Dördüncü Söz/id: Revizyonlar arasındaki fark

    Risale-i Nur Tercümeleri sitesinden
    ("Wahai orang yang tidak menunaikan salat, wahai diri yang merasa berat untuk mengerjakannya!" içeriğiyle yeni sayfa oluşturdu)
    ("Karena itu, sungguh rugi orang yang menghabiskan dua pu- luh tiga jam miliknya untuk kehidupan dunia yang singkat ini dan ti- dak menghabiskan satu jam sisanya untuk kehidupan abadi. Sungguh ia sangat zalim terhadap dirinya dan sungguh sangat bodoh!Jika tindakan menghabiskan setengah harta untuk judi—yang diikuti lebih dari seribu orang—dianggap sebagai sesuatu yang rasio- nal padahal kemungkinan menangnya satu banding seribu, bagaima- na dengan oran..." içeriğiyle yeni sayfa oluşturdu)
    18. satır: 18. satır:
    Wahai orang yang tidak menunaikan salat, wahai diri yang merasa berat untuk mengerjakannya!
    Wahai orang yang tidak menunaikan salat, wahai diri yang merasa berat untuk mengerjakannya!


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Sang penguasa yang dimaksud adalah kiasan untuk Tuhan dan Pencipta kita. Adapun kedua pelayan yang melakukan perjalanan itu, salah satunya adalah orang taat yang menunaikan salat dengan penuh kerinduan. Sementara yang satunya lagi adalah orang lalai yang meninggalkan salat. Lalu uang koin emas yang sebanyak dua puluh empat tersebut adalah dua puluh empat jam dari setiap hari usia manusia. Kebun dan ladangnya berupa surga, sementara terminalnya berupa kubur. Perjalanan panjangnya adalah perjalanan manusia menuju kubur, mahsyar dan negeri keabadian. Mereka yang meniti jalan panjang ini menempuhnya dalam tingka- tan yang berbeda-beda. Masing-masing sesuai dengan amal dan ting- kat ketakwaan. Kaum bertakwa menempuh perjalanan sejauh seribu tahun hanya dalam satu hari laksana kilat. Sebagian lagi menempuh jarak lima puluh ribu tahun perjalanan hanya dalam sehari secepat khayalan. Al-Qur’an menjelaskan hakikat ini dalam dua ayat.(*<ref>*Barangkali yang dimaksud adalah (QS. as-Sajadah [32]: 5) dan (QS. al-Ma`ârij [70]:)</ref>)
    O hâkim ise Rabb’imiz, Hâlık’ımızdır. O iki hizmetkâr yolcu ise biri mütedeyyin, namazını şevk ile kılar; diğeri gafil, namazsız insanlardır. O yirmi dört altın ise yirmi dört saat her gündeki ömürdür. O has çiftlik ise cennettir. O istasyon ise kabirdir. O seyahat ise kabre, haşre, ebede gidecek beşer yolculuğudur. Amele göre, takva kuvvetine göre, o uzun yolu mütefavit derecede katederler. Bir kısım ehl-i takva, berk gibi bin senelik yolu bir günde keser. Bir kısmı da hayal gibi elli bin senelik bir mesafeyi bir günde kateder. Kur’an-ı Azîmüşşan, şu hakikate iki âyetiyle işaret eder. O bilet ise namazdır. Bir tek saat, beş vakit namaza abdestle kâfi gelir.
    Kemudian yang dimaksud dengan tiket tersebut adalah salat (lima waktu), yang pelaksanaannya berikut wudhunya tidak lebih dari satu jam.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Karena itu, sungguh rugi orang yang menghabiskan dua pu- luh tiga jam miliknya untuk kehidupan dunia yang singkat ini dan ti- dak menghabiskan satu jam sisanya untuk kehidupan abadi. Sungguh ia sangat zalim terhadap dirinya dan sungguh sangat bodoh!Jika tindakan menghabiskan setengah harta untuk judi—yang diikuti lebih dari seribu orang—dianggap sebagai sesuatu yang rasio- nal padahal kemungkinan menangnya satu banding seribu, bagaima- na dengan orang yang tidak mau mengeluarkan satu saja dari kedua puluh empat asetnya untuk mendapatkan keuntungan yang terjamin serta untuk meraih kekayaan abadi di mana kemungkinan untung- nya sembilan puluh sembilan persen. Bukankah ini tidak rasional dan sama sekali tidak bijak? Bukankah setiap orang berakal dapat mema- hami hal tersebut?
    Acaba yirmi üç saatini şu kısacık hayat-ı dünyeviyeye sarf eden ve o uzun hayat-ı ebediyeye bir tek saatini sarf etmeyen; ne kadar zarar eder, ne kadar nefsine zulmeder, ne kadar hilaf-ı akıl hareket eder. Zira bin adamın iştirak ettiği bir piyango kumarına yarı malını vermek, akıl kabul ederse halbuki kazanç ihtimali binde birdir. Sonra yirmi dörtten bir malını, yüzde doksan dokuz ihtimal ile kazancı musaddak bir hazine-i ebediyeye vermemek; ne kadar hilaf-ı akıl ve hikmet hareket ettiğini, ne kadar akıldan uzak düştüğünü, kendini âkıl zanneden adam anlamaz mı?
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Sejatinya, salat merupakan kelapangan terbesar bagi ruh, kalbu dan akal. Ia juga sama sekali tidak memenatkan badan. Lebih dari itu, seluruh perbuatan duniawi yang dibenarkan—yang dikerjakan oleh orang yang menunaikan salat—akan bernilai ibadah jika dilakukan dengan niat yang baik. Jadi, orang yang menunaikan salat dapat me- ngubah semua modal umurnya untuk akhirat sehingga ia meraih usia yang kekal lewat usianya yang fana.
    Halbuki namazda ruhun ve kalbin ve aklın büyük bir rahatı vardır. Hem cisme de o kadar ağır bir iş değildir. Hem namaz kılanın diğer mübah dünyevî amelleri, güzel bir niyet ile ibadet hükmünü alır. Bu surette bütün sermaye-i ömrünü, âhirete mal edebilir. Fâni ömrünü, bir cihette ibka eder.
    </div>





    09.39, 5 Kasım 2024 tarihindeki hâli

    بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ

    “Salat adalah tiang agama”.(*[1])

    Jika engkau ingin mengetahui nilai dan pentingnya salat serta betapa ia sangat mudah diraih, sementara orang yang tidak menu- naikan salat akan merugi. Ya, jika engkau ingin mengetahui semua itu dengan yakin sebagaimana hasil perkalian dua kali dua sama dengan empat, maka perhatikan cerita imajiner yang singkat berikut ini:

    Pada suatu hari, seorang penguasa agung mengirim dua orang pelayannya ke ladangnya yang indah setelah masing-masing diberi dua puluh empat koin emas agar bisa sampai ke ladang yang sejauh dua bulan perjalanan. Penguasa tersebut berkata, “Gunakan emas-emas itu untuk biaya tiket dan keperluan perjalanan lainnya. Selebihnya gunakan untuk keperluan hidup di sana. Ada sebuah terminal untuk para musafir yang jaraknya sejauh satu hari perjalanan. Di dalamnya terdapat semua jenis sarana transportasi seperti mobil, pesawat, kapal laut dan kereta api. Pilihlah sarana transportasi sesuai dengan modal- mu.

    Setelah menerima perintah, kedua pelayan itu pun berangkat. Yang satu beruntung dan bernasib baik, karena sampai di terminal ia hanya mengeluarkan sedikit uang untuk bisnis yang menguntungkan yang disenangi oleh tuannya. Modalnya langsung meningkat, dari satu menjadi seribu.

    Adapun pelayan yang lain, malang dan bodoh.Ia mengeluarkan dua puluh tiga koin emas yang dimiliki untuk ber- main-main dan berjudi. Ketika sampai di terminal, yang tersisa hanya satu koin emas. Mengetahui kondisi tersebut, sahabatnya berkata, “Wahai Fulan, satu koin emas yang tersisa itu harus kau belikan tiket perjalanan agar engkau tidak berjalan kaki dan menderita kelaparan. Tuan kita sangat pemurah dan penyayang. Semoga ia melimpahkan kasih sayangnya padamu dan mengampuni kesalahanmu, sehingga mereka membo- lehkanmu naik pesawat agar kita bisa sampai ke tempat tujuan pada hari yang sama. Jika tidak, engkau harus terus berjalan kaki melinta- si padang pasir ini selama dua bulan disertai rasa lapar dan kesepian yang kau alami sepanjang perjalanan panjang tersebut.”

    Bayangkan seandainya orang tersebut keras kepala, tidak mem- beli tiket perjalanan yang laksana kunci perbendaharaan baginya dengan satu koin emas yang tersisa itu dan menggunakannya un- tuk memperturutkan syahwatnya yang bersifat sementara dan untuk mendapatkan kenikmatan yang segera lenyap. Bukankah ini berarti ia malang dan merugi serta betul-betul bodoh. Bukankah ia merupakan orang yang paling tolol?

    Wahai orang yang tidak menunaikan salat, wahai diri yang merasa berat untuk mengerjakannya!

    Sang penguasa yang dimaksud adalah kiasan untuk Tuhan dan Pencipta kita. Adapun kedua pelayan yang melakukan perjalanan itu, salah satunya adalah orang taat yang menunaikan salat dengan penuh kerinduan. Sementara yang satunya lagi adalah orang lalai yang meninggalkan salat. Lalu uang koin emas yang sebanyak dua puluh empat tersebut adalah dua puluh empat jam dari setiap hari usia manusia. Kebun dan ladangnya berupa surga, sementara terminalnya berupa kubur. Perjalanan panjangnya adalah perjalanan manusia menuju kubur, mahsyar dan negeri keabadian. Mereka yang meniti jalan panjang ini menempuhnya dalam tingka- tan yang berbeda-beda. Masing-masing sesuai dengan amal dan ting- kat ketakwaan. Kaum bertakwa menempuh perjalanan sejauh seribu tahun hanya dalam satu hari laksana kilat. Sebagian lagi menempuh jarak lima puluh ribu tahun perjalanan hanya dalam sehari secepat khayalan. Al-Qur’an menjelaskan hakikat ini dalam dua ayat.(*[2]) Kemudian yang dimaksud dengan tiket tersebut adalah salat (lima waktu), yang pelaksanaannya berikut wudhunya tidak lebih dari satu jam.

    Karena itu, sungguh rugi orang yang menghabiskan dua pu- luh tiga jam miliknya untuk kehidupan dunia yang singkat ini dan ti- dak menghabiskan satu jam sisanya untuk kehidupan abadi. Sungguh ia sangat zalim terhadap dirinya dan sungguh sangat bodoh!Jika tindakan menghabiskan setengah harta untuk judi—yang diikuti lebih dari seribu orang—dianggap sebagai sesuatu yang rasio- nal padahal kemungkinan menangnya satu banding seribu, bagaima- na dengan orang yang tidak mau mengeluarkan satu saja dari kedua puluh empat asetnya untuk mendapatkan keuntungan yang terjamin serta untuk meraih kekayaan abadi di mana kemungkinan untung- nya sembilan puluh sembilan persen. Bukankah ini tidak rasional dan sama sekali tidak bijak? Bukankah setiap orang berakal dapat mema- hami hal tersebut?

    Sejatinya, salat merupakan kelapangan terbesar bagi ruh, kalbu dan akal. Ia juga sama sekali tidak memenatkan badan. Lebih dari itu, seluruh perbuatan duniawi yang dibenarkan—yang dikerjakan oleh orang yang menunaikan salat—akan bernilai ibadah jika dilakukan dengan niat yang baik. Jadi, orang yang menunaikan salat dapat me- ngubah semua modal umurnya untuk akhirat sehingga ia meraih usia yang kekal lewat usianya yang fana.


    1. *Lihat: al-Baihaqi, syu`ab al-Îmân 3/38; ad-Dailami, al-Musnad 2/404; at-Tirmidzi dalam bab Iman 8, dan Ahmad ibn Hambal, al-Musnad 5/231 dan 237.
    2. *Barangkali yang dimaksud adalah (QS. as-Sajadah [32]: 5) dan (QS. al-Ma`ârij [70]:)