İçeriğe atla

On Üçüncü Söz/id: Revizyonlar arasındaki fark

"سُب۟حَانَكَ لَا عِل۟مَ لَنَٓا اِلَّا مَا عَلَّم۟تَنَٓا اِنَّكَ اَن۟تَ ال۟عَلٖيمُ ال۟حَكٖيمُ" içeriğiyle yeni sayfa oluşturdu
("Kujawab, “Manusia merupakan mesin hidup yang merasakan ribuan penderitaan dan menikmati ribuan jenis kesenangan. Meski sangat lemah, namun manusia memiliki musuh yang tak terhingga, baik yang terlihat ataupun yang tak terlihat. Meski sangat papa, namun ia memiliki keinginan yang tak terhingga, baik yang bersifat lahir maupun batin. Manusia adalah makhluk yang malang, yang senantiasa merasakan derita kehilangan dan perpisahan. Walaupun kondisinya demiki..." içeriğiyle yeni sayfa oluşturdu)
("سُب۟حَانَكَ لَا عِل۟مَ لَنَٓا اِلَّا مَا عَلَّم۟تَنَٓا اِنَّكَ اَن۟تَ ال۟عَلٖيمُ ال۟حَكٖيمُ" içeriğiyle yeni sayfa oluşturdu)
306. satır: 306. satır:
Kujawab, “Manusia merupakan mesin hidup yang merasakan ribuan penderitaan dan menikmati ribuan jenis kesenangan. Meski sangat lemah, namun manusia memiliki musuh yang tak terhingga, baik yang terlihat ataupun yang tak terlihat. Meski sangat papa, namun ia memiliki keinginan yang tak terhingga, baik yang bersifat lahir maupun batin. Manusia adalah makhluk yang malang, yang senantiasa merasakan derita kehilangan dan perpisahan. Walaupun kondisinya demikian, namun berkat afiliasi dengan Penguasa Yang Mahaagung lewat iman dan ubûdiyah, ia menemukan “titik sandaran” yang sangat kuat, yang menjadi tempat berlindung dari seluruh musuh. Ia juga me- nemukan “titik tambatan” untuk memenuhi semua kebutuhan, keingi- nan, dan impiannya.Jadi, sebagaimana segala sesuatu menisbatkan diri kepada tuan- nya, merasa bangga dengan afiliasi tersebut, serta merasa mulia dengan kedudukan di sisi-Nya, demikian pula dengan manusia. Ketika dengan keimanan ia menisbatkan diri kepada Dzat Mahakuasa yang qudrah- Nya tak terhingga, serta kepada Penguasa Mahakasih yang memiliki rahmat yang luas, lalu ia mengabdi dengan ubudiyah, maka ajal dan kematian berganti dari sebuah kemusnahan abadi menjadi tiket menuju alam abadi. Kalian dapat mengukur betapa manusia sangat menikmati ubudiyahnya kepada Tuhan, merasa senang dengan iman yang terdapat dalam kalbunya, bahagia dengan cahaya Islam, serta bangga dengan Tuhannya yang Mahakuasa dan Penyayang seraya bersyukur atas nikmat iman dan Islam.
Kujawab, “Manusia merupakan mesin hidup yang merasakan ribuan penderitaan dan menikmati ribuan jenis kesenangan. Meski sangat lemah, namun manusia memiliki musuh yang tak terhingga, baik yang terlihat ataupun yang tak terlihat. Meski sangat papa, namun ia memiliki keinginan yang tak terhingga, baik yang bersifat lahir maupun batin. Manusia adalah makhluk yang malang, yang senantiasa merasakan derita kehilangan dan perpisahan. Walaupun kondisinya demikian, namun berkat afiliasi dengan Penguasa Yang Mahaagung lewat iman dan ubûdiyah, ia menemukan “titik sandaran” yang sangat kuat, yang menjadi tempat berlindung dari seluruh musuh. Ia juga me- nemukan “titik tambatan” untuk memenuhi semua kebutuhan, keingi- nan, dan impiannya.Jadi, sebagaimana segala sesuatu menisbatkan diri kepada tuan- nya, merasa bangga dengan afiliasi tersebut, serta merasa mulia dengan kedudukan di sisi-Nya, demikian pula dengan manusia. Ketika dengan keimanan ia menisbatkan diri kepada Dzat Mahakuasa yang qudrah- Nya tak terhingga, serta kepada Penguasa Mahakasih yang memiliki rahmat yang luas, lalu ia mengabdi dengan ubudiyah, maka ajal dan kematian berganti dari sebuah kemusnahan abadi menjadi tiket menuju alam abadi. Kalian dapat mengukur betapa manusia sangat menikmati ubudiyahnya kepada Tuhan, merasa senang dengan iman yang terdapat dalam kalbunya, bahagia dengan cahaya Islam, serta bangga dengan Tuhannya yang Mahakuasa dan Penyayang seraya bersyukur atas nikmat iman dan Islam.


<div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
Sebagaimana hal itu kunyatakan kepada saudaraku para siswa tersebut, kunyatakan pula kepada para tahanan bahwa: “Siapa yang mengenal dan menaati Allah, akan bahagia meskipun hidup di dalam penjara. Namun, siapa yang melalaikan dan melupakan-Nya, akan sengsara meskipun hidup di dalam istana.” Seorang yang terzalimi pada suatu hari, saat berada di podium kematian, berteriak di hadapan kaum yang zalim dengan sangat baha- gia: “Aku tidak akan berakhir pada kefanaan dan kemusnahan abadi. Namun, aku akan terbebas dari penjara dunia menuju kebahagiaan abadi. Akan tetapi, aku melihat kalian akan dihukum dengan kematian abadi lantaran menganggap kematian itu sebagai suatu kefanaan dan ketiadaan. Dengan demikian, dendamku telah terbalaskan.” Ia pun menyerahkan nyawanya dengan tenang seraya mengucap lâ ilâha illallâh.”
O mektepli gençlere dediğim gibi musibetzede mahpuslara da tekrar ile derim: '''Onu tanıyan ve itaat eden zindanda dahi olsa bahtiyardır. Onu unutan saraylarda da olsa zindandadır, bedbahttır.''' Hattâ bir bahtiyar mazlum, idam olunurken bedbaht zalimlere demiş: “Ben idam olmuyorum. Belki terhis ile saadete gidiyorum. Fakat ben de sizi idam-ı ebedî ile mahkûm gördüğümden sizden tam intikamımı alıyorum.” لَٓا اِلٰهَ اِلَّا اللّٰهُ diyerek sürur ile teslim-i ruh eder.
</div>


<div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
سُب۟حَانَكَ لَا عِل۟مَ لَنَٓا اِلَّا مَا عَلَّم۟تَنَٓا اِنَّكَ اَن۟تَ ال۟عَلٖيمُ ال۟حَكٖيمُ
سُب۟حَانَكَ لَا عِل۟مَ لَنَٓا اِلَّا مَا عَلَّم۟تَنَٓا اِنَّكَ اَن۟تَ ال۟عَلٖيمُ ال۟حَكٖيمُ
</div>