SURAT KEDUA

    Risale-i Nur Tercümeleri sitesinden
    16.36, 2 Ocak 2025 tarihinde Ferhat (mesaj | katkılar) tarafından oluşturulmuş 199994 numaralı sürüm ("'''Kelima:'''Sejak sekitar dua tahun, lewat berbagai petunjuk dan pengalaman yang kudapat, aku merasa sangat yakin bahwa aku tidak mendapat izin untuk menerima harta orang, terutama hadiah dari orang-orang kaya dan para pejabat. Sebab, aku merasa tidak nyaman dengannya. Bahkan, ia dijadikan sebagai sesuatu yang berbahaya agar tidak bisa dikonsumsi. Atau, kadang berubah ke dalam bentuk yang membahayakanku. Dengan demikian, ia laksana perintah tersirat un..." içeriğiyle yeni sayfa oluşturdu)
    Diğer diller:

    بِاس۟مِهٖ سُب۟حَانَهُ وَ اِن۟ مِن۟ شَى۟ءٍ اِلَّا يُسَبِّحُ بِحَم۟دِهٖ

    (Potongan jawaban yang diberikan kepada muridnya yang telah disebutkan dan diketahui, saat ia memberi beliau sebuah hadiah)(*[1])

    Ketiga: Engkau telah mengirim sebuah hadiah yang dengan itu engkau ingin mengubah salah satu prinsip yang sangat penting dalam hidupku.Wahai saudaraku, bukan berarti aku tidak mau menerima hadiahmu sebagaimana aku tidak menerimanya dari saudara kandungku, Abdul Majid, dan keponakanku, Abdurrahman. Engkau lebih unggul daripada mereka dan engkau lebih dekat denganku. Karena itu, jika hadiah yang lain kutolak, maka hadiahmu kuterima. Namun cukup sekali ini saja.Dalam kesempatan yang baik ini, aku ingin menjelaskan rahasia di balik prinsip hidupku ini sebagai berikut:

    “Said Lama”(*[2])tidak bisa memikul beban hutang budi. Bahkan, ia memilih mati daripada harus memikul beban tersebut. Ia tetap tidak mau melanggar prinsip itu meski hidupnya sulit, sukar, dan penat. Nah, sifat yang diwarisi oleh hamba yang lemah ini dari Said Lama bukan sifat zuhud dan merasa cukup yang dibuat-buat. Namun hal itu disebabkan oleh sejumlah hal:

    Pertama:Kaum yang sesat menuduh para ulama telah menjadikan ilmu mereka sebagai sumber penghasilan. Mereka menyerang para ulama secara zalim dan melampaui batas. Mereka mengatakan, “Para ulama menjadikan ilmu dan agama sebagai sarana untuk mendapatkan penghasilan.” Tuduhan tersebut tentu harus dibantah dengan sikap nyata.

    Kedua:Kita diperintahkan untuk mengikuti para nabi dalam menyebarkan dan menyampaikan kebenaran. Al-Qur’an al-Karim menyebut orang-orang yang menyebarkan kebenaran sebagai pihak yang merasa cukup; tidak membutuhkan pemberian manusia. Sebagaiman dalam firman Allah yang berbunyi:“Upahku tidak lain hanyalah dari Allah semata.” (QS. Yunus [10]: 72).Sementara ayat al-Qur’an yang berbunyi:“Ikutilah orang yang tidak meminta upah dari kalian dan mereka mendapat petunjuk” (QS. Yasin [36]: 21) mengandung banyak makna dan tujuan yang mendalam terkait dengan persoalan ini.

    Ketiga:Sebagaimana dijelaskan dalam “Kalimat Pertama” bahwa memberi dan menerima harus dengan nama Allah. Akan tetapi, biasanya yang memberi lupa sehingga memberi atas namanya sendiri, lalu secara tidak sadar merasa berjasa. Atau, bisa juga yang me nerima lupa dengan mempersembahkan pujian dan rasa syukur, yang sebenarnya milik Dzat Pemberi hakiki, kepada berbagai sebab lahiri sehingga keliru.

    Keempat:Tawakkal, qana’ah, dan hidup sederhana merupakan khazanah besar dan kekayaan berharga yang tidak bisa ditukar de�ngan apapun. Aku tidak ingin menutup pintu khazanah dan kekayaan yang tidak pernah habis itu dengan menerima harta dari orang lain. Kuucapkan ribuan syukur dan terima kasih kepada Dzat Pem�beri rezeki yang Mahaagung. Sejak kecil Dia tidak membuatku bersandar pada pemberian orang. Aku mengharap rahmat-Nya dengan bersandar pada kemurahan-Nya agar sisa hidupku tetap berpegang pada prinsip tersebut.

    Kelima:Sejak sekitar dua tahun, lewat berbagai petunjuk dan pengalaman yang kudapat, aku merasa sangat yakin bahwa aku tidak mendapat izin untuk menerima harta orang, terutama hadiah dari orang-orang kaya dan para pejabat. Sebab, aku merasa tidak nyaman dengannya. Bahkan, ia dijadikan sebagai sesuatu yang berbahaya agar tidak bisa dikonsumsi. Atau, kadang berubah ke dalam bentuk yang membahayakanku. Dengan demikian, ia laksana perintah tersirat untuk tidak mengambil pemberian orang atau larangan untuk menerimanya.

    Hem bende bir tevahhuş var; herkesi, her vakit kabul edemiyorum. Halkın hediyesini kabul etmek, onların hatırını sayıp istemediğim vakitte onları kabul etmek lâzım geliyor, o da hoşuma gitmiyor.

    Hem tasannu ve temelluktan beni kurtaran bir parça kuru ekmek yemek ve yüz yamalı bir libas giymek, bana daha hoş geliyor. Gayrın en a’lâ baklavasını yemek, en murassa libasını giymek ve onların hatırını saymaya mecbur olmak, bana nâhoş geliyor.

    Altıncısı: Ve istiğna sebebinin en mühimmi, mezhebimizce en muteber olan İbn-i Hacer diyor ki: “Salahat niyetiyle sana verilen bir şeyi, salih olmazsan kabul etmek haramdır.”

    İşte şu zamanın insanları hırs ve tama’ yüzünden küçük bir hediyesini pek pahalı satıyorlar. Benim gibi günahkâr bir bîçareyi, salih veya veli tasavvur ederek sonra bir ekmek veriyorlar. Eğer hâşâ ben kendimi salih bilsem o alâmet-i gururdur, salahatin ademine delildir. Eğer kendimi salih bilmezsem, o malı kabul etmek caiz değildir.

    Hem âhirete müteveccih a’male mukabil sadaka ve hediyeyi almak, âhiretin bâki meyvelerini dünyada fâni bir surette yemek demektir.

    اَل۟بَاقٖى هُوَ ال۟بَاقٖى

    Said Nursî

    1. *Murid yang dimaksud adalah Khulusi.
    2. *Said Lama adalah istilah yang dipergunakan oleh Ustadz Said Nursi untuk diri�nya sendiri. Yaitu mengacu pada masa sebelum beliau menulis Risalah Nur (sebelum tahun 1926 M), sebelum ia mengemban misi penyelamatan iman umat, serta sebelum ia mendapat inspirasi dari pancaran cahaya al-Qur’an untuk menerbitkan Risalah Nur.