KALIMAT KETIGA BELAS

    Risale-i Nur Tercümeleri sitesinden
    11.40, 5 Aralık 2024 tarihinde Ferhat (mesaj | katkılar) tarafından oluşturulmuş 189787 numaralı sürüm
    Diğer diller:

    بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ

    “Kami turunkan dari al-Qur’an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman...” (QS. al-Isrâ [17]: 82).“Dan Kami tidak mengajarkan syair kepadanya (Muhammad) dan bersyair itu tidaklah layak baginya…”(QS. Yâsîn [36]: 69).

    Jika engkau ingin melakukan perbandingan antara hikmah al- Qur’an dan hikmah ilmu-ilmu filsafat, serta ingin mengetahui pelajaran dan nasihat yang dapat diambil dari keduanya, lalu engkau ingin menelaah pengetahuan yang terkandung di dalamnya, maka perhati- kan hal berikut ini.

    Dengan gaya penjelasannya yang demikian kuat, al-Qur’an menyingkap tabir “kelumrahan” yang membungkus seluruh entitas di mana ia hanya disebut sebagai hal yang biasa dan lumrah, padahal merupakan tanda-tanda kekuasaan yang luar biasa. Dengan menying- kap tabir di atas, al-Qur’an mengungkap sejumlah hakikat menakjubkan kepada seluruh makhluk yang memiliki perasaan. Al-Qur’an menarik perhatian mereka kepada berbagai hal yang sangat penting untuk dijadikan sebagai pelajaran. Ia membuka khazanah ilmu yang tak pernah lekang di hadapan akal.

    Sebaliknya, hikmah filsafat justru menutupi seluruh tanda-tan- da kekuasaan Ilahi dan menguburnya di bawah tirai “kelumrahan” sehingga semuanya dilalui tanpa mendapat perhatian. Yang mendapat perhatian hanya sejumlah hal langka yang berada di luar keteraturan penciptaan dan fitrah yang sempurna dengan anggapan bahwa ia merupakan sampel hikmah yang memiliki keunikan.

    Misalnya, manusia sempurna yang memiliki bentuk terbaik di mana ia mengumpulkan seluruh tanda-tanda kekuasaan Ilahi yang luar biasa, dilihat oleh filsafat sebagai suatu hal yang biasa. Sementara ia mengarahkan perhatian kepada manusia cacat yang fisiknya tak sempurna. Misalnya, orang yang memiliki tiga kaki atau dua kepala. Hal- hal seperti itu yang dianggap menarik dan mengundang rasa takjub.

    Contoh lain adalah penghidupan seluruh binatang kecil yang be- rasal dari khazanah gaib yang terwujud dengan sangat rapi di mana ia mencerminkan salah satu mukjizat rahmat Allah yang paling halus dan komprehensif di alam wujud. Filsafat melihatnya sebagai suatu hal yang biasa sehingga tertutupi oleh tabir kekufuran. Ia hanya melihat penghidupan serangga yang jauh dari kelompoknya, dan hidup sendirian dalam keterasingan di dalam lautan. Binatang tersebut bergantung kepada dedaunan hijau yang terdapat di sana sehingga membuat para nelayan iba dan kasihan, bahkan membuat mereka menangis dan sedih.(*[1])

    Lewat contoh di atas engkau bisa menyaksikan kekayaan al- Qur’an yang tak terhingga dalam mengenal Allah di medan ilmu dan pengetahuan, serta kegagalan dan kekeringan filsafat dalam hal ilmu dan mengenal Tuhan Sang Pencipta.

    Karena itulah, al-Qur’an yang mengumpulkan seluruh hakikat cemerlang dan tak terhingga tidak membutuhkan fantasi syair. Selain itu, yang menyebabkan al-Qur’an bersih dari syair adalah karena di samping memiliki susunan yang sangat rapi dan sempurna serta memaparkan berbagai keteraturan kreasi Ilahi yang terdapat di alam, al-Qur’an juga tidak mengikuti tatanan tertentu. Setiap ayatnya yang bersinar tidak terkungkung oleh pola tertentu.

    Karenanya ia ibarat sentral bagi sebagian besar ayat dan saudara kandungnya. Hubungan antar berbagai ayat yang memiliki keterpautan makna menggambar- kan satu wilayah yang luas. Seakan-akan setiap ayat yang mandiriyang tidak terikat dengan pola wazan—memiliki mata dan wajah yang dapat melihat kepada sebagian besar ayat lainnya.Maka dari itu, tidak aneh jika kita menemukan ribuan “al-Qur’an” dalam al-Qur’an di mana seolah-olah ia memberikan sebuah al-Qur’an kepada setiap aliran. Misalnya, surat al-Ikhlas. Ia berisi kekayaan ilmu tauhid yang sangat berlimpah, mengandung tiga puluh enam “surah al- Ikhlas”, serta terdiri dari enam susunan kalimat yang saling terkait satu dengan yang lain. Hal ini seperti yang dijelaskan dalam “Kalimat Kedua Puluh Lima”. Ya, ketidakteraturan yang secarah lahiriah tampak pada bintang-gemintang di langit menjadikan setiap bintang tidak terikat dan menjadi seperti pusat bagi sebagian besar bintang dalam wilayah yang melingkupinya. Garis-garis hubungan dan relasinya membentang ke setiap bintang untuk menunjukkan adanya berbagai hubungan samar antar seluruh entitas. Seolah-olah setiap bintang—sebagaimana bin- tang ayat al-Qur’an—memiliki mata dan wajah yang dapat melihat ke seluruh bintang lainnya.

    Perhatikanlah keteraturan yang sempurna pada ketidakteraturan yang ada.

    Dari sini engkau dapat mengetahui salah satu rahasia ayat al- Qur’an yang berbunyi:“Kami tidak mengajarkan syair kepadanya (Muhammad) dan bersyair itu tidaklah layak baginya...” (QS. Yâsîn [36]: 69).

    Hikmah lain yang perlu diketahui dari ungkapan وَمَا يَن۟بَغٖى لَهُ ‘bersyair itu tidak layak baginya’ adalah sebagai berikut: Fungsi syair adalah memperindah berbagai hakikat kecil yang tidak jelas, menghiasnya dengan khayalan yang bersinar, dan membuatnya menarik perhatian. Sedangkan hakikat al-Qur’an sudah de- mikian agung, mulia, dan menarik sehingga berbagai khayalan yang hebat dan bersinar tetap tidak berdaya di hadapannya.Misalnya, firman Allah yang berbunyi: “Pada hari Kami gulung langit seperti menggulung lembaran-lembaran kertas...” (QS. al-Anbiyâ [21]: 104).“Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat...” (QS. al-A’râf [7]: 54). “Teriakan itu hanya sekali teriakan saja. Tiba-tiba mereka semua dikumpulkan kepada kami.” (QS. Yâsîn [36]: 53). Serta berbagai ayat sejenis lainnya yang tak terhitung jumlahnya dalam al-Qur’an menjadi bukti atas hal tersebut.

    Jika engkau ingin melihat dan merasakan bagaimana setiap ayat al-Qur’an menebarkan cahaya kemukjizatan dan petunjuk serta menghapus gelapnya kekufuran laksana bintang cemerlang, bayang- kan dirimu berada di zaman jahiliah pada lingkungan Badui yang bodoh. Ketika engkau melihat segala sesuatu terhijab tabir kealpaan dan gelapnya kebodohan serta terkungkung oleh kebendaan dan ma- teri, tiba-tiba engkau menyaksikan denyut kehidupan mengalir pada entitas tak bernyawa itu di benak para pendengar di mana ia bangkit bertasbih kepada Allah lewat gema firman-Nya: “Senantiasa bertasbih kepada Allah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Dia adalah Raja, yang Mahasuci, yang Maha perkasa lagi Maha bijaksana.” (QS. al-Jumu’ah [62]: 1). Hal yang sama terwujud pada ayat-ayat sejenis lainnya. Lalu wajah langit yang gelap di mana diterangi oleh bintang-ge- mintang yang mati dalam pikiran pendengar menjadi berubah lewat firman-Nya: “Langit yang tujuh dan bumi bertasbih kepada-Nya…” (QS. al-Is- râ [17]: 44). Ya, langit tersebut berubah menjadi mulut yang berzikir menyebut Allah. Setiap bintang mengirimkan cahaya hakikat dan menebarkan hikmah yang mendalam.Demikian pula dengan muka bumi yang berisi berbagai makhluk lemah dan tak berdaya. Lewat kalam samawi ia berubah menjadi kepala yang besar. Daratan dan lautan juga berubah menjadi lisan yang menyuarakan tasbih. Begitu pula dengan seluruh tumbuhan dan hewan. Mereka menjadi untaian kata yang berzikir dan bertasbih. Bahkan seluruh bumi seakan-akan mengalirkan denyut kehidupan.

    Demikianlah. Dengan transformasi perasaan ke era tersebut engkau dapat merasakan berbagai aspek kemukjizatan yang terdapat dalam ayat al-Qur’an. Sementara kondisi sebaliknya membuatmu tak dapat merasakan hal tersebut.Ya, jika melihat ayat-ayat al-Qur’an lewat kondisimu saat ini yang telah tersinari oleh cahaya al-Qur’an sejak era tersebut hingga dike- nal lumrah dan bagaimana ia menerangi seluruh disiplin ilmu Islam hingga menjadi seterang matahari, yakni jika engkau melihat berbagai ayat lewat tirai “kelumrahan” tentu engkau tidak akan melihat tingkat keindahan menakjubkan yang terdapat pada setiap ayat dan bagaima- na ia menghapus kegelapan lewat cahayanya yang terang. Selanjutnya, engkau juga tidak akan merasakan sisi kemukjizatan al-Qur’an di antara sekian banyak sisinya.

    Jika engkau ingin menyaksikan tingkatan paling agung dari berbagai kemukjizatan al-Qur’an, perhatikan contoh berikut:

    Bayangkan sebuah pohon menakjubkan yang sangat tinggi, aneh, sangat rindang, dan besar. Lalu ia dibungkus dengan tirai gaib sehingga tak terlihat. Tentu terdapat keseimbangan, kesesuaian, dan hubungan antar dahan, buah, daun, dan bunga pohon tersebut sebagaimana hal itu juga terdapat pada organ manusia. Masing-masing bagian me- ngambil bentuk tertentu sesuai dengan esensi pohon ini.Jika seseorang datang dari arah pohon yang tidak pernah terlihat itu lalu ia melukis di atas kanvas sebuah bentuk dari setiap bagian pohon dengan membuat sejumlah garis yang mencerminkan hubu- ngan antar bagian, buah, dan daunnya, serta mengisi antara awal dan ujungnya yang demikian jauh tak terhingga dengan berbagai bentuk dan garis yang menggambarkan bentuk bagiannya secara sempurna, maka sudah pasti pelukis ini menyaksikan pohon gaib tadi lewat pan- dangannya yang menembus alam gaib. Lalu setelah itu ia melukisnya.

    Nah, al-Qur’an seperti contoh di atas. Penjelasannya yang menakjubkan yang terkait dengan hakikat entitas (hakikat yang mengacu ke- pada penciptaan yang terbentang mulai dari permulaan dunia hingga akhir akhirat serta yang terhampar mulai dari bumi hingga arasy, dari partikel hingga matahari) menjaga keseimbangan dan keselarasan yang ada. Ia memberikan kepada setiap bagian dan setiap buah sebuah bentuk yang sesuai dengannya di mana lewat pencarian dan penelaa- han yang dilakukan, para ulama pun berdecak kagum dengan mengucap, “mâsyâ Allah. Sesungguhnya yang menyingkap misteri alam dan mengungkap teka-teki penciptaan hanya engkau wahai al-Qur’an.”

    Kita dapat mengumpamakan nama, sifat, dan perbuatan-Nya yang penuh hikmah laksana pohon tuba yang berasal dari cahaya yang wilayah keagungannya membentang dari azali hingga abadi, batas ke- besarannya memenuhi jagat raya tanpa batas. Ruang lingkupnya mulai dari:“Dia menumbuhkan butir tumbuh-tumbuhan dan biji buah-bua- han...” (QS. al-An’âm [6]: 95).“Sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya...”(QS. al-Anfâl [8]: 24).“Dialah yang membentuk kamu dalam rahim sebagaimana dike- hendaki-Nya...” (QS. Ali Imran [3]: 6).Hingga kepada ayat yang berbunyi:“Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa...”(QS. Hud [11]: 7).“Langit terlipat di tangan kanan-Nya...” (QS. az-Zumar [39]: 67).“Menundukkan matahari dan bulan…” (QS. ar-Ra’d [13]: 2).Kita melihat al-Qur’an menjelaskan hakikat tersebut dengan seluruh cabang, dahan, tujuan, dan buahnya dengan penjelasan yang sangat selaras dan tepat di mana hakikat yang satu tidak bertabrakan dan tidak merusak hakikat yang lain. Dengan gambaran yang selaras itu, al-Qur’an menerangkan berbagai hakikat nama, sifat, dan perbuatan Ilahi yang penuh hikmah dengan penjelasan menakjubkan sehingga semua ahli kasyaf, ahli hakikat, ahli makrifat, dan ahli hikmah yang menjelajahi alam malakut mempercayainya seraya berkata ketika berada di hadapan keindahan penjelasannya yang menakjubkan, “Subhanallah. Betapa ia sangat benar. Betapa ia sangat sejalan dengan hakikat yang ada. Betapa ia sangat indah dan apik!”

    Kita bisa mengambil contoh enam rukun iman yang mengarah kepada seluruh “wilayah entitas” dan “wilayah wujub Ilahi” di mana ia merupakan ranting dari dua pohon besar tersebut. Al-Qur’an al-Karim menggambarkannya dengan semua dahan, cabang, buah, dan bunganya dengan memerhatikan keselarasan yang indah antara buah dan bunganya seraya memperkenalkan pola kesesuaian yang sangat seim- bang dan rapi sehingga membuat akal manusia tak mampu menang- kap berbagai dimensinya dan tercengang di hadapan keindahannya.

    Kemudian al-Qur’an memberikan gambaran yang demikian me- nakjubkan tentang lima rukun Islam yang merupakan cabang dari dahan iman. Al-Qur’an memerhatikan keindahannya yang apik dan kesempurnaannya yang seimbang di antara rukun-rukunnya. Bahkan ia menjaga adabnya yang paling sederhana, tujuannya yang paling tinggi, hikmahnya yang paling mendalam, manfaat dan buahnya yang paling kecil. Dalil paling jelas yang menunjukkan hal ini adalah kesempurnaan tatanan syariat yang agung yang bersumber dari nash-nash al-Qur’an yang bersifat komprehensif dan dari berbagai petunjuknya. Kesempurnaan tatanan syariat yang menakjubkan, keindahannya yang cermat, dan keselarasan hukumnya menjadi bukti yang jujur dan dalil yang kuat yang sama sekali tidak mengandung keraguan bahwa al-Qur’an adalah benar.

    Artinya, berbagai penjelasan al-Qur’an tidak mungkin bersandar kepada ilmu parsial manusia, terutama so- sok manusia yang buta huruf. Akan tetapi, ia pasti bersandar kepada pengetahuan yang luas yang meliputi sekaligus melihat segala sesuatu. Ia merupakan kalam Allah yang Mahaagung, Maha Melihat yang azali dan abadi, serta Maha Menyaksikan seluruh hakikat.

    Hal itu sebagaimana ditunjukkan oleh hakikat ayat yang berbunyi:“Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan kepada hamba-Nya Al- kitab (al-Qur’an) dan Dia tidak mengadakan kebengkokan di dalamnya.” (QS. al-Kahfi [18]: 1).

    Ya Allah Dzat yang menurunkan al-Qur’an, dengan kebenaran al- Qur’an dan dengan kebenaran sosok yang menerima al-Qur’an, terangi kalbu dan kubur kami dengan cahaya iman dan al-Qur’an. Amin.


    BAGIAN KEDUA

    Dialog dengan Sejumlah Pemuda yang Terpikat oleh Berbagai Hal yang Melenakan, namun tidak sampai Hilang Kesadaran

    Sejumlah pemuda meminta kepada Risalah Nur untuk membantu dan menolong mereka seraya bertanya:“Bagaimana kami bisa selamat di akhirat, di mana saat ini kami tengah dikepung oleh berbagai rayuan palsu, godaan hawa nafsu, dan hiburan yang menipu?”Atas nama sosok maknawi Risalah Nur, aku memberikan jawaban sebagai berikut:

    Kubur terhampar di hadapan semua orang. Tak seorang pun yang dapat mengingkarinya. Kita semua pasti akan memasukinya. Masuk ke dalam kubur hanya ada tiga jalan:

    Pertama, jalan yang menunjukkan bahwa kubur adalah pintu yang terbuka bagi kaum mukmin menuju alam yang lebih indah dibanding dunia ini.

    Kedua, jalan yang memperlihatkan bahwa kubur adalah pintu menuju penjara abadi bagi mereka yang terus berada dalam kesesatan, meskipun beriman kepada akhirat dan mereka dijauhkan dari seluruh orang yang dicintai di penjara soliter tersebut. Mereka akan diperlakukan sesuai dengan keyakinan dan pandangan mereka tentang kehidupan lantaran tidak mau mengamalkan apa yang mereka yakini.

    Ketiga, jalan yang dilalui oleh orang yang tidak beriman kepada akhirat dari golongan kaum sesat. Baginya, kubur adalah pintu menuju ketiadaan dan kematian abadi. Dalam pandangannya, kubur merupakan tiang gantungan yang membinasakannya serta seluruh orang yang dicintainya. Inilah balasan atas sikap ingkarnya terhadap akhirat.Yang pertama dan kedua sangat jelas dan tidak membutuhkan dalil. Keduanya dapat dilihat dengan mata kepala.

    Selama ajal tertutup tirai gaib dan kematian bisa datang setiap waktu tanpa pandang bulu apakah orang muda atau orang tua, maka manusia yang lemah yang melihat kondisi tersebut setiap waktu akan mencari sesuatu yang dapat menyelamatkannya dari kebinasaan sekaligus mengubah pintu kubur dari kondisi gelap menjadi bercahaya yang terbuka menuju alam yang kekal dan taman menyenangkan di alam cahaya dan kebahagiaan abadi. Tentu saja hal ini merupakan persoalan terbesar bagi manusia. Bahkan, ia lebih agung dan lebih besar dibanding seluruh dunia ini.

    Kepastian hakikat ini, hakikat kematian dan kubur, dengan tiga jalan tersebut disampaikan oleh 124 ribu informan yang jujur. Mereka adalah para nabi mulia yang dibenarkan oleh sejumlah mukjizat mereka yang cemerlang. Hal itu juga disampaikan oleh 124 juta wali saleh yang membenarkan berita para nabi mulia tersebut serta menjadi saksi atas hakikat yang sama lewat kasyaf, dzauq, dan penyaksian. Lalu, hakikat tersebut disampaikan pula oleh pakar ulama yang tak terhitung jumlahnya. Mereka menguatkan berita para nabi dan wali dengan sejumlah dalil rasional mereka yang demikian kuat di mana ia mencapai tingkatan ilmul yaqîn, serta tingkat kebenarannya mencapai Sembilan puluh Sembilan persen.(*[2]) Semua orang mengakui bahwa cara untuk selamat dari kebinasaan abadi, untuk bebas dari penjara soliter, serta untuk mengubah kematian menjadi kebahagiaan abadi hanya dengan beriman dan taat kepada Allah.

    Ya, jika salah seorang berjalan di sebuah jalan tanpa peduli dengan ucapan orang yang memberitahukan adanya bahaya yang membinasakan meski kemungkinannya satu banding seratus, bukankah kerisauan terkait dengan bayangan dan persepsi bahaya yang ada dalam benaknya telah cukup membuatnya kehilangan selera makan? Apalagi jika informasinya disampaikan oleh ratusan ribu orang jujur yang dapat dipercaya di mana validitas informasinya mencapai 100% benar. Di samping itu, mereka juga sepakat bahwa kesesatan dan sikap ingkar akan membawa manusia menuju tiang gantungan (kubur) dan penjara soliter yang bersifat abadi sebagaimana terhampar di hadapan mereka. Sebaliknya, iman dan ibadah sudah pasti akan menghapus tiang gantungan dan menutup pintu penjara abadi. Kubur tersebut akan berubah menjadi pintu yang terbuka menuju istana indah yang berhias kebahagiaan abadi dan kekayaan yang tak pernah habis. Apalagi mereka menginformasikan hal itu disertai dalil tentang tanda-tandanya. Sekarang aku akan mengajukan pertanyaan berikut: Kira-kira bagaimana sikap manusia yang malang, terutama seorang Muslim, terhadap persoalan besar dan menakutkan ini? Mung- kinkah seluruh kekuasaan dunia berikut berbagai kenikmatan yang terdapat di dalamnya dapat melenyapkan seluruh kegelisahan dan kerisauan yang dirasakan manusia saat menanti giliran setiap waktu untuk masuk ke dalam kubur, jika ia tidak beriman dan tidak beribadah?

    Kemudian masa tua, kondisi sakit, dan musibah, serta kematian yang terjadi di mana-mana, semua itu menghinggapi setiap jiwa manusia dan selalu mengingatkannya tentang akhir perjalanannya yang pasti dialami. Karena itu, neraka maknawi pasti berkobar di dalam kalbu orang-orang sesat dan bodoh itu. Nyalanya akan menyiksa mereka, bahkan meskipun mereka menikmati berbagai kemewahan du- nia. Hanya saja, derita itu tidak mereka rasakan sementara waktu karena sikap alpa dan lalai.

    Selama orang beriman dan orang yang taat melihat kubur yang terhampar di hadapan mereka sebagai pintu menuju taman kebaha- giaan abadi dan kenikmatan yang kekal lantaran penghargaan yang diberikan oleh qadar Ilahi yang membuat mereka meraih kekayaan yang kekal lewat kesaksian iman, maka masing-masing mereka akan merasakan kenikmatan yang mendalam dan kegembiraan maknawi saat panggilan, “Silakan ambil tiketmu!” di mana kegembiraan maknawi tersebut, andai berwujud, akan seperti surga maknawi milik seorang mukmin, sama seperti benih yang berubah menjadi pohon yang rimbun. Jika demikian, maka orang yang meninggalkan kenikmatan besar tersebut demi mendapatkan kenikmatan sesaat yang tidak dibenarkan dan berhias deritalaksana madu beracunatas dorongan gelora masa muda, akan jatuh ke tingkatan yang jauh lebih rendah dibanding hewan.

    Bahkan lebih parah dari kondisi orang ateis. Pasalnya, mereka yang mengingkari Rasulullah x bisa jadi beriman kepada rasul-rasul yang lain. Kalaupun tidak beriman kepada seluruh rasul, bisa jadi ia beriman kepada Allah. Kalaupun tidak beriman kepada Allah, bisa jadi ia memiliki akhlak yang terpuji. Sementara, sang Muslim tadi tidak mengenal para rasul yang mulia, tidak beriman kepada Tuhan, serta tidak mengenal kesempurnaan manusia kecuali lewat perantaraan Nabi x. Karena itu, Muslim yang tidak mau menerima pendidikan dan perintah Nabi x yang penuh berkah, ia tidak akan mengakui nabi yang lain. Bahkan, ia juga tidak mengenal Allah, serta tidak bisa menjaga pilar-pilar kesempurnaan manusia dalam jiwanya. Hal itu karena pokok-pokok agama dan landasan pendidikan yang dibawa oleh Rasul x merupakan sesuatu yang kukuh dan sempurna, di mana orang yang mengabaikannya, niscaya sama sekali tidak akan memperoleh cahaya dan kesem- purnaan, bahkan akan jatuh terperosok. Sebab, Nabi x merupakan penutup para nabi, pemimpin para rasul, dan imam seluruh umat manusia dalam seluruh hakikat yang ada. Bahkan, beliau merupakan po- ros kebanggaan umat ini, sebagaimana telah terekam jelas sepanjang 14 abad lamanya.

    Oleh sebab itu, wahai orang yang diuji dengan perhiasan dan kenikmatan kehidupan dunia, wahai yang mencurahkan seluruh potensinya untuk menjamin kehidupan saat ini dan masa depan dengan penuh kerisauan, wahai orang yang malang!Jika kalian ingin menikmati kelezatan dunia dan merasakan kebahagiaannya, maka cukupkan dirimu dengan kenikmatan yang ada dalam wilayah yang disyariatkan. Kenikmatan tersebut sudah sangat cukup untuk memenuhi keinginanmu.

    Seperti yang telah dijelaskan di atas, kalian dapat memahami bahwa setiap kenikmatan yang berada di luar koridor syariah hanya berisi ribuan penderitaan. Sebab, jika berbagai peristiwa masa depan yang akan terjadi lima puluh tahun kemudian, misalnya, dapat disaksikan sebagaimana berbagai peristiwa masa lalu, tentu orang-orang yang lalai dan bodoh itu akan meratapi apa yang mereka tertawakan saat ini.

    Karenanya, siapa yang ingin selalu bahagia dan gembira, di dunia dan akhirat, ia harus mematuhi pendidikan Muhammad x yang berada dalam koridor keimanan.

    DIALOG DENGAN SEKELOMPOK PEMUDA

    Suatu hari, sekelompok pemuda yang tegap dan cerdas men- datangiku. Mereka meminta nasihat dan petunjuk yang bisa mencegah mereka dari berbagai kejahatan akibat tuntutan hidup, gelora masa muda, dan dorongan hawa nafsu yang mengitari mereka. Maka, aku pun memberikan nasihat kepada mereka sebagaimana nasihat yang kuberikan kepada orang-orang yang meminta bantuan dari Risalah Nur, sebagai berikut:

    “Ketahuilah bahwa masa muda pasti berlalu. Jika engkau tidak membatasi diri dengan batasan yang disyariatkan, maka masa muda tersebut akan hilang dan pergi begitu saja, serta engkau akan mendapat bencana, musibah, dan derita di dunia, di alam kubur, dan di alam akhirat, yang jauh melebihi segala kenikmatan yang telah engkau rasakan.Akan tetapi, jika engkau menggunakan masa mudamu dalam menjaga kehormatan dan kemuliaan, serta taat kepada Tuhan dengan cara mendidiknya lewat pendidikan Islam, sebagai wujud atas syukur kepada Allah atas nikmat masa muda yang Dia berikan, maka masa tersebut akan terus terjaga dan akan menjadi sarana untuk memperoleh masa muda yang kekal di dalam surga yang abadi kelak.”

    Ya, jika hidup ini tidak didasari dengan keimanan, atau keimanan tersebut tidak memberikan pengaruh lantaran banyak melakukan perbuatan maksiat, maka seluruh kenikmatan lahiriahnya yang sangat singkat akan mendatangkan penderitaan dan kesedihan yang berkali-kali lipat lebih dahsyat dari kenikmatan dan kesenangan yang ada. Karena dengan akal pikiran yang diberikan Tuhan, manusia memiliki hubungan yang kuat dengan masa lalu dan masa mendatang, di samping masa sekarang yang ia jalani, sehingga ia dapat merasakan ber- bagai kenikmatan di masa tersebut sekaligus merasakan kepedihan- nya. Ini berbeda dengan hewan di mana kenikmatan yang ia rasakan saat ini tidak bercampur dengan kesedihan masa lalu dan kecemasan masa mendatang, karena tidak diberi pikiran. Dari sini dapat dipahami bahwa kenikmatan masa sekarang yang dirasakan oleh manusia, yang terjerumus dalam kesesatan dan kelalaian, akan rusak dengan adanya kesedihan masa lalu dan kecemasan terhadap masa depan. Hidupnya yang ia jalani saat ini penuh dengan penderitaan dan kecemasan, terutama saat menikmati berbagai kesenangan yang tidak dibenarkan. Ia persis seperti madu yang beracun. Dengan kata lain, manusia seratus kali lebih rendah dari hewan dalam menikmati kesenangan hidup.

    Bahkan, kehidupan kaum yang sesat dan lalai, serta wujud dan dunia mereka hanyalah saat ini saja. Sebab, seluruh masa lalu berikut entitasnya telah musnah karena kesesatan mereka sehingga mereka terseret dalam lembah kegelapan. Demikian pula dengan masa mendatang, ia tiada bagi mereka karena mereka tidak beriman kepada hal gaib. Akhirnya, berbagai perpisahan abadi yang tak berakhir mengisi hidup mereka dengan kegelapan yang pekat selama mereka masih memiliki akal dan mengingkari hari kebangkitan.

    Akan tetapi, ketika iman menjadi sumber kehidupan dan cahayanya bersinar, ia akan menerangi masa lalu dan masa mendatang. Keduanya akan abadi serta dapat menolong roh dan kalbu mukmin dari sisi iman dengan berbagai perasaan yang mulia dan cahaya eksistensi yang abadi sebagaimana yang diberikan oleh masa sekarang. Hakikat ini telah dijelaskan secara lengkap dalam “Harapan Ketujuh” dari risalah asy-Syuyûkh (Lanjut Usia).

    Demikianlah hidup. Jika engkau ingin hidup bahagia, maka nyalakan hidupmu dengan iman, hiasilah ia dengan melaksanakan kewajiban, dan jagalah ia dengan menjauhi kemaksiatan.

    Adapun hakikat kematian yang memperlihatkan berbagai kengeriannya dan maut yang kita saksikan setiap hari di mana-mana, akan kujelaskan dalam sebuah perumpamaan, sebagaimana penjelasan yang kuberikan kepada para pemuda yang lain.

    Bayangkan di sini, misalnya, ada sejumlah tiang gantungan dipasang di hadapan kalian. Di sampingnya terdapat tempat untuk membagi-bagikan hadiah berharga yang istimewa kepada mereka yang beruntung. Kita yang berjumlah sepuluh orang di sini akan dipanggil kepadanya, baik dalam kondisi suka maupun terpaksa. Hanya saja, karena waktu pemanggilan tidak diketahui, setiap saat kita selalu menantikan pihak yang memanggil kita, “Ke sinilah! Terima keputusan hukuman matimu dan naiklah ke tiang gantungan!” Atau ia berkata, “Ke sinilah! Ambil sebuah tiket yang akan memberikan keuntungan miliaran rupiah.”Ketika kita sedang diam menunggu, tiba-tiba ada dua orang yang datang ke depan pintu.

    Salah satunya berupa wanita yang cantik dan genit, serta nyaris telanjang di mana ia membawa sepotong kue yang tampak lezat untuk diberikan kepada kita. Hanya saja sebenarnya ia beracun.

    Sementara yang lain berupa lelaki gagah dan berwibawa. Ia masuk setelah wanita itu seraya berkata, “Aku membawakan sebuah azi- mat dan pelajaran untuk kalian. Jika kalian membaca pelajaran tersebut dan tidak memakan kue tadi, kalian akan selamat dari tiang gantungan. Dan dengan azimat ini, kalian akan menerima tiket hadiah berharga. Kalian melihat dengan mata kepala bahwa siapa yang memakan kue tersebut akan terkena penyakit perut hingga naik ke tiang gantungan.” Adapun orang yang memperoleh tiket hadiah, meskipun tidak terlihat oleh kita dan kelihatannya mereka naik ke tiang gantungan, hanya saja lebih dari jutaan saksi menginformasikan bahwa mereka sebenarnya tidak digantung. Namun ia menjadikan tiang gantungan tersebut sebagai tangga agar dapat dengan mudah menyeberang menuju tempat pemberian hadiah. Lihatlah dari sejumlah jendela untuk dapat menyaksikan bagaimana para pembesar yang bertanggung jawab membagi-bagikan hadiah tersebut memanggil dengan suara keras: “Para pemilik azimat tersebut telah berhasil mendapat tiket hadiah. Yakinilah hal tersebut sebagaimana kalian melihat secara langsung orang-orang yang pergi menuju ke tiang gantungan. Jangan sekali-kali ragu. Ia sangat jelas sejelas matahari di siang bolong.”

    Nah, berdasarkan perumpamaan di atas, maka kenikmatan masa muda yang terlarang sama seperti madu yang beracun. Kematian bagi orang yang kehilangan tiket iman yang mendatangkan kebahagiaan abadi laksana tiang gantungan. Ia menantikan si algojo, ajal, yang bisa datang kapan sajakarena tidak kita ketahui—untuk merenggut nyawa tanpa membedakan antara yang muda dan tua. Lalu, ia memasuk- kannya ke lubang kubur yang merupakan pintu kegelapan abadi, sebagaimana tampak secara lahiriah.

    Akan tetapi, jika si pemuda itu berpaling dari kenikmatan terlarang yang menyerupai madu beracun, lalu ia pergi untuk mendapat azimat qur’ani yang berupa iman dan penunaian kewajiban, maka 124 ribu nabi, serta para wali saleh dan ulama yang tidak terhitung banyaknya menginformasikan dan memperlihatkan tanda dari informa- si yang mereka berikan bahwa seorang mukmin akan mendapatkan tiket yang membuatnya meraih kebahagiaan abadi.

    Kesimpulan Masa muda akan berlalu dan pasti akan pergi. Jika ia telah meniti jalan kesenangan yang melenakan, maka hal itu akan mendatangkan ribuan bencana, derita, dan musibah yang menyakitkan, baik di dunia maupun di akhirat. Jika kalian ingin memahami bagaimana para pemuda seperti mereka biasanya berujung dievakuasi ke rumah sakit karena tindakan sembrono dan penyakit jiwa yang mereka derita, atau masuk ke dalam penjara dan tempat-tempat pembuangan karena hawa nafsu dan tipu daya yang mereka perturutkan, atau ke tempat-tempat hiburan dan minuman keras karena derita dan tekanan jiwa yang terdapat di dalam dada, maka tanyakan saja ke sejumlah rumah sakit, penjara, dan bahkan tempat pemakaman.

    Kalian pasti akan mengetahui dari sejumlah rumah sakit berupa kisah derita dan penyesalan yang berasal dari penyakit akibat gelora masa muda dan penyimpangan mereka. Kalian juga akan mendengar dari kondisi penjara teriakan putus asa dan suara penyesalan yang diucapkan oleh para pemuda malang yang telah mengikuti hawa nafsu mereka sehingga mendapatkan “tamparan didikan” akibat keluar dari perintah agama. Kalian pun akan mengeta- hui bahwa sebagian besar orang yang disiksa di kubur—alam Barzakh yang terus terbuka dan tertutup lantaran banyaknya orang yang masuk ke dalamnya—tidak lain akibat ulah perbuatan buruk di masa muda mereka sendiri, sebagaimana penyaksian ahli kasyaf dan kesaksian seluruh ahli hakikat.

    Kalian bisa bertanya kepada mereka yang telah lanjut usia dan yang sedang sakit di mana mereka mewakili sebagian besar umat ma- nusia. Kalian pasti akan mendengar bahwa sebagian besar mereka ber- kata: “Aku sangat menyesali masa yang telah berlalu! Kami telah menyia-nyiakan masa muda kami dalam urusan yang tidak berguna. Karena itu, waspadalah jangan sampai mengulangi sejarah hidup kami. Jangan sekali-kali mengikuti langkah kami.”Hal itu karena orang yang menghadapi tahun-tahun duka dan kerisauan di dunia, siksa di alam Barzakh, dan neraka di akhirat hanya karena “kenikmatan terlarang” yang tidak lebih dari lima atau sepuluh tahun dari usia muda, tidak layak dikasihani meskipun mereka sangat membutuhkan rasa kasih sayang itu. Pasalnya, orang yang rela dengan bahaya dan mengikutinya dengan sengaja tidak pantas dikasihani dan ditatap dengan pandangan kasih sayang. Hal ini sesuai dengan bunyi hikmah:“Orang yang rela dengan bahaya, tidak layak diperhatikan.”

    Semoga Allah menjaga kita dan kalian semua dari fitnah zaman yang melenakan ini serta menyelamatkan kita dari berbagai kejahatannya. Amin.


    Risale-i Nur Mizanlarından On Üçüncü Söz’ün İkinci Makamı’nın Hâşiyesidir

    بِاس۟مِهٖ سُب۟حَانَهُ

    Para tahanan adalah orang yang paling membutuhkan pelipur lara hakiki yang terdapat dalam Risalah Nur. Terutama para pemuda yang mendapat “tamparan didikan” akibat memperturutkan hawa nafsu dan gelora masa muda sehingga menjalani dan menghabiskan usia bersinar mereka di penjara. Karena itu, mereka membutuhkan Risalah Nur sama seperti kebutuhan mereka terhadap nasi.

    Masa muda lebih menuruti keinginan perasaannya dibanding menuruti akal. Sementara, sebagaimana kita ketahui bersama, hawa nafsu tidak melihat akibat yang ada. Karena itu, nafsu lebih menguta- makan satu ons “kenikmatan sekarang” dibanding satu ton “kenik- matan mendatang”. Seorang pemuda tega membunuh orang untuk kenikmatan semenit dalam melakukan tindakan balas dendam. Setelah itu, ia pun harus mengalami delapan ribu jam penderitaan di penjara. Seorang pemuda rela menikmati satu jam dalam permainan dan kesia-siaan di mana setelah itu ia mengalami derita selama ribuan hari di penjara disertai rasa cemas terhadap musuh yang menanti dan memata-matainya.

    Demikianlah para pemuda kehilangan kebahagiaan hidup digantikan dengan kecemasan dan kerisauan, serta ketakutan dan kepedihan.

    Atas dasar itu, para pemuda malang jatuh pada berbagai dilema dan persoalan berat sehingga hari-hari indah mereka berubah menjadi hari yang paling pahit dan kelam. Terutama, setelah terpaan angin tornado dari utara (komunisme) membawa sejumlah fitnah yang meru- sak masa sekarang, yaitu dengan mendorong para pemuda untuk merusak kehormatan wanita yang masih gadis dan melakukan pergaulan bebas yang kotor. Bahkan, mendorong kefasikan dengan mengizinkan laki-laki dan perempuan masuk ke tempat pemandian umum dalam keadaan telanjang. Di samping itu, menghalalkan harta kalangan kaya untuk diberikan kepada kaum fakir yang bodoh. Umat manusia sangat khawatir menghadapi musibah di atas.

    Karena itu, pemuda Muslim di masa yang sulit ini harus berusaha keras menyelamatkan kondisi yang ada. Mereka harus menghunus pedang berlian milik Risalah Nur ini dan menguasai berbagai argumentasi kuat yang terdapat dalam risalah ats-Tsamarah (Cahaya Iman dari Bilik Tahanan) dan Mursyid asy-Syabâb (Tuntunan Generasi Muda) dan sejenisnya. Mereka harus membela diri, menahan serangan hebat tersebut yang berasal dari dua arah. Jika tidak, maka masa depan pemuda dunia akan lenyap, kehidupan mereka yang bahagia akan menghilang, serta kesempatan untuk mendapat nikmat akhirat akan pudar. Semuanya akan berubah menjadi derita dan siksa. Pasalnya, mereka akan mengisi sejumlah rumah sakit akibat tindakan mereka yang melampaui batas, akan menjadi penghuni penjara akibat penyimpangan yang dilakukan, serta akan menangis disertai sejumlah penyesalan di masa tua.

    Namun, ketika setiap pemuda menjaga dirinya dengan pendidikan al-Qur’an, serta memeliharanya dengan hakikat Risalah Nur, maka ia akan menjadi pemuda pahlawan, manusia sempurna, Muslim yang bahagia, serta pemimpin bagi seluruh makhluk.

    Ya, ketika seorang pemuda melewatkan satu jam saja dari dua puluh empat jam dalam satu hari di penjara dengan mengerjakan salat lima waktu, bertobat dari dosa dan maksiat yang menjebloskannya ke dalam penjara, serta menghindari berbagai kejahatan, ia akan kembali dengan membawa sejumlah manfaat besar kepada kehidupannya, masa depannya, negaranya, bangsanya, dan karib kerabatnya, di samping akan menjadi pemuda abadi di surga yang penuh nikmat sebagai ganti dari kenikmatan dunia, yang tidak lebih dari lima belas tahun. Hakikat ini diberitakan dan diinformasikan dengan sangat meyakinkan oleh semua kitab suci samawi, terutama al-Qur’an al-Karim.

    Ya, ketika seorang pemuda mensyukuri nikmat masa mudanya yang indah dengan bersikap istikamah dan taat, masa muda tersebut akan bertambah, akan kekal abadi, serta akan menjadi lebih nikmat. Jika tidak, ia akan menjadi bencana dan musibah yang menyakitkan, serta dihiasi dengan kerisauan dan kesediahan yang menyulitkan sehingga hilang percuma. Akhirnya, masa muda hanya menjadi bencana bagi dirinya, karib kerabatnya, negara dan bangsanya.

    Demikianlah, setiap jam yang dilewati oleh para tahanan yang dihukum dengan zalim akan menjadi seperti ibadah satu hari penuh selama ia melaksanakan kewajiban. Baginya, penjara laksana tempat uzlah dan mengucilkan diri dari manusia sebagaimana kaum zuhud dan abid berdiam diri di gua-gua untuk fokus beribadah. Artinya, ia bisa menjadi seperti kaum zuhud yang saleh tersebut.

    Setiap jam yang ia lewati jika berada dalam kondisi fakir, sakit, lanjut usia, dan merindukan hakikat iman sama seperti ibadah selama dua puluh jam dengan syarat mengerjakan kewajiban dan bertobat. Baginya, penjara laksana sekolah pendidikan dan tempat menebarkan kasih sayang. Pasalnya, ia melewati hari-harinya bersama koleganya dalam keadaan lapang, di samping perasaan lapang dan tatapan penuh kasih dari banyak orang. Bahkan, bisa jadi ia lebih senang berada di penjara dibanding bebas berkeliaran di luar, di mana dosa dan maksiat telah mengepung dari berbagai sisi. Ia merasa nyaman dengan pelajaran yang ada di penjara. Ketika keluar dari penjara, ia pun keluar bukan sebagai sosok pembunuh atau sosok yang ingin melakukan balas dendam. Namun, ia keluar sebagai orang yang sudah bertobat dan telah banyak mendapat pengalaman hidup sehingga menjadi orang yang berman- faat bagi bangsa dan negaranya.

    Bahkan, setelah menerima pelajaran iman tentang akhlak yang mulia dari Risalah Nur, sekelompok orang yang dahulu pernah bersama kami di penjara Denizli meskipun hanya sebentar, berkata: “Andaikan para tahanan mendapatkan pelajaran keimanan dari Risalah Nur selama lima belas pekan saja, hal itu pasti lebih bisa memperbaiki mereka dibanding harus dipenjara selama lima belas tahun.”

    Selama kematian ada, lalu ajal terhijab oleh tirai kegaiban di mana ia bisa menjemput kita kapan saja, sementara pintu kubur tidak pernah tertutup, kemudian umat manusia memasukinya rombongan demi rombongan, dan kematian itu sendiri bagi kaum mukmin adalah tiket pembebasan dari eksekusi hukuman mati sebagaimana dijelaskan lewat hakikat qur’ani, namun bagi kaum sesat dan bodoh ia laksana kemusnahan abadi seperti yang mereka saksikan di mana ia merupakan perpisahan abadi dengan seluruh kekasih dan bahkan seluruh entitas, maka sudah barang tentu manusia yang paling bahagia

    adalah yang bersyukur kepada Tuhan seraya bersabar di dalam penjara, memanfaatkan waktu sebaik mungkin, mengabdikan diri kepada al-Qur’an dan iman, serta mengambil pelajaran dari Risalah Nur.

    Wahai orang yang sedang diuji dengan kesenangan dan kenikmatan dunia!

    Selama 75 tahun usia yang kujalani, dan dengan ribuan pengalaman yang kudapat sepanjang hidup serta dengan berbagai peristiwa yang terjadi padaku, aku menyadari penuh bahwa kenikmatan hakiki, kesenangan yang tak berhias derita, kegembiraan yang tidak disertai duka, dan kebahagiaan sempurna dalam hidup hanya terletak pada iman dan dalam wilayah hakikatnya. Tanpa iman, satu kesenangan duniawi mengandung banyak derita. Kalaupun dunia memberimu kenikmatan seukuran biji anggur, ia akan menamparmu sepuluh kali seraya melenyapkan kenikmatan hidup yang ada.

    Wahai orang-orang malang yang mendekam di penjara! Selama dunia kalian menyedihkan, serta hidup kalian penuh dengan derita dan musibah, maka kerahkan seluruh potensi yang ada agar akhirat kalian tidak sengsara dan agar kehidupan abadi kalian bahagia. Manfaatkanlah kesempatan ini wahai saudaraku. Sebab, sebagaimana berjaga di perbatasan musuh selama satu jam dalam kondisi sulit dapat berubah menjadi satu tahun ibadah, maka setiap jam yang kalian jalani di penjara akan berubah menjadi sekian banyak jam selama kalian menunaikan ibadah. Ketika itulah beban derita dan kesulitan akan berubah menjadi rahmat dan ampunan.


    بِاس۟مِهٖ سُب۟حَانَهُ

    اَلسَّلَامُ عَلَي۟كُم۟ وَ رَح۟مَةُ اللّٰهِ وَ بَرَكَاتُهُ

    Wahai saudara yang mulia dan setia!

    Wahai saudara yang mulia dan setia! Aku melihat tiga cahaya pelipur lara. Hal itu akan kujelaskan dalam tiga poin kepada mereka yang sedang ditahan di penjara serta pihak-pihak yang mengawasi, menjaga, dan membantu mereka terkait dengan aktivitas dan urusan makan mereka.

    Poin Pertama Setiap hari yang dilalui di penjara bisa membuat seseorang mendapat pahala ibadah sepuluh hari, serta dapat mengubah jam-jamnya yang fana menjadi jam demi jam yang kekal abadi dari sisi buahnya. Bahkan, lima atau sepuluh tahun yang dilewatkan di penjara dapat menjadi sarana untuk selamat dari penjara abadi yang berlangsung selama jutaan tahun.

    Keuntungan besar tersebut dapat diraih oleh orang beriman dengan syarat menunaikan salat fardhu, bertobat kepada Allah dari segala dosa dan maksiat yang membuatnya masuk ke penjara, serta senantiasa bersyukur kepada Allah diiringi sikap sabar. Selain keuntungan ini, penjara itu sendiri dapat menghalangi dirinya dari berbuat banyak dosa.

    Poin Kedua Hilangnya derita merupakan kenikmatan, sebagaimana hilangnya nikmat merupakan penderitaan. Ya, setiap orang yang mengenang hari-hari yang telah dilewati dengan kenikmatan dan kegembiraan akan bersedih dan menyesal hingga lisannya berkata, “Oh”. Sebaliknya, jika mengenang hari-hari yang dilalui dengan kesulitan dan musibah ia akan merasa senang dan gembira karena semua itu telah sirna sehingga lisannya berucap “alhamdulillah.” Berbagai ujian telah berlalu digantikan oleh pahalanya. Maka, dadanya lapang dan senang. Artinya, derita sesaat melahirkan kenikmatan maknawi dalam jiwa. Sebaliknya, kenikmatan sesaat melahirkan derita maknawi dalam jiwa.

    Jika demikian, apabila jam demi jam musibah yang telah berlalu bersama deritanya menjadi tiada, sementara hari demi hari musibah belumlah tiba sehingga ia juga terhitung tiada dan tak melahirkan derita, maka adalah sangat bodoh jika sekarang ini menampakkan sikap risau dan tidak sabar terhadap saat-saat musibah yang telah berlalu dan terhadap derita yang belum lagi tiba. Sebab, semuanya tergolong tiada. Juga sangat bodoh jika menampakkan sikap mengeluh kepada Allah dan tidak mengintrospeksi nafsu ammârah yang penuh keku- rangan. Setelah itu, menghabiskan waktu dalam duka dan penyesalan. Bukankah orang melakukan hal tersebut lebih dungu dibanding orang yang terus makan dan minum sepanjang hari, karena takut lapar dan haus pada beberapa hari mendatang.

    Ya, jika manusia tidak mencerai-beraikan kekuatan sabarnya ke masa lalu dan masa mendatang, lalu memusatkannya pada saat ini saja, hal itu sudah cukup untuk melenyapkan segala kerisauan dan kesulitan. Bahkan, aku utarakan—bukan dengan maksud mengeluh— bagaimana berbagai kesulitan materi dan maknawi yang pernah ku- lewati dalam “Madrasah Yusufiyah Ketiga”(*[3])selama beberapa hari,yang tidak pernah terjadi sepanjang hidupku.

    Terutama ketika aku tidak bisa berdakwah akibat penyakit yang kuderita. Ketika kalbu dan jiwaku berada dalam kondisi yang sangat sulit dan putus asa, tiba-tiba pertolongan Ilahi datang membawa hakikat di atas. Dadaku menjadi begitu lapang dan berbagai kesulitan itu pun menjadi hilang, sehingga aku rela menerima penderitaan penjara dan penyakit. Sebab, bagi orang yang sebentar lagi akan mati seperti diriku, niscaya mendapatkan keuntungan besar manakala setiap jam yang mungkin dilewatkan dalam kelalaian berubah menjadi sepuluh jam ibadah. Aku pun sangat bersyukur kepada Allah.

    Poin Ketiga Tugas membantu para tahanan dengan penuh kasih sayang, memberi mereka makanan yang dibutuhkan, serta membalut luka maknawi mereka dengan balsam pelipur lara, meskipun tampak sederhana, namun sebenarnya berisi pahala yang sangat besar. Sebab, menyerahkan makanan yang dikirim untuk mereka dari luar terhitung sedekah. Akan ditulis dalam lembaran catatan kebaikan semua orang yang melakukan tugas tersebut, baik mereka yang membawanya dari luar, penjaga, maupun pengawas yang membantu mereka. Terutama jika tahanan tersebut sudah lanjut usia, sakit, miskin dan jauh dari negerinya. Maka, pahala sedekah tersebut menjadi bertambah besar.

    Keuntungan besar ini tentu saja baru bisa didapat dengan melaksanakan berbagai kewajiban seperti salat agar pengabdian di atas terwujud karena Allah. Syarat lainnya adalah harus diiringi dengan cinta dan kasih sayang tanpa pamrih apa-apa.

    بِاس۟مِهٖ سُب۟حَانَهُ وَ اِن۟ مِن۟ شَى۟ءٍ اِلَّا يُسَبِّحُ بِحَم۟دِهٖ

    اَلسَّلَامُ عَلَي۟كُم۟ وَ رَح۟مَةُ اللّٰهِ وَ بَرَكَاتُهُ اَبَدًا دَائِمًا

    Wahai saudara seagama dan teman-teman sependeritaan (di penjara)!

    Terlintas keinginan dalam diriku untuk menjelaskan sebuah hakikat penting yang dengan izin Allah dapat menyelamatkan kalian dari siksa dunia dan akhirat. Aku akan menjelaskannya dengan sebuah perumpamaan sebagai berikut:

    Seseorang telah membunuh orang lain atau salah satu teman karibnya. Pembunuhan yang terjadi karena motif balas dendam yang tidak lebih dari satu menit itu telah mengakibatkan kesempitan hati dan penderitaan di dalam penjara selama jutaan menit. Pada waktu yang sama, karib kerabat pihak yang terbunuh juga selalu risau dan menunggu kesempatan untuk bisa membalas perbuatan di atas setiap kali mengingat si pembunuh. Akibatnya, mereka tidak lagi menikmati hidup yang ada, karena tersiksa oleh perasaan takut, risau, dengki dan marah. Hal tersebut hanya dapat diobati dengan berdamai dan hidup rukun antara keduanya. Itulah yang diajarkan oleh alQur’an al-Karim dan diserukan oleh hakikat kebenaran. Di dalamnya terdapat kemaslahatan bagi kedua pihak. Itu pula yang dituntut oleh nilai kemanusiaan dan diperintahkan oleh ajaran Islam.

    Ya, kemaslahatan dan kebenaran terletak pada perdamaian. Sebab, ajal hanya satu dan tidak akan pernah berubah. Pihak yang ter- bunuh, bagaimanapun tidak akan tetap hidup selama ajalnya telah tiba. Adapun si pembunuh hanya menjadi sebab bagi datangnya keten- tuan Ilahi di atas. Jika perdamaian tidak terwujud di antara mereka, keduanya akan terus dalam kondisi resah dan tersiksa karena ingin terus membalas. Karena itu, Islam menggariskan agar seorang Muslim tidak menjauhi saudaranya lebih dari tiga hari.(*[4])Jika pembunuhan tersebut tidak disebabkan oleh permusuhan dan kedengkian yang mendalam, di mana salah seorang munafik yang menyalakan api fitnah, maka hendaknya perdamaian segera dilakukan. Sebab, jika tidak berdamai, bencana kecil itu akan membesar. Jika kedua pihak berdamai, kemudian si pembunuh bertobat atas dosanya seraya mendoakan korban yang terbunuh, maka keduanya akan mendapatkan banyak hal. Cinta dan jalinan kasih antar keduanya akan tertanam sehingga yang satu akan mengampuni musuhnya sekaligus menjadikannya sebagai saudara yang taat dan setia sebagai ganti dari saudara mereka yang telah pergi.

    Kedua pihak menerima ketetapan dan ketentuan Allah. Terutama mereka yang telah menerima pelajaran Risalah Nur diseru untuk meninggalkan sesuatu yang dapat merusak hubungan antardua insan. Pasalnya, persaudaraan yang telah mengikat mereka dalam satu cahaya, kemaslahatan bersama, dan sikap lapang dada merupakan tuntutan iman.

    Semua itu mengharuskan sikap menghapus perbedaan dan menciptakan keharmonisan. Hal ini benar-benar terwujud di antara para tahanan yang tadinya saling memusuhi dalam penjara Denizli. Berkat karunia Allah, setelah menerima sejumlah pelajaran dari Risalah Nur mereka menjadi bersaudara. Bahkan, mereka menjadi salah satu sebab yang membuat kami bebas sehingga kalangan yang bodoh tidak menemukan celah di hadapan sikap saling mencintai di atas. Mereka hanya bisa berkata, “Mâsyâ’ Allâh. Semoga Allah memberkahi!” Demikianlah, berkat karunia Allah, dada para tahanan menjadi lapang dan dapat bernapas lega. Sebab, di sini aku melihat sejauh mana kezaliman yang menimpa para tahanan tersebut. Seratus dari mereka tertekan oleh tingkah satu orang. Bahkan, mereka tidak berani keluar bersamanya ke teras penjara di saat-saat istirahat. Bukankah Muslim yang baik dan memiliki hati nurani tidak akan membiarkan dirinya menyakiti mukmin yang lain. Apalagi sampai menyakiti hanya untuk kepentingan pribadi. Tentu, ia harus segera bertobat dan kembali kepada Allah segera ketika menyadari kesalahannya dan tindakannya yang menyakiti orang beriman.


    بِاس۟مِهٖ سُب۟حَانَهُ وَ اِن۟ مِن۟ شَى۟ءٍ اِلَّا يُسَبِّحُ بِحَم۟دِهٖ

    Saudaraku para tahanan yang mulia, baik yang baru maupun yang lama!

    Aku sangat yakin bahwa pertolongan ilahilah yang telah melemparkanku ke tempat ini. Dan hal itu demi kalian. Yakni, kedatanganku ke sini hanyalah untuk menebarkan pelipur lara yang berasal dari Ri- salah Nur kepada kalian; untuk meringankan berbagai kesulitan kalian dalam penjara lewat hakikat iman; untuk melindungi kalian dari banyak musibah dunia; untuk menghapus kehidupan kalian yang penuh dengan duka yang tanpa guna; serta untuk menyelamatkan akhirat kalian agar jangan lara seperti saat di dunia.

    Jika demikian hakikatnya, kalian harus menjadi saudara yang saling mencintai sebagaimana murid-murid Nur dan para tahanan di penjara Denizli.Kalian melihat para penjaga yang sangat tekun melayani kalian menghadapi banyak kesulitan dalam melakukan pengawasan. Bahkan, mereka memeriksa makanan kalian agar jangan sampai berisi senjata tajam sehingga kalian tidak saling melukai. Seakan-akan kalian seperti binatang buas yang saling memangsa. Kalian juga tidak menggunakan kesempatan yang diberikan untuk saling memaafkan dan berlapang dada.

    Maka, katakanlah bersama dengan mereka yang baru masuk penjara yang masih membawa semangat heroik seperti kalian. Katakanlah sekarang di hadapan para penjaga tersebut dengan heroisme maknawi yang agung: “Tidak hanya senjata tajam yang sederhana. Kalaupun kalian menyerahkan senjata api kepada kami, kami tidak akan menyerang teman-teman dan sahabat kami. Meskipun sebelumnya ada permusuhan tajam di antara kami. Inilah keputusan yang telah kami ambil sesuai petunjuk al-Qur’an, sesuai perintah ukhuwah islamiyah, dan sesuai dengan kemaslahatan bersama.”Dengan cara ini kalian mengubah penjara ini menjadi madrasah yang penuh berkah.


    PERSOALAN PENTING YANG TERLINTAS PADA MALAM “LAILATUL QADAR”

    (Lampiran “Bagian Kedua” dari Kalimat Ketiga Belas)

    Hakikat ini sangat luas dan panjang di mana ia terlintas dalam benak pada saat Lailatul Qadar. Aku akan berusaha menjelaskannya secara singkat sebagai berikut:

    Pertama Umat manusia sangat menderita akibat bencana Perang Du- nia terakhir. Mereka merasakan berbagai bentuk kezaliman yang paling hebat serta beragam bentuk despotisme disertai kehancuran di seluruh penjuru bumi. Ratusan orang baik menjadi korban kejahatan satu orang. Pihak yang kalah berada dalam kondisi duka dan keputusasaan. Sementara pihak yang menang merasa tersiksa karena tidak mampu memperbaiki kehancuran yang demikian parah disertai perasaan khawatir tidak mampu menjaga kekuasaan mereka. Akhirnya, tampak dengan jelas di hadapan manusia bagaimana kehidupan dunia bersifat fana dan seluruh pernak-pernik peradaban hanya menipu. Umat manusia dilumuri oleh darah pengkhianatan yang meng- hancurkan nilai-nilai kemanusiaan dan potensi mulia yang terdapat dalam fitrahnya. Tampak pula oleh mata hancurnya kelalaian, kesesatan, dan hukum alam yang buta di bawah terjangan pedang al-Qur’an yang bersinar. Tersingkap pula wajah asli politik dunia yang cacat dan menipu di mana ia merupakan tirai paling tebal yang melenakan dan menyesatkan manusia.

    Tentu saja, setelah semuanya menjadi jelas, fitrah manusia akan mencari kekasihnya yang “hakiki”, yaitu kehidupan abadi. Dengan segala potensi yang dimiliki, manusia berusaha untuk mendapatkannya. Tanda-tandanya sudah mulai tampak di utara, barat, maupun di Amerika.

    Ia akan mengetahui bahwa kehidupan yang ia cintai merupakan kekasih “majasi” yang buruk dan fana.

    Umat manusia pasti akan mencari al-Qur’an al-Karim yang pada setiap masa memiliki 350 juta para pengamal yang sudah me- nikmatinya sejak 1360 tahun yang lalu, di mana seluruh hukum dan pernyataannya dibenarkan oleh jutaan ahli hakikat, kedudukan suci- nya pada setiap menit terpelihara dalam kalbu jutaan penghafal, serta membimbing umat manusia lewat lisan mereka dan memberikan kabar gembira lewat gaya bahasanya yang menakjubkan tentang kehidupan abadi dan kebahagiaan yang kekal. Ia membalut luka umat manusia yang menganga. Bahkan, hal ini diinformasikan lewat ribuan ayatnya yang sangat kuat dan berulang-ulang. Lebih dari itu, secara langsung ataupun tidak langsung, ia disampaikan puluhan ribu kali seraya diperkuat dengan berbagai dalil yang kukuh dan argumen yang cemerlang. Jika umat manusia tidak kehilangan akal, maka mereka pasti akan mencari al-Qur’an al-Karim yang menakjubkan, sebagaimana terjadi di sejumlah benua dan negara-negara besar. Dan telah terbukti di Swedia, Norwegia dan Finlandia. Para orator terkenal dari Inggris juga berusaha menerimanya serta organisasi pencari kebenaran yang sangat berpengaruh di Amerika melakukan hal yang sama. Setelah menerima berbagai hakikatnya, mereka pasti akan berpegang dan berhimpun di sekitarnya secara total.

    Sebab, tidak ada dan tidak akan pernah ada yang dapat menandingi al-Qur’an dalam menyelesaikan persoalan, serta tidak ada yang dapat menggantikan mukjizat terbesar ini sama sekali.

    Kedua Risalah Nur telah memperlihatkan pengabdiannya laksana pedang berlian yang tajam di tangan mukjizat terbesar ini sehingga mampu membungkam musuh yang keras kepala dan membuat mereka menyerah. Ia menunaikan tugasnya di hadapan khazanah al-Qur’an sebagai mukjizat yang cemerlang di mana berhasil menyinari kalbu, roh, dan perasaan seraya mengobati semuanya dengan ampuh. Hal ini tidak aneh karena misi Risalah Nur mengajak kepada al-Qur’an, hanya bersumber dari limpahannya, serta hanya merujuk kepadanya.Karena telah menunaikan perannya dengan sangat baik, maka pada saat yang sama ia berhasil mengalahkan berbagai propaganda musuh yang tendensius dan zalim. Ia berhasil membungkam kaum zindik yang paling menentang. Ia berhasil menghancurkan benteng paling kuat yang melindungi kesesatan, yaitu “filsafat materialisme” lewat “Risalah Thabî’ah”. Ia juga menghapus kealpaan dan memperlihatkan cahaya tauhid di ranah sains modern yang paling luas dan kegelapan yang paling pekat lewat persoalan keenam dari risalah ats-Tsamarah (Cahaya Iman dari Bilik Tahanan), serta lewat argumen pertama, kedua, ketiga, dan kedelapan dari risalah “Tongkat Musa”.


    Persoalan Keenam dari Risalah ats-Tsamarah

    Persoalan ini berisi penjelasan singkat tentang satu argumen di antara ribuan argumen komprehensif seputar “iman kepada Allah” di mana ia telah dijelaskan dengan berbagai buktinya yang meyakinkan dalam sejumlah bagian Risalah Nur.

    Sekelompok siswa Madrasah Aliyah di Kastamonu mendatangiku seraya berkata, “Tolong perkenalkan Sang Pencipta kepada kami, sebab guru kami tidak mengajarkan hal tersebut kepada kami.”

    Maka, kujelaskan kepada mereka bahwa: Setiap ilmu yang kalian pelajari sebenarnya selalu mengkaji tentang Allah. Ia memperkenalkan Sang Pencipta Yang Maha Pemurah dengan bahasanya masing-masing. Karena itu, pelajarilah ilmu tersebut dengan baik, tanpa harus melalui guru.

    Contah pertama: misalkan terdapat apotek besar di mana pada setiap botolnya berisi obat-obatan dan formula biotik dengan takaran yang cermat dan akurat.

    Sebagaimana ia menjelaskan kepada kita bahwa di baliknya terdapat apoteker yang mahir dan ahli kimia yang handal, ia juga memperlihatkan adanya apotek bumi yang berisi lebih dari 400 ribu spesies makhluk hidup, baik berupa tumbuhan maupun binatang. Masing-masing pada hakikatnya laksana botol racikan kimiawi yang cermat dan cawan formula biotik yang ajaib. Apotek besar tersebut memperlihatkan, bahkan kepada orang buta sekalipun, akan keberadaan apotekernya yang mahabijak dan mahaagung.

    Ia memperkenalkan Penciptanya Yang Maha pemurah lewat tingkat keindahan, keteraturan, dan keagungannya jika dianalogikan dengan apotek yang terdapat di pasar dan sesuai dengan standar “ilmu kedokteran” yang kalian pelajari.

    Contoh kedua: misalkan sebuah pabrik yang luar biasa menenun ribuan macam tenunan dan kain yang beragam dari bahan yang sangat sederhana. Hal itu tentu memperlihatkan kepada kita bahwa di balik pabrik ini terdapat seorang teknisi dan mekanik yang mahir.

    Demikian pula “mesin rabbani” yang beredar, yang disebut bola bumi. “Pabrik Ilahi” ini yang berisi ratusan ribu pabrik induk di mana pada masing-masingnya terdapat ratusan ribu pabrik yang apik, semuanya tentu saja memperkenalkan kepada kita tentang Pencipta dan Pemiliknya sesuai dengan standar “ilmu mekanika” yang kalian baca.Ia memperkenalkan diri-Nya lewat tingkat kesempurnaan dan keagu- ngan pabrik Ilahi tersebut—jika dianalogikan dengan pabrik manusia.Contoh ketiga: misalkan kedai, toko makanan, dan gudang besar yang berisi seribu macam bahan makanan di mana yang satu berbeda dengan yang lain serta disusun di tempatnya masing-masing.

    Hal itu memperlihatkan kepada kita bahwa ada yang memiliki dan mengatur toko tersebut. Demikian pula dengan toko milik Ilahi ini yang berjalan pada setiap tahun sejarak 24 ribu tahun dalam satu tatanan yang rapi di mana pada setiap sisinya terdapat ratusan ribu jenis makhluk yang masing-masing membutuhkan makanannya secara khusus. Toko tersebut juga melintasi empat musim. Ia datang membawa musim semi lak- sana kapal yang memuat ribuan jenis makanan yang beraneka ragam. Ia menghadirkannya kepada makhluk yang kehabisan makanan pada musim dingin. Itulah bola bumi dan kapal Ilahi yang berisi ribuan dagangan, perangkat, dan makanan kalengan. Sesuai dengan “ilmu bisnis” yang kalian baca, toko dan kedai Ilahi itu memperlihatkan dan memperkenalkan Pemilik dan Pengaturnya lewat tingkat keagungan toko tersebutjika dibandingkan dengan toko buatan manusia.

    Contoh keempat: misalkan sebuah pasukan besar yang terdiri dari 400 ribu bangsa, masing-masing memiliki makanan, senjata, pakaian, model latihan, dan masa kerja sendiri yang berbeda dari yang lain. Tentu pemimpin pasukan yang membekali mereka dengan makanan, senjata, dan pakaian yang berbeda-beda tanpa terlupa dan salah me- rupakan pemimpin yang luar biasa. Jika barak militer ini memperli- hatkan keberadaan sang pemimpin yang luar biasa, bahkan membuat kita mencintainya dengan penuh hormat dan kagum, demikian pula dengan barak bumi ini. Pada setiap musim semi, Dia memobilisasi pasukan Ilahi yang besar, yang terdiri dari 400 ribu jenis tumbuhan dan hewan. Masing-masing diberi pakaian, makanan, senjata, latihan, dan otoritas khusus oleh Sang Pemimpin Yang Agung dan Esa tanpa ada yang terlupa dan salah dalam bentuk yang sangat sempurna dan rapi.

    Barak musim semi yang sangat besar dan terbentang di muka bumi ini memperlihatkan kepada mereka yang memiliki akal pikiran ke- beradaan Penguasa, Pengatur, dan Pemimpin bumi yang paling agung sesuai dengan “ilmu kemiliteran”. Ia memperkenalkan-Nya kepada mereka lewat tingkat kesempurnaan barak yang besar dan agung inijika dianalogikan dengan barak di atas. Bahkan, ia membuat Pemilik- nya dicintai disertai pujian, pengkultusan dan pengagungan.Contoh kelima: bayangkan ada jutaan lampu listrik yang menge- lilingi sebuah kota menakjubkan tanpa pernah kehabisan bahan bakar. Bukankah hal ini memperlihatkan bahwa terdapat seorang insinyur handal dan genius pada pabrik listrik dan lampu itu? Nah, lampu bin- tang-gemintang yang berada di atap istana bumi di mana menurut “ilmu astronomi” ribuan kali lebih besar dibanding bumi dan lebih cepat dibanding tembakan peluru tanpa pernah merusak sistem, ber- benturan, padam, dan kehabisan bahan bakar sebagaimana yang kalian pelajari.

    Hem nasıl ki bir hârika şehirde milyonlar elektrik lambaları hareket ederek her yeri gezerler, yanmak maddeleri tükenmiyor bir tarzdaki elektrik lambaları ve fabrikası; şeksiz, bedahetle elektriği idare eden ve seyyar lambaları yapan ve fabrikayı kuran ve iştial maddelerini getiren bir mu’cizekâr ustayı ve fevkalâde kudretli bir elektrikçiyi hayretler ve tebriklerle tanıttırır, yaşasınlar ile sevdirir.

    Aynen öyle de bu âlem şehrinde dünya sarayının damındaki yıldız lambaları, bir kısmı –kozmoğrafyanın dediğine bakılsa– küre-i arzdan bin defa büyük ve top güllesinden yetmiş defa süratli hareket ettikleri halde intizamını bozmuyor, birbirine çarpmıyor, sönmüyor, yanmak maddeleri tükenmiyor.

    Okuduğunuz kozmoğrafyanın dediğine göre, küre-i arzdan bir milyon defadan ziyade büyük ve bir milyon seneden ziyade yaşayan ve bir misafirhane-i Rahmaniyede bir lamba ve soba olan güneşimizin yanmasının devamı için her gün, küre-i arzın denizleri kadar gaz yağı ve dağları kadar kömür veya bin arz kadar odun yığınları lâzımdır ki sönmesin.

    Ve onu ve onun gibi ulvi yıldızları gaz yağsız, odunsuz, kömürsüz yandıran ve söndürmeyen ve beraber çabuk gezdiren ve birbirine çarptırmayan bir nihayetsiz kudreti ve saltanatı, ışık parmaklarıyla gösteren bu kâinat şehr-i muhteşemindeki dünya sarayının elektrik lambaları ve idareleri ne derece o misalden daha büyük daha mükemmeldir. O derecede sizin okuduğunuz veya okuyacağınız fenn-i elektrik mikyasıyla bu meşher-i a’zam-ı kâinatın sultanını, münevvirini, müdebbirini, sâni’ini, o nurani yıldızları şahit göstererek tanıttırır. Tesbihatla, takdisatla sevdirir, perestiş ettirir.

    Hem mesela, nasıl ki bir kitap bulunsa ki bir satırında bir kitap ince yazılmış ve her bir kelimesinde ince kalemle bir sure-i Kur’aniye yazılmış, gayet manidar ve bütün meseleleri birbirini teyid eder ve kâtibini ve müellifini fevkalâde maharetli ve iktidarlı gösteren bir acib mecmua; şeksiz, gündüz gibi kâtip ve musannifini kemalâtıyla, hünerleriyle bildirir, tanıttırır. “Mâşâallah, bârekellah” cümleleriyle takdir ettirir.

    Aynen öyle de bu kâinat kitab-ı kebiri ki bir tek sahifesi olan zemin yüzünde ve bir tek forması olan baharda, üç yüz bin ayrı ayrı kitaplar hükmündeki üç yüz bin nebatî ve hayvanî taifeleri beraber, birbiri içinde, yanlışsız, hatasız, karıştırmayarak, şaşırmayarak; mükemmel, muntazam ve bazen ağaç gibi bir kelimede bir kasideyi ve çekirdek gibi bir noktada bir kitabın tamam fihristesini yazan bir kalem işlediğini gözümüzle gördüğümüz bu nihayetsiz manidar ve her kelimesinde çok hikmetler bulunan şu mecmua-i kâinat ve bu mücessem Kur’an-ı Ekber-i Âlem, mezkûr misaldeki kitaptan ne derece büyük ve mükemmel ve manidar ise o derecede sizin okuduğunuz fenn-i hikmetü’l-eşya ve mektepte bilfiil mübaşeret ettiğiniz fenn-i kıraat ve fenn-i kitabet, geniş mikyaslarıyla ve dürbün gözleriyle bu kitab-ı kâinatın nakkaşını, kâtibini hadsiz kemalâtıyla tanıttırır. “Allahu ekber” cümlesiyle bildirir, “Sübhanallah” takdisiyle tarif eder, “Elhamdülillah” senalarıyla sevdirir.

    İşte bu fenlere kıyasen, yüzer fünundan her bir fen, geniş mikyasıyla ve hususi âyinesiyle ve dürbünlü gözüyle ve ibretli nazarlarıyla bu kâinatın Hâlık-ı Zülcelal’ini esmasıyla bildirir; sıfâtını, kemalâtını tanıttırır.

    İşte bu muhteşem ve parlak bir bürhan-ı vahdaniyet olan mezkûr hücceti ders vermek içindir ki Kur’an-ı Mu’cizü’l-Beyan çok tekrar ile en ziyade رَبُّ السَّمٰوَاتِ وَال۟اَر۟ضِ ۝ خَلَقَ السَّمٰوَاتِ وَال۟اَر۟ضَ âyetleriyle Hâlık’ımızı bize tanıttırıyor, diye o mektepli gençlere dedim. Onlar dahi tamamıyla kabul edip tasdik ederek: “Hadsiz şükür olsun Rabb’imize ki tam kudsî ve ayn-ı hakikat bir ders aldık. Allah senden razı olsun.” dediler. Ben de dedim:

    “İnsan, binler çeşit elemler ile müteellim ve binler nevi lezzetler ile mütelezziz olacak bir zîhayat makine ve gayet derece acziyle beraber hadsiz maddî, manevî düşmanları ve nihayetsiz fakrıyla beraber hadsiz zâhirî ve bâtınî ihtiyaçları bulunan ve mütemadiyen zeval ve firak tokatlarını yiyen bir bîçare mahluk iken, birden iman ve ubudiyetle böyle bir Padişah-ı Zülcelal’e intisap edip bütün düşmanlarına karşı bir nokta-i istinad ve bütün hâcatına medar bir nokta-i istimdad bularak herkes mensup olduğu efendisinin şerefiyle, makamıyla iftihar ettiği gibi; o da böyle nihayetsiz Kadîr ve Rahîm bir Padişah’a iman ile intisap etse ve ubudiyetle hizmetine girse ve ecelin idam ilanını kendi hakkında terhis tezkeresine çevirse ne kadar memnun ve minnettar ve ne kadar müteşekkirane iftihar edebilir, kıyas ediniz.”

    O mektepli gençlere dediğim gibi musibetzede mahpuslara da tekrar ile derim: Onu tanıyan ve itaat eden zindanda dahi olsa bahtiyardır. Onu unutan saraylarda da olsa zindandadır, bedbahttır. Hattâ bir bahtiyar mazlum, idam olunurken bedbaht zalimlere demiş: “Ben idam olmuyorum. Belki terhis ile saadete gidiyorum. Fakat ben de sizi idam-ı ebedî ile mahkûm gördüğümden sizden tam intikamımı alıyorum.” لَٓا اِلٰهَ اِلَّا اللّٰهُ diyerek sürur ile teslim-i ruh eder.

    سُب۟حَانَكَ لَا عِل۟مَ لَنَٓا اِلَّا مَا عَلَّم۟تَنَٓا اِنَّكَ اَن۟تَ ال۟عَلٖيمُ ال۟حَكٖيمُ


    Hüve Nüktesi

    بِاس۟مِهٖ سُب۟حَانَهُ وَ اِن۟ مِن۟ شَى۟ءٍ اِلَّا يُسَبِّحُ بِحَم۟دِهٖ

    اَلسَّلَامُ عَلَي۟كُم۟ وَ رَح۟مَةُ اللّٰهِ وَ بَرَكَاتُهُ اَبَدًا دَائِمًا

    Çok aziz ve sıddık kardeşlerim!

    Kardeşlerim, لَٓا اِلٰهَ اِلَّا هُوَ ve قُل۟ هُوَ اللّٰهُ daki هُوَ lafzında, yalnız maddî cihette bir seyahat-i hayaliye-i fikriyede hava sahifesinin mütalaasıyla âni bir surette görünen bir zarif nükte-i tevhidde, meslek-i imaniyenin hadsiz derece kolay ve vücub derecesinde suhuletli bulunmasını ve şirk ve dalaletin mesleğinde hadsiz derecede müşkülatlı, mümteni binler muhal bulunduğunu müşahede ettim. Gayet kısa bir işaretle o geniş ve uzun nükteyi beyan edeceğim.

    Evet, nasıl ki bir avuç toprak, yüzer çiçeklere nöbetle saksılık eden kabında eğer tabiata, esbaba havale edilse lâzım gelir ki ya o kapta küçük mikyasta yüzer, belki çiçekler adedince manevî makineler, fabrikalar bulunsun veyahut o parçacık topraktaki her bir zerre, bütün o ayrı ayrı çiçekleri, muhtelif hâsiyetleriyle ve hayattar cihazatıyla yapmalarını bilsin; âdeta bir ilah gibi hadsiz ilmi ve nihayetsiz iktidarı bulunsun.

    Aynen öyle de emir ve iradenin bir arşı olan havanın, rüzgârın her bir parçası ve bir nefes ve tırnak kadar olan هُوَ lafzındaki havada; küçücük mikyasta, bütün dünyada mevcud telefonların, telgrafların, radyoların ve hadsiz ve muhtelif konuşmaların merkezleri, santralları, âhize ve nâkileleri bulunsun ve o hadsiz işleri beraber ve bir anda yapabilsin. Veyahut o هُوَ deki havanın belki unsur-u havanın her bir parçasının her bir zerresi, bütün telefoncular ve ayrı ayrı umum telgrafçılar ve radyo ile konuşanlar kadar manevî şahsiyetleri ve kabiliyetleri bulunsun ve onların umum dillerini bilsin ve aynı zamanda başka zerrelere de bildirsin, neşretsin. Çünkü bilfiil o vaziyet kısmen görünüyor ve havanın bütün eczasında o kabiliyet var.

    İşte ehl-i küfrün ve tabiiyyun ve maddiyyunların mesleklerinde değil bir muhal, belki zerreler adedince muhaller ve imtinalar ve müşkülatlar aşikâre görünüyor.

    Eğer Sâni’-i Zülcelal’e verilse hava bütün zerratıyla onun emirber neferi olur. Bir tek zerrenin muntazam bir tek vazifesi kadar kolayca, hadsiz küllî vazifelerini Hâlık’ının izniyle ve kuvvetiyle ve Hâlık’a intisap ve istinad ile ve Sâni’inin cilve-i kudreti ile bir anda şimşek süratinde ve هُوَ telaffuzu ve havanın temevvücü suhuletinde yapılır. Yani, kalem-i kudretin hadsiz ve hârika ve muntazam yazılarına bir sahife olur ve zerreleri, o kalemin uçları ve zerrelerin vazifeleri dahi kalem-i kaderin noktaları bulunur. Bir tek zerrenin hareketi derecesinde kolay çalışır.

    İşte ben لَٓا اِلٰهَ اِلَّا هُوَ ve قُل۟ هُوَ اللّٰهُ daki hareket-i fikriye ile seyahatimde hava âlemini temaşa ve o unsurun sahifesini mütalaa ederken bu mücmel hakikati, tam vâzıh ve mufassal aynelyakîn müşahede ettim. Ve هُوَ nin lafzında, havasında böyle parlak bir bürhan ve bir lem’a-yı vâhidiyet bulunduğu gibi manasında ve işaretinde gayet nurani bir cilve-i ehadiyet ve çok kuvvetli bir hüccet-i tevhid ve هُوَ zamirinin mutlak ve mübhem işareti hangi zata bakıyor işaretine bir karine-i taayyün o hüccette bulunması içindir ki hem Kur’an-ı Mu’cizü’l-Beyan hem ehl-i zikir makam-ı tevhidde bu kudsî kelimeyi çok tekrar ederler diye ilmelyakîn ile bildim.

    Evet mesela, bir nokta beyaz kâğıtta, iki üç nokta konulsa karıştığı ve bir adam, muhtelif çok vazifeleri beraber yapmasıyla şaşıracağı ve bir küçük zîhayata, çok yükler yüklenmesiyle altında ezildiği ve bir lisan ve bir kulak, aynı anda müteaddid kelimelerin beraber çıkması ve girmesi intizamını bozup karışacağı halde; aynelyakîn gördüm ki:

    هُوَ nin anahtarı ile ve pusulasıyla fikren seyahat ettiğim hava unsurunda, her bir parçası hattâ her bir zerresi içine muhtelif binler noktalar, harfler, kelimeler konulduğu veya konulabileceği halde, karışmadığını ve intizamını bozmadığını hem ayrı ayrı pek çok vazifeler yaptığı halde, hiç şaşırmadan yapıldığını ve o parçaya ve zerreye pek çok ağır yükler yüklendiği halde hiç zaaf göstermeyerek, geri kalmayarak intizam ile taşıdığını hem binler ayrı ayrı kelime, ayrı ayrı tarzda, manada o küçücük kulak ve lisanlara kemal-i intizamla gelip çıkıp, hiç karışmayarak bozulmayarak o küçücük kulaklara girip, o gayet incecik lisanlardan çıktığı ve o her zerre ve her parçacık, bu acib vazifeleri görmekle beraber kemal-i serbestiyet ile cezbedarane hal dili ile ve mezkûr hakikatin şehadeti ve lisanıyla لَٓا اِلٰهَ اِلَّا هُوَ ve قُل۟ هُوَ اللّٰهُ اَحَدٌ deyip gezer ve fırtınaların ve şimşek ve berk ve gök gürültüsü gibi havayı çarpıştırıcı dalgalar içerisinde intizamını ve vazifelerini hiç bozmuyor ve şaşırmıyor ve bir iş diğer bir işe mani olmuyor. Ben aynelyakîn müşahede ettim.

    Demek, ya her bir zerre ve her bir parça havada nihayetsiz bir hikmet ve nihayetsiz bir ilmi, iradesi ve nihayetsiz bir kuvveti, kudreti ve bütün zerrata hâkim-i mutlak bir hâssaları bulunmak lâzımdır ki bu işlere medar olabilsin. Bu ise zerreler adedince muhal ve bâtıldır. Hiçbir şeytan dahi bunu hatıra getiremez.

    Öyle ise bu sahife-i havanın hakkalyakîn, aynelyakîn, ilmelyakîn derecesinde bedahetle Zat-ı Zülcelal’in hadsiz gayr-ı mütenahî ilmi ve hikmetle çalıştırdığı kalem-i kudret ve kaderin mütebeddil sahifesi ve bir levh-i mahfuzun âlem-i tagayyürde ve mütebeddil şuunatında bir “levh-i mahv ispat” namında yazar bozar tahtası hükmündedir.

    İşte hava unsurunun yalnız nakl-i asvat vazifesinde mezkûr cilve-i vahdaniyeti ve mezkûr acayibi gösterdiği ve dalaletin hadsiz muhaliyetini izhar ettiği gibi unsur-u havaînin sair ehemmiyetli vazifelerinden biri de elektrik, cazibe, dâfia, ziya gibi sair letaifin naklinde şaşırmadan muntazaman, asvat naklindeki vazifeyi gördüğü aynı zamanda, bu vazifeleri dahi gördüğü aynı zamanında, bütün nebatat ve hayvanata teneffüs ve telkîh gibi hayata lüzumu bulunan levazımatı kemal-i intizam ile yetiştiriyor. Emir ve irade-i İlahiyenin bir arşı olduğunu kat’î bir surette ispat ediyor.

    Ve serseri tesadüf ve kör kuvvet ve sağır tabiat ve karışık, hedefsiz esbab ve âciz, camid, cahil maddeler bu sahife-i havaiyenin kitabetine ve vazifelerine karışması hiçbir cihetle ihtimal ve imkânı bulunmadığını aynelyakîn derecesinde ispat ettiğini kat’î kanaat getirdim. Ve her bir zerre ve her bir parça lisan-ı hal ile لَٓا اِلٰهَ اِلَّا هُوَ ve قُل۟ هُوَ اللّٰهُ اَحَدٌ dediklerini bildim. Ve bu هُوَ anahtarı ile havanın maddî cihetindeki bu acayibi gördüğüm gibi hava unsuru da bir هُوَ olarak âlem-i misal ve âlem-i manaya bir anahtar oldu.

    Mütebâkisi şimdilik yazdırılmadı.

    Umuma binler selâm…


    1. *Peristiwa ini benar-benar terjadi di Amerika—Penulis.
    2. *Salah satunya adalah Risalah Nur sebagaimana telah dilihat semua orang—Penulis.
    3. *Penjara Afyon yang menjadi tempat penahanan Ustadz Said Nursi dan murid-murid Nur pada tahun 1948 M.
    4. *Al-Bukhari, al-Adab 57, 62, al-Isti’dzân 9; Muslim, al-Birr 23, 25, 26; Abu Daud,al-Adab 48; at-Tirmidzi, al-Birr 21, 24; Ibnu Majah, al-Muqaddimah 7.