78.189
düzenleme
("Pada bagian pertama dari “ Kalimat Kedua Puluh Satu”, kami telah jelaskan bahwa apabila manusia tidak mencerai-beraikan kekuatan kesabaran yang dianugerahkan kepadanya dan tidak menghamburkannya dalam berbagai ilusi dan kekhawatiran, maka kekuatan kesabaran tersebut sudah cukup membuatnya tegar menghadapi semua musibah dan bencana. Akan tetapi, keterkungkungan manusia dalam rasa cemas, kelalaiannya dari Allah, serta keteperdayaannya ia oleh kehidupan..." içeriğiyle yeni sayfa oluşturdu) |
("Padahal, tidak layak baginya untuk gelisah seperti itu. Sebab, kesulitan hari-hari yang telah lewat—jika dilalui dengan musibah— telah hilang dan menyisakan kelapangan. Kepenatan dan rasa sakitnya juga telah sirna, yang tersisa hanya kenikmatan. Tekanan dan himpitannya telah lenyap, yang masih ada hanyalah ganjarannya. Karena itu, ia tidak diperkenankan untuk mengeluh. Bahkan seharusnya ia bersyukur kepada Allah dengan penuh rasa rindu. Dia (manusia..." içeriğiyle yeni sayfa oluşturdu) |
||
67. satır: | 67. satır: | ||
Pada bagian pertama dari “ Kalimat Kedua Puluh Satu”, kami telah jelaskan bahwa apabila manusia tidak mencerai-beraikan kekuatan kesabaran yang dianugerahkan kepadanya dan tidak menghamburkannya dalam berbagai ilusi dan kekhawatiran, maka kekuatan kesabaran tersebut sudah cukup membuatnya tegar menghadapi semua musibah dan bencana. Akan tetapi, keterkungkungan manusia dalam rasa cemas, kelalaiannya dari Allah, serta keteperdayaannya ia oleh kehidupan dunia fana yang seolah-olah abadi, membuatnya mencerai-beraikan kekuatan kesabarannya lantaran memikirkan penderitaan masa lalu dan kecemasan terhadap masa depan. Sehingga kesabaran yang dianugerahkan Allah kepadanya tak lagi bisa membuatnya sanggup dan tegar dalam menghadapi musibah yang ada. Dia pun mulai mengeluh. Seakan-akan dia mengadukan Allah kepada manusia seraya menampakkan sedikit atau bahkan habisnya kesabarannya sehingga menjadikannya bak orang gila. | Pada bagian pertama dari “ Kalimat Kedua Puluh Satu”, kami telah jelaskan bahwa apabila manusia tidak mencerai-beraikan kekuatan kesabaran yang dianugerahkan kepadanya dan tidak menghamburkannya dalam berbagai ilusi dan kekhawatiran, maka kekuatan kesabaran tersebut sudah cukup membuatnya tegar menghadapi semua musibah dan bencana. Akan tetapi, keterkungkungan manusia dalam rasa cemas, kelalaiannya dari Allah, serta keteperdayaannya ia oleh kehidupan dunia fana yang seolah-olah abadi, membuatnya mencerai-beraikan kekuatan kesabarannya lantaran memikirkan penderitaan masa lalu dan kecemasan terhadap masa depan. Sehingga kesabaran yang dianugerahkan Allah kepadanya tak lagi bisa membuatnya sanggup dan tegar dalam menghadapi musibah yang ada. Dia pun mulai mengeluh. Seakan-akan dia mengadukan Allah kepada manusia seraya menampakkan sedikit atau bahkan habisnya kesabarannya sehingga menjadikannya bak orang gila. | ||
Padahal, tidak layak baginya untuk gelisah seperti itu. Sebab, kesulitan hari-hari yang telah lewat—jika dilalui dengan musibah— telah hilang dan menyisakan kelapangan. Kepenatan dan rasa sakitnya juga telah sirna, yang tersisa hanya kenikmatan. Tekanan dan himpitannya telah lenyap, yang masih ada hanyalah ganjarannya. Karena itu, ia tidak diperkenankan untuk mengeluh. Bahkan seharusnya ia bersyukur kepada Allah dengan penuh rasa rindu. Dia (manusia) juga tidak diperkenankan untuk benci dan marah terhadap musibah yang ada. Justru ia harus mengikat rasa cinta kepadanya. Sebab, usia manusia yang telah berlalu tersebut telah berubah menjadi usia yang berbahagia dan kekal karena melalui musibah. | |||
<div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr"> | <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr"> |
düzenleme