82.698
düzenleme
("'''Sisi Ego yang Kedua''' Adapun sisi kedua telah menjadi alat filsafat. Ia melihat ego de- ngan makna ismi. Dengan kata lain ia berkata, “Ego menunjukkan makna pada dirinya lewat dirinya.”Hal ini berarti bahwa makna dan esensinya terdapat pada dirinya dan bekerja untuk dirinya. Wujudnya dianggap otentik dan asli, bukan bayangan. Artinya, ia memiliki karakter pribadi yang khusus. Ia juga merasa dirinya memiliki hak dalam kehidupan serta sebagai pemil..." içeriğiyle yeni sayfa oluşturdu) |
("Demikianlah, mereka menyandarkan jalan mereka kepada pilar-pilar yang rusak. Mereka membangunnya di atas pilar-pilar yang rapuh dan lemah itu. Kami telah menunjukkan dengan sangat jelas kelemahan pilar-pilar tersebut berikut kerusakannya dalam berbagai risalah. Terutama dalam buku al-Kalimât. Lebih khusus lagi dalam “Kalimat Kedua Belas” dan “Kedua Puluh Lima” yang secara khusus berbicara tentang Mukjizat al-Qur’an. Berdasarkan pilar-pilar yan..." içeriğiyle yeni sayfa oluşturdu) |
||
100. satır: | 100. satır: | ||
Ia juga merasa dirinya memiliki hak dalam kehidupan serta sebagai pemilik hakiki dalam wilayah kekuasaannya. Ia menganggap dugaannya itu sebagai hakikat yang nyata.Selain itu, ia memahami bahwa tugasnya adalah peningkatan dan penyempurnaan diri di mana hal itu muncul dari kecintaan ter- hadap diri sendiri. | Ia juga merasa dirinya memiliki hak dalam kehidupan serta sebagai pemilik hakiki dalam wilayah kekuasaannya. Ia menganggap dugaannya itu sebagai hakikat yang nyata.Selain itu, ia memahami bahwa tugasnya adalah peningkatan dan penyempurnaan diri di mana hal itu muncul dari kecintaan ter- hadap diri sendiri. | ||
Demikianlah, mereka menyandarkan jalan mereka kepada pilar-pilar yang rusak. Mereka membangunnya di atas pilar-pilar yang rapuh dan lemah itu. Kami telah menunjukkan dengan sangat jelas kelemahan pilar-pilar tersebut berikut kerusakannya dalam berbagai risalah. Terutama dalam buku al-Kalimât. Lebih khusus lagi dalam “Kalimat Kedua Belas” dan “Kedua Puluh Lima” yang secara khusus berbicara tentang Mukjizat al-Qur’an. | |||
Berdasarkan pilar-pilar yang rusak tersebut, sejumlah tokoh filsafat dan para penganutnya seperti Plato, Aristoteles, Ibnu Sina, dan al-Farabi meyakini bahwa tujuan utama bagi kesempurnaan manusia adalah “bertindak seperti Sang Pencipta”. Akhirnya, mereka melahirkan hukum ala Fir’aun yang tiran. Mereka membukakan jalan bagi banyak kelompok yang dekat dengan beragam bentuk kemusyrikan seperti penyembah sebab, penyembah berhala, penyembah alam, dan penyembah bintang. Hal itu dengan cara merangsang ego mereka untuk berlari bebas dalam lembah kemusyrikan dan kesesatan. Mereka membendung jalan penghambaan kepada Allah. Mereka menutup pintu-pintu kelemahan, ketidakberdayaan, kefakiran, rasa butuh dan papa yang terdapat dalam fitrah manusia. Mereka tersesat dalam kubangan alam materi, tidak selamat dari lumpur kemusyrikan, serta tidak mendapat jalan menuju pintu syukur yang demikian luas. | |||
<div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr"> | <div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr"> |
düzenleme