77.975
düzenleme
("Atas dasar itulah, berbagai kondisi dihamparkan kepada makhuk dalam bentuk kepedihan, musibah, kesulitan, dan bencana agar dengan berbagai kondisi itu cahaya wujud dalam kehidupan mereka menjadi terbaharui, dan sebaliknya gelap ketiadaan semakin jauh. Seketika hidup mereka bersih dan bening. Hal itu karena keterhentian, diam, kevakuman, kemalasan dan keadaan monoton, semuanya adalah ketiadaan dalam beragam bentuk dan kondisi. Bahkan, kenikmatan terbesar..." içeriğiyle yeni sayfa oluşturdu) Etiketler: Mobil değişiklik Mobil ağ değişikliği |
("------ <center> KALIMAT KEDUA PULUH LIMA ⇐ | Al-Kalimât | ⇒ KALIMAT KEDUA PULUH TUJUH </center> ------" içeriğiyle yeni sayfa oluşturdu) |
||
(Aynı kullanıcının aradaki diğer 46 değişikliği gösterilmiyor) | |||
154. satır: | 154. satır: | ||
Atas dasar itulah, berbagai kondisi dihamparkan kepada makhuk dalam bentuk kepedihan, musibah, kesulitan, dan bencana agar dengan berbagai kondisi itu cahaya wujud dalam kehidupan mereka menjadi terbaharui, dan sebaliknya gelap ketiadaan semakin jauh. Seketika hidup mereka bersih dan bening. Hal itu karena keterhentian, diam, kevakuman, kemalasan dan keadaan monoton, semuanya adalah ketiadaan dalam beragam bentuk dan kondisi. Bahkan, kenikmatan terbesar sekalipun menjadi berkurang dan lenyap dalam keadaan yang monoton. | Atas dasar itulah, berbagai kondisi dihamparkan kepada makhuk dalam bentuk kepedihan, musibah, kesulitan, dan bencana agar dengan berbagai kondisi itu cahaya wujud dalam kehidupan mereka menjadi terbaharui, dan sebaliknya gelap ketiadaan semakin jauh. Seketika hidup mereka bersih dan bening. Hal itu karena keterhentian, diam, kevakuman, kemalasan dan keadaan monoton, semuanya adalah ketiadaan dalam beragam bentuk dan kondisi. Bahkan, kenikmatan terbesar sekalipun menjadi berkurang dan lenyap dalam keadaan yang monoton. | ||
Dari sana dapat disimpulkan bahwa selama kehidupan menjelaskan ukiran Asmaul Husna, maka semua yang menimpa kehidupan adalah indah dan baik. | |||
Sebagai contoh: seorang desainer kaya dan mahir menugaskan seorang miskin untuk menjadi modelnya dalam satu jam dengan im- balan tertentu. Tujuannya untuk memperlihatkan kreasinya yang in- dah dan menampakkan aset-asetnya yang bernilai. Ia memakaikan kepadanya busana yang ia buat dari kain baru dalam bentuk yang sa- ngat indah. Ia menyuruhnya melakukan sejumlah gerakan dan mem- perlihatkan berbagai kondisi guna menampilkan berbagai kreasi dan keahliannya yang luar biasa. Ia memotong, mengganti, memanjang- kan, memendekkan dan seterusnya.Menurutmu, layakkah orang miskin upahan itu berkata ke- pada sang desainer, “Engkau membuatku penat dan lelah dengan menyuruhku untuk membungkuk di satu waktu dan berdiri tegak di lain kesempatan. Engkau merusak baju yang menghiasiku ini dengan tindakanmu memotong dan menggunting.” Kira-kira layakkah ia berkata padanya, “Engkau telah berbuat aniaya dan tidak adil” | |||
Demikian pula dengan Sang Pencipta Yang Mahaagung dan Ma- haindah. Dia mengganti busana wujud berupa sejumlah perangkat halus dan indra seperti mata, telinga, akal, kalbu yang Dia pakaikan kepada makhluk hidup serta mengubahnya dalam berbagai kondisi. Dia mengganti dan membolak-balikkannya untuk memperlihatkan goresan Asmaul Husna. | |||
< | <span id="Hâtime"></span> | ||
=== | ===PENUTUP=== | ||
Lima bagian berikut ini membungkam nafsu ammârah milik “Said Lama”. Ia adalah nafsu yang bodoh, membanggakan diri, sombong, riya, dan ujub. | |||
'''Bagian Pertama''' | |||
''' | Selama segala sesuatu ada dan tercipta dengan rapi, tentu ada Penciptanya. Kami telah menegaskan dalam “Kalimat Kedua Puluh Dua” secara sangat jelas bahwa jika segala sesuatu tidak dinisbatkan kepada Dzat Yang Mahaesa, maka segala sesuatu menjadi sulit sesulit seluruhnya. Namun jika segala sesuatu dinisbatkan kepada Dzat Yang Mahaesa, ia akan menjadi mudah semudah sesuatu.Nah, karena yang menciptakan langit dan bumi adalah Dzat Yang Mahaesa, sudah pasti Sang Pencipta Yang Mahabijak itu tidak memberikan buah bumi dan langit berikut hasil dan tujuannya—yaitu makhluk hidup—kepada selain-Nya sehingga merusak segalanya. Tidak mungkin Dia menyerahkannya pada tangan-tangan lain sehingga seluruh karya-Nya yang penuh hikmah menjadi sia-sia. Serta tidak mungkin Dia menghancurkannya. Dia juga tidak akan menyerahkan syukur dan ibadahnya kepada yang lain. | ||
'''Bagian Kedua''' | |||
''' | Wahai diriku yang sombong! Engkau seperti tangkai anggur. Janganlah merasa bangga. Tangkai itu tidak menggantungkan rantingnya sendiri. Namun yang menggantungkannya adalah pihak lain. | ||
'''Bagian Ketiga''' | |||
''' | Wahai diriku yang riya! Jangan terpedaya dengan berkata, “Aku telah mengabdi pada agama.” Sebab, hadis Nabi dengan jelas menga- takan bahwa اِنَّ اللّٰهَ لَيُؤَيِّدُ هٰذَا الدّٖينَ بِالرَّجُلِ ال۟فَاجِرِ ‘Allah bisa saja menolong agama ini dengan seorang pendosa’.(*<ref>*HR. al-Bukhari, al-Jihâd 182. </ref>)Maka, engkau harus mengang- gap dirimu sebagai orang tersebut, sebab dirimu tidak suci. Ketahuilah bahwa pengabdianmu terhadap agama dan ibadahmu hanyalah wujud syukur atas nikmat yang telah Allah berikan padamu. Ia adalah bentuk penunaian tugas fitrah, kewajiban penciptaan, serta hasil kreasi ilahi. Ketahuilah hal ini dengan baik serta selamatkan dirimu dari rasa ujub dan riya. | ||
</ | |||
'''Bagian Keempat''' | |||
''' | Jika engkau ingin mendapat ilmu hakikat dan hikmah yang be- nar, maka gapailah makrifatullah. Sebab, seluruh hakikat entitas ha- nyalah kilau nama Allah al-Haq, wujud nama-nama-Nya yang mulia, serta manifestasi sifat-sifat-Nya yang agung. Ketahuilah bahwa haki- kat segala sesuatu, baik yang bersifat materi atau maknawi, esensial ataupun non-esensial, serta hakikat manusia sendiri tidak lain ber- sandar kepada salah satu cahaya-Nya dan berpusat pada hakikat-Nya. Jika tidak, pasti ia merupakan bentuk yang tidak signifikan dan tidak memiliki hakikat. Dalam penutup “Kalimat Kedua Puluh”, kami telah menyebutkan sebagian dari masalah ini. | ||
Wahai diriku! Jika engkau merindukan dunia serta lari dari ke- matian, maka ketahuilah dengan yakin bahwa apa yang kau anggap se- bagai kehidupan hanyalah satu menit yang kau lewati. Adapun zaman dan segala hal duniawi yang sebelum itu sudah mati, serta zaman dan segala hal di dalamnya sesudah itu bersifat tiada. Artinya, kehidupan fana yang kau banggakan hanyalah satu menit. Bahkan sebagian ahli peneliti berkata, “Kehidupan hanya sepersekian menit saja, dan bahkan ia waktu yang cepat berlalu. Dari sini, sebagian wali dan orang saleh menganggap dunia dilihat dari kedudukannya sebagai dunia adalah tidak ada. | |||
Jika demikian, tinggalkan kehidupan materi yang berhias nafsu ini. Naiklah menuju tingkatan kehidupan kalbu, ruh, dan jiwa. Lihat- lah betapa wilayah kehidupannya lebih luas. Masa lalu dan masa depan yang mati bagimu, hidup dan ada baginya.Wahai diri! Jika demikian keadaannya, menangislah sebagaima- na kalbuku menangis. Minta tolonglah dengan berkata: | |||
Aku fana. Aku tidak menginginkan yang fana. Aku lemah. Aku tidak menginginkan yang lemah.Kuserahkan ruhku kepada ar-Rahman. Aku tidak ingin selain-Nya. | |||
Yang kuinginkan Kekasih abadi.Aku hanyalah partikel. Namun aku menginginkan matahari yang kekal. | |||
Aku bukan apa-apa. Namun aku menginginkan seluruh entitas. | |||
'''Bagian Kelima''' | |||
''' | Bagian ini terlintas dalam bahasa Arab dan kutulis sebagaimana adanya. Ia merupakan petunjuk tentang salah satu dari tiga puluh tiga tingkatan dalam zikir “Allâhu Akbar.” | ||
Allâhu Akbar. Sebab, Dialah Mahakuasa Yang Maha Mengetahui, Maha Bijaksana, Maha Pemurah, Maha Penyayang, Mahaindah, Maha Mengukir, dan azali di mana hakikat alam, baik semuanya maupun sebagiannya, lembaran maupun sejumlah tingkatannya, serta hakikat entitas yang bersifat universal, parsial, eksis dan abadi tidak lain me- rupakan goresan “pena” ketentuan, takdir, dan ketetapan-Nya dengan berlandaskan ilmu dan hikmah; ukiran “jangka” ilmu, hikmah, lukisan, dan penataan-Nya lewat kreasi dan perhatian; hiasan “tangan putih” kreasi, perhatian, dekorasi, dan penerangan-Nya dengan lembut dan pemurah; bunga halus kelembutan, kemurahan, cinta, dan perkena- lan-Nya lewat kasih sayang dan nikmat-Nya; buah rahmat, karunia, kasih sayang, dan cinta-Nya yang berlimpah lewat keindahan dan ke- sempurnaan-Nya; kilau dan manifestasi keindahan dan kesempur- naan-Nya lewat bukti kefanaan cermin dan lenyapnya wujud lahiri di mana keindahan-Nya yang kekal, yang terus tampak sepanjang musim, masa, dan zaman, serta yang terus memberi sepanjang generasi, hari, dan tahun tetap abadi. | |||
Ya, jejak yang sempurna memberikan petunjuk kepada orang be- rakal akan adanya perbuatan yang sempurna. Lalu perbuatan yang sem- purna memberi petunjuk kepada orang yang paham akan nama yang sempurna. Lalu nama yang sempurna memberi petunjuk secara jelas tentang sifat yang sempurna. Kemudian sifat yang sempurna memberi petunjuk tentang potensi yang sempurna. Lalu potensi yang sempurna memberi petunjuk secara pasti tentang kesempurnaan Dzat-Nya yang layak untuk-Nya di mana ia bersifat haqqul yaqin.Ya, kefanaan cermin, kepergian entitas, disertai manifestasi yang permanen dan limpahan karunia yang terus tercurah menjadi salah satu kenyataan yang paling jelas yang menunjukkan bahwa keindahan lahiriah bukan milik makhluk. Ia menjadi penjelasan paling fasih serta bukti yang paling jelas bagi keindahan mutlak dan kebaikan Sang Wâ- jibul wujûd; Dzat yang Mahakekal dan Mahakasih.Ya Allah, limpahkan salawat dan salam untuk junjungan kami, Mu- hammad x, dari azali hingga abadi, sebanyak apa yang | |||
terdapat dalam pengetahuan Allah, serta untuk keluarga dan sahabat beliau. | |||
< | <span id="ZEYL"></span> | ||
== | ==LAMPIRAN== | ||
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ | بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ | ||
'''Lampiran yang sangat singkat ini sangat penting dan bermanfaat untuk semua''' | |||
Untuk sampai kepada Allah ada banyak jalan. Sumber seluruh jalan yang benar adalah al-Qur’an al-Karim. Hanya saja, dari semua jalan tersebut ada jalan-jalan yang lebih singkat, lebih selamat, dan lebih luas. Meski pemahamanku terbatas, aku telah mengambil dari limpahan karunia al-Qur’an sebuah jalan. Yaitu: jalan ketidakber- dayaan, kefakiran, kasih sayang, dan tafakkur. | |||
Ya, sama seperti kerinduan, '''ketidakberdayaan''' merupakan jalan yang bisa mengantar menuju Allah. Bahkan ia lebih selamat. Pasalnya, ia mengantarkan kepada cinta-Nya lewat jalan ubudiyah. | |||
Begitupun '''kefakiran''' bisa mengantar menuju nama Allah, ar-Rahman. | |||
Sama seperti kerinduan, '''kasih sayang''' bisa mengantar menuju Allah. Hanya saja, perjalanannya lebih cepat dan cakupannya lebih luas. Kasih sayang bisa mengantar pada nama Allah, ar-Rahîm. | |||
'''Tafakkur''' juga sama seperti kerinduan. Hanya saja, ia lebih kaya dan lebih bersinar. Pasalnya, ia mengantar kepada nama Allah, al- Hakîm. | |||
Jalan ini berbeda dari jalan yang dilalui oleh ahli suluk pada jalan khafâ’ yang memiliki sepuluh langkah (seperti sepuluh latîfah) dan jalan jahr yang memiliki tujuh langkah sesuai dengan tujuh jenis nafsu. Sementara jalan ini hanya berupa empat langkah saja. Ia lebih kepada hakikat syar’i daripada tarekat sufi . | |||
Jangan sampai kalian salah paham. Yang dimaksud dengan ketidakberdayaan, kefakiran, dan ketidaksempurnaan di sini adalah menampilkan itu semua di hadapan Allah ; bukan di hadapan ma- nusia. | |||
Adapun wirid dan zikir jalan yang singkat ini adalah (1) mengi- kuti sunnah Nabi x (2) menunaikan kewajiban, terutama mendirikan salat dengan rukun-rukunnya, (3) membaca zikir sesudah salat, dan (4) meninggalkan dosa besar. Sumber dari semua langkah ini adalah al-Qur’an. Yaitu: | |||
1.Firman Allah:“Jangan menganggap diri kalian suci…” (QS. an-Najm [53]: 32).Ayat ini mengarah kepada langkah pertama. | |||
2.Firman Allah:“Jangan kalian seperti orang-orang yang lupa kepada Allah se- hingga Allah membuat mereka lupa kepada diri mereka sendiri...” (QS. al-Hasyr [59]: 19). Ayat ini mengarah kepada langkah kedua. | |||
3.Firman Allah:“Kebaikan yang kau terima berasal dari Allah, sementara keburu- kan yang kau terima berasal dari dirimu...” (QS. an-Nisa [4]: 79). Ayat ini mengarah kepada langkah ketiga. | |||
4.Firman Allah:“Segala sesuatu binasa kecuali Dzat-Nya.” (QS. al-Qashash [28]: 88). Ayat ini mengarah kepada langkah keempat. | |||
Penjelasan ringkas mengenai keempat langkah tersebut sebagai berikut: | |||
'''Langkah Pertama''' | |||
''' | Ia seperti yang disebutkan oleh ayat:“Jangan menganggap diri kalian suci.”Yaitu tidak merasa diri sudah bersih dan suci. Hal itu karena sesuai watak dan fitrahnya, manusia mencintai dirinya sendiri. Bahkan itulah yang pertama kali ia cintai. Ia rela mengorbankan segala sesuatu untuk dirinya. Ia berikan pada dirinya pujian yang hanya layak untuk Tuhan. Ia kultuskan dirinya dan ia bebaskan dari segala aib. Bahkan ia tidak menerima adanya kekurangan untuk dirinya. Ia sangat membela dirinya dengan sangat kuat lewat kecintaan yang berlebihan. Sehingga sejumlah perangkat yang Allah berikan untuk bertahmid dan menyucikan Dzat yang layak disembah, ia alihkan kepada dirinya. Akhirnya ia seperti yang digambarkan oleh al-Qur’an, “Orang yang menuhankan hawa nafsunya.” (QS. al-Furqan [25]: 43). | ||
Ia kagum pada dirinya. Karenanya, hal tersebut perlu dibersihkan dan disucikan. Cara menyucikannya adalah dengan tidak menganggapnya suci. | |||
'''Langkah Kedua''' | |||
''' | Ia seperti pelajaran yang diberikan oleh ayat:“Jangan kalian seperti orang-orang yang lupa kepada Allah sehingga Allah membuat mereka lupa kepada diri mereka sendiri.”Hal itu karena manusia kerap lupa dan lalai kepada dirinya. Ketika ingat mati, ia mengalihkannya kepada yang lain. Ketika melihat kondisi fana, ia mengembalikannya kepada orang lain. Seolah-olah itu tidak terkait dengannya sama sekali. Pasalnya, sesuai tuntutannya, nafsu ammârah mengingat dirinya saat pengambilan upah dan bagian, namun di sisi lain melupakan dirinya saat penunaian tugas dan ber- amal. | ||
Maka, cara membersihkan dan mentarbiyah nafsu pada langkah ini adalah dengan mengamalkan kondisi sebaliknya. Yaitu tidak lupa di saat lupa diri. Dengan kata lain, lupa meraih kesenangan dan upah untuk diri, serta memikirkan diri saat pengabdian dan kematian. | |||
'''Langkah Ketiga''' | |||
''' | Ia seperti yang dijelaskan oleh ayat: | ||
“Kebaikan yang kau terima berasal dari Allah, sementara keburukan yang kau terima berasal dari dirimu.” | |||
Hal itu karena nafsu manusia selalu ingin menisbatkan kebaikan kepada dirinya sehingga mengantarkan kepada sikap ujub dan sombong. Maka, pada langkah ini seseorang hendaknya hanya melihat kekurangan, ketidakberdayaan, dan kefakiran dirinya, serta melihat semua kebaikan dan kesempurnaannya sebagai karunia Penciptanya Yang Mahaagung. Ia terima hal itu sebagai karunia dari-Nya seraya bersyukur sebagai ganti dari sikap bangga diri, dan memuji Allah | |||
sebagai ganti dari memuji diri. | |||
Cara menyucikan diri di tingkatan ini terdapat pada rahasia ayat, “Sungguh beruntung orang yang menyucikannya.” (QS. asy-Syams [91]: 9). Yaitu mengetahui bahwa kesempurnaannya terletak pada ketidaksempurnaannya, kemampuannya terletak pada ketidakberdayaannya, dan kekayaannya terletak pada kefakirannya. | |||
'''Langkah Keempat'''Ia adalah apa yang diajarkan oleh ayat:“Segala sesuatu binasa kecuali Dzat-Nya.” | |||
''' | Hal itu karena diri manusia merasa merdeka dan mandiri. Kare- nanya, ia menganggap memiliki semacam kekuasaan rububiyah dan menyimpan sifat pembangkangan terhadap Dzat yang layak disembah. Dengan mengenal hakikat berikut ini, manusia akan selamat darinya. | ||
Yaitu dari sisi makna ismi segala sesuatu bersifat fana, baru, dan tiada. Namun dilihat dari makna harfi dan kedudukannya sebagai cermin yang memantulkan nama-nama Sang Pencipta serta dilihat dari tugas dan fungsinya, ia menjadi saksi dan yang disaksikan, serta menjadi pengada dan yang diadakan. | |||
Nah dalam hal ini, cara menyucikannya adalah dengan me- ngetahui bahwa ketiadaannya terletak pada keberadaannya, dan ke- beradaannya terletak pada ketiadaannya. Maksudnya, bila melihat dirinya dan memberikan sifat ada pada wujudnya, berarti ia tenggelam dalam gelap ketiadaan seluas jagat raya. Yaitu ketika ia lalai terhadap Dzat yang menghadirkannya, Allah, dan bersandar pada wujudnya sendiri, maka ia melihat dirinya sendirian tenggelam dalam gelapnya perpisahan dan ketiadaan yang tak bertepi laksana kunang-kunang dalam cahayanya yang redup di gelap malam yang pekat. Akan tetapi, ketika ia meninggalkan sikap ego, ia akan melihat dirinya sebagai sesuatu yang tiada. Ia hanya cermin yang memantulkan manifestasi Penciptanya yang hakiki. Dengan begitu, ia mendapatkan wujud tak bertepi dan meraih wujud seluruh makhluk.Ya, siapa yang menemukan Allah, maka ia menemukan segala sesuatu. Sebab, seluruh entitas hanyalah manifestasi dari nama-nama-Nya yang mulia. | |||
< | <span id="HÂTİME"></span> | ||
== | ==Penutup== | ||
Jalan yang terdiri dari empat langkah ini: ketidakberdayaan, kefakiran, kasih sayang, dan tafakkur telah dijelaskan pada dua pu- luh enam kalimat dari kitab al-Kalimât yang membahas tentang ilmu hakikat, hakikat syariat, dan hikmah al-Qur’an al-Karim. Di sini kami hanya ingin memberikan penjelasan singkat tentang beberapa poin se- bagai berikut: | |||
Jalan ini merupakan jalan yang paling singkat. Pasalnya, ia hanya terdiri dari empat langkah. Bila ketidakberdayaan tertanam dalam diri, ia akan segera diserahkan kepada al-Qadîr Yang Mahaagung. Namun bila kerinduan yang menguasai diri—sebagai jalan yang paling pintas menuju Allah—ia akan bergantung pada kekasih majasi. Ketika ia melihatnya pergi, barulah sampai pada kekasih hakiki. | |||
Kemudian jalan ini juga paling selamat. Karena, padanya diri tidak memiliki syatahât atau klaim di luar kemampuan. Sebab, yang dilihat seseorang pada dirinya hanya ketidakberdayaan, kefakiran, dan ketidaksempurnaan, sehingga tidak melampaui batas. | |||
Lalu jalan ini juga bersifat luas dan besar. Pasalnya, ia tidak perlu menafikan entitas dan tidak perlu memenjarakannya di mana penga- nut wahdatul wujud menganggap entitas tiada. Mereka berkata, “Yang ada hanyalah Dia,” untuk mencapai ketenangan dan kehadiran hati. Begitu pula dengan penganut wahdatusy syuhûd. Mereka memenja- rakan entitas dalam penjara kealpaan. Mereka berkata, “Yang terlihat hanyalah Dia,” untuk sampai kepada ketenangan kalbu.Adapun al-Qur’an, dengan sangat jelas, menjauhkan entitas dan makhluk dari penafian serta melepaskan ikatannya dari penjara. Jalan yang sesuai dengan pendekatan al-Qur’an ini melihat alam sebagai sesuatu yang tunduk pada Penciptanya Yang Mahaagung sekaligus berkhidmah untuk-Nya. Ia merupakan wujud manifestasi Asmaul Husna laksana cermin yang memantulkan manifestasi tadi. Artinya, ia dipergunakan dengan makna harfi sehingga tidak berkhidmah dan tunduk dengan sendirinya. Dengan demikian, manusia akan selamat dari kelalaian dan kalbunya selalu hadir sesuai dengan pendekatan al- Qur’an al-Karim. Ia pun menemukan jalan menuju Allah dari segala arah. | |||
'''Kesimpulan''' | |||
''' | Jalan ini tidak melihat entitas dengan makna ismi. Yakni, tidak melihatnya sebagai pesuruh yang tunduk dengan sendirinya untuk dirinya. Namun, ia membebaskan entitas dari semua itu, dan mempersandangkan untuknya sebuah tugas, serta melihatnya sebagai pesuruh yang tunduk kepada Allah. | ||
------ | ------ | ||
<center> [[Yirmi Beşinci Söz]] ⇐ | [[Sözler]] | ⇒ [[Yirmi Yedinci Söz]] </center> | <center> [[Yirmi Beşinci Söz/id|KALIMAT KEDUA PULUH LIMA]] ⇐ | [[Sözler/id|Al-Kalimât]] | ⇒ [[Yirmi Yedinci Söz/id|KALIMAT KEDUA PULUH TUJUH]] </center> | ||
------ | ------ | ||
düzenleme