İçeriğe atla

Yirmi Üçüncü Lem'a/id: Revizyonlar arasındaki fark

"'''Kesimpulan''' Jika “hukum alam” yang menjadi sandaran kaum naturalis itu memiliki wujud hakiki yang tampak secara lahiri, maka sesungguh- nya wujud tersebut hanyalah ciptaan, bukan pencipta. Ia hanyalah ukiran, bukan si pengukir. Ia hanyalah kumpulan hukum, bukan si pembuat hukum. Ia hanyalah syariat alamiah, bukan si pembuat sya- riat. Ia hanyalah tirai yang tercipta, bukan si pencipta. Ia hanyalah objek, bukan pelaku. Ia hanyalah kumpulan aturan..." içeriğiyle yeni sayfa oluşturdu
("Sama dengan perumpamaan di atas, seorang ateis datang ke dunia yang merupakan markas besar para prajurit Sultan Yang Mulia sekaligus merupakan masjid yang teratur milik Dzat Azali yang disembah. Orang ateis tersebut datang dengan membawa paham naturalismenya. Ia menganggap “hukum-hukum abstrak” yang tanda-tandanya tampak pada ikatan keteraturan alam dan bersumber dari hikmah kebijaksanaan Tuhan sebagai hukum-hukum materi. Maka, dalam melakukan berbag..." içeriğiyle yeni sayfa oluşturdu)
("'''Kesimpulan''' Jika “hukum alam” yang menjadi sandaran kaum naturalis itu memiliki wujud hakiki yang tampak secara lahiri, maka sesungguh- nya wujud tersebut hanyalah ciptaan, bukan pencipta. Ia hanyalah ukiran, bukan si pengukir. Ia hanyalah kumpulan hukum, bukan si pembuat hukum. Ia hanyalah syariat alamiah, bukan si pembuat sya- riat. Ia hanyalah tirai yang tercipta, bukan si pencipta. Ia hanyalah objek, bukan pelaku. Ia hanyalah kumpulan aturan..." içeriğiyle yeni sayfa oluşturdu)
166. satır: 166. satır:
Sama dengan perumpamaan di atas, seorang ateis datang ke dunia yang merupakan markas besar para prajurit Sultan Yang Mulia sekaligus merupakan masjid yang teratur milik Dzat Azali yang disembah. Orang ateis tersebut datang dengan membawa paham naturalismenya. Ia menganggap “hukum-hukum abstrak” yang tanda-tandanya tampak pada ikatan keteraturan alam dan bersumber dari hikmah kebijaksanaan Tuhan sebagai hukum-hukum materi. Maka, dalam melakukan berbagai penelitian ia pun berinteraksi dengan hukum-hukum tadi sebagaimana berinteraksi dengan materi dan benda-benda mati. Ia menganggap hukum-hukum rububiyah Tuhan yang merupakan hukum dan aturan syariat alam milik Tuhan yang bersifat abstrak dan hanya ada dalam wujud pengetahuan se- bagai entitas dan benda.Ia memosisikan hukum-hukum yang bersumber dari ilmu ilahi dan kalam rabbani itu seperti qudrah ilahi yang bisa mencipta. Lalu semua itu disebutnya dengan “hukum alam” seraya menganggap kekuatan yang merupakan salah satu wujud manifestasi qudrah ilahi sebagai pemilik kekuasaan penuh. Hal ini merupakan kebodohan yang seribu kali lebih dahsyat daripada contoh di atas!
Sama dengan perumpamaan di atas, seorang ateis datang ke dunia yang merupakan markas besar para prajurit Sultan Yang Mulia sekaligus merupakan masjid yang teratur milik Dzat Azali yang disembah. Orang ateis tersebut datang dengan membawa paham naturalismenya. Ia menganggap “hukum-hukum abstrak” yang tanda-tandanya tampak pada ikatan keteraturan alam dan bersumber dari hikmah kebijaksanaan Tuhan sebagai hukum-hukum materi. Maka, dalam melakukan berbagai penelitian ia pun berinteraksi dengan hukum-hukum tadi sebagaimana berinteraksi dengan materi dan benda-benda mati. Ia menganggap hukum-hukum rububiyah Tuhan yang merupakan hukum dan aturan syariat alam milik Tuhan yang bersifat abstrak dan hanya ada dalam wujud pengetahuan se- bagai entitas dan benda.Ia memosisikan hukum-hukum yang bersumber dari ilmu ilahi dan kalam rabbani itu seperti qudrah ilahi yang bisa mencipta. Lalu semua itu disebutnya dengan “hukum alam” seraya menganggap kekuatan yang merupakan salah satu wujud manifestasi qudrah ilahi sebagai pemilik kekuasaan penuh. Hal ini merupakan kebodohan yang seribu kali lebih dahsyat daripada contoh di atas!


<div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
'''Kesimpulan'''
'''Elhasıl, t'''abiiyyunların, mevhum ve hakikatsiz tabiat dedikleri şey, olsa olsa ve hakikat-i hariciye sahibi ise ancak bir sanat olabilir, Sâni’ olamaz. Bir nakıştır, nakkaş olamaz. Ahkâmdır, hâkim olamaz. Bir şeriat-ı fıtriyedir, şâri’ olamaz. Mahluk bir perde-i izzettir, hâlık olamaz. Münfail bir fıtrattır, fâtır bir fâil olamaz. Kanundur, kudret değildir; kādir olamaz. Mistardır, masdar olamaz.
Jika “hukum alam” yang menjadi sandaran kaum naturalis itu memiliki wujud hakiki yang tampak secara lahiri, maka sesungguh- nya wujud tersebut hanyalah ciptaan, bukan pencipta. Ia hanyalah ukiran, bukan si pengukir. Ia hanyalah kumpulan hukum, bukan si pembuat hukum. Ia hanyalah syariat alamiah, bukan si pembuat sya- riat. Ia hanyalah tirai yang tercipta, bukan si pencipta. Ia hanyalah objek, bukan pelaku. Ia hanyalah kumpulan aturan, bukan si pembuat aturan. Serta, ia hanyalah penggaris, bukan sosok yang menggaris.
</div>


<div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
<div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">