Birinci Lem'a/id: Revizyonlar arasındaki fark

    Risale-i Nur Tercümeleri sitesinden
    ("Rahasia agung dari munajat ini adalah bahwa dalam suasana yang mencekam dan menakutkan itu, sebab-sebab materi sepenuhnya runtuh sehingga sebab-sebab itu tidak dapat mengubah apa pun dan tak dapat memberi pengaruh apa pun. Hal itu karena sosok yang dapat menyelamatkan beliau dari kondisi tersebut hanyalah yang memiliki kekuasaan terhadap ikan besar, lautan, malam, dan angkasa. Sebab, baik ikan besar, malam yang gelap gulita, maupun lautan yang ganas tela..." içeriğiyle yeni sayfa oluşturdu)
    Etiketler: Mobil değişiklik Mobil ağ değişikliği
    ("Bukan hanya itu, bahkan dengan cahaya tauhid yang murni, perut ikan yang gelap berubah laksana perut kapal selam, lautan yang ganas dengan ombak yang siap menelan juga berubah bagaikan taman yang penuh keindahan. Awan-gemawan pun berarakan di langit. Bulan menampakkan wajahnya yang bersinar bak pelita terang yang muncul di atas kepala beliau. Semuanya berkat munajat tersebut. Demikianlah, makhluk-makhluk yang tadinya mengancam dan menakuti beliau, sekara..." içeriğiyle yeni sayfa oluşturdu)
    19. satır: 19. satır:
    Ya, sebab-sebab itu tidak bisa memberi pengaruh apa pun. Ketika, dengan ainul yaqîn, Nabi Yunus melihat bahwa tidak ada lagi tempat berlindung kecuali ke haribaan Dzat Pencipta sebab, terbukalah rahasia keesaan Allah melalui cahaya tauhid yang terang, hingga munajatnya yang tulus itu menundukkan malam, ikan, dan lautan secara bersamaan.
    Ya, sebab-sebab itu tidak bisa memberi pengaruh apa pun. Ketika, dengan ainul yaqîn, Nabi Yunus melihat bahwa tidak ada lagi tempat berlindung kecuali ke haribaan Dzat Pencipta sebab, terbukalah rahasia keesaan Allah melalui cahaya tauhid yang terang, hingga munajatnya yang tulus itu menundukkan malam, ikan, dan lautan secara bersamaan.


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Bukan hanya itu, bahkan dengan cahaya tauhid yang murni, perut ikan yang gelap berubah laksana perut kapal selam, lautan yang ganas dengan ombak yang siap menelan juga berubah bagaikan taman yang penuh keindahan. Awan-gemawan pun berarakan di langit. Bulan menampakkan wajahnya yang bersinar bak pelita terang yang muncul di atas kepala beliau. Semuanya berkat munajat tersebut. Demikianlah, makhluk-makhluk yang tadinya mengancam dan menakuti beliau, sekarang berlalu dengan wajah bersahabat lalu mendekati dengan kasih dan sayang sehingga beliau keluar menuju pantai keselamatan dan menyaksikan kemurahan Allah yang Maha Penyayang dari bawah pohon yaktin.(*<ref>*Sejenis pohon labu. Lihat: QS. ash-Shâffât [37]: 146—Peny.</ref>)Mari kita melihat diri kita lewat cahaya munajat itu. Ternyata, kita berada dalam suatu kondisi yang jauh lebih menakutkan dan pe- nuh ancaman daripada kondisi yang dialami oleh Nabi Yunus . Hal itu dikarenakan: Pertama, malam yang menaungi kita adalah masa depan; dan masa depan kita, jika kita melihatnya dengan pandangan kelalaian, ia tampak gelap dan menakutkan, bahkan lebih gelap seratus kali lipat daripada malam yang dilalui Nabi Yunus .
    O nur-u tevhid ile hutun karnını bir tahte’l-bahir gemisi hükmüne getirip ve zelzeleli dağvari emvac dehşeti içinde; denizi, o nur-u tevhid ile emniyetli bir sahra, bir meydan-ı cevelan ve tenezzühgâhı olarak o nur ile sema yüzünü bulutlardan süpürüp, kameri bir lamba gibi başı üstünde bulundurdu. Her taraftan onu tehdit ve tazyik eden o mahlukat, her cihette ona dostluk yüzünü gösterdiler. Tâ sahil-i selâmete çıktı, şecere-i yaktîn altında o lütf-u Rabbanîyi müşahede etti.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">

    15.36, 13 Aralık 2024 tarihindeki hâli

    Diğer diller:

    بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ

    فَنَادٰى فِى الظُّلُمَاتِ اَن۟ لَٓا اِلٰهَ اِلَّٓا اَن۟تَ سُب۟حَانَكَ اِنّٖى كُن۟تُ مِنَ الظَّالِمٖينَ ۝ اِذ۟ نَادٰى رَبَّهُٓ اَنّٖى مَسَّنِىَ الضُّرُّ وَاَن۟تَ اَر۟حَمُ الرَّاحِمٖينَ ۝

    فَاِن۟ تَوَلَّو۟ا فَقُل۟ حَس۟بِىَ اللّٰهُ لَٓا اِلٰهَ اِلَّا هُوَ عَلَي۟هِ تَوَكَّل۟تُ وَهُوَ رَبُّ ال۟عَر۟شِ ال۟عَظٖيمِ ۝ حَس۟بُنَا اللّٰهُ وَنِع۟مَ ال۟وَكٖيلُ ۝ لَا حَو۟لَ وَلَا قُوَّةَ اِلَّا بِاللّٰهِ ال۟عَلِىِّ ال۟عَظٖيمِ ۝ يَا بَاقٖى اَن۟تَ ال۟بَاقٖى ۝ يَا بَاقٖى اَن۟تَ ال۟بَاقٖى ۝ لِلَّذٖينَ اٰمَنُوا هُدًى وَ شِفَٓاءٌ

    Bagian pertama dari “Surat Ketiga Puluh Satu” ini berisi enam cahaya. Setiap cahaya menerangkan salah satu dari sekian banyak cahaya untaian kalimat penuh berkah di atas, di mana jika ia dibaca sebanyak tiga puluh tiga kali pada setiap waktu akan mendatangkan banyak keutamaan. Terutama jika dibaca antara Magrib dan Isya.

    CAHAYA PERTAMA

    (Munajat Nabi Yunus)esungguhnya munajat(*[1])Nabi Yunus adalah salah satu munajat paling agung dan paling indah, serta salah satu sarana paling ampuh agar doa dikabulkan oleh Allah.(*[2])

    Dikisahkan bahwa Nabi Yunus dilemparkan ke laut, lalu ditelan oleh ikan besar, kemudian ditimpa oleh ombak yang deras, dan diselimuti oleh malam yang pekat. Nabi Yunus pun panik dan ketakutan. Tertutuplah baginya pintu harapan, sehingga dengan merendahkan diri beliau melantunkan munajat yang lembut memelas kasih: utsr qpovut “Tiada Tuhan selain Engkau, Mahasuci Engkau, sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang zalim.” (QS. al-Anbiyâ [21]: 87).Munajat inilah yang menjadi sarana keselamatan dan terbebas- nya beliau dari kondisi yang dialaminya.

    Rahasia agung dari munajat ini adalah bahwa dalam suasana yang mencekam dan menakutkan itu, sebab-sebab materi sepenuhnya runtuh sehingga sebab-sebab itu tidak dapat mengubah apa pun dan tak dapat memberi pengaruh apa pun. Hal itu karena sosok yang dapat menyelamatkan beliau dari kondisi tersebut hanyalah yang memiliki kekuasaan terhadap ikan besar, lautan, malam, dan angkasa. Sebab, baik ikan besar, malam yang gelap gulita, maupun lautan yang ganas telah “sepakat untuk menyerang” beliau. Dengan demikian, tidak ada satu sebab pun yang dapat menyelamatkan beliau, tak ada seorang pun yang dapat mengakhiri penderitaan beliau, dan tak ada sesuatu pun yang dapat mengantarkannya menuju pantai keselamatan dengan aman, kecuali Dzat yang memegang kendali malam dan ikan besar berikut lautannya, serta Dzat yang mampu menundukkan segala sesuatu dengan perintah-Nya. Kalaupun dalam suasana yang mencekam dan menakutkan tersebut semua makhluk membantu Nabi Yunus dan siap mematuhi beliau, maka hal itu tidak akan memberi manfaat apa pun baginya. Ya, sebab-sebab itu tidak bisa memberi pengaruh apa pun. Ketika, dengan ainul yaqîn, Nabi Yunus melihat bahwa tidak ada lagi tempat berlindung kecuali ke haribaan Dzat Pencipta sebab, terbukalah rahasia keesaan Allah melalui cahaya tauhid yang terang, hingga munajatnya yang tulus itu menundukkan malam, ikan, dan lautan secara bersamaan.

    Bukan hanya itu, bahkan dengan cahaya tauhid yang murni, perut ikan yang gelap berubah laksana perut kapal selam, lautan yang ganas dengan ombak yang siap menelan juga berubah bagaikan taman yang penuh keindahan. Awan-gemawan pun berarakan di langit. Bulan menampakkan wajahnya yang bersinar bak pelita terang yang muncul di atas kepala beliau. Semuanya berkat munajat tersebut. Demikianlah, makhluk-makhluk yang tadinya mengancam dan menakuti beliau, sekarang berlalu dengan wajah bersahabat lalu mendekati dengan kasih dan sayang sehingga beliau keluar menuju pantai keselamatan dan menyaksikan kemurahan Allah yang Maha Penyayang dari bawah pohon yaktin.(*[3])Mari kita melihat diri kita lewat cahaya munajat itu. Ternyata, kita berada dalam suatu kondisi yang jauh lebih menakutkan dan pe- nuh ancaman daripada kondisi yang dialami oleh Nabi Yunus . Hal itu dikarenakan: Pertama, malam yang menaungi kita adalah masa depan; dan masa depan kita, jika kita melihatnya dengan pandangan kelalaian, ia tampak gelap dan menakutkan, bahkan lebih gelap seratus kali lipat daripada malam yang dilalui Nabi Yunus .

    İşte Hazret-i Yunus aleyhisselâmın birinci vaziyetinden yüz derece daha müthiş bir vaziyetteyiz. Gecemiz, istikbaldir. İstikbalimiz, nazar-ı gafletle onun gecesinden yüz derece daha karanlık ve dehşetlidir. Denizimiz, şu sergerdan küre-i zeminimizdir. Bu denizin her mevcinde binler cenaze bulunuyor, onun denizinden bin derece daha korkuludur. Bizim heva-yı nefsimiz, hutumuzdur; hayat-ı ebediyemizi sıkıp mahvına çalışıyor. Bu hut, onun hutundan bin derece daha muzırdır. Çünkü onun hutu yüz senelik bir hayatı mahveder. Bizim hutumuz ise yüz milyon seneler hayatın mahvına çalışıyor.

    Madem hakiki vaziyetimiz budur; biz de Hazret-i Yunus aleyhisselâma iktidaen, umum esbabdan yüzümüzü çevirip doğrudan doğruya Müsebbibü’l-esbab olan Rabb’imize iltica edip لَٓا اِلٰهَ اِلَّٓا اَن۟تَ سُب۟حَانَكَ اِنّٖى كُن۟تُ مِنَ الظَّالِمٖينَ demeliyiz ve aynelyakîn anlamalıyız ki gaflet ve dalaletimiz sebebiyle aleyhimize ittifak eden istikbal, dünya ve heva-yı nefsin zararlarını def’edecek yalnız o zat olabilir ki istikbal taht-ı emrinde, dünya taht-ı hükmünde, nefsimiz taht-ı idaresindedir.

    Acaba Hâlık-ı semavat ve arz’dan başka hangi sebep var ki en ince ve en gizli hatırat-ı kalbimizi bilecek ve bizim için istikbali, âhiretin icadıyla ışıklandıracak ve dünyanın yüz bin boğucu emvacından kurtaracak? Hâşâ, Zat-ı Vâcibü’l-vücud’dan başka hiçbir şey, hiçbir cihette onun izni ve iradesi olmadan imdat edemez ve halâskâr olamaz.

    Madem hakikat-i hal böyledir. Nasıl ki Hazret-i Yunus aleyhisselâma o münâcatın neticesinde hutu ona bir merkûb, bir tahte’l-bahir ve denizi bir güzel sahra ve gece mehtaplı bir latîf suret aldı. Biz dahi o münâcatın sırrıyla لَٓا اِلٰهَ اِلَّٓا اَن۟تَ سُب۟حَانَكَ اِنّٖى كُن۟تُ مِنَ الظَّالِمٖينَ demeliyiz. لَٓا اِلٰهَ اِلَّٓا اَن۟تَ cümlesiyle istikbalimize سُب۟حَانَكَ kelimesiyle dünyamıza اِنّٖى كُن۟تُ مِنَ الظَّالِمٖينَ fıkrasıyla nefsimize nazar-ı merhametini celbetmeliyiz.

    Tâ ki nur-u iman ile ve Kur’an’ın mehtabıyla istikbalimiz tenevvür etsin ve o gecemizin dehşet ve vahşeti, ünsiyet ve tenezzühe inkılab etsin.

    Ve mütemadiyen mevt ve hayatın değişmesiyle seneler ve karnlar emvacı üstünde hadsiz cenazeler binip ademe atılan dünyamız ve zeminimizde, Kur’an-ı Hakîm’in tezgâhında yapılan bir sefine-i maneviye hükmüne geçen hakikat-i İslâmiyet içine girip selâmetle o denizin üstünde gezip, tâ sahil-i selâmete çıkarak hayatımızın vazifesi bitsin. O denizin fırtınaları ve zelzeleleri, sinema perdeleri gibi tenezzühün manzaralarını tazelendirmekle, vahşet ve dehşet yerine, nazar-ı ibret ve tefekkürü keyiflendirerek okşayıp ışıklandırsın.

    Hem o sırr-ı Kur’an’la, o terbiye-i Furkaniye ile nefsimiz bize binmeyecek, merkûbumuz olup, bizi ona bindirip hayat-ı ebediyemizin kazanmasına kuvvetli bir vasıtamız olsun.

    Elhasıl: Madem insan, mahiyetinin câmiiyeti itibarıyla sıtmadan müteellim olduğu gibi arzın zelzele ve ihtizazatından ve kâinatın kıyamet hengâmında zelzele-i kübrasından müteellim oluyor. Ve nasıl ki hurdebînî bir mikroptan korkar, ecram-ı ulviyeden zuhur eden kuyruklu yıldızdan dahi korkar. Hem nasıl ki hanesini sever, koca dünyayı da öyle sever. Hem nasıl ki küçük bahçesini sever, öyle de hadsiz ebedî cenneti dahi müştakane sever.

    Elbette böyle bir insanın Mabud’u, Rabb’i, melcei, halâskârı, maksudu öyle bir zat olabilir ki umum kâinat onun kabza-i tasarrufunda, zerrat ve seyyarat dahi taht-ı emrindedir. Elbette öyle bir insan daima Yunusvari (as) لَٓا اِلٰهَ اِلَّٓا اَن۟تَ سُب۟حَانَكَ اِنّٖى كُن۟تُ مِنَ الظَّالِمٖينَ demeye muhtaçtır.

    سُب۟حَانَكَ لَا عِل۟مَ لَنَٓا اِلَّا مَا عَلَّم۟تَنَٓا اِنَّكَ اَن۟تَ ال۟عَلٖيمُ ال۟حَكٖيمُ


    1. *Doa sepenuh hati kepada Tuhan untuk mengharapkan keridhaan, ampunan, ban- tuan, hidayah, dan sebagainya―KBBI.
    2. *Lihat: at-Tirmidzi, ad-Da`awât, 81; dan Ahmad ibn Hambal, al-Musnad, 1/170.
    3. *Sejenis pohon labu. Lihat: QS. ash-Shâffât [37]: 146—Peny.