77.975
düzenleme
("===Faktor Ketujuh===" içeriğiyle yeni sayfa oluşturdu) |
Değişiklik özeti yok |
||
(Aynı kullanıcının aradaki diğer 19 değişikliği gösterilmiyor) | |||
10. satır: | 10. satır: | ||
“Sesungguhnya Kami menurunkan kepadamu kitab al-Qur’an dengan (membawa) kebenaran. Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya. Ingatlah | “Sesungguhnya Kami menurunkan kepadamu kitab al-Qur’an dengan (membawa) kebenaran. Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya. Ingatlah | ||
hanya kepunyaan Allah agama yang bersih.” | hanya kepunyaan Allah agama yang bersih.” | ||
(QS. az-Zumar [39]: 2-3).Rasulullah bersabda:“Manusia sungguh celaka kecuali yang berilmu. Yang berilmu juga celaka kecuali yang mengamalkan ilmunya. Yang mengamalkan ilmunya juga celaka kecuali yang ikhlas. Dan orang yang ikhlas dihadapkan pada bahaya besar.” (*<ref>*Lihat takhrijnya pada memoar ketiga belas, Cahaya Ketujuh Belas.</ref>) | (QS. az-Zumar [39]: 2-3).Rasulullah bersabda:“Manusia sungguh celaka kecuali yang berilmu. Yang berilmu juga celaka kecuali yang mengamalkan ilmunya. Yang mengamalkan ilmunya juga celaka kecuali yang ikhlas. Dan orang yang ikhlas dihadapkan pada bahaya besar.” (*<ref>*Lihat takhrijnya pada memoar ketiga belas, Cahaya Ketujuh Belas.</ref>)Ayat dan hadis di atas menunjukkan betapa pentingnya kedudukan ikhlas dalam Islam. Ia menjadi landasan utama dalam semua urusan agama. | ||
Dari sekian banyak hal yang terkait dengan ikhlas, secara singkat kami akan menyebutkan lima poin sebagai berikut: | |||
<div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr"> | <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr"> | ||
155. satır: | 156. satır: | ||
===Faktor Ketujuh=== | ===Faktor Ketujuh=== | ||
Perpecahan dan persaingan di antara ahlul haq bukan disebabkan oleh adanya kecemburuan di antara mereka, juga bukan karena mereka rakus kepada dunia. Sebaliknya, persatuan kaum yang lalai dan ahli dunia bukan disebabkan oleh kemuliaan dan keluhuran budi mereka. | |||
Akan tetapi, kaum yang benar itu tidak mampu menjaga kemuliaan dan keluhuran budi yang berasal dari hakikat serta tidak mampu menjaga kondisi persaingan yang bersih di jalan yang benar. Mereka menyalahgunakannya pada tahap tertentu akibat masuknya orang-orang yang tidak ahli dalam bidangnya sehingga mereka terjerumus ke dalam perpecahan. Akibatnya, mereka merugikan diri mereka sendiri dan kaum muslimin. | |||
Adapun kaum sesat dan lalai, karena tidak memiliki kemuliaan dan harga diri, mereka bersatu dengan siapa pun, bahkan dengan orang-orang yang hina dan pengkhianat sekalipun agar bisa mengambil keuntungan yang mereka tuju. Mereka berusaha tidak membuat marah teman-teman serta para pemimpin yang mereka patuhi sampai ke tingkat penyembahan demi meraih keuntungan tadi. Karena itu, mereka hidup rukun dengan orang-orang yang bersama mereka serta berkumpul bersama orang-orang yang mengejar keuntungan tersebut, apa pun bentuk perkumpulannya. Maka, dengan tekad dan kesungguhan, mereka bisa sampai pada tujuan. | |||
Wahai ahlul haq dan ahli hakikat, wahai yang diuji dengan perpecahan! Dalam kondisi yang sulit ini, kalian telah meninggalkan sikap ikhlas dan tidak menjadikan ridha Allah sebagai tujuan beramal sehingga membuat ahlul haq berada dalam kehinaan dan kekalahan. | |||
Ketahuilah bahwa seharusnya tidak ada kedengkian, persaingan, dan kecemburuan dalam urusan agama dan persoalan akhirat. Sebab, faktor kedengkian dan kecemburuan adalah banyaknya tangan yang ingin meraih sesuatu yang sama, banyaknya perhatian yang tertuju pada kedudukan yang sama, serta selera makan banyak orang yang mengarah pada makanan yang sama. Ketika itulah, perselisihan, persaingan, dan perebutan itu memicu kedengkian dan kecemburuan. Karena dunia ini sempit, singkat, tidak bisa memenuhi kebutuhan dan keinginan manusia yang begitu banyak, serta ada banyak orang memperebutkan sesuatu yang sama, maka terjerumuslah mereka dalam jurang persaingan. | |||
Adapun di akhirat yang luas kelak, setiap mukmin akan mendapatkan surga seluas langit dan bumi, yang terbentang sepanjang lima ratus tahun (perjalanan).(*<ref>*Ada sebuah pertanyaan penting, “Bagaimana akal kita yang terbatas ini bisa menangkap hakikat dari riwayat yang menyebutkan bahwa seorang mukmin akan diberi surga seluas lima ratus tahun (perjalanan)? | |||
Jawabannya: di dunia ini, setiap orang memiliki dunia sendiri yang bersifat semen- tara dan khusus seluas dunia di mana tiang dunia itu adalah kehidupannya. Ia menik- mati kehidupan di dunia tersebut dengan indra lahiriah dan batiniahnya sehingga ia bisa berkata, “Matahari bagaikan lampu penerang bagiku, sementara bintang-gemintang laksana lentera.” Keberadaan makhluk yang lain tidak mengganggunya, melainkan mer- eka memakmurkan dan menghiasi dunianya sendiri. Hal yang sama berlaku di surga meskipun sangat berbeda. Disamping ada taman sendiri yang berisi ribuan istana dan bidadari, setiap mukmin memiliki surga pribadi seluas lima ratus tahun dari surga yang bersitat umum. Setiap mereka bisa bersenang-senang dengan kenikmatan surga sesuai dengan surga yang mereka dapatkan, sesuai derajat mereka masing-masing. Keberadaan orang lain sama sekali tidak mengurangi kenikmatan dan kepemilikannya, melainkan menguatkan serta menghiasi surga mereka yang khusus dan luas. Ya, sebagaimana manusia di dunia ini bersenang-senang dengan mulut, telinga, mata, serta perasaan dan indra lainnya sepanjang satu jam yang ia habiskan di taman, atau sepanjang satu hari yang ia habiskan dalam acara piknik, atau sepanjang perjalanan satu bulan yang ia habiskan di negaranya, atau satu tahun yang ia gunakan untuk perjalanan, maka demikian pula dengan di surga. Hanya saja, di kerajaan yang kekal itu, indra perasa dan penciuman manusia bisa merasakan kenikmatan selama satu tahun yang sulit dinikmati di dunia selama satu jam di kebun yang rindang. Indra penglihatan dan pendengarannya bisa merasakan kenikmatan dari ujung ke ujung surga sepanjang lima ratus tahun yang dinikmatinya dalam perjalanan selama satu tahun di dunia. Indra dan perasaan setiap mukmin, sesuai dengan derajat dan pahala amal yang dilakukannya di dunia, akan tersingkap dan membentang sehingga dapat merasakan segala kenikmatan surga–Penulis.</ref>)Setiap orang akan memperoleh tujuh puluh ribu bidadari dan istana. Karena itu, tidak ada alasan sama sekali bagi mereka untuk saling mendengki dan bersaing. | |||
Dengan demikian, jelaslah bahwa tidak ada kedengkian dan persaingan dalam amal saleh yang terkait dengan akhirat. Siapa yang mendengki berarti ia berbuat riya. Dengan kata lain, ia mencari keuntungan duniawi yang dibungkus dengan label amal saleh. Atau, ia benar-benar bodoh sehingga tidak mengetahui tujuan amal saleh serta tidak mengetahui bahwa keikhlasan merupakan roh dan landasan amal saleh. Ia pun meragukan keluasan rahmat Allah dengan membawa sejenis rasa permusuhan terhadap para wali Allah dalam bentuk persaingan. | |||
Di sini kami akan menyebutkan sebuah peristiwa yang menguatkan kenyataan di atas. | |||
Salah seorang teman kami memendam kebencian dan permusuhan kepada seseorang. Ketika orang yang dibencinya itu dipuji dalam sebuah majelis yang dihadirinya lewat ucapan, “Ia adalah orang yang saleh. Ia termasuk wali Allah,” ia tidak cemburu dan tidak resah dengan pujian yang diarahkan pada musuhnya itu. | |||
Tetapi manakala ada yang berkata, “Ia adalah orang kuat dan berani,” rasa dengki dan cemburunya mulai keluar. | |||
Melihat hal itu, kami berkata kepadanya, “Wahai teman, sesungguhnya kesalehan dan kedudukan wali termasuk kedudukan yang paling mulia di akhirat nanti. Kedudukan tersebut tidak bisa dibandingkan dengan yang lain. Kami melihat penyebutan kedudukan tersebut tidak membuatmu merasa cemburu. Sementara ketika disebutkan bahwa ia mempunyai sendi-sendi yang kuat—padahal kondisi itu juga dimiliki oleh banteng—dan keberanian yang juga dimiliki oleh binatang buas, engkau tampak sangat dengki kepadanya.” | |||
Mendengar hal tersebut, ia menjawab, “Kami berdua berkeinginan mencapai tujuan dan kedudukan tertentu di dunia. Kekuatan, keberanian, dan sejenisnya merupakan salah satu sarana untuk mencapai tujuan duniawi itu. Karena itu, aku cemburu kepadanya. Adapun tingkatan dan kedudukan akhirat tidak terbatas. Bisa jadi di sana orang yang aku musuhi akan menjadi teman yang paling kucintai.” | |||
Wahai ahli hakikat dan tarekat! Mengabdi kepada kebenaran bukanlah sesuatu yang ringan dan mudah. Ia bagaikan memikul dan menjaga kekayaan yang banyak dan berat. Orang-orang yang memi- kul kekayaan tersebut tentunya merasa gembira dan sangat senang manakala ada orang-orang kuat yang mau membantu. Maka, yang harus dilakukan adalah menyambut mereka dengan cinta yang tulus, lebih melihat pada kekuatan, pengaruh, dan bantuan mereka ketimbang pribadi mereka, serta menerima mereka dengan kebanggaan yang selayaknya. Mereka adalah para saudara yang hakiki serta para pendukung yang rela berkorban. Jika demikian, mengapa mereka masih dipandang dengan pandangan kedengkian, persaingan, dan kecemburuan yang merusak keikhlasan dan membuat amal dan misi kalian selalu dipojokkan oleh kaum yang sesat? Mereka pun menem- patkan kalian dalam posisi yang jauh lebih rendah daripada ahli du- nia; bahkan mereka menyamakan kalian dengan orang-orang yang meraih dunia lewat agama; menjadikan kalian termasuk orang yang rakus terhadap harta dunia; dan menisbatkan berbagai tuduhan keliru lainnya kepada kalian. | |||
Obat satu-satunya untuk penyakit ini adalah: | |||
1. Menyalahkan diri sendiri. | |||
2. Memihak kepada sahabat yang berada di jalan kebenaran, bu- kan kepada diri sendiri. | |||
3. Berpegang pada nilai-nilai kejujuran dan pencarian kebenaran yang ditetapkan oleh para ulama ahli debat. Yaitu, “Jika sese- orang merasa senang kalau ucapannya benar dalam sebuah perdebatan serta merasa senang jika lawannya salah dan keliru, maka ia termasuk orang yang tidak adil.” Sebetulnya orang tersebut merugi karena tidak mendapat sesuatu yang baru dari diskusi tersebut. Bahkan, dengan itu ia bisa menjadi sombong. Padahal jika kebenaran muncul dari lisan musuhnya, hal itu tidak akan membuatnya rugi serta tidak akan membuatnya lupa diri. | |||
Bahkan, ia bisa belajar sesuatu yang baru. Dengan kata lain, seorang pencari kebenaran yang objektif akan mengorbankan egonya demi kebenaran. Ketika melihat kebenaran ada pada musuhnya, ia akan menerimanya dengan senang hati dan lapang dada. | |||
Seandainya para pemuka agama, ahli hakikat, ahli tarekat, dan para ulama menjadikan kaidah di atas sebagai prinsip hidup dan landasan amal mereka, dengan izin Allah, pasti mereka bisa bersikap ikhlas, mendapat taufiq dalam mengerjakan amal-amal ukhrawi, serta dengan rahmat dan karunia-Nya mereka bisa selamat dari musibah besar ini, yang telah mengepung mereka dari segala sisi. | |||
سُب۟حَانَكَ لَا عِل۟مَ لَنَٓا اِلَّا مَا عَلَّم۟تَنَٓا اِنَّكَ اَن۟تَ ال۟عَلٖيمُ ال۟حَكٖيمُ | سُب۟حَانَكَ لَا عِل۟مَ لَنَٓا اِلَّا مَا عَلَّم۟تَنَٓا اِنَّكَ اَن۟تَ ال۟عَلٖيمُ ال۟حَكٖيمُ | ||
------ | ------ | ||
<center> [[On Dokuzuncu Lem'a]] ⇐ [[Lem'alar]] | ⇒ [[Yirmi Birinci Lem'a]] </center> | <center> [[On Dokuzuncu Lem'a/id|CAHAYA KESEMBILAN BELAS]] ⇐ | [[Lem'alar/id|Al-Lama’ât]] | ⇒ [[Yirmi Birinci Lem'a/id|CAHAYA KEDUA PULUH SATU]] </center> | ||
------ | ------ | ||
düzenleme