KATA PENGANTAR

    Risale-i Nur Tercümeleri sitesinden
    Bu sayfa Önsöz sayfasının çevrilmiş sürümü ve çeviri %100 tamamlandı.

    [Mukadimah ini ditulis oleh seorang ulama terkemuka yang berdomisili di Madinah al-Munawwarah].(*[1])

    Ketika saya menulis sebuah pendahuluan tentang Muhammad Iqbal, saya mengatakan “Ketika seseorang membaca sejarah hidup orang-orang besar, mencermati kisah hidupnya yang luar biasa, merenungkan kenangannya yang terpuji, maka ia akan merasakan dirinya memasuki dunia lain, di mana hati sanubarinya bergejolak dengan perasaan cinta yang murni dan karunia ilahi menyelimuti seluruh jiwa raganya. Sejarah telah mengabadikan sejumlah tokoh yang berubah menjadi kecil di hadapan keagungan orang-orang besar.

    Ketika mengenang para pahlawan yang memberikan kebanggaan pada sejarah...

    Ruh kita seakan-akan melayang dari bumi menuju alam yang paling luas.

    Limpahan ribuan wewangian menyelimuti ruh kita secara mendalam...

    Seakan melewati kebun-kebun mawar di surga.”

    Ketika menulis mukadimah ini, saya merasakan keagungan dan kebesaran hakikat yang mendalam di atas. Buku sejarah hidup ini yang dipersembahkan kepada pembaca yang mulia dan terhormat ditulis dengan ketulusan yang sangat dalam. Buku ini bercerita tentang seorang ustadz yang agung, yang mendapat julukan “Fatih al-Qulub” (Pembuka Hati Sanubari), “Badiuzzaman” (Orang yang Mengagumkan Sepanjang Zaman), yaitu Ustadz Said Nursi. Beliau telah memenuhi setiap lembar usianya yang panjang dan penuh berkah dengan ribuan hal-hal yang mengagumkan selama kurang lebih satu abad. Sejarah hidupnya sangat berkaitan erat dengan sejumlah karya yang terhimpun dalam koleksi Risalah Nur yang mencapai seratus tiga puluh bab. Juga dengan murid-muridnya (Thullâbunnur) yang menekuni Risalah Nur yang selalu menjadi contoh dalam akhlak, keutamaan, keikhlasan, ketulusan, keimanan dan kearifan, bukan saja bagi masyarakat di mana mereka berada, tetapi bagi umat manusia secara keseluruhan.

    Jika mukadimah dianggap sebagai ringkasan sebuah buku, maka mukadimah mana yang dapat mencakup materi-materi yang terkandung dalam buku ini yang begitu luas dan mendalam? Mukadimah yang ditulis sebanyak beberapa lembar ini tidak dapat merepresentasikan kandungan buku ini yang setiap materinya layak ditulis dalam sebuah buku tersendiri.

    Meskipun dulu saya telah menulis sejumlah puisi dan prosa, namun ketika saya menulis mukadimah ini, saya merasa bingung dan tak berdaya. Untuk itulah, siapa pun yang membaca buku ini dengan merasakan maknanya secara mendalam, dengan rasa suka cita yang tinggi dan semangat yang membara, ia akan menemukan—dengan penuh kekaguman—dalam sosok Badiuzzaman ini kepribadian yang luar biasa dan seorang ulama yang tergolong langka, yang hidup sejak dini dalam suasana yang tidak biasa dan tumbuh dewasa merefleksikan “Tajalli Ilahi” sepanjang hayatnya.

    Setelah mengamati kepribadian Ustadz Said Nursi dengan cermat, setelah mengkaji buku-bukunya, berkenalan dengan sejumlah muridnya, setelah hidup dalam dunia “an-Nur” dengan perasaan, pemikiran dan spiritual, saya menyadari sebuah kenyataan yang sangat dalam yang dulu pernah diungkapkan oleh seorang penyair:(*[2])Tidaklah sulit bagi Allah menghimpun seluruh alam dalam diri seseorang.

    Tidaklah heran jika kita melihat orang-orang yang tertarik dengan kepribadian Ustadz Said Nursi ini dan jumlahnya bertambah dari hari ke hari. Dari tujuannya yang luhur, dakwahnya yang mulia dan keagungan imannya, orang-orang tersebut memperoleh inspirasi dan tambahan energi. Peristiwa mulia yang sulit diterima akal ini masih terus memancarkan rasa suka cita dan kelapangan dada dan kedua perasaan ini kekal dalam sanubari orang-orang yang beriman dan kebalikannya membuat orang-orang yang tidak percaya kepadanya merasakan duka nestapa.

    Dengan ungkapan yang memancarkan perasaan dalam lubuk hati yang paling dalam, salah seorang mujahidin terkemuka mengungkapkan peristiwa Ilahi yang hidup dalam hati sanubari orangorang yang beriman dalam bentuk ikatan spiritual; “Ketika perilaku bejat umat manusia berkecamuk pada masa-masa yang suram penuh kesulitan itu dan meliputi seluruh aspek kehidupan seperti halnya hembusan angin topan dan tangan-tangan kebatilan menjulur ke segala arah untuk menenggelamkan setiap kebaikan, angin segar kebaikan Badiuzzaman itu berhembus halus dari satu hati ke hati yang lain dan kami pun mendapatkan pelipur lara. Malam-malam kami telah lama gelap gulita. Ketika pekatnya malam telah semakin hebat, kemunculan sinar fajar pun segera tiba.”

    Memang, mereka yang merasakan hembusan angin segar kebaikan Ustadz Said Nursi ini, yang berhembus dari hati ke hati yang lain, hembusannya tidak dapat dihalangi. Orang yang mengambil dan menyebarkan sinarnya di berbagai penjuru negeri, dengan heran bertanya-tanya, “Siapakah orang ini yang popularitasnya tersebar ke seantero negeri? Bagaimana sejarah hidupnya? Apa saja peninggalan dan karya tulisnya? Metode apa yang ia gunakan dan apa sumbernya? Apakah wadah dakwahnya itu berupa tarekat sufi, organisasi masyarakat, atau partai politik?

    Tidak sampai di situ saja, pengintaian terstruktur, peradilan yang ketat dan berbagai penyidikan serta persidangan yang berkepanjangan pun dilakukan terhadapnya berkali-kali.Akhirnya, setelah terbukti bahwa “Tajalli Ilahi” ini tidak lain merupakan “lembaga iman dan pengetahuan” yang terpatri kuat dalam hati sanubari. Hasil penyidikan, penyelidikan dan persidangan itu pun membuahkan hasil berupa keadilan Ilahi dan diumumkan secara resmi bahwa, “Badiuzzaman Said Nursi dan karya tulisnya Risalah Nur dinyatakan bebas”. Hakikat hukum Ilahi yang tidak ada bandingannya itu bersinar sebagai matahari yang memancarkan sinarnya sepanjang masa.

    Pancaran sinarnya menyebabkan kekuatan rohani mampu mengalahkan kekuatan materi, kebenaran dapat menggulingkan kebatilan, cahaya menyirnakan kegelapan dan iman mengungguli kekafiran.Ada yang mengatakan, kriteria yang paling jujur yang menjelaskan hakikat seorang reformis dalam lingkungan apa pun dan menyingkap sejauh mana kejujuran dan ketulusannya adalah perubahan dan perbedaan yang muncul dalam kehidupan individual, sosial, spiritual dan materialnya setelah dakwahnya berhasil dibandingkan dengan keadaan sebelumnya.

    Untuk itu, mari kita perhatikan sejarah hidup Ustadz Said Nursi ini pada masa-masa awal dakwahnya: beliau seorang yang rendah hati namun berwibawa, lebih mendahulukan kepentingan orang lain, berani berkorban, menjadi contoh dalam akhlak dan keutamaan. Ringkasnya, beliau adalah pribadi yang sangat istimewa dan bersih. Kemudian, mari kita cermati sejarah hidupnya setelah berhasil dalam jihadnya, setelah mendapatkan tempat yang tinggi dalam hati orang-orang, apakah beliau tetap murni dan layak menjadi contoh? Atau menjadi seperti kebanyakan orang, begitu kemenangan diperoleh dan menduga dirinya telah menjadi orang besar, bumi dan langit pun tidak muat untuk dirinya.

    Ya, sosok yang satu ini adalah cermin yang paling nyata merefleksikan kepribadian seorang pendakwah, menyingkap tabir jati dirinya dengan sejelas-jelasnya, menerangkan hakikat sebuah dakwah dan substansinya baik yang kecil maupun yang besar.

    Sepanjang sejarah, para nabi berhasil melewati ujian yang berat ini, utamanya Nabi Muhammad , kemudian para Khulafa Rasyidin dan sahabatnya yang mulia, kemudian tokoh-tokoh terkemuka yang menjadi pengikutnya.

    Rasulullah dengan retorika yang luar biasa, menjelaskan bahwa menjadi ulama bukanlah suatu yang mudah, sebagaimana disebutkan dalam hadisnya yang mulia, اَل۟عُلَمَاءُ وَرَثَةُ ال۟اَن۟بِيَاءِ ‘Para ulama adalah pewaris para nabi’.(*[3])

    Karena orang yang menjadi pewaris para nabi itu harus mengikuti jalan yang telah dilalui para nabi tersebut dalam menyampaikan dan menyebarkan kebenaran, meskipun jalan yang mereka lalui itu penuh dengan kesulitan, rintangan dan marabahaya, bahkan lebih buruk dari itu: pengintaian, penahanan, persidangan, penjara, pengasingan, pengusiran, peracunan, tiang gantungan, dan segala jenis perbuatan aniaya dan intimidasi yang tidak pernah terlintas dalam hati sanubari.

    Inilah Badiuzzaman, sepanjang hayatnya telah melalui jalan yang penuh rintangan dalam menunaikan jihadnya yang suci selama lebih dari setengah abad. Beliau lalui jalan tersebut seperti kilat yang melewati ribuan rintangan dan telah terbukti secara praktis bahwa beliau adalah salah seorang ulama pewaris para nabi.

    Hal yang paling menarik dari ilmu, akhlak, adab, keutamaan dan keistimewaannya secara menyeluruh adalah keimanannya yang lebih kokoh dari gunung, lebih dalam dari lautan, lebih tinggi dan luas dari langit.

    Ya Ilahi, betapa agung keimanannya, betapa besar kesabarannya yang tak pernah habis dan betapa kuat kemauannya seperti baja! Kendati menghadapi tindakan yang sewenang-wenang, intimidasi dan berbagai siksaan yang membuat bulu roma berdiri jika dibayangkan, betapa tegarnya pribadi beliau, kepalanya tetap tegak dan tidak pernah tunduk, suaranya tetap lantang dan tidak pernah melemah, nafas jihadnya senantiasa bergelora dan tidak pernah redup.

    Setelah emosi saya tersentuh oleh puisi-puisi indah penyair besar Muhammad Iqbal, saya menyusun puisi berjudul “Mujahid”. Ada yang mengatakan bahwa apa yang saya susun itu berlebihan, akan tetapi orang yang membaca buku ini di mana saya mendapat kehormatan untuk menulis mukadimahnya akan sadar—dengan penuh kekaguman—bahwa adanya hamba Allah yang luar biasa. Jika iman telah sempurna, ia bisa berbuat apa saja dan melahirkan hal-hal yang luar biasa.

    Jika kemauan kuat masuk ke dalam kalbu yang penuh iman,

    Jika manusia mencapai rahasia iman,

    Kematian yang paling dahsyatpun tidak dapat membelenggunya

    Semangatnya menggelora bak gunung berapi dan tak sesuatupun dapat meredakannya.

    Ilham Sang Pencipta menambah kemauan kuatnya,

    Setiap malam yang ia impikan adalah Nabinya,

    Cahaya adalah mihrab kalbunya yang penuh iman,

    Sinar rembulan tak bisa menjadi pelita bagi ufuknya.

    Ia tidak keluhkan salju, musim dingin, tidak gentar, tidak sedih dan tidak pernah merasa pedih,

    Musim baginya adalah musim panas yang teduh sepanjang hidupnya,

    Menyaksikan alam-alam surga ketika masih di dunia,

    Tidak tunduk pada penderitaan sebesar gunung meski ia harus binasa.

    Seandainya jurang-jurang yang curam memagarinya,

    Purnama telah lenyap, matahari telah sirna, dan ufuk gelap gulita,

    Tujuh langit runtuh, Langkahnya pantang mundur dari jalannya,

    Obor yang nyala dengan iman tidak akan padam pada jiwanya.

    Betapa suci kesempurnaan imannya bak gunung berapi pada kalbunya,

    Sebuah suara berteriak setiap saat dari lubuk hati nuraninya,

    Wahai pengembara! Fajar akan menyingsing, jangan berhenti,

    lanjutkanlah dengan obor yang menyingkirkan kegelapan,

    Gapailah bintang-bintang dan naiklah ke alam yang tinggi,

    Engkau adalah tangan penyelamat yang berasal dari surga untuk umat manusia.

    Bait-bait puisi ini seakan-akan telah ditulis untuk menggambarkan pahlawan keimanan, mujahid besar Badiuzzaman. Sifat-sifat luhur dalam puisi ini memang sifat-sifat beliau.Mari kita renungkan janji Allah untuk para mujahid dalam ayat al-Qur’an

    وَالَّذٖينَ جَاهَدُوا فٖينَا لَنَه۟دِيَنَّهُم۟ سُبُلَنَا وَاِنَّ اللّٰهَ لَمَعَ ال۟مُح۟سِنٖينَ

    “Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benarbenar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami.Dan sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang berbuat baik.” (QS. al-Ankabût [29]: 69).

    Artinya, Allah I berjanji kepada orang-orang yang berjihad dengan mengorbankan jiwa dan raga demi memperjuangan keimanan dan menegakkan ajaran al-Qur’an, Dia akan melapangkan jalan hidayah dan hakikat kebenaran bagi mereka. Selama syarat-syarat penepatan janji Ilahi ini terpenuhi, Maha Suci Allah dari sikap tidak memenuhi janji-Nya.

    Ayat yang mulia ini menjadi petunjuk terang bagi kita dalam menganalisis kepribadian Ustadz Said Nursi, sehingga di bawah cahaya sinar yang bening ini kita dapat melihat karakteristik khas beliau secara rinci. Hal itu karena orang yang mendapatkan nikmat Allah dalam penjagaan dan pemeliharaan-Nya, tidak sedikit pun memiliki rasa takut, cemas, sedih atau bosan baginya.

    Memang, kalbu yang disinari dengan cahaya Allah, mana mungkin ada awan yang dapat menghalangi ufuknya? Roh seorang hamba yang sarat dengan kebahagiaan, dekat dengan Allah setiap saat, maka angan-angan dan keinginan fana mana, sambutan dan pemberian sementara mana, bahkan tujuan dan keinginan besar mana yang dapat memberinya kenyamanan, ketenteraman dan penghiburan?

    Allah adalah pelindung dan pendidik baginya,

    Ketika ia mengingat-Nya, perasaan dan inderanya penuh dengan cahaya

    Setiap saat ia naik ke iklim makrifat

    Al-Qur’an membuka ufuk yang berbeda bagi rohnya

    Al-Qur’an selalu mengingatkan ikrar di alam arwah untuknya

    Sejak azali pencinta mabuk dengan manifestasi-Nya

    Badiuzzaman adalah pribadi penuh berkah yang mendapatkan perlindungan yang luar biasa. Baginya, jeruji penjara telah berubah menjadi taman-taman di mana ia dapat melihat cakrawala alam abadi yang bercahaya. Tiang-tiang gantungan berubah menjadi mimbar tempat menyampaikan nasihat dan petunjuk, tempat menyampaikan pelajaran tentang sabar dan tabah dalam mencapai tujuan yang luhur. Penjara demi penjara telah berubah menjadi “Madrasah Yusufiyah” yang ia masuki sebagaimana seorang profesor di universitas memasukinya untuk menyampaikan kuliah. Hal itu karena orang-orang yang berada dalam penjara tidak lain dari para muridnya yang sangat memerlukan siraman rohani dan petunjuk darinya. Baginya, setiap hari menyelamatkan iman beberapa orang dan mengubah para penjahat menjadi orang-orang saleh bak para malaikat merupakan kebahagiaan yang tidak dapat diukur dengan dunia.

    Orang yang memiliki ketulusan dan keimanan yang sangat tinggi ini, tidak diragukan lagi bahwa beliau telah meninggalkan pengaruh kemilau palsu yang dihasilkan oleh konsep waktu dan tempat terhadap makhluk fana yang hidup di alam materi yang membosankan. Dengan rohnya, ia mengangkasa ke cakrawala alam spiritual dengan cahayanya yang gemilang.

    Kedudukan tinggi yang dikenalkan dan dideskripsikan para tokoh terkemuka sufi sebagai “al-Fanâ Fillah” dan “al-Baqâ Billah” tidak lain adalah memperoleh kemulian yang suci ini.

    Memang, setiap orang yang beriman memiliki kondisi hudhûr, khusyuk, karunia, melepaskan diri dari segala ikatan selain ikatan Allah dan tenggelam dalam cinta Ilahi. Masing-masing mengambilnya dari karunia Ilahi sesuai dengan kadar keimanan dan kearifan, kesalehan dan ketakwaan, serta kemuliaan dan kondisi spiritualnya. Hanya saja kondisi yang luhur dan pencapaian yang indah serta karunia yang tiada duanya ini langgeng sepanjang masa bagi para mujahid agung sebagai pemilik kebaikan yang disebutkan dalam ayat al-Qur’an. Oleh karena itu, mereka tidak akan lalai dan lupa terhadap Allah, bahkan sepanjang hayatnya mereka selalu berhadapan dengan nafsunya seperti para singa. Setiap saat dalam detik-detik kehidupannya, kenangan keluhuran dan kesempurnaan selalu dicatat, sehingga keberadaan mereka mencair dengan keridaan Rabb semesta alam yang memiliki sifat-sifat agung, indah dan sempurna.

    Ya Allah, masukkanlah kami ke dalam golongan yang berbahagia itu. Amin

    * * *
    

    Baru saja kita membahas keagungan iman Ustadz Said Nursi yang tidak hanya dikagumi oleh para sahabat dan muridnya, tetapi juga disegani para musuhnya. Setiap kepribadian memiliki keistimewaan yang bermacam-macam dan sifat-sifat tertentu yang membentuknya.

    Demikian pula Ustadz Said Nursi memiliki keistimewaan dan sifat-sifat yang membentuk kepribadiannya. Kita akan membahas akhlak pribadi yang unik ini, keistimewaan dan kesempurnaannya yang mengelilinginya seperti sebuah lingkaran cahaya, di antaranya:

    Pengorbanan Ustadz Said Nursi:

    Syarat terpenting untuk keberhasilan seorang da’i, khususnya bagi para pembaharu adalah pengorbanan. Karena pandangan dan hati cenderung untuk mengikuti poin penting ini dengan sensitivitas yang tinggi. Kehidupan Ustadz Said Nursi secara keseluruhan sarat dengan contoh-contoh pengorbanan yang menakjubkan.

    Pada suatu hari saya pernah mendengar tuturan dari Syaikhul Islam al-‘Allâmah al-Marhum Mustafa Shabri Afandi tentang pengorbanan. Beliau mengatakan, “Pada masa sekarang, Islam membutuhkan para mujahid yang memiliki karakteristik tersendiri, yang siap berkorban, bukan hanya dengan dunianya saja, tetapi bahkan dengan akhiratnya juga”.

    Karena saya tidak memahami secara sempurna ucapan yang dituturkan orang yang sangat mulia ini, maka saya menyerupakannya dengan perkataan yang diucapkan para sufi ketika mereka berada dalam kondisi “istighrâq”. Saya tidak pernah mengatakannya kepada siapa pun dan tidak pula membahasnya dalam pertemuan mana pun.

    Pada suatu hari saya membaca pernyataan tersebut dalam ungkapan Badiuzzaman yang bergelora dan berapi-api. Saya pun akhirnya mengetahui bahwa kriteria pengorbanan menjadi besar sesuai dengan kebesaran para pelakunya. Ya, apakah Allah Yang Maha Mulia lagi Maha Suci akan membiarkan para mujahidin yang telah mengorbankan segalanya demi memperjuangkan Islam? Apakah mungkin Dia akan menelantarkan mereka sementara Dia adalah Tuhan Yang Maha Pengasih? Apakah patut Dia mengharamkan hamba-Nya yang telah mengorbankan segalanya itu untuk mendapatkan kasih sayang-Nya, kemuliaan-Nya dan perhatian-Nya? Maha Suci Allah dari semuanya itu.

    Demikianlah Badiuzzaman adalah contoh paling nyata yang bersinar dari “Tajalli Ilahi” yang luar biasa itu. Beliau telah menghabiskan seluruh hidupnya dengan membujang, sama sekali menjauhkan dirinya dari kesenangan dunia yang sebetulnya dibolehkan baginya, bahkan beliau tidak sempat membangun rumah tangga bahagia untuk sekadar melepas penat, untuk sekadar mencicipi kenyamannya. Namun demikian, Allah I telah melimpahkan banyak kebaikan yang agung dan luar biasa kepadanya yang sulit dilukiskan oleh pena-pena yang fana.

    Siapakah pada masa sekarang ini kepala rumah tangga yang bahagia seperti Badiuzzaman yang merupakan kepala rumah tangga maknawi? Siapakah di dunia sekarang ini yang menjadi ayah bagi jutaan anak? Sungguh beruntung anak-anak ini. Ustadz mana yang mampu mengasuh murid yang jumlahnya begitu besar ini?

    Ikatan spiritual dan suci ini akan kekal dengan izin Allah selama dunia ini masih ada, akan terus mengalir dalam bentuk luapan cahaya hingga hari kiamat. Karena dakwah ilahiyah ini telah mengkristal dalam lautan cahaya al-Qur’an yang mulia. Dakwah ilahiyah ini terpancar dari al-Qur’an dan akan hidup bersama alQur’an.

    Kasih sayang dan Kelembutan Ustadz Said Nursi: Ustadz Said Nursi menemukan kebenaran dan hakikat sejak kecil. Ketika beliau menyepi di beberapa gua guna mendengarkan panggilan sanubarinya dan berdialog dengan rohnya, beliau telah menjadi orang yang “’Arif billah”, yang telah mendapatkan manisnya ibadah dan ketaatan, manisnya bertafakur dan bermuraqabah. Beliau telah mendapatkan kenyamanan hidup dari kedekatannya dengan Allah.

    Namun demikian, ketika bahaya kekafiran dan ateisme berkecamuk seperti ombak malam yang pekat yang nyaris menenggalamkan dunia Islam, khususnya Turki, Ustadz Said Nursi menceburkan dirinya ke medan jihad seperti seekor singa yang melesat dari sarangnya, atau seperti gunung berapi yang menyemburkan lava yang membara. Ustadz Said Nursi mengorbankan kenyamanan dan ketenangan hidupnya demi dakwah yang mulia ini. Sejak itu, setiap ucapannya menjadi bara, setiap pemikirannya menjadi lidah api yang menyalakan hati, serta mengobarkan pemikiran dan perasaan.

    Kembalinya Ustadz Said Nursi ke tugas membimbing dan ke dalam kehidupan sosial setelah melakukan uzlah adalah seperti tahapan sejarah yang penting dari kehidupan Imam Ghazali. Ini berarti bahwa Allah menugasi para mursyid terkemuka untuk memberikan pencerahan dan bimbingan setelah mereka melalui pendidikan dan penyucian dalam bentuk uzlah selama beberapa waktu.

    Oleh karenanya, kita dapatkan nafas jiwa mereka lebih murni dan lebih bersinar daripada tetesan embun. Setiap kali memancarkan sinarnya pada kalbu, pasti meninggalkan bekas yang tidak ada bandingannya.

    Sebagaimana Imam Ghazali telah berhasil mencapai kemenangan di medan akhlak dan keutamaan sembilan ratus tahun lalu, Badiuzzaman juga telah berhasil memperoleh kemenangan serupa di medan keimanan dan keikhlasan.

    Ya, begitu Ustadz Said Nursi melangkahkan kakinya di medan jihad yang membara, kasih sayang dan ketulusannya yang tiada bandingannya itulah yang menyertainya. Simaklah pernyataannya berikut ini:

    “Mereka berkata kepadaku, “Mengapa engkau lakukan ini? Mengapa engkau mengganggu mereka?”.“Aku tidak memperhatikan hal itu... yang aku lihat adalah di depanku ada kebakaran besar yang apinya menjulang ke langit, yang membakar anak-anakku dan keimananku, maka dengan segera aku berusaha memadamkan kebakaran itu dan menyelamatkan keimananku. Salah seorang dari mereka berdiri menghalangi jalanku sehingga kakiku menendangnya...apa pentingnya perbuatan itu? Apa nilai peristiwa sepele seperti itu dibandingkan dengan kebakaran besar yang melanda? Pemikiran yang sempit dan pandangan yang cetek”

    Kemandirian Ustadz Said Nursi:

    Sepanjang hayatnya Ustadz Said Nursi telah memberi contoh dalam hal kemandirian. Setiap orang dari berbagai lapisan masyarakat menuturkan sikap Ustadz Said Nursi yang sama sekali melepaskan diri dari kehidupan materi dan dengan segenap jiwa raganya mengandalkan perbendaharaan Rabb Semesta Alam yang tidak ada habisnya.

    Hal itu bukan sekadar kebiasaan, tetapi telah menjadi sebuah manhaj yang dengan konsisten dijalaninya sepanjang hidupnya, apapun kondisi hidup yang dihadapinya.

    Yang perlu diperhatikan adalah bahwa manhaj hidupnya ini tidak terbatas pada diri Ustadz Said Nursi, tetapi berubah menjadi sebuah ide suci yang diadopsi oleh para muridnya, sehingga banyak orang terheran-heran melihat kemandirian Tullabunnur (murid-murid Ustadz Said Nursi) yang telah mendapat kemuliaan setelah menyelami samudra nur.

    Simaklah bagaimana Ustadz Said Nursi menjelaskan salah satu dari enam masalah penting pada Surat Kedua dalam buku al-Maktubât dengan perasaan iman dan irfan yang murni:

    Pertama: Kaum yang sesat menuduh para ulama telah menjadikan ilmu mereka sebagai mata pencaharian. Mereka menyerang dan memusuhi para ulama dengan cara yang tidak layak. Menurut mereka, para ulama menjadikan ilmu dan agama sebagai sarana untuk mendapatkan penghasilan. Tuduhan tersebut tentu harus dibantah dengan sikap nyata.

    Kedua: Kita diperintah untuk mengikuti para nabi dalam menyebarkan dan menyampaikan kebenaran. Al-Qur’an al-Karim menyebut orang-orang yang menyebarkan kebenaran sebagai orang yang merasa cukup; tidak membutuhkan pemberian manusia. Allah I berfirman:“Upahku hanyalah dari Allah semata.” (QS. Yunus [10]: 72).

    Demikianlah “Karunia Ilahi” yang tercermin dalam koleksi Risalah Nur adalah salah satu contoh dan hasil luar biasa dari ketabahan orang yang mengikuti manhaj yang pernah ditempuh oleh para nabi. Bertitik tolak dari sini, Ustadz Said Nursi mampu memelihara kemuliaan ilmunya bagaikan berlian yang sangat berharga.

    Orang yang tidak pernah menerima gaji, tidak pernah mendapatkan pangkat, tidak pernah memperoleh kekayaan dan berbagai jenis materi lainnya yang telah banyak memperbudak manusia, bagaimana mungkin orang itu tidak menjadi pembuka hati? Bagaimana mungkin ia tidak dapat memenuhi jiwa yang beriman dengan cahayanya?

    Kesederhanaan Ustadz Said Nursi:

    Kesederhaan merupakan interprestasi dan penjelasan dari kemandirian yang baru saja kita bicarakan. Kita hanya dapat memasuki istana kesederhanaan melalui pintu kemandirian. Oleh karena itu, kita dapat melihat bahwa kedua sifat tersebut saling berkaitan.

    Seorang mujahid seperti Ustadz Said Nursi menjadikan para nabi sebagai suri teladan dalam kemandirian. Kesederhanaan baginya akan menjadi sifat yang asli sehingga makanan hariannya cukup berupa segelas air putih, sepotong roti dan sedikit sup. Hal itu karena orang besar ini seperti dikatakan penyair besar Perancis, La Martin, “Ia tidak hidup untuk makan, tetapi makan untuk hidup”.

    Setelah kita cermati banyak sisi dari jalan hidup Ustadz Said Nursi, saya tidak berpendapat bahwa untuk mengukur kesederhanaannya yang tinggi itu dengan melihat dari kesederhanaan makan dan minumnya semata. Kesederhanaan orang besar ini tepatnya diukur dari segi spiritualnya, bukan dari segi materialnya.

    Misalnya, kesederhanaan Ustadz Said Nursi bukan sekadar dalam masalah makan, minum dan pakaian, tetapi beliau seorang genius yang mengukur dengan cermat hal-hal yang bersifat maknawi dan nilai-nilai abstrak seperti pemikiran, akal, waktu, kecenderungan, potensi, bahkan hingga jiwa dan nafasnya, agar pada semua itu tidak terjadi hal yang berlebihan.Ustadz Said Nursi telah mengajari seluruh muridnya prinsip muhasabah yang ketat dan murâqabah yang rinci yang telah menjadi nafasnya sepanjang hidupnya dan menjadi salah satu sifatnya.

    Oleh karena itu, tidaklah mudah bagi Tullabunnur untuk membaca sebuah buku atau mendengarkan sebuah tuturan yang sembarangan. Hal itu karena kata “awas” yang tertulis di titik sensitivitas dalam hatinya bertugas sebagai alat kontrol yang paling sensitif.

    Demikianlah Badiuzzaman—secara nyata—telah terbukti dari generasi didikannya yang suci bahwa dirinya adalah pendidik yang tiada duanya dan seorang pembaharu yang mumpuni, di samping beliau adalah manusia langka yang telah menambah lembaran baru dalam sejarah kesederhanaan yang tertulis dengan baris-baris cahaya.

    Tawaduk dan Kefanaan Ustadz Said Nursi:

    Kedua sifat ini memberikan dampak yang sangat besar dan kesan yang mendalam terhadap tersebar luasnya Risalah Nur sehingga mecapai berbagai pelosok dunia.

    Hal itu merujuk pada sikap Ustadz Said Nursi yang dalam pelajaran atau karangannya tidak menyantumkan gelar seperti “Quthb al-`Arifin” dan “Ghawts al-Wâshilin” sehingga para muridnya pun merasa dekat dengan dirinya dengan kecintaan yang tulus dan tujuan luhurnya pun tampak dengan jelas.

    Misalnya, dalam pembicaraan dan pelajarannya tentang akhlak,keutamaan, dan kebijaksanaan, beliau arahkan kepada dirinya sendiri secara langsung, menjadikan dirinya sebagai mitra bicara pertama dalam berbagai tuturannya yang tajam dan bergelora. Dari situlah ajarannya menyebar luas, dari hati sanubarinya menuju samudera hati umat manusia yang sangat merindukan cahaya, kebahagiaan dan ketenangan.

    Dalam kehidupan pribadinya, Ustadz Said Nursi sangat santun, tenang dan sangat rendah hati. Beliau rela berkorban demi menjaga perasaan orang lain bahkan demi partikel terkecil sekalipun. Beliau tabah menanggung berbagai ujian, kesulitan hidup, serba kekurangan dan pelecehan. Semua itu beliau hadapi selama tidak menyentuh keimanan dan kitab suci al-Qur’an.

    Jika tidak, lihatlah bagaimana laut yang tenang berubah menjadi badai topan yang ombaknya menjulang ke angkasa dan samudera menyebarkan ketakutan ke seluruh pantai. Hal itu karena beliau adalah pelayan yang setia untuk al-Qur’an alKarim dan tentara berani mati yang menjaga perbatasan iman.Tentang kenyataan ini, beliau mengungkapkan dalam kalimat bijak, “Ketika seorang tentara sedang melakukan penjagaan, ia tidak akan melepaskan senjatanya kendati komandannya datang. Aku pun demikian: sebagai pelayan al-Qur’an dan penjaganya, ketika aku melaksanakan tugas, siapa pun silakan datang menghadang, aku akan hadapi dengan kebenaran dan pantang untuk menundukkan kepala”.

    Bait-bait di bawah ini menggambarkan keadaan Ustadz Said Nursi ketika beliau melaksanakan tugasnya di medan jihad:

    Aku hancurkan tali kekang yang berlumur darah persis seperti kuda yang

    mengamukJiwaku pantang diperjualbelikan dalam transaksi dengan musuh yang pengkhianat

    Menurutku tertawan adalah menjauhkan diri dari jiwa

    Betapa menderita nan menyedihkan jatuh dalam kehinaan seperti

    itu Aku menjalani setiap detikku dengan kerinduan pada pertemuan

    abadi Imanku bagaikan benteng yang dibangun oleh

    tangan qudrat Betapa senang diriku karena cita-citaku yang

    suci ini Nenek moyangku yang mati syahid mengharap melihatku di surga Jika ruhku kekal,

    maka umurku menjadi abadi Kematian yang laksana

    pertemuan terbesar merupakan jalan menuju Allah

    Pada mulanya saya ingin memberi pengantar buku ini dengan mengemukakan aspek-aspek ilmiah, pemikiran, kesufian dan kesusasteraan Ustadz Said Nursi, hanya saja ternyata materi-materi tersebut karena luas dan dalamnya tidak mungkin diringkas dalam beberapa lembar, sehingga saya berpendapat sebaiknya saya hanya menyinggungnya dalam kalimat-kalimat ringkas.

    Saya berharap kepada Allah I dengan segala kerendahan hati agar Dia memudahkan saya dengan karunia-Nya dalam membahas materi-materi yang dalam itu dengan analisis yang cermat dalam sebuah buku tersendiri, dengan merujuk koleksi Risalah Nur dan par muridnya. Saya mohon doanya secara khusus dari guruku yang mulia dan saudara-saudaraku yang terhormat.

    Ilmu Ustadz Said Nursi:

    Al-Marhum Dhiya Pasya Ia mengatakan:

    Orang dikenal lewat perbuatannya, bukan ucapannya

    Sementara kecerdasan manusia terlihat pada karyanya.

    dalam sebuah puisinya mengungkapkan hakikat besar yang dijadikan prinsip oleh generasi demi generasi.

    Memang, berbicara secara rinci tentang aspek-aspek kemampuan ilmiah seseorang yang luar biasa yang tiada taranya itu, yang telah menghadiahkan kepada umat Islam literatur iman dan pengetahuan yang sangat berharga seperti koleksi Risalah Nur, dan yang telah membangun lembaga cahaya suci dalam hati sanubari para muridnya merupakan pekerjaan yang sia-sia seperti mengenalkan matahari di siang bolong.

    Namun demikian, sebagaimana dikatakan oleh penyair kita yang tengah bersedih,

    “Kebaikan adalah yang merampas kemauan”,

    begitu pula membahas ilmu, pengetahuaan, akhlak, dan kesempurnaan Ustadz Said Nursi yang penuh berkah, yang setiap saat dari kehidupannya merupakan refleksi dari “Tajalli Ilahi” memberikan cita rasa yang luar biasa dan kebahagiaan Rabbani. Oleh sebab itu, saya tidak dapat mengendalikan diri untuk tidak berpanjang-lebar dalam menulis.

    Dalam koleksi Risalah Nur, Ustadz Said Nursi mengupas masalah-masalah penting mengenai agama, sosial, akhlak, kesusasteraan, hak, filsafat, dan tasawwuf. Beliau telah berhasil mengupasnya dengan luar biasa. Yang mengagumkan adalah bahwa beliau telah berhasil membahas banyak masalah di mana banyak ulama tidak sanggup membahasnya karena sangat beresiko.

    Ustadz Said Nursi memecahkan masalah-masalah tersebut dengan cara yang sangat jelas, dengan mengikuti jalan yang terang yang biasa dilalui Ahlu al-Sunnah wa al-Jama`ah ketika keluar dari jalan yang berkelok-kelok, hingga sampai tujuan dengan selamat bersama para pembaca Risalah Nur Bertitik tolak dari sini, saya mendapat kehormatan untuk memperkenalkan koleksi Risalah Nur kepada seluruh lapisan masyarakat yang mulia dengan rasa aman dan cinta yang tulus.

    Karena pelajaran yang terdapat dalam Risalah Nur tersebut merupakan tetesan kemilau dari lautan cahaya al-Qur’an al-Karim, dan spektrum yang jernih yang mengkristal dari matahari petunjuknya. Oleh karena itu, tugas yang paling suci yang dipikul setiap orang Islam adalah berusaha menyebarluaskan karya Ustadz Said Nursi ini yang dapat menyelamatkan iman.

    Sejarah penuh dengan contoh yang memberikan kesaksian bahwa satu buku beliau telah menjadi faktor penyebab mendapatkan petunjuk dan kebahagiaan bagi banyak orang, bahkan banyak keluarga dan kelompok yang tak terhitung jumlahnya. Betapa bahagianya orang yang menjadi penyebab terselamatkannya iman saudaranya yang seiman.

    Pemikiran Ustadz Said Nursi:

    Seperti telah diketahui bahwa setiap pemikir memiliki sistem tafakkur secara khusus, tujuan yang hendak dicapai dalam kehidupan pemikirannya dan idealisme pemikiran yang hatinya terikat dengannya. Oleh karena itu, diperlukan mukadimah yang panjang untuk membahas sistem tafakkur, tujuan, dan idealismenya. Namun sistem tafakkur, tujuan dan idealisme Ustadz Said Nursi dapat diringkas dengan satu kalimat tanpa harus capek membuat mukadimah yang panjang, yaitu:

    “Memproklamirkan satu dakwah yang biasa disampaikan oleh para nabi dan seluruh kitab samawi, yaitu Uluhiyyah dan wahdaniyyah Sang Pencipta semua makhluk, menetapkan dakwah yang agung ini dengan dalil-dalil ilmiah, logis dan filosofis”.

    Apakah ini berarti bahwa Ustadz Said Nursi memiliki hubungan dengan logika, filsafat dan ilmu sains?

    Ya, selama logika dan filsafat tidak bertentangan dengan alQur’an, berkhidmat untuk kepentingan kebenaran dan hakikat, maka Ustadz Said Nursi adalah pakar logika terkemuka dan filsuf yang mumpuni. Dalil dan bukti yang terang benderang yang digunakan Ustadz Said Nursi dalam rangka memperkuat dakwahnya yang luhur dan universal itu tidak lain dari ilmu sains yang menyatakan dan menegaskan dengan gamblang bahwa dari hari ke hari al-Qur’an alKarim adalah kalam Allah.

    Selama filsafat itu dalam makna asalnya bersumber dari hikmah, maka setiap buku yang berusaha keras menetapkan Sang Wajibul Wujud yang suci, menetapkan sifat-sifat-Nya yang sesuai, menjadi hikmah yang agung dan pengarangnya adalah seorang yang bijaksana yang mulia.

    Dengan cara ilmiah yang digunakan Ustadz Said Nursi ini, yaitu jalan al-Qur’an al-Karim yang cemerlang, beliau telah memperoleh kehormatan menyelamatkan iman ribuan mahasiswa, dan berkenaan dengan ini beliau telah memperoleh banyak keutamaan di bidang susastra dan filsafat di samping keutamaan-keutamaan ilmiah. Merupakan cita-cita saya untuk mengetengahkan contoh-contohnya yang berasal dari karya-karya ilmiahnya yang insya Allah akan saya tulis dalam buku tersendiri.

    وَ مِنَ اللّٰهِ التَّو۟فٖيقُ

    Tasawuf Ustadz Said Nursi:

    Pada suatu ketika saya bertanya kepada seorang ulama yang dikenal sebagai syekh tarekat Naqsyabandiyah yang berusaha keras mengikuti Rasulullah dalam segala urusannya, “Tuan, apa penyebab tegangnya hubungan antara kaum sufi dan ulama?”.

    Para ulama mewarisi ilmu Rasulullah, sementara kaum sufi mewarisi perbuatannya.

    Oleh karena itu, orang yang mewarisi ilmu dan perbuatannya sekaligus dinamakan “Orang yang Memiliki Dua Sayap”, jawab beliau.

    “Berdasarkan hal ini, yang dimaksud dengan tarekat di sini adalah menjalankan “azimah” dan bukannya “rukhsah”, menghiasi diri dengan akhlak Rasulullah , membersihkan diri dari penyakit-penyakit maknawi, dan fana dalam keridaan Allah I. Orang yang berhasil mendapatkan kedudukan yang tinggi ini, ia tidak diragukan lagi merupakan salah seorang yang disebut “ahli hakikat”, yakni ia telah mencapai tujuan tarekat. Hanya saja untuk mendapatkan kedudukan tinggi ini tidak mudah dicapai oleh setiap orang, oleh karenanya para tokoh tasawuf telah membuat kaidah-kaidah tertentu guna mencapai tujuan tersebut dengan mudah.Pendek kata, lingkaran tarekat terdapat dalam lingkaran syariah. Orang yang keluar dari lingkaran tarekat, ia tetap berada dalam lingkaran syariah. Sementara orang yang keluar dari lingkaran syariah, ia akan terjerumus ke dalam jurang kerugian yang abadi.

    Semoga Allah melindungi kita. Berpedoman pada ucapan ulama yang terhormat itu, tidak ada perbedaan yang substansial antara “Metode Risalah Nur” yang digagas oleh Badiuzzaman dengan “Tasawuf hakiki” yang bebas dari segala macam noda. Kedua-duanya merupakan sarana untuk mencapai keridaan Allah I, untuk memasuki surga dan memandang Dzat Allah I.

    Berdasarkan pembahasan di atas, saudara-saudara kami dari kaum sufi yang sedang meniti jalan untuk mencapai tujuan tersebut, dipersilakan membaca Risalah Nur dengan senang hati, bahkan Risalah Nur dengan metode Quraninya telah memperluas lingkaran “murâqabah” dalam tasawuf dan menambahkan fungsi tafakur padanya sebagai wirid yang sangat penting.

    Ya, seorang sâlik yang sibuk mengawasi hati sanubarinya saja, dengan tafakur ini, akan terbuka cakrawala yang belum pernah terjadi sebelumnya bagi mata, hati dan rohnya. Dengan hati sanubari dan seluruh perasaannya ia akan melihat semua makhluk dari yang terkecil hingga yang terbesar dengan keagungannya, sambil merenungkan, mengawasi dan menyaksikannya. Dengan kesempurnaan wujud, ia akan melihat manifestasi asmaul husna dan sifat-sifat-Nya Yang Luhur dalam alam semesta tersebut. Maka ketika itu ia merasakan kedudukan “ilmul-yaqin, `ainul-yaqin, dan haqqul-yaqin” bahwa dirinya berada di tempat ibadah yang tak ada batasnya. Betapa luas dan agungnya tempat ibadah itu yang penuh dengan miliaran jamaah! Masing-masing berzikir, menyebut dan mengingat Sang Pencipta dengan perasaan rindu dan khusuk yang mendalam. Masing-masing, dengan bahasanya tersendiri, dengan nada yang indah dan harmonis mengulang-ulang ucapan:سُب۟حَانَ اللّٰهِ وَال۟حَم۟دُ لِلّٰهِ وَلَٓا اِلٰهَ اِلَّا اللّٰهُ وَاللّٰهُ اَك۟بَرُ

    Orang yang meniti jalan iman, pengetahuan dan al-Qur’an yang dirintis oleh Risalah Nur memasuki tempat ibadah yang megah dan agung ini, masing-masing mengambil manfaat darinya sesuai dengan kadar iman dan pengetahuan serta limpahan karunia dan ketulusannya.

    Kesusastraan Ustadz Said Nursi:

    Sejak dulu, dalam hal yang berkaitan dengan kata dan makna, gaya bahasa dan kandungan, para sastrawan dan penyair serta para pemikir dan ulama terbagi menjadi dua kelompok. Satu kelompok lebih mengutamakan gaya bahasa dan ungkapan, lebih mengutamakan wazn dan qafiyah saja, dan mengorbankan makna demi mempertahankan kata, dan hal ini lebih menonjol dalam puisi.

    Kelompok lain lebih mengutamakan makna dan kandungannya. Mereka menganggapnya sebagai bagian yang sangat penting dan tidak mengorbankan makna demi mempertahankan kata.

    Berdasarkan pengantar ringkas ini, kita dapat memahami sisi kesusastraan pemikir agung seperti Badiuzzaman ini. Karena Ustadz Said Nursi tidak menghabiskan usianya yang penuh berkah dan berharga itu sekadar untuk merangkai kata-kata sehingga terdengar merdu, tetapi beliau adalah seorang genius yang sibuk mengajari muridnya dari berbagai generasi tentang perasaan religi, perasaan iman, konsep-konsep akhlak dan berbagai keutamaan agar menjadi contoh suci yang hidup dalam hati sanubari, perasaan dan pemikiran. Adalah wajar bagi seorang mujahid mengorbankan segala yang berharga bagi dirinya guna mencapai tujuan yang luhur sehingga ajaran yang disampaikannya menggunakan gaya bahasa yang alami, tidak sibuk dengan bentuk lahiriah yang bersifat fana.

    Meskipun demikian, Ustadz Said Nursi, jika ditinjau dari segi kelembutan perasaannya, kedalaman pemikirannya, keluasan dan keluhuran imajinasinya, beliau dianggap sebagai seseorang yang memiliki bakat dan kemampuan kesusastraan yang tinggi. Oleh karena itu, gaya bahasa dan ungkapannya berbeda-beda sesuai dengan materi yang beliau sampaikan.

    Misalnya, ketika menyampaikan masalah ilmiah dan filsafat, ketika mengemukakan dalil-dalil matematis dan logis untuk memuaskan akal fikiran,kita dapatkan beliau menggunakan struktur kalimat yang sangat singkat. Lain halnya ketika beliau mengungkapkan keceriaan hati dan jiwa, kalimat-kalimatnya sangat jernih, sehingga sulit untuk dijelaskan.

    Misalnya, ketika menggambarkan alam langit, matahari, bintang dan bulan, di samping alam musim semi dan ketika menggambarkan penampakan kekuasaan dan keagungan Allah I dalam alam tersebut, gaya bahasa yang digunakan sangat lembut. Setiap perumpamaan menjadi kanvas lukisan yang penuh dengan warna cemerlang. Setiap gambarannya menghidupkan sebuah alam yang luar biasa.

    Bertitik tolak dari sini, seorang Tullabunnur—meskipun seorang mahasiswa di fakultas apa pun—ketika membaca Risalah Nur akan mendapatkan kepuasan dalam perasaan, pemikiran, ruh, hati nurani dan khayalannya.

    Bagaimana tidak, Risalah Nur itu adalah sebuah karangan bunga yang dipetik dari taman al-Qur’an al-Karim yang luasnya seluas alam semesta. Di dalamnya terdapat cahaya, udara, sinar, dan aroma dari taman Ilahi yang penuh berkah.

    Air yang mengalir mengatakan kebutuhan ruh,

    Setiap zaman manusia membutuhkan al-Qur’an.

    Ali Ulvi Kurucu


    Biografi Bediuzzaman Said Nursi | ⇒ PENGANTAR TIM PENYUSUN

    1. *Yaitu Syekh Ali Ulwi Kurucu, salah seorang ulama dan penyair Turki yang terkemuka yang hidup pada abad yang lalu. Dilahirkan di Konya tahun 1922, tumbuh berkembang di lingkungan ilmu pengetahuan dan sastra. Belajar sejak dini dan kehidupan ilmiahnya disempurnakan di Mesir, kemudian berdomisili di Madinah, bekerja sebagai direktur Perpustakaan “Arif Hikmat”. Kebanyakan waktu hidupnya beliau habiskan di luar negeri. Beliau bertemu dengan ulama, pendakwah dan mujahid terkemuka di negara-negara Arab dan negara-negara Islam. Meninggal dunia pada tahun 2002 dan dikebumikan di Baqi. Beliau meninggalkan sejumlah karya tulis berupa buku dan kumpulan syair dalam bahasa Turki, dan yang paling populer adalah “al-Mudzakkirât” sebanyak tiga jilid—Tim Penerjemah.
    2. * Yaitu Abu Nuwas—Tim Penerjemah.
    3. *Dikeluarkan oleh al-Tirmidzi dalam Kitab al-`Ilm, Bab Fadhl al-Fiqh `ala al-`Ibadah, dan Abu Dawud dalam Kitab al-`Ilm, Bab Fadhl al-`Ilm, dan dinilai sahih oleh Ibnu Hibban, nomor 88— Tim Penerjemah.