KALIMAT KEEMPAT BELAS

    Risale-i Nur Tercümeleri sitesinden
    17.00, 5 Aralık 2024 tarihinde Ferhat (mesaj | katkılar) tarafından oluşturulmuş 189948 numaralı sürüm ("Bahkan salah seorang dari mereka memperlihatkan sikap yang lebih bodoh daripada Abu Jahal. Ia menisbatkan sebuah peristiwa rububiyah yang memiliki tujuan khusus kepada salah satu hukum alamiah. Seolah-olah hukum itulah yang bekerja dan berbuat. Dengan sikap itu, ia memutuskan korelasinya dengan kehendak dan kekuasaan Ilahi yang bersifat komprehensif di mana ia tercermin dalam sunnatullah yang berlaku di alam. Kemudian ia mengalihkan peristiwa tadi kepada..." içeriğiyle yeni sayfa oluşturdu)

    بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ

    “Alif lâm ra. (inilah) suatu kitab yang ayat-ayatnya disusun dengan rapi serta dijelaskan secara terperinci, yang diturunkan dari sisi (Allah) Yang Mahabijaksana lagi Mahatahu.”(QS. Hûd [11]: 1).

    Kami akan menjelaskan contoh sebagian hakikat mulia dari al- Qur’an berikut penafsirnya yang hakiki yang berupa hadis Nabi x. Hal ini agar ia bisa menjadi anak tangga untuk naik menuju berbagai hakikat yang ada guna menyembuhkan kalbu yang kurang tunduk dan patuh. Pada akhir “kalimat” ini akan dijelaskan pula sebuah pelaja- ran dan salah satu rahasia pertolongan Ilahi. Di sini kita hanya akan menjelaskan sejumlah contoh dari lima persoalan dari berbagai hakikat mulia tersebut. Pasalnya, beberapa contoh yang terkait dengan kebangkitan dan kiamat telah disebutkan dalam “Kalimat Kesepuluh”, terutama dalam hakikat kesembilan darinya. Karena itu ia tidak perlu dijelaskan lagi.

    Pertama Allah berfirman:“Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam hari (masa).” (QS. al-A’râf [7]: 54).Ayat tersebut menunjukkan bahwa dunia manusia dan dunia he- wan hidup dalam enam hari dari hari-hari al-Qur’an di mana ia merupakan zaman yang terbentang panjang. Barangkali ia seperti seribu tahun atau lima puluh ribu tahun. Nah, agar kalbu dapat menerima hakikat mulia ini, kami akan menjelaskan sejumlah alam yang mengalir, entitas yang berjalan, dan dunia yang melintas pada setiap hari, setiap tahun, dan setiap masa yang seukuran satu hari. Ya, semua du- nia itu ibarat tamu yang melintas seperti manusia sehingga setiap mu- sim alam terisi dan kosong sesuai dengan perintah Sang Pencipta Yang Mahamulia.

    Kedua Allah berfirman:“Tidak ada sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertu- lis dalam kitab yang nyata (Kitâb mubîn).” (QS. al-An’âm [6]: 59).”Segala sesuatu Kami kumpulkan dalam kitab Induk yang nyata (Imâm mubîn).” (QS. Yâsîn [36]: 12). “Tidak ada yang tersembunyi dari pada-Nya sebesar zarrah pun yang ada di langit dan yang ada di bumi tidak ada (pula) yang lebih kecil dari itu dan yang lebih besar, melainkan tersebut dalam kitab yang nyata (Kitâb mubîn).” (QS. Saba [34]: 3).Selain itu, masih banyak lagi ayat-ayat sejenis yang maknanya adalah segala sesuatu dengan semua kondisinya telah tertulis, baik sebelum ada, setelah ada, ataupun setelah hilang dari wujud. Kami akan menjelaskan hal berikut agar kalbu menjadi tenang, yaitu bahwa Tuhan Sang Pencipta Yang Mahamulia memasukkan indeks wujud makhluk yang rapi dalam jumlah tak terhingga berikut sejarah hidup dan rancangan aktivitasnya. Dia memasukkannya secara maknawi dengan menjaganya pada benih dan asal makhluk tersebut meskipun kemudian diganti pada setiap musim di atas lembaran seluruh bumi, terutama pada musim semi. Allah juga memasukkan lewat pena qadar yang sama di dalam buahnya setelah makhluk itu lenyap, sehingga Dia menulis makhluk musim semi, baik yang basah maupun yang kering, dalam benihnya yang telah ditentukan dalam bentuk penulisan yang baik seraya menjaganya dengan sangat rapi. Pada akhirnya musim semi laksana bunga yang simetris dan indah di mana ia diletakkan oleh tangan Tuhan di atas muka bumi lalu dipetik.

    Jika demikian, bukankah aneh jika manusia masih tersesat dengan menyebut tulisan fitri, bentuk yang indah, serta hikmah yang digariskan di atas seluruh bumi itu di mana ia merupakan cermin manifestasi dari yang tertulis di Lauhil mahfudz dengan sebutan hukum kausalitas. Bukankah aneh jika manusia meyakini hukum kausalitas sebagai unsur dan sumber yang memberikan pengaruh? Mana mungkin hakikat agung tersebut dibandingkan dengan sangkaan kalangan yang lalai itu? Perbedaannya sangat jauh!

    Ketiga Pemberi informasi yang jujur, Nabi x, telah menggambarkan malaikat yang bertugas memikul arasy, misalnya, juga malaikat pemikul langit dan bumi, atau malaikat yang lain, bahwa malaikat memiliki 40 ribu kepala. Pada setiap kepala terdapat 40 ribu lisan. Setiap lisan bertasbih dengan 40 ribu jenis tasbih. Hakikat mulia ini termasuk dalam hadis-hadis yang mengung- kapkan keteraturan dan komprehensivitas ibadah para malaikat. Guna memahami hakikat tersebut, kami akan menjelaskan sejumlah ayat mulia berikut untuk direnungkan, yaitu:“Langit yang tujuh, bumi, dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah...” (QS. al-Isrâ [17]: 44).“Sesungguhnya Kami menundukkan gunung-gunung untuk bertas- bih bersama Dia (Daud) di waktu petang dan pagi.” (QS. Shâd [38]: 18).“Kami telah menawarkan amanah kepada langit, bumi, dan gunung-gunung...” (QS. al-Ahzâb [33]: 72).Selain itu, masih terdapat sejumlah ayat sejenis lainnya yang menjelaskan bahwa entitas paling besar dan paling luas bertasbih secara khusus sesuai dengan kebesaran dan keagungannya. Persoalannya sangat jelas.

    Sebab, langit yang besar dan jauh bertasbih kepada Allah. Untaian tasbihnya berupa matahari, bulan, dan bintang gemintang. Bumi yang terbang di angkasa juga bertasbih memuji Allah. Lafal pujiannya berupa hewan, tumbuhan, dan pepohonan.Artinya, setiap pohon dan setiap bintang memiliki tasbih khusus sebagaimana bumi juga memiliki tasbih khusus miliknya. Ia berupa tasbih komprehensif yang berisi tasbih semua bagiannya. Termasuk setiap lembah, gunung, lautan, dan daratan yang terdapat di dalamnya. Sebagaimana bumi memiliki tasbih khusus lewat semua bagiannya, demikian pula dengan langit, gugusan bintang, dan cakrawala. Mereka memiliki tasbih komprehensif sendiri.Bumi yang memiliki ribuan kepala dan ratusan ribu lisan pada setiap kepala, tentu memiliki malaikat yang bertugas padanya. Ia menerjemahkan bunga tasbih setiap lisan dan buah pujiannya yang lebih dari seratus ribu bentuk tasbih dan pujian. Ia menerjemahkan dan menjelaskannya di alam mitsal serta mengungkapkannya di alam arwah.

    Sebab, ketika berbagai hal yang beragam masuk dalam bentuk satu kumpulan, ia pasti akan membentuk sebuah sosok maknawi. Ketika kumpulan itu bercampur dan menyatu akan terwujud satu sosok maknawi baginya, satu jenis ruhnya yang bersifat maknawi, serta malaikat yang menunaikan tugas tasbihnya.

    Perhatikan, misalnya, sebuah pohon yang tegak di depan kamar kita. Ia berupa pohon yang memiliki tiga ranting. Ia mencerminkan sebuah kata besar yang diucapkan oleh lisan gunung yang terdapat di mulut Barla. Tidakkah engkau melihat ratusan lisan ranting pada setiap pangkal pohon yang tiga itu dan ratusan buah kata yang tersusun di setiap lisannya? Ratusan huruf benih terangkai di setiap buah. Bukankah setiap pangkal dan lisan itu bertasbih kepada Pemilik malaikat yang memiliki perintah kun fayakun? Bukankah ia bertasbih dengan ucapan yang fasih dan dengan pujian yang sangat jelas sehingga engkau dapat menyaksikan dan mendengar tasbihnya? Malaikat yang ada padanya mewakili tasbih tersebut di alam makna dengan lisan yang beragam. Bahkan demikianlah yang dituntut oleh hikmah.

    Keempat Allah berfirman:“Keaadaan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanya berkata, ‘Jadilah!’ Maka terjadilah ia.” (QS. Yâsîn [36]: 82).“Kejadian kiamat itu hanya seperti sekejap mata...” (QS. an-Nahl [16]: 77).“Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya.” (QS. Qâf [50]: 16).“Para malaikat dan Jibril naik (menghadap) kepada Tuhan dalam sehari yang kadarnya lima puluh ribu tahun.” (QS. al-Ma’ârij [70]: 4).Ayat-ayat seperti di atas menegaskan sebuah hakikat yang mulia sebagai berikut:Allah Yang Mahakuasa atas segala sesuatu menciptakan segala sesuatu dengan sangat mudah dan cepat tanpa sentuhan langsung sehingga seolah-olah segalanya terwujud dengan sekadar perintah. Kemudian Sang Pencipta Yang Mahakuasa sangat dekat kepada ciptaan, sementara ciptaan itu sendiri sangat jauh dari-Nya. Lalu dengan keagungan-Nya yang bersifat mutlak Dia tidak membiarkan makhluk yang paling hina sekalipun berada di luar keteraturan dan kreasi apik-Nya.

    Hakikat al-Qur’an ini dibuktikan oleh adanya keter- aturan yang paling sempurna pada seluruh entitas dengan sangat mudah. Nah, perumpamaan berikut menerangkan rahasia di baliknya:Misalnya berbagai tugas yang diberikan perintah Ilahi dan penundukkan Ilahi terhadap matahari—yang merepresentasikan nama Allah, an-Nur—mendekatkan hakikat di atas kepada pemahaman kita, yaitu bahwa meski matahari itu sangat tinggi, namun ia sangat dekat dengan materi transparan yang berkilau. Bahkan ia lebih dekat dengan materi tersebut daripada dirinya sendiri.

    Meskipun matahari membuat segala sesuatu terpengaruh oleh sinar dan aktivitasnya, namun materi tersebut sangat jauh darinya sejauh ribuan tahun perjalanan. Ia sama sekali tidak bisa memberikan pengaruh kepada matahari, bahkan tidak dapat mengaku dekat dengannya.

    Begitulah yang kita pahami dari pantulan sinar matahari pada setiap partikel sesuai dengan tingkat penerimaan dan warnanya. Seolah-olah matahari hadir pada setiap partikel dan menatapnya di mana pun sinarnya sampai. Di samping itu, pengaruh kilau matahari dan cakupannya terus bertambah sesuai dengan besar cahayanya.

    Cahayanya yang besar itulah yang meliputi segala sesuatu yang berada dalam ruang lingkupnya sehingga sesuatu sekecil apapun ia tidak dapat bersembunyi atau lari darinya. Dengan kata lain, kebesarannya tidak membuat benda kecil sekalipun berada di luar lingkupnya. Sebaliknya, dengan rahasia cahayanya, ia tetap mencakup semuanya dalam wilayah cakupannya.

    Andaikan matahari memiliki kehendak dalam melakukan berbagai tugas dan manifestasi yang ia miliki, dengan izin Allah berbagai aktivitasnya mengalir dengan sangat mudah dan luas, mulai dari partikel hingga tetesan air, permukaan laut, dan semua planet yang beredar. Dengan demikian, partikel dan planet memiliki kedudukan yang sama baginya. Sebab, limpahan cahaya yang ia sebarkan ke permukaan laut, juga dilakukan dengan sangat rapi kepada sebuah partikel sesuai dengan kapasitasnya.

    Matahari yang merupakan gelembung kecil itu bersinar terang di permukaan lautan langit. Ia merupakan cermin kecil dan tebal yang memantulkan manifestasi nama an-Nur milik Tuhan Yang Mahakuasa atas segala sesuatu. Matahari tersebut menerangkan contoh tiga pilar asasi dari hakikat al-Qur’an. Tentu saja cahaya dan panas matahari itu padat sepadat tanah jika dibandingkan dengan pengetahuan dan qudrah Dzat yang merupakan Cahaya dari segala cahaya, Penerang cahaya, dan Penentu cahaya.Jadi, Dzat Yang Mahaindah dan Mulia tersebut sangat dekat dengan segala sesuatu lewat pengetahuan dan qudrah-Nya. Dia hadir dan menatapnya, sementara segala sesuatu sangat jauh dari-Nya. Dia menangani segala sesuatu tanpa ada kesulitan sedikit pun dan tanpa interaksi langsung dengan sangat mudah. Dapat dipahami bahwa de- ngan sekadar perintah, segala sesuatu sudah terwujud dengan mudah dan cepat. Pada hakikatnya tidak ada sesuatu pun, baik parsial atau integral, kecil atau besar, yang berada di luar wilayah qudrah-Nya dan jauh dari jangkauan kebesaran-Nya. Begitulah kita memahami dan mengimani dengan yakin dan sampai pada tingkat penyaksian. Bahkan demikianlah seharusnya keimanan kita.

    Kelima Berbagai ayat seperti berikut ini menjelaskan keagungan dan kebesaran Allah , yaitu mulai dari firman-Nya yang berbunyi:“Dan mereka tidak mengagungkan Allah dengan pengagungan yang semestinya padahal bumi seluruhnya dalam genggaman-Nya pada hari kiamat. Dan langit digulung dengan tangan kanan-Nya...” (QS. az-Zumar [39]: 67).“Ketahuilah bahwa Sesungguhnya Allah membatasi (mengetahui) antara manusia dan hatinya...” (QS. al-Anfâl [8]: 24). “Allah menciptakan segala sesuatu dan Dia memelihara segala sesuatu.” (QS. az-Zumar[39]: 62).Hingga firman-Nya yang berbunyi: “Dia mengetahui yang mereka sembunyikan dan yang mereka tampakkan.” (QS. al-Baqarah [2]: 77). Kemudian dari firman-Nya yang berbunyi:“Dia menciptakan langit dan bumi...” (QS. al-A’râf [7]: 54). Hingga firman-Nya yang berbunyi:“Dia menciptakan kalian berikut apa yang kalian perbuat.” (QS. ash-Shâffât [37]: 96). Lalu dari firman-Nya yang berbunyi:“Atas kehendak Allah semua ini terwujud, tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah…” (QS. al-Kahfi [18]: 39). Hingga firman-Nya yang berbunyi:“Tidaklah kalian berkehendak kecuali jika dikehendaki oleh Allah.” (QS. al-Insân [76]: 30).Ayat-ayat tersebut menegaskan integralitas keagungan rububi- yah dan uluhiyah Allah terhadap segala sesuatu. Penguasa agung, azali, dan abadi itu memberikan peringatan dan ancaman kepada manusia yang sangat lemah, fakir, dan tak berdaya, di mana ia hanya memiliki sedikit kehendak dan kemampuan tanpa memiliki kekuasaan untuk mencipta. Lalu pertanyaan yang muncul, “Apa landasan hikmah dari peri- ngatan dan ancaman tersebut yang bersumber dari kebesaran-Nya terhadap manusia yang lemah? Bagaimana menyelaraskan dan memadukan antara keduanya? Agar kalbu menjadi tenang, kutegaskan: perhatikan hakikat yang sangat mendalam dan mulia ini lewat dua perumpamaan sebagai berikut:

    Perumpamaan pertama: Ada sebuah kebun luas yang berisi buah matang dan bunga indah yang tak terhingga. Sejumlah pekerja ditugaskan untuk mengawasi kebun tersebut. Hanya saja seorang yang ditugaskan membuka saluran air untuk menyirami kebun agak malas dalam menunaikan tugasnya. Ia tidak membuka saluran itu sehingga air tidak mengalir. Artinya, tindakannya membuat seluruh yang terdapat di kebun menjadi rusak dan kering. Maka, semua pekerja di kebun mengeluhkan orang yang tidak menunaikan tugasnya tadi. Di samping itu, semua ciptaan Tuhan dan semua yang berada di bawah tatapan penyaksian-Nya ikut mengeluh. Bahkan tanah, udara, dan cahaya juga mengeluhkan orang malas ini. Sebab, ia telah membuat tugas dan pengabdian mereka tidak berjalan dengan baik. Atau, minimal terganggu.

    Perumpamaan kedua: Ada sebuah kapal milik raja. Jika seorang pekerja meninggalkan pekerjaan kecilnya, hal itu akan membuat aktivitas seluruh pekerja di kapal tersebut terganggu. Karena itu, pemilik kapal, yaitu sang raja mengancam pekerja yang lalai tadi atas nama seluruh pekerja di kapal. Orang yang lalai tadi tidak dapat berkata, “Mengapa aku harus mendapat ancaman keras semacam ini, padahal yang kulakukan hanya sebatas pengabaian hal yang sepele?” Hal ini lantaran satu “ketiadaan” menyebabkan banyak ketiadaan. Sementara “keberadaan” melahirkan berbagai buah sesuai dengan jenisnya. Sebab, wujud dan keberadaan sesuatu bergantung pada keberadaan seluruh sebab dan syarat. Sebaliknya, ketiadaan sesuatu dari sisi hasil terwujud dengan ketiadaan satu syarat dan satu bagian darinya. Dari sini “merusak lebih mudah daripada membangun” menjadi satu kaidah yang dikenal oleh manusia.

    Ketika landasan kekufuran, kesesatan, dan maksiat merupakan bentuk pengingkaran, pengabaian, dan penolakan, meski gambaran lahiriahnya tampak positif dan berwujud, namun hakikatnya merupakan bentuk ketiadaan. Karena itu, ia adalah kejahatan besar. Di samping merusak seluruh hasil kerja yang ada, ia juga menghijab berbagai manifiestasi Asmaul Husna yang indah dan membuatnya tak terlihat.

    Demikianlah, seluruh entitas memiliki hak untuk mengeluh tanpa terkecuali. Atas dasar itu, Penguasanya yang agung mengancam manusia yang berbuat maksiat dengan ancaman keras. Ini adalah hikmah yang sesungguhnya, sebab pelaku maksiat memang layak mendapat ancaman keras dan menakutkan.


    PENUTUP

    (Pelajaran dan Tamparan Keras bagi Orang Lalai)

    “Kehidupan dunia hanyalah kesenangan yang memperdaya.” (QS. Ali Imran [3]: 185).

    Wahai diriku yang terjerumus ke dalam kelalaian! Wahai yang menganggap kehidupan ini sebagai sesuatu yang manis dan nikmat sehingga mengejar dunia, dan melupakan akhirat. Tahukah seperti apa engkau? Engkau seperti burung unta. Ketika melihat pemburu ia tidak dapat terbang. Namun ia memasukkan kepalanya ke dalam pa- sir, sementara badannya yang besar tetap terlihat di luar. Ia mengira bahwa si pemburu tidak melihatnya. Padahal pemburu itu melihatnya, sementara ia sendiri yang tidak melihat si pemburu.

    Wahai diri! Perhatikan perumpamaan ini dan renungkanlah bagaimana membatasi perhatian pada dunia mengubah nikmat menjadi derita.

    Anggaplah di kampung ini (Barla) terdapat dua orang lelaki. Sembilan puluh sembilan persen sahabat orang pertama telah pergi ke Istanbul di mana di sana mereka hidup tenang dan bahagia. Semen- tara yang tersisa di sini hanya satu orang yang sebentar lagi juga akan menyusul mereka. Tentu orang ini sangat merindukan Istanbul. Bah- kan ia memikirkan dan selalu ingin berjumpa dengan para kekasihnya tersebut. Jika pada suatu saat ada yang berkata, “Ayo pergi ke sana!” ia pasti akan pergi dengan perasaan gembira.Adapun orang yang kedua telah ditinggalkan oleh sembilan puluh sembilan persen kekasihnya. Ia mengira sebagian mereka lenyap dan sebagian lagi tinggal di tempat yang tidak terlihat. Menurutnya, mereka telah binasa dan bercerai-berai. Maka, tentu saja orang malang ini dalam kondisi sakit kronis. Ia mencari pelipur lara bahkan dengan seorang pelancong sekalipun sebagai ganti dari mereka semua. Dengannya, ia ingin menutupi derita akibat perpisahan.

    Wahai diri! Seluruh orang yang kau cintai, terutama sang kekasih Allah, Nabi x, mereka semua sekarang berada di penghujung alam kubur. Yang tersisa di sini hanya satu atau dua orang. Mereka pun sedang bersiap-siap pergi. Karena itu, jangan engkau memalingkan kepala karena takut mati dan cemas menghadapi kubur. Namun perhatikan kubur dan lihatlah lubangnya dengan penuh ketegaran. Perhatikan apa yang diminta. Lalu tersenyumlah di hadapan kematian dengan penuh kesatria. Lihat apa yang ia inginkan. Jangan sekali-kali lalai sehingga menjadi seperti orang kedua di atas!

    Wahai diri! Jangan pernah berkata bahwa waktu telah berubah, sementara manusia sibuk dengan dunia dan tertipu dengan kehidupan mereka sehingga mabuk olehnya. Sebab, kematian tidak berubah dan perpisahan juga tetap ada. Kelemahan dan kepapaan manusia merupakan dua unsur yang tidak berubah bahkan semakin bertambah. Perjalanan manusia tidak terputus, namun terus berlanjut.

    Kemudian jangan pula berkata, “Aku hidup seperti yang lain.” Sebab, tidak ada yang akan menyertaimu kecuali hanya sampai pintu kubur. Kalaupun engkau pergi mencari pelipur lara lewat keberadaan orang lain yang sama-sama mendapatkan musibah, itu juga tidak ada gunanya sama sekali saat berada di kubur.

    Jangan mengira dirimu bebas merdeka. Sebab, jika engkau melihat negeri jamuan dunia dengan pandangan hikmah dan cermat, tidak ada sesuatu yang tanpa aturan dan tujuan. Lalu bagaimana mungkin engkau akan tetap bertahan tanpa aturan dan tujuan?

    Bahkan berbagai kejadian alam dan peristiwa yang menyerupai gempa bumi bukanlah sesuatu yang bersifat kebetulan.Misalnya, pada saat engkau menyaksikan sebagian bumi dihias dengan berbagai tumbuhan dan hewan secara sangat rapi dan indah, lalu engkau melihat semuanya mulai dari kepala hingga kaki dibungkus dengan hikmah dan tujuan; pada saat ia berputar menyerupai sebuah tarikan cinta dan kerinduan Maulawi(*[1])dengan sangat cermat dan rapi dibingkai dengan sejumlah tujuan mulia; pada saat engkau menyaksikan hal ini dan mengetahui bagaimana gempa bumi yang serupa dengan hentakan bola bumi di mana ia menampakkan keti- daksenangannya terhadap kesempitan maknawi yang bersumber dari perilaku manusia, terutama kaum beriman, bagaimana mungkin peristiwa yang berisi kematian itu terjadi tanpa tujuan sebagaimana dinyatakan oleh ateis yang menganggapnya sebagai proses kebetulan sehingga dengan begitu ia melakukan kesalahan besar? Pasalnya, ia menjadikan seluruh harta dan nyawa yang lenyap dari tangan mereka sebagai hal yang percuma seraya mencampakkan mereka dalam keputusasaan yang pahit. Padahal berbagai kejadian semacam itu sebenarnya menyimpan aset kaum beriman dengan mengubahnya menjadi sedekah bagi mereka. Ia menjadi penebus dosa yang bersumber dari sikap kufur nikmat.

    Hari di mana engkau melihat wajah bumi demikian buruk akan tiba di mana keindahannya dirusak oleh perbuatan syirik dan kekufuran manusia. Ketika itu, wajahnya akan dihapus oleh gempa yang besar sesuai perintah Sang Pencipta. Ia membersihkannya seraya memasukkan kaum musyrik ke dalam neraka dan menyeru kaum yang bersyukur, “Mari masuklah ke dalam surga!”


    LAMPIRAN KALIMAT KEEMPAT BELAS

    بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّح۪يمِ

    “Apabila bumi diguncangkan dengan guncangan (yang dahsyat). Dan bumi telah mengeluarkan beban-beban berat (yang dikandung)-nya. Manusia bertanya: ‘Mengapa bumi (menjadi begini)?’ Pada hari itu bumi menceritakan beritanya, karena sesungguhnya Tuhanmu telah memerintahkan (yang sedemikian itu) kepadanya. Pada hari itu, ma- nusia keluar dari kuburnya dalam keadaan bermacam-macam, supaya diperlihatkan kepada mereka (balasan) pekerjaan mereka. Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarah sekalipun, niscaya ia akan melihat (balasan)-nya. Barangsiapa yangmengerjakan kejahatan sebesar zarah sekalipun, niscaya akan melihat (balasan)-nya pula.” (QS. az-Zalzalah [99]: 1-8).

    Surah mulia di atas menegaskan bahwa gempa dan gerakan bumi tidak terlepas dari wahyu dan perintah Allah.

    Berkat peringatan maknawi, sejumlah jawaban terhadap beberapa pertanyaan seputar gempa yang baru saja terjadi datang ke dalam kalbu. Meskipun beberapa kali aku bertekad untuk menuliskan jawaban tersebut secara rinci, namun kesempatan itu tidak kunjung tiba. Karenanya, ia akan dituliskan secara singkat dan global.

    Pertanyaan Pertama Gempa besar tersebut telah mendatangkan bencana maknawi yang lebih hebat daripada bencana materi. Ia berupa rasa takut, resah,dan putus asa yang menyelimuti jiwa. Pasalnya, gempa tersebut terus berlangsung sehingga mengusik ketenangan sebagian besar manusia di malam hari. Apakah gerangan yang menjadi sebab siksa menyakitkan ini?

    Berkat peringatan maknawi pula, kami menemukan jawabannya sebagai berikut:Sikap lancang dan gila yang dilakukan secara terang-terangan oleh penduduk negeri iniyang merupakan pusat Islam—pada bulan penuh berkah seperti bulan Ramadhan serta di saat salat Tarawih sedang dilaksanakan, lalu tindakan mereka memperdengarkan lagu- lagu yang merangsang lewat suara wanita dan kadang kala lewat radio telah mengakibatkan datangnya rasa takut dan cemas tersebut.

    Pertanyaan Kedua Mengapa azab dan peringatan Ilahi itu tidak menimpa negara kafir dan ateis, malah menimpa kaum muslim yang lemah?

    Jawaban: Sebagaimana berbagai kejahatan besar dialihkan ke Pengadilan Tinggi dan hukumannya tidak langsung diberikan, sementara kejahatan kecil langsung diputuskan di pengadilan setempat. Demikian pula dengan sebagian besar hukuman kaum kafir. Hukuman mereka ditangguhkan ke pengadilan terbesar di Akhirat. Sementara kesalahan kaum beriman dihukum di dunia. Hal itu sesuai dengan hikmah Rabbani yang penting.(*[2])

    Pertanyaan Ketiga Mengapa musibah ini menimpa seluruh negeri, padahal ia bersumber dari dosa yang dilakukan oleh sebagian dari mereka?

    Jawaban: Sebagian besar mereka ikut serta bersama kalangan yang berbuat zalim itu, entah dalam bentuk perbuatan, masuk ke barisan mereka, atau bisa pula dalam bentuk patuh terhadap perintah mereka. Yakni, ikut secara tidak langsung sehingga bencananya berlaku umum. Jadi, bencana itu terjadi akibat maksiat yang dilakukan oleh mayoritas.

    Pertanyaan Keempat Karena gempa terjadi akibat pelanggaran dan kerusakan yang dilakukan, dan merupakan bentuk penebus dosa, lalu mengapa orang- orang yang tak berdosa juga tertimpa dan terkena dampaknya, padahal mereka tidak mendekati dosa? Bagaimana keadilan Ilahi membiarkan hal ini terjadi?

    Jawaban: Persoalan ini terkait dengan ketentuan Ilahi. Karena itu, ia bisa dirujuk ke “Risalah Takdir”. Di sini kami hanya akan menjawab sebagai berikut:

    Allah berfirman:وَاتَّقُوا فِت۟نَةً لَا تُصٖيبَنَّ الَّذٖينَ ظَلَمُوا مِن۟كُم۟ خَاصَّةً

    “Dan peliharalah dirimu dari siksaan yang tidak hanya menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah sangat keras siksaan-Nya”. (QS. al-Anfâl [8]: 25).

    Makna yang tersirat dalam ayat di atas adalah sebagai berikut:Dunia ini merupakan negeri ujian dan cobaan, serta negeri taklif dan perjuangan. Nah, ujian dan perjuangan menuntut agar berbagai hakikat senantiasa terselubung sehingga spirit persaingan tetap ter- pelihara, serta agar orang-orang yang jujur naik ke tingkat tertinggi bersama Abu Bakar d, sementara para pendusta jatuh ke tingkat terendah bersama Musailimah al-Kazzâb. Andaikan kalangan yang tak berdosa selamat dari bencana serta tidak terkena dampaknya, maka keimanan akan menjadi perkara aksiomatis (lumrah). Artinya, kaum kafir dan mukmin akan sama-sama tunduk sehingga beban taklif menjadi percuma. Tidak dibutuhkan lagi upaya untuk naik ke ber- bagai tingkatan iman.

    Jika musibah menimpa pihak yang zalim dan yang dizalimi sesuai dengan hikmah Ilahi, maka bagaimana pihak yang dizalimi mendapat keadilan Ilahi dan rahmat-Nya yang luas?

    Jawaban:Di celah-celah murka dan bencana tersirat manifestasi (perwujudan) kasih sayang Allah. Sebab, aset harta yang fana milik orang yang tak berdosa akan dikekalkan untuk mereka di akhirat dan akan disimpan sebagai sedekah. Sementara kehidupan mereka yang fana akan berubah menjadi kehidupan abadi yang mendapat sejenis tingkatan mati syahid. Artinya, musibah dan ujian tersebut bagi kaum yang tak berdosa sebenarnya merupakan wujud kasih sayang Ilahi yang tersirat di dalam penderitaan yang bersifat sementara. Pasalnya, lewat penderitaan yang bersifat sementara dan kecil itu, mereka diberi aset yang kekal dan besar.

    Pertanyaan Kelima Allah sebagai Dzat Yang Mahaadil dan Penyayang, Mahakuasa dan Bijaksana, tidak membalas dosa khusus dengan hukuman khusus. Namun Dia menguasakan unsur yang besar seperti bumi untuk memberi pelajaran. Apakah ini sesuai dengan keuniversalan qudrah dan keindahan rahmat-Nya?

    Jawaban:Dzat Mahakuasa dan agung telah memberikan kepa- da setiap unsur begitu banyak tugas. Pada setiap tugas tersebut Dia menciptakan hasil yang banyak pula. Andaikan sebuah hasil yang buruk—keburukan musibah dan bencana—muncul dari salah satu unsur pada salah satu tugas di antara sekian tugas yang banyak, maka seluruh hasil yang baik dari unsur tersebut akan menjadikan hasil buruk tadi sebagai hasil yang baik dan indah. Sebab, andaikan unsur yang murka pada manusia itu dilarang melakukan tugasnya sehingga sebuah hasil yang buruk tidak datang, tentu banyak kebaikan sebanyak hasil baik yang disebabkan oleh seluruh tugas unsur tersebut akan diting- galkan. Artinya, akan muncul banyak keburukan sebanyak hasil yang baik. Pasalnya, sebagaimana diketahui bahwa tidak menunaikan suatu kebaikan hanya untuk menghalangi datangnya satu keburukan merupakan keburukan. Hal ini tentu saja bertentangan dengan hikmah. Ia benar-benar buruk, jauh dari hakikat kebenaran, dan merupakan bentuk kekurangan. Sementara hikmah, qudrah, dan hakikat kebe- naran bersih dari segala kekurangan.

    Karena kesalahan semacam itu merupakan bentuk pembangkangan yang menyeluruh terhadap hak banyak makhluk sekaligus bentuk penghinaan terhadapnya sehingga layak mendapat murka berbagai unsur, terutama bumi, sehingga ia marah, maka perintah kepada unsur yang besar untuk menghukum para pembangkang itu merupakan bentuk hikmah dan keadilan, sekaligus sebagai wujud kasih sayang Allah terhadap kaum yang dizalimi.

    Pertanyaan Keenam Kaum yang lalai menyebarkan pemahaman di tengah-tengah masyarakat bahwa gempa hanyalah hasil dari pergolakan sejumlah unsur mineral yang terdapat di perut bumi (pergeseran lempeng bumi). Mereka menganggapnya sebagai sebuah peristiwa yang terjadi secara kebetulan dan alami. Mereka tidak melihat adanya sebab-sebab dan pengaruh maknawi dari peristiwa tersebut yang dapat menyadarkan mereka dari kealpaan. Adakah kebenaran di balik argumen mereka?

    Jawaban:Tidak, yang ada hanya kesesatan. Sebab, kita menyaksikan bahwa setiap spesies dari ribuan makhluk yang jumlahnya lebih dari 50 juta di atas permukaan bumi memakai pakaiannya sendiri yang sesuai dengannya di mana ia diganti setiap tahun. Bahkan, satu sayap sekalipun yang merupakan salah satu dari ratusan organ lalat bukan hasil dari sebuah proses kebetulan, tetapi ada tujuan, kehendak, dan hikmah di dalamnya. Hal itu menunjukkan bahwa aktivitas dan kondisi bumi yang besar ini—sebagai tempat tinggal makhluk yang jumlahnya tak terhingga—tidak berada di luar kehendak dan maksud Ilahi. Bahkan tidak ada satu pun yang berada di luar kehendak tersebut, baik secara parsial maupun universal.

    Akan tetapi Dzat Yang Mahakuasa menghadirkan sebab-sebab lahiriah sebagai tirai dari berbagai tindakan-Nya sesuai dengan hikmah-Nya yang bersifat mutlak. Nah, ketika Dia berkehendak untuk menciptakan gempa, Dia—biasanya—menyuruh salah satu unsur mineral untuk berguncang dan bergerak sehingga gempa itu pun terjadi. Kalaupun kita mengasumsikan gempa itu terjadi karena adanya gerakan unsur mineral, itu juga hanya mungkin terwujud atas perintah Ilahi sesuai dengan hikmah-Nya.

    Merupakan sebuah kebodohan dan bentuk pengabaian hak pihak terbunuh jika si pembunuh tidak dipersoalkan lantaran membatasi perhatian pada mesiu yang menyala pada letupan senapan. Demikian pula sungguh bodoh jika hanya melihat alam dan melupakan perintah Ilahi yang menyuruh peledakan bom yang tersimpan di perut bumi lewat hikmah dan kehendak-Nya.

    Bumi—yang laksana kapal, pesawat dan pesuruh ilahi—diperintah oleh Dzat Yang Maha Kuasa untuk terbelah demi membangunkan orang-orang lalai dan memberi peringatan kepada para pembangkang.

    Lanjutan Pertanyaan Keenam Kaum sesat dan kufur menampakkan pembangkangan yang aneh dan sikap bodoh yang mengherankan sampai membuat manusia menyesali keberadaannya sebagai manusia. Hal itu dilakukan untuk melestarikan cara hidup mereka yang menentang kebangkitan iman.

    Sebagi contoh: Pembangkangan berlebihan yang ditunjukkan oleh manusia akhir-akhir ini, yang berkembang secara merata, mengundang murka seluruh unsur. Bahkan, rububiyah Tuhan Pencipta bumi dan langit tampak sebagai Pemelihara semesta alam dan Pengua- sa entitas di seluruh alam secara komprehensif, tidak hanya parsial. Maka, Tuhan semesta alam menghukum umat manusia dengan sejumlah bencana dan musibah yang bersifat umum dan mencekam. Misalnya Perang Dunia, gempa, banjir besar, angin topan, petir, dan air bah yang menghancurkan. Semua itu untuk menyadarkan manusia, yang sedang lalai, dari kealpaannya serta mendorong mereka untuk tidak sombong dan melampaui batas. Juga, untuk memperkenalkan manusia kepada Tuhan yang ia tentang. Tuhan memperlihatkan hikmah, kekuasaan, keadilan, kehendak, dan sifat hâkimiyah-Nya secara sangat jelas. Meski demikian, setan dungu yang berbentuk manusia demikian keras kepala dalam menyaksikan semua petunjuk dan tarbi- yah Ilahi tersebut. Mereka berkata, “Ia hanya faktor alam. Ia merupakan bentuk letupan sejumlah unsur dan pergerakan isi bumi. Ia hanya bersifat kebetulan. Panas matahari dan listrik berbenturan sehingga semua mesin di Amerika menjadi berhenti selama lima jam dan iklim di Kastamonu memerah hingga seakan-akan menyala.” Demikianlah igauan tak berarti yang mereka ucapkan.

    Kebodohan yang bersumber dari kesesatan dan sikap keras kepala yang lahir dari kekufuran menghalangi mereka untuk dapat menangkap esensi berbagai sebab-sebab lahiriah. Itulah yang mem- buat mereka terhijab dari kekuasaan Ilahi.Karena saking bodohnya, salah seorang dari mereka memperlihatkan sebab-sebab lahiriah dengan berkata, “Pohon cemara yang besar ini, misalnya, tumbuh besar dari benih.” Ia mengingkari mukjizat Penciptanya Yang Mahaagung. Padahal andaikan ia diserahkan kepada sebab-sebab lahiriah, tentu seratus pabrik takkan cukup untuk membentuk pohon tersebut.

    Maka, sikap memperlihatkan sebab-sebab lahiriah seperti di atas merupakan bentuk pelecehan terhadap kreasi rububiyah agung Tuhan yang penuh hikmah. Sementara itu, di sisi lain ada yang memberi- kan istilah ilmiah terhadap hakikat penting yang tak mampu ditangkap oleh akal. Seakan-akan hakikat tersebut telah dikenal dan diketahui dengan sekadar memberi istilah tersebut. Ia pun menjadi biasa tanpa ada hikmah di dalamnya. Renungkan sikap bodoh yang tak berujung itu. Hakikat yang hikmahnya tak mampu dijelaskan oleh seratus halaman seolah-olah dengan sekadar diberi istilah tadi membuatnya dikenal dan biasa. Mereka berkata, “Sesuatu itu berasal dari ini. Ia diakibatkan oleh materi matahari yang berbenturan dengan listrik.” Perkataan ini mem- buatnya seakan-akan sudah dikenal dan dipahami.

    Bahkan salah seorang dari mereka memperlihatkan sikap yang lebih bodoh daripada Abu Jahal. Ia menisbatkan sebuah peristiwa rububiyah yang memiliki tujuan khusus kepada salah satu hukum alamiah. Seolah-olah hukum itulah yang bekerja dan berbuat. Dengan sikap itu, ia memutuskan korelasinya dengan kehendak dan kekuasaan Ilahi yang bersifat komprehensif di mana ia tercermin dalam sunnatullah yang berlaku di alam. Kemudian ia mengalihkan peristiwa tadi kepada unsur kebetulan dan alam. Maka, ia seperti orang dungu yang keras kepala yang menisbatkan kemenangan seorang prajurit dan pa- sukannya dalam perang kepada sistem keprajuritan dan militer yang ada tanpa mengaitkannya dengan sang panglima, pemimpin negara, dan sejumlah perbuatan yang memiliki maksud tertentu.

    Hem meyvedar bir ağacın bir çekirdekten icadı gibi bir tırnak kadar bir odun parçasından çok mu’cizatlı bir usta, yüz okka muhtelif taamları, yüz arşın muhtelif kumaşları yapsa bir adam o odun parçasını gösterip dese: “Bu işler, tabiî ve tesadüfî olarak bundan olmuş.” o ustanın hârika sanatlarını, hünerlerini hiçe indirse ne derece bir hamakattir. Aynen öyle de…

    Yedinci Sual: Bu hâdise-i arziye, bu memleketin ahali-i İslâmiyesine bakması ve onları hedef etmesi ne ile anlaşılıyor ve neden Erzincan ve İzmir taraflarına daha ziyade ilişiyor?

    Elcevap: Bu hâdise hem şiddetli kışta hem karanlıklı gecede hem dehşetli soğukta hem ramazanın hürmetini tutmayan bu memlekete mahsus olması hem tahribatından intibaha gelmediklerinden, hafifçe gafilleri uyandırmak için o zelzelenin devam etmesi gibi çok emarelerin delâletiyle bu hâdise ehl-i imanı hedef edip, onlara bakıp namaza ve niyaza uyandırmak için sarsıyor ve kendisi de titriyor. Bîçare Erzincan gibi yerlerde daha ziyade sarsmasının iki vechi var:

    Biri: Hataları az olmak cihetiyle temizlemek için tacil edildi.

    İkincisi: O gibi yerlerde kuvvetli ve hakikatli iman muhafızları ve İslâmiyet hâmileri az veya tam mağlup olmak fırsatıyla, ehl-i zındıkanın orada tesirli bir merkez-i faaliyet tesisleri cihetiyle en evvel oraları tokatladı ihtimali var.

    لَا يَع۟لَمُ ال۟غَي۟بَ اِلَّا اللّٰهُ

    سُب۟حَانَكَ لَا عِل۟مَ لَنَٓا اِلَّا مَا عَلَّم۟تَنَٓا اِنَّكَ اَن۟تَ ال۟عَلٖيمُ ال۟حَكٖيمُ


    1. *Sebuah perumpamaan yang tepat di mana ia diserupakan dengan para pengikut Maulawi yang berputar di sekitar dirinya (seperti rotasi bumi) dan di sekitar lingkaran zikir (seperti revolusi bumi) dengan khusyuk dan ingat kepada Tuhan. Maulawiyah me- rupakan tarekat sufi yang tersebar di Turki (Ihsan Qasim ash-Shalihi)—Peny.
    2. *Sikap negara Rusia dan sejenisnya yang menanggalkan agama yang telah menyimpang tidak melahirkan murka Allah, berbeda dengan sikap menghina agama yang benar dan abadi (di Turki). Karena itu, bumi membiarkan yang pertama, dan marah terhadap yang kedua—Penulis.