82.698
düzenleme
("Demikian halnya dengan Abu al-Alâ al-Ma’arri yang termasuk tokoh sastrawan Islam dan dikenal dengan sikap pesimisnya, Umar al-Khayyâm yang dikenal dengan ratapan dukanya, serta para tokoh satsrawan lainnya yang tertarik kepada filsafat. Mereka telah meneri- ma pelajaran dan tamparan penghinaan berikut pengkafiran dari para ahli hakikat." içeriğiyle yeni sayfa oluşturdu) |
("Para ahli hakikat tersebut berkata, “Wahai orang-orang bodoh, kalian melakukan kebodohan dan perilaku yang buruk. Kalian meniti jalan kaum zindik dan mengembangkan pemikiran mereka dalam ruang lingkup adab dan sastra kalian.”Kemudian di antara hasil dari pilar filsafat yang rusak adalah bahwa ego yang sebenarnya merupakan substansi yang lemah laksana udara atau asap, namun karena pandangan filsafat yang keliru dan karena dilihat dengan makna ismi, ak..." içeriğiyle yeni sayfa oluşturdu) |
||
139. satır: | 139. satır: | ||
Demikian halnya dengan Abu al-Alâ al-Ma’arri yang termasuk tokoh sastrawan Islam dan dikenal dengan sikap pesimisnya, Umar al-Khayyâm yang dikenal dengan ratapan dukanya, serta para tokoh satsrawan lainnya yang tertarik kepada filsafat. Mereka telah meneri- ma pelajaran dan tamparan penghinaan berikut pengkafiran dari para ahli hakikat. | Demikian halnya dengan Abu al-Alâ al-Ma’arri yang termasuk tokoh sastrawan Islam dan dikenal dengan sikap pesimisnya, Umar al-Khayyâm yang dikenal dengan ratapan dukanya, serta para tokoh satsrawan lainnya yang tertarik kepada filsafat. Mereka telah meneri- ma pelajaran dan tamparan penghinaan berikut pengkafiran dari para ahli hakikat. | ||
Para ahli hakikat tersebut berkata, “Wahai orang-orang bodoh, kalian melakukan kebodohan dan perilaku yang buruk. Kalian meniti jalan kaum zindik dan mengembangkan pemikiran mereka dalam ruang lingkup adab dan sastra kalian.”Kemudian di antara hasil dari pilar filsafat yang rusak adalah bahwa ego yang sebenarnya merupakan substansi yang lemah laksana udara atau asap, namun karena pandangan filsafat yang keliru dan karena dilihat dengan makna ismi, akhirnya ia menjadi lembap (cair). Lalu karena tenggelam dalam dunia materi dan syahwat, ia pun mengeras. Setelah itu ia dihadapkan pada kondisi lalai dan ingkar sehingga ego tadi membatu. Selanjutnya, dengan sikap membangkang kepada perintah Allah, ego mengeruh dan kehilangan kebeningannya, ia pun menjadi hitam pekat. Secara perlahan-lahan ia menjadi keras dan besar hingga menelan pemiliknya. Bahkan, tidak hanya sampai di situ. Ia juga semakin berkembang dan meluas dengan berbagai pemikiran manusia. Ia mulai menganalogikan manusia, bahkan ber- bagai sebab kepada dirinya sendiri. Ia memberinya sifat Fir’aun yang tiran meski ia sendiri menolak dan berlindung darinya. Ketika itulah ia memasuki fase memusuhi berbagai perintah ilahi. Ia berkata, “Sia- pa yang menghidupkan tulang-belulang yang sudah hancur ini?” (QS. Yâsîn [36]: 78). | |||
<div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr"> | <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr"> |
düzenleme