü Lem'a/id|CAHAYA KEDUA PULUH EMPAT]] </center> | ||
------ | ------ | ||
13.45, 25 Aralık 2024 itibarı ile sayfanın şu anki hâli
Risalah Thabi’ah (Hukum Alam)
[Risalah ini tadinya merupakan ‘memoar keenam belas’ dari “Cahaya Ketujuh Belas”. Tetapi karena mempunyai kedudukan yang sangat penting, ia diletakkan pada “Cahaya Kedua Puluh Tiga”. Risalah ini menghantam habis gelombang kekufuran yang lahir dari paham naturalisme sekaligus menghancurkan batu fondasinya].
Peringatan
Pembahasan ini menjelaskan esensi ideologi para naturalis ateis, sejauh mana ideologi mereka menyimpang dari timbangan nalar, serta betapa buruk dan dusta (khurafat) ideologi tersebut. Penjelasan tersebut berupa “sembilan kemustahilan” yang disarikan dari setidaknya sembilan puluh kemustahilan. Namun, karena sebagian kemustahilan sudah pernah dijelaskan pada risalah-risalah yang lain, maka ia dimasukkan dalam pembahasan tentang kemustahilan yang lain atau dipaparkan secara ringkas.Sebuah pertanyaan yang terlintas di benak ini ialah: Mengapa para filsuf dan ilmuwan ternama itu menerima begitu saja kebohongan-kebohongan (khurafat) tersebut? Bagaimana akal mereka bisa menerimanya?
Jawabannya adalah: Karena mereka tidak memahami hakikat ideologi yang mereka anut(*[1])serta tidak mengetahui esensinya. Selain itu, mereka tidak mampu menangkap berbagai kemustahilan yang muncul sebagai konsekuensi dari ideologi mereka serta berbagai hal yang tidak logis seperti yang disebutkan di permulaan setiap kemustahilan dalam risalah ini.Aku siap mengetengahkan berbagai argumen yang kuat dan dalil yang sangat jelas untuk membuktikan hal itu kepada mereka yang masih ragu. Aku akan menjelaskannya kepada mereka secara detil dan rinci.
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّح۪يمِ
“Para rasul itu berkata: Apa ada keraguan tentang Allah, Dzat Pencipta langit dan bumi?” (QS. Ibrâhim [14]: 10).
Ayat al-Qur’an berikut pertanyaan retoris yang ada padanya secara tegas dan jelas menunjukkan eksistensi dan keesaan Allah sampai ke tingkat aksiomatik.
Sebelum menjelaskan rahasia ini, kami ingin menjelaskan beberapa hal berikut:
Pada tahun 1338 H (1922 M), aku mengunjungi kota Ankara. Aku menyaksikan bagaimana kaum mukminin senang dan gembira dengan kemenangan pasukan Islam terhadap Yunani. Hanya saja, di tengah-tengah gelombang kegembiraan tersebut aku menyaksikan riak-riak ateisme menyusup dengan kekejian dan tipu dayanya. Ideologi tersebut beserta berbagai pahamnya masuk ke dalam keyakinan kaum mukmin guna merusak dan meracuni mereka. Aku sangat sedih melihat hal itu seraya berteriak memohon pertolongan kepada Allah Yang Mahatinggi dan Mahakuasa serta bersandar kepada ayat al-Qur’an di atas dari momok menakutkan yang hendak menghancurkan sendi-sendi keimanan tersebut. Lalu aku pun menuliskan sebuah argumen kuat dan tajam yang bisa memenggal “kepala” ateisme tersebut dalam sebuah risalah berbahasa Arab. Pokok-pokok pikiran dan inti sarinya aku ambil dari cahaya ayat al-Qur’an di atas untuk membuktikan secara jelas eksistensi dan keesaan Allah . Kemudian risalah tersebut dicetak di percetakan Yenigun, Ankara. Namun sayangnya, penjelasan dan argumentasiku yang sangat kuat itu tidak berhasil melawan paham ateisme dan menghadang lajunya sehingga banyak yang menerima paham tersebut. Hal itu disebabkan oleh bentuk risalahnya yang sangat ringkas, di samping karena jumlah orang Turki yang memahami bahasa Arab ketika itu sangat sedikit. Karena itu, paham tersebut berhasil menyebar di tengah-tengah masyarakat. Hal itu membuatku terpaksa menuliskan kembali risalah tadi berikut argumen-argumennya dalam bahasa Turki, ditambah dengan sedikit penjelasan dan keterangan.Karena sebagian dari argumen tadi telah dijelaskan secara luas dalam beberapa risalah, maka di sini hanya akan disebutkan secara global. Juga, sebagian dari argumen lain yang terdapat pada beberapa risalah lainnya tertuang dalam risalah ini. Seakan-akan setiap argumen darinya merupakan bagian dari risalah ini.
Pendahuluan
Wahai manusia! Ketahuilah bahwa ada beberapa ungkapan yang keluar dari mulut manusia dan mengandung kekufuran. Ungkapan tersebut juga beredar di mulut kaum beriman tanpa menyadari bahayanya. Kami akan menjelaskan tiga ungkapan yang paling berbahaya darinya sebagai berikut:
Pertama: Ungkapan “terwujud oleh sebab”. Dengan kata lain, sebab-lah yang menjadikan entitas tertentu ada.
Kedua: Ungkapan “terbentuk dengan sendirinya”. Dengan kata lain, sesuatu terbentuk dengan sendirinya serta mewujudkan dirinya sendiri hingga menjadi seperti apa adanya.
Ketiga: Ungkapan “tuntutan alam”. Dengan kata lain, sesuatu bersifat alamiah. Alamlah yang mewujudkan dan menuntut keberadaannya.
Ya, selama segala entitas yang ada di hadapan kita dan keberadaannya sama sekali tak bisa dipungkiri serta karena setiap en- titas muncul ke dunia ini dengan sangat teratur dan penuh hikmah, maka entitas-entitas tersebut tidak bersifat qadim, tetapi baru. Oleh karena itu, wahai orang ateis, anda boleh jadi berpendapat bahwa: (1) Entitas tersebut—hewan misalnya—terwujud oleh sebab-sebab alam. Dengan kata lain, hewan tersebut menjadi ada sebagai hasil dari berkumpulnya sebab-sebab yang bersifat materi; (2) Atau, engkau berpendapat bahwa ia terbentuk dengan sendirinya; (3) Atau, ia muncul ke dunia karena tuntutan dan pengaruh alam; (4) Atau, engkau dapat berkata bahwa kekuasaan Sang Pencipta Yang Maha Berkuasa dan Agung itulah yang telah menciptakannya.
Sebab menurut logika, hanya dari empat jalan inilah entitas tersebut bisa muncul ke dunia.Ketika secara tegas terbukti bahwa tiga jalan yang pertama mustahil, batil, dan tidak mungkin, maka dengan sangat nyata dan gamblang, jalan keempatlah yang benar. Jalan tersebut adalah jalan menuju keesaan Sang Pencipta yang bersifat pasti tanpa ada keraguan di dalamnya.
Jalan Pertama:
Terwujud oleh sebab.
Terbentuknya sesuatu dan penciptaan makhluk terjadi dengan terkumpulnya sebab-sebab Alam.
Kami hanya akan menyebutkan tiga dari sekian banyak kemustahilan di dalamnya.
Kemustahilan Pertama Kami akan menjelaskannya dengan perumpamaan berikut: Sebuah apotek memiliki ratusan wadah dan botol berisi berbagai bahan kimia. Karena sebab tertentu, kita membutuhkan salep dan obat antibiotik. Ketika masuk ke apotek tersebut, kita menemukan banyak sekali salep dan antibiotik tersebut. Setelah dianalisa, salep itu tersusun dari bahan-bahan berbeda sesuai dengan komposisi yang telah ditentukan. Ia terambil dari satu gram bahan ini, kemudian tiga gram bahan itu, sepuluh gram bahan yang lain, dan seterus- nya. Masing-masing diambil dengan ukuran yang berbeda-beda. Jika masing-masing ukurannya kurang atau kelebihan, maka khasiat dari salep tersebut akan hilang. Sekarang kita berpindah ke “obat antibiotik”. Kita teliti obat tersebut lewat pengamatan kimiawi. Ternyata, ia tersusun dengan komposisi tertentu yang diambil dari botol-botol kimia tadi sesuai dengan takarannya. Khasiatnya tentu akan hilang jika kita salah dalam mengukur sehingga bahan-bahannya sedikit berlebih atau berkurang.Dari uraian di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa bahan yang beraneka macam itu didatangkan dengan takaran yang berbe- da-beda sesuai dengan ukurannya.
Jika demikian, mungkinkah racikan kimia yang unsur-unsurnya tersusun dengan sangat akurat itu terbentuk secara kebetulan? Atau, mungkinkah ia terbentuk karena adanya benturan antar botol- botol yang ada akibat gempa dahsyat yang terjadi di apotek tersebut sehingga masing-masing bahan kimia tadi mengalir dengan ukuran tertentu dan saling menyatu, lalu membentuk racikan berkhasiat? Adakah yang lebih mustahil dan lebih tidak logis dari hal itu? Adakah khurafat yang lebih hebat darinya? Serta, adakah kebatilan yang lebih batil dari itu semua? Bahkan keledai yang sangat bodoh pun, sean- dainya bisa berbicara, akan berkata, “Betapa dungunya orang yang mengatakan hal semacam ini!”
Atas dasar itulah, kita bisa mengatakan bahwa setiap makhluk hidup merupakan komposisi dan racikan yang hidup. Setiap tumbuhan serupa dengan obat antibiotik, sebab ia tersusun dari unsur-unsur yang berbeda dan dari bahan-bahan yang beraneka macam sesuai dengan ukurannya yang sangat akurat. Tentu saja, menyandarkan penciptaan makhluk yang sangat indah itu kepada sebab-sebab dan unsur materi, serta bahwa ia terwujud oleh sebab adalah batil, mustahil, dan sangat tidak logis. Ia sama tidak logisnya dengan racikan obat yang terbentuk sendiri lewat mengalirnya bahan-bahan kimia dari botol tadi.
Kesimpulannya:Bahan-bahan yang terambil dari timbangan qada dan qadar yang dimiliki Allah Yang Mahabijaksana dan Maha Mengetahui yang terdapat di alam, yang merupakan apotek besar dan mengagumkan ini, hanya bisa terwujud lewat kebijaksanaan dan pengetahuan yang tak terkira, serta lewat kehendak-Nya yang mencakup segala sesuatu. Karena itu, betapa malangnya orang yang menyangka bahwa semua entitas ini merupakan produk alam—padahal alam merupakan benda yang bergerak secara buta dan tuli—atau ia termasuk sesuatu yang bersifat alamiah, atau ia terwujud akibat krea- si sebab-sebab materi. Tentu saja, mereka yang mempunyai anggapan semacam itu merupakan orang yang paling malang, paling bodoh, dan lebih tidak waras ketimbang orang gila yang berpikir bahwa racikan obat mujarab tersebut terbentuk dengan sendirinya akibat botol- botol yang beradu yang kemudian mengalirkan isinya. Ya, kekufuran tersebut merupakan igauan orang bodoh dan ocehan orang gila.
Kemustahilan Kedua Jika penciptaan seluruh entitas tidak disandarkan kepada Allah Yang Maha Esa, Yang Mahakuasa, dan Mahaagung, tetapi disandarkan kepada sebab-sebab materi, tentu sebagian besar sebab-sebab dan unsur alam mempunyai andil dan pengaruh dalam penciptaan seluruh makhluk hidup. Padahal, berkumpulnya sebab-sebab alam yang berbeda secara sangat teratur dengan ukuran yang sangat akurat dan tepat dalam fisik makhluk yang kecil—seperti lalat misalnya— merupakan sesuatu yang mustahil. Orang yang mempunyai akal seukuran sayap lalat sekalipun akan menolak hal itu dengan berkata, “Ini mustahil, batil, dan tidak mungkin.”
Hal itu dikarenakan fisik lalat yang kecil itu mempunyai hubungan dengan sebagian besar unsur alam, bahkan ia merupakan rang- kuman darinya. Jika penciptaannya tidak disandarkan kepada Dzat Yang Maha Kuasa dan Azali, maka semua sebab-sebab alam harus hadir dan berkumpul secara langsung di samping fisik kecil tersebut ketika ia tercipta. Bahkan, ia harus masuk ke dalam fisiknya dan masuk ke dalam sel mata. Karena, jika sebab-sebab tersebut berupa materi ia harus dekat dan masuk ke dalam bendanya. Sebagai konse- kuensinya, semua unsur di seluruh bagian alam berikut sifatnya yang berbeda-beda harus bisa diterima masuk ke dalam entitas yang dikenal sebab tadi, di samping harus bisa bekerja di dalam sel yang sangat kecil dengan mahir dan terampil.
Sofis yang paling bodoh pun malu dengan ungkapan di atas!
Kemustahilan Ketiga Jika entitas merupakan satu kesatuan, pastilah ia bersumber dari sebab dan tangan yang sama sesuai dengan kaidah aksiomatik yang berbunyi, “Yang satu hanya berasal dari yang satu.” Jika entitas tersebut sangat teratur dan akurat, serta memiliki kehidupan yang kompherensif, dapat dipastikan bahwa ia tidak berasal dari banyak tangan yang bisa memicu munculnya pertentangan. Tetapi, ia berasal dari satu tangan yang sangat berkuasa dan bijaksana. Karena itu, menyandarkan alam yang teratur, harmonis, seimbang, dan satu kepada sebab-sebab alam yang tuli, buta, tak berperasaan, dan tak berakal, kemudian menganggap sebab-sebab tersebut sebagai pencipta entitas mengagumkan ini, serta menjadikannya sebagai pilihan di antara berbagai kemungkinan yang lain, hal itu berarti menerima seratus satu kemustahilan karena semua itu sangat tidak logis.
Mari sejenak kita tinggalkan kemustahilan ini untuk melihat pengaruh sebab-sebab materi yang terjadi lewat adanya kontak dan sentuhan. Kita melihat bahwa sentuhan antara sebab-sebab alamiah itu merupakan sentuhan dengan bentuk lahiriah alam. Padahal aspek batiniahnya yang tak tersentuh oleh sebab materi tadi dan tak bisa disentuh oleh apa pun jauh lebih teratur dan lebih harmonis. Bahkan, penciptaannya lebih halus dan lebih sempurna.
Lebih dari itu, seluruh makhluk hidup yang kecil dan halus yang sama sekali tak mungkin dijangkau oleh sebab-sebab materi di atas mempunyai struktur penciptaan yang lebih menakjubkan daripada makhluk-makhluk besar.Karena itu, penciptaannya tidak mungkin dinisbatkan kepada sebab-sebab alam yang buta, tuli, bodoh, keras, dan saling kontradiktif, kecuali bagi orang yang sangat buta dan sangat tuli.
Jalan Kedua:
Terbentuk dengan Sendirinya.
Berkenaan dengan pendapat yang menyatakan bahwa sesuatu terbentuk dengan sendirinya.
Pendapat ini mengandung banyak kemustahilan. Kebatilan dan ketidakmungkinannya sangat jelas ditinjau dari berbagai aspek. Namun kami hanya akan mengemukakan tiga hal sebagai contoh:
Kemustahilan Pertama Wahai orang ingkar yang keras kepala! Sifat angkuhmu yang keterlaluan itu telah membuatmu terjerumus ke dalam kebodohan tak terkira sehingga mau menerima seratus satu kemustahilan.Tak diragukan lagi bahwa engkau ada. Engkau bukanlah unsur yang sederhana dan benda mati yang tidak akan berubah. Tetapi, engkau bagaikan pabrik besar yang sangat teratur di mana perala- tannya senantiasa terbaharui. Engkau juga ibarat istana megah yang sisi-sisinya selalu berubah. Atom-atom yang ada di tubuhmu selalu bekerja dan aktif setiap saat. Ia memiliki hubungan dengan alam semesta, khususnya dalam kaitannya dengan rezeki dan bagaimana menjaga kelangsungan hidup.Atom-atom yang bekerja di dalam tubuhmu senantiasa menjaga agar ikatan dan hubungan tadi tidak rusak dan tidak lepas. Dalam hal ini, mereka sangat berhati-hati. Ia mengambil posisi yang tepat sejalan dengan hubungan tersebut seolah-olah ia melihat dan menyaksikan semua entitas yang ada. Selain itu, ia juga mengawasi posisimu darinya.
Tentu saja, tugasmu adalah mengambil manfaat dan keuntungan sesuai dengan kondisi atom-atom tersebut serta merasa nikmat dengan segenap perasaanmu baik lahir maupun batin.Jika engkau tidak percaya bahwa atom-atom di atas merupakan pegawai yang bergerak sesuai dengan peraturan Dzat Yang Mahakuasa, atau tentara bersenjata dalam pasukan-Nya yang teratur, atau ujung pena qadar ilahi, atau tulisan pena qudrah ilahi, maka berarti menurutmu setiap atom yang bekerja itu memiliki mata lebar yang bisa melihat semua bagian tubuhmu. Ia bisa menyaksikan segala entitas yang terkait dengannya, mengetahui masa lalu dan masa depanmu, serta mengenali asal-usulmu, ayahmu, nenek moyangmu, serta keturunan dan cucu-cucumu. Selain itu, ia mengetahui asal-muasal unsurmu dan perbendaharaan rezekimu. Dengan demikian, atom tersebut memiliki akal yang hebat.Wahai yang mencampakkan akalnya dalam persoalan-persoalan semacam ini, bukankah menisbatkan pengetahuan, perasaan, dan akal―yang memuat seribu orang seperti Plato―kepada atom di akal orang yang tidak memilikinya seperti dirimu merupakan khurafat dan kebodohan yang amat sangat?
Kemustahilan Kedua Wahai manusia! Tubuhmu seperti istana besar yang memiliki seribu kubah. Pada setiap kubahnya ada bebatuan yang saling berkaitan dan berhubungan dalam sebuah bangunan rapi tanpa tiang. Bahkan, tubuhmu ribuan kali lebih menakjubkan dari istana tersebut. Sebab, istana tubuhmu senantiasa diperbaharui dengan keteraturan dan keindahan yang sempurna.Jika kita memperhatikan ruh, kalbu, dan berbagai perangkat halus yang dibawanya sebagai sebuah mukjizat tersendiri, lalu kita merenungkan dan mencermati sebuah organ saja dari banyak organ yang ada di tubuhmu, kita akan menyaksikannya serupa dengan rumah yang memiliki kubah. Atom-atom yang terdapat di dalamnya saling bekerjasama, saling berpautan dengan sangat teratur dan seimbang seperti bebatuan yang terdapat di kubah-kubah itu, lalu membentuk sebuah bangunan istimewa, kreasi yang indah dan menakjubkan, serta memperlihatkan salah satu mukjizat Tuhan yang mengagumkan. Contohnya adalah mata dan lisan.
Seandainya atom-atom tersebut bukan merupakan pegawai suruhan yang tunduk kepada perintah Sang Maha Pencipta, pastilah setiap atom tersebut berkuasa penuh terhadap atom-atom lainnya yang terdapat di tubuh sekaligus dikuasai secara penuh pula. Juga, ia tentu mempunyai sifat-sifat mulia yang hanya dimiliki oleh Allah, serta akan terikat dan bebas secara total dalam waktu yang sama.Sebuah ciptaan teratur dan terkoordinir yang pasti merupakan salah satu tanda kekuasaan Dzat Yang Maha Esa mustahil untuk dinisbatkan kepada atom-atom yang tak terhingga itu. Tentu saja hal tersebut hanya bisa ditangkap oleh mereka yang mempunyai akal pikiran.
Kemustahilan Ketiga Jika wujudmu ini tidak ditulis dengan pena Dzat Yang Maha Esa, Kuasa, dan Azali, tetapi dibentuk oleh alam dan aneka sebab, pastilah ada cetakan alam sebanyak ribuan konstruksi yang teratur dan bekerja di tubuhmu yang tak terhitung jumlahnya, mulai dari sel yang paling kecil sampai organ yang paling luas yang bekerja di dalamnya.
Untuk memahami kemustahilan di atas, kita jadikan buku yang ada di hadapan kita ini sebagai contohnya. Jika menurutmu buku ini disalin dengan tangan, maka untuk menyalinnya cukup diperlukan satu pena saja yang digerakkan oleh pengetahuan penulisnya guna ditulis semaunya. Tetapi, kalau menurutmu ia tidak disalin dengan tangan dan bukan hasil kreasi pena si penulis, melainkan terbentuk dengan sendirinya atau dihasilkan oleh alam, berarti setiap hurufnya memiliki pena tersendiri. Jumlah pena yang ada sama dengan jumlah huruf tersebut. Dengan kata lain, harus ada pena sebanyak hurufnya sebagai ganti dari sebuah pena yang dipakai untuk menyalinnya. Juga, bisa jadi dalam huruf-huruf tersebut terdapat sejumlah huruf besar yang tertulis dengan tulisan kecil dalam satu halaman penuh. Dengan begitu, untuk menuliskan huruf-huruf besar tersebut harus ada ribuan pena kecil. Nah, bagaimana seandainya huruf-huruf tadi saling berbaur secara teratur dengan bentuk seperti tubuhmu? Tentulah setiap bagian dari masing-masing daerah mempunyai cetakan sebanyak konstruksi tersebut yang tak terhitung jumlahnya.
Jika kondisi yang sangat mustahil ini engkau katakan mungkin, berarti untuk membuat pena-pena itu berikut proses kerja cetakan dan huruf-hurufnya diperlukan pena, cetakan, dan huruf dengan jumlah yang sama untuk dituangkan ke dalamnya. Sebab, semuanya terbuat dan tercipta secara rapi, serta membutuhkan adanya kreator untuk membuat dan mengadakannya. Demikian seterusnya tanpa akhir. Dari uraian tersebut, engkau bisa memahami cacatnya pemikiran di atas, di mana ia mengandung banyak kemustahilan dan khurafat sebanding dengan jumlah atom yang ada di tubuhmu.
Wahai pembangkang yang keras kepala! Sadarlah dan tinggalkan kesesatan yang memalukan ini!
Jalan Ketiga:
Tuntutan Alam.
Ungkapan bahwa segala sesuatu ada karena tuntutan alam mengandung banyak sekali kemustahilan.
Sekadar contoh, kami akan menyebutkan tiga saja darinya sebagai berikut:
Kemustahilan Pertama Kreasi dan penciptaan yang dilandasi oleh pengetahuan dan kebijaksanaan seperti tampak pada seluruh entitas secara jelas, terutama pada makhluk hidup, jika tidak dinisbatkan kepada pena “Qadar Ilahi” dan Qudrah-Nya yang bersifat mutlak, lalu dinisbatkan kepada “alam” yang buta, tuli, dan bodoh, serta dinisbatkan kepada “sebuah kekuatan”, berarti untuk mencipta, alam harus menghadirkan ber- bagai cetakan dengan jumlah tak terbatas dalam segala sesuatu. Atau, alam harus memberikan kekuasaan yang mampu mencipta seluruh alam serta kebijaksanaan yang mengatur semua urusan.
Contohnya, tampilan matahari dan pantulan sinarnya serta kilau cahayanya yang tampak pada tetesan air yang bening, atau di atas serpihan kaca yang bertebaran di permukaan bumi, akan membuat seseorang beranggapan bahwa ia merupakan bentuk representasi dari matahari. Jika pantulan dan cahaya tersebut tidak dinisbatkan kepada matahari yang sebenarnya, berarti kita harus meyakini adanya matahari alamiah yang kecil yang memiliki sifat-sifat matahari dan benar-benar ada di dalam serpihan kaca tadi. Dengan kata lain, kita harus meyakini adanya sejumlah matahari sebanyak partikel serpihan kaca tersebut.
Dengan demikian, kita bisa mengatakan bahwa jika penciptaan seluruh entitas dan makhluk hidup tidak dinisbatkan secara langsung kepada manifestasi nama-nama Sang Mentari Azali, Allah , berarti kita meyakini keberadaan alam dan adanya kekuatan yang memiliki kekuasaan dan kehendak mutlak disamping pengetahuan dan kebijaksanaannya yang juga bersifat mutlak pada semua entitas, terutama pada makhluk hidup. Artinya, kita harus meyakini adanya sifat ketu- hanan pada segala sesuatu.Pemikiran menyimpang tersebut merupakan bentuk kemusta- hilan yang paling batil dan paling banyak mengandung khurafat. Orang yang menisbatkan ciptaan Allah yang sangat mengagumkan kepada alam yang tak memiliki perasaan, tentu saja ia terjerumus dengan pemikirannya itu ke dalam tingkatan yang lebih sesat daripada binatang.
Kemustahilan Kedua Jika seluruh entitas yang sangat teratur, terukur, sempurna, dan penuh hikmah ini tidak dinisbatkan kepada Dzat Yang Maha Berkuasa secara mutlak dan Mahabijak, tetapi dinisbatkan kepada alam, maka pada setiap genggam tanah, alam harus menyediakan pabrik dan percetakan sebanyak pabrik dan percetakan yang ada di Eropa agar segenggam tanah tersebut bisa menjadi tempat tumbuh bunga dan buah yang indah.
Sebab, segenggam tanah yang menjadi tempat tumbuh berbagai bunga itu bisa menumbuhkan sekaligus membentuk berbagai benih bunga dan buah yang diletakkan di dalamnya secara bergantian, berikut bentuknya yang beraneka ragam dan warna-warnanya yang cemerlang.
Apabila kemampuan tersebut tidak dinisbatkan kepada Dzat Pencipta Yang Maha Agung Yang berkuasa atas segala sesuatu, berarti di dalam segenggam tanah itu terdapat mesin alamiah yang khusus untuk masing-masing bunga. Jika tidak, tak mungkin berbagai bunga dan buah itu muncul ke permukaan.Sebab, benih-benih itu sama seperti sperma ataupun sel telur. Ia terdiri dari beberapa unsur yang bentuknya serupa dan sebagi- annya bercampur dengan yang lain tanpa bentuk yang jelas, yaitu hidrogen, oksigen, karbon, dan nitrogen. Sementara, udara, air, kalor, dan cahaya merupakan unsur-unsur yang tak mempunyai akal ataupun perasaan. Semuanya mengalir seperti aliran air pada segala sesuatu tanpa ada kontrol.
Jadi, pembentukan berbagai bunga dari segenggam tanah dalam bentuk yang beraneka ragam dan indah dengan sangat rapi tentu saja mengharuskan adanya banyak pabrik dan percetakan maknawi agar ia bisa memintal dan menenun “tenunan- tenunan hidup” yang tak terhingga banyaknya, serta bisa menghasilkan berbagai ukiran cemerlang.Sungguh tidak rasional pemikiran yang dikemukakan oleh kaum naturalis di atas. Pahamilah hal ini, lalu ukurlah sejauh mana kekeliruan orang-orang yang menganggap dirinya berilmu dengan mengatakan bahwa alamlah yang menciptakan segala sesuatu. Mereka menjadikan khurafat yang sama sekali tidak benar sebagai jalan mereka. Dengan demikian, mereka pantas diejek dan dihinakan.
Barangkali ada yang bertanya:Memang benar, banyak sekali permasalahan dan kemustahilan ketika kita mengatakan bahwa alamlah yang menciptakan semua entitas. Namun apakah problematika ini bisa lenyap kalau kita menisbatkan proses penciptaan tersebut kepada Sang Pencipta Yang Maha Esa? Bagaimana sesuatu yang sulit dan rumit itu menjadi mudah?”
Jawaban:Sebagaimana telah diterangkan pada kemustahilan yang pertama, manifestasi dan pantulan matahari menampakkan dirinya secara sangat mudah pada seluruh benda, mulai dari benda padat yang sangat kecil—seperti serpihan kacahingga permukaan laut yang luas. Matahari menampakkan jejak dan pengaruhnya pada segala sesuatu secara sangat gampang. Seandainya semua pantulan tadi tidak dinisbatkan kepada matahari, berarti ada wujud matahari hakiki pada setiap atom. Tentu saja ini tidak bisa diterima oleh akal. Bahkan, hal ini sangat mustahil dan tidak mungkin.
Sama seperti di atas, menisbatkan penciptaan semua entitas secara langsung kepada Tuhan Yang Maha Esa sangat bisa diterima bahkan merupakan sesuatu yang wajib (mutlak). Kita bisa menghubungkan setiap entitas kepada-Nya secara mudah. Yaitu lewat penisbatan dan lewat manifestasi.
Sebaliknya, jika penisbatan itu dipu- tuskan, lalu pengabdian, penugasan, dan kepatuhan berubah menjadi pembangkangan, kemudian setiap entitas dibiarkan bebas pergi sesukanya, atau ia dinisbatkan kepada alam, maka akan timbul ratusan ribu persoalan yang sulit diterima hingga sampai ke tingkat mustahil. Contohnya pada penciptaan lalat kecil di mana “alam buta” yang berkuasa penuh di dalamnya harus memiliki kemampuan untuk menciptakan seluruh alam disamping harus memiliki kebijaksanaan luas untuk bisa mengelolanya. Sebab, meskipun kecil, lalat tersebut merupakan makhluk luar biasa yang memuat sebagian besar komposisi alam. Ia laksana indeks ringkas bagi alam semesta.Ini bukan satu-satunya kemustahilan yang ada. Tetapi masih ada seribu satu kemustahilan lainnya.
Kesimpulan:Sebagaimana tidak mungkin dan mustahil ada sekutu bagi Allah, sebagai Sang Wajibul Wujud, dalam uluhiyah-Nya, demikian pula mustahil ada yang ikut campur dalam rububiyah-Nya atau ikut serta dalam mencipta sesuatu.
Adapun berbagai kerumitan yang terdapat pada ‘kemustahilan kedua’ seperti yang kami tegaskan dalam berbagai risalah adalah bahwa jika penciptaan seluruh makhluk dinisbatkan kepada Dzat Yang Maha Esa, maka penciptaan tersebut berjalan secara mudah seperti mudahnya penciptaan sebuah entitas. Sementara jika penciptaan tersebut dinisbatkan kepada sebab-sebab materi dan kepada alam, maka proses penciptaan sebuah entitas sekalipun menjadi sulit dan rumit seperti proses penciptaan semua entitas. Karena semua itu telah kami tegaskan dengan berbagai bukti yang kuat, di sini kami hanya akan mengetengahkan sebuah bukti ringkas, yaitu:
Jika seseorang berafiliasi dengan sultan karena posisinya sebagai prajurit atau pejabat pemerintah, maka ia jauh lebih bisa melaksanakan semua urusan dan tugasnya daripada kalau hanya bersandar pada kemampuannya sendiri. Sebab, ada kekuatan yang muncul dari afiliasinya dengan sultan. Contohnya, ia bisa menawan seorang pem- impin besar atas nama sultan tadi, meskipun ia hanyalah seorang prajurit. Ketika melakukan tugas, yang membawa segala perlengkapan dan peralatan adalah beberapa unit pasukan. Jadi, bukan ia seorang diri dan tidak harus ia yang membawanya. Semua itu terwujud berkat afiliasinya dengan sultan. Karena itu, ia bisa melakukan pekerjaan- pekerjaan luar biasa seperti pekerjaan seorang sultan besar. Ia juga mempunyai pengaruh dan kekuatan yang tidak seperti biasanya seperti kekuatan pasukan besar meskipun ia hanya seorang diri.
Dengan tugas dan jabatan tersebut, “semut” mampu menghancurkan istana Fir’aun, serta dengan adanya afiliasi tersebut “nyamuk” bisa membinasakan Namrud. Selain itu, dengan adanya hubungan tersebut, benih pohon pinus yang serupa dengan benih gandum bisa menumbuhkan semua perangkat pohon pinus yang besar.(*[2])
Seandainya hubungan tadi terputus, atau ia diberhentikan dari tugasnya, maka ia harus memikul sendiri semua pekerjaannya yang berat dan ia pun hanya akan bisa melakukan pekerjaan-pekerjaan yang sesuai dengan kekuatannya yang minim dan terbatas, serta sesuai dengan volume perangkat dan peralatan sederhana yang ada padanya. Apabila ia diminta untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan yang tadinya bisa dikerjakan dengan mudah seperti dalam kondisi pertama, ia akan segera menampakkan ketidakberdayaannya, kecuali kalau ia mampu memikul kekuatan seluruh pasukan dan semua peralatan perang negara. Orang yang mengkhayalkan hal ini serta terbang di angkasa khurafat tersebut, akan tertunduk malu oleh ucapannya sendiri.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa menyerahkan urusan semua entitas dan menghubungkannya kepada Sang Wajibul wujud (Allah ) mengandung kemudahan yang bersifat wajib. Sementara, menyandarkan proses penciptaan kepada alam adalah sesuatu yang sulit untuk diterima, bahkan sampai ke tingkat tidak mungkin dan mustahil.
Kemustahilan Ketiga Kami akan menjelaskan hal ini dengan dua contoh yang telah kami jelaskan dalam beberapa risalah, yaitu:
1. Orang Dusun Masuk Istana Orang dusun yang polos masuk ke dalam sebuah istana yang besar, yang indah, yang gemerlap oleh berbagai dekorasinya, yang megah oleh berbagai perangkat modern mengagumkan di dalamnya, dibangun di padang pasir yang sepi dan buas. Ia menuju ke istana tersebut, lalu mengelilingi setiap sisinya, dan terkagum-kagum oleh keindahan bangunannya, berbagai ukiran yang terdapat di dindingnya, dan kesempurnaan bentuknya. Karena sangat polos dan sangat dungu, ia menganggap pastilah salah satu barang yang ada di istana itulah yang membuat seluruh isi bangunan tanpa campur tangan orang luar. Apa pun yang dia lihat dianggapnya sebagai pencipta yang menciptakan istana megah tersebut.
Kakinya melangkah menuju salah satu sisi istana, dan tiba-tiba di situ ia menemukan sebuah buku acuan berisi rancangan rinci proses pembangunan istana. Selain itu, dituliskan pula di dalam- nya penjelasan mengenai benda-benda di dalamnya berikut aturan pengelolaannya. Meskipun buku tadi hanya semacam daftar isidi mana ia tidak ikut membangun dan memperindah istana, sebab tidak memiliki tangan untuk bekerja atau mata untuk melihat—tetapi hanya mempunyai kaitan dengannya, sesuai dengan isinya, serta sejalan dengan cara kerjanya—karena memang merupakan perlambang sunnatullah yang bersifat ilmiah—namun orang dusun itu kemudian berkata, “Buku inilah yang telah membangun, menyusun, dan mem- buat istana tersebut dengan indah. Dialah yang telah menghadirkan semua isi istana sekaligus mengaturnya secara rapi.” Dari pernyataan ini tampak dengan jelas betapa bodohnya orang dusun tadi.
Sama dengan contoh itu, ada yang masuk ke istana alam yang besar ini, yang jauh lebih teratur, lebih rapi, lebih indah, dan lebih megah daripada istana kecil di atas yang sebetulnya tidak bisa di- bandingkan dengannya. Setiap sisi-sisi alam menampakkan berbagai mukjizat mencengangkan dan hikmah yang istimewa. Ya, salah seorang naturalis-ateis yang mengingkari keberadaan Tuhan masuk ke dalam istana alam ini. Belum apa-apa ia langsung berpaling dari tanda-tanda ciptaan Allah yang bertebaran di hadapannya. Lalu ia mulai mencari sebab yang menciptakan alam di antara para makhluk. Ia pun menyaksikan berbagai aturan sunnatullah dan daftar penciptaan Tuhan yang secara sangat keliru disebut dengan “hukum alam” atau hukum kausalitas. Hukum alam tersebut laksana lembaran buku ca- tatan “perubahan dan pergantian” bagi qudrah ilahi.
Ia juga laksana lembaran “penghapusan dan penetapan” bagi qadar ilahi. Namun orang tersebut malah berkata: “Karena semua entitas membutuhkan adanya sebab yang mencipta, sementara yang paling terkait erat dengannya hanyalah buku catatan (lembaran) tadi, maka aku berkesimpulan bahwa buku itulah yang menciptakan semua entitas. Sebab, aku tidak percaya kepada Tuhan Pencipta Yang Maha Agung.” Padahal, secara jujur, akal manusia sangat menolak kalau semua pengaturan Tuhan yang bersifat mutlak dinisbatkan kepada “buku” yang buta, tuli, dan lemah itu.
Kami tegaskan, “Wahai orang yang lebih bodoh dari si Pandir, angkatlah kepalamu dari bawah kubangan alam agar engkau bisa melihat Pencipta Agung di mana semua entitas, dari atom hingga planet, dengan bahasa yang berbeda-beda, menjadi saksi atas-Nya. Lihatlah manifestasi Sang Pencipta Agung yang telah membangun istana alam yang megah ini, serta telah menuliskan rancangan, rencana, dan semua aturan-Nya pada “buku” tersebut. Dengarkan pesan al-Qur’an dan selamatkan dirimu dari igauan yang hina itu.
2. Orang Primitif Masuk Barak Militer atau Masjid Seseorang yang sama sekali tak mengenal budaya dan peradaban masuk ke tengah-tengah kampung militer besar. Ia tercengang tatkala melihat berbagai latihan yang dengan sangat teratur dan penuh disiplin dilakukan oleh para prajurit di kampung tersebut. Gerakan mereka yang seragam itu tampak seolah-olah seperti satu gerakan. Semua prajurit secara serempak bergerak dengan gerakan salah seorang di antara mereka dan mereka juga diam dengan diamnya ia. Lalu semua prajurit melepaskan tembakan segera setelah orang tadi mengeluarkan perintah. Orang yang tak mengenal budaya dan peradaban itu pun terheran-heran melihatnya. Akalnya yang polos tak mampu memahami bagaimana mungkin kepemimpinan seorang panglima dipatuhi sedemikian rupa dan dilaksanakan secara rapi. Lalu ia mengasumsikan adanya seutas tali yang mengikat masing-masing prajurit.
Kemudian ia mulai merenungkan kehebatan tali yang diasumsikan tadi sehingga ia pun bertambah heran dan bingung. Lalu Ia pergi.Selanjutnya pada hari jumat ia masuk ke sebuah masjid besar seperti Hagia Sophia(*[3]) . Di sana ia menyaksikan begitu banyak orang yang shalat di belakang imam. Orang-orang itu berdiri, duduk, sujud, dan ruku mengikuti gerakan dan seruan seorang imam. Karena orang tadi sama sekali tidak mengetahui tentang syariat Tuhan serta tidak mengetahui aturan yang ada di balik perintah-Nya, ia berasumsi bahwa kelompok orang yang shalat tadi saling diikat dengan tali. Tali itulah yang mengatur gerakan mereka. Serta, tali itu pula yang membuat mereka bergerak dan diam. Demikianlah. Ia pun pergi dengan pikiran dan anggapan keliru yang nyaris menjadi bahan ejekan dan tertawaan, bahkan oleh orang yang paling kejam dan buas.
Sama dengan perumpamaan di atas, seorang ateis datang ke dunia yang merupakan markas besar para prajurit Sultan Yang Mulia sekaligus merupakan masjid yang teratur milik Dzat Azali yang disembah. Orang ateis tersebut datang dengan membawa paham naturalismenya. Ia menganggap “hukum-hukum abstrak” yang tanda-tandanya tampak pada ikatan keteraturan alam dan bersumber dari hikmah kebijaksanaan Tuhan sebagai hukum-hukum materi. Maka, dalam melakukan berbagai penelitian ia pun berinteraksi dengan hukum-hukum tadi sebagaimana berinteraksi dengan materi dan benda-benda mati. Ia menganggap hukum-hukum rububiyah Tuhan yang merupakan hukum dan aturan syariat alam milik Tuhan yang bersifat abstrak dan hanya ada dalam wujud pengetahuan se- bagai entitas dan benda.Ia memosisikan hukum-hukum yang bersumber dari ilmu ilahi dan kalam rabbani itu seperti qudrah ilahi yang bisa mencipta. Lalu semua itu disebutnya dengan “hukum alam” seraya menganggap kekuatan yang merupakan salah satu wujud manifestasi qudrah ilahi sebagai pemilik kekuasaan penuh. Hal ini merupakan kebodohan yang seribu kali lebih dahsyat daripada contoh di atas!
Kesimpulan Jika “hukum alam” yang menjadi sandaran kaum naturalis itu memiliki wujud hakiki yang tampak secara lahiri, maka sesungguh- nya wujud tersebut hanyalah ciptaan, bukan pencipta. Ia hanyalah ukiran, bukan si pengukir. Ia hanyalah kumpulan hukum, bukan si pembuat hukum. Ia hanyalah syariat alamiah, bukan si pembuat sya- riat. Ia hanyalah tirai yang tercipta, bukan si pencipta. Ia hanyalah objek, bukan pelaku. Ia hanyalah kumpulan aturan, bukan si pembuat aturan. Serta, ia hanyalah penggaris, bukan sosok yang menggaris.
Karena entitas benar-benar ada, sementara akal kita hanya mampu memahami empat jalan untuk sampai kepada munculnya entitas tersebut sebagaimana hal itu telah kami jelaskan dalam pendahuluan, lalu karena kita juga telah membuktikan kebatilan tiga jalan di antaranya yaitu dengan penjelasan mengenai tiga kemustahilan yang tampak secara nyata dari setiap jalan tadi, maka kita harus mempercayai dengan seyakin-yakinnya bahwa yang benar adalah jalan keempat. Yaitu jalan keesaan Tuhan di mana al-Qur’an mengatakan:“Para rasul itu berkata, Apa ada keraguan tentang Allah, Dzat Pencipta langit dan bumi.” (QS. Ibrâhîm [14]: 10).Ayat tersebut dengan tegas menjelaskan eksistensi Sang Wajibul wujud (Allah ), uluhiyah-Nya yang menguasai alam, kemunculan segala sesuatu yang berasal dari kekuasaan-Nya, serta kunci-kunci langit dan bumi yang berada di tangan-Nya.
Wahai para penyembah sebab dan hukum alam! Selama karakter segala sesuatu adalah makhluk karena ia bersifat baru dan ada tanda padanya bahwa ia tercipta, serta sebab keberadaan sesuatu yang tampak secara lahiriah juga sama-sama makhluk dan bersifat baru. Selain itu, selama keberadaan segala sesuatu membutuhkan berbagai sarana, perangkat, dan peralatan yang sangat banyak, maka pastilah ada Dzat Yang Maha Berkuasa secara mutlak yang menciptakan karakter tersebut pada sesuatu berikut se- babnya. Di samping itu, Dzat Yang Maha Berkuasa mutlak tersebut sama sekali tidak membutuhkan sesuatu sehingga tidak ada sekutu yang ikutserta dalam proses penciptaan dan rububiyah-Nya.Sungguh tidak ada sekutu bagi-Nya. Dialah Dzat yang mencipta sebab dan akibatnya sekaligus secara langsung. Lalu Dia letakkan di antara sebab dan akibat tadi proses kausalitas yang tampak secara lahiriah dengan terangkai dalam bentuk yang rapi. Dia jadikan sebab-sebab dan hukum alam tersebut sebagai tirai yang menutupi tangan qudrah-Nya yang mulia, hijab bagi kemuliaan dan kebesaran-Nya, sekaligus agar kemuliaan-Nya tetap bersih dan suci.
Kemudian Dia menjadikan sebab-sebab itu sebagai objek keluhan manusia ketika berbagai kekurangan dan kezaliman lahiriah tampak pada segala sesuatu. Mana yang lebih mudah untuk dipahami dan lebih masuk akal; tukang jam yang membuat perangkat dan roda gigi jam, lalu mengaturnya sesuai dengan susunan roda giginya, serta menyeimbangkan gerakan jarum-jarumnya secara sangat cermat. Atau, tukang jam membuat sebuah mesin istimewa di dalam roda gigi, jarum-jarum, dan berbagai perangkat jam tadi, lalu ia serahkan urusan pembuatan jam tersebut pada benda itu? Bukankah ini omong kosong dan mustahil? Ajaklah akalmu berbicara dan putuskanlah sendiri.
Mana yang lebih mudah; apakah seorang penulis menyediakan pena, tinta, dan kertas, lalu menulis sebuah buku. Atau, sang penulis membuat mesin percetakan khusus untuk buku tersebut yang tentu saja lebih rumit dari buku itu sendiri lalu ia biarkan mesin percetakan tersebut menulis dengan berkata, “Ayo, mulailah menulis buku” tanpa ada campur tangan sebelumnya? Bukankah hal semacam ini sulit diterima oleh akal serta jauh lebih rumit ketimbang penulisan itu sendiri?
Barangkali engkau berkata: Pengadaan mesin percetakan untuk mencetak buku tadi memang lebih rumit dan pelik daripada menulis buku itu secara langsung, namun mesin percetakan itu bisa meng- hasilkan ribuan salinan buku dalam waktu yang singkat. Artinya, alat ini adalah sarana yang memudahkan.
Tanggapan atas pernyataan di atas adalah sebagai berikut:Dengan qudrah-Nya yang bersifat mutlak, lewat pemunculan manifestasi nama-nama-Nya pada setiap saat, serta lewat penampakan-Nya dalam bentuk yang beraneka ragam, Sang Pencipta telah menciptakan karakter masing-masing. Dengan begitu, sebuah makhluk tidak akan sama persis dengan makhluk lainnya. Itulah buku dan tulisan Ilahi.Ya, agar setiap makhluk bisa memenuhi makna keberadaannya, ia harus memiliki ciri dan karakter yang menjadi identitasnya sekaligus membedakannya dengan yang lain.
Perhatikan dan cermatilah wajah manusia. Engkau akan melihat banyak tanda pembeda yang terkumpul pada wajah kecil itu di mana tanda-tanda tersebut membedakannya dari semua wajah lainnya sejak zaman Nabi Adam sampai saat ini, dan bahkan selamanya. Padahal substansi mereka sama-sama manusia. Ini sangat jelas dan tak bisa dibantah.
Tanda yang terdapat pada setiap wajah (identikit) merupakan buku yang khusus menjadi milik wajah tersebut. Ia merupakan buku yang berbeda dari lainnya. Karena itu, untuk mengeluarkan buku khusus tersebut serta untuk menyusun dan mengaturnya, diperlukan kumpulan semua huruf abjad dengan ukuran yang tepat, juga untuk mencetak semua huruf itu pada posisinya dibutuhkan papan pencetak sehingga dengan demikian akan tercipta sebuah bentuk wajah spesifik yang berbeda dengan bentuk wajah lainnya.
Dalam hal ini, tentu saja harus disediakan bahan-bahan penciptaan yang khusus. Lalu ia diletakkan pada tempat-tempatnya. Kemudian dimasukkanlah semua unsur yang diperlukan untuk membentuk wajah itu. Semuanya pasti membutuhkan pabrik atau percetakan sendiri yang khusus untuk masing-masing wajah.Bahan-bahan yang terdapat di tubuh setiap makhluk hidup ratusan kali lebih rumit daripada bahan-bahan percetakan berikut penyusunannya. Penyediaan bahan-bahan tersebut dari seluruh pen- juru alam dengan perhitungan tertentu dan ukuran yang cermat, lalu penyusunannya sesuai kebutuhan, kemudian diserahkan ke “percetakan”, semua rangkaian proses yang panjang ini tentu saja pertama-tama membutuhkan unsur yang menghadirkan “percetakan” tersebut. Ia tidak lain adalah kekuasaan dan kehendak Sang Pencipta Yang Mahakuasa. Dengan demikian, membayangkan alam sebagai mesin percetakan merupakan khurafat belaka yang sama sekali tidak benar.
Sama dengan contoh tentang jam dan buku di atas, Allah Sang Pencipta Yang agung dan Maha Berkuasa atas segala sesuatu itulah yang menciptakan segala sebab-akibat. Dialah yang mengaitkan antara sebab dan akibat lewat hikmah-Nya. Dia menentukan karakter alamiah sesuatu dengan kehendak-Nya untuk kemudian dijadikan cermin yang memantulkan wujud manifestasi syariat alamiah agung yang menjadi landasan alam. Selain itu, ia merupakan sunnatullah yang khusus berlaku untuk pengaturan urusan alam. Lewat kekuasaan-Nya, Dia menciptakan “hukum alam” yang menjadi landasan alam nyata. Selanjutnya Dia menciptakan segala entitas berdasarkan hukum alam tadi sekaligus mencampurkan antara keduanya dengan hikmah-Nya yang sempurna. Sekarang kita kembalikan persoalan tersebut kepada objek- tivitas akalmu agar bisa melihat mana yang lebih rasional dan lebih mudah diyakini? Apakah kenyataan logis di atas yang bersumber dari berbagai bukti yang menyakinkan? Atau, mempersembahkan berbagai perangkat yang dibutuhkan entitas lain, dan menyandar- kan semua pekerjaan yang didasari oleh hikmah dan pengetahuan kepada entitas itu sendiri? Dengan kata lain, engkau menisbatkannya kepada apa yang kalian sebut dengan “hukum alam” dan berbagai sebab-sebab materi yang merupakan benda mati tak berperasaan dan juga sama-sama makhluk? Bukankah ini merupakan khurafat yang sama sekali tidak rasional?
Lalu si penyembah alam yang ingkar itu pun menjawab,
“Karena engkau mengajakku untuk berkata jujur, maka aku mengakui bahwa pandangan sesat yang kami yakini sangat tidak logis, berbahaya, dan sangat rusak. Orang yang berakal pasti mampu menangkap logika dan analisa ilmiahmu yang didasarkan pada bukti-bukti tadi bahwa menisbatkan proses penciptaan kepada sebab-sebab materi dan hukum alam merupakan sesuatu yang sangat mustahil. Bahkan merupakan sebuah keharusan dan kemestian bagi akal untuk menyandarkan segala sesuatu secara langsung kepada Sang Wajibul wujud, Allah. Segala puji bagi Allah yang telah menunjukkanku kepada keyakinan ini.
Namun masih tersisa sedikit keraguan dalam benakku. Yaitu aku percaya kepada Allah sebagai Rabb dan bahwa Dia merupakan Pencipta segala sesuatu. Tetapi aku lalu bertanya-tanya, “Apakah akan membahayakan serta mengurangi keagungan dan kekuasaan Allah kalau kita juga menghormati dan menyanjung berbagai sebab atau sarana karena ia telah mewujudkan berbagai hal kecil yang sepele?”
Jawaban: Sebagaimana telah kami jelaskan secara tegas pada beberapa risalah bahwa konsekuansi kekuasaan menolak adanya campur tangan pihak lain. Bahkan, penguasa dalam tingkatan terendah atau petugas biasa sekalipun tidak mau kalau kekuasaannya dicampuri oleh orang lain, meskipun oleh anaknya sendiri. Lebih dari itu, ketika diduga ikut campur dalam kekuasaan mereka, beberapa penguasa telah tega membunuh anak mereka sendiri padahal mereka termasuk penguasa yang bertakwa dan saleh. Dari sini kita memahami betapa penolakan terhadap adanya campur tangan dalam kebijakan merupakan prinsip baku. Ia berlaku pada segala sesuatu, mulai dari dua orang yang bertengkar karena memperebutkan kekuasaan atas sesuatu yang sepele, sampai kepada dua orang penguasa yang saling berselisih karena ingin menjadi penguasa utama atas sebuah negeri. Di samping itu, independensi atas sebuah kekuasaan menolak adanya keterlibatan pihak lain. Hal ini secara tegas dibuktikan oleh sejarah panjang perjalanan umat manusia berikut berbagai dampaknya berupa berbagai kekacauan, pembunuhan, dan pengusiran.
Manusia yang tak mampu mengurus dirinya sendiri sangat membutuhkan bantuan orang lain, serta kekuasaan dan kepemimp- inannya hanya seperti bayangan suram, namun tetap menolak adanya campur tangan pihak lain, tidak menerima sekutu dalam kekuasaan- nya, dan sangat menjaga independensinya dalam kedudukannya se- cara fanatis. Rengungkanlah hal itu, kemudian lihatlah Sang Penguasa Mutlak yang sedang bersemayam di atas singgasana rububiyah-Nya, Sang Pemberi perintah mutlak yang berkuasa dengan Uluhiyah-Nya, Dzat Yang Independen secara mutlak dengan keesaan-Nya, serta Dzat Yang Mahakaya dengan kemampuan mutlak-Nya. Itulah Allah; Tuhan kita Yang Mahaagung.Betapa penolakan terhadap adanya campur tangan dan keterlibatan pihak lain dalam kekuasaan merupakan keharusan dan keniscayaan bagi-Nya! Bandingkan kekuasaan manusia yang terbatas dan lemah, dengan kekuasaan Allah yang mutlak dan sempurna.
Adapun bagian kedua dari keraguan yang kau lontarkan adalah: Apakah sikap menghamba kepada sebagian sebab dalam hal-hal yang parsial akan mengurangi ketundukan dan penghambaan seluruh makhluk–mulai dari atom hingga planet di angkasa–yang tertuju kepada Allah Yang Mahakuasa?
Jawaban: Allah Sang Pencipta Yang Mahabijak telah menciptakan alam ini laksana sebuah pohon. Lalu Dia menjadikan para makhluk yang memiliki kesadaran sebagai buah sempurna dari pohon tersebut. Dia menjadikan manusia sebagai buah yang paling kompherensif di antara makhluk-Nya. Dia menjadikan syukur dan ibadah sebagai buah kehidupan manusia yang paling mulia. Bahkan, keduanya merupa- kan hasil dan tujuan penciptaannya.Mungkinkah Sang Penguasa Mutlak, Pemberi perintah Yang Tunggal, dan Dzat Yang Maha Esa yang telah menciptakan alam semesta untuk memperkenalkan Uluhiyah-Nya dan membuat Rububiyah-Nya dicintai, menyerahkan urusan manusia yang merupakan buah alam semesta kepada sebab-sebab yang ada, serta menyerahkan syukur dan ibadah yang merupakan buah kehidupan manusia kepa- da orang lain? Mungkinkah Allah membiarkan hasil penciptaan dan buah alam itu sia-sia begitu saja di mana hal tersebut bertentangan dengan hikmah-Nya? Sama sekali tidak mungkin. Mahasuci Allah dari apa yang mereka persekutukan.Lalu apakah Allah akan menerima sesuatu yang menyalahi hikmah dan Rububiyah-Nya dengan menjadikan sebagian sebab sebagai tujuan pengabdian makhluk? Padahal Dia telah memperk- enalkan diri-Nya sekaligus membuat semua makhluk mencintai-Nya dengan segala sikap dan kelembutan-Nya di alam ini. Lebih dari itu, bagaimana mungkin Allah akan membiarkan makhluk yang paling Dia cintai, paling sempurna dalam beribadah, dalam bersyukur, dan dalam memberikan pujian, kepada selain-Nya? Bagaimana mungkin Allah mengizinkan para makhluk untuk melupakan diri-Nya setelah dengan segala perbuatannya, Dia menampakkan tujuan-tujuan-Nya yang mulia di alam ini, yaitu mengenal, lalu mengabdi kepada-Nya? Sungguh hal itu tidak benar. Mahasuci Allah dari apa yang mereka katakan.
Wahai teman yang telah meninggalkan paham naturalisme, bagaimana pendapatmu mengenai penjelasan yang baru saja kau dengar?Dia menjawab dengan berkata, “Segala puji bagi Allah yang telah memudahkan aku untuk mendapatkan jawaban atas dua keraguan di atas. Engkau telah memperlihatkan padaku dua dalil yang sangat kuat dan tak bisa dibantah mengenai keesaan Allah, Sesembahan Yang Haq, dan satu-satunya Dzat yang layak disembah. Cahaya matahari dan siang hanya bisa diingkari oleh orang sombong dan keras kepala.”
Penutup
Setelah meninggalkan semua pemikiran dan pandangannya, lalu masuk ke dalam wilayah iman dengan pandangan keimanan yang baru, sosok naturalis itu berkata, “Segala puji bagi Allah, Aku bersaksi bahwa semua keraguanku telah lenyap. Namun, aku memiliki beberapa pertanyaan yang menarik perhatianku.”
Pertanyaan Pertama:Apa yang Allah butuhkan dari ibadah kita? Kami mendengar dari banyak orang yang malas beribadah, khususnya mereka yang meninggalkan shalat, di mana mereka bertanya, “Apa yang Allah butuhkan dari ibadah kita sampai-sampai dalam al-Qur’an Dia mewajibkannya secara keras kepada kita sekaligus mengancam kita dengan siksaan yang pedih di neraka jahannam? Bagaimana hal ini cocok dengan gaya bahasa al-Qur’an yang istikamah dan adil, sehingga memberikan ancaman keras terhadap kesalahan kecil semacam ini?”
Jawaban:Benar, Allah sama sekali tidak membutuhkan ibadahmu, wahai manusia. Bahkan, sedikit pun Dia tidak membutuhkan apa-apa. Namun engkaulah yang butuh dan perlu kepada ibadah. Pada hakikatnya engkau sakit, sementara ibadah merupakan balsam mujarab yang bisa menyembuhkan luka-luka jiwamu. Hal ini telah kami tegaskan dalam beberapa risalah.Bagaimana menurutmu seandainya ada seorang pasien yang ketika diobati oleh dokter yang sangat belas kasih dan penuh perhatian yang terus memintanya untuk meminum obat yang bisa mengobati penyakitnya, namun si pasien tadi malah berkata, “Apa perlumu kepada obat itu hingga terus-menerus menyuruhku untuk meminumnya?” Bukankah dari sini kita bisa mengetahui betapa bodohnya cara berpikir si pasien tadi?
Adapun peringatan dan ancaman keras al-Qur’an terhadap ditinggalkannya ibadah, hal itu dapat ditafsirkan sebagai berikut:Seorang penguasa akan menghukum orang yang melakukan sebuah tindakan kriminalitas yang terkait dengan hak-hak orang lain dengan hukuman yang berat demi untuk menjaga hak-hak rakyatnya.
Demikian pula dengan Sang Penguasa Azali dan Abadi, Dia akan menghukum orang yang meninggalkan ibadah dan shalat dengan hukuman yang berat. Sebab, orang tersebut jelas-jelas telah melanggar hak seluruh entitas yang merupakan rakyat dan makhluk-Nya sekaligus telah menzalimi mereka. Hal itu karena kesempurnaan para makhluk itu tampak dalam bentuk tasbih dan ibadah kepada Allah Sang Pencipta. Sedangkan orang yang meninggalkan ibadah tidak melihat dan tidak mengakui ibadah semua entitas tadi bahkan ia mengingkarinya. Ini tentu saja sangat merendahkan mereka (entitas) yang masing-masing merupakan goresan Tuhan dan cermin mani- festasi nama-nama Tuhan di mana mereka berada dalam posisi yang tinggi dari sisi ibadah dan tasbih. Maka, dengan sikap pengingkarannya itu, orang tadi telah merendahkan kedudukan mereka yang mulia di mana ia hanya melihat mereka sebagai sesuatu yang sia-sia belaka tanpa tugas apa-apa. Ia juga menganggap semua entitas itu sebagai sesuatu yang tidak bernilai. Dengan begitu, ia telah menghinakan dan meremehkan semua enti- tas, serta merendahkan kemuliaan dan kesempurnaan mereka.
Ya, setiap manusia melihat alam dengan kacamatanya masing- masing. Allah menciptakan manusia dalam bentuk ukuran dan timbangan bagi alam semesta. Dia telah memberikan kepadanya sebuah alam khusus selain alam ini dan menunjukkan warna alam ini sesuai dengan keyakinan kalbu manusia.
Manusia yang sedih, putus asa, dan menangis, melihat seluruh entitas menangis. Sementara manusia yang senang dan bahagia,melihat seluruh entitas tersenyum, tertawa, dan bahagia. Demikian pula dengan orang yang melakukan ibadah dan zikir dengan sungguh-sungguh, penuh perasaan dan perenungan. Ia menyingkap sebagian dari ibadah dan tasbih entitas. Bahkan, ia melihatnya sebagai sebuah fakta. Adapun orang yang meninggalkan ibadah karena lalai dan ingkar, ia membayangkan entitas secara sangat keliru sekaligus menentang hakikat kesempurnaannya. Dengan begitu, ia telah melanggar hak-haknya.
Di samping itu, orang yang meninggalkan shalat sebetulnya telah menzalimi dirinya. Sebab, dirinya itu bukan merupakan miliknya. Tetapi ia hanyalah hamba milik Tuan dan Penciptanya. Karena itu, Sang Tuan mengancam dan memberikan peringatan keras kepadanya agar ia bisa mengambil hak hamba-Nya tadi dari nafsu ammarah-nya. Selain itu, ketika ia meninggalkan ibadah yang merupakan hasil dan tujuan penciptaannya, berarti ia telah melanggar hikmah Ilahi dan kehendak Rabbani. Karenanya, atas perbuatannya itu ia dihukum dengan hukuman yang keras.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa orang yang meninggalkan ibadah sebetulnya telah menzalimi dirinya, padahal dirinya itu merupakan hamba Allah. Selain itu, ia juga telah melanggar dan menzalimi hak-hak makhluk. Ya, sebagaimana kekufuran merupakan bentuk penghinaan terhadap entitas, meninggalkan ibadah juga merupakan bentuk pengingkaran terhadap kesempurnaan makhluk dan pelanggaran terhadap hikmah ilahi. Karena itu, orang yang meninggalkan shalat layak mendapat ancaman keras dan hukuman yang berat.
Demikianlah, al-Qur’an mempergunakan gaya bahasa dalam bentuk ancaman dan peringatan untuk menggambarkan kelayakan tersebut sekaligus untuk menggambarkan hakikat yang telah disebutkan tadi. Jadi, gaya bahasa tersebut sangat tepat dan sangat sesuai dengan konteksnya sebagai wujud dari sebuah retorika.
Pertanyaan Kedua: Di mana rahasia hikmah dari kemudahan penciptaan?
Teman kita yang sudah meninggalkan paham naturalisme dan menjadi mulia dengan keimanan kepada Allah berkata, “Ketundukan mutlak segala entitas dalam setiap urusannya, dalam setiap bagiannya, serta dalam setiap tindakannya terhadap kehendak dan kekuasaan Ilahi merupakan sebuah kenyataan agung. Karena begitu agung dan luas, akal kita yang lemah ini tak mampu menjangkaunya, padahal kita menyaksikan entitas yang tak terhingga jumlahnya dan kemudahan mutlak dalam penciptaan sesuatu. Kemudahan penciptaan yang merupakan konsekuensi dari keesaan Allah tampak begitu nyata lewat berbagai bukti dan argumen kuat yang engkau kemukakan. Di samping itu, al-Qur’an telah menegaskan kemudahan mutlak tersebut secara jelas dalam beberapa ayatnya seperti:“Allah menciptakan dan membangkitkan kalian (dari dalam kubur) hanyalah seperti membangkitkan satu jiwa saja.” (QS. Luqmân [31]: 28). “Kejadian kiamat itu hanyalah seperti sekejap mata atau lebih cepat lagi.” (QS. an-Nahl [16]: 77). Semua itu menjadikan hakikat agung di atas (kemudahan penciptaan) sebagai sebuah persoalan yang sangat logis. Lalu di mana rahasia kemudahan tersebut dan apa hikmahnya?
Jawaban:Rahasia tersebut telah diterangkan secara lengkap dan meyakinkan pada “Surat Kedua Puluh” dari buku al-Maktûbât ketika menjelaskan ungkapan yang berbunyi:“Dia Maha berkuasa atas segala sesuatu” dengan penjelasan yang cukup memadai, terutama bagian lampirannya di mana penjelasannya sangat lengkap, luas, dan meyakinkan dengan didukung oleh dalil, bukti, dan argumen yang kuat.Ringkasnya sebagai berikut: Ketika penciptaan seluruh entitas dinisbatkan kepada Pencipta Yang Esa, maka proses penciptaan tersebut menjadi mudah sebagaimana proses penciptaan satu makhluk. Sementara jika ia tidak dinisbatkan kepada Pencipta Yang Esa, proses penciptaan satu makhluk pun menjadi rumit dengan tingkat kerumitan yang sama dengan penciptaan seluruh entitas. Sampai-sampai penciptaan sebuah benih pun menjadi sulit dan rumit sama seperti penciptaan pohon.
Namun jika penciptaan tadi dinisbatkan kepada Sang Pencipta yang sesungguhnya, persoalannya menjadi mudah sehingga proses penciptaan seluruh makhluk seolah seperti proses penciptaan sebuah pohon, penciptaan sebuah pohon seperti penciptaan sebuah benih, penciptaan surga seperti penciptaan musim semi, dan penciptaan musim semi seperti penciptaan sebuah bunga. Jadi, persoalannya mudah dan gampang. Di sini secara singkat kami akan menjelaskan satu atau dua dalil di antara ratusan dalil yang telah kami jelaskan secara gamblang pada risalah-risalah yang lain. Dalil-dalil itu menjelaskan berbagai rahasia dan hikmah tersembunyi di balik banyaknya entitas dan di balik kemunculannya yang berlangsung secara teratur, rapi, dan mudah.
Misalnya, kepemimpinan seratus orang prajurit oleh satu orang komandan seratus kali lebih mudah daripada kepemimpinan satu orang prajurit oleh seratus orang komandan. Ketika penyiapan sebuah pasukan berikut perlengkapan militernya dari markas yang sama, dengan aturan yang sama, dan dari pabrik yang sama, diserahkan kepada seorang panglima, hal itu akan berlangsung sangat mudah sama seperti penyiapan seorang prajurit. Sementara penyiapan seorang prajurit berikut perlengkapan militernya dari markas yang berbeda-beda dan dari pabrik yang berbeda-beda kepada banyak panglima, hal itu menjadi sangat rumit sama rumitnya dengan menyiapkan perlengkapan sebuah pasukan. Sebab, ketika itu harus ada banyak pabrik yang sebanding dengan jumlah sebuah pasukan untuk menyiapkan perlengkapan seorang prajurit saja.
Contoh lainnya adalah sebuah pohon yang dilengkapi dengan bahan-bahan penting, dengan satu akar, satu tempat, di atas satu aturan, serta menghasilkan ribuan buah, semua itu berlangsung secara mudah, seolah-olah pohon itu hanya memiliki satu buah. Sementara jika jumlah yang satu tadi digantikan oleh jumlah yang banyak serta jalur yang beraneka ragam menggantikan jalur yang satu, lalu setiap buah dilengkapi oleh bahan-bahan penting yang berasal dari tempat yang berbeda-beda, dan dari akar yang berbeda-beda, maka penciptaan satu buah itu menjadi rumit dan pelik seperti penciptaan pohon itu sendiri. Bahkan, bisa jadi penciptaan sebuah benih yang merupakan prototipe dari pohon tadi menjadi sesulit penciptaan pohon itu sendiri. Sebab, bahan-bahan penting yang dibutuhkan oleh pohon tersebut juga dibutuhkan oleh benih.
Masih ada lagi ratusan contoh semacam itu. Semuanya menjelaskan bahwa kemunculan ribuan entitas lewat satu jalur lebih gampang daripada kemunculan sebuah entitas lewat beragam jalur.
Karena hakikat ini telah kami tegaskan dalam beberapa risalah, pembaca bisa merujuk kepadanya. Hanya saja, di sini kami menjelaskan rahasia agung yang terkait dengan kemudahan tersebut ditinjau dari sisi pengetahuan (ilmu), ketentuan (qadar), dan kekuasaan (qudrah) Ilahi. Rahasia tersebut adalah sebagai berikut:
Engkau termasuk salah satu entitas. Jika engkau menyerahkan dirimu kepada Allah Yang Maha Berkuasa mutlak, ketahuilah bahwa Dia menciptakanmu lewat sebuah perintah dan kekuasaan-Nya yang bersifat mutlak dari tiada dengan hanya sekejap mata tanpa perantara. Namun, jika engkau tidak menyerahkan dirimu kepada-Nya, tetapi engkau menisbatkan dirimu kepada “hukum alam” lalu engkau serahkan dirimu pada sebab-sebab materi, maka ketika itu untuk menciptakanmu diperlukan sebuah proses yang rumit. Sebab, seluruh unsur yang ada pada dirimu berasal dari seluruh alam, ia harus dicari di seluruh pelosok alam, harus melewati penelitian yang sangat cermat, serta harus diukur secara sangat akurat.
Hal itu karena engkau merupakan ikhtisar alam yang teratur, buah pohon alam yang matang, miniatur alam semesta, dan wadah yang memuat seluruh isi alam. Karena sebab-sebab materi hanyalah bersifat membentuk dan menyusun di mana seperti yang ditegaskan oleh para ilmuwan bahwa sebab-sebab materi itu tidak bisa mengadakan sesuatu yang tidak ada dari tiada, maka ia dipaksa untuk bisa mengumpulkan semua unsur-unsur yang diperlukan tubuh organisme atau makhluk kecil dari seluruh alam.
Dari sini engkau bisa memahami kemudahan mutlak yang terdapat dalam keesaan dan tauhid, sekaligus engkau bisa menangkap kerumitan dan kepelikan yang terdapat pada syirik dan kesesatan.
Kedua, ada kemudahan mutlak pada proses penciptaan yang berasal dari sisi pengetahuan Ilahi. Penjelasannya adalah sebagai berikut:
Ketentuan Ilahi (qadar) merupakan bagian dari pengeta- huan-Nya. Qadar Ilahi tersebut menentukan ukuran segala sesuatu seolah-olah seperti sebuah cetakan yang khusus untuknya. Sehingga ukuran qadar tersebut berposisi sebagai sebuah desain dan model baginya. Ketika qudrah Ilahi menciptakannya, ia menciptakan sesuai dengan ukuran qadar tersebut secara sangat mudah.
Jika penciptaan sesuatu tadi tidak dinisbatkan kepada Dzat Yang memiliki pengetahuan yang komprehensif, mutlak, dan azali, yaitu Allah Yang Mahakuasa dan Mahaagung, maka tidak hanya ribuan persoalan yang muncul. Tetapi di samping itu, ada ratusan kemusta- hilan seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Sebab, jika ukuran qadar dan pengetahuan Ilahi tidak ada, maka harus ada ribuan cetakan materi untuk mencipta tubuh setiap makhluk.
Dari sini, engkau bisa memahami salah satu rahasia kemudahan mutlak yang terdapat dalam keesaan dan tauhid serta banyaknya kerumitan yang terdapat dalam pluralitas dan syirik. Pahamilah hakikat mulia yang dijelaskan oleh ayat:“Kejadian kiamat itu hanyalah seperti sekejap mata atau lebih cepat lagi.” (QS. an-Nahl [16]: 77).
Pertanyaan Ketiga: Apa yang dimaksud dengan pernyataan para filsuf “Segala sesuatu tidak berasal dari tiada”? Orang yang sebelumnya menentang namun sekarang telah beriman dan mendapat hidayah itu berkata, “Mengapa para filsuf yang ekstrim pada zaman sekarang ini berpendapat, “Sesuatu tidak mungkin ada dari tiada dan tidak mungkin lenyap dari ada. Sesungguhnya yang mengatur alam ini adalah penyusunan dan penguraian materi.”
Jawaban:Para filsuf tersebut tidak melihat seluruh entitas dengan cahaya dan perspektif al-Qur’an. Tetapi mereka melihatnya dengan kacamata “alam” dan “sebab”. Karenanya, keberadaan entitas berikut pembentukannya yang melalui faktor alam dan sebab-sebab materi menjadi persoalan yang rumit dan pelik sampai ke tingkat mustahil seperti yang telah kami jelaskan. Dalam menghadapi kerumitan tadi para filsuf tersebut terbagi dua:
Sebagian mereka menjadi sofis dan mencampakkan akal sehatnya yang merupakan perangkat istimewa manusia, dan terjatuh ke tingkat hewan yang paling rendah. Mereka mengingkari wujud secara umum, bahkan wujud mereka sendiri. Sebab, bagi mereka pengingkaran tersebut lebih mudah untuk diterima akal dan lebih selamat daripada menganggap “alam” dan “sebab-sebab materi” sebagai sosok yang mencipta. Mereka menyangkal keberadaan diri mereka sendiri dan keberadaan seluruh entitas. Sebagai akibatnya, mereka terjatuh pada jurang kebodohan.
Adapun kelompok yang kedua berpendapat bahwa seandainya penciptaan seluruh entitas diserahkan kepada sebab-sebab materi dan alam sebagaimana yang dinyatakan oleh kaum yang sesat, maka proses penciptaan entitas yang kecil sekalipun, seperti lalat atau benih, menyimpan banyak persoalan dan memerlukan kekuatan hebat yang tak bisa dibayangkan oleh akal. Karena itu, para filsuf tersebut terpaksa mengingkari adanya penciptaan itu sendiri. Menurut mereka, “Sesuatu tidak mungkin tercipta dari tiada.” Sebaliknya, memusnahkan sesuatu bagi mereka juga mustahil sehingga mereka menyatakan bahwa, “Yang ada tidak mungkin musnah.” Mereka pun kemudian mengkhayalkan adanya penguraian dan penyusunan materi sebagai hasil dari gerakan atom dan berbagai proses kebetulan.
Perhatikan orang-orang yang menyangka dirinya cerdas. Mereka terjerumus ke dalam kubangan kebodohan dan kedunguan. Dari sini hendaknya engkau bisa memahami bagaimana kesesatan mencampakkan manusia yang tadinya mulia ke posisi yang dihinakan semua orang!
Sekarang kita bertanya kepada mereka: Mungkinkah menyangkal proses penciptaan sesuatu oleh kekuasaan mutlak Allah yang menciptakan empat ratus ribu jenis makhluk hidup di atas permu- kaan bumi pada setiap tahunnya? Yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam hari? Yang pada setiap musim semi menumbuhkan tumbuhan dan hewan dalam bentuk yang sempurna dan penuh hikmah dalam waktu enam minggu? Bagaimana mungkin menyang- kal penciptaan seluruh entitas abstrak oleh kekuasaan Ilahi–yang rancangan dan ukurannya berada dalam koridor pengetahuan azali–sehingga dapat menciptakannya dengan mudah seperti mudahnya memperlihatkan tulisan yang tidak tampak dengan menggesekkan bahan kimia padanya? Menyangkal kekuasaan Ilahi dalam memberikan wujud lahiriah kepada entitas abstrak serta mengingkari penciptaan itu sendiri merupakan sebuah kebodohan yang amat nyata.
Karena kaum malang yang berkarakter Fir’aun dan sangat lemah itu hanya mempunyai sedikit ikhtiar sehingga tidak mampu memusnahkan sesuatu dan tidak mampu menciptakan atom atau benda apa pun dari tiada, serta karena alam dan sebab-sebab materi yang mereka sembah juga tidak dapat mencipta dari tiada, akhirnya mereka mengeluarkan sebuah pernyataan, “Materi tidak dapat di- musnahkan dan tidak dapat diciptakan.” Mereka berusaha memberlakukan kaidah batil tersebut, bahkan terhadap kekuasaan Dzat Yang Maha Berkuasa Mutlak.
Ya, Allah Yang Maha Berkuasa dan Mahaagung mempunyai dua cara dalam mencipta:Pertama: Ibda’ (mencipta dari tiada). Artinya, Allah memberikan wujud dari tiada tanpa perantara dan menghadirkan dari tiada segala yang dibutuhkan wujud tersebut serta kemudian diserahkan kepadanya.Kedua: Insya’ (membentuk dari yang ada). Artinya, Dia membentuk sebagian entitas dari unsur-unsur alam itu sendiri guna mem- perlihatkan kesempurnaan hikmah-Nya dan guna menjelaskan man- ifestasi nama-nama-Nya yang mulia. Kemudian Dia kirimkan kepada entitas tersebut atom-atom dan materi-materi yang tunduk kepada perintah-Nya dalam kaidah pemberian rezeki. Allah menundukkan semua itu untuknya agar proses pembentukan wujud tadi menjadi sempurna.
Demikianlah, Tuhan Yang Berkuasa secara mutlak mem- punyai dua cara dalam mencipta: Ibda’ (mencipta dari tiada) dan Insya’ (membentuk dari yang ada). Melenyapkan entitas dan menciptakan sesuatu yang tiada adalah persoalan yang sangat mudah bagi-Nya. Bahkan ia merupakan hukum-Nya yang berlaku umum. Orang yang mengingkari kekuasaan Tuhan yang telah menciptakan dari tiada sebanyak tiga ratus ribu jenis makhluk dengan berkata, “Dia tidak mungkin bisa menciptakan sesuatu yang tiada” tentu ia terjerumus ke dalam gelapnya ketiadaan.
Orang yang telah menanggalkan paham naturalisme dan menuju kepada jalan kebenaran itu pun kemudian berkata, “Segala puji bagi Allah yang telah memberikan taufik kepadaku untuk beriman secara sempurna, sekaligus telah menyelamatkanku dari segala ilusi dan kesesatan sehingga lenyaplah dariku semua keraguan yang ada.”
Segala puji bagi Allah atas karunia agama Islam dan kesempurnaan iman.
سُب۟حَانَكَ لَا عِل۟مَ لَنَٓا اِلَّا مَا عَلَّم۟تَنَٓا اِنَّكَ اَن۟تَ ال۟عَلٖيمُ ال۟حَكٖيمُ
- ↑ *Faktor utama mengapa risalah ini ditulis adalah karena aku merasakan adanya serangan yang sangat kuat terhadap al-Qur’an dan hakikat keimanan, pengaitan antara paham ateisme dan naturalisme, serta penggunaan khurafat dalam setiap hal yang takdipahami oleh akal mereka yang terbatas dan rusak. Serangan tersebut tentu saja menimbulkan kemarahan di dalam qalbu sehingga memancarkan lava yang tertuang dalam bentuk risalah seperti ini. Lava dan peringatan keras ini hanya tertuju kepada para ateis dan para penganut aliran batil yang menentang kebenaran tersebut. Jika tidak demikian, biasanya Risalah Nur mempergunakan ungkapan yang lemah lembut dalam bertutur kata—Penulis.
- ↑ *Ya, ketika ada afiliasi, benih tersebut menerima sebuah perintah dari qadar ilahi dan bisa melakukan pekerjaan-pekerjaan yang luar biasa. Namun,manakala afiliasi tadi terputus, penciptaan benih itu mengharuskan adanya berbagai perangkat, kekuasaan, dan kemampuan yang jauh lebih besar dari apa yang dibutuhkan dalam penciptaan pohon pinus besar. Sebab, semua bagian pohon pinus yang menyelimuti dan memperindah pegunungan, serta yang mencerminkan wujud rill bagi qudrah ilahi harus ada pada pohon maknawi yang merupakan jejak qadar di benih tersebut dengan seluruh organ dan peralatannya. Sebab, pabrik untuk mencipta pohon besar itu tersembunyi di dalam benih itu sendiri. Lalu dengan qudrah ilahi, pohon qadar yang terdapat di dlam benih itu tampak secara konkret di luar benih untuk kemudian membentuk pohon pinus besar—Penulis.
- ↑ *Ketika itu Hagia Sophia masih berfungsi sebagai masjid, sebelum ia kemudian dialih-fungsikan menjadi museum pada tahun 1935 M sampai sekarang―Peny.