77.975
düzenleme
("==JENDELA KETIGA PULUH==" içeriğiyle yeni sayfa oluşturdu) Etiketler: Mobil değişiklik Mobil ağ değişikliği |
("------ <center> KALIMAT KETIGA PULUH DUA ⇐ | Al-Kalimât | ⇒ AL-LAWÂMI’ </center> ------" içeriğiyle yeni sayfa oluşturdu) |
||
(Aynı kullanıcının aradaki diğer 36 değişikliği gösterilmiyor) | |||
510. satır: | 510. satır: | ||
==JENDELA KETIGA PULUH== | ==JENDELA KETIGA PULUH== | ||
“Sekiranya di langit dan bumi ada Tuhan-tuhan selain Allah, tentulah keduanya telah rusak binasa...” (QS. al-Anbiyâ [21]: 22).“Segala sesuatu pasti binasa, kecuali Allah. Milik-Nya segala ketetapan dan hanya kepada-Nya kamu dikembalikan.” (QS. al-Qashash [28]: 88). | |||
Ini adalah “jendela” para ulama kalam yang menggunakan metode yang didukung oleh sejumlah dalil imkân (kemungkinan) dan hudûts (kebermulaan) dalam menetapkan wujud Allah. Kami menye- rahkan penjelasan tentang dalil-dalil tersebut ke buku-buku induk karya para ulama seperti buku “Syarh al-Mawâqif ” dan “Syarh al-Maqâshid”, di sini kami hanya ingin menyebutkan kilau limpahan cahaya al-Qur’an yang masuk ke dalam kalbu lewat jendela ini. | |||
Kekuasan menolak adanya persaingan, persekutuan dan intervensi dalam bentuk apa pun. Oleh sebab itu, apabila ada dua kepala desa di sebuah desa, tentu tatanan dan kenyamanan di desa tersebut akan terganggu. Apabila ada dua pemimpin di satu wilayah atau dua gubernur di sebuah provinsi, tentu akan terjadi kekacauan. Jika ada dua penguasa di satu negeri, tentu akan melahirkan kegoncangan dan ketidakstabilan. | |||
Jika manusia yang lemah dan membutuhkan pertolongan orang lain, serta kekuasaan yang dimiliki hanya bersifat bayangan, namun tetap tidak menerima adanya intervensi siapa pun dalam urusannya, apalagi dengan kekuasaan Dzat Yang Maha Berkuasa mutlak Tuhan Pemelihara semesta alam? Bandingkan bagaimana hukum penolakan terhadap intervensi mencakup seluruh alam. | |||
Dengan kata lain, independensi atau keesaan menjadi tuntutan dan konsekuensi dari sifat uluhiyah dan rububiyah Tuhan.Jika engkau ingin bukti kuat dan saksi jujur mengenai hal tersebut, lihatlah tatanan paling sempurna dan keharmonisan terindah yang terdapat di alam. Engkau akan melihat tatanan itu mencakup segala sesuatu, mulai dari sayap lalat sampai bintang di langit, hingga membuat akal terkagum-kagum seraya mengucap “Luar biasa, Mâsyâ Allâh dan Tabârakallah.” Ia akan bersujud melihat keagungan Penciptanya. | |||
Andaikan ada satu celah sekecil apa pun bagi sekutu atau intervensi dalam urusan alam, apa pun bentuknya, tentu tatanan langit dan bumi akan rusak, serta sudah pasti gambaran indah yang terdapat di depan kita ini tidak akan ada. Mahabenar Allah yang berfiman:“Sekiranya di langit dan bumi ada Tuhan-tuhan selain Allah, tentulah keduanya telah rusak binasa...” (QS. al-Anbiyâ [21]: 22).“Lihatlah berulang-ulang, adakah kamu melihat sesuatu yang tidak seimbang? Kemudian pandanglah sekali lagi niscaya penglihatanmu akan kembali kepadamu dengan tidak menemukan sesuatu cacat dan penglihatanmu itupun dalam keadaan payah.” (QS. al-Mulk [67]: 3-4).Betapapun manusia berusaha mencari kekurangan padanya, ia tidak akan menemukanya. Hal itu menunjukkan bahwa tatanan dan keteraturan yang ada, sangat sempurna. Dengan kata lain, keteraturan alam menjadi saksi yang kuat atas keesaan Tuhan. | |||
Terkait dengan al-hudûts (kebermulaan), | |||
para ahli kalam mengatakan bahwa dunia ini berubah, sementara semua yang berubah adalah bermula (hâdits), dan semua yang bermula pasti ada yang menciptanya. Oleh karena itu, dapat dipastikan bahwa alam ini diciptakan oleh pencipta yang bersifat qadîm (tak bermula).” | |||
Kami juga mengatakan bahwa alam memang bermula. Kita menyaksikan pada setiap masa, pada setiap tahun, bahkan pada setiap musim ada satu alam yang pergi yang kemudian digantikan dengan alam lain. Dzat Yang Mahakuasa dan Mahaagung itulah yang menghadirkan alam ini dari tiada, pada setiap tahun, setiap musim, dan setiap hari, lalu menghamparkannya kepada seluruh makhluk yang berkesadaran, kemudian mengambilnya, selanjutnya digantikan dengan yang lain. Demikianlah Dia menghadirkan alam secara berganti tanpa henti dengan cara menggantungkan alam tersebut secara beran- tai di atas pita zaman. Maka, musim semi menjadi salah satu mukjizat Tuhan yang cemerlang di mana Dia menghadirkan di dalamnya segala sesuatu dari tiada dan memperbaharui alam yang luas tersebut dari sesuatu yang sebelumnya tiada. Dzat yang mengganti dan memperbaharui alam tersebut tidak lain adalah Tuhan Pemelihara semesta alam yang telah menghamparkan permukaan bumi sebagai jamuan berlimpah yang disediakan untuk para tamu-Nya yang mulia. | |||
Selanjutnya, terkait dengan persoalan al-imkân (yang bersifat mungkin) | |||
para ahli kalam mengatakan bahwa kondisi “mungkin” memiliki dua sisi yang sama. Artinya, jika keberadaan sesuatu bersifat “mungkin” (mungkin ada dan mungkin tidak ada), maka harus ada Dzat yang memastikan, menentukan, dan menciptakan. Pasalnya, sesuatu yang bersifat mungkin tidak dapat menghadirkan sesuatu yang bersifat mungkin lainnya. Sebab, wujudnya adalah rangkaian yang berasal dari sejumlah hal yang bersifat mungkin. Oleh karena itu, harus ada Dzat Yang wujudnya bersifat mutlak (Wâjibul wujûd) yang meng- hadirkan atau menciptakan segala sesuatu.Para ahli kalam telah menyangkal konsep “rangkaian sebab-akibat” serta menetapkan kesalahannya dengan dua belas petunjuk. Mereka memutus rangkaian sebab-akibat dan dengan itu menetapkan keberadaan Dzat Wajibul wujud. | |||
Menurut kami, memperlihatkan stempel khusus milik Sang Pen- cipta segala sesuatu yang ada pada segala sesuatu lebih mudah dan lebih jelas daripada petunjuk tentang terputusnya rangkaian sebab akibat yang disusul dengan penetapan Tuhan Sang Pencipta. Dengan limpahan al-Qur’an, seluruh pembahasan “al-Kalimât” dan “Jendela” meniti jalan yang mudah dan pasti tersebut. Di samping itu, bahasan tentang “al-Imkân” sangat luas. Ia menjelaskan keberadaan Tuhan dari banyak sisi yang tak terhingga, tidak terbatas pada jalan yang ditempuh para ahli kalam dalam menetapkan keberadaan Tuhan dengan cara menetapkan terputusnya rangkaian tersebut. Jalannya luas dan tak terbatas. Pasalnya, ia mengantar pada pengetahuan yang tak bertepi guna mengetahui Sang Wajibul wujud. Penjelasannya sebagai berikut: | |||
Ketika melihat segala sesuatu dalam keberadaannya, sifatnya, dan masa hidupnya yang terus bergulir dalam banyak jalan kemungkinan yang jumlahnya tak terhingga, kita menyaksikannya meniti jalan yang teratur yang khusus untuknya di antara berbagai jalan tak terhingga. Ia juga diberi salah satu sifatnya dengan desain yang khusus. Bahkan ia diberi sifat dan kondisi tertentu yang terus berganti sepanjang hidupnya.Jadi, penggiringan segala sesuatu menuju jalannya serta pemilihan jalan yang mengantarkan pada hikmah tertentu di antara banyak jalan yang tak terhingga, hal itu terwujud dengan kehendak Dzat yang menentukan, pilihan Dzat yang memilih, serta penciptaan Dzat Pen- cipta Yang Mahabijak. | |||
Pasalnya, ia dibungkus dengan sejumlah sifat dan kondisi tertentu yang khusus untuknya. Kemudian ia digiring untuk menjadi bagian dari tubuh yang tersusun. Lewat cara demikian ia keluar dari kesendirian sehingga jalan-jalan kemungkinan bertambah banyak. Pasalnya, bagian tersebut bisa mengambil ribuan bentuk dalam tubuh tadi. Dalam kenyataannya ia diberi kondisi tertentu yang berisi banyak manfaat dan maslahat. Dengan kata lain, ia digiring menuju sejumlah tugas penting dan menuju berbagai manfaat bagi tubuh tadi. | |||
Kemudian kita melihat tubuh itu pun dijadikan sebagai salah satu bagian dari tubuh lainnya sehingga jalan-jalan kemungkinannya bertambah banyak. Pasalnya, tubuh tersebut juga bisa terwujud lewat ribuan bentuk. Sementara kita melihatnya dipilihkan kondisi tertentu di antara ribuan bentuk yang ada. Kemudian ia digiring untuk menunaikan sejumlah tugas lain. Demikianlah, setiap kali engkau masuk ke dalam “dunia kemungkinan”, engkau akan melihat dengan jelas bahwa semua jalan bisa mengantarmu menuju Sang Pengatur Yang Mahabijak. Ia juga membuatmu mengakui bahwa segala sesuatu digiring menuju sebuah tugas dengan perintah Sang Pemberi perintah Yang Maha Mengetahui. | |||
Sebab, semua konstruksi tersusun dari sejumlah bagian. Semen- tara setiap bagian juga ditempatkan pada satu kondisi tertentu dari konstruksi tadi. Ia memiliki tugas sendiri di tempat tersebut. Keadaan- nya sama dengan hubungan seorang prajurit dengan kelompok, regu, dan pasukannya. Ia memiliki relasi tertentu yang penuh hikmah dengan semua kelompok militer yang saling menyatu. Ia juga memiliki sejumlah misi yang memiliki korelasi tertentu dengan setiap bagian. | |||
Keadaannya juga sama dengan sel yang terdapat pada biji mata. Ia memiliki hubungan dan tugas dengan matamu. Ia pun memiliki tu- gas penuh hikmah dan kepentingan dengan kepala sebagai satu kesatuan. Sehingga andaikan satu bagian parsial bercampur dengan sel tersebut, tentu pengaturan tubuh dan kesehatannya menjadi pincang. Ia juga memiliki hubungan khusus dengan sejumlah urat dan saraf. Bahkan memiliki hubungan dan tugas dengan seluruh tubuh. Hal ini membuktikan bahwa sel tersebut telah diberi posisi dan kondisi tertentu di dalam biji mata sekaligus tempatnya dipilihkan di antara ribuan tempat yang ada agar dapat menunaikan tugas. Semua itu ha- nya bisa terwujud lewat hikmah Sang Pencipta Yang Mahabijak. | |||
Demikianlah keadaan semua entitas alam. Masing-masing menginformasikan keberadaan Penciptanya lewat diri dan sifatnya dengan lisan khususnya. Ia menjadi saksi atas hikmah-Nya lewat keadaannya yang meniti jalan tertentu di antara berbagai kemungkinan yang tak terhingga. Setiap kali memasuki tubuh, ia menginfor- masikan keberadaan Penciptanya lewat lisan yang lain di antara jalan kemungkinan yang tak terhingga.Begitulah segala sesuatu menjadi saksi atas Penciptanya Yang Mahabijak berikut kehendak dan pilihannya dengan kesaksian se- banyak jalan-jalan kemungkinan yang jumlahnya tak terhingga dan sebanyak tubuh berikut semua kemungkinan dan hubungan yang terdapat di dalamnya hingga akhirnya mencapai konstruksi yang paling agung. Pasalnya, Dzat yang meletakkan sesuatu pada seluruh tubuh dan konstruksi lewat hikmah yang sempurna serta menjaga hubungan tersebut di dalamnya, sudah pasti Pencipta seluruh konstruksi itu.Dengan kata lain, satu hal ibarat satu saksi dengan ribuan lisan yang membuktikan keberadaan Allah. | |||
Bahkan tidak hanya ribuan saksi atas keberadaan, hikmah dan kehendak Allah, tetapi ada sebanyak entitas alam, dan bahkan ada sebanyak sifat setiap entitas dan sebanyak konstruksinya. Demikianlah, dari sisi “kemungkinan” ada banyak saksi yang tak terhingga atas keniscayaan wujud Allah. | |||
Wahai orang yang lalai! Bukankah menutup telinga dari seluruh suara dan kesaksian yang bergema ke seluruh alam merupakan puncak ketulian dan kebodohan? | |||
< | <span id="Otuz_Birinci_Pencere"></span> | ||
== | ==JENDELA KETIGA PULUH SATU== | ||
“Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang terbaik.” (QS. at-Tîn [95]: 4). “Di bumi terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi orang yang ya- kin. Juga dalam dirimu, apakah engkau tidak melihat.” | |||
(QS. adz-Dzâriyât 51: 20-21). | |||
Saat ini kita sedang berada di depan jendela manusia. Kita akan menerawang cahaya tauhid melalui jendela diri manusia. Karena penjelasan tentang hal itu dapat dilihat pada sejumlah buku dan tulisan ribuan wali yang saleh, kami hanya ingin menjelaskan sejumlah isyarat yang terilhami dari limpahan cahaya al-Qur’an sebagai berikut: | |||
Manusia merupakan salinan komprehensif dari berbagai keistimewaan yang terdapat di alam wujud. Allah menyadarkan manusia terkait dengan nama-nama-Nya yang mulia lewat berbagai karakteristik komprehensif yang terdapat dalam dirinya. Penjelasan tentang hal tersebut terdapat pada “Kalimat Kesebelas” dan sejumlah risalah lain. Di sini kami hanya akan menjelaskan tiga poin sebagai berikut. | |||
'''Poin Pertama''' | |||
''' | Manusia adalah cermin yang memantulkan manifestasi nama-nama Ilahi yang mulia. Ia adalah cermin yang memiliki tiga sisi: | ||
'''Sisi pertama:'''sebagaimana kegelapan memperlihatkan cahaya pada malam hari, maka manusia lewat kelemahan, ketidakberdayaan, kemiskinan, dan kebutuhannya juga memperkenalkan qudrah, kekuatan, kekayaan, dan rahmat-Nya. Dengan itu manusia ibarat cermin yang memantulkan banyak manifestasi sifat Ilahi. Bahkan ketidakber- dayaan dan musuh tersembunyi yang jumlahnya tak terhingga membuat nurani manusia selalu mencari “titik sandaran”, yang tidak lain adalah Allah. | |||
''' | Ia juga harus mencari “titik tambatan” yang bisa memenuhi segala kebutuhannya yang tak terhingga, yang dapat menutupi kekura- ngannya yang tak terkira, dan mewujudkan impiannya yang tak berte- pi. Dalam pencariannya itu hati nuraninya selalu bersandar pada pintu Dzat Yang Mahakaya dan Maha Penyayang. Maka, ia bersimpuh saraya berdoa dan bertawasul kepada-Nya. | ||
Dengan kata lain, pada setiap jiwa terdapat dua jendela kecil dilihat dari sisi upaya untuk bersandar dan meminta pertolongan. Dari keduanya manusia senantiasa menatap “perbendaharaan” rahmat Tuhan Yang Mahakuasa dan Maha Penyayang. | |||
'''Sisi kedua:'''Berbagai “sampel” yang dimiliki oleh manusia berupa “ilmu, qudrah, penglihatan, pendengaran, kepemilikan, dan kekuasaan” serta sejumlah sifat parsial lainnya menjadi cermin untuk mem- perkenalkan berbagai sifat Allah yang mutlak dan mengetahui “ilmu, qudrah, penglihatan, pendengaran, kekuasaan, dan rububiyah-Nya”.Maka ia dapat memahami sifat mutlak Tuhan lewat keterbatasan yang ada padanya. Tentu saja setelah itu ia akan berbicara kepada diri- nya dengan berkata misalnya:“Sebagaimana aku telah membangun rumah ini, mengetahui semua sisi dan bagiannya, serta mengatur sendiri karena aku adalah pemiliknya, demikian pula alam ini pasti ada yang membuat dan memilikinya di mana Dia mengetahui sekaligus melihat dan menatanya.” | |||
''' | |||
'''Sisi ketiga:'''Karena manusia merupakan cermin yang meman- tulkan Asmaul Husna, maka ia juga cermin dari sisi ukirannya pada diri manusia. Ini sudah dijelaskan secara agak rinci di awal pembahasan Maukif Ketiga dari “Kalimat Ketiga Puluh Dua”. Dijelaskan bah- wa substansi manusia yang komprehensif berisi lebih dari tujuh puluh ukiran Asmaul Husna.Contoh: sebagai makhluk, manusia menjelaskan nama Tuhan “al-Khâliq” (Pencipta), bentuknya yang terbaik memperlihatkan nama “ar-Rahman” dan “ar-Rahîm”, serta dari cara penumbuhan dan pemeliharaannya ia menunjukkan nama “al-Karîm” (Maha Pemurah) dan “al-Lathîf” (Yang Mahalembut). | |||
''' | Demikianlah, manusia menampakkan sejumlah ukiran beragam dari Asmaul Husna lewat semua organ, perangkat, latifah dan perasaannya. | ||
Jadi, sebagaimana pada Asmaul Husna terdapat nama Allah yang paling agung, maka dalam ukiran nama tersebut juga terdapat ukiran yang paling agung, yaitu manusia. | |||
Wahai yang merasa sebagai manusia, bacalah dirimu sendiri! Jika engkau tidak melakukannya, engkau bisa jatuh dari derajat manusia ke derajat binatang. | |||
'''Poin Kedua''' | |||
''' | Poin ini mengarah kepada salah satu rahasia penting dari keesaan Tuhan. Penjelasannya adalah sebagai berikut: | ||
Roh manusia terpaut dengan sejumlah relasi dan hubungan dengan seluruh sisi tubuh sehingga ia menjadikan semua organ dan semua sisinya bisa bekerjasama secara sempurna. Dengan kata lain, ruh—yang merupakan perangkat halus rabbani diberi wujud ekster- nal lewat perintah penciptaan yang merupakan manifestasi kehendak Ilahi—tidak terhalang sesuatu dalam mengatur urusan seluruh ba- gian tubuh serta tidak disibukkan sesuatu dalam melaksanakan pengawasan terhadapnya dan memenuhi kebutuhan setiap bagiannya di mana yang jauh dan yang dekat sama saja baginya.Ia dapat membantu satu organ lewat bantuan yang datang dari organ-organ lainnya serta dapat menggiring yang lain untuk menolongnya. Bahkan ia dapat mengetahui semua kebutuhan lewat setiap bagiannya dan merasakan semua hal dari bagian tersebut. | |||
Dari bagian itu pula, ia bisa mengatur keseluruhan tubuh. Lebih dari itu, roh dapat melihat dan mendengar setiap bagian tubuh jika ia mendapat “sifat nurani” yang lebih banyak. | |||
Selama roh yang merupakan salah satu undang-undang perintah Allah memiliki kemampuan untuk memperlihatkan berbagai aktivitas tersebut di alam kecil berupa manusia, bagaimana mungkin terasa berat bagi kehendak dan qudrah mutlak Allah untuk mengerjakan tugas tak terhingga di alam yang besar, yang berupa jagat raya, untuk mendengar suara tak terbatas di dalamnya, serta untuk mengabulkan doa tak berujung yang bersumber dari seluruh entitas? Allah Maha berbuat apa yang Dia kehendaki dalam sekejap. Dia tidak terhijab oleh sesuatu, tidak terhalang oleh sesuatu, dan tidak disibukkan oleh sesuatu untuk melakukan sesuatu yang lain.Dia dapat melihat semua secara sekaligus dan dapat mendengar semua dalam waktu yang sama. Yang dekat dan yang jauh sama saja bagi-Nya. Jika menghendaki sesuatu, Dia menggiring segala sesuatu kepadanya, melihat segala sesuatu dari mana saja, mendengar suara segala sesuatu, dan mengenal segala sesuatu lewat setiap sesuatu. Dia Tuhan Pencipta dan Pemelihara segala sesuatu. | |||
'''Poin Ketiga''' | |||
''' | Kehidupan memiliki esensi penting dan tugas yang sangat urgen. Karena persoalan ini telah diuraikan pada ‘jendela kehidupan’ dari Jendela Kedua Puluh Tiga serta pada Klausa Kedelapan dari “Surat Kedua Puluh”, maka ia dapat dirujuk padanya. Di sini kami akan menegaskan hal berikut: | ||
Berbagai “ukiran” yang menyatu dalam kehidupan dan tampil dalam bentuk indra dan perasaan menjadi petunjuk atas keberadaan Asmaul Husna yang sangat banyak serta atas potensi Dzat Allah. Maka dari sisi ini kehidupan merupakan cermin terang yang memantulkan manifestasi sifat Tuhan Yang Mahahidup dan berdiri sendiri. | |||
Oleh karena waktu tidak mengizinkan untuk menjelaskan rahasia ini kepada mereka yang tidak menerima Allah sebagai Tuhan dan belum sampai pada tingkatan iman yang tinggi, maka dicukupkan sampai di sini. | |||
< | <span id="Otuz_İkinci_Pencere"></span> | ||
== | ==JENDELA KETIGA PULUH DUA== | ||
“Dia-lah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang hak agar dimenangkan terhadap semua agama. Cukuplah Allah sebagai saksi. Muhammad itu adalah utusan Allah...” (QS. al-Fath [48]: 28-29). | |||
“Katakanlah, “Wahai manusia, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua. Yaitu Allah yang mempunyai kerajaan langit dan bumi; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia,yang menghidupkan dan mematikan.” | |||
(QS. al-A’râf [7]: 158). | |||
Jendela ini khusus berbicara tentang mentari langit kerasulan, bahkan induk dari seluruh mentari kenabian, Sang kekasih Tuhan Pencipta Alam, Muhammad x. | |||
Jendela ini demikian terang seterang mentari, luas seluas alam, dan cerah secerah siang. Karena “kenabian” telah dibuktikan secara sangat kuat pada “Kalimat Ketiga Puluh Satu” (risalah mi’raj), pada “Kalimat Kesembilan Belas” (risalah bukti kenabian), dan pada “Surat Kesembilan Belas” (risalah mukjizat Muhammad), maka kami menyerahkan pembahasannya kepada risalah-risalah di atas. Di sini kami hanya ingin menegaskan bahwa: | |||
Rasul paling mulia yang menjadi petunjuk bertutur atas tauhid telah mendeklarasikan tauhid dan memperlihatkannya secara jelas. Beliau menjelaskannya kepada umat manusia dengan sangat gamblang dalam seluruh sejarah hidupnya yang harum semerbak, dan dengan segenap kekuatan yang Allah berikan. | |||
Dengan sayap “kenabian dan kewalian”, beliau memiliki kekuatan kesepakatan seluruh nabi yang datang sebelumnya, dan kesepakatan para wali saleh yang datang setelahnya.Dengan kekuatan besar tersebut ia membuka jendela yang luas dan besar seluas dunia Islam menuju makrifatullah. Jutaan ulama dan orang-orang saleh seperti Imam Ghazali, Imam Rabbani, Muhyiddin Ibnu Arabi, dan Syekh al-Jailâni mulai menerawang dari jendela terse- but dan menjelaskannya kepada yang lain. | |||
Adakah tirai yang bisa menutup jendela besar tersebut? Apakah orang yang tidak melihat dari jendela tersebut masih memiliki akal? Silakan engkau menilai! | |||
< | <span id="Otuz_Üçüncü_Pencere"></span> | ||
== | ==JENDELA KETIGA PULUH TIGA== | ||
“Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan kepada hamba- Nya al-kitab (al-Qur’an) dan Dia tidak menghadirkan kebengkokan di dalamnya.”(QS. al-Kahfi [18]: 1). | |||
... | |||
“Alif, lâm râ. (Ini adalah) kitab yang Kami turunkan kepadamu supaya kamu mengeluarkan manusia dari gelap gulita kepada cahaya terang-benderang...”(QS. Ibrâhîm [14]: 1). | |||
Perhatikan dan ketahuilah bahwa apa yang disebutkan pada seluruh “jendela” sebelumnya hanyalah percikan tetesan dari lautan al-Qur’an. Jika demikian, engkau dapat menganalogikan sejumlah dimensi agung dari cahaya tauhid yang mengalir dari lautan kehidupan yang terdapat di dalam al-Qur’an. Kalau kita secara sepintas melihat sumber dan perbendaharaan seluruh jendela tersebut yang berupa al- Qur’an, maka akan terlihat jendela komprehensif yang memancarkan cahaya berlimpah yang tak terbatas. | |||
Karena “Kalimat Kedua Puluh Lima” (risalah kemukjizatan al-Qur’an) dan Isyarat Kedelapan Belas dari “Surat Kesembilan Belas” telah membahas tuntas jendela tersebut, maka penjelasan tentangnya dapat dilihat pada keduanya.Sebagai penutup, kita mengangkat kedua tangan dan bersimpuh di hadapan Arasy Tuhan yang telah menurunkan al-Qur’an seraya berucap: | |||
Wahai Tuhan, jangan Kau hukum kami jika kami lupa atau salah. | |||
Wahai Tuhan, jangan Kau palingkan hati kami sesudah Kau beri petunjuk. | |||
Wahai Tuhan, terimalah dari kami. Engkau Maha Mendengar dan Maha Mengetahui. | |||
Terimalah tobat kami karena Engkau Maha Penerima tobat dan Maha Penyayang. | |||
< | <span id="İhtar"></span> | ||
== | ==PEMBERITAHUAN== | ||
Kalimat Ketiga Puluh Tiga yang memuat tiga puluh tiga jendela ini semoga menjadi bekal bagi orang yang tidak beriman untuk beriman, mengokohkan iman yang masih lemah, mengubah iman yang masih taklidi (rapuh) menjadi iman yang tahkiki (kukuh), meluaskan iman yang kukuh, dan memberikan kepada orang yang imannya luas sejumlah tangga menuju makrifat Ilahi yang merupakan landasan kesempurnaan hakiki, serta membukakan sejumlah penyaksian yang lebih bersinar dan lebih terang. | |||
Oleh karena itu, engkau tidak boleh berkata, “Cukuplah bagiku satu jendela saja.” Hal itu lantaran kalbu menuntut bagiannya meski akal telah meraih manfaat. Demikian pula dengan ruh yang juga menuntut bagian. Bahkan imajinasi menuntut percikan dari cahaya- nya. Dengan kata lain, setiap jendela memiliki manfaat yang beragam. | |||
Mitra bicara pada risalah “Mi’raj” sebelumnya adalah orang mukmin, sementara si ateis berposisi sebagai pendengar. Sebaliknya, dalam risalah ini mitra bicara utamanya adalah orang yang ingkar dan menentang, sementara mukmin sebagai pendengar. | |||
Karena sebab tertentu, risalah ini ditulis dengan sangat cepat. Oleh sebab itu, ia tetap sebagaimana adanya tanpa mengevaluasi dan mengubah drafnya, sehingga tidak aneh kalau ada yang kurang tepat dalam sejumlah ungkapan dan cara penyajiannya. Kuharap pembaca budiman dapat memaklumi dan meluruskan apa yang keliru darinya sekaligus memohon ampunan untukku. | |||
Semoga keselamatan terlimpah kepada mereka yang mengikuti | |||
petunjuk dan celaan tertimpa kepada mereka yang mengikuti hawa nafsu. | |||
Mahasuci Engkau. Tidak ada yang kami ketahuai, kecuali yang Kau ajarkan pada kami. Engkau Maha Mengetahui | |||
dan Mahabijaksana. | |||
Semoga salawat dan salam terlimpah kepada orang yang Kau utus sebagai rahmat bagi semesta alam. | |||
Juga kepada keluarga dan seluruh sahabat. Amin. | |||
------ | ------ | ||
<center> [[Otuz İkinci Söz]] ⇐ | [[Sözler]] | ⇒ [[Lemaat]] </center> | <center> [[Otuz İkinci Söz/id|KALIMAT KETIGA PULUH DUA]] ⇐ | [[Sözler/id|Al-Kalimât]] | ⇒ [[Lemaat/id|AL-LAWÂMI’]] </center> | ||
------ | ------ | ||
düzenleme