77.975
düzenleme
("Pengajaran beliau menjadi sebab yang membuat kami sadar dan bisa mengambil manfaat.” Sementara aku berkata, “Wahai saudara-saudara yang kucintai. Sesungguhnya Allah telah mengaitkan nikmat yang Dia berikan kepadaku dengan nikmat yang Dia berikan pada kalian. Adapun yang menjadi sebab bagi datangnya kedua nikmat tersebut adalah rahmat Ilahi.” Pada suatu hari aku merasa mendapat karunia dari para murid yang memiliki keahlian menulis seperti kalian di..." içeriğiyle yeni sayfa oluşturdu) Etiketler: Mobil değişiklik Mobil ağ değişikliği |
("------ <center> CAHAYA KEENAM BELAS ⇐ | Al-Lama’ât | ⇒ CAHAYA KEDELAPAN BELAS </center> ------" içeriğiyle yeni sayfa oluşturdu) Etiketler: Mobil değişiklik Mobil ağ değişikliği |
||
(Aynı kullanıcının aradaki diğer 31 değişikliği gösterilmiyor) | |||
377. satır: | 377. satır: | ||
Pengajaran beliau menjadi sebab yang membuat kami sadar dan bisa mengambil manfaat.” Sementara aku berkata, “Wahai saudara-saudara yang kucintai. Sesungguhnya Allah telah mengaitkan nikmat yang Dia berikan kepadaku dengan nikmat yang Dia berikan pada kalian. Adapun yang menjadi sebab bagi datangnya kedua nikmat tersebut adalah rahmat Ilahi.” Pada suatu hari aku merasa mendapat karunia dari para murid yang memiliki keahlian menulis seperti kalian di mana mereka ingin mengabdi kepada Risalah Nur. Ketika itulah aku lalai membedakan antara keterkaitan dan sebab. Aku berkata, “Bagaimana mungkin orang yang tidak memiliki kepandaian menulis sepertiku bisa melakukan tugas pengabdian kepada al-Qur’an al-Karim kalau tidak karena mereka?” Namun kemudian aku sadar bahwa setelah memberikan karunia yang mulia kepada kalian berupa kepandaian menulis, Allah memberikan taufiknya kepadaku untuk berjalan di atas pengabdian tersebut. Sehingga dengan begitu ada keterkaitan antara dua karunia tersebut. Salah satunya sama sekali bukan merupakan sebab bagi yang lain. Karena itu, aku tidak akan mempersembahkan rasa syukur dan terima kasihku kepada kalian. Tetapi kuucapkan kabar gembira dan selamat kepada kalian. Demikian pula hendaknya kalian mendoakanku agar senantiasa diberi taufik dan keberkahan ketimbang memberikan ridha dan sanjungan. | Pengajaran beliau menjadi sebab yang membuat kami sadar dan bisa mengambil manfaat.” Sementara aku berkata, “Wahai saudara-saudara yang kucintai. Sesungguhnya Allah telah mengaitkan nikmat yang Dia berikan kepadaku dengan nikmat yang Dia berikan pada kalian. Adapun yang menjadi sebab bagi datangnya kedua nikmat tersebut adalah rahmat Ilahi.” Pada suatu hari aku merasa mendapat karunia dari para murid yang memiliki keahlian menulis seperti kalian di mana mereka ingin mengabdi kepada Risalah Nur. Ketika itulah aku lalai membedakan antara keterkaitan dan sebab. Aku berkata, “Bagaimana mungkin orang yang tidak memiliki kepandaian menulis sepertiku bisa melakukan tugas pengabdian kepada al-Qur’an al-Karim kalau tidak karena mereka?” Namun kemudian aku sadar bahwa setelah memberikan karunia yang mulia kepada kalian berupa kepandaian menulis, Allah memberikan taufiknya kepadaku untuk berjalan di atas pengabdian tersebut. Sehingga dengan begitu ada keterkaitan antara dua karunia tersebut. Salah satunya sama sekali bukan merupakan sebab bagi yang lain. Karena itu, aku tidak akan mempersembahkan rasa syukur dan terima kasihku kepada kalian. Tetapi kuucapkan kabar gembira dan selamat kepada kalian. Demikian pula hendaknya kalian mendoakanku agar senantiasa diberi taufik dan keberkahan ketimbang memberikan ridha dan sanjungan. | ||
Di sinilah ada timbangan yang sangat akurat untuk mengukur tingkat kelalaian. | |||
'''Permasalahan Kelima''' | |||
''' | Merupakan sebuah kezaliman besar apabila milik kolektif (jamaah) hanya diberikan kepada seseorang. Atau sebuah kezaliman yang tak terpuji jika apa yang menjadi milik kolektif dirampas oleh seseorang. Demikian pula dengan berbagai pencapaian yang diperoleh lewat usaha kolektif serta kedudukan dan kemuliaan yang mereka dapat. Jika berbagai pencapaian, kedudukan, dan kemuliaan tersebut hanya disandarkan kepada pemimpin, guru, dan pembimbing mereka, maka ia merupakan suatu bentuk kezaliman terhadap hak jamaah, di samping terhadap guru itu sendiri. Sebab, hal itu akan membang- kitkan rasa egoismenya yang tersembunyi dan bisa membuatnya lupa diri. Padahal, ia tidak lain hanyalah penjaga pintu bagi jamaah. Pakaian kebesaran yang dikenakan kepadanya akan menzalimi dirinya. Bahkan bisa jadi membuka jalan baginya menuju syirik yang samar. Ya, seorang pemimpin pasukan tidak berhak untuk mendapatkan ba- rang rampasan perang yang didapat oleh para prajurit ketika mereka berhasil menduduki sebuah benteng yang kokoh. Ia juga tidak bisa menisbatkan kemenangan mereka kepada dirinya semata.Oleh karena itu, seorang guru atau pembimbing tidak boleh dianggap sebagai sumber dan asal. Tetapi ia harus diposisikan sebagai tempat pantulan semata. | ||
Ia ibarat cermin yang memantulkan panas dan cahaya matahari kepadamu. Adalah sangat bodoh kalau engkau memandang cermin tadi sebagai sumber panas dan cahaya dengan melupakan matahari itu sendiri. Akhirnya, engkau akan memberikan perhatian dan rasa senang kepada cermin tersebut, bukan kepada matahari. Memang benar bahwa cermin tersebut harus dipelihara, sebab ia menjadi sarana yang memantulkan sifat-sifat tadi. Jiwa dan kalbu sang guru merupakan cermin yang memantulkan limpahan karunia Ilahi yang diberikan oleh Tuhan. Dengan begitu, ia menjadi sarana yang mengantarkan pantulan karunia tadi kepada para muridnya. | |||
Karena itu, ia cukup dipandang sebagai sebuah sarana dan perantara, tidak lebih. | |||
Bahkan bisa jadi, sang guru yang dianggap sebagai sumber tersebut bukan sebagai perantara maupun sumbernya. Hanya saja, si murid melihat limpahan karunia yang sebenarnya datang dari jalan lain tampak pada cermin jiwa gurunya. | |||
Hal itu terjadi karena si murid begitu ikhlas, begitu dekat, dan mempunyai ikatan yang kuat dengan sang guru sehingga pandangannya hanya tertuju kepada gurunya. Kondisi ini sama seperti orang yang terhipnotis. Setelah memperhatikan cermin tadi, terbuka dalam khayalannya sebuah jendela menuju alam misal. Dengan itu, ia bisa melihat berbagai pemandangan aneh dan mengagumkan. Namun perlu diketahui, pemandangan tadi bukan terdapat di cermin tetapi terdapat pada jendela khayalan di balik cermin yang terbuka sebagai akibat dari perhatiannya kepada cermin tersebut. | |||
Oleh sebab itu, bisa jadi seorang murid yang sangat tulus kepada seorang guru yang tidak sempurna menjadi lebih sempurna dari gurunya. Ia menerima pengajaran gurunya lalu kemudian menjadi guru bagi gurunya. | |||
< | <span id="On_Dördüncü_Nota"></span> | ||
== | ==Memoar Keempat Belas== | ||
Bagian ini berisi empat petunjuk singkat yang terkait dengan persoalan tauhid: | |||
'''Petunjuk Pertama''' | |||
''' | Wahai orang yang bersandar kepada sarana dan perantara, sungguh engkau telah tertipu. Bayangkan dirimu melihat sebuah istana menakjubkan yang terbuat dari permata yang ketika dibangun sebagian dari permata itu ada di Cina, sebagian lagi ada di Andalus, sebagian lagi ada di Yaman, dan sebagian lagi ada di Siberia. Lalu istana itu selesai dalam bentuk yang paling baik dengan batu-batu mulia yang didatangkan dari daerah Timur, Barat, Utara dan Selatan dalam waktu yang sangat cepat dan dengan cara yang sangat mudah pada hari yang sama. Apakah ketika itu engkau masih ragu bahwa yang membangun istana tersebut berkuasa penuh atas bumi? | ||
Demikianlah, setiap entitas yang terdapat di alam ini merupakan bangunan dan istana Ilahi. Terlebih-lebih manusia. Ia adalah istana yang paling indah dan paling mengagumkan. Sebab, sebagian batu mulia dari istana indah tersebut berasal dari alam arwah, sebagian lagi berasal dari alam lauhil mahfudz, sebagian dari alam udara, dari alam cahaya, dan dari alam berbagai unsur. Selain itu, kebutuhannya membentang sepanjang masa, impiannya tersebar di seantero langit dan bumi. Serta ikatan-ikatannya terpaut pada tataran dunia dan akhirat. | |||
Wahai manusia yang mengaku sebagai manusia. Engkau merupakan istana yang sangat menakjubkan dan bangunan yang sangat mengagumkan. Jika demikian, maka sesungguhnya Penciptamu adalah Dzat yang bisa berbuat apa saja, baik di dunia maupun di akhirat, secara sangat mudah. Dia berbuat apa saja di langit dan di bumi seperti sedang membolak-balik dua lembaran. Dia berkuasa melakukan apa pun di alam abadi dan fana ini seolah-olah keduanya kemarin dan esok. Tidak ada sesembahan yang layak bagimu, tidak ada tempat selamat untukmu, serta tidak ada yang bisa melindungimu kecuali Dzat Yang Berkuasa terhadap langit dan bumi dan yang menggenggam kendali dunia dan akhirat. | |||
'''Petunjuk Kedua''' | |||
''' | Sebagian orang yang dungu begitu senang menghadap ke cermin ketika gambar matahari tampak di dalamnya. Sebab, mereka tidak mengenali matahari itu sendiri. Ia jaga cermin tersebut dengan sungguh-sungguh agar gambar matahari tetap ada di dalamnya dan tidak hilang. Namun ketika ia mengetahui bahwa matahari itu tidak lenyap saat cerminnya lenyap, dan tidak hilang saat cerminnya rusak, maka ia pun mengarahkan perhatiannya pada matahari yang terdapat di langit. Ketika itulah ia mengetahui bahwa matahari yang tampak di cermin tidak mengikuti cermin dan bahwa kekekalannya tidak bergantung pada kekekalan cermin. Justru cermin itu menjadi tetap berguna dan bersinar karena adanya pantulan matahari. Dengan demikian, cermin itulah yang bergantung pada kekekalan matahari. | ||
Wahai manusia, kalbu, identitas, dan substansimu adalah cermin. Keinginan fitrahmu untuk bisa kekal bukan semata-mata karena cermin tadi, tetapi karena pada cermin itu terdapat pantulan nama Allah Yang Mahakekal dan Agung. Nama tersebut terpantul di dalamnya sesuai dengan kesiapan setiap manusia. Karenanya, ketika keinginan tadi diarahkan ke sisi yang lain, hal itu betul-betul merupakan kebodohan. Jika demikian keadaannya, ucapkanlah “Wahai Yang Mahakekal Engkaulah Yang Mahakekal. Selama Engkau Ada dan Kekal, apa pun yang dilakukan kefanaan pada kami, kami tidak peduli.” | |||
'''Petunjuk Ketiga''' | |||
''' | Wahai manusia, di antara hal menakjubkan yang Allah tanamkan dalam dirimu adalah bahwa ketika kadangkala dunia tidak bisa menampungmu sehingga engkau berkata, “Uh, uh!” dengan kesal seperti orang yang sedang tersudut dan tercekik, lalu engkau berusaha mencari tempat yang lebih luas, ternyata sebiji amal perbuatan dan lintasan pikiran yang lembut bisa terasa lapang sehingga engkau tenggelam di dalamnya. Dengan demikian, kalbu dan pikiranmu yang tidak bisa ditampung oleh dunia yang besar, bisa ditampung oleh partikel yang kecil. Karena itu, berkelilinglah dengan segenap perasaan dan emosimu pada lintasan pikiran yang lembut dan kecil itu. | ||
Allah telah menanamkan dalam dirimu berbagai organ dan perangkat spiritual yang lembut. Jika sebagiannya menyantap dunia ia tidak akan kenyang, sementara sebagian yang lain tak kuat menahan sehelai rambut tipis sekalipun. Misalnya mata yang tidak kuat menahan sehelai rambut yang masuk, sementara kepala bisa mena- han beban yang sangat berat. Perangkat yang lembut tersebut tidak bisa menahan beban seringan rambut. Dengan kata lain, ia tidak bisa menahan kondisi sangat ringan yang bersumber dari kesesatan dan kelalaian. Bahkan nyalanya bisa padam. | |||
Karena itu, berhati-hati dan waspadalah. Jangan sampai engkau berikut perangkat halusmu, yang telah menelan dunia, tenggelam dalam satu santapan, satu kata, satu kilau, satu kedipan, satu suap, atau satu ciuman. Sebab, ada banyak sekali sesuatu yang sangat kecil tetapi di satu sisi mampu menyerap sesuatu yang sangat besar. Sebagai contoh, lihatlah bagaimana langit beserta bintang gemintangnya termuat dalam cermin yang kecil, serta bagaimana Allah menuliskan dalam memorimu yang kecil sesuatu yang lebih banyak daripada lembaran amalmu dan lebih luas daripada lembaran umurmu. Mahasuci Allah Yang Maha Berkuasa dan Maha Berdiri Sendiri. | |||
'''Petunjuk Keempat''' | |||
''' | Wahai penyembah dunia! Dunia yang engkau anggap luas dan lapang sebetulnya hanyalah seperti kuburan yang sempit. Hanya saja dinding-dinding kuburan tersebut terbuat dari cermin yang bisa memantulkan berbagai gambar sehingga engkau melihatnya luas dan lapang sejauh mata memandang. Demikian pula dengan tempat yang engkau diami sekarang. Ia tak ubahnya seperti kuburan, namun engkau melihatnya seolah-olah luas seperti sebuah kota yang besar. Sebab, dinding kanan dan kiri dunia tersebut yang mencerminkan masa lalu dan mendatang seolah-olah seperti cermin yang memantulkan berbagai gambar. Hal itu membuat sisi-sisi zaman sekarang ini tampak luas padahal sebetulnya sangat singkat dan sempit. Akhirnya bercampurlah antara hakikat dan khayalan. Engkau melihat dunia yang sebetulnya tiada menjadi ada. | ||
Sebuah garis lurus yang sebetulnya sangat tipis, kalau digerakkan sedikit saja akan tampak luas menyerupai sebuah permukaan yang besar.Demikian pula dengan duniamu. Sebetulnya ia sangat sempit, namun dinding-dindingnya menjadi luas dan lebar akibat kealpaan dan sangkaan khayalmu. Baru ketika kepalamu bergerak karena sebuah musibah, ia akan membentur dinding yang kau anggap jauh tadi. Ia akan menghapus semua khayalanmu itu sekaligus membangunkanmu dari tidur panjang. Ketika itu, engkau akan mengetahui bahwa dunia yang kau anggap luas ternyata lebih sempit dari kubur. Putaran masa dan umurmu ternyata berlalu lebih cepat daripada kilat. Serta, hidupmu mengalir lebih cepat ketimbang air sungai. | |||
Karena kehidupan dunia, materi, dan hewani berlangsung demikian, maka keluarlah engkau dari kehidupan hewani, tinggalkanlah alam materi, serta masuklah ke dalam kehidupan kalbu. Di situlah engkau akan mendapatkan kehidupan yang lebih lapang, dan alam cahaya yang lebih luas daripada dunia yang kau anggap luas tadi. | |||
Kunci untuk memasuki alam yang lapang itu adalah mengenal Allah, membunyikan lisan, menggerakkan kalbu, serta menyibukkan jiwa dengan makna dan rahasia kalimat suci lâ ilâha illallâh (Tiada Tuhan selain Allah). | |||
< | <span id="ON_BEŞİNCİ_NOTA"></span> | ||
== | ==Memoar Kelima Belas== | ||
Ia berisi tiga persoalan: | |||
< | Persoalan Pertama(*<ref>*Adapun persoalan kedua dan ketiga, serta memoar selanjutnya yang masih ter- sisa oleh ustadz Said Nursi tidak digabung dengan risalah ini. Tetapi masing-masing di- jadikan risalah tersendiri dalam buku al-Lama’ât. Yaitu: risalah Ikhlas (cahaya ke-20 dan 21), tiga petunjuk (cahaya ke-22), risalah Thabi’ah (cahaya ke-23), risalah Hijab (cahaya ke-24), dan yang lainnya.</ref>)Wahai orang yang ingin mengetahui petunjuk tentang hakikat dua ayat mulia berikut:“Siapa yang mengerjakan kebaikan seberat biji atom, ia akan melihatnya. Juga siapa yang mengerjakan kejahatan seberat biji atom, ia akan melihatnya.” (QS. az-Zalzalah [99]: 7-8).Keduanya menjelaskan manifestasi yang sempurna dari nama Allah, al-Hafîdz (Yang Maha Menjaga). Manifestasi nama al-Hafîdz tersebut serta contoh hakikat agung dari dua ayat di atas tampak de- ngan sangat jelas di seluruh pelosok alam. Engkau bisa mengetahuinya dengan melihat dan merenungkan lembaran kitab alam ini. | ||
Yaitu lembaran kitab yang tertulis sesuai dengan catatan, timbangan, dan ukuran yang terdapat pada lauhil mahfudz. Sebagai contoh, ambillah sejumput benih dari aneka bunga dan pohon. Tampak campuran benih yang beraneka ragam jenis dan macamnya itu serupa dari segi bentuk dan besarnya. Lalu tanamlah ia pada sebidang tanah. Sirami dengan air secara bersamaan tanpa dibeda-bedakan. | |||
Selanjutnya tengoklah ia kembali pada musim semi, sebagai ajang kebangkitan tahunan. Lihat dan perhatikan bagaimana malaikat “Ra’ad” (petir) meniupkan sangkakalanya di musim semi seperti tiupan malaikat Israfil seraya memanggil hujan dan memberikan kabar gembira kepada benih-benih yang tertanam di bawah tanah bahwa semuanya akan dibangkitkan setelah tadinya mati. Engkau akan menyaksikan bagaimana seluruh benih yang sangat serupa itu, di bawah cahaya manifestasi nama al-Hafîdz, secara sempurna meng- gambarkan awâmir takwîniyah (instruksi penciptaan) yang berasal dari Tuhannya. Semua aksi dan geraknya sesuai dengan instruksi tersebut. Ia menampakkan kilau kebijakan, pengetahuan, kehendak, tujuan, dan perasaan-Nya yang sempurna. | |||
Dengan jelas engkau melihat bagaimana benih-benih yang serupa itu muncul dalam bentuk yang berbeda-beda. Ada benih yang menjadi pohon tin. Sebuah pohon yang menghasilkan dan menebarkan nikmat Tuhan lewat ranting dan dahannya. Ada lagi dua benih serupa yang menghasilkan bunga matahari dan bunga pansy. Masih banyak lagi bunga-bunga indah yang berhias diri untuk kita serta menemui kita dengan wajah yang senyum dan ceria. Selain itu ada pula berbagai benih lain yang berubah menjadi buah yang nikmat, tangkai-tangkai yang besar, dan pohon-pohon yang tinggi. Rasa buahnya yang lezat, wanginya yang harum, serta bentuknya yang indah membangkitkan selera kita sekaligus mengundang kita untuk mendekatinya. Lalu ia mempersembahkan dirinya kepada kita agar bisa naik dari tingkatan nabati menuju tingkatan hewani. | |||
Benih-benih itu pun tumbuh berkembang secara hebat sehingga dengan izin Tuhannya, ia menjadi sebuah kebun rimbun dan taman indah berhias aneka macam pohon dan tumbuhan. Perhatikan, adakah kekurangan dan cacat di dalamnya;“Maka lihatlah kembali, adakah yang tidak seimbang di dalam- nya.” (QS. al-Mulk [67]: 3). | |||
Lewat manifestasi nama Allah al-Hafîdz serta lewat karunia- Nya, setiap benih memperlihatkan apa yang diwarisi dari induk dan asalnya tanpa kurang sedikit pun. | |||
Dengan semua itu, al-Hafîdz yang telah melakukan penjagaan mengagumkan tersebut, mengisyaratkan sifat penjagaan-Nya yang akan tampak secara sangat jelas di hari kebangkitan dan di hari kiamat yang agung nanti. | |||
Ya, penjagaan dan pengawasan Allah pada berbagai urusan yang sederhana itu merupakan bukti nyata bahwa Dia akan menjaga dan menghitung semua hal yang penting dan berpengaruh seperti amal perbuatan para khalifah di muka bumi berikut prestasinya, tingkah laku dan ucapan para pengemban amanah itu, serta berbagai kebajikan dan kejahatan para hamba Tuhan Yang Maha Esa.“Apakah manusia mengira bahwa ia akan dibiarkan begitu saja.” | |||
(QS. al-Qiyamah [75]: 36). | |||
Tentu saja manusia akan dibangkitkan menuju keabadian, akan diberikan kebahagiaan yang kekal atau kemalangan yang kekal, serta akan dihisab sehingga bisa mendapat pahala atau mendapat siksa. | |||
Demikianlah, ada banyak sekali bukti yang menunjukkan manifestasi nama Allah al-Hafîdz dan menerangkan hakikat ayat di atas. Contoh di atas baru sebagian kecil saja. Ia baru segenggam dari seonggok makanan, baru seciduk dari lautan, baru sebutir dari bebatuan yang banyak, baru setitik dari padang pasir yang luas, dan baru setetes dari air jernih yang turun dari langit. Maha suci Allah Yang Maha Menjaga, Maha Mengawasi, Maha Menyaksikan, dan Maha Menghitung. | |||
سُب۟حَانَكَ لَا عِل۟مَ لَنَٓا اِلَّا مَا عَلَّم۟تَنَٓا اِنَّكَ اَن۟تَ ال۟عَلٖيمُ ال۟حَكٖيمُ | سُب۟حَانَكَ لَا عِل۟مَ لَنَٓا اِلَّا مَا عَلَّم۟تَنَٓا اِنَّكَ اَن۟تَ ال۟عَلٖيمُ ال۟حَكٖيمُ | ||
------ | ------ | ||
<center> [[On Altıncı Lem'a]] ⇐ [[Lem'alar]] | ⇒ [[On Sekizinci Lem'a]] </center> | <center> [[On Altıncı Lem'a/id|CAHAYA KEENAM BELAS]] ⇐ | [[Lem'alar/id|Al-Lama’ât]] | ⇒ [[On Sekizinci Lem'a/id|CAHAYA KEDELAPAN BELAS]] </center> | ||
------ | ------ | ||
düzenleme