82.619
düzenleme
("'''Jawaban:'''Sesuatu yang bersifat mutlak dan universal tidak memiliki batas dan ujung. Karenanya, ia tidak bisa digambarkan dan dinilai lantaran tidak memiliki wujud dan bentuk tertentu. Karena itu, hakikat substansinya tidak dapat dipahami.Misalnya, cahaya terang yang tidak dihiasi dengan kegelapan. Ia tidak dapat dirasakan dan wujudnya tidak dapat dikenali kecuali jika dibatasi dengan kegelapan, baik itu hakiki ataupun asumsi." içeriğiyle yeni sayfa oluşturdu) |
("Demikian pula sifat-sifat Allah seperti ilmu dan qudrah, serta nama-nama-Nya yang mulia, seperti Mahabijaksana dan Maha Pe- nyayang. Karena ia bersifat mutlak, tidak terbatas, dan mencakup segala hal, tanpa ada sekutu bagi-Nya, ia tidak mungkin dijangkau atau dibatasi dengan sesuatu. Substansinya tidak dapat diketahui dan dirasakan. Karena itu, harus ada batasan asumtif atau imajinatif terhadap sifat-sifat dan nama-nama-Nya yang bersifat mutlak itu sebag..." içeriğiyle yeni sayfa oluşturdu) |
||
35. satır: | 35. satır: | ||
'''Jawaban:'''Sesuatu yang bersifat mutlak dan universal tidak memiliki batas dan ujung. Karenanya, ia tidak bisa digambarkan dan dinilai lantaran tidak memiliki wujud dan bentuk tertentu. Karena itu, hakikat substansinya tidak dapat dipahami.Misalnya, cahaya terang yang tidak dihiasi dengan kegelapan. Ia tidak dapat dirasakan dan wujudnya tidak dapat dikenali kecuali jika dibatasi dengan kegelapan, baik itu hakiki ataupun asumsi. | '''Jawaban:'''Sesuatu yang bersifat mutlak dan universal tidak memiliki batas dan ujung. Karenanya, ia tidak bisa digambarkan dan dinilai lantaran tidak memiliki wujud dan bentuk tertentu. Karena itu, hakikat substansinya tidak dapat dipahami.Misalnya, cahaya terang yang tidak dihiasi dengan kegelapan. Ia tidak dapat dirasakan dan wujudnya tidak dapat dikenali kecuali jika dibatasi dengan kegelapan, baik itu hakiki ataupun asumsi. | ||
Demikian pula sifat-sifat Allah seperti ilmu dan qudrah, serta nama-nama-Nya yang mulia, seperti Mahabijaksana dan Maha Pe- nyayang. Karena ia bersifat mutlak, tidak terbatas, dan mencakup segala hal, tanpa ada sekutu bagi-Nya, ia tidak mungkin dijangkau atau dibatasi dengan sesuatu. Substansinya tidak dapat diketahui dan dirasakan. Karena itu, harus ada batasan asumtif atau imajinatif terhadap sifat-sifat dan nama-nama-Nya yang bersifat mutlak itu sebagai sarana untuk memahaminya karena ia tidak memiliki batasan konkret. Inilah yang dilakukan oleh ego atau “aku”. Ia membayangkan dalam diri- nya satu bentuk rububiyah asumtif berikut kepemilikan, kekuasaan, dan pengetahuan yang bersifat hipotesis. Ia memberikan batas-batas tertentu terhadap sifat-sifat komprehensif dan nama-nama-Nya yang bersifat mutlak. Misalnya ia berkata, “Dari sini sampai di sana adalah milikku. Selebihnya, kembali kepada sifat-sifat tersebut.” Yakni, ia meletakkan satu bentuk pembagian. Dan dengan ini ia menyiapkan diri untuk memahami substansi sifat-sifat yang tak terhingga itu se- dikit demi sedikit. | |||
<div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr"> | <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr"> |
düzenleme