78.073
düzenleme
("Demikianlah, karena berbagai keistimewaan dan karakteristik al- Qur’an al-karim seperti yang telah dijelaskan dalam enam poin, enam sisi, dan enam kedudukan membuat kekuasaan nuraninya yang mulia dan kepemimpinan sucinya yang agung dengan penuh kewibawaan yang sempurna tetap bersinar menerangi seluruh sisi waktu dan menyinari seluruh bumi selama seribu tiga ratus tahun.Selain itu, karena sejumlah karakteristik tersebut al-Qur’an al- Karim mendapatkan..." içeriğiyle yeni sayfa oluşturdu) |
("------ <center> KALIMAT KEDUA PULUH EMPAT ⇐ | Al-Kalimât | ⇒ KALIMAT KEDUA PULUH ENAM </center> ------" içeriğiyle yeni sayfa oluşturdu) |
||
(Aynı kullanıcının aradaki diğer 52 değişikliği gösterilmiyor) | |||
1.369. satır: | 1.369. satır: | ||
Ia berbisik kepada kalbunya, | Ia berbisik kepada kalbunya, | ||
“Benar, al-Qur’an al-Karim yang merupakan mukjizat pada setiap sisinya lewat kesepakatan seluruh surahnya, keselarasan seluruh ayatnya, keharmonisan seluruh rahasia dan cahayanya, kesesuaian buah dan jejaknya, telah bersaksi dengan kesaksian yang diperkuat oleh berbagai dalil yang menunjukkan wujud Wâjibul wujûd, keesaan-Nya, sifat-sifat-Nya, dan nama-nama-Nya, sehingga kesaksian tanpa batas milik seluruh orang beriman menyerap dari kesaksian tersebut. | |||
Begitulah, dalam tingkat ‘ketujuh belas’ dari kedudukan pertama telah disebutkan sebuah isyarat singkat tentang pelajaran tauhid dan iman yang diterima oleh sang pengembara di atas dari al-Qur’an, yaitu sebagai berikut: | |||
Tiada Tuhan selain Allah yang wujud-Nya bersifat mutlak, Maha esa dan Tunggal; yang kemutlakan wujud-Nya dalam keesaan-Nya ditunjukkan oleh al-Qur’an al-Mu’jizul Bayân; yang diterima dan disenangi oleh malaikat, manusia dan jin; yang setiap ayatnya dibaca pada setiap menit dengan penuh penghormatan lewat lisan ratusan juta manusia; yang kekuasaan sucinya atas seluruh penjuru bumi dan alam serta atas seluruh generasi dan masa bersifat permanen; yang kepemim- pinan maknawiyahnya atas separuh bumi dan seperlima umat manusia selama empat belas abad tetap eksis. Selain itu, ia juga menjadi saksi dan bukti lewat kesepakatan seluruh surahnya yang suci, keselarasan ayat-ayatnya yang bercahaya, keharmonisan rahasia dan cahayanya, serta kesesuaian hakikat dan buahnya dengan penyaksian secara nyata. | |||
'''LAMPIRAN KEDUA Rahasia di Balik Pengulangan Ayat dalam Al-Qur’an''' | |||
''' | |||
< | <span id="EMİRDAĞI_ÇİÇEĞİ"></span> | ||
== | ==Bunga Emirdag== | ||
</ | (*<ref>*Persoalan Kesepuluh dari “Sinar Kesebelas” (Risalah Buah Keimanan).</ref>) | ||
(Jawaban yang Memuaskan atas sejumlah kritikan seputar Pengulangan dalam al-Qur’an) | |||
Saudaraku yang mulia dan setia! | |||
Saat menulis persoalan ini, aku dalam kondisi yang sulit dan buruk. Oleh karena itu, ia tampak agak samar dan kurang jelas karena masih seperti saat terlintas dalam pikiran. Hanya saja, aku merasa ung- kapan-ungkapan yang samar tersebut mengandung kemukjizatan yang luar biasa. Sayangnya, aku tidak mampu menjelaskan kemukjizatannya secara sempurna. Meskipun ungkapan-ungkapan Risalah ini tidak begitu bersinar, namun dilihat dari keterkaitannya dengan al-Qur’an al- Karim, ia merupakan “ibadah fikriyah” dan “kerang” yang berisi mutiara berharga. Maka dari itu, kuharap kalian mengabaikan kulitnya dan memperhatikan mutiara cemerlang yang ada di dalamnya. | |||
Aku terpaksa menuliskannya secara sangat ringkas dikarenakan gizi buruk dan derita sakit yang kualami. Sampai-sampai aku mema- sukkan begitu banyak hakikat dan argumen dalam satu kalimat. Berkat karunia Allah, ia bisa diselesaikan dalam dua hari di bulan Ramadhan yang penuh berkah. Mohon maaf atas segala kekurangan yang ada.(*<ref>*Persoalan ini adalah “bunga” yang lembut dan cemerlang milik bulan mulia ini dan kota Emirdag. Ia dimasukkan sebagai bagian dari “buah” penjara Denizli dengan me- nempatkan sebagai persoalan kesepuluh. Dengan izin Allah, ia bisa melenyapkan racun ilusi dan keraguan yang disemburkan oleh kaum sesat atas fenomena pengulangan dalam al-Qur’an. Yaitu penjelasan tentang salah satu dari sekian banyak hikmahnya—Penulis.</ref>) | |||
Saudara-saudaraku yang mulia dan setia! | |||
Saat membaca al-Qur’an al-Mu’jizul-Bayân di bulan Ramadan yang penuh berkah ini, aku merenungkan makna tiga puluh tiga ayat yang petunjuknya tentang kehadiran Risalah Nur terdapat pada “Sinar Pertama”. Kulihat setiap ayatnya—bahkan ayat-ayat yang terdapat di halaman tersebut dan temanya—seolah-olah mengarah kepada Risalah Nur berikut murid-muridnya dilihat dari sisi makna yang mengacu pada mereka. Terutama, ayat tentang cahaya dalam surah an-Nur ayat | |||
35. Dengan sepuluh jari, ia menunjuk Risalah Nur. Selain itu, ayat-ayat sesudahnya—ayat tentang kegelapan—mengarah kepada para musuh dan penentang Risalah Nur. Bahkan memberikan ruang yang lebih besar untuk mereka. Pasalnya, seperti diketahui bahwa kedudukan, dimensi, dan tujuan dari ayat-ayat tersebut tidak hanya terbatas pada ruang dan waktu tertentu, tetapi mencakup seluruh ruang dan waktu. Dengan kata lain, ia keluar dari parsialitas ruang dan waktu menuju sisi universalitas dari keduanya. Oleh karena itu, aku merasa bahwa Risalah Nur dan murid-muridnya di masa sekarang ini merupakan salah satu bagian parsial dari hal yang bersifat universal tersebut. | |||
Pesan al-Qur’an al-Karim mendapatkan sifat universal, keluasan mutlak, ketinggian yang mulia, dan komprehensivitas yang me- nyeluruh karena ia langsung bersumber dari kedudukan rububiyah umum yang sangat luas dan menyeluruh milik Sang Penutur azali, Allah. Ia mendapatkan seluruh sifat tersebut dari kedudukan yang luas dan agung milik sosok yang menerima kitab tersebut, Nabi mulia x, yang mewakili umat manusia dan mitra bicara atas nama seluruh manusia, bahkan atas nama seluruh alam. Al-Qur’an mendapatkan sifat tersebut dari posisinya sebagai kalam yang mengarah kepada kedudukan lapang dan luas dari seluruh tingkatan manusia dan semua masa. Ia juga mendapatkannya dari kedudukan tinggi dan komprehensif yang bersumber dari penjelasannya yang sempurna tentang hu- kum Allah yang terkait dengan dunia dan akhirat, bumi dan langit, serta azali dan abadi, yaitu hukum yang terkait dengan rububiyah-Nya dan mencakup urusan seluruh makhluk. | |||
Kalam mulia yang mendapatkan sifat luas, tinggi, serta komprehensif itu memperlihatkan kemukjizatan yang mencengangkan dan komprehensivitas yang integral di mana sejumlah tingkatan alamiah dan lahiriahnya yang menyentuh pemahaman kalangan awam—se- bagai mayoritas penerima—pada waktu yang sama memberikan ru- ang yang luas bagi kalangan yang memiliki tingkat pemikiran paling tinggi. Jadi, ia tidak hanya memberikan petunjuk kepada para peneri- manya semata dan juga tidak mengkhususkan pelajaran dari cerita historis untuk mereka saja. Namun ia juga berbicara kepada semua | |||
tingkatan pada setiap masa, sebagai bagian dari hukum yang bersifat universal, dengan sebuah pesan yang segar dan baru, seakan-akan belum lama diturunkan. | |||
Terutama banyaknya pengulangan kata ‘kaum yang zalim’ berikut kecamannya yang keras untuk mereka dan peringatan yang menakutkan berupa datangnya sejumlah musibah dari langit dan bumi akibat dosa dan kezaliman mereka. Dengan pengulangan terse- but, al-Qur’an mengarahkan perhatian kepada berbagai bentuk kezali- man yang tiada bandingnya di masa sekarang dengan memaparkan aneka macam siksa dan musibah yang menimpa kaum ‘Âd, Tsamûd, dan Fira’un. Pada waktu yang sama, ia menghadirkan pelipur lara dan ketenangan di hati orang beriman yang terzalimi dengan menyebutkan selamatnya para rasul yang mulia seperti Ibrahim dan Musa . | |||
Kemudian al-Qur’an yang agung memberikan kepada setiap tingkatan dari setiap masa sebuah bimbingan yang jelas dan sangat menakjubkan seraya menjelaskan bahwa berbagai “masa yang telah berlalu” di mana dalam pandangan kaum lalai dan sesat ia laksana lem- bah ketiadaan yang menakutkan serta kuburan yang sangat menyedih- kan. Al-Qur’an menghamparkannya laksana lembaran hidup yang menghembuskan banyak pelajaran, alam menakjubkan yang menyi- ratkan adanya kehidupan mulai dari ujung ke ujung, serta kerajaan rabbani yang secara maknawi terpaut dengan sejumlah ikatan. De- ngan kemukjizatannya yang mengagumkan, al-Qur’an menjelaskann- ya secara gamblang seolah-olah terpampang di hadapan kita di sebuah layar. Terkadang ia menghadirkan berbagai era tersebut dengan jelas di hadapan kita. Terkadang pula ia yang membawa kita kepada era itu.Dengan kemukjizatan yang sama, ia menjelaskan “alam” yang oleh kaum lalai dianggap sebagai angkasa sepi tak bertepi dan ben- da mati yang bergulir di pusaran perpisahan dan derita. Al-Qur’an menjelaskannya sebagai kitab fasih yang ditulis oleh Sang Maha Esa yang kekal, kota rapi yang dibangun oleh Sang Maha pengasih dan penyayang, dan galeri indah yang diselenggarakan oleh Tuhan Yang Maha Pemurah untuk memperlihatkan berbagai ciptaan-Nya. Dengan penjelasan tersebut, ia menghadirkan kehidupan pada seluruh benda mati tadi, menjadikan sebagiannya berusaha memberi kepada yang lain, serta setiap bagian menolong yang lain. Seolah-olah ia berbi-cara kepadanya dengan penuh cinta. Segala sesuatu ditundukkan dan semuanya diberi tugas tertentu. Begitulah al-Qur’an menyampaikan pelajaran hikmah hakiki dan ilmu yang bersinar kepada seluruh jin, manusia, dan malaikat. Maka, sudah pasti al-Qur’an yang agung ini layak memiliki karakteristik yang agung dan mulia serta keistimewaan yang luhur dan suci.Misalnya, pada setiap huruf al-Qur’an terdapat sepuluh ke- baikan, bahkan kadang kala seribu kebaikan, bahkan pada kesempatan yang lain ribuan kebaikan; ketidakmampuan jin dan manusia untuk mendatangkan semisalnya meski mereka bersatu untuknya; pesannya kepada seluruh manusia, bahkan kepada seluruh alam dengan sebuah pesan yang fasih dan penuh hikmah; keinginan jutaan manusia pada setiap masa untuk menghafalnya dengan penuh antusias; ketiadaan rasa bosan dalam membacanya meski sering diulang; tertanamnya se- cara sempurna di benak anak kecil yang masih lugu meski berisi ba- nyak kalimat dan posisi yang membingungkan; kenikmatan dan ke- nyamanan yang dirasakan oleh orang sakit dan sedang sakarat—yang tidak nyaman dengan ucapan paling sederhana sekalipun—dengan mendengarkannya; serta berbagai keistimewaan mulia dan suci lain- nya yang dimiliki al-Qur’an. Dengan demikian, ia memberikan kepa- da para pembaca dan muridnya berbagai jenis kebahagiaan dunia dan akhirat. | |||
Selain itu, al-Qur’an memperlihatkan kemukjizatannya yang indah dalam “memberikan petunjuk yang istimewa” di mana ia sangat memperhatikan ke-ummi-an sang penerimanya yang mulia, Nabi x, dengan tetap menjaga kefasihan alamiahnya. Ia sama sekali tidak dibuat-buat dan jauh dari sikap kepura-puraan apapun bentuknya. Gaya bahasanya dapat diterima oleh kalangan awam sebagai mayori- tas penerimanya seraya memperhatikan kesederhanaan cara berpikir mereka dengan cara menyesuaikan bahasanya dengan pemahaman mereka. Ia menghamparkan kepada mereka sejumlah lembaran yang tampak jelas laksana langit dan bumi. Ia mengarahkan perhatian kepa- da mukjizat qudrah ilahi dan goresan hikmah-Nya yang tersimpan di dalam sejumlah peristiwa dan urusan yang biasa mereka alami.Kemudian al-Qur’an juga memperlihatkan satu bentuk kemuk- jizatannya yang indah dalam “pengulangannya yang retoris” dari sebuah kalimat atau sebuah kisah. Hal itu terjadi saat membimbing ob- jek yang berbeda kepada sejumah makna dan pelajaran yang terdapat pada ayat atau kisah tersebut. | |||
Ketika itu, dibutuhkan pengulangan di mana ia merupakan kitab doa dan dakwah di samping sebagai kitab zikir dan tauhid. Setiap darinya membutuhkan pengulangan. Jadi, se- tiap ayat atau kisah yang diulang dalam al-Qur’an mencakup makna atau pelajaran baru.Al-Qur’an juga memperlihatkan kemukjizatannya saat mem- bahas berbagai “peristiwa parsial” atau khusus yang terjadi dalam kehidupan sahabat pada saat ia turun serta di saat ia mengukuhkan bangunan Islam dan kaidah syariat. Oleh karena itu, al-Qur’an mem- berikan perhatian yang sangat serius terhadap sejumlah peristiwa de- ngan menerangkan bahwa urusan yang paling kecil dari sebuah peristi- wa khusus tidak lain berada di bawah tatapan rahmat-Nya serta dalam wilayah pengaturan dan kehendak-Nya. Di samping itu, al-Qur’an memperlihatkan sejumlah sunnah ilahi (sunnatullah) yang berlaku di alam serta sejumlah hukum yang bersifat universal dan komprehensif. Lebih dari itu, berbagai peristiwa tersebut—yang laksana benih di awal pembangunan Islam dan syariat—nantinya akan menghasilkan buah yang matang berupa sejumlah hukum dan pelajaran. | |||
Ada sebuah kaidah baku yang berbunyi: “Kebutuhan yang terus berulang menuntut adanya pengulangan”. Oleh karena itu, al-Qur’an al- Karim menjawab sejumlah pertanyaan yang banyak berulang selama dua puluh tahun. Lewat jawabannya yang berulang-ulang, al-Qur’an membimbing berbagai kalangan yang berbeda. Ia mengulang-ulang sejumlah kalimat yang memiliki ribuan hasil. Ia juga mengulang se- jumlah petunjuk yang merupakan hasil dari berbagai dalil yang tak terhingga. Hal itu untuk menanamkan di dalam jiwa dan mengukuh- kan di dalam hati berbagai perubahan besar yang akan terjadi di alam berikut kehancuran yang akan dialaminya, serta bangunan akhirat— yang kekal dan menakjubkan sebagai ganti dari alam fana ini—yang akan menggantikannya.Selanjutnya, al-Qur’an mengulang kalimat dan ayat-ayat terse- but ketika menegaskan bahwa seluruh hal yang bersifat parsial dan universal mulai dari atom hingga bintang-gemintang berada di dalam genggaman dan kekuasaan Dzat Yang Mahaesa. Selain itu, al-Qur’an mengulang-ulang saat menjelaskan tentang murka Tuhan terhadap manusia yang berbuat zalim lantaran mengabaikan tujuan dari penciptaan. Perbuatan zalim itulah yang membuat alam, bumi, langit, dan seluruh unsur murka kepada pelakunya. | |||
Oleh karena itu, pengulangan sejumlah kalimat dan ayat pada saat menjelaskan berbagai persoalan besar sama sekali tidak bisa di- anggap sebagai sebuah cacat dalam hal balagah. Tetapi ia justru me- rupakan bentuk mukjizat yang sangat menakjubkan, bentuk balagah yang sangat tinggi, dan kefasihan yang sangat sesuai dengan kondisi. | |||
Sebagai contoh: Kalimat بِس۟مِ اللّٰهِ الرَّح۟مٰنِ الرَّحٖيمِ yang merupakan salah satu ayat al-Qur’an. Ia berulang sebanyak seratus empat belas kali dalam al-Qur’an karena ia merupakan persoalan besar yang mene- rangi alam serta menghubungkan bumi dan arasy dengan ikatan yang sangat kuat seperti yang disebutkan dalam “Cahaya Keempat Belas”. Setiap orang pasti sangat membutuhkan hakikat ini setiap saat. An- daikan hakikat agung ini diulang jutaan kali, kebutuhan terhadapnya akan tetap ada. Sebab, ia bukan merupakan kebutuhan harian seperti nasi, tetapi ia seperti udara dan cahaya yang sangat dibutuhkan dan selalu dirindukan setiap saat. | |||
Ayat lainnya yang berbunyi:“Dan Sesungguhnya Tuhanmu benar-benar Yang Maha Perkasa dan Maha Penyayang”. | |||
Ayat tersebut berulang sebanyak delapan kali dalam surah asy-Syu`arâ. Pengulangan ayat yang berisi ribuan hakikat tersebut dalam sebuah surah yang menyebutkan keselamatan para nabi dan siksa yang menimpa kaum mereka adalah untuk menjelaskan bahwa kezaliman yang dilakukan oleh kaum mereka mencederai tujuan penciptaan serta menentang keagungan rububiyah Allah yang bersifat mutlak. Maka, keperkasaan ilahi menghendaki adanya siksa bagi kaum yang zalim itu. Sebaliknya, rahmat ilahi menuntut keselamatan bagi para na- bi-Nya. Andaikan ayat itu diulang ribuan kali, kebutuhan terhadapnya tidak akan pernah pudar. Jadi, pengulangan di sini merupakan balagah tinggi yang mengandung kemukjizatan dan simplifikasi. | |||
Begitu pula ayat yang berbunyi:“Maka, nikmat Tuhan manakah yang kalian dustakan?!”Ayat di atas disebutkan berulang-ulang dalam surah ar-Rahmân.Lalu ayat berikut: | |||
“Celakalah pada hari itu kaum yang mendustakan”. | |||
Ia diulang-ulang dalam surah al-Mursalât. Kedua ayat di atas menegaskan pada semua masa serta menjelaskan ke seluruh penjuru langit dan bumi bahwa sikap kufur jin dan manusia terhadap nikmat ilahi serta kezaliman mereka membangkitkan murka alam, menjadi- kan langit dan bumi marah, menodai hikmah dan tujuan penciptaan alam, melanggar hak seluruh makhluk, serta meremehkan dan meng- ingkari keagungan kekuasaan ilahi. Oleh karena itu, kedua ayat di atas terkait dengan ribuan hakikat serupa. Keduanya sangat penting, setara dengan ribuan persoalan. Andaikan ia diulang ribuan kali dalam pe- san umum yang mengarah kepada jin dan manusia, tentu kebutuhan terhadapnya tetap ada. Jadi, pengulangan di sini merupakan bentuk simplifikasi yang agung serta bentuk mukjizat balagah yang indah. | |||
Contoh lain, kami berikan di seputar hikmah pengulangan da- lam munajat Nabi x yang disebutkan dalam hadis. Munajat nabi yang disebut al-Jausyan al-Kabîr merupakan munajat indah yang sesuai dengan hakikat al-Qur’an dan intisari darinya. Di dalamnya kita me- nemukan kalimat:Mahasuci Engkau wahai yang tiada Tuhan selain Engkau.Kami memohon keselamatan... keselamatan. | |||
Jauhkan kami dari neraka… Lindungi kami dari neraka… Selamatkan kami dari neraka.Kalimat tersebut berulang sebanyak seratus kali. Andaikan di- ulang sebanyak ribuan kali, ia tidak akan melahirkan rasa bosan. Se- bab, ia berisi hakikat paling agung di alam ini yang berupa tauhid; berisi tugas makhluk yang paling mulia terhadap rububiyah Tuhan, yaitu bertasbih, bertahmid, dan menyucikan-Nya; berisi persoalan yang amat menentukan bagi umat manusia; yaitu selamat dari neraka dan terbebas dari derita abadi; serta berisi tujuan ubudiyah dan ketidak- berdayaan manusia, yaitu doa. | |||
Begitulah, kita melihat pengulangan dalam al-Qur’an tertuju pada pilar-pilar semacam itu. Bahkan al-Qur’an mengungkap hakikat tauhid, baik secara implisit maupun eksplisit, lebih dari dua puluh kali dalam satu halaman mushaf. Hal itu sesuai dengan tuntutan konteks, kebutuhan untuk memberikan pemahaman, dan retorika penjelasan. Maka, dengan pengulangan tersebut, al-Qur’an membangkitkan ke- rinduan untuk membaca secara berulang-ulang serta membuat ba- lagahnya lebih kuat tanpa melahirkan rasa jenuh dan bosan. | |||
Sejumlah bagian dari Risalah Nur telah menjelaskan hikmah pengulangan dalam al-Qur’an. Ia menerangkan berbagai argumen- nya, menegaskan tingkat kesesuaian pengulangan yang ada dengan balagah, serta menetapkan tingkat keindahannya yang menakjubkan. | |||
Adapun hikmah perbedaan antara surah Makkiyah dan Madani- yah dilihat dari sisi balagah, dari sisi kemukjizatan, dan dari sisi pen- jelasan secara rinci dan globalnya, maka ia adalah sebagai berikut: | |||
Barisan pertama dari para penerima dan penentang al-Qur’an di Mekkah adalah kalangan musyrik Quraisy. Mereka buta huruf, tidak memiliki sebuah kitab. Maka, balagah menuntut sebuah gaya bahasa yang tinggi, kuat, global, dan meyakinkan, serta berisi pengulangan agar tertanam kuat dalam pemahaman. Oleh karena itu, sebagian be- sar surah Makkiyah membahas tentang rukun iman berikut sejumlah tingkatan tauhid dengan gaya bahasa yang sangat kuat dan tinggi serta sangat ringkas. Ia banyak mengulang masalah keimanan kepada Allah, awal penciptaan, tempat kembali, dan akhirat. Bahkan ia mengung- kapkan rukun iman tersebut dalam setiap halaman, ayat, kalimat, atau kata. Atau bahkan dalam sebuah huruf.Selain itu, al-Qur’an mengungkapkannya dengan cara menukar posisi kata atau kalimat (taqdîm dan ta’khîr), dalam bentuk ma’rifah (definit) dan nakirah (indefinit), serta dengan cara melesapkan dan menyebutkan (huruf, kata, atau kalimat). Ia menetapkan rukun iman dalam sejumlah kondisi dan bentuk balagah semacam itu yang mem- buat para ahli balagah terbelalak menyaksikan gaya bahasanya yang menakjubkan. | |||
Risalah Nur, terutama “Kalimat Kedua Puluh Lima” (al-Mu’jizât al-Qur’âniyyah) berikut sejumlah lampirannya telah menjelaskan kemukjizatan al-Qur’an dalam empat puluh aspek. Begitu pula pen- jelasan dalam buku Isyârât al-I’jâz fî Mazhân al-Îjâz yang berbahasa Arab di mana ia memberikan penjelasan indah tentang kemukjiza- tan al-Qur’an dilihat dari sisi sistematika antar ayatnya. Kedua risalah tersebut benar-benar menetapkan ketinggian gaya bahasanya yang is- timewa dan simplifikasinya yang menakjubkan. | |||
Adapun ayat-ayat dan surah Madaniyah, barisan pertama dari para penerima dan penentangnya adalah kalangan Yahudi dan Nas- rani yang merupakan ahli kitab yang beriman kepada Allah. Sesuai dengan kaidah balagah, cara pemberian petunjuk, dan prinsip dak- wah, hal ini menuntut agar pesan yang ditujukan kepada mereka harus sesuai dengan kondisi mereka. Oleh karena itu, ia datang dengan gaya bahasa yang mudah dan jelas disertai penjelasan tentang sejumlah hal khusus di luar pokok-pokok keimanan. Sebab, hal-hal yang bersifat parsial dan khusus tersebut merupakan sumber hukum syariat, kaidah universal, serta hukum cabang yang merupakan objek perselisihan dalam bidang syariat dan hukum. Oleh karenanya, kita sering mene- mukan ayat-ayat Madaniyah sangat jelas dan mudah dengan gaya ba- hasa yang menakjubkan khas al-Qur’an. Namun penyebutan sebuah ikhtisar yang kuat, kesimpulan yang kukuh, dan argumen mematikan setelah sebuah peristiwa parsial menjadikan peristiwa tersebut sebagai kaidah universal yang bersifat umum. Lalu pengamalannya menjamin penguatan iman kepada Allah yang diwujudkan oleh penyebutan ba- gian penutup yang merangkum tauhid, iman, dan akhirat. Konteks yang jelas dan lugas itu bersinar oleh bagian penutup tadi. | |||
Risalah Nur telah menjelaskan dan menetapkan kepada para pembangkang sejauh mana ketinggian balagah, keistimewaan luar bi- asa, serta berbagai bentuk kefasihan yang cermat yang terdapat pada kesimpulan dan bagian penutup tadi, yaitu dalam sepuluh keistime- waan pada cahaya kedua dari obor kedua dari “Kalimat Kedua Puluh Lima” yang secara khusus berbicara tentang kemukjizatan al-Qur’an.Engkau bisa melihat ayat yang berbunyi: | |||
“Sungguh Allah Mahakuasa atas segala sesuatu” | |||
“Sungguh Allah Maha Mengetahui segala sesuatu” | |||
“Dia Maha Perkasa dan Maha Bijaksana” | |||
“Dia Maha Perkasa dan Maha Penyayang” | |||
Ayat-ayat di atas dan ayat sejenis lainnya yang menerangkan tauhid dan mengingatkan pada akhirat di mana ia merupakan penutup sebagian besar ayat al-Qur’an, engkau bisa melihat bahwa saat men- jelaskan hukum syariat, masalah furû`iyah (cabang) dan hukum so- sial, al-Qur’an mengangkat pandangan mitra bicara kepada cakrawala yang bersifat universal dan mulia. Dengan bagian penutup tersebut, al-Qur’an mengganti gaya bahasa yang mudah dan jelas dengan gaya bahasa yang tinggi dan mulia. Seolah-olah ia memindahkan pem- baca dari pelajaran syariat kepada pelajaran tauhid. Jadi, jelas bahwa al-Qur’an merupakan kitab syariat, hukum, dan hikmah di samping sebagai kitab akidah dan iman, kitab zikir dan pikir, serta kitab doa dan dakwah.Demikianlah, engkau melihat bahwa terdapat bentuk kefasihan yang menakjubkan dan cemerlang dalam ayat-ayat Madaniyah yang berbeda dengan retorika ayat-ayat Makkiyah sesuai dengan kondisi dan maksud petunjuknya. | |||
Contoh semacam ini bisa dilihat dalam dua kata berikut: رَبُّكَ dan رَبُّ ال۟عَالَمٖينَ. Al-Qur’an mengajarkan ahadiyah lewat ungkapan pertama رَبُّكَ dan wâhidiyah lewat ungkapan kedua رَبُّ ال۟عَالَمٖينَ. Wâhi- diyah sendiri mencakup ahadiyah. | |||
Balagah semacam itu kadang juga bisa dilihat dalam sebuah kalimat. Dalam satu ayat misalnya, al-Qur’an memperlihatkan pe- ngetahuan-Nya yang menembus letak partikel di pupil mata serta letak matahari di jantung langit. Ia memperlihatkan qudrah-Nya yang komprehensif yang meletakkan sebuah perangkat persis di tempatnya dengan menjadikan matahari laksana mata bagi langit. | |||
Ia pun menya- takan:“(Dia) menciptakan langit dan bumi...” (QS. al-Hadîd [57]: 4), kemudian: | |||
“(Dia) memasukkan malam ke siang dan memasukkan siang ke malam...” (QS. al-Hadîd [57]: 6). Lalu: | |||
“Dia Maha Mengetahui apa yang tersembunyi dalam dada.” (QS. al-Hadîd [57]: 6).Dia menyudahi dengan pengetahuan-Nya yang menembus apa yang tersembunyi di dalam dada setelah menyebutkan keagungan penciptaan di langit dan bumi dan setelah menghamparkannya di ha- dapan makhluk. Dia menanamkan dalam benak bahwa Dia mengeta- hui bisikan hati lewat penyebutan keagungan-Nya dalam menciptakan langit dan bumi. Hal ini adalah satu bentuk penjelasan yang membawa gaya bahasa yang mudah dipahami oleh orang awam menuju petunjuk yang mulia, umum, dan menarik. | |||
'''Pertanyaan:'''Pandangan yang dangkal dan hanya selintas tidak dapat melihat berbagai hakikat penting yang dihadirkan al-Qur’an. Ia tidak mengetahui jenis kesesuaian dan korelasi antara kesimpulan yang mengungkapkan tauhid yang mulia atau menghadirkan hukum yang universal dengan sebuah peristiwa parsial yang bersifat biasa. Oleh karena itu, sebagian orang menilai ada cacat dalam balagah al- Qur’an. Misalnya, tidak jelasnya korelasi balagah dalam penyebutan prinsip agung:“Dan di atas tiap-tiap orang yang berpengetahuan itu ada Yang Maha mengetahui.” (QS. Yûsuf [12]: 76). | |||
''' | Ayat di atas disebutkan setelah peristiwa parsial yaitu upaya Yu- suf membuat saudaranya tinggal bersamanya lewat sebuah rekaya- sa cerdas. Apa rahasia di dalamnya dan apa hikmahnya? | ||
'''Jawaban:'''Sebagian besar surah yang panjang dan sedang—di mana masing-masing laksana sebuah al-Qur’an—tidak hanya berisi dua atau tiga tema utama al-Qur’an (ketauhidan, kenabian, kebang- kitan, dan keadilan beserta ibadah). Namun masing-masing berisi seluruh esensi al-Qur’an dan keempat tema utama sekaligus. Dengan kata lain, al-Qur’an merupakan kitab zikir, iman, dan pemikiran di samping sebagai kitab syariat, hikmah, dan petunjuk. Jadi, setiap surah darinya berisi sejumlah kitab dan menunjukkan sejumlah pelajaran yang berbeda. Setiap kondisi dan konteksnya—bahkan setiap halaman—membuka ke hadapan manusia sejumlah pintu iman yang dapat merealisasikan sejumlah tema lain di mana al-Qur’an menyebutkan apa yang tertulis dalam kitab alam yang besar ini dan menerangkannya secara jelas. Sehingga ia tanamkan dalam jiwa seorang mukmin rububiyah Allah yang meliputi segala sesuatu sekaligus memperlihat- kan manifestasi-Nya yang terdapat di cakrawala dan jiwa. Oleh karena itu, korelasi yang tampak lemah menjadi landasan dari berbagai tema universal. Lalu sejumlah korelasi yang kuat menyusul korelasi yang tampak lemah tadi sehingga gaya bahasanya sesuai dengan konteks dan kondisi yang ada. Dengan begitu, tingkatan balagahnya menjadi tinggi. | |||
''' | |||
'''Pertanyaan lain:'''Apa hikmah al-Qur’an mengetengahkan ribuan dalil untuk menetapkan urusan akhirat, dalam mengajarkan tauhid serta ketika membahas tentang pemberian ganjaran dan hukuman bagi manusia? Apa rahasia di balik upaya al-Qur’an mengarahkan perhatian kepada urusan tersebut secara eksplisit dan implisit pada setiap surah, bahkan pada setiap halaman mushaf dan pada setiap kondisi? | |||
''' | |||
'''Jawabannya:''' Karena al-Qur’an mengingatkan manusia tentang perubahan terbesar yang terjadi dalam wilayah makhluk sepanjang se- jarah alam, yaitu akhirat. Al-Qur’an menunjukkan persoalan terbesar yang terkait dengannya sebagai pengemban amanat utama dan khali- fah di muka bumi, yaitu persoalan tauhid yang menjadi penentu nasib; meraih kebahagiaan abadi atau menuai kesengsaraan yang kekal. Pada waktu yang sama, al-Qur’an melenyapkan gelombang syubhat yangdatang secara terus-menerus serta menghantam bentuk pembangka- ngan dan pengingkaran yang paling hebat.Oleh karena itu, kalau al-Qur’an mengarahkan perhatian manu- sia untuk percaya kepada berbagai perubahan dahsyat tersebut dan membawa mereka untuk membenarkan urusan agung yang sangat penting itu... Ya, kalau al-Qur’an melakukan itu semua ribuan kali dan mengulangnya sebanyak jutaan kali, hal itu bukan merupakan pembo- rosan dalam hal balagah dan tidak membuat bosan. Bahkan kebutu- han untuk terus-menerus membacanya dalam al-Qur’an tidak pernah selesai. Sebab, tidak ada yang lebih penting di alam ini daripada uru- san tauhid dan akhirat. | |||
''' | |||
Contoh, ayat yang berbunyi:“Adapun orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal saleh, kelak kami akan masukkan ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya selamanya...” (QS. an-Nisâ [4]: 57).Hakikat ayat di atas merupakan kabar gembira akan kebahagiaan abadi yang diumumkan kepada manusia malang yang menghadapi kematian setiap saat. Sehingga kabar gembira ini menyelamatkannya dari gambaran kematian sebagai sebuah kemusnahan abadi. Ia menye- lamatkannya berikut alam dan seluruh kekasihnya dari cengkeraman kefanaan. Bahkan, ia memberinya kekuasaan yang kekal dan kebaha- giaan abadi. Andaikan ayat ini diulang miliaran kali, tidaklah terma- suk pemborosan dan sama sekali tidak mencederai balagahnya. | |||
Begitulah, engkau melihat al-Qur’an, yang membahas berbagai urusan penting semacam itu dan berusaha meyakinkan manusia de- ngannya lewat pemberian sejumlah argumen kuat, menanamkan da- lam benak dan kalbu berbagai perubahan besar yang terjadi di alam. Ia menjadikannya lugas dan jelas bagi mereka seperti perubahan ru- mah dan bentuknya. Maka sudah tentu pengarahan perhatian, baik secara eksplisit, implisit, maupun simbolik kepada berbagai persoalan semacam itu sebanyak ribuan kali merupakan suatu hal yang sangat | |||
mendesak. | |||
Bahkan, ia sama mendesaknya dengan kebutuhan manusia kepada nasi, udara, dan cahaya yang terus-menerus dibutuhkan.Contoh lain adalah ayat yang berbunyi:“Orang-orang yang kafir bagi mereka neraka jahanam...” (QS. Fâthir [35]: 36),“Orang-orang yang zalim bagi mereka siksa yang pedih...” (QS. Ibrâhîm [14]: 22).Hikmah pengulangan ayat di atas—juga ayat-ayat peringatan dan ancaman sejenisnya—serta bentuk redaksinya yang tegas dan keras adalah seperti yang telah kami tegaskan dalam Risalah Nur, yai- tu bahwa kekufuran manusia merupakan sikap yang sangat melanggar hak-hak alam dan sebagian besar makhluk. Hal inilah yang membang- kitkan kemarahan langit dan bumi serta membuat seluruh elemen alam murka kepada orang kafir sehingga menampar kaum yang zalim itu dengan badai dan sebagainya. Bahkan, neraka jahim pun sangat marah hingga nyaris pecah seperti yang disebutkan al-Qur’an: | |||
“Apabila mereka dilemparkan ke dalamnya mereka mendengar suara neraka yang mengerikan, sedang neraka itu menggelegak. Nyaris (neraka) itu pecah lantaran marah...” (QS. al-Mulk [67]: 7-8). | |||
Andaikan Penguasa alam mengulang kejahatan besar (kekufu- ran) tersebut dalam berbagai urusan-Nya berikut segala akibatnya dengan gaya bahasa yang sangat keras sebanyak ribuan kali, juta- an kali, atau miliaran kali, ia sama sekali tidak berlebihan dan tidak mencederai balagah al-Qur’an. Hal itu karena dosa tersebut sangat be- sar dan sangat melampaui batas. Di samping itu, ia ditujukan untuk memperlihatkan hak-hak rakyat-Nya dan untuk menampakkan ke- burukan tak terhingga yang terdapat dalam sikap mereka yang kufur dan zalim. Jadi, ia tidak diulang lantaran hina dan kerdilnya manusia, namun karena besarnya pelanggaran dan kezaliman yang dilakukan oleh orang kafir. | |||
Selanjutnya, kita melihat bagaimana ratusan juta manusia, sejak lebih dari seribu tahun, membaca al-Qur’an dengan penuh antusias dan dengan perasaan amat butuh padanya tanpa pernah merasa bosan. | |||
Ya, setiap waktu dan setiap hari merupakan saat sebuah alam berlalu dan sebuah pintu terbuka bagi alam yang baru. Oleh karena itu, pengulangan لَٓا اِلٰهَ اِلَّا اللّٰهُ dengan rasa butuh padanya sebanyak ribuan kali adalah untuk menerangi seluruh alam yang berlalu dan menyi- narinya dengan cahaya iman. Ia membuat kalimat tauhid tersebut lak- sana lentera terang yang terdapat di langit putaran alam dan hari. Jika demikian keadaannya terkait dengan lâ ilâha illallâh, hal yang sama berlaku pada pembacaan al-Qur’an al-Karim. Ia menghapus kegelapan pekat yang menutupi banyaknya pentas yang berlalu dan alam yang terus terbaharui. Ia melenyapkan buruknya gambaran yang terpantul dalam cermin kehidupan. Ia menjadikan berbagai kondisi yang datang sebagai saksi yang menolongnya di hari kiamat, bukan saksi yang memberatkannya. Ia juga menaikkan derajatnya ke tingkatan pengetahuan akan besarnya balasan bagi perbuatan dosa. Ia membuatnya memahami nilai peringatan Sang Penguasa azali yang menghancurkan sikap keras kepala kaum yang zalim. Ia juga mendorongnya untuk berlepas dari kungkungan nafsu ammârah. Karena sejumlah hikmah inilah, al- Qur’an mengulang-ulang apa yang perlu diulang dalam bentuk yang penuh hikmah. Ia memperlihatkan bahwa ancaman al-Qur’an yang sangat banyak, dengan gaya bahasa yang tegas dan keras serta secara berulang-ulang merupakan sebuah hakikat yang agung. Setan yang sebelumnya menganggap hal itu tidak berguna menjadi takluk. Ia lari dari khayalannya yang menganggap hal itu sia-sia. Ya, siksa jahanam adalah balasan adil bagi kaum kafir yang tidak mau memperhatikan berbagai ancaman yang ada. | |||
Di antara yang sering diulang dalam al-Qur’an adalah kisah para nabi. Hikmah pengulangan kisah Musa , misalnya, di mana ia memiliki sejumlah hikmah dan pelajaran seperti yang dimiliki oleh tongkat Musa. Demikian pula dengan pengulangan kisah nabi yang lain adalah untuk menetapkan kerasulan Muhammad x. Hal itu dengan memperlihatkan kenabian seluruh nabi sebagai hujjah atas kebenaran risalah Muhammad x di mana ia tidak mungkin diingkari kecuali oleh orang yang mengingkari kenabian seluruh nabi. Jadi, penyebutan kenabian mereka menjadi dalil atas kerasulan beliau x. | |||
Kemudian, banyak di antara manusia yang tidak setiap waktu mampu dan berkesempatan untuk membaca keseluruhan al-Qur’an. Namun mereka mencukupkan diri sesuai kemampuan. Dari sini, hik- mah menjadikan setiap surah yang panjang dan sedang ibarat minia- tur al-Qur’an sangat jelas. Jadi, pengulangan kisah di dalamnya seperti pengulangan rukun iman yang sangat penting. Artinya, pengulangan kisah merupakan tuntutan balagah, bukan sebuah pemborosan. Apala- gi ia berisi pengajaran bahwa peristiwa kemunculan Muhammad x merupakan peristiwa yang paling besar bagi umat manusia dan perso- alan yang paling agung di alam semesta. | |||
Ya, pemberian kedudukan tertinggi dan termulia kepada Rasul x dalam al-Qur’an dan penyambungan kalimat مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللّٰهِ—yang mengandung empat rukun iman—dengan kalimat لَٓا اِلٰهَ اِلَّا اللّٰهُ, yakni مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللّٰهِلَٓا اِلٰهَ اِلَّا اللّٰهُ menjadi bukti bahwa risalah Muhammad me- rupakan hakikat terbesar di alam ini, pribadi Muhammad x merupa- kan makhluk paling mulia, hakikat Muhammad yang mencerminkan sosok maknawi yang universal dari pribadi Muhammad x adalah lentera yang menerangi dunia dan akhirat, serta bahwa beliau layak mendapatkan kedudukan luar biasa tersebut, sebagaimana hal itu telah ditegaskan dalam sejumlah bagian Risalah Nur lewat berbagai argu- men yang kuat. Di sini kami hanya akan menyebutkan satu dari seribu argumen yang ada, yaitu sebagai berikut: | |||
Semua amal kebaikan yang dilakukan oleh umat Muhammad x pada seluruh masa dituliskan pula pada lembaran kebaikan beliau. Hal ini sesuai dengan kaidah: | |||
“Perantara sama seperti pelakunya”. | |||
Pencerahan yang beliau berikan kepada semua hakikat alam dengan cahaya yang beliau bawa tidak hanya membuat jin, manusia, malaikat dan makhluk hidup rida dan senang. Namun juga membuat seluruh alam, langit dan bumi rida seraya membicarakan berbagai ke- baikan beliau. Jutaan doa yang dipanjatkan oleh orang-orang saleh dari umat beliau bersama miliaran doa fitri dan mustajab yang dipanjatkan oleh makhluk spiritual di mana ia tidak tertolak—dibuktikan oleh pengabulan secara nyata terhadap doa tanaman lewat lisan potensi dan doa hewan lewat lisan kebutuhan alamiahnya—serta doa rahmat lewat salawat dan salam untuk beliau, berbagai pahala dan hadiah kebaikan yang mereka berikan, semua itu pertama-tama dipersembahkan untuk beliau. Belum lagi berbagai pahala tak terhingga yang masuk ke dalam daftar amal kebaikannya lewat bacaan al-Quran umatnya di mana se- tiap huruf darinya—yang lebih dari 300 ribu huruf— mendatangkan sepuluh kebaikan dan sepuluh buah ukhrawi, bahkan seratus atau seri- bu kebaikan.Ya, Dzat Allâmul Ghuyûb telah mengetahui dan menyaksikan bahwa hakikat Muhammad yang merupakan sosok maknawi dari pribadi penuh berkah itu akan menjadi seperti pohon Tuba surga. Oleh karena itu, Allah memberinya, dalam al-Qur’an, kedudukan ting- gi yang layak beliau sandang. Allah menjelaskan dalam firman-Nya bahwa cara untuk mendapatkan syafa`atnya adalah dengan mengikuti sunnahnya yang mulia dan mendapatkan syafa`atnya merupakan per- soalan terbesar bagi manusia. Bahkan seringkali Allah melihat sejum- lah kondisi kemanusiaannya sebagai benih pohon Tuba surga. | |||
Demikianlah, karena sejumlah hakikat al-Qur’an yang terulang memiliki kedudukan tinggi dan berisi banyak hikmah, fitrah yang se- hat menjadi saksi bahwa pengulangannya merupakan mukjizat mak- nawi yang sangat kuat dan luas. Kecuali bagi mereka yang kalbunya sakit dan nuraninya tidak sehat akibat wabah materialisme sehingga terkena kaidah yang terkenal: | |||
< | Kadang seseorang mengingkari cahaya matahari karena sakit mata Dan kadang mulut mengingkari segarnya air karena sakit yang diderita.(*<ref>*Syair tersebut karya Syarafuddin al-Bushairi dalam kasidah al Burdah:Terkadang mata mengingkari cahaya matahari karena sakit mata Lalu mulut mengingkari segarnya air karena sakit yang di derita.</ref>) | ||
</ | |||
< | <span id="BU_ONUNCU_MESELEYE_BİR_HÂTİME_OLARAK_İKİ_HÂŞİYEDİR"></span> | ||
=== | ===PENUTUP LAMPIRAN KEDUA (Dua Catatan)=== | ||
'''Catatan Pertama:''' | |||
''' | |||
< | Dua belas tahun yang lalu(*<ref>*Maksudnya 12 tahun sebelum penulisan risalah ini—Peny.</ref>)aku mendengar bahwa seorang zindik yang berhati busuk dan bermaksud buruk be- rani menerjemahkan al-Qur’an. Maka ia membuat tulisan berbahaya yang merendahkan kedudukannya dengan berusaha menerjemahkan- nya. Ia berkata, “Hendaknya al-Qur’an ini diterjemahkan agar kedudu- kannya terlihat?” yakni, agar orang-orang bisa melihat pengulangan al-Qur’an yang tidak penting, agar terjemahannya yang dibaca sebagai ganti darinya, dan berbagai pemikiran beracun lainnya. | ||
Namun berkat karunia Allah, Risalah Nur berhasil melumpuhkan pemikiran tersebut dengan berbagai argumennya yang mematikan dan dengan penye- barannya yang luas di setiap tempat. Risalah Nur menegaskan bahwa al-Qur’an tidak mungkin diterjemahkan secara hakiki. Bahasa mana- pun di luar bahasa Arab tak mampu menjaga keistimewaan al-Qur’an al-Karim dan balagahnya yang halus. Sejumlah terjemahan biasa dan parsial yang dibuat oleh manusia tidak akan pernah bisa mengganti- kan ungkapan kalimat al-Qur’an yang bersifat universal dan menak- jubkan di mana setiap hurufnya berisi banyak kebaikan, dari sepuluh hingga seribu. Oleh karena itu, tidak mungkin terjemahannya yang dibaca sebagai ganti darinya.Hanya saja, kaum munafik yang belajar pada orang zindik itu berusaha sekuat tenaga di jalan setan untuk memadamkan cahaya al- Qur’an dengan mulut mereka seperti anak-anak yang bodoh. Namun karena aku tidak bertemu dengan siapa pun, aku tidak mengetahui kondisi yang ada. Aku hanya menduga bahwa apa yang kuutarakan tadi merupakan sebab yang membuat persoalan kesepuluh ini didik- tekan kepadaku, meskipun aku sedang dalam kondisi sulit. | |||
'''Catatan Kedua:''' | |||
''' | |||
Suatu hari aku duduk di lantai atas Hotel Şehir setelah dibebaskan dari penjara Denizli. Aku merenungkan pepoho- nan di sekitarku yang berada di taman rindang dan kebun yang indah. Ia tampak gembira lewat gerakannya yang menari-nari dan sangat memikat. Ia bergoyang dengan ranting dan dahannya. Lalu daunnya bergerak dengan sentuhan angin yang lembut. Ia tampak di hadapanku dalam kondisi paling indah dan bersinar seolah-olah sedang bertasbih kepada Allah dalam halakah zikir.Gerakan lembut tersebut menyentuh relung kalbuku yang sedang lara akibat berpisah dengan sejumlah kolega. Aku merasa pilu karena hidup sendiri. Tiba-tiba aku teringat musim gugur dan musim dingin di mana ketika itu dedaunannya akan berguguran dan keindahannya lenyap. Aku pun bersedih melihat pohon yang indah tadi. Demikian pula ketika melihat seluruh makhluk hidup yang tampak gembira. Kesedihan tersebut membuatku meneteskan air mata. Duka menerpa diriku akibat perpisahan di mana ia menutupi tirai alam yang tampak indah. | |||
Saat dirundung kesedihan semacam itu, tiba-tiba cahaya yang dibawa oleh hakikat Muhammad x menolongku, sebagaimana ia juga menolong setiap mukmin lainnya. Cahaya tersebut mengganti kesedi- han dan kepiluan yang tak terhingga tadi dengan suka cita dan kegem- biraan tiada tara. Akupun merasa sangat senang dan sangat puas de- ngan hakikat Muhammad di mana salah satu limpahan cahayanya yang tak terbatas telah menolongku. Limpahan cahaya itu menyebar- kan pelipur lara ke seluruh jiwa dan ragaku.Gambarannya sebagai berikut: | |||
Pandangan lalai di atas memperli- hatkan dedaunan halus dan pepohonan rindang tersebut tidak memi- liki tugas dan misi. Ia tidak berguna dan tidak bermanfaat. Gerakan lembutnya tampak bukan sebagai bentuk rasa rindu dan senang. Akan tetapi karena takut adanya perpisahan. Terkutuklah pandangan lalai tersebut di mana ia telah melukai kerinduan untuk kekal, kecintaan pada kehidupan, ketertarikan pada keindahan, dan kasih sayang terha- dap sesama yang tertanam dalam diri ini. Ia mengubah dunia menjadi neraka maknawi serta mengubah akal menjadi organ yang menyiksa dan menyengsarakan. | |||
Ketika sedang menanggung penderitaan semacam itu, seketika cahaya yang dibawa oleh Muhammad x untuk menerangi umat ma- nusia menyingkap tirai yang ada sekaligus memperlihatkan berbagai hikmah, makna, tugas, dan peran yang sangat banyak yang jumlahnya sebanyak dedaunan pohon tadi.Risalah Nur menegaskan bahwa sejumlah tugas dan hikmah tersebut terbagi tiga: | |||
Pertama, yang mengarah kepada nama-nama indah Sang Pen- cipta Yang Mahaagung. Sebagaimana ketika seorang ahli mesin yang mahir membuat mesin menakjubkan, maka ia dipuji oleh semua orang dan karyanya diapresiasi sedemikian rupa dengan ucapan “Mâsya Allah, Bârakallah”. Mesin tersebut juga demikian. Ia menyanjung pen- ciptanya dengan lisân hâl (keadaannya). Yaitu dengan memperlihat- kan berbagai hasil yang dituju secara sempurna. Begitu pula semua makhluk hidup dan segala sesuatu merupakan mesin dan menyanjung Penciptanya dengan ucapan selamat. | |||
Kedua, yang mengarah pada pandangan makhluk hidup dan makhluk berkesadaran di mana ia menjadi objek perhatian dan re- nungan. Maka segala sesuatu laksana kitab makrifat dan pengeta- huan. Ia tidak meninggalkan alam ini—alam indrawi—kecuali setelah menanamkan sejumlah maknanya di benak makhluk berkesadaran, melekatkan gambarannya dalam ingatan mereka, serta kesan bentuk- nya dalam lembaran khayal yang ada pada catatan ilmu gaib. Artinya, ia tidak keluar dari alam indrawi menuju alam gaib, kecuali setelah masuk ke dalam banyak wilayah wujud dan mendapatkan bentuk wu- jud yang bersifat maknawi, gaib, dan ilmiah. | |||
Ya, selama Allah ada dan selama ilmu-Nya meliputi segala se- suatu, maka dalam dunia mukmin pada hakikatnya tidak ada istilah tiada, ketiadaan, kesia-siaan, lenyap, dan fana. Sebaliknya, dunia orang kafir penuh dengan ketiadaan, perpisahan, kesia-siaan, dan kefanaan. Hakikat ini diperjelas oleh ungkapan terkenal berikut ini:“Siapa yang memiliki Allah, ia memiliki segala sesuatu, sementara yang tidak memiliki Allah, | |||
ia tidak memiliki apa-apa”. | |||
Kesimpulan: Sebagaimana iman menyelamatkan manusia dari kemusnahan abadi saat mati, ia juga menyelamatkan dunia pribadi- nya dari gelapnya ketiadaan dan kesia-siaan. Sebaliknya, kekufuran—terutama kekufuran mutlak—akan memusnahkan manusia, serta memusnahkan dunianya dengan kematian. Ia akan melemparkannya ke dalam kegelapan neraka maknawi dengan mengubah berbagai ke- nikmatan hidupnya menjadi derita dan petaka.Hendaknya telinga orang-orang yang lebih mencintai dunia ke- timbang akhirat menyimak dan mencari obat untuknya jika mereka benar. Atau, hendaknya mereka masuk ke dalam wilayah iman dan membebaskan diri dari kerugian yang nyata. | |||
سُب۟حَانَكَ لَا عِل۟مَ لَنَٓا اِلَّا مَا عَلَّم۟تَنَٓا اِنَّكَ اَن۟تَ ال۟عَلٖيمُ ال۟حَكٖيمُ | سُب۟حَانَكَ لَا عِل۟مَ لَنَٓا اِلَّا مَا عَلَّم۟تَنَٓا اِنَّكَ اَن۟تَ ال۟عَلٖيمُ ال۟حَكٖيمُ | ||
Dari saudaramu yang mengharap doamu sekaligus merindukanmu: | |||
'''Said Nursî''' | '''Said Nursî''' | ||
------ | ------ | ||
<center> [[Yirmi Dördüncü Söz]] ⇐ | [[Sözler]] | ⇒ [[Yirmi Altıncı Söz]] </center> | <center> [[Yirmi Dördüncü Söz/id|KALIMAT KEDUA PULUH EMPAT]] ⇐ | [[Sözler/id|Al-Kalimât]] | ⇒ [[Yirmi Altıncı Söz/id|KALIMAT KEDUA PULUH ENAM]] </center> | ||
------ | ------ | ||
düzenleme