Onuncu Mektup/id: Revizyonlar arasındaki fark
("Ya, Imâm Mubîn merupakan lambang dari salah satu jenis pengetahuan dan perintah ilahi. Ini berarti penciptaan pangkal dan akar sesuatu dalam bentuk yang sangat indah dan cermat menun- jukkan bahwa penataan tersebut berlangsung sesuai dengan catatan rambu pengetahuan ilahi. Sebagaimana hasil dan buah segala sesuatu merupakan catatan kecil dari perintah ilahi di mana ia berisi sejumlah program dan indeks dari apa yang akan terwujud dari entitas. Dengan d..." içeriğiyle yeni sayfa oluşturdu) |
("Adapun Kitâb Mubin, ia lebih mengarah kepada alam nyata daripada ke dalam gaib. Artinya, ia lebih melihat ke masa sekarang daripada ke masa lalu dan mendatang. Ia lebih merupakan lambang qudrah dan iradah ilahi daripada lambang pengetahuan dan perintah-Nya. Dengan kata lain, apabila Imâm Mubîn merupakan catatan qadar ilahi, maka Kitâb Mubin merupakan catatan qudrah ilahi. Artinya, keteraturan dan kerapian yang terdapat pada segala sesuatu, entah pada..." içeriğiyle yeni sayfa oluşturdu) |
||
18. satır: | 18. satır: | ||
Adapun Kitâb Mubin, ia lebih mengarah kepada alam nyata daripada ke dalam gaib. Artinya, ia lebih melihat ke masa sekarang daripada ke masa lalu dan mendatang. Ia lebih merupakan lambang qudrah dan iradah ilahi daripada lambang pengetahuan dan perintah-Nya. Dengan kata lain, apabila Imâm Mubîn merupakan catatan qadar ilahi, maka Kitâb Mubin merupakan catatan qudrah ilahi. Artinya, keteraturan dan kerapian yang terdapat pada segala sesuatu, entah pada wujudnya, substansinya, sifatnya, atau pada kondisinya, keduanya menunjukkan bahwa wujud tersebut dilekatkan pada sesuatu, bentuknya ditentukan, ukurannya ditetapkan, dan model khususnya diberikan lewat rambu qudrah yang sempurna dan hu- kum kehendak yang berlaku. Dengan demikian, qudrah dan iradah ilahi tersebut memiliki hukum yang bersifat universal dan tersimpan dalam catatan agung di mana pakaian model wujud khusus segala sesuatu dipotong, dijahit, dan dikenakan padanya dalam bentuk tertentu sesuai dengan hukum tadi. | Adapun Kitâb Mubin, ia lebih mengarah kepada alam nyata daripada ke dalam gaib. Artinya, ia lebih melihat ke masa sekarang daripada ke masa lalu dan mendatang. Ia lebih merupakan lambang qudrah dan iradah ilahi daripada lambang pengetahuan dan perintah-Nya. Dengan kata lain, apabila Imâm Mubîn merupakan catatan qadar ilahi, maka Kitâb Mubin merupakan catatan qudrah ilahi. Artinya, keteraturan dan kerapian yang terdapat pada segala sesuatu, entah pada wujudnya, substansinya, sifatnya, atau pada kondisinya, keduanya menunjukkan bahwa wujud tersebut dilekatkan pada sesuatu, bentuknya ditentukan, ukurannya ditetapkan, dan model khususnya diberikan lewat rambu qudrah yang sempurna dan hu- kum kehendak yang berlaku. Dengan demikian, qudrah dan iradah ilahi tersebut memiliki hukum yang bersifat universal dan tersimpan dalam catatan agung di mana pakaian model wujud khusus segala sesuatu dipotong, dijahit, dan dikenakan padanya dalam bentuk tertentu sesuai dengan hukum tadi. | ||
Keberadaan catatan itu telah ditegas- kan dalam risalah “Takdir Ilahi dan Ikhtiar Manusia” (Kalimat Kedua Puluh Enam). Di dalamnya juga ditegaskan tentang Imâm Mubîn. | |||
Lihatlah kebodohan para filsuf serta kaum yang sesat dan la- lai. Mereka telah menyadari keberadaan Lauhil Mahfudz yang beri- si qudrah ilahi yang mencipta. Mereka mengetahui berbagai bentuk manifestasi kitab tersebut yang melihat hikmah rabbani berikut kehendak-Nya yang berlaku pada segala sesuatu. Mereka menangkap bentuk dan model-modelnya. Hanya saja, mereka menyebut semua itu dengan nama ‘hukum alam’ sehingga memadamkan cahayanya. | |||
<div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr"> | <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr"> |
19.09, 4 Ocak 2025 tarihindeki hâli
(Jawaban atas Dua Pertanyaan)
بِاس۟مِهٖ وَ اِن۟ مِن۟ شَى۟ءٍ اِلَّا يُسَبِّحُ بِحَم۟دِهٖ
Pertama:
Ia adalah catatan kaki dari tujuan kedua dari “Kalimat Ketiga Puluh” yang terkait dengan “Ego dan Transformasi partikel”:
Istilah Imâm Mubîn dan Kitâb Mubin disebutkan dalam al- Qur’an dalam sejumlah tempat. Sebagian mufassir berpendapat bahwa keduanya mempunyai makna yang sama. Sementara menurut sebagian yang lain makna keduanya berbeda. Mereka menafsirkan hakikat keduanya dengan beragam aspek yang kontradiktif.
Kesimpulan dari pernyataan mereka adalah bahwa keduanya merupakan lambang pengetahuan ilahi. Dengan curahan nikmat al-Qur’an, aku merasa yakin bahwa Imâm Mubîn merupakan lambang dari salah satu jenis pengetahuan dan perintah ilahi di mana ia lebih mengarah ke alam gaib daripada ke alam nyata. Yakni, ia lebih mengarah ke masa lalu dan masa depan daripada ke masa sekarang. Dengan kata lain, ia merupakan catatan qadar ilahi yang lebih melihat ke pangkal dan buah dari segala sesuatu, akar dan benihnya, daripada ke wujud lahiriahnya. Keberadaan catatan ini telah ditegaskan dalam ‘Kalimat Kedua Puluh Enam’ dan dalam catatan kaki ‘Kalimat Kesepuluh’.
Ya, Imâm Mubîn merupakan lambang dari salah satu jenis pengetahuan dan perintah ilahi. Ini berarti penciptaan pangkal dan akar sesuatu dalam bentuk yang sangat indah dan cermat menun- jukkan bahwa penataan tersebut berlangsung sesuai dengan catatan rambu pengetahuan ilahi. Sebagaimana hasil dan buah segala sesuatu merupakan catatan kecil dari perintah ilahi di mana ia berisi sejumlah program dan indeks dari apa yang akan terwujud dari entitas. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa benih, misalnya, merupakan penjelasan dari program dan indeks konkret dan miniatur bagi semua yang mengatur konstruksi pohon yang besar serta bagi perintah penciptaan yang menentukan desainnya.
Kesimpulannya, Imâm Mubîn laksana katalog dan program pohon penciptaan, yang akar, dahan, dan cabangnya terbentang di sekitar masa lalu, masa depan, dan alam gaib. Nah, Imâm Mubîn dalam pengertian tersebut merupakan catatan qadar ilahi atau catatan rambu-rambu qadar-Nya. Partikel digiring menuju gerakan dan tugasnya dalam segala hal lewat pendiktean rambu-rambu tersebut.
Adapun Kitâb Mubin, ia lebih mengarah kepada alam nyata daripada ke dalam gaib. Artinya, ia lebih melihat ke masa sekarang daripada ke masa lalu dan mendatang. Ia lebih merupakan lambang qudrah dan iradah ilahi daripada lambang pengetahuan dan perintah-Nya. Dengan kata lain, apabila Imâm Mubîn merupakan catatan qadar ilahi, maka Kitâb Mubin merupakan catatan qudrah ilahi. Artinya, keteraturan dan kerapian yang terdapat pada segala sesuatu, entah pada wujudnya, substansinya, sifatnya, atau pada kondisinya, keduanya menunjukkan bahwa wujud tersebut dilekatkan pada sesuatu, bentuknya ditentukan, ukurannya ditetapkan, dan model khususnya diberikan lewat rambu qudrah yang sempurna dan hu- kum kehendak yang berlaku. Dengan demikian, qudrah dan iradah ilahi tersebut memiliki hukum yang bersifat universal dan tersimpan dalam catatan agung di mana pakaian model wujud khusus segala sesuatu dipotong, dijahit, dan dikenakan padanya dalam bentuk tertentu sesuai dengan hukum tadi.
Keberadaan catatan itu telah ditegas- kan dalam risalah “Takdir Ilahi dan Ikhtiar Manusia” (Kalimat Kedua Puluh Enam). Di dalamnya juga ditegaskan tentang Imâm Mubîn. Lihatlah kebodohan para filsuf serta kaum yang sesat dan la- lai. Mereka telah menyadari keberadaan Lauhil Mahfudz yang beri- si qudrah ilahi yang mencipta. Mereka mengetahui berbagai bentuk manifestasi kitab tersebut yang melihat hikmah rabbani berikut kehendak-Nya yang berlaku pada segala sesuatu. Mereka menangkap bentuk dan model-modelnya. Hanya saja, mereka menyebut semua itu dengan nama ‘hukum alam’ sehingga memadamkan cahayanya.
İşte İmam-ı Mübinin imlası ile yani kaderin hükmüyle ve düsturuyla kudret-i İlahiye, icad-ı eşyada her biri birer âyet olan silsile-i mevcudatı Levh-i Mahv-İspat denilen zamanın sahife-i misaliyesinde yazıyor, icad ediyor, zerratı tahrik ediyor. Demek harekât-ı zerrat; o kitabetten, o istinsahtan mevcudat, âlem-i gaybdan âlem-i şehadete ve ilimden kudrete geçmelerinde bir ihtizazdır, bir harekâttır.
Amma Levh-i Mahv-İspat ise sabit ve daim olan Levh-i Mahfuz-u A’zam’ın daire-i mümkinatta, yani mevt ve hayata, vücud ve fenaya daima mazhar olan eşyada mütebeddil bir defteri ve yazar bozar bir tahtasıdır ki hakikat-i zaman odur. Evet, her şeyin bir hakikati olduğu gibi zaman dediğimiz, kâinatta cereyan eden bir nehr-i azîmin hakikati dahi Levh-i Mahv-İspattaki kitabet-i kudretin sahifesi ve mürekkebi hükmündedir.
لَا يَع۟لَمُ ال۟غَي۟بَ اِلَّا اللّٰهُ
İKİNCİ SUAL
Meydan-ı haşir nerededir?
Elcevap: وَال۟عِل۟مُ عِن۟دَ اللّٰهِ Hâlık-ı Hakîm’in her şeyde gösterdiği hikmet-i âliye, hattâ tek küçük bir şeye, çok büyük hikmetleri takmasıyla tasrih derecesinde işaret ediyor ki küre-i arz, serseriyane, bâd-i heva azîm bir daireyi çizmiyor. Belki mühim bir şey etrafında dönüyor ve meydan-ı ekberin daire-i muhitasını çiziyor, gösteriyor ve bir meşher-i azîmin etrafında gezip mahsulat-ı maneviyesini ona devrediyor ki ileride o meşherde, enzar-ı nâs önünde gösterilecektir.
Demek, yirmi beş bin seneye karib bir daire-i muhitanın içinde, rivayete binaen Şam-ı Şerif kıtası bir çekirdek hükmünde olarak o daireyi dolduracak bir meydan-ı haşir bast edilecektir. Küre-i arzın bütün manevî mahsulatı, şimdilik perde-i gayb altında olan o meydanın defterlerine ve elvahlarına gönderiliyor ve ileride meydan açıldığı vakit, sekenesini de yine o meydana dökecek; o manevî mahsulatları da gaibden şehadete geçecektir.
Evet, küre-i arz bir tarla, bir çeşme, bir ölçek hükmünde olarak o meydan-ı ekberi dolduracak kadar mahsulat vermiş ve onu istiab edecek mahlukat ondan akmış ve onu imlâ edecek masnuat ondan çıkmış. Demek, küre-i arz bir çekirdek ve meydan-ı haşir, içindekilerle beraber bir ağaçtır, bir sümbüldür ve bir mahzendir.
Evet, nasıl ki nurani bir nokta, sürat-i hareketiyle nurani bir hat olur veya bir daire olur. Öyle de küre-i arz süratli, hikmetli hareketiyle bir daire-i vücudun temessülüne ve o daire-i vücud mahsulatıyla beraber, bir meydan-ı haşr-i ekberin teşekkülüne medardır.
قُل۟ اِنَّمَا ال۟عِل۟مُ عِن۟دَ اللّٰهِ
اَل۟بَاقٖى هُوَ ال۟بَاقٖى
Said Nursî