78.339
düzenleme
("'''Kesimpulan:''' Dari penjelasan di atas, kita mengetahui bahwa jika orang yang berbicara tentang takdir dan ikhtiar memiliki iman yang sempurna dan hati yang tenang serta merasakan kehadiran Allah, pasti akan menyerahkan semua urusan alam dan juga dirinya kepada Allah. Ia percaya bahwa seluruh urusan berjalan di bawah kendali dan penga- turan Allah. Orang seperti itulah yang layak berbicara tentang takdir dan ikhtiar. Karena, ia mengetahui bahwa diriny..." içeriğiyle yeni sayfa oluşturdu) |
("Akan tetapi, jika yang berbicara tentang takdir dan ikhtiar adalah orang lalai, maka ia tidak layak membincangkan keduanya. Sebab, naf- su ammârah-nya—dengan dorongan kelalaian dan kesesatan—akan mengembalikan alam kepada sebab, sehingga menjadikan apa yang menjadi milik Allah untuk sebab. Ia melihat dirinya berkuasa penuh, mengembalikan seluruh perbuatan kepada diri sendiri dan menyan- darkannya kepada sebab. Di sisi lain, ia membebani tanggungjawa..." içeriğiyle yeni sayfa oluşturdu) |
||
42. satır: | 42. satır: | ||
Dari penjelasan di atas, kita mengetahui bahwa jika orang yang berbicara tentang takdir dan ikhtiar memiliki iman yang sempurna dan hati yang tenang serta merasakan kehadiran Allah, pasti akan menyerahkan semua urusan alam dan juga dirinya kepada Allah. Ia percaya bahwa seluruh urusan berjalan di bawah kendali dan penga- turan Allah. Orang seperti itulah yang layak berbicara tentang takdir dan ikhtiar. Karena, ia mengetahui bahwa dirinya dan segala sesuatu berasal dari Allah. Maka, ia memikul tanggungjawab dengan merujuk kepada ikhtiar yang dipandang sebagai sumber perbuatan dosa. De- ngan demikian, ia tetap menyucikan Tuhan, berada di bawah wilayah ubudiyah, serta tunduk dan menjalankan taklif ilahi. Ia melihat ber- bagai kebaikan dan kemuliaan yang bersumber darinya sebagai takdir agar tidak sombong sehingga bersyukur kepada Tuhan. Ia juga melihat sejumlah musibah yang menimpanya sebagai takdir sehingga bersabar. | Dari penjelasan di atas, kita mengetahui bahwa jika orang yang berbicara tentang takdir dan ikhtiar memiliki iman yang sempurna dan hati yang tenang serta merasakan kehadiran Allah, pasti akan menyerahkan semua urusan alam dan juga dirinya kepada Allah. Ia percaya bahwa seluruh urusan berjalan di bawah kendali dan penga- turan Allah. Orang seperti itulah yang layak berbicara tentang takdir dan ikhtiar. Karena, ia mengetahui bahwa dirinya dan segala sesuatu berasal dari Allah. Maka, ia memikul tanggungjawab dengan merujuk kepada ikhtiar yang dipandang sebagai sumber perbuatan dosa. De- ngan demikian, ia tetap menyucikan Tuhan, berada di bawah wilayah ubudiyah, serta tunduk dan menjalankan taklif ilahi. Ia melihat ber- bagai kebaikan dan kemuliaan yang bersumber darinya sebagai takdir agar tidak sombong sehingga bersyukur kepada Tuhan. Ia juga melihat sejumlah musibah yang menimpanya sebagai takdir sehingga bersabar. | ||
Akan tetapi, jika yang berbicara tentang takdir dan ikhtiar adalah orang lalai, maka ia tidak layak membincangkan keduanya. Sebab, naf- su ammârah-nya—dengan dorongan kelalaian dan kesesatan—akan mengembalikan alam kepada sebab, sehingga menjadikan apa yang menjadi milik Allah untuk sebab. Ia melihat dirinya berkuasa penuh, mengembalikan seluruh perbuatan kepada diri sendiri dan menyan- darkannya kepada sebab. Di sisi lain, ia membebani tanggungjawab dan segala kekurangan kepada takdir. Dalam kondisi demikian, pem- bahasan tentang takdir dan ikhtiar menjadi sia-sia; tidak memiliki lan- dasan. Ia hanyalah tipu daya nafsu yang berusaha melepaskan diri dari tanggungjawab yang mana hal tersebut menafikan hikmah takdir dan ikhtiar. | |||
<div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr"> | <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr"> |
düzenleme