Beşinci Söz/id: Revizyonlar arasındaki fark
("Wahai diri yang malas! Medan yang bergejolak dengan perang adalah kehidupan dunia ini. Pasukan yang terbagi kepada sejumlah batalion adalah umat manusia. Batalion itu sendiri adalah komunitas muslim saat ini. Lalu kedua prajurit tersebut, yang pertama adalah orang yang mengenal Allah , melaksanakan berbagai kewajiban,dan meninggalkan dosa besar. Ia adalah muslim bertakwa yang ber- juang melawan nafsu dan setan agar tidak terjatuh ke dalam dosa dan kesala..." içeriğiyle yeni sayfa oluşturdu) |
("Orang yang meninggalkan salatnya lantaran sibuk mencari nafkah sama seperti prajurit yang meninggalkan latihan dan paritnya kemudian meminta-minta di pasar. Orang yang menunaikan salat tan- pa melupakan bagian dari rezekinya serta mencarinya di dapur rahmat Tuhan Pemberi Rezeki Yang Maha Pemurah agar tidak menjadi beban bagi yang lain adalah baik dan memiliki wibawa. Hal itu pun bagian dari ibadah." içeriğiyle yeni sayfa oluşturdu) |
||
29. satır: | 29. satır: | ||
Orang yang meninggalkan salatnya lantaran sibuk mencari nafkah sama seperti prajurit yang meninggalkan latihan dan paritnya kemudian meminta-minta di pasar. Orang yang menunaikan salat tan- pa melupakan bagian dari rezekinya serta mencarinya di dapur rahmat Tuhan Pemberi Rezeki Yang Maha Pemurah agar tidak menjadi beban bagi yang lain adalah baik dan memiliki wibawa. Hal itu pun bagian dari ibadah. | Orang yang meninggalkan salatnya lantaran sibuk mencari nafkah sama seperti prajurit yang meninggalkan latihan dan paritnya kemudian meminta-minta di pasar. Orang yang menunaikan salat tan- pa melupakan bagian dari rezekinya serta mencarinya di dapur rahmat Tuhan Pemberi Rezeki Yang Maha Pemurah agar tidak menjadi beban bagi yang lain adalah baik dan memiliki wibawa. Hal itu pun bagian dari ibadah. | ||
Selanjutnya, fitrah manusia berikut sejumlah perangkat mak- nawi yang Allah tanamkan padanya menjadi bukti bahwa ia tercipta untuk beribadah. Sebab, mengenai kekuatan dan aktivitas yang diper- lukan untuk kehidupan dunia, manusia tidak akan mencapai tingkatan burung pipit yang paling rendah sekalipun. Namun dilihat dari sisi kehidupan maknawi dan ukhrawinya, manusia menjadi pemim- pin seluruh makhluk lewat ilmu, rasa butuh, dan ibadah kepada Allah yang Dia tanamkan dalam diri mereka. | |||
<div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr"> | <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr"> |
09.55, 5 Kasım 2024 tarihindeki hâli
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ
“Allah bersama orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat baik.”(QS. an-Nahl [16]: 128).
Jika engkau ingin mengetahui bahwa mendirikan salat serta menjauhi dosa-dosa besar merupakan tugas hakiki yang layak bagi manusia dan hasil fitri yang sesuai dengan penciptaannya, maka per- hatikan cerita imajiner yang singkat berikut ini:
Pada saat terjadi perang, di salah satu batalion terdapat dua orang prajurit: yang pertama terlatih dan bersungguh-sungguh dalam menjalankan tugasnya; sementara yang lain tidak mengetahui tugas- nya dan mengikuti hawa nafsunya. Orang yang melaksanakan tugas- nya dengan baik sangat perhatian dengan latihan dan urusan jihad. Ia tidak pernah memikirkan urusan kebutuhan hidup dan persoalan rezekinya. Sebab, ia sadar dan sangat yakin bahwa penghidupan- nya, perhatian terhadap urusannya, pemberian bekal untuknya, serta pengobatannya ketika sakit, bahkan—bila perlu—penyuapan (ketika makan) adalah kewajiban negara. Kewajiban utamanya hanya berlatih dan berjuang. Meskipun demikian, ia sadar kalau kewajiban tersebut tidak menghalanginya untuk menyiapkan bekal dan mengerjakan se- jumlah hal seperti memasak dan mencuci perabotan.
Bahkan di saat mengerjakannya jika ditanya, “Apa yang sedang kau kerjakan?”
Ia ten- tu menjawab, “Aku sedang melaksanakan sebagian kewajiban negara secara sukarela.” Ia tidak menjawab, “Aku bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup.”
Adapun prajurit yang lain, yang tidak mengetahui kewajibannya, malas berlatih dan tidak memiliki perhatian dengan urusan perang. Ia berkata, “Itu urusan negara. Apa urusannya denganku?” Karena itu, ia sibuk dengan urusan nafkahnya dan terus menumpuk harta sehingga ia meninggalkan batalion untuk segera melakukan transaksi jual beli di pasar.
Pada suatu hari temannya yang terlatih berkata,
Wahai saudara- ku, tugas utamamu adalah berlatih dan berperang. Engkau didatang- kan ke sini untuk melaksanakan tugas tersebut. Adapun urusan hi- dup, serahkan kepada penguasa negara. Ia tidak akan membiarkanmu kelaparan. Sebab, itu adalah tugas dan kewajibannya. Di samping itu, engkau tidak berdaya dan fakir. Engkau tidak bisa memenuhi kebutu- hanmu seorang diri. Lebih dari itu, kita sedang berada dalam kondisi jihad dan di pentas perang dunia yang besar. Aku khawatir mereka menganggapmu sebagai pembangkang sehingga engkau mendapatkan hukuman.Ya, ada dua tugas yang tampak di hadapan kita. Pertama tugas penguasa, yaitu memenuhi kebutuhan kita. Kita kadang dipekerjakan secara cuma-cuma untuk menunaikan tugas tersebut. Yang kedua ada- lah tugas kita, yaitu berlatih dan menyiapkan diri untuk berperang. Dalam hal ini, penguasa memberikan kepada kita sejumlah bantuan dan fasilitas yang diperlukan.
Wahai saudaraku! Bayangkan seandai- nya si prajurit tersebut tidak memperhatikan ucapan pejuang yang ter- latih tadi, betapa ia sangat merugi dan terancam bahaya!
Wahai diri yang malas! Medan yang bergejolak dengan perang adalah kehidupan dunia ini. Pasukan yang terbagi kepada sejumlah batalion adalah umat manusia. Batalion itu sendiri adalah komunitas muslim saat ini. Lalu kedua prajurit tersebut, yang pertama adalah orang yang mengenal Allah , melaksanakan berbagai kewajiban,dan meninggalkan dosa besar. Ia adalah muslim bertakwa yang ber- juang melawan nafsu dan setan agar tidak terjatuh ke dalam dosa dan kesalahan. Sementara yang kedua adalah orang fasik yang merugi dan sibuk mencari nafkah sampai pada tingkat seakan tidak percaya kepa- da Pemberi Rezeki hakiki. Demi mendapatkan sesuap nasi, ia berani meninggalkan kewajibannya dan mengerjakan maksiat.Selanjutnya, berbagai latihan yang ada berupa ibadah, khusus- nya salat. Perang adalah perjuangan manusia dalam melawan diri dan hawa nafsunya, menghindarkan diri dari dosa dan akhlak tercela, ser- ta melawan setan dari kalangan jin dan manusia guna menyelamat- kan kalbu dan ruhnya dari kebinasaan abadi dan kerugian yang nyata. Kemudian kedua tugas di atas, yang pertama pemberian kehidupan dan pemeliharaannya. Sementara yang kedua adalah beribadah dan memohon kepada Sang Pemberi dan Pemelihara kehidupan, serta ber- tawakkal dan percaya kepada-Nya.
Ya, Dzat yang memberikan kehidupan, yang menciptakannya se- bagai kreasi menakjubkan yang paling bersinar serta menjadikannya sebagai hikmah rabbani yang cemerlang adalah Dzat yang memeliha- ranya. Hanya Dia yang menjaga dan terus menyuplai rezeki untuknya. Engkau ingin mengetahui buktinya? Hewan yang paling lemah dan paling bodoh mendapatkan rezeki yang paling baik dan paling bagus (misalnya ikan dan ulat). Makhluk yang paling lemah dan paling halus bisa mendapatkan makanan yang paling nikmat dan paling baik (mi- salnya bayi dan anak-anak binatang).
Agar engkau dapat memahami bahwa sarana untuk mendapat- kan rezeki yang halal bukan berupa kekuatan dan ikhtiar, melainkan kelemahan dan ketidakberdayaan, cukuplah engkau membandingkan antara ikan yang bodoh dan serigala, antara anak-anak binatang yang tidak memiliki kekuatan dan binatang buas pemangsa, serta antara po- hon yang tegak berdiri dan hewan yang terengah-engah.
Orang yang meninggalkan salatnya lantaran sibuk mencari nafkah sama seperti prajurit yang meninggalkan latihan dan paritnya kemudian meminta-minta di pasar. Orang yang menunaikan salat tan- pa melupakan bagian dari rezekinya serta mencarinya di dapur rahmat Tuhan Pemberi Rezeki Yang Maha Pemurah agar tidak menjadi beban bagi yang lain adalah baik dan memiliki wibawa. Hal itu pun bagian dari ibadah.
Selanjutnya, fitrah manusia berikut sejumlah perangkat mak- nawi yang Allah tanamkan padanya menjadi bukti bahwa ia tercipta untuk beribadah. Sebab, mengenai kekuatan dan aktivitas yang diper- lukan untuk kehidupan dunia, manusia tidak akan mencapai tingkatan burung pipit yang paling rendah sekalipun. Namun dilihat dari sisi kehidupan maknawi dan ukhrawinya, manusia menjadi pemim- pin seluruh makhluk lewat ilmu, rasa butuh, dan ibadah kepada Allah yang Dia tanamkan dalam diri mereka.
Demek ey nefsim! Eğer hayat-ı dünyeviyeyi gaye-i maksat yapsan ve ona daim çalışsan en edna bir serçe kuşunun bir neferi hükmünde olursun. Eğer hayat-ı uhreviyeyi gaye-i maksat yapsan ve şu hayatı dahi ona vesile ve mezraa etsen ve ona göre çalışsan; o vakit hayvanatın büyük bir kumandanı hükmünde ve şu dünyada Cenab-ı Hakk’ın nazlı ve niyazdar bir abdi, mükerrem ve muhterem bir misafiri olursun.
İşte sana iki yol, istediğini intihab edebilirsin. Hidayet ve tevfiki Erhamü’r-Râhimîn’den iste.