KALIMAT PERTAMA

    Risale-i Nur Tercümeleri sitesinden
    11.51, 4 Kasım 2024 tarihinde Ferhat (mesaj | katkılar) tarafından oluşturulmuş 177593 numaralı sürüm
    (fark) ← Önceki sürüm | Güncel sürüm (fark) | Sonraki sürüm → (fark)

    بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّح۪يمِ

    وَ بِهٖ نَس۟تَعٖينُ

    اَل۟حَم۟دُ لِلّٰهِ رَبِّ ال۟عَالَمٖينَ

    وَ الصَّلَاةُ وَ السَّلَامُ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ

    وَ عَلٰى اٰلِهٖ وَ صَح۟بِهٖ اَج۟مَعٖينَ

    Wahai saudaraku! Engkau telah memintaku untuk memberikan beberapa nasihat. Sekarang aku persembahkan beberapa hakikat—sebagai nasihat—da- lam delapan cerita pendek. Simaklah ia bersama diriku yang kurasa lebih membutuhkan nasihat. Cerita tersebut akan kusajikan dalam bentuk perumpamaan militer, mengingat engkau seorang tentara. Dulu nasihat ini pernah kuutarakan secara panjang lebar kepada di- riku dalam delapan “Kalimat” yang kusarikan dari delapan ayat al- Qur’an. Kini aku akan mengutarakannya kepada diriku secara singkat dan dengan bahasa yang sederhana. Siapa yang berminat, mari sa- ma-sama kita menyimaknya!

    KALIMAT PERTAMA

    “Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.”(QS. al-Fatihah [1]: 1).Bismillâh adalah awal segala kebaikan dan permulaan segala urusan yang penting. Karena itu, kita memulai dengannya. Wahai diri, ketahuilah bahwa di samping sebagai syiar Islam, ka- limat yang baik dan penuh berkah ini merupakan zikir seluruh entitas lewat lisân hâl (keadaan) mereka.

    Jika engkau ingin mengetahui sejauh mana kekuatan bismillâh yang luar biasa dan keberkahannya yang tak pernah habis, maka si- maklah cerita imajiner berikut ini:

    Seorang Badui yang hidup nomaden dan mengembara di padang pasir harus berafiliasi dengan pemimpin kabilah, serta harus berada dalam perlindungannya agar terbebas dari gangguan orang-orang ja- hat, agar bisa menunaikan pekerjaannya, dan agar bisa mendapatkan berbagai kebutuhannya. Jika tidak, ia akan merana sendirian dalam kondisi cemas dan gelisah menghadapi musuh yang tak terkira dan kebutuhan yang tak terhingga.

    Pengembaraan yang sama dilakukan oleh dua orang; yang per- tama rendah hati dan yang kedua sombong. Orang yang rendah hati menisbatkan diri kepada penguasa, sementara yang sombong menolak untuk menisbatkan diri padanya. Keduanya berjalan di padang pasir tersebut. Setiap kali orang yang menisbatkan diri itu singgah di sebuah kemah, ia disambut dengan penuh hormat berkat nama penguasa yang disandangnya. Jika bertemu perompak jalanan, ia berkata, “Aku berjalan atas nama penguasa.” Mendengar hal itu, perompak tadi membi- arkannya pergi. Adapun orang yang sombong, ia menjumpai berbagai cobaan dan musibah yang tak terkira. Pasalnya, sepanjang perjalanan ia terus berada dalam ketakutan dan kecemasan. Ia selalu meminta dikasihani hingga membuat dirinya terhina.

    Oleh karena itu, wahai diri yang sombong, ketahuilah! Engkau laksana pengembara Badui di atas. Dunia yang luas ini adalah padang pasir tersebut. Kefakiran dan ketidakberdayaanmu tak terhingga, serta musuh dan kebutuhanmu tak pernah habis. Jika demikian keadaannya, sandanglah nama Pemilik Hakiki dan Penguasa Abadi dari padang pa- sir ini agar engkau selamat dari sikap meminta-minta pada makhluk serta terbebas dari rasa cemas dalam menghadapi berbagai peristiwa.

    Ya, kalimat bismillâh ini merupakan kekayaan besar yang tidak akan pernah habis. Sebab, dengannya kefakiranmu terpaut dengan sebuah rahmat yang luas dan mutlak lebih luas dari seluruh entitas. Ketidakberdayaanmu juga terpaut dengan sebuah kekuatan besar dan mutlak yang memegang kendali seluruh wujud, mulai dari atom hing- ga galaksi. Bahkan semua kefakiran dan ketidakberdayaanmu menja- di sarana yang diterima oleh Sang Mahakuasa Yang Maha Penyayang, Pemilik Keagungan.

    Orang yang beraktivitas dengan kalimat tersebut bagaikan orang yang bergabung dalam sebuah pasukan. Ia bertindak atas nama negara tanpa merasa takut kepada siapa pun. Sebab, ia berbicarta atas nama undang-undang dan negara sehingga ia dapat menyelesaikan tugas, serta tegar dalam menghadapi apa pun.

    Di awal telah kami sebutkan bahwa semua entitas lewat lisân hâl (keadaannya) mengucap bismillâh. Benarkah demikian?

    Ya, kalau engkau melihat seseorang mampu menggiring manusia ke satu tempat dan memaksa mereka melakukan berbagai kewajiban, tentu engkau berkeyakinan bahwa orang itu tidak sedang memeran- kan dirinya dan tidak menggiring manusia atas nama dan kekuatan- nya. Akan tetapi, ia seorang prajurit yang bertindak atas nama negara dan bersandar kepada kekuatan pemimpin.

    Nah, seluruh entitas juga melakukan tugasnya atas nama Allah Dengan bismillâh, benih-benih yang sangat kecil memikul sejumlah pohon yang sangat besar dan berat.

    Artinya, setiap pohon me- ngucap bismillâh dan mengisi rantingnya dengan buah-buahan yang berasal dari kekayaan rahmat Ilahi guna dipersembahkan kepada kita.

    Setiap kebun mengucap bismillâh sehingga menjadi dapur bagi qudrah ilahi sebagai wadah untuk mematangkan berbagai makanan yang nik- mat.

    Setiap hewan yang penuh berkah—seperti unta, kambing, dan sapi—mengucap bismillâh sehingga menjadi sumber yang meman- carkan susu berlimpah. Atas nama Dzat Pemberi Rezeki, ia berikan kepada kita nutrisi yang paling lembut dan paling bersih.

    Akar-akar setiap tumbuhan dan rumput yang lembut mengucap bismillâh, serta membelah dan menembus batu karang yang keras dengan nama Allah, sehingga dengan nama Allah dan ar-Rahmân ini, segala sesuatu ditun- dukkan untuknya.Ya, tersebarnya ranting di udara yang diiringi banyak buah; men- jalarnya sejumlah akar di dalam batu karang yang keras dan bagaima- na ia menyimpan nutrisi di bawah tanah; lalu dedaunan yang hijau dapat menahan cuaca panas dan kondisinya yang tetap segar; semua itu merupakan tamparan keras yang membungkam mulut kaum ma- terialis, para penyembah hukum kausalitas, sekaligus sebagai seruan keras yang menggema di wajah mereka di mana ia berbunyi,

    “Kondisi keras dan panas yang kalian percayai sesungguhnya tidak bekerja de- ngan sendirinya, melaikan hanya melaksanakan tugas sesuai perintah Tuhan di mana perintah tersebut membuat akar yang halus dan lembut itu seperti tongkat Musa yang dapat memecahkan batu karang ketika melaksanakan perintah dalam ayat: “Kami berfirman: Pukullah batu itu dengan tongkatmu!” (QS. al-Baqarah [2]: 60).Perintah itu juga membuat dedaunan yang tetap segar tersebut laksana anggota tubuh Ibrahim  yang selamat dari kobaran api ke- tika membaca ayat:“Wahai api, jadilah engkau dingin dan (beri) keselamatan…” (QS. al-Anbiyâ [21]: 69).

    Jadi, selama segala sesuatu di alam ini mengucap bismillâh secara maknawi, serta mendatangkan dan mempersembahkan nikmat Allah kepada kita atas nama Allah, maka kita juga harus memulai dengan bismillâh, serta memberi dan menerima dengan nama Allah. Demiki- an pula kita tidak boleh menerima dari kaum yang lalai, yang tidak memberi dengan nama Allah.

    Pertanyaan:Kita memberikan penghormatan kepada orang yang menjadi perantara datangnya nikmat kepada kita. Lalu sebagai Dzat Pemilik seluruh nikmat, apa yang Allah tuntut dari kita?

    Jawaban:Allah menuntut tiga hal dari kita sebagai harga dari nikmat yang mahal tersebut, yaitu: zikir, syukur, dan pikir.

    Dalam hal ini, bismillâh sebagai pembuka merupakan zikir,

    al- hamdulillâh sebagai penutup adalah syukur,

    sementara apa yang be- rada di antara keduanya adalah pikir, yaitu merenungi dan menyadari bahwa nikmat-nikmat yang berharga tersebut merupakan mukjizat qudrah Tuhan Yang Maha Esa serta hadiah rahmat-Nya yang luas. Nah, sebagaimana mencium kaki pembantu raja yang telah me- ngantarkan hadiah darinya merupakan tindakan yang sangat bodoh, begitu pula memuji dan mencintai sebab-sebab materi yang menjadi perantara rezeki seraya melupakan Pemberi nikmat yang hakiki. Sung- guh ia merupakan tindakan yang seribu kali lebih bodoh daripada mencium kaki pembantu raja!

    Wahai diri, jika engkau tidak mau seperti orang bodoh di atas, maka: berilah dengan nama Allah, ambillah dengan nama Allah, mu- lailah dengan nama Allah; dan bekerjalah dengan nama Allah. Wassalâm



    Al-Kalimât | ⇒ KALIMAT KEDUA