78.073
düzenleme
("Para ulama dan wali telah sepakat bahwa “ketiadaan” adalah suatu keburukan yang nyata, sementara “keberadaan” adalah suatu kebaikan yang nyata. Ya, pada umumnya kebaikan dan kesempurnaan bersandar pada keberadaan dan kembali kepadanya, maka asasnya merupakan suatu hal yang positif dan realistis, meskipun kehampaan dan sisi negatif kadang muncul. Dasar dari kesesatan, keburukan, kemaksiatan dan sebagainya adalah ketiadaan dan kenegatifan. Karena i..." içeriğiyle yeni sayfa oluşturdu) |
("------ <center> CAHAYA KEDUA BELAS ⇐ | Al-Lama’ât | ⇒ CAHAYA KEEMPAT BELAS </center> ------" içeriğiyle yeni sayfa oluşturdu) |
||
(Aynı kullanıcının aradaki diğer 86 değişikliği gösterilmiyor) | |||
59. satır: | 59. satır: | ||
Suatu bangunan yang kokoh dengan semua bagian-bagiannya dapat dirusak hanya dengan menghancurkan salah satu tiangnya. Dengan kata lain, “keberadaan” membutuhkan suatu sebab yang nyata dan sebab tersebut haruslah sebab yang hakiki; sementara “ketiadaan” dapat saja berlandaskan pada hal-hal yang tidak riil yang men- jadi sebab ketiadaannya. | Suatu bangunan yang kokoh dengan semua bagian-bagiannya dapat dirusak hanya dengan menghancurkan salah satu tiangnya. Dengan kata lain, “keberadaan” membutuhkan suatu sebab yang nyata dan sebab tersebut haruslah sebab yang hakiki; sementara “ketiadaan” dapat saja berlandaskan pada hal-hal yang tidak riil yang men- jadi sebab ketiadaannya. | ||
Berdasarkan dua hal tersebut maka setan, baik dari jenis jin maupun manusia, tidak memiliki kekuasaan apa pun dalam hal penciptaan dan tidak memiliki porsi dalam kekuasaan Ilahi, meskipun mereka melakukan penghancuran, beragam kekafiran, kesesatan, dan kejahatan. Mereka tidak melakukan hal tersebut berdasarkan kemampuan dan kekuatan, tetapi dari meninggalkan suatu perbuatan dan bersikap lalai. Karena itu, mereka berbuat buruk dengan menghalangi kebaikan. | |||
Karena keburukan adalah suatu bentuk penghancuran, maka tidak semestinya sebabnya berasal dari suatu keberadaan yang aktif, tidak juga dari suatu kemampuan yang diadakan, melainkan peng- hancuran itu mungkin dari suatu “ketiadaan” dan dari satu pelang- garan terhadap suatu syarat kebaikan. Karena ketidaktahuan mengenai hal inilah maka orang-orang Majusi meyakini adanya tuhan kebaikan yang mereka sebut sebagai “yazdan” dan tuhan keburukan yang disebut “ahriman” yang sebenarnya tidak lain setan yang men- jadi sebab dan sarana terjadinya keburukan melalui kehendak untuk menyempal atau melalui suatu aksi, bukan melalui suatu penciptaan. | |||
Demikianlah, wahai orang-orang yang beriman! Pedang kalian yang paling tajam melawan setan serta sarana terpenting untuk mem- bangun dan memelihara kehidupan adalah istigfar dan ta’awudz, serta ketahuilah bahwa benteng kalian adalah sunnah rasul kalian. | |||
< | <span id="Beşinci_İşaret"></span> | ||
== | ==Isyarat Kelima== | ||
Orang-orang beriman dapat dikalahkan oleh tipu daya setan yang lemah meskipun sebab-sebab hidayah, istikamah, dan sarana-sarana bimbingan telah dijelaskan oleh Allah dalam kitab suci al- Qur’an berupa pahala, yaitu surga, dan siksa yang pedih, yaitu neraka. Allah pun sering mengulang-ulang pengarahan, peringatan, dan kabar gembira. Hal ini banyak menyita pikiranku. Bagaimana orang beriman bisa tidak memperhatikan ancaman Allah yang menakutkan? Bagaimana keimanan seseorang tidak luntur padahal ia memberontak kepada Allah karena mengikuti langkah-langkah dan tipu daya setan yang lemah seperti dalam firman Allah pada surat an-Nisa: 76. | |||
“Sesungguhnya tipu daya setan itu lemah.” | |||
Bahkan meskipun beberapa sahabat dekatku setelah mende- ngar pelajaran mengenai hakikat iman dan membenarkannya serta berprasangka baik padaku telah terbawa untuk memberi pujian pada seseorang yang rusak dan mati hatinya lalu sahabatku itu terpikat olehnya sampai akhirnya mereka memusuhiku. | |||
Maka aku berkata pada diriku sendiri: Subhanallah mungkinkah seorang manusia meluncur turun ke dalam kerendahan seperti itu? Betapa murahnya modal yang dimiliki orang itu? Aku pun menggungjingnya dan berbuat dosa. | |||
Alhamdulillah, kemudian terungkaplah hakikat-hakikat dari permasalahan tadi sehingga hakikat-hakikat tersebut menerangi hal-hal yang masih samar. Dengan cahaya itu aku memahami bahwa dorongan dan motivasi yang terdapat dalam al-Qur’an sangat sesuai; terpedayanya orang beriman oleh tipu daya setan tidak terjadi karena ketiadaan iman, bukan pula karena kelemahannya; mereka yang melakukan dosa besar tidak masuk dalam kekufuran. Golongan mu’tazilah dan suatu sekte dalam khawarij telah keliru ketika mereka mengafirkan pelaku dosa besar dan memosisikan mereka di hari kia- mat pada suatu tempat khusus yang bukan surga dan neraka (manzilah baina manzilatain). Temanku yang mengorbankan seratus pelajaran keimanan untuk memuji seseorang yang sesat, tidaklah jatuh terlampau jauh dalam kerendahan yang kubayangkan. Oleh karena itu, aku bersyukur kepada Allah yang telah menyelamatkanku dari situasi yang sulit itu. | |||
Hal tersebut terjadi karena setan seperti yang telah kusebutkan dengan tindakan perusakan yang kecil membawa manusia dalam bahaya. Nafsu manusia selalu mendengarkan setan dan syahwat serta kemarahan manusia seperti layaknya alat penerima dan pengirim bagi tipu daya setan. | |||
Oleh karena itu, Allah memiliki dua nama khusus dari Asmaul Husna yaitu al-Gaffâr (Maha Pengampun) dan ar-Rahîm (Maha Penyayang) agar tampak jelas sejelas-jelasnya bagi orang beriman bahwa kebaikan terbesar dari Allah yang disampaikan kepada para nabi adalah ampunan, maka Allah menyeru mereka untuk beristigfar. Allah, dengan menjadikan kalimat sebagai pembuka tiap surat al-Qur’an serta pembuka setiap perbuatan baik, menunjukkan rahmat-Nya yang meliputi alam semesta sebagai tempat perlindungan bagi orang beriman. Dengan perintah ta’awudz Allah menjadikan kalimat sebagai benteng bagi orang beriman. | |||
< | <span id="Altıncı_İşaret"></span> | ||
== | ==Isyarat Keenam== | ||
Skenario setan yang paling berbahaya adalah mencampurkan ide-ide mengenai kekufuran ke dalam perasaan orang yang memiliki hati yang bersih dan sensitif dengan membenarkan kekufuran itu sendiri. Setan juga menunjukkan bahwa mengkhayalkan kesesatan sebagai pembenaran terhadap kesesatan itu sendiri. Selain itu, setan juga memberikan lintasan-lintasan pemikiran yang jelek dalam hal- hal yang sakral serta ia menunjukkan imkan dzati (kemungkinan yang bersifat potensial) dalam bentuk imkan aqli (kemungkinan yang bersifat rasional) dan menumbuhkan keragu-raguan yang bertentangan dengan keyakinan imannya. Pada saat hal itu terjadi, maka orang tersebut merasa bahwa dirinya telah jatuh ke dalam kekufuran dan kesesatan, serta menganggap bahwa keimanannya telah luntur hingga ia merasa putus asa. Dengan keputusasaannya ini ia menja- di bahan tertawaan setan yang selalu memberikan bisikan dengan mempermainkan serta membuat perasaan menjadi gamang dalam keputusasaannya, hingga jika tidak diluruskan hal itu bisa menghancurkan jasmani dan rohaninya atau menjatuhkannya ke lembah ke- sesatan. | |||
Dalam beberapa risalah, kami telah menjelaskan esensi bisikan serta godaan setan ini serta penjelasan bahwa godaan tidak memiliki sandaran. Di sini aku hanya akan menjelaskan secara global saja. Sebagaimana bayangan ular dalam cermin tidak bisa menggigit, pantulan api di cermin tidak membakar, bayangan kotor di cermin tidak mengotori, begitu pula kekafiran dan kesesatan yang terefleksikan dalam khayalan dan pikiran tidaklah merusak akidah dan keimanan karena adanya kaidah “membayangkan caci maki bukanlah caci maki, | |||
mengkhayalkan suatu kekafiran bukanlah kekafiran, dan berpikir tentang kesesatan bukanlah kesesatan itu sendiri”. | |||
Adapun masalah keragu-raguan dalam hal keimanan, kemungkinan yang berasal imkan dzati tidak bertentangan dengan keyakinan itu dan tidak merusaknya. Dalam ilmu ushuluddin ada sebuah kaidah “imkan dzati (kemungkinan yang bersifat potensial) tidak bertentangan dengan keyakinan yang diperoleh melalui pengetahuan”. | |||
اِنَّ ال۟اِم۟كَانَ الذَّاتِىَّ لَا يُنَافِى ال۟يَقٖينَ ال۟عِل۟مِىَّ | اِنَّ ال۟اِم۟كَانَ الذَّاتِىَّ لَا يُنَافِى ال۟يَقٖينَ ال۟عِل۟مِىَّ | ||
Contohnya adalah bahwa kita yakin bahwa Danau Barla dipe- nuhi air dan tetap pada posisinya. Namun demikian mungkin saja danau itu mengering hingga “hilang”. Tetapi karena hal itu tidak berdasar pada indikasi-indikasi atau argumentasi yang logis, maka hal itu tidak dapat disebut sebagai “kemungkinan logis”, sehingga tidak ada keraguan terhadap keberadaan danau tersebut. | |||
Dalam ushuluddin ada prinsip bahwa “kemungkinan yang tidak beralasan, tidak dapat dijadikan pegangan. | |||
لَا عِب۟رَةَ لِل۟اِح۟تِمَالِ ال۟غَي۟رِ النَّاشِئِ عَن۟ دَلٖيلٍ | لَا عِب۟رَةَ لِل۟اِح۟تِمَالِ ال۟غَي۟رِ النَّاشِئِ عَن۟ دَلٖيلٍ | ||
Artinya, pikiran subjektif yang tidak dilandasi argumentasi dan indikasi-indikasi logis patut diragukan. Demikianlah orang malang yang terkena bisikan setan mengira bahwa keyakinannya terhadap hakikat-hakikat iman telah hilang dengan imkan dzati. | |||
Misalnya terlintas dalam benaknya sesuatu yang mungkin terjadi mengenai Nabi sebagai manusia, tentu hal ini tidak merugikan keyakinan imannya. Tetapi dia mengira ada kerugian baginya dan terjerumus dalam kerugian. | |||
Terkadang setan menggoda hati manusia untuk mengeluarkan kata-kata yang tidak sesuai dengan kemuliaan Allah lalu ia menganggap bahwa hatinyalah yang sakit yang membuatnya mengeluarkan kata-kata tersebut sehingga hal ini membuatnya gamang dan menderita. Padahal kegamangan, ketakutan, serta ketidaksukaannya terhadap kata-kata jeleknya itu menunjukkan bahwa hal itu tidak muncul dari hati nuraninya, namun berasal dari bisikan setan dengan memberikannya suatu gambaran mengenai kata itu dan mengingatkan orang tersebut akan kata-kata buruk itu. | |||
Oleh karena itu, ada dua perasaan manusia yang tidak bisa kudeskripsikan, tidak terkendali oleh kehendak dan ikhtiar, mungkin mereka tidak bertanggung jawab hingga hal itu mempengaruhi diri manusia tanpa mengindahkan seruan kebenaran lalu membuat mereka terjerumus pada kesalahan. Pada saat itulah setan membisikkan pada manusia ini, “Fitrahmu sudah rusak, bertentangan dengan nilai-nilai iman dan kebenaran. Tidakkah kamu sadari bahwa fitrahmu meluncur tanpa kendali dalam kebatilan-kebatilan seperti ini? Karena itu, kamu ditakdirkan hidup dalam kemalangan dan pen- deritaan.” Maka orang yang malang itu hancur dalam keputusasaan. | |||
Demikianlah sesungguhnya benteng kokoh seorang mukmin dari tipu daya setan seperti contoh pertama adalah petunjuk-petunjuk al-Qur’an serta hakikat-hakikat keimanan yang batas-batas- nya telah dijelaskan oleh para ulama yang saleh. Adapun benteng untuk godaan seperti contoh yang kedua adalah dengan memohon perlindungan kepada Allah dan mengabaikan bisikan-bisikan tersebut karena tabiat bisikan setan adalah semakin kita memperhatikan bisikannya maka semakin gencar bisikan tersebut. Karena itu, sunnah rasul adalah obat bagi penyakit-penyakit ruhani. | |||
< | <span id="Yedinci_İşaret"></span> | ||
== | ==Isyarat Ketujuh== | ||
Pertanyaan: Karena para tokoh Mu’tazilah berpendapat bahwa penciptaan keburukan adalah suatu keburukan, maka mereka tidak mengembalikan penciptaan kekufuran dan kesesatan kepada Allah. Seolah-olah dengan pendapatnya itu mereka mensucikan Allah. Mereka menuju kesesatan dengan ucapan, “Manusia adalah pencipta bagi perbuatannya sendiri.” | |||
Mereka juga berpendapat bahwa pelaku dosa besar batal keimanannya karena percaya kepada Allah dan membenarkan adanya neraka tidak bisa dibarengi dengan dosa-dosa besar. Manusia yang melindungi dirinya dari segala hal yang melanggar hukum karena khawatir dipenjara, sementara melakukan dosa-dosa besar tanpa memperhatikan murka Allah dan siksa neraka jahannam, maka hal itu menjadi dalil hilangnya keimanan dalam diri mereka. | |||
Jawaban | |||
terhadap soal bagian pertama adalah seperti apa yang kami jelaskan pada risalah tentang qadar yaitu bahwa penciptaan keburukan bukanlah keburukan, tetapi melakukan keburukan itulah keburukan. Sebab, penciptaan tergantung pada hasil-hasil globalnya. Karena keberadaan keburukan menjadi permulaan untuk menghasilkan kebaikan-kebaikan yang banyak, maka penciptaannya menjadi suatu kebaikan dari sisi hasilnya atau dihitung sebagai suatu kebaikan. | |||
Contohnya adalah api. Api memiliki banyak sekali manfaat, maka tidak pantas seseorang mengatakan bahwa penciptaan api adalah sebuah kejahatan, kecuali jika api itu disalahgunakan untuk berbuat kejahatan. | |||
Begitu pula penciptaan setan. Di balik penciptaan setan terdapat dampak-dampak yang mengandung banyak hikmah bagi manusia, seperti upaya manusia untuk meningkat ke derajat yang lebih tinggi dan sempurna karena menghindari godaan-godaan setan. Oleh karena itu, orang-orang yang takluk pada setan karena ikhtiar dan perbuatannya yang keliru, tidak bisa dibenarkan untuk mengatakan bahwa penciptaan setan adalah sebuah kejahatan. Sebab, mereka sendirilah yang berikhtiar melakukan kejahatan.Adapun karena kasb (usaha) merupakan permulaan suatu perbuatan yang parsial, maka ia menjadi sarana untuk hasil kejahatan-kejahatan tertentu yang bersifat khusus, sehingga melakukan keburukan adalah keburukan. Tetapi karena penciptaan terkait dengan hasil-hasil yang bersifat umum, maka penciptaan keburukan bukanlah kejahatan, melainkan suatu kebaikan. | |||
Demikianlah, karena Mu’tazilah tidak dapat memahami ra- hasia ini, maka mereka mengatakan bahwa penciptaan keburukan dan kejahatan adalah suatu kejahatan dan keburukan. Mereka tidak mengembalikan penciptaan keburukan ini kepada Allah dan terjerumus dalam kesesatan. Mereka mentakwilkan prinsip “qadar baik dan buruk berasal dari Allah” yang merupakan salah satu rukun iman. | |||
Adapun pertanyaan kedua mengenai bagaimana bisa pelaku dosa besar tetap mukmin? | |||
Pertama, kesalahan mereka dapat dipahami secara pasti pada isyarat-isyarat sebelumnya, maka tidak perlu diulangi. | |||
Kedua, sesungguhnya nafsu manusia lebih memilih satu ons kenikmatan “sekarang” yang sesaat daripada satu kuintal kenikmatan “mendatang” yang kekal. Nafsu lebih suka mengeluhkan penderitaan yang bersifat duniawi dibanding azab Allah di kemudian hari. Dan ketika perasaan manusia itu terusik, ia tidak tunduk pada pertim- bangan-pertimbangan akal sehingga hawa nafsulah yang mengen- dalikannya. Pada saat itu, mereka lebih memilih kenikmatan sesaat dibanding pahala di akhirat, lebih menjauhi kesempitan duniawi dibanding menjauhi azab Allah yang pedih.Ketika hawa nafsu dan perasaan tidak melihat masa depan, bahkan mengingkarinya, sesungguhnya akal dan kalbu yang merupakan tempat bersemainya iman diam tak berkutik sehingga keduanya dikalahkan. | |||
Maka ketika itu perbuatan dosa besar tidaklah muncul dari ketiadaan iman, tetapi muncul dari dominasi dan kemenangan perasaan dan hawa nafsu atas akal dan hati. | |||
Dari isyarat-isyarat sebelumnya, telah dipahami bahwa jalan bagi hawa nafsu dan keburukan amat mudah ditempuh karena ia berupa penghancuran. Oleh karena itu, setan dari jenis jin dan ma- nusia amat mudah mengarahkan manusia ke jalan tersebut. Karena itu, amat mengherankan jika anda perhatikan ada sebagian manusia yang mengikuti langkah-langkah setan dengan lebih mendahulukan kenikmatan duniawi sesaat yang hanya seukuran sayap nyamuk dibanding mendahulukan kenikmatan akhirat yang abadi. Padahal cahaya abadi yang berasal dari alam akhirat meski seukuran sayap nyamuk melampaui seluruh kenikmatan duniawi yang diperoleh ma- nusia seperti tertera dalam sebuah hadis. | |||
Demikianlah karena rahasia-rahasia dan hikmah-hikmah inilah al-Qur’an selalu mengulang-ulang kabar gembira dan ancaman untuk menjauhkan orang-orang beriman dari dosa-dosa dan kesalahan serta mendorong mereka pada kebaikan. | |||
Suatu hari, pernah terpikir olehku satu pertanyaan mengenai pengulangan-pengulangan al-Qur’an mengenai bimbingan dan pengarahan-pengarahan yaitu tidakkah peringatan yang terus-menerus itu melukai perasaan orang beriman dalam hal keteguhan hati dan keikhlasannya sehingga menodai kehormatannya sebagai manusia? Suatu perintah yang diulang-ulang oleh atasan kepada pegawai bawahannya membuat pegawai itu menganggap bahwa seolah loyalitasnya diragukan dan tidak becus bekerja, namun al-Qur’an selalu mengulang-ulang perintah-perintah-Nya kepada orang-orang ber- iman yang ikhlas. | |||
Ketika pertanyaan itu menggayuti pikiran, bersamaku ada teman-teman yang ikhlas yang selalu kuingatkan agar mereka jangan terpedaya oleh godaan-godaan setan dari jenis manusia. Mereka tidak tampak gusar dan menentang peringatan-peringatanku itu. Tidak ada satu pun yang berkata, “Anda meragukan keikhlasan kami?” Namun demikian, aku selalu berkata pada diri sendiri, “Aku khawatir telah membuat mereka marah disebabkan arahan-arahan dariku yang selalu berulang seolah-olah aku meragukan kesetiaan dan keteguhan hati mereka.” | |||
Dalam kondisi demikian terungkaplah dengan jelas hakikat dari isyarat-isyarat sebelumnya dan aku mengetahui bahwa gaya al-Qur’an dalam mengulang-ulang peringatan tersebut sesuai dengan keadaan objeknya. Hal itu amat penting dan tidak ada sedikit pun yang berlebihan dan tidak ada dakwaan terhadap objeknya. Hal ini adalah suatu hikmah yang amat bernilai serta menunjukkan betapa tingginya gaya ungkapan al-Qur’an. Dengan demikian, aku mengetahui mengapa teman-teman tidak marah dan menentangku ketika aku selalu mengulang-ulang nasehat kepada mereka. | |||
Kesimpulan dari hakikat tersebut adalah bahwa sesungguhnya perbuatan menyimpang yang muncul dari setan meskipun remeh dapat menyebabkan banyak keburukan, sebab hal itu merupakan suatu bentuk perusakan dan penghancuran. Oleh karena itu, orang- orang yang menempuh jalan kebenaran dan petunjuk agar berha- tihati dan menjauh darinya serta selalu memohon perlindungan Allah mengingat betapa butuhnya manusia akan hal itu. Karena itu, Allah mendahulukan, dalam pengulangan tersebut, pertolongan dan dukungan kepada orang-orang yang benar dengan seribu nama dari Asmaul Husna serta memberi dukungan kepada mereka dengan be- rita kasih sayang dan perhatian untuk menyokong mereka. Dengan demikian, maka kehormatan seorang mukmin tidaklah ternodai bahkan Allah menjaga dan memeliharanya. Allah tidak meremehkan permasalahan-permasalahan yang dihadapi manusia bahkan menunjukkan besarnya bahaya godaan setan. | |||
Wahai ahli haq dan orang-orang yang mendapatkan hidayah! Cara untuk menyelamatkan diri dari bisikan-bisikan yang bersumber dari setan jin dan manusia adalah menjadikan jalan ahli haq yang merupakan ahlu sunnah wal jamaah sebagai markas besar, masuk ke | |||
dalam benteng kokoh al-Qur’an, serta menjadikan sunnah nabi sebagai teladanmu. Dengan izin Allah, niscaya kalian selamat! | |||
< | <span id="Sekizinci_İşaret"></span> | ||
== | ==Isyarat Kedelapan== | ||
'''Pertanyaan:'''Dalam isyarat-isyarat sebelumnya telah anda jelaskan bahwa karena jalan kesesatan adalah bentuk pelampauan batas, penghancuran, serta penentangan, maka kebanyakan orang mudah menempuh jalan itu. Namun, anda telah sebutkan dalam risalah-risalah lainnya bahwa jalan kekufuran dan kesesatan sulit ditempuh sehingga seseorang tidak mungkin mampu menempuhnya. Sebaliknya, jalan keimanan dan petunjuk sangatlah mudah, semestinya semua orang dapat menempuhnya. | |||
''' | |||
Jawabannya adalah bahwa kekafiran dan kesesatan itu ada dua macam.Pertama: penolakan terhadap hal-hal yang menyangkut keimanan yang bersifat amali dan cabang. Kesesatan seperti ini mudah dilakukan karena merupakan sikap tidak menerima terhadap kebe- naran, semata-mata tidak menerima dan meninggalkan. Kesesatan semacam inilah yang mudah dilakukan sebagaimana dijelaskan dalam Risalah Nur. | |||
Kedua: Kesesatan yang tidak bersifat amali dan cabang, tetapi merupakan ketetapan hati yang terkait dengan akidah dan pemikiran. Bukan sekadar menafikan keimanan, melainkan juga upaya untuk menempuh jalan yang bertentangan dengan keimanan, menerima kebatilan, serta melakukan perlawanan terhadap kebenaran. Hal ini merupakan penentangan dan perlawanan terhadap keimanan, karena itu ini bukanlah urusan “tidak menerima” semata, tapi “menerima ketiadaan iman”, sementara hal itu bisa diterima dengan pembuktian ketiadaan. Tentu tidaklah mudah pembuktian ketiadaan sesuai dengan kaidah “ketiadaan tidak bisa dibuktikan.” | |||
Itulah jenis kekufuran dan kesesatan yang dijelaskan dalam seluruh risalah bahwa jalan itu sulit ditempuh. Orang yang memiliki kesadaran secuil pun tidak akan menempuh jalan itu. Sebagaimana dibuktikan dengan tegas dalam berbagai risalah, di jalan tersebut ada penderitaan yang pedih dan kegelapan yang menakutkan, sehingga orang yang memiliki akal sedikit pun tidak ingin menempuh jalan itu. | |||
Mungkin ada yang bertanya, jika jalan kesesatan itu gelap, menakutkan, dan menyakitkan lalu mengapa banyak yang mengikutinya? | |||
Maka jawabannya adalah bahwa mereka telah terjerumus dalam kesesatan, tidak bisa keluar. Karena naluri manusia yang bersifat hewani dan nabati tidak melihat dan berpikir akibat kesesatan dan mereka mengalahkan perasaan manusia yang lainnya, maka mereka tidak ingin keluar dari kesasatan dan merasa terhibur dengan kenikmatan sesaat. | |||
Pertanyaan: Jika dalam kekafiran terdapat kepedihan dan rasa takut yang dahsyat, dan orang kafir—sebagai manusia—sangat menyenangi kehidupannya dan merindukan sesuatu yang tak terhingga, sementara dengan kekufurannya itu dia menyadari bahwa kematiannya merupakan ketiadaan (kemusnahan) dan perpisahan abadi. Dengan matanya, dia senantiasa melihat bahwa segala entitas dan semua orang yang dia cintai berjalan menuju kemusnahan dan perpisahan abadi. Dengan demikian, segala sesuatu baginya berjalan menuju kemusnahan. Maka, bagaimana hatinya tidak remuk dan mengapa tidak merasa terpukul dengan kondisi yang dialaminya? Bahkan, bagaimana dia bisa menikmati kehidupan? | |||
Jawaban: Sesungguhnya ia menipu dirinya sendiri dengan kebohongan-kebohongan setan. Ia menganggap bahwa kenikmatan duniawi harus direguk seluruhnya. Kami akan ungkapkan hakikat hal ini dengan perumpamaan yang umum diberikan seperti ini: | |||
Dikisahkan bahwa ada burung unta yang ditanya, mengapa ia tidak terbang padahal memiliki sayap. Lalu ia menjawab, “Saya bukan burung, tapi unta. Lalu ia memasukkan kepalanya ke dalam pasir dan membiarkan badannya yang besar di atas pasir sehingga menjadi sasaran pemburu. Kemudian ia ditanya, “Jika kamu unta, maka bawalah beban ini.” Saat itu pula ia mengepakkan sayapnya dan mematuk-matukkan paruhnya karena mengetahui beratnya beban tersebut lalu ia pun berkata, “Saya adalah seekor burung.” Lalu ia pun ditinggalkan sendirian tanpa makanan dan perlindungan sehingga menjadi sasaran pemburu. | |||
Demikianlah halnya dengan orang kafir. Ia meninggalkan kekafiran mutlak akibat peringatan-peringatan dari al-Qur’an dan pindah ke kekafiran yang ragu-ragu. Jika ia ditanya bagaimana ia bisa enak-enakan hidup padahal kematian menghadangnya? Dan apakah orang yang akan diseret ke tiang gantungan dapat hidup tenang? maka ia menjawab, “Tidak... kematian bukanlah kehampaan karena kemungkinan ada keabadiaan.” Hal ini terjadi setelah orang-orang kafir menyadari keuniversalan al-Qur’an dan kebesaran rahmat Allah yang membuatnya bimbang dalam kekafirannya. Atau ia memasuk- kan kepalanya dalam lumpur kelalaian seperti burung unta agar ajal tidak menjemputnya, kubur tidak melihatnya, dan kefanaan tidak mengejarnya. | |||
Kesimpulannya, keadaan orang kafir bagaikan burung unta. Ketika ia melihat kematian sebagai lenyapnya eksistensi dirinya, ia pun berupaya menyelamatkan diri dengan meyakini adanya ke- hidupan akhirat, sebagaimana telah diberitakan secara tegas oleh al- Qur’an dan kitab-kitab samawi. Keyakinan inilah yang melahirkan optimisme baginya bahwa ia bakal tetap hidup sesudah mati.Namun ketika dikatakan kepadanya, “Jika kamu menyadari bahwa tempat kembali adalah alam akhirat, lalu mengapa kamu tidak melaksanakan perintah-perintah agama yang telah diwajibkan kepadamu agar kamu bahagia di alam itu?” | |||
Maka ia, didasari kebimbangan dalam kekafiran, menjawab, “Mungkin tidak ada alam lain selain alam dunia ini, jadi untuk apa saya menyusahkan diri sendiri?”. Artinya, ia menyelamatkan diri dari getirnya ketiadaan eksistensi diri setelah kematian dengan berpegang pada janji al-Qur’an tentang hari akhirat yang kekal. Namun, ketika kewajiban-kewajiban agama disodorkan kepadanya, ia mengangkat tangan dan mengabaikan kewajiban-kewajiban itu karena masih adanya kekufuran yang bimbang itu. | |||
Dari sisi ini maka orang kafir menyangka bahwa ia menikmati kehidupan dunia lebih banyak dari orang mukmin karena ia tidak melaksanakan kewajiban-kewajiban agama dan pada saat yang sama ia terhindar dari siksa neraka karena ia juga merasa beriman. Namun, sebenarnya hal ini adalah kesalahan yang berasal dari bisikan setan yang tidak memiliki manfaat dan semu. | |||
Dengan demikian, al-Qur’an memiliki sisi rahmat bagi orang- orang kafir di mana pada derajat tertentu menyelamatkan mereka, kehidupan dunia mereka tidak menjadi neraka dengan memberikan sejenis keraguan, sehingga mereka hidup dalam kebimbangan. Jika tidak, mereka tersiksa azab neraka maknawi di dunia ini bagaikan neraka di akhirat dan mereka terpaksa bunuh diri. | |||
Oleh karena itu, wahai orang-orang yang beriman! Berlindunglah di bawah naungan al-Qur’an yang telah menyelamatkan kalian dari kehampaan dan dari penderitaan dunia dan akhirat dengan pe- nuh keyakinan, rasa percaya diri, dan ketenangan. Dan serahkanlah diri kalian sepenuhnya dalam naungan sunnah Nabi Muhammad. Selamatkanlah diri kalian dari penderitaan dunia dan azab akhirat. | |||
< | <span id="Dokuzuncu_İşaret"></span> | ||
== | ==Isyarat Kesembilan== | ||
Pertanyaan: Mengapa seringkali kelompok yang mendapat petunjuk bisa dikalahkan oleh kelompok sesat yang tergabung dalam golongan setan? Padahal, kelompok yang mendapat petunjuk itu mendapat pertolongan dan rahmat Tuhan, berada di belakang para nabi yang mulia, serta dibimbing oleh pemimpin alam semesta, Nabi Muhammad. | |||
Lalu mengapa sekelompok penduduk Madinah bersikap mu- nafik, tetap berada dalam kesesatan, serta tidak mau meniti jalan yang benar, padahal mereka hidup berdampingan dengan Rasul yang kenabian dan kerasulannya begitu terang seperti mentari? Beliau terus mengingatkan mereka dengan mukjizat al-Qur’an yang bisa mempengaruhi jiwa layaknya obat mujarab, dan mengajarkan mereka dengan berbagai hakikatnya yang bisa menarik segala sesuatu dengan hebat layaknya daya gravitasi. | |||
'''Jawaban:''' Untuk menjawab pertanyaan ini, pertama-tama kami akan menjelaskan sebuah landasan yang mendalam sebagai berikut: | |||
''' | |||
Karena Pencipta alam semesta memiliki dua jenis nama yang bersifat jalâli (agung) dan bersifat jamâli (indah). Karena masing- masing dari nama tersebut tampil dengan manifestasi yang berbeda-beda antara yang satu dengan lainnya, maka Sang Maha Pencipta pun telah mencampur segala sesuatu dengan lawannya, menghadap- kan yang satu dengan lainnya, sekaligus memberikan kepada mereka sifat saling membela diri dan melanggar.Dengan kondisi tersebut terciptalah sebuah pertarungan penuh hikmah dan manfaat disertai berbagai perbedaan dan perubahan yang muncul akibat pelanggaran yang satu terhadap lainnya. Di sana tampak kebijaksanaan Allah . Dia menjalankan roda alam ini dalam aturan yang tinggi dan sempurna serta sesuai dengan kaidah perubahan. Karena itu, Dia menjadikan manusia—sebagai buah yang menghimpun pohon kekhalifahan—mengikuti kaidah tadi. Yaitu kaidah untuk membela diri dan bertarung. Allah membuka di hadapan manusia pintu perjuangan yang menjadi poros seluruh kesempurnaannya. Maka dari itu, Allah berikan kepada golongan setan berbagai perangkat dan sarana untuk bisa menghadapi golongan Allah dalam medan pertempuran. | |||
Inilah sebabnya mengapa kaum yang sesat yang sebenarnya berada dalam kelemahan bisa melawan dan mengalahkan, secara temporer, kaum yang benar dan kuat yang berada di belakang para nabi. | |||
Adapun rahasia di balik adanya perlawanan aneh di atas adalah bahwa di dalam kesesatan dan kekufuran terdapat ketiadaan, peng- abaian yang sangat mudah dan tidak perlu bergerak. Di dalamnya juga terdapat perusakan yang sama ringan dan sepelenya, sebab bisa dihadapi hanya dengan sedikit pergerakan saja. Serta, di dalam- nya terdapat pelanggaran dan sikap melampaui batas. Pelanggaran yang ringan dan kecil ini memang bisa menimbulkan bahaya bagi banyak orang. Sehingga mereka menyangka bahwa kelompok sesat tadi memiliki kekuatan. Akibatnya, mereka direndahkan dan dikua- sai lewat teror dan tindakan fir’aunisme-nya. Lalu di sisi lain, dalam diri manusia tersimpan perasaan materialistik serta kekuatan hewani yang tidak mampu melihat dan memikirkan kesudahan yang ada. Ia tertipu dan terlena oleh kenikmatan yang bersifat sementara. Hal inilah yang kemudian membuat perangkat lunak manusia yaitu akal dan kalbunya, menyimpang dari tugas-tugasnya yang utama. | |||
Adapun jalan kelompok yang mendapat petunjuk dan jalan mulia para nabi—terutama kekasih Allah, Rasul— bersifat eksis, positif, dan konstruktif. Selain itu, ia juga bersifat aktif dan lurus, ser- ta selalu berada di atas relnya tanpa pernah menyimpang dan melam- paui batas. Jalan tersebut senantiasa berpikir akibat, berada pada ubudiah yang tulus kepada Tuhan, serta menghancurkan fira’unisme dan kebebasan nafsu ammârah. Karenanya, kaum munafik Madinah yang ketika itu menghadapi fondasi positif dan kokoh tersebut men- jadi seperti kelelawar-kelelawar yang berada di depan mentari dan lampu yang bersinar terang. Mereka segera menutup mata dan meng- gabungkan diri dengan kekuatan setan. Mereka terus berada dalam kesesatan dan tidak tertarik oleh daya tarik al-Qur’an yang agung serta hakikat-hakikatnya yang kekal abadi. | |||
Kalau kemudian ada yang berkata bahwa Rasul merupakan kekasih Allah. Beliau tidak mengucapkan sesuatu kecuali yang benar. Yang beliau miliki adalah hakikat kebenaran. Allah telah mem- bantu beliau dalam berbagai peperangan dengan mengirimkan para malaikat sebagai prajurit-prajurit-Nya. Seluruh pasukannya pernah meminum dari air yang memancar lewat jari-jemari beliau. Beliau juga pernah membuat kenyang seribu orang dengan seekor kambing yang telah dimasak dan dengan beberapa genggam gandum. Beliau kalahkan orang-orang kafir hanya dengan segenggam tanah yang dilemparkan ke mata mereka sehingga tanah tersebut masuk ke mata mereka masing-masing. Bagaimana mungkin seorang pemimpin rabbani yang memiliki mukjizat menakjubkan semacam itu bisa dikalahkan di akhir Perang Uhud dan di awal Perang Hunain? | |||
Sebagai jawabannya, Rasul diutus kepada seluruh umat manusia sebagai teladan, pemimpin, dan penunjuk jalan agar mereka bisa belajar dari beliau tentang cara hidup bermasyarakat dan sebagai pribadi. Juga, agar mereka terbiasa tunduk terhadap aturan-aturan Tuhan yang Mahabijak sekaligus bisa menyesuaikan diri dengan hukum-Nya. Seandainya Rasul selalu bersandar pada mukjizat dan hal-hal yang luar biasa dalam seluruh perbuatan beliau, baik yang bersifat pribadi maupun sosial, maka beliau takkan bisa menjadi pemimpin dan teladan yang sempurna bagi seluruh manusia. | |||
Karena itu, Rasulullah tidak memperlihatkan mukjizat kecua- li sebatas untuk membenarkan dakwahnya di saat dibutuhkan untuk melawan sikap keras kepala kelompok kafir. Adapun dalam kehidupan sehari-harinya, beliau senantiasa memperhatikan kaidah dan sunnatullah yang biasa berlaku. Beliau juga sangat menaati aturan-aturan Tuhan yang berlandaskan kebijaksanaan dan kehendak Ilahi, sama seperti ketaatan dan perhatian beliau terhadap segala perintah-Nya.Karena itu, tidak aneh kalau beliau juga memakai baju perang ketika berperang, memerintahkan pasukannya memakai tameng ke- tika menghadapi musuh, mendapat luka, disakiti, serta mengalami kesulitan. Semua itu dimaksudkan untuk menjelaskan ketaatan dan perhatian beliau yang sempurna terhadap aturan Tuhan yang bijaksana di samping kepatuhan beliau kepada hukum-hukum alam-Nya. | |||
< | <span id="Onuncu_İşaret"></span> | ||
== | ==Isyarat Kesepuluh== | ||
Iblis mempunyai intrik yang hebat. Yaitu meyakinkan para pengikutnya bahwa dirinya tidak ada. Di sini kami akan menjelaskan persoalan tersebut, persoalan eksistensi setan. Sebab, pada zaman kita sekarang mereka yang pikirannya telah terkotori filsafat materi- alisme ragu-ragu untuk menerimanya. Atas dasar itulah kami ingin mengatakan: | |||
Pertama, sebagaimana telah diakui secara nyata dan pasti bahwa ada roh-roh jahat yang berbentuk jasmani pada jenis manusia yang melakukan tugas dan pekerjaan setan, juga telah diakui secara pasti adanya roh-roh jahat yang tak berjasad di alam jin. Seandainya dipakaikan jasad fisik, mereka pasti akan sama persis dengan manusia yang jahat itu. Begitu pula sebaliknya, jika setan-setan dari jenis ma- nusia bisa melepaskan jasad mereka, pasti mereka menjadi iblis-iblis dari golongan jin. Atas dasar itulah salah satu pemikiran yang sesat dan batil berpandangan bahwa roh-roh jahat dari golongan manusia, sesudah matinya akan berubah menjadi setan. | |||
Seperti yang kita ketahui, rusaknya sesuatu yang berharga lebih hebat dari rusaknya sesuatu yang tidak berharga. Sebagai contoh, susu perahan yang sudah rusak masih bisa dimakan sementara minyak kalau sudah rusak tidak lagi baik untuk dimakan sebab bisa menjadi racun. Demikianlah kondisi manusia sebagai makhluk yang paling mulia dan paling istimewa. Ketika sudah rusak ia bisa menjadi lebih rendah dari binatang. la akan seperti lalat yang terbiasa dengan bau-bau busuk, atau seperti ular yang senang menggigit yang lain. Bahkan ia bangga dengan akhlak buruk dan jahatnya yang berselimut kegelapan. Dengan begitu, ia menjadi teman setan dan memakai busananya. Ya, bukti kuat terhadap adanya setan dari golongan jin adalah adanya setan dari golongan manusia. | |||
Kedua, seratus bukti yang kuat seperti yang terdapat dalam “Kalimat Kedua Puluh Sembilan” yang menunjukkan eksistensi malaikat dan alam spiritual, sebenarnya juga menjadi bukti atas ke- beradaan setan. | |||
Ketiga, keberadaan malaikat sebagai makhluk yang mempresentasikan sekaligus mengawasi urusan-urusan kebaikan yang terdapat di alam adalah sesuatu yang diakui oleh semua agama. Demikian pula keberadaan setan dan roh-roh jahat adalah para makhluk yang mempresentasikan, melakukan, dan berkutat dengan hal-hal buruk. Bahkan keberadaan hijab yang berasal dari makhluk dalam pelaksanaan hal-hal buruk adalah sesuatu yang sangat dibutuhkan. Sebab, tidak semua manusia mampu melihat kebaikan yang hakiki pada seluruh persoalan seperti yang telah dijelaskan pada “Kalimat Kedua Puluh Dua”. | |||
Maka, agar manusia tidak merasa keberatan de- ngan semua ketetapan Allah yang secara lahiriah dianggap buruk dan cacat, serta agar tidak mengkritik kebijaksanaan-Nya, Allah Sang Pencipta Yang Mahamulia, Maha Arif, dan Maha Mengetahui men- ciptakan perantara dan sebab-sebab lahiriah sebagai hijab bagi semua urusan yang telah ditetapkan-Nya.Maksudnya adalah agar segala keberatan, kritikan, dan keluh- an tertuju pada perantara dan sebab tadi, tidak tertuju kepada Allah.Sebagai contoh, Allah telah menjadikan penyakit dan musibah sebagai hijab bagi datangnya ajal sehingga dengan begitu keberatan tidak tertuju kepada malaikat maut, Izrail . Pada waktu yang sama, Allah juga menjadikan malaikat maut itu sendiri sebagai hijab untuk mencabut nyawa agar tidak muncul keluhan dan kritikan kepada Allah dengan menganggap hal itu sebagai sesuatu yang terjadi bukan atas rahmat-Nya. | |||
Begitulah dan sangat tentu Allah Yang Mahabijak- sana sengaja menghadirkan setan agar segala keberatan yang berasal dari berbagai kejahatan, bahaya, dan kerusakan tertuju pada mereka. | |||
Keempat, sebagaimana manusia merupakan “alam kecil”, demikian pula alam ini merupakan “manusia besar”. Manusia yang kecil ini merupakan rangkuman dan indeks dari manusia besar itu. Pilar-pilar utama dari bentuk miniatur yang ada dalam diri manusia harus ada di dalam diri manusia yang besar tadi.Contohnya, daya ingat yang terdapat dalam diri manusia menjadi petunjuk adanya lauhil mahfuzh di alam ini. | |||
Juga, setiap kita menyadari dan merasakan bahwa di dalam relung jiwa manusia dan di sudut kalbunya terdapat perangkat dan organ tubuh untuk berbisik. Itulah bisikan dan gangguan setan. la adalah lisan setan yang berbicara lewat cara mendiktekan kekuatan angan-angan. Ketika rusak, kekuatan tersebut berubah menjadi miniatur setan. Sebab, pergerakannya selalu berseberangan dengan ikhtiar, kemauan, dan kecen- derungan manusia yang sebenarnya. Apa yang dirasakan oleh setiap manusia dalam dirinya itu menjadi bukti yang kuat terhadap adanya setan besar di alam ini. | |||
Selanjutnya, bisikan setan dan kekuatan angan-angan itu mengisyaratkan adanya jiwa jahat yang berasal dari luar di mana pertama-tama ia membisiki, kemudian mengajaknya berbicara, lalu mempergunakannya seperti lisan dan telinga. | |||
< | <span id="On_Birinci_İşaret"></span> | ||
== | ==Isyarat Kesebelas== | ||
Dengan gaya bahasa yang mengagumkan, al-Qur’an al-Karim menerangkan kemarahan alam semesta, murka seluruh unsur alam, dan kebencian semua entitas terhadap perbuatan buruk kaum sesat. Misalnya, al-Qur’an menceritakan bagaimana langit dan bumi bergabung untuk menyerang kaum Nuh dengan banjir besar, bagaimana topan memusnahkan kaum Ad, bagaimana petir keras menyambar kaum Tsamud, bagaimana gelombang air menenggelam- kan Fir’aun, serta bagaimana kemarahan unsur tanah terhadap Qa- run. Itulah yang terjadi manakala mereka menolak untuk beriman. Sampai-sampai neraka jahanam sendiri: | |||
“Hampir pecah lantaran marah.” (QS. al-Mulk [67]: 8). Begitulah al-Qur’an menjelaskan kemarahan seluruh alam terhadap mereka yang sesat dan menentang. Al-Qur’an menegur mere- ka dengan gaya bahasa yang menakjubkan. | |||
'''Pertanyaan:'''Mengapa perbuatan-perbuatan remeh yang di- lakukan oleh orang-orang yang hina akibat melakukan dosa individual menyebabkan alam ini menjadi marah dan murka? | |||
''' | |||
'''Jawaban:'''Dalam isyarat-isyarat sebelumnya, serta dalam beberapa risalah yang berbeda kami telah menegaskan bahwa: Kekufuran dan kesesatan merupakan tindakan pelanggaran dan kriminal yang terkait dengan seluruh makhluk. Sebab, salah satu tujuan mulia dari penciptaan alam semesta adalah penghambaan manusia dalam merespon Rububiyah ilahi dengan iman dan ke- taatan. | |||
''' | |||
Sementara orang-orang kafir dan sesat menolak tujuan mulia itu yang merupakan tujuan keberadaan dan sebab keabadian entitas, sehingga hal itu merupakan tindakan yang melanggar hak seluruh makhluk. | |||
Karena seluruh makhluk menampilkan manifestasi dari nama-nama Tuhan dan seolah-olah setiap bagian darinya merupakan cermin yang memantulkan manifestasi cahaya nama-nama suci itu, maka bagian itu pun menjadi penting dan mempunyai kedudukan mulia. Jadi, sikap orang kafir yang mengingkari nama-nama Tuhan dan mengingkari kemuliaan makhluk merupakan bentuk penghinaan yang amat hebat di samping mengotori, memperburuk, dan menyim- pangkan nama-nama Allah di atas. Selain itu, setiap makhluk di alam ini merupakan petugas rabbani yang telah ditugaskan dengan tugas mulia. Karena kekafiran merendahkan petugas-petugas itu dan menjadikan makhluk bersifat fana dan tidak bermakna, maka kekafiran merupakan sejenis penghinaan terhadap hak-hak seluruh makhluk. | |||
Demikianlah, karena kesesatan dengan segala bentuk dan ting- katannya mengingkari hikmah rabbani dalam penciptaan alam semesta dan tujuan-tujuan ilahi dalam keabadiaan dunia, maka alam semesta geram, entitas marah, dan seluruh makhluk murka terhadap kekufuran dan penganutnya. | |||
Wahai manusia malang yang tubuhnya kecil namun dosanya besar dan kezalimannya dahsyat! Jika engkau ingin selamat dari murka alam semesta, kebencian makhluk, dan amarah entitas, maka ambillah jalan keselamatan, yaitu dengan masuk ke dalam rengkuh- an suci al-Qur’an yang bijaksana dan mengikuti sunnah mulia Nabi | |||
Muhammad yang merupakan mubalig bagi al-Qur’an. Masuklah dan ikutilah! | |||
< | <span id="On_İkinci_İşaret"></span> | ||
== | ==Isyarat Kedua Belas== | ||
Isyarat ini berisi jawaban atas empat pertanyaan: | |||
< | <span id="Birinci_Sual:"></span> | ||
=== | ===Pertanyaan Pertama:=== | ||
Di manakah letak keadilan Tuhan ketika Dia memberikan siksa yang kekal di neraka jahannam sebagai balasan atas suatu dosa yang sebetulnya terbatas di kehidupan dunia yang juga terbatas? | |||
Jawaban: Pada isyarat-isyarat sebelumnya, terutama isyarat kesebelas dengan jelas dapat dipahami bahwa dosa kekufuran dan kesesatan merupakan kriminal yang tak terbatas dan pelanggaran terhadap hak makhluk yang tak terhingga. | |||
< | <span id="İkinci_Sual:"></span> | ||
=== | ===Pertanyaan Kedua:=== | ||
Mengapa dalam agama disebutkan bahwa neraka jahannam merupakan balasan bagi suatu perbuatan, sementara surga merupakan karunia ilahi? Apa hikmah di baliknya? | |||
Jawaban: Pada isyarat-isyarat sebelumnya telah jelas bahwa sebagaimana manusia menjadi penyebab perusakan yang besar dan kejahatan yang banyak dengan kehendaknya yang terbatas dan usahanya yang minim. Begitu juga hawa nafsu manusia selalu condong kepada bahaya dan keburukan. Atas dasar itulah manusia bertanggung jawab atas semua kejahatan yang bersumber dari usahanya tadi. Sebab, hawa nafsunya yang menginginkan dan amal perbuatannya sendiri yang menjadi penyebab. Juga, karena keburukan pada dasarnya tidak ada namun manusialah yang kemudian melakukannya. Akibatnya, Allah pun mewujudkannya dan manusia layak untuk ber- tanggung jawab atas kejahatan yang tak terbatas itu dengan mendapat siksa yang tak terbatas pula. | |||
Adapun amal kebaikan bersifat eksis, maka ia sebenarnya tidak terwujud berkat usaha dan perbuatan manusia. Manusia bukanlah pelaku hakiki dari kebaikan tersebut. Sebab, nafsu ammârah tidaklah cenderung kepada kebaikan. Tetapi rahmat Ilahi yang menginginkan kebaikan tersebut serta kekuasaan Tuhanlah yang menciptakannya. Manusia hanya bisa menjadi pemilik dari kebaikan-kebaikan lewat keimanan, kemauan, dan niat yang tulus. Adapun sesudah dimiliki, amal-amal kebaikan tersebut sesungguhnya merupakan wujud rasa syukur terhadap nikmat Tuhan yang tak ternilai yang diberikan kepada manusia, terutama nikmat keberadaannya di dunia dan nikmat iman. Artinya, amal-amal kebaikan tersebut merupakan wujud rasa syukur atas nikmat-nikmat sebelumnya. Karena itu, surga yang Allah janjikan kepada hamba-Nya merupakan karunia tulus dari Tuhan. Meskipun secara lahiriah seolah-olah ia merupakan balasan atau upah bagi seorang mukmin, namun sebenarnya ia merupakan karunia Allah. | |||
Dengan begitu, nafsu manusia yang menjadi penyebab adanya keburukan layak mendapat balasan. Adapun amal-amal kebaikan, karena ia terwujud berkat Allah dan berasal dari-Nya, sementara manusia memilikinya dengan modal iman semata, maka ia tak bisa menuntut upah dari amal tersebut. Yang bisa ia lakukan hanyalah mengharap karunia Allah. | |||
< | <span id="Üçüncü_Sual:"></span> | ||
=== | ===Pertanyaan Ketiga:=== | ||
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, keburukan adalah tindakan yang melampaui batas dan menyebar luas. Karena itu, seharusnya setiap keburukan dibalas dengan seribu dosa. Adapun kebaikan, karena bersifat positif dan eksis, secara fisik ia bersifat tunggal. Dan oleh karena ia tidak dihasilkan oleh kreasi manusia dan kecenderungan jiwa, maka semestinya ia tidak perlu dibalas. Atau kalaupun dibalas, cukup dengan satu pahala saja. Namun, mengapa yang terjadi kemudian keburukan dibalas dengan jumlah yang sama, sementara kebaikan dibalas sepuluh kali lipat atau kadangkala seribu kali lipat? | |||
Jawaban: Dengan gambaran tersebut, Allah menunjukkan kepada kita kesempurnaan rahmat-Nya dan keindahan sifat kasihNya kepada para hamba-Nya. | |||
< | <span id="Dördüncü_Sual:"></span> | ||
=== | ===Pertanyaan Keempat:=== | ||
Berbagai kemenangan yang diperoleh kelompok sesat, kekuatan dan kesolidan yang mereka perlihatkan, serta keunggulan mereka atas kelompok yang mendapat petunjuk memperlihatkan bahwa mereka berpegang pada sebuah hakikat dan bersandar pada suatu kekuatan. Dengan begitu, ada dua kemung- kinan: kelompok yang mendapat petunjuk tadi lemah, atau kaum yang sesat itu menggenggam sebuah hakikat kebenaran. | |||
'''Jawaban:'''Tidak sama sekali. Kelompok yang mendapat petunjuk tidaklah lemah, dan juga kelompok yang sesat itu tidak berada dalam kebenaran. Namun sayangnya, orang-orang yang mempunyai pandangan sempit berada dalam keraguan dan kebimbangan sehingga keyakinan mereka menjadi tidak mantap dengan berucap, “Seandainya kelompok yang haq berada di atas kebenaran, mereka tak mungkin bisa dikalahkan dan dihinakan sampai sejauh itu. | |||
''' | |||
< | Sebab, kebenaran adalah sesuatu yang sangat kuat dan ada kaidah mendasar yang berbunyi, “Kebenaran selalu unggul, dan tak bisa diungguli oleh yang lain”.(*<ref>*(Islam selalu unggul, dan tidak bisa diungguli) Lihat: ad-Daruqutni, as-Sunan, 3/252; al-Baihaqi, as-Sunan al-Kubrâ, 6/205; ath-Thabrâni, al-Mu’jam al-Ausath, 6/128 dan al-Mu’jam ash-Shagîr, 2/155. Namun ungkapan “Kebenaran selalu unggul, dan tidak bisa diungguli” lebih populer.</ref>)Seandainya kaum sesat—yang menghalangi dan mengalahkan kelompok yang haqtidak berada dalam kekuatan yang hakiki dan landasan yang kokoh, tak mungkin mereka bisa mengalahkan dan mengungguli kelompok yang hak.” | ||
</ | |||
Jawaban atas keraguan di atas adalah sebagai berikut: Dalam isyarat-isyarat sebelumnya telah dibuktikan secara tegas bahwa kekalahan kelompok yang haq dari kelompok yang batil tidak serta-merta karena kelompok yang haq itu tidak berada di atas kebenaran dan tidak pula karena mereka lemah. Sebaliknya, kemenangan dan keunggulan kaum sesat itu tidak karena kuatnya mereka dan juga bukan karena sandaran yang mereka miliki. Seluruh isi kandungan isyarat-isyarat sebelumnya merupakan jawaban atas pertanyaan ini. Namun, di sini kami hanya akan menunjukkan tipu daya mereka dan senjata yang mereka pergunakan. | |||
Seringkali aku menyaksikan bahwa sepuluh persen dari kaum yang sesat bisa mengalahkan sembilan puluh persen kaum yang saleh. Aku sempat bingung dengan kenyataan ini. Lalu dengan terus menelaah, akhirnya aku memahami dengan yakin bahwa kemenangan dan keunggulan mereka itu bukanlah berasal dari kekuatan sendiri dan juga bukan berasal dari kekuasaan yang benar yang mereka mi- liki. Namun itu semua berasal dari cara yang licik; kehinaan; tindakan negatif; kemampuan mereka memanfaatkan perpecahan kaum yang haq; sikap mereka yang memecah belah kelompok yang haq; tindakan mereka yang mengeksploitasi titik lemah kaum yang haq; keberhasilan mereka membangkitkan naluri kebinatangan, selera rendahan, dan kepentingan pribadi kaum yang haq; memanfaatkan kecenderungan buruk yang tersimpan dalam fitrah manusia; teknik mereka mengajarkan ego Firaunisme atas nama kemasyhuran, kedudukan, dan pengaruh; serta ketakutan manusia atas perusakan mereka. Dengan bisikan setan semacam inilah, untuk sementara mereka bisa mengalahkan kelompok yang haq. | |||
Namun, kemenangan sementara tersebut tak ada artinya dan tak ada nilainya jika dihadap- kan pada kabar gembira dari Allah : “Dan kesudahan yang baik adalah bagi orang-orang yang bertak- wa.” (QS. al-Araf [7]: 128). Dan jika dihadapkan pada rahasia yang tersembunyi di balik ungkapan, “Kebenaran selalu unggul, dan tak bisa diungguli oleh yang lain”. Pasalnya, hal itu menjadi sebab masuknya mereka ke dalam neraka dan sebab masuknya kaum yang haq ke dalam surga. | |||
Tampilnya orang-orang lemah—yang terdapat pada kesesatan—dalam bentuk kekuatan, serta keberhasilan orang-orang sesat tersebut mendapat kemasyhuran merupakan jalan yang ditempuh oleh setiap orang yang egois, riya, dan mencari popularitas. Ia menebar teror dan menyakiti orang lain guna mendapat kedudukan dan popularitas. Ia berdiri di barisan orang-orang yang menyerang kelompok yang haq agar mendapat perhatian orang sehingga mereka mengenalinya lewat tindakan perusakan tadi. Sebuah tindakan yang tidak diraih karena kekuatan dan kemampuan mereka sendiri. Tetapi justru karena ia meninggalkan dan menanggalkan kebaikan yang dimilikinya. Sampai-sampai ada sebuah kasus di mana ada seseorang yang “gila ketenaran” tega mengotori masjid yang suci agar dikenal oleh banyak orang. Dan ternyata benar, dia pun menjadi terkenal dan dikenang akan tetapi disertai dengan laknat dan cacian. Namun keinginannya yang kuat untuk menjadi terkenal memoles cacian tadi sebagai sesuatu yang baik dalam pandangannya. | |||
Wahai manusia malang yang tercipta untuk alam abadi dan terlena dengan alam fana ini! Perhatikan dan camkanlah ayat al-Qur’an yang berbunyi:“Bumi dan langit tidak menangisi mereka.” (QS. ad-Dukhân [44]: 29). Renungkanlah maksudnya. Dengan jelas ia menegaskan bahwa langit dan bumi yang mempunyai hubungan dengan manusia tidak menangisi jenazah kaum yang sesat ketika mereka mati. Artinya, ia ridha dengan kepergian mereka dan merasa senang dengan kematian mereka. | |||
Secara implisit ia juga mengisyaratkan bahwa langit dan bumi menangisi jenazah kaum yang mendapat petunjuk di saat mereka mati. Ia tidak ingin berpisah dengan mereka. Sebab, seluruh alam mempunyai hubungan dengan orang-orang mukmin dan ridha ke- pada mereka. Karena dengan keimanannya, mereka mengenal Tuhan Pemelihara alam semesta, maka mereka mencintai dan menghargai seluruh makhluk. Tidak seperti kaum sesat, yang justru memusuhi dan merendahkan seluruh makhluk. | |||
Wahai manusia, renungkanlah! Mau tidak mau engkau akan mati. Jika engkau mengikuti nafsu dan setan, maka seluruh orang di sekitarmu, termasuk karib kerabatmu, akan senang dengan keper- gianmu karena selamat dari kejahatanmu. Sebaliknya, jika engkau berlindung kepada Allah dari setan yang terkutuk serta mengikuti semua perintah al-Qur’an dan sunnah Nabi, seluruh langit dan bumi akan bersedih dan menangisi kepergianmu. Dengan kesedihan dan ungkapan bela sungkawa tersebut, mereka bersama-sama mengiringimu menuju pintu kubur. Hal itu sekaligus sebagai pertanda bahwa engkau akan mendapat sambutan yang baik sesuai dengan kedudukanmu di alam baka nanti. | |||
< | <span id="On_Üçüncü_İşaret"></span> | ||
== | ==Isyarat Ketiga Belas== | ||
Isyarat ini berisi tiga poin: | |||
< | <span id="Birinci_Nokta:"></span> | ||
=== | ===Poin Pertama=== | ||
Intrik setan yang paling hebat adalah ia menipu orang-orang yang berdada sempit dan berpikiran pendek dalam hal keimanan dengan berkata, “Bagaimana mungkin kita mempercayai bahwa Dzat Yang Maha Tunggal dan Esa-lah yang mengatur seluruh urusan atom, bintang-gemintang, planet-planet, dan seluruh alam beserta segala kondisinya? Bagaimana mungkin hal yang aneh ini diyakini dan dibenarkan oleh kalbu? Serta bagaimana mungkin akal mengakuinya?” Hal ini sengaja diangkat oleh setan lewat titik kelemahan manusia untuk menimbulkan perasaan tidak percaya. | |||
Maka dalam hal ini ‘Allah Maha Besar’ merupakan jawaban hakiki yang bisa mengusir bisikan setan tersebut. la bisa membuatnya terdiam. | |||
Ya, kata ‘Allah Maha Besar’ yang diucapkan berulang kali dalam setiap syiar Islam akan mengusir tipu muslihat setan tadi. Sebab, dengan kapasitasnya yang lemah dan pikirannya yang terbatas, manusia hanya bisa melihat dan meyakini semua hakikat keimanan yang tak terbatas itu lewat cahaya ‘Allah Maha Besar’. la juga akan bisa membenarkan semua hakikat itu dengan kekuatan ‘Allah Maha Besar’, serta merasa tenang dalam rengkuhan ‘Allah Maha Besar’. Dengan itu, ia bisa berkata kepada kalbunya yang sedang mendapat bisikan bahwa pengaturan urusan alam dan pengelolaan- nya dalam sebuah tatanan yang mengagumkan yang bisa disaksikan oleh mereka yang mempunyai penglihatan hanya bisa ditafsirkan lewat dua cara: | |||
Pertama, ia adalah sesuatu yang mungkin terjadi sekaligus sebagai mukjizat yang luar biasa. Sebab, tanda-tanda yang mengagum- kan semacam ini pastilah bersumber dari sebuah kreasi luar biasa dan lewat cara yang luar biasa pula. Yaitu bahwa semua entitas hanya tercipta lewat rububiyah Sang Maha Esa serta lewat kehendak dan kekuasaan-Nya. Ia menjadi bukti atas keberadaan Allah selaras dengan jumlah atom di dalamnya. | |||
Kedua, jalan kekufuran dan kemusyrikan yang sukar dimengerti ditinjau dari semua sisi. Ia tidak logis dan bahkan mustahil. Sebab, setiap entitas yang terdapat di alam, bahkan setiap atom, diharuskan memiliki sifat ketuhanan yang mutlak, pengetahuan yang luas, serta kekuasaan yang komprehensif dan tak terhingga. Hal itu agar goresan kreasi yang indah dan sempurna tampil dalam sebuah tatanan dan kerapian yang mengagumkan, serta dalam ukuran dan karakter yang tepat. Itulah yang kami katakan tak mungkin dan mustahil. Kami telah menjelaskan hal tersebut dengan dalil-dalil yang kuat pada “Surat Kedua Puluh” dalam buku al-Maktûbât, “Kalimat Kedua Puluh Dua” dalam buku al-Kalimât, serta pada beberapa risalah lainnya. | |||
Kesimpulan: Seandainya rububiyah yang agung tidak layak untuk mengatur semua urusan, berarti yang berlaku adalah sesuatu yang tidak logis. Bahkan setan itu sendiri tidak sampai memaksa seseorang untuk masuk ke wilayah yang mustahil ini dengan melarikan diri dari keagungan dan kebesaran-Nya yang layak dan pantas ada. | |||
< | <span id="İkinci_Nokta:"></span> | ||
=== | ===Poin Kedua=== | ||
Bisikan setan yang penting adalah membuat manusia tidak mengakui kesalahannya agar menutup jalur ampunan dan perlindungan serta membangkitkan rasa egoisme jiwanya untuk selalu membela diri dan merasa tidak bersalah | |||
Ya, jiwa manusia yang telah terkena bujukan setan tidak ingin melihat kesalahannya sendiri. Bahkan ketika kesalahannya terlihat, ia akan segera memberikan penafsiran yang beraneka ragam. Sehingga ia melihat diri dan amal perbuatannya dengan pandangan cinta se- perti yang diungkapkan oleh seorang penyair:“Mata cinta terlalu suram untuk melihat kekurangan”. Karena itu, ia tidak bisa melihat aib. Sebagai akibatnya, ia tidak mengakui kelalaiannya serta tidak memohon ampunan dan per- lindungan Tuhan. Dengan begitu ia menjadi bahan tertawaan setan. Anehnya, mengapa ia bisa percaya dan bersandar kepada nafsu am- mârah. Padahal al-Qur’an telah menjelaskan lewat lisan Nabi Yusuf.“Aku tidak menyatakan diriku bebas dari kesalahan. Sebab, sesungguhnya nafsu itu selalu mendorong kepada keburukan, kecuali (nafsu) yang dikasihi oleh Tuhanku.” (QS. Yûsuf [12]: 53). | |||
Siapa yang mencurigai nafsunya, ia akan melihat kesalahannya. Siapa yang mengakui kesalahannya akan segera beristigfar kepada Tuhannya. Siapa yang beristigfar, akan meminta perlindungan-Nya dari godaan setan yang terkutuk. Pada saat itulah ia selamat dari | |||
berbagai kejahatan. Merupakan sebuah kesalahan besar kalau manusia tidak melihat cacatnya. Juga, merupakan aib yang paling hebat kalau ia tidak mau mengakui kekurangannya. Orang yang mau melihat aib dan kesalahannya akan terhindar dari kesalahan tersebut. Sehingga ketika telah mengakui ia berhak mendapat ampunan. | |||
< | <span id="Üçüncü_Nokta:"></span> | ||
=== | ===Poin Ketiga=== | ||
Salah satu bisikan setan yang merusak kehidupan sosial manusia adalah sebagai berikut:Sebuah kesalahan yang dilakukan oleh seorang mukmin bisa menutupi semua kebaikannya. Mereka yang tidak adil yang mendengar tipu muslihat setan tersebut akan memusuhi seorang mukmin. Padahal ketika Allah menimbang seluruh amal perbuatan para hambadengan timbangan-Nya yang agung dan keadilan-Nya yang mutlak di hari kebangkitan nanti—Dia melihat pada beratnya kebaikan dan kejahatan yang ada. Bisa jadi dengan satu kebaikan saja Allah menghapuskan dosa yang banyak. Sebab, melakukan kejahatan dan dosa sangat mudah dan fasilitasnya banyak.Karena itu, interaksi dan bermuamalah di dunia ini mestinya mempergunakan semacam timbangan keadilan Ilahi di atas. Apabila kebaikan seseorang, dari segi kuantitas dan kualitas, lebih banyak daripada kejahatannya, maka ia layak dicintai dan dihormati. Bahkan kejahatannya yang banyak itu bisa dimaafkan dan diampuni dengan melihat pada satu kebaikan yang mempunyai kualitas istimewa. | |||
Namun, akibat bisikan setan dan akibat sifat zalim, manusia melupakan seratus kebaikan saudaranya yang mukmin hanya karena satu kesalahan yang dilakukannya. Akhirnya, ia memusuhi saudaranya tersebut dan melakukan dosa. Sebagaimana sayap nyamuk yang ada di depan mata bisa menghalangi penglihatan kita untuk melihat gunung yang besar. Demikian pula dengan rasa dengki. Ia bisa mem- buat kesalahan yang sebesar sayap nyamuk menutupi kebaikan sebesar gunung. Ketika itu manusia akan melupakan kebaikan-kebaikan yang ada, mulai memusuhi saudaranya yang mukmin, serta menjadi alat penghancur bagi kehidupan sosial masyarakat mukmin. | |||
Ada bisikan setan lainnya yang sama-sama merusak kese- lamatan berpikir seorang mukmin dan mengganggu cara pandangnya terhadap berbagai hakikat keimanan. Yaitu setan berusaha meng- hapus ratusan bukti kuat seputar hakikat keimanan lewat sebuah keraguan yang menjadi dalil pengingkarannya. Padahal ada sebuah kaidah yang berbunyi, | |||
“Satu bukti yang kuat mengalahkan banyak penafian.” Keberadaan seorang saksi yang kuat dalam sebuah perka- ra bisa menjadi pegangan dan bisa mengalahkan seratus orang yang mengingkari dan menolaknya.Kami akan menjelaskan hakikat di atas dengan contoh berikut: | |||
Sebuah bangunan yang besar memiliki ratusan pintu yang terkunci. Bangunan tersebut baru bisa dimasuki dengan membuka salah satu pintu darinya. Dengan membuka pintu tersebut, pintu-pintu yang lain akan ikut terbuka. Dan bisa saja ada sebagian pintu yang masih tertutup dan tak dapat dimasuki. | |||
Hakikat keimanan sama seperti bangunan besar tersebut. Setiap bukti yang kuat merupakan kunci yang membuka pintu tertentu. Tidak mungkin kita mengingkari dan berpaling dari hakikat keimanan tersebut hanya karena masih ada pintu yang tertutup di antara ratusan pintu yang terbuka. Namun, akibat kebodohan dan kelalaian sebagian manusia, setan masih bisa mempengaruhi mereka. Setan berkata pada mereka, “Bangunan ini tidak bisa dimasuki,” seraya menunjuk salah satu pintu yang tertutup. Hal itu tidak lain untuk menggugurkan semua bukti nyata. Selanjutnya, setan menipu mereka dengan berkata, “Istana ini tidak mungkin bisa dimasuki selamanya, bahkan ia bukan istana dan di dalamnya tidak ada apa-apa.” | |||
Wahai manusia yang papa yang diuji dengan tipu daya setan! Jika engkau mengharapkan keselamatan dalam kehidupan beragama, kehidupan pribadi, dan kehidupan sosial, lalu engkau ingin berpikir sehat, kelurusan dalam memandang, dan kejernihan kalbu, maka timbanglah amal dan lintasan pikiranmu dengan timbangan al-Qur’an dan sunnah. Jadikan al-Qur’an sebagai penuntunmu dan sunnah sebagai pembimbingmu. Mintalah kepada Allah Yang Mahatinggi dan Kuasa dengan berucap:‘Aku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk’. | |||
Itulah tiga belas isyarat yang merupakan kunci pembuka benteng yang kokoh dan kuat dari surah terakhir al-Qur’an. la berisi permintaan perlindungan kepada Allah dari godaan setan terkutuk sekaligus keterangan rinci tentangnya. Karena itu, bukalah ia den- gan kunci-kunci ini, lalu masukilah. | |||
اَس۟تَعٖيذُ بِاللّٰهِ بِس۟مِ اللّٰهِ الرَّح۟مٰنِ الرَّحٖيمِ | اَس۟تَعٖيذُ بِاللّٰهِ بِس۟مِ اللّٰهِ الرَّح۟مٰنِ الرَّحٖيمِ | ||
Katakan, Aku berlindung kepada Tuhan manusia, Raja manusia, Sembahan manusia, dari kejahatan setan biasa bersembunyi, yang memberikan bisikan ke dalam dada manusia, dari golongan Jin dan manusia.” | |||
Pasti engkau akan mendapatkan kedamaian, ketenangan, dan keselamatan. | |||
Ucapkanlah, Aku berlindung kepada-Mu wahai Tuhan dari godaan setan. | |||
“Dan aku berlindung kepada-Mu wahai Tuhan dari kedatangan mereka kepadaku.” | |||
------ | ------ | ||
<center> [[On İkinci Lem'a]] ⇐ [[Lem'alar]] | ⇒ [[On Dördüncü Lem'a]] </center> | <center> [[On İkinci Lem'a/id|CAHAYA KEDUA BELAS]] ⇐ | [[Lem'alar/id|Al-Lama’ât]] | ⇒ [[On Dördüncü Lem'a/id|CAHAYA KEEMPAT BELAS]] </center> | ||
------ | ------ | ||
düzenleme