CAHAYA PERTAMA

    Risale-i Nur Tercümeleri sitesinden
    20.01, 13 Aralık 2024 tarihinde Ferhat (mesaj | katkılar) tarafından oluşturulmuş 193077 numaralı sürüm ("Pada saat itu, nafsu ammârah tidak dapat mengalahkan kita, tetapi kitalah yang menguasainya dengan rahasia yang diberikan oleh al-Qur’an. Bahkan, dengan pelajaran Qurani tersebut, kita mampu mengendalikan nafsu ammârah sehingga menjadi tunduk pada kehendak kita serta menjadi sarana yang baik dan bermanfaat untuk meraih kehidupan yang abadi." içeriğiyle yeni sayfa oluşturdu)
    Diğer diller:

    بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ

    فَنَادٰى فِى الظُّلُمَاتِ اَن۟ لَٓا اِلٰهَ اِلَّٓا اَن۟تَ سُب۟حَانَكَ اِنّٖى كُن۟تُ مِنَ الظَّالِمٖينَ ۝ اِذ۟ نَادٰى رَبَّهُٓ اَنّٖى مَسَّنِىَ الضُّرُّ وَاَن۟تَ اَر۟حَمُ الرَّاحِمٖينَ ۝

    فَاِن۟ تَوَلَّو۟ا فَقُل۟ حَس۟بِىَ اللّٰهُ لَٓا اِلٰهَ اِلَّا هُوَ عَلَي۟هِ تَوَكَّل۟تُ وَهُوَ رَبُّ ال۟عَر۟شِ ال۟عَظٖيمِ ۝ حَس۟بُنَا اللّٰهُ وَنِع۟مَ ال۟وَكٖيلُ ۝ لَا حَو۟لَ وَلَا قُوَّةَ اِلَّا بِاللّٰهِ ال۟عَلِىِّ ال۟عَظٖيمِ ۝ يَا بَاقٖى اَن۟تَ ال۟بَاقٖى ۝ يَا بَاقٖى اَن۟تَ ال۟بَاقٖى ۝ لِلَّذٖينَ اٰمَنُوا هُدًى وَ شِفَٓاءٌ

    Bagian pertama dari “Surat Ketiga Puluh Satu” ini berisi enam cahaya. Setiap cahaya menerangkan salah satu dari sekian banyak cahaya untaian kalimat penuh berkah di atas, di mana jika ia dibaca sebanyak tiga puluh tiga kali pada setiap waktu akan mendatangkan banyak keutamaan. Terutama jika dibaca antara Magrib dan Isya.

    CAHAYA PERTAMA

    (Munajat Nabi Yunus)esungguhnya munajat(*[1])Nabi Yunus adalah salah satu munajat paling agung dan paling indah, serta salah satu sarana paling ampuh agar doa dikabulkan oleh Allah.(*[2])

    Dikisahkan bahwa Nabi Yunus dilemparkan ke laut, lalu ditelan oleh ikan besar, kemudian ditimpa oleh ombak yang deras, dan diselimuti oleh malam yang pekat. Nabi Yunus pun panik dan ketakutan. Tertutuplah baginya pintu harapan, sehingga dengan merendahkan diri beliau melantunkan munajat yang lembut memelas kasih: utsr qpovut “Tiada Tuhan selain Engkau, Mahasuci Engkau, sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang zalim.” (QS. al-Anbiyâ [21]: 87).Munajat inilah yang menjadi sarana keselamatan dan terbebas- nya beliau dari kondisi yang dialaminya.

    Rahasia agung dari munajat ini adalah bahwa dalam suasana yang mencekam dan menakutkan itu, sebab-sebab materi sepenuhnya runtuh sehingga sebab-sebab itu tidak dapat mengubah apa pun dan tak dapat memberi pengaruh apa pun. Hal itu karena sosok yang dapat menyelamatkan beliau dari kondisi tersebut hanyalah yang memiliki kekuasaan terhadap ikan besar, lautan, malam, dan angkasa. Sebab, baik ikan besar, malam yang gelap gulita, maupun lautan yang ganas telah “sepakat untuk menyerang” beliau. Dengan demikian, tidak ada satu sebab pun yang dapat menyelamatkan beliau, tak ada seorang pun yang dapat mengakhiri penderitaan beliau, dan tak ada sesuatu pun yang dapat mengantarkannya menuju pantai keselamatan dengan aman, kecuali Dzat yang memegang kendali malam dan ikan besar berikut lautannya, serta Dzat yang mampu menundukkan segala sesuatu dengan perintah-Nya. Kalaupun dalam suasana yang mencekam dan menakutkan tersebut semua makhluk membantu Nabi Yunus dan siap mematuhi beliau, maka hal itu tidak akan memberi manfaat apa pun baginya. Ya, sebab-sebab itu tidak bisa memberi pengaruh apa pun. Ketika, dengan ainul yaqîn, Nabi Yunus melihat bahwa tidak ada lagi tempat berlindung kecuali ke haribaan Dzat Pencipta sebab, terbukalah rahasia keesaan Allah melalui cahaya tauhid yang terang, hingga munajatnya yang tulus itu menundukkan malam, ikan, dan lautan secara bersamaan.

    Bukan hanya itu, bahkan dengan cahaya tauhid yang murni, perut ikan yang gelap berubah laksana perut kapal selam, lautan yang ganas dengan ombak yang siap menelan juga berubah bagaikan taman yang penuh keindahan. Awan-gemawan pun berarakan di langit. Bulan menampakkan wajahnya yang bersinar bak pelita terang yang muncul di atas kepala beliau. Semuanya berkat munajat tersebut. Demikianlah, makhluk-makhluk yang tadinya mengancam dan menakuti beliau, sekarang berlalu dengan wajah bersahabat lalu mendekati dengan kasih dan sayang sehingga beliau keluar menuju pantai keselamatan dan menyaksikan kemurahan Allah yang Maha Penyayang dari bawah pohon yaktin.(*[3])Mari kita melihat diri kita lewat cahaya munajat itu. Ternyata, kita berada dalam suatu kondisi yang jauh lebih menakutkan dan pe- nuh ancaman daripada kondisi yang dialami oleh Nabi Yunus . Hal itu dikarenakan: Pertama, malam yang menaungi kita adalah masa depan; dan masa depan kita, jika kita melihatnya dengan pandangan kelalaian, ia tampak gelap dan menakutkan, bahkan lebih gelap seratus kali lipat daripada malam yang dilalui Nabi Yunus .

    Pertama, malam yang menaungi kita adalah masa depan; dan masa depan kita, jika kita melihatnya dengan pandangan kelalaian, ia tampak gelap dan menakutkan, bahkan lebih gelap seratus kali lipat daripada malam yang dilalui Nabi Yunus.Kedua, lautan kita adalah bumi yang setiap ombaknya membawa ribuan jenazah. Karena itu, ia adalah lautan yang seratus kali lipat lebih menakutkan daripada lautan tempat Nabi Yunus dilempar- kan.Ketiga, ikan besar kita adalah nafsu ammârah yang kita bawa. la adalah ikan yang ingin menelan dan memusnahkan kehidupan akhirat kita. Ikan ini lebih rakus daripada ikan yang menelan Nabi Yunus, karena ikan yang menelan Nabi Yunus mungkin dapat melenyapkan kehidupan yang lamanya seratus tahun saja, sementara nafsu ammârah kita berupaya menghancurkan ratusan juta tahun kehidupan abadi yang menyenangkan dan penuh kebahagiaan.

    Selama hakikat kondisi kita seperti itu, maka tidak ada jalan lain kecuali kita mengikuti Nabi Yunus, seraya berpaling dari semua sebab, lalu menghadap secara langsung kepada Allah yang merupakan pencipta segala sebab. Kita menghadap kepada-Nya dengan sepenuh jiwa dan raga kita, seraya mengharap pertolongan-Nya dengan munajat berikut:لَٓا اِلٰهَ اِلَّٓا اَن۟تَ سُب۟حَانَكَ اِنّٖى كُن۟تُ مِنَ الظَّالِمٖينَ Kita meyakini bahwa masa depan yang menanti kita, dunia yang menampung kita, dan nafsu ammârah yang ada pada diri kita, karena kelalaian dan kesesatan kita, telah melakukan persekongkolan terhadap kita. Kita pun yakin bahwa tidak ada yang dapat menghilangkan ancaman masa depan, menumpas teror dan bencana-bencana dunia, menjauhkan bahaya nafsu ammârah, kecuali Dzat yang menguasai masa depan, mengatur dunia, dan menguasai jiwa kita.

    Siapakah selain pencipta langit dan bumi yang mengetahui gejolak jiwa kita? Siapa selain-Nya yang mengetahui rahasia hati kita? Siapa selain-Nya yang mampu menerangi masa depan dengan menciptakan akhirat bagi kita? Siapakah selain-Nya yang dapat menyelamatkan kita dari riak ombak dunia yang penuh dengan de- buran peristiwa? Tidak; Tidak ada yang mampu menjadi penyelamat, kecuali Allah . Dialah yang jika bukan karena kehendak-Nya tidak mungkin sesuatu, di mana pun dan dalam keadaan bagaimana pun, akan mendapatkan pertolongan.

    Selama hakikat kondisi kita seperti itu, maka tidak ada jalan lain bagi kita, kecuali menengadahkan tangan tunduk kepada-Nya, meminta uluran kasih sayang-Nya kepada kita dan mengikuti rahasia munajat Nabi Yunus yang mampu mengendalikan ikan besar hingga tunduk kepada beliau sehingga ikan itu laksana kapal selam yang berlayar di bawah laut, dan menjadikan lautan bagaikan taman yang indah, serta menyinari malam dengan cahaya rembulan yang terang. Maka hendaknya kita bermunajat: لَٓا اِلٰهَ اِلَّٓا اَن۟تَ سُب۟حَانَكَ اِنّٖى كُن۟تُ مِنَ الظَّالِمٖينَ Kita meminta uluran kasih Ilahi untuk “masa depan” kita dengan ungkapan: لَٓا اِلٰهَ اِلَّٓا اَن۟تَ Kita memohon uluran kasih Ilahi untuk kehidupan “dunia” kita dengan kalimat:سُب۟حَانَكَ Dan dengan untaian:اِنّٖى كُن۟تُ مِنَ الظَّالِمٖينَ kita berharap supaya Dia memandang kita dengan pandangan belas kasih, agar masa depan kita penuh dengan cahaya iman dan al- Qur’an; agar malam mencekam berganti menjadi aman dan menyenangkan; dan agar kita dapat mengakhiri misi serta tugas kehidupan kita dengan tiba di pantai keselamatan, masuk dalam pelukan kebenaran Islam.

    Dengan kebenaran—yang merupakan bahtera yang telah disediakan oleh al-Qur’anitu, kita berlayar mengarungi gelombang kehidupan di atas ombak masa dan abad yang membawa jenazah tak terhitung banyaknya, dan yang senantiasa melemparkan mereka ke dalam jurang ketiadaan lewat proses pergantian kematian dan kehidupan di dunia kita ini.

    Karena itu, mari kita melihat pemandangan yang menakutkan ini lewat cahaya al-Qur’an. Ternyata ia adalah pemandangan yang terus berubah dan senantiasa diperbaharui. Pembaharuannya yang terus-menerus itu telah menghilangkan keterasingan yang menakutkan, yang muncul dari tiupan badai dan gempa di lautan untuk kemudian berganti menjadi pandangan yang penuh hikmah dan pelajaran serta membangkitkan tafakkur dan perenungan tentang ciptaan Allah. Maka, kehidupan kita diterangi dengan keindahan pembaharuan tersebut.

    Pada saat itu, nafsu ammârah tidak dapat mengalahkan kita, tetapi kitalah yang menguasainya dengan rahasia yang diberikan oleh al-Qur’an. Bahkan, dengan pelajaran Qurani tersebut, kita mampu mengendalikan nafsu ammârah sehingga menjadi tunduk pada kehendak kita serta menjadi sarana yang baik dan bermanfaat untuk meraih kehidupan yang abadi.

    Elhasıl: Madem insan, mahiyetinin câmiiyeti itibarıyla sıtmadan müteellim olduğu gibi arzın zelzele ve ihtizazatından ve kâinatın kıyamet hengâmında zelzele-i kübrasından müteellim oluyor. Ve nasıl ki hurdebînî bir mikroptan korkar, ecram-ı ulviyeden zuhur eden kuyruklu yıldızdan dahi korkar. Hem nasıl ki hanesini sever, koca dünyayı da öyle sever. Hem nasıl ki küçük bahçesini sever, öyle de hadsiz ebedî cenneti dahi müştakane sever.

    Elbette böyle bir insanın Mabud’u, Rabb’i, melcei, halâskârı, maksudu öyle bir zat olabilir ki umum kâinat onun kabza-i tasarrufunda, zerrat ve seyyarat dahi taht-ı emrindedir. Elbette öyle bir insan daima Yunusvari (as) لَٓا اِلٰهَ اِلَّٓا اَن۟تَ سُب۟حَانَكَ اِنّٖى كُن۟تُ مِنَ الظَّالِمٖينَ demeye muhtaçtır.

    سُب۟حَانَكَ لَا عِل۟مَ لَنَٓا اِلَّا مَا عَلَّم۟تَنَٓا اِنَّكَ اَن۟تَ ال۟عَلٖيمُ ال۟حَكٖيمُ


    1. *Doa sepenuh hati kepada Tuhan untuk mengharapkan keridhaan, ampunan, ban- tuan, hidayah, dan sebagainya―KBBI.
    2. *Lihat: at-Tirmidzi, ad-Da`awât, 81; dan Ahmad ibn Hambal, al-Musnad, 1/170.
    3. *Sejenis pohon labu. Lihat: QS. ash-Shâffât [37]: 146—Peny.