On Birinci Söz/id: Revizyonlar arasındaki fark

    Risale-i Nur Tercümeleri sitesinden
    ("Sampai di sini cerita itu berakhir. Jika engkau telah memahami rahasia cerita di atas, lihatlah sisi hakikatnya:" içeriğiyle yeni sayfa oluşturdu)
    ("Kedua, sikap manusia yang mau memperhatikan dan me- nerima ucapan sang guru tadi. Artinya, keberadaannya menjadi sebab adanya istana, sementara perhatian manusia kepadanya menjadi sebab keabadian istana. Karena itu, dapat dikatakan bahwa sang penguasa agung tidak akan membangun istana tadi jika sang guru tidak ada. Juga, dapat dikatakan bahwa ketika manusia tidak mau memperhati- kan ucapannya, maka sang penguasa akan mengubah dan mengganti istana tersebut." içeriğiyle yeni sayfa oluşturdu)
    45. satır: 45. satır:
    Istana tersebut adalah alam ini di mana ia beratapkan langit yang berkilau dengan bintang-gemintang yang tersenyum, beralaskan bumi yang dari Timur hingga Barat dihiasi dengan bunga yang selalu baru setiap harinya. Sementara sang penguasa agung itu adalah Allah Yang Maha Azali dan Abadi, Raja Yang Mahasuci, pemilik keagungan dan kemurahan. Dia adalah Dzat yang ketujuh langit dan bumi berikut isinya bertasbih dan menyucikan-Nya. Dia adalah Dzat Maha Kuasa yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa. Lalu Dia bersemayam di atas ‘Arasy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat. Dia juga menciptakan matahari, bulan, dan bintang yang tunduk kepada perintah-Nya.
    Istana tersebut adalah alam ini di mana ia beratapkan langit yang berkilau dengan bintang-gemintang yang tersenyum, beralaskan bumi yang dari Timur hingga Barat dihiasi dengan bunga yang selalu baru setiap harinya. Sementara sang penguasa agung itu adalah Allah Yang Maha Azali dan Abadi, Raja Yang Mahasuci, pemilik keagungan dan kemurahan. Dia adalah Dzat yang ketujuh langit dan bumi berikut isinya bertasbih dan menyucikan-Nya. Dia adalah Dzat Maha Kuasa yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa. Lalu Dia bersemayam di atas ‘Arasy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat. Dia juga menciptakan matahari, bulan, dan bintang yang tunduk kepada perintah-Nya.


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    Selanjutnya, ruangan-ruangan yang terdapat di dalam istana adalah delapan belas ribu alam(*<ref>*Lihat: at-Thabari, Jami’ul Bayân 1/63; Abu Nu’aim, Hilyatul Auliyâ 2/219; Ibnu Katsîr, Tafsîrul Qur’ân 1/24, 25.</ref>)di mana masing-masing terhias dan tersusun dengan makhluk yang sesuai dengannya. Adapun kreasi unik yang terdapat di dalam istana adalah bentuk mukjizat qudrah Ilahi yang tampak di alam. Berbagai makanan lezat yang terdapat padanya adalah perlambang rahmat Ilahi yang berupa buah-buahan menakjub- kan yang terlihat secara jelas pada seluruh musim sepanjang tahun, khususnya dimusim panas, terutama di kebun-kebun Barla.(*<ref>*Tempat pengasingan Ustadz Nursi pada tahun 1927. Di sanalah ia menulis seba- gian besar Risalah Nur hingga akhirnya dibawa ke Pengadilan Eskişehir tahun 1934.</ref>)Lalu dapur istana tersebut adalah permukaan bumi dan jantung- nya yang berisi nyala api.
    O sarayın menzilleri ise şu on sekiz bin âlemdir ki her birisi kendine lâyık bir tarz ile tezyin ve tanzim edilmiştir. İşte o sarayda gördüğün sanayi-i garibe ise şu âlemde görünen kudret-i İlahiyenin mu’cizeleridir. Ve o sarayda gördüğün taamlar ise şu âlemde, hele yaz mevsiminde, hele Barla bahçelerinde rahmet-i İlahiyenin semerat-ı hârikalarına işarettir. Ve oradaki ocak ve matbah ise burada kalbinde ateş olan arz ve sath-ı arzdır.
    </div>


    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
    <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">

    10.00, 6 Kasım 2024 tarihindeki hâli

    Diğer diller:

    بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ

    “Demi matahari dan cahayanya di pagi hari. Demi bulan apabila me- ngiringinya. Demi siang apabila menampakkannya. Demi malam apabila menutupinya. Demi langit serta pembinaannya. Demi bumi serta penghamparannya. Dan demi jiwa serta penyem- purnaan ciptaannya. Maka Dia mengilhamkan kepada- nya (jalan) kejahatan dan ketakwaanya. Sungguh beruntung orang yang menyucikanya. Dan sungguh rugi orang yang mengotorinya. (QS. asy-Syams [91]: 1-10).”

    Wahai saudaraku, jika engkau ingin memahami salah satu raha- sia di balik hikmah dan misteri alam, teka-teki penciptaan manusia, dan petunjuk hakikat salat, mari kita perhatikan cerita imajiner beri- kut ini:

    Pada suatu masa, ada seorang penguasa yang memiliki kekayaan berlimpah dan gudang harta yang besar yang berisi berbagai jenis per- mata, intan dan zamrud. Belum lagi, simpanan kekayaan tersembunyi lainnya yang tak terhitung. Sang penguasa juga memiliki ilmu yang sangat luas, pengetahuan yang komprehensif, dan wawasan yang utuh tentang berbagai ilmu menakjubkan yang jumlahnya tak terhingga. Di samping itu, ia memiliki sejumlah skill yang istimewa dan kreasi yang indah.

    Karena setiap pemilik keindahan dan kesempurnaan ingin me- ndemikian pula dengan penguasa agung tersebut. Ia ingin membuka galeri besar untuk mempertunjukkan berbagai ciptaannya yang istime- wa agar rakyat dapat melihat kekuasaannya yang besar dan kekayaan- nya yang berlimpah. Ia juga ingin memperlihatkan berbagai kreasinya yang luar biasa dan pengetahuannya yang menakjubkan kepada mere- ka guna menyaksikan keindahan dan kesempurnaan maknawinya dari dua sisi:

    yaksikan dan mempersaksikan keindahan dan kesempurnaannya, Pertama, lewat penglihatannya sendiri yang cermat dan tajam.

    Kedua, lewat penglihatan pihak lain.

    Berdasarkan hikmah tersebut, sang penguasa mulai membangun istana yang sangat megah dan besar. Dengan bentuk yang sangat in- dah, ia membagi istana tadi menjadi sejumlah tempat tinggal dan ru- angan. Setiap bagian dihias dengan hiasan kekayaannya yang beragam, diperindah dengan jejak kreasinya yang paling halus, disusun dan di- tata dengan berbagai disiplin ilmu dan hikmahnya yang paling cermat, serta disiapkan dan diperbagus dengan jejak ilmunya yang luar biasa. Setelah istana tersebut terbentuk sempurna, sang penguasa menyediakan sejumlah hidangan mewah berisi semua jenis makanan lezat dan berbagai karunia terbaiknya. Ia menyajikan hidangan yang layak untuk setiap kelompok. Dengan hidangan tersebut ia memperli- hatkan kemurahan, kreasi, dan kedermawanannya yang tak tertandi- ngi. Seolah-olah setiap hidangan berisi ratusan kelembutan dan jejak ciptaan yang cermat berikut nikmat berharga di atasnya yang tak ter- hingga.

    Setelah itu, sang penguasa mengundang seluruh penduduk dan rakyat yang tinggal di kerajaannya untuk menyaksikan, berekreasi, dan menikmati hidangannya. Ia ajarkan kepada pemimpin utusan istana yang mulia sejumlah hikmah menakjubkan yang terdapat di da- lam istana berikut sejumlah makna yang terdapat di berbagai sisinya. Ia menunjuk seorang guru dan ustadz cemerlang guna memberita- hukan kepada rakyatnya tentang keagungan sang pencipta istana dan pembuat sejumlah ukiran indah dan rapi di dalamnya. Ia memperke- nalkan berbagai rambunya kepada setiap orang yang masuk berikut makna dari sejumlah hiasan yang tertata, petunjuk cermat yang ter- dapat padanya, serta sejauh mana ia menunjukkan keagungan sang pemilik istana, kesempurnaannya yang luar biasa, dan kecakapannya yang istimewa. Ia juga menjelaskan kepada mereka berbagai informasi tentang tata cara penghormatan berikut adab masuk dan berkeliling di dalamnya serta cara jalan yang sesuai dengan keinginan penguasa yang hanya terlihat dari balik hijab.

    Sang guru yang pandai ini berada di tengah-tengah wilayah ista- na besar, sementara para pembantunya tersebar di seluruh wilayah lain dari istana. Sang guru mulai memberikan sejumlah arahan kepada seluruh orang yang menyaksikan istana dengan berkata:

    “Wahai manusia, pemimpin kita adalah pemilik istana yang luas dan indah ini. Dengan membangunnya dan memperlihatkan sejumlah fenomena yang kalian saksikan, ia ingin memperkenalkan diri kepada kalian. Karena itu, kenalilah ia dan berusahalah untuk mengetahuinya dengan baik. Dengan berbagai dekorasinya yang indah, ia hendak membuat dirinya dicintai oleh kalian. Karena itu, raihlah cintanya dengan cara mengapresiasi perbuatannya dan menghargai ciptaannya. Dengan se- jumlah karunia dan nikmatnya yang tercurah kepada kalian, ia ingin memperlihatkan cintanya dan ingin menarik simpati kalian. Karena itu, cintailah ia dengan cara tunduk dan patuh terhadap segala perin- tahnya. Dengan segala nikmat yang diberikan kepada kalian, ia mem- perlihatkan rahmat dan kasih sayangnya kepada kalian. Karena itu, hormatilah ia dengan cara bersyukur. Dengan sejumlah jejak kesempurnaan dalam ciptaannya yang indah dan sempurna, ia hendak memperlihatkan keindahan makna- winya. Karena itu, tampakkan rasa rindu dan keinginan kalian untuk berjumpa dan melihatnya serta untuk meraih ridanya. Dengan stempel khususnya yang kalian lihat pada semua entitas, ia ingin kalian mengetahui bahwa dirinya merupakan penguasa tung- gal dan mandiri. Segala sesuatu adalah miliknya, khusus baginya, serta bersumber dari tangan kekuasaannya. Karena itu, kalian harus mengetahui dengan baik bahwa tidak ada penguasa selain dirinya. Ia adalah penguasa tunggal yang tidak memiliki tandingan.”

    Sang guru yang agung itu menyeru kepada seluruh pengunjung istana dengan perkataan yang hampir sama di mana ia sesuai dengan kedudukan, keagungan, dan kebaikan penguasa.Lalu orang-orang yang masuk ke dalam istana terbagi dua kelompok:

    Kelompok pertama adalah para pemilik akal sehat dan hati bersih yang mengetahui kapasitas diri mereka. Ketika mereka berkeli- ling di seluruh penjuru istana dan menyaksikan berbagai keajaibannya mereka berkata, “Pasti ia memiliki rahasia agung. Di baliknya pasti terdapat tujuan yang mulia.” Mereka mengetahui bahwa semua itu bukanlah kesia-siaan dan bukan pula permainan. Karena merasa tak- jub, mereka pun berkata, “Di mana gerangan penjelasan dari teka-teki istana ini tersimpan? Apa rahasia yang terdapat pada semua yang kita saksikan?” Ketika mereka sedang merenung dan memperbincangkan hal tersebut, tiba-tiba mereka mendengar suara pidato sang guru berikut penjelasannya yang mengagumkan. Dari sana mereka mengetahui ka- lau ia memiliki kunci seluruh rahasia dan penjelasan dari semua te- ka-teki yang ada. Maka mereka segera mendatanginya dengan berkata, “Assalamu’ alaikum wahai guru. Istana yang megah ini memang se- layaknya memiliki seorang informan yang jujur, cermat, dan amanah sepertimu. Kami harap engkau memberitahukan kepada kami apa yang telah diajarkan sang penguasa.”

    Maka, sang guru itu pun mengingatkan mereka dengan pidato- nya yang telah disebutkan sebelumnya. Mereka mendengarkan de- ngan penuh perhatian. Mereka menerima ucapannya dengan penuh rida dan percaya sehingga mereka mendapatkan kekayaan berharga karena berbuat sesuai dengan apa yang diinginkan penguasa. Sang penguasa senang dengan sikap dan perilaku beradab yang mereka tun- jukkan terhadap berbagai perintahnya. Ia mengajak mereka ke istana yang lebih agung dan lebih mulia yang nyaris tak dapat dilukiskan. Ia memuliakan mereka dengan kebahagiaan abadi sesuai dengan posisi si pemilik yang dermawan dan pemurah, sesuai dengan keadaan para tamu yang mulia, serta layak bagi mereka yang taat dan tunduk pada perintahnya.

    Kelompok yang kedua adalah mereka yang akalnya telah rusak dan kalbunya telah mati. Ketika masuk ke dalam istana, diri mereka tertawan oleh nafsu. Maka mereka tidak menoleh kecuali kepada se- jumlah makanan nikmat yang mereka inginkan. Mereka berpaling dari seluruh keindahan yang ada, menutup telinga dari semua petun- juk yang bersumber dari sang guru dan arahan para muridnya. Mereka mengonsumsi makanan dengan sangat rakus seperti binatang. Mere- ka berada dalam kondisi lalai, tidur, dan mabuk kepayang. Akhirnya mereka menjadi hilang kesadaran lantaran terlalu banyak meminum yang dilarang hingga mengganggu tamu yang lain. Mereka tidak lagi menghormati rambu-rambu dan aturan sang penguasa. Karenanya, pasukan pemerintah menahan mereka dan menggiring ke penjara guna mendapat hukuman sebagai balasan yang sesuai dengan perilaku buruk mereka.

    Wahai saudara yang ikut menyimak cerita di atas, engkau pasti memahami bahwa sang penguasa tersebut telah membangun istana megah untuk sejumlah tujuan yang telah dijelaskan. Tercapainya tu- juan itu bergantung kepada dua hal:

    Pertama, keberadaan sang guru yang telah kita lihat dan dengar pidatonya. Sebab, andaikan ia tidak ada tentu semua tujuan di atas menjadi percuma. Kondisinya sama seperti sebuah kitab yang tidak diketahui maknanya tanpa ada yang menjelaskannya. Akhirnya, ia sekadar kumpulan lembaran kertas yang tidak bermakna.

    Kedua, sikap manusia yang mau memperhatikan dan me- nerima ucapan sang guru tadi. Artinya, keberadaannya menjadi sebab adanya istana, sementara perhatian manusia kepadanya menjadi sebab keabadian istana. Karena itu, dapat dikatakan bahwa sang penguasa agung tidak akan membangun istana tadi jika sang guru tidak ada. Juga, dapat dikatakan bahwa ketika manusia tidak mau memperhati- kan ucapannya, maka sang penguasa akan mengubah dan mengganti istana tersebut.

    Sampai di sini cerita itu berakhir. Jika engkau telah memahami rahasia cerita di atas, lihatlah sisi hakikatnya:

    Istana tersebut adalah alam ini di mana ia beratapkan langit yang berkilau dengan bintang-gemintang yang tersenyum, beralaskan bumi yang dari Timur hingga Barat dihiasi dengan bunga yang selalu baru setiap harinya. Sementara sang penguasa agung itu adalah Allah Yang Maha Azali dan Abadi, Raja Yang Mahasuci, pemilik keagungan dan kemurahan. Dia adalah Dzat yang ketujuh langit dan bumi berikut isinya bertasbih dan menyucikan-Nya. Dia adalah Dzat Maha Kuasa yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa. Lalu Dia bersemayam di atas ‘Arasy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat. Dia juga menciptakan matahari, bulan, dan bintang yang tunduk kepada perintah-Nya.

    Selanjutnya, ruangan-ruangan yang terdapat di dalam istana adalah delapan belas ribu alam(*[1])di mana masing-masing terhias dan tersusun dengan makhluk yang sesuai dengannya. Adapun kreasi unik yang terdapat di dalam istana adalah bentuk mukjizat qudrah Ilahi yang tampak di alam. Berbagai makanan lezat yang terdapat padanya adalah perlambang rahmat Ilahi yang berupa buah-buahan menakjub- kan yang terlihat secara jelas pada seluruh musim sepanjang tahun, khususnya dimusim panas, terutama di kebun-kebun Barla.(*[2])Lalu dapur istana tersebut adalah permukaan bumi dan jantung- nya yang berisi nyala api.

    Ve orada temsilde gördüğün gizli definelerin cevherleri ise şu hakikatte esma-i kudsiye-i İlahiyenin cilvelerine misaldir. Ve temsilde gördüğümüz nakışlar ve o nakışların remizleri ise şu âlemi süslendiren muntazam masnuat ve mevzun nukuş-u kalem-i kudrettir ki Kadîr-i Zülcelal’in esmasına delâlet ederler. Ve o üstad ise Seyyidimiz Muhammed aleyhissalâtü vesselâmdır. Avenesi ise enbiya aleyhimüsselâmdır ve şakirdleri ise evliya ve asfiyadır. O saraydaki hâkimin hizmetkârları ise şu âlemde melâike aleyhimüsselâma işarettir. Temsilde, seyir ve ziyafete davet edilen misafirler ise şu dünya misafirhanesinde cin ve ins ve insanın hizmetkârları olan hayvanlara işarettir.

    Ve o iki fırka ise burada birisi ehl-i imandır ki kitab-ı kâinatın âyâtının müfessiri olan Kur’an-ı Hakîm’in şakirdleridir. Diğer güruh ise ehl-i küfür ve tuğyandır ki nefis ve şeytana tabi olup yalnız hayat-ı dünyeviyeyi tanıyan, hayvan gibi belki daha aşağı; sağır, dilsiz, dâllîn güruhudur.

    Birinci kafile olan süeda ve ebrar ise zülcenaheyn olan üstadı dinlediler. O üstad hem abddir, ubudiyet noktasında Rabb’ini tavsif ve tarif eder ki Cenab-ı Hakk’ın dergâhında ümmetinin elçisi hükmündedir. Hem resuldür, risalet noktasında Rabb’inin ahkâmını Kur’an vasıtasıyla cin ve inse tebliğ eder.

    Şu bahtiyar cemaat, o resulü dinleyip Kur’an’a kulak verdiler. Kendilerini, enva-ı ibadatın fihristesi olan namaz ile birçok makamat-ı âliye içinde çok latîf vazifelerle telebbüs etmiş gördüler.

    Evet, namazın mütenevvi ezkâr ve harekâtıyla işaret ettiği vezaifi, makamatı mufassalan gördüler. Şöyle ki:

    Evvelen: Âsâra bakıp gaibane muamele suretinde, saltanat-ı rububiyetin mehasinine temaşager makamında kendilerini gördüklerinden tekbir ve tesbih vazifesini eda edip “Allahu ekber” dediler.

    Sâniyen: Esma-i kudsiye-i İlahiyenin cilveleri olan bedayi’ine ve parlak eserlerine dellâllık makamında görünmekle “Sübhanallah, Velhamdülillah” diyerek takdis ve tahmid vazifesini îfa ettiler.

    Sâlisen: Rahmet-i İlahiyenin hazinelerinde iddihar edilen nimetlerini zâhir ve bâtın duygularla tadıp anlamak makamında, şükür ve sena vazifesini edaya başladılar.

    Râbian: Esma-i İlahiyenin definelerindeki cevherleri, manevî cihazat mizanlarıyla tartıp bilmek makamında, tenzih ve medih vazifesine başladılar.

    Hâmisen: Mistar-ı kader üstünde kalem-i kudretiyle yazılan mektubat-ı Rabbaniyeyi mütalaa makamında, tefekkür ve istihsan vazifesine başladılar.

    Sâdisen: Eşyanın yaratılışında ve masnuatın sanatındaki latîf incelik ve nâzenin güzellikleri temaşa ile tenzih makamında Fâtır-ı Zülcelal, Sâni’-i Zülcemal’lerine muhabbet ve iştiyak vazifesine girdiler.

    Demek, kâinata ve âsâra bakıp gaibane muamele-i ubudiyetle mezkûr makamatta mezkûr vezaifi eda ettikten sonra Sâni’-i Hakîm’in dahi muamelesine ve ef’aline bakmak derecesine çıktılar ki hazırane bir muamele suretinde evvela Hâlık-ı Zülcelal’in kendi sanatının mu’cizeleriyle kendini zîşuura tanıttırmasına karşı hayret içinde bir marifet ile mukabele ederek    سُبْحَانَكَ مَا عَرَفْنَاكَ حَقَّ مَعْرِفَتِكَ    dediler. “Senin tarif edicilerin bütün masnuatındaki mu’cizelerindir.”

    Sonra o Rahman’ın kendi rahmetinin güzel meyveleriyle kendini sevdirmesine karşı, muhabbet ve aşk ile mukabele edip

    اِيَّاكَ نَعْبُدُ وَ اِيَّاكَ نَسْتَع۪ينُ   dediler.

    Sonra o Mün’im-i Hakiki’nin tatlı nimetleriyle terahhum ve şefkatini göstermesine karşı şükür ve hamd ile mukabele ettiler, dediler:

    سُبْحَانَكَ وَبِحَمْدِكَ  “Senin hak şükrünü nasıl eda edebiliriz? Sen öyle şükre lâyık bir meşkûrsun ki bütün kâinata serilmiş bütün ihsanatın açık lisan-ı halleri, şükür ve senanızı okuyorlar. Hem âlem çarşısında dizilmiş ve zeminin yüzüne serpilmiş bütün nimetlerin ilanatıyla hamd ve medhinizi bildiriyorlar. Hem rahmet ve nimetin manzum meyveleri ve mevzun yemişleri, senin cûd ve keremine şehadet etmekle senin şükrünü enzar-ı mahlukat önünde îfa ederler.”

    Sonra şu kâinatın yüzlerinde değişen mevcudat âyinelerinde cemal ve celal ve kemal ve kibriyasının izharına karşı   اَللّٰهُ اَكْبَرُ   deyip tazim içinde bir aczle rükûya gidip mahviyet içinde bir muhabbet ve hayretle secde edip mukabele ettiler.

    Sonra o Ganiyy-i Mutlak’ın servetinin çokluğunu ve rahmetinin genişliğini göstermesine karşı fakr u hâcetlerini izhar edip, dua edip istemekle mukabele edip   وَ اِيَّاكَ نَسْتَع۪ينُ   dediler.

    Sonra o Sâni’-i Zülcelal’in kendi sanatının latîflerini, hârikalarını, antikalarını, sergilerle teşhirgâh-ı enamda neşrine karşı    مَا شَاءَ اللّٰهُ   deyip takdir ederek “Ne güzel yapılmış!” deyip istihsan ederek

    بَارَكَ اللّٰهُ   deyip müşahede etmek,    آمَنَّا   deyip şehadet etmek; “Geliniz, bakınız!” hayran olarak   يَّ عَلَى الْفَلَاحِ    deyip herkesi şahit tutmakla mukabele ettiler.

    Hem o Sultan-ı ezel ve ebed, kâinatın aktarında kendi rububiyetinin saltanatını ilanına ve vahdaniyetinin izharına karşı, tevhid ve tasdik edip    سَمِعْنَا وَاَطَعْنَا    diyerek itaat ve inkıyad ile mukabele ettiler.

    Sonra o Rabbü’l-âlemîn’in uluhiyetinin izharına karşı zaaf içinde aczlerini, ihtiyaç içinde fakrlarını ilandan ibaret olan ubudiyet ile ve ubudiyetin hülâsası olan namaz ile mukabele ettiler.

    Daha bunlar gibi gûnagûn ubudiyet vazifeleriyle şu dâr-ı dünya denilen mescid-i kebirinde farîza-i ömürlerini ve vazife-i hayatlarını eda edip ahsen-i takvim suretini aldılar. Bütün mahlukat üstünde bir mertebeye çıktılar ki yümn-ü iman ile emn ü emanet ile mücehhez, emin bir halife-i arz oldular.

    Ve şu meydan-ı tecrübe ve şu destgâh-ı imtihandan sonra onların Rabb-i Kerîm’i onları, imanlarına mükâfat olarak saadet-i ebediyeye ve İslâmiyetlerine ücret olarak Dârü’s-selâm’a davet ederek öyle bir ikram etti ve eder ki hiç göz görmemiş ve kulak işitmemiş ve kalb-i beşere hutur etmemiş derecede parlak bir tarzda rahmetine mazhar etti ve onlara ebediyet ve beka verdi. Çünkü ebedî ve sermedî olan bir cemalin seyirci müştakı ve âyinedar âşığı, elbette bâki kalıp ebede gidecektir.

    İşte Kur’an şakirdlerinin âkıbetleri böyledir. Cenab-ı Hak bizleri onlardan eylesin, âmin!

    Amma füccar ve eşrar olan diğer güruh ise hadd-i büluğ ile şu âlem sarayına girdikleri vakit, bütün vahdaniyetin delillerine karşı küfür ile mukabele edip ve bütün nimetlere karşı küfran ile mukabele ederek ve bütün mevcudatı kıymetsizlikle kâfirane bir ittiham ile tahkir ettiler ve bütün esma-i İlahiyenin tecelliyatına karşı red ve inkâr ile mukabele ettiklerinden, az bir vakitte nihayetsiz bir cinayet işlediler; nihayetsiz bir azaba müstahak oldular. Evet, insana sermaye-i ömür ve cihazat-ı insaniye, mezkûr vezaif için verilmiştir.

    Ey sersem nefsim ve ey pür-heves arkadaşım! Âyâ zannediyor musunuz ki vazife-i hayatınız; yalnız terbiye-i medeniye ile güzelce muhafaza-i nefis etmek, ayıp olmasın, batn ve fercin hizmetine mi münhasırdır? Yahut zannediyor musunuz ki hayatınızın makinesinde dercedilen şu nazik letaif ve maneviyat ve şu hassas aza ve âlât ve şu muntazam cevarih ve cihazat ve şu mütecessis havas ve hissiyatın gaye-i yegânesi; şu hayat-ı fâniyede nefs-i rezilenin, hevesat-ı süfliyenin tatmini için istimaline mi münhasırdır? Hâşâ ve kellâ! Belki vücudunuzda şunların yaratılması ve fıtratınızda bunların gaye-i idhali, iki esastır:

    Biri: Cenab-ı Mün’im-i Hakiki’nin bütün nimetlerinin her bir çeşitlerini size ihsas ettirip şükrettirmekten ibarettir. Siz de hissedip şükür ve ibadetini etmelisiniz.

    İkincisi: Âleme tecelli eden esma-i kudsiye-i İlahiyenin bütün tecelliyatının aksamını, birer birer, size o cihazat vasıtasıyla bildirip tattırmaktır. Siz dahi tatmakla tanıyarak iman getirmelisiniz.

    İşte bu iki esas üzerine kemalât-ı insaniye neşv ü nema bulur. Bununla insan, insan olur.

    İnsaniyetin cihazatı, hayvan gibi hayat-ı dünyeviyeyi kazanmak için verilmemiş olduğuna şu temsil sırrıyla bak:

    Mesela, bir zat bir hizmetçisine yirmi altın verdi, tâ mahsus bir kumaştan kendisine bir kat libas alsın. O hizmetçi gitti, o kumaşın a’lâsından mükemmel bir libas aldı, giydi.

    Sonra gördü ki o zat, diğer bir hizmetkârına bin altın verip bir kâğıt içinde bazı şeyler yazılı olarak onun cebine koydu, ticarete gönderdi. Şimdi, her aklı başında olan bilir ki o sermaye, bir kat libas almak için değil. Çünkü evvelki hizmetkâr, yirmi altınla en a’lâ kumaştan bir kat libas almış olduğundan elbette bu bin altın, bir kat libasa sarf edilmez. Şayet bu ikinci hizmetkâr, cebine konulan kâğıdı okumayıp belki evvelki hizmetçiye bakıp, bütün parayı bir dükkâncıya bir kat libas için verip hem o kumaşın en çürüğünden ve arkadaşının libasından elli derece aşağı bir libas alsa, elbette o hâdim nihayet derecede ahmaklık etmiş olacağı için şiddetle tazip ve hiddetle te’dib edilecektir.

    Ey nefsim ve ey arkadaşım! Aklınızı başınıza toplayınız. Sermaye-i ömür ve istidad-ı hayatınızı hayvan gibi belki hayvandan çok aşağı bir derecede şu hayat-ı fâniye ve lezzet-i maddiyeye sarf etmeyiniz. Yoksa sermayece en a’lâ hayvandan elli derece yüksek olduğunuz halde en ednasından elli derece aşağı düşersiniz.

    Ey gafil nefsim! Senin hayatının gayesini ve hayatının mahiyetini hem hayatının suretini hem hayatının sırr-ı hakikatini hem hayatının kemal-i saadetini bir derece anlamak istersen bak:

    Senin hayatının gayelerinin icmali dokuz emirdir:

    Birincisi şudur ki: Senin vücudunda konulan duygular terazileriyle rahmet-i İlahiyenin hazinelerinde iddihar edilen nimetleri tartmaktır ve küllî şükretmektir.

    İkincisi: Senin fıtratında vaz’edilen cihazatın anahtarlarıyla esma-i kudsiye-i İlahiyenin gizli definelerini açmaktır, Zat-ı Akdes’i o esma ile tanımaktır.

    Üçüncüsü: Şu teşhirgâh-ı dünyada, mahlukat nazarında, esma-i İlahiyenin sana taktıkları garib sanatlarını ve latîf cilvelerini bilerek hayatınla teşhir ve izhar etmektir.

    Dördüncüsü: Lisan-ı hal ve kālinle Hâlık’ının dergâh-ı rububiyetine ubudiyetini ilan etmektir.

    Beşincisi: Nasıl bir asker, padişahından aldığı türlü türlü nişanları, resmî vakitlerde takıp padişahın nazarında görünmekle onun iltifatat-ı âsârını gösterdiği gibi sen dahi esma-i İlahiyenin cilvelerinin sana verdikleri letaif-i insaniye murassaatıyla bilerek süslenip o Şahid-i Ezelî’nin nazar-ı şuhud ve işhadına görünmektir.

    Altıncısı: Zevi’l-hayat olanların tezahürat-ı hayatiye denilen, Hâlıklarına tahiyyatları; ve rumuzat-ı hayatiye denilen, Sâni’lerine tesbihatları ve semerat ve gayat-ı hayatiye denilen, Vâhibü’l-hayat’a arz-ı ubudiyetlerini bilerek müşahede etmek, tefekkür ile görüp şehadetle göstermektir.

    Yedincisi: Senin hayatına verilen cüz’î ilim ve kudret ve irade gibi sıfat ve hallerinden küçük numunelerini vâhid-i kıyasî ittihaz ile Hâlık-ı Zülcelal’in sıfât-ı mutlakasını ve şuun-u mukaddesesini o ölçüler ile bilmektir. Mesela sen, cüz’î iktidarın ve cüz’î ilmin ve cüz’î iraden ile bu haneyi muntazam yaptığından şu kasr-ı âlemin senin hanenden büyüklüğü derecesinde, şu âlemin ustasını o nisbette Kadîr, Alîm, Hakîm, Müdebbir bilmek lâzımdır.

    Sekizincisi: Şu âlemdeki mevcudatın her biri kendine mahsus bir dil ile Hâlık’ının vahdaniyetine ve Sâni’inin rububiyetine dair manevî sözlerini fehmetmektir.

    Dokuzuncusu: Acz ve zaafın, fakr ve ihtiyacın ölçüsüyle kudret-i İlahiye ve gına-yı Rabbaniyenin derecat-ı tecelliyatını anlamaktır. Nasıl ki açlığın dereceleri nisbetinde ve ihtiyacın envaı miktarınca, taamın lezzeti ve derecatı ve çeşitleri anlaşılır. Onun gibi sen de nihayetsiz aczin ve fakrınla nihayetsiz kudret ve gına-yı İlahiyenin derecatını fehmetmelisin. İşte senin hayatının gayeleri, icmalen bunlar gibi emirlerdir.

    Şimdi kendi hayatının mahiyetine bak ki o mahiyetinin icmali şudur:

    Esma-i İlahiyeye ait garaibin fihristesi hem şuun ve sıfât-ı İlahiyenin bir mikyası hem kâinattaki âlemlerin bir mizanı hem bu âlem-i kebirin bir listesi hem şu kâinatın bir haritası hem şu kitab-ı ekberin bir fezlekesi hem kudretin gizli definelerini açacak bir anahtar külçesi hem mevcudata serpilen ve evkata takılan kemalâtının bir ahsen-i takvimidir. İşte mahiyet-i hayatın bunlar gibi emirlerdir.

    Şimdi senin hayatının sureti ve tarz-ı vazifesi şudur ki:

    Hayatın bir kelime-i mektubedir. Kalem-i kudretle yazılmış hikmet-nüma bir sözdür. Görünüp ve işitilip esma-i hüsnaya delâlet eder. İşte hayatının sureti bu gibi emirlerdir.

    Şimdi hayatının sırr-ı hakikati şudur ki:

    Tecelli-i ehadiyete, cilve-i samediyete âyineliktir. Yani bütün âleme tecelli eden esmanın nokta-i mihrakıyesi hükmünde bir câmiiyetle Zat-ı Ehad-i Samed’e âyineliktir.

    Şimdi hayatının saadet içindeki kemali ise:

    Senin hayatının âyinesinde temessül eden Şems-i Ezelî’nin envarını hissedip sevmektir. Zîşuur olarak ona şevk göstermektir. Onun muhabbetiyle kendinden geçmektir. Kalbin göz bebeğinde aks-i nurunu yerleştirmektir. İşte bu sırdandır ki seni a’lâ-yı illiyyîne çıkaran bir hadîs-i kudsînin meal-i şerifi olan

    مَنْ نَه گُنْجَمْ دَرْ سَمٰوَاتُ وزَمِينْ ❀ اَزْ عَجَبْ گُنْجَمْ بَقَلْبِ مُوٴْمِنِينْ

    denilmiştir.

    İşte ey nefsim! Hayatının böyle ulvi gayata müteveccih olduğu ve şöyle kıymetli hazineleri câmi’ olduğu halde, hiç akıl ve insafa lâyık mıdır ki hiç-ender hiç olan muvakkat huzuzat-ı nefsaniyeye, geçici lezaiz-i dünyeviyeye sarf edip zayi edersin? Eğer zayi etmemek istersen, geçen temsil ve hakikate remzeden

    وَالشَّمْسِ وَضُحٰيهَا ❀ وَالْقَمَرِ اِذَا تَلٰيهَا ❀ وَالنَّـهَارِ اِذَا جَلّٰيهَا ❀ وَالَّيْلِ اِذَا يَغْشٰيهَا ❀ وَالسَّمَٓاءِ وَمَا بَنٰيهَا ❀ وَالْاَرْضِ وَمَا طَحٰيهَا ❀ وَنَفْسٍ وَمَا سَوّٰيهَا ❀ فَاَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوٰيهَا ❀ قَدْ اَفْلَحَ مَنْ زَكّٰيهَا ❀ وَقَدْخَابَ مَنْ دَسّٰيهَا

    suresindeki kasem ve cevab-ı kasemi düşünüp amel et.

    اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلٰى شَمْسِ سَمَاءِ الرِّسَالَةِ وَقَمَرِ بُرْجِ النُّبُوَّةِ وَعَلٰى آلِهِ وَاَصْحَابِهِ نُجُومِ الْهِدَايَةِ وَارْحَمْنَا وَارْحَمِ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ آمِينْ آمِينْ آمِينْ


    1. *Lihat: at-Thabari, Jami’ul Bayân 1/63; Abu Nu’aim, Hilyatul Auliyâ 2/219; Ibnu Katsîr, Tafsîrul Qur’ân 1/24, 25.
    2. *Tempat pengasingan Ustadz Nursi pada tahun 1927. Di sanalah ia menulis seba- gian besar Risalah Nur hingga akhirnya dibawa ke Pengadilan Eskişehir tahun 1934.