SURAT KESEBELAS

    Risale-i Nur Tercümeleri sitesinden
    19.36, 4 Ocak 2025 tarihinde Ferhat (mesaj | katkılar) tarafından oluşturulmuş 200506 numaralı sürüm ("Ya, ketetapan tersebut adalah bentuk keadilan. Pasalnya, laki-laki yang menikahi seorang perempuan menanggung nafkahnya seperti yang terjadi pada sebagian besar masyarakat. Sementara, perempuan menikah dengan laki-laki dan pergi bersamanya. Nafkahnya ditanggung oleh si laki-laki tersebut sehingga kekurangannya dalam warisan dipenuhi oleh si laki-laki (suaminya) tadi." içeriğiyle yeni sayfa oluşturdu)
    Diğer diller:

    بِاس۟مِهٖ سُب۟حَانَهُ

    وَ اِن۟ مِن۟ شَى۟ءٍ اِلَّا يُسَبِّحُ بِحَم۟دِهٖ

    (Surat ini adalah obat yang sangat penting. Ia menunjuk kepada sejumlah mutiara yang berasal dari khazanah empat ayat al-Qur’an yang agung).

    Saudaraku yang mulia!

    Al-Qur’an al-Hakim mengajarkan kepada nafsu ammarahku empat persoalan yang berbeda dalam empat waktu yang juga berbeda. Aku menuliskan pelajaran tersebut kepada saudara-saudaraku yang mau mengambil pelajaran darinya. Berbagai bahasan ini menjelaskan sejumlah mutiara dari khazanah empat ayat mulia yang berbeda-beda dilihat dari sisi pembahasannya. Setiap bahasan memiliki bentuk dan manfaat yang menjadi ciri khas masing-masing.

    Persoalan Pertama

    Allah berfirman:“Sesungguhnya tipu daya setan sangat lemah.” (QS. an-Nisâ [4]:76).

    Wahai diriku yang telah putus asa akibat berbagai bisikan dan syubhat!Munculnya berbagai khayalan dan asumsi adalah bagian dari gambaran yang datang tanpa sengaja. Ketika yang datang itu berasal dari sesuatu yang baik dan bersifat cahaya, dalam batas tertentu hakikat aslinya akan muncul dalam gambar atau bayangannya sebagaimana cahaya dan panas mentari berpindah kepada bayangannya yang tampak di cermin. Namun jika yang datang itu bersumber dari sesuatu yang buruk dan padat, maka karakter aslinya tidak akan tertuang dalam bayangannya. Sama seperti bayangan najis dan kotoran yang terdapat di cermin, bukanlah najis dan bukan pula kotoran. Juga, bayangan ular di cermin tidak bisa mematuk.

    Atas dasar itu, membayangkan kekufuran bukanlah sebuah kekufuran, mengkhayalkan cacian bukanlah merupakan cacian. Apalagi jika hal itu terjadi secara tak sengaja; namun hanya lintasan pikiran semata. Ia sama sekali tidak mendatangkan bahaya.Lalu keburukan, najis, dan kekotoran yang terdapat pada sesuatu tidak lain disebabkan oleh adanya larangan Ilahi dalam pandangan kalangan yang berpegang pada kebenaran, ahlu sunnah wal jamaah. Nah, karena persoalan di atas bersifat lintasan pikiran, asumsi, dan imajinasi yang datang tanpa sengaja dan tanpa diinginkan, maka ia tidak terkait dengan larangan Ilahi. Oleh sebab itu, ia tidak buruk, kotor, dan najis meski merupakan gambaran dari sebuah keburukan, kotoran, dan najis.

    Persoalan Kedua

    Risalah yang ditulis di bawah pohon pinus dan poplar, yang terdapat di padang rumput gunung Barla. Bagian ini dimasukkan ke dalam buku al-Kalimât.

    Persoalan Ketiga

    Persoalan ini dan yang sesudahnya adalah contoh yang menunjukkan kelemahan peradaban modern dalam menghadapi kemukjizatan al-Qur’an yang disebutkan dalam “Kalimat Kedua Puluh Lima”. Keduanya merupakan dua contoh dari ribuan contoh yang menerangkan tingkat ketidakadilan peradaban modern terhadap hak-hak sipil yang bertentangan dengan hukum al-Qur’an.

    Ayat al-Qur’an menetapkan:“Laki-laki mendapatkan seperti bagian dua perempuan.” (QS. an- Nisâ [4]: 176). Ketetapan tersebut sangat adil, dan pada waktu yang sama merupakan bentuk rahmat (kasih sayang).

    Ya, ketetapan tersebut adalah bentuk keadilan. Pasalnya, laki-laki yang menikahi seorang perempuan menanggung nafkahnya seperti yang terjadi pada sebagian besar masyarakat. Sementara, perempuan menikah dengan laki-laki dan pergi bersamanya. Nafkahnya ditanggung oleh si laki-laki tersebut sehingga kekurangannya dalam warisan dipenuhi oleh si laki-laki (suaminya) tadi.

    Hem merhamettir, çünkü o zaîfe kız, pederinden şefkate ve kardeşinden merhamete çok muhtaçtır. Hükm-ü Kur’an’a göre o kız, pederinden endişesiz bir şefkat görür. Pederi ona “Benim servetimin yarısını, ellerin ve yabanilerin ellerine geçmesine sebep olacak zararlı bir çocuk” nazarıyla endişe edip bakmaz. O şefkate, endişe ve hiddet karışmaz. Hem kardeşinden rekabetsiz, hasedsiz bir merhamet ve himayet görür. Kardeşi ona “Hanedanımızın yarısını bozacak ve malımızın mühim bir kısmını ellerin eline verecek bir rakip” nazarıyla bakmaz; o merhamete ve himayete bir kin, bir iğbirar katmaz.

    Şu halde o fıtraten nazik, nâzenin ve hilkaten zaîfe ve nahife kız, sureten az bir şey kaybeder fakat ona bedel akaribin şefkatinden, merhametinden, tükenmez bir servet kazanır. Yoksa rahmet-i Hak’tan ziyade ona merhamet edeceğiz diye hakkından fazla ona hak vermek, ona merhamet değil, şedit bir zulümdür. Belki zaman-ı cahiliyette gayret-i vahşiyaneye binaen kızlarını sağ olarak defnetmek gibi gaddarane bir zulmü andıracak şu zamanın hırs-ı vahşiyanesi, merhametsiz bir şenaate yol açmak ihtimali vardır.

    Bunun gibi bütün ahkâm-ı Kur’aniye وَمَا اَر۟سَل۟نَاكَ اِلَّا رَح۟مَةً لِل۟عَالَمٖينَ fermanını tasdik ediyorlar.

    Dördüncü Mesele

    فَلِاُمِّهِ السُّدُسُ

    İşte mimsiz medeniyet, nasıl kız hakkında, hakkından fazla hak verdiğinden böyle bir haksızlığa sebep oluyor. Öyle de valide hakkında hakkını kesmekle daha dehşetli haksızlık ediyor.

    Evet, rahmet-i Rabbaniyenin en hürmetli en halâvetli en latîf ve en şirin bir cilvesi olan şefkat-i valide, hakaik-i kâinat içinde en muhterem en mükerrem bir hakikattir. Ve valide, en kerîm en rahîm öyle fedakâr bir dosttur ki o şefkat sâikasıyla bir valide, bütün dünyasını ve hayatını ve rahatını, veledi için feda eder. Hattâ valideliğin en basit ve en edna derecesinde olan korkak tavuk, o şefkatin küçücük bir lem’asıyla yavrusunu müdafaa için ite atılır, arslana saldırır.

    İşte böyle muhterem ve muazzez bir hakikati taşıyan bir valideyi, veledinin malından mahrum etmek, o muhterem hakikate karşı ne kadar dehşetli bir haksızlık, ne derece vahşetli bir hürmetsizlik, ne mertebe cinayetli bir hakaret ve arş-ı rahmeti titreten bir küfran-ı nimet ve hayat-ı içtimaiye-i beşeriyenin gayet parlak ve nâfi’ bir tiryakına bir zehir katmak olduğunu, insaniyet-perverlik iddia eden insan canavarları anlamazlarsa elbette hakiki insanlar anlar. Kur’an-ı Hakîm’in فَلِاُمِّهِ السُّدُسُ hükmünü, ayn-ı hak ve mahz-ı adalet olduğunu bilirler.

    اَل۟بَاقٖى هُوَ ال۟بَاقٖى

    Said Nursî