KALIMAT KESEPULUH
(Kebangkitan Makhluk di Akhirat)
Catatan: Alasan yang membuatku menyajikan perumpamaan dalam bentuk cerita pada sejumlah risalah ini adalah untuk mendekatkan sejumlah makna kepada benak kita di satu sisi. Di sisi lain, untuk mem- perlihatkan sejauh mana rasionalitas sejumlah hakikat Islam berikut kesesuaian dan keselarasannya dengan perumpamaan yang ada. Inti dari cerita-cerita itu adalah hakikat yang disajikan dalam bentuk kinayah. Jadi, sebenarnya ia bukanlah cerita khayalan, tetapi merupa- kan hakikat yang benar.
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ
“Perhatikanlah bekas-bekas rahmat Allah, bagaimana Allah menghidupkan bumi yang sudah mati.
Sesungguhnya (Tuhan yang berkuasa seperti) demikian benar-benar (berkuasa) menghidupkan orang-orang yang telah mati. Dia Mahakuasa atas segala sesuatu.”(QS. ar-Rûm [30]: 50).
Wahai saudaraku! Jika engkau menginginkan penjelasan tentang kebangkitan makhluk berikut sejumlah persoalan akhirat yang sesuai dengan pemahaman orang awam, mari kita perhatikan cerita pendek berikut ini:
Ada dua orang yang pergi secara bersama-sama ke sebuah ke- rajaan yang sangat indah bagaikan surga. Perumpamaan di sini mengarah kepada dunia. Keduanya melihat bahwa penduduk kerajaan tadi membiarkan pintu-pintu rumah dan toko mereka terbuka tanpa ada perhatian untuk menjaganya. Harta dan uang mereka dapat diambil begitu saja tanpa ada seorang pun yang menjaganya. Maka, karena dikuasai oleh hawa nafsu, salah seorang dari keduanya mulai mencuri atau merampas harta seraya melakukan berbagai bentuk kezaliman dan kebodohan, sementara para penduduk kerajaan tidak menghirau- kannya.
Melihat hal itu, temannya menegur,
“Apa yang engkau lakukan? Engkau akan mendapatkan hukuman. Engkau juga bisa membuatku terseret dalam bencana dan musibah. Harta ini adalah harta milik negara. Sementara, para penduduknya berikut keluarga dan anak-anak mereka merupakan prajurit dan pegawai negara. Mereka ditugaskan untuk melakukan berbagai tugas yang ada. Karena itu, mereka tidak begitu peduli dengan apa yang engkau lakukan. Ketahuilah bahwa aturan di sini sangat ketat. Mata-mata dan pengawas Raja ada di mana-mana. Karena itu, wahai sahabatku, engkau harus segera meminta maaf.”
Akan tetapi, sahabatnya yang bodoh itu tetap keras kepala seraya berkata,
“Tidak! Harta ini bukan harta negara, tetapi ia adalah harta wakaf tanpa ada yang memilikinya. Setiap orang boleh menggunakan- nya untuk apa saja. Karena itu, kupikir tidak ada alasan bagiku untuk tidak memanfaatkan berbagai fasilitas indah yang bertebaran di hadapanku ini. Lagi pula aku tidak percaya dengan apa yang tidak dilihat oleh mataku.”
Ia pun mulai berfilsafat dan mengungkapkan argumen yang mengadaada. Maka diskusi sengit terjadi antara keduanya.
Dialog mulai memanas ketika orang yang lalai tadi bertanya, “Siapa raja itu? Aku tidak mengenalnya.”
Mendengar hal itu sahabatnya berujar, “Engkau pasti mengetahui bahwa setiap desa pasti ada pemimpinnya, setiap jarum pasti ada pembuatnya, dan setiap huruf pasti ada penulisnya. Bagaimana mungkin engkau bisa berkata bahwa tidak ada yang menguasai dan mengendalikan kerajaan yang sangat tertata rapi ini? Bagaimana mungkin harta berlimpah dan kekayaan berharga ini tidak ada pemiliknya. Bahkan seakan-akan ia seperti kereta yang memuat rezeki yang datang setiap waktu dari alam gaib untuk membongkar muatannya di sini lalu pergi.(*[1])Tidakkah engkau melihat pada setiap penjuru kerajaan ini informasi dan pengumuman raja, berikut rambu-rambu yang terdapat di setiap sudut, serta stempel dan tandanya yang terdapat pada seluruh harta. Bagaimana mungkin tidak ada yang menguasai kerajaan seperti ini? Sepertinya engkau telah belajar bahasa asing, namun tidak mampu membaca tulisan islami serta tidak mau bertanya kepada orang yang bisa membaca dan memahaminya. Karena itu, mari aku akan membacakan sejumlah perintah yang paling penting dari raja.”
Si keras kepala itu lalu memotongnya dengan berkata,
“Anggaplah kita mengakui keberadaan raja, lalu apakah yang kuambil darinya akan membahayakan atau mengurangi kekayaannya? Di samping itu, aku juga tidak melihat adanya hukuman penjara atau yang sejenisnya?”
Sahabatnya menjawab,
“Wahai teman, kerajaan yang kita lihat ini hanyalah tempat ujian dan latihan. Ia juga pameran kreasi raja yang sangat indah sekaligus tempat jamuan yang sangat singkat. Tidakkah engkau melihat rombongan yang datang setiap hari lalu sebagian lainnya pergi? Ia senantiasa diisi dan dikosongkan. Pada akhirnya ia akan diganti dengan suatu kerajaan lain yang bersifat abadi. Manusia akan dipindahkan ke sana untuk mendapat ganjaran dan hukuman sesuai dengan amal perbuatannya.”
Sekali lagi temannya yang bingung dan keras kepala berkata, “Aku tidak percaya. Mungkinkah kerajaan yang ramai ini akan hancur lalu para penghuninya pindah ke kerajaan lain?”
Sahabatnya yang amanah itu menjawab,
“Wahai teman, karena engkau terus menunjukkan sikap keras kepala, aku akan menjelaskan kepadamu berbagai bukti yang jumlahnya tak terhingga yang terangkum dalam “dua belas gambaran” di mana ia menegaskan kepadamu bahwa di sana terdapat pengadilan terbesar, negeri tempat pahala dan karunia, serta tempat memberi hukuman dan penjara. Sebagaimana kerajaan ini hari demi hari kosong ditinggalkan penghuninya, maka akan ada suatu hari kerajaan itu dikosongkan secara menyeluruh dan pada akhirnya akan dihancurkan.
Gambaran Pertama
Mungkinkah sebuah kekuasaan—terutama kerajaan besar semacam initidak menyiapkan pahala bagi mereka yang taat dan hukuman bagi mereka yang durhaka?
Jika hukuman dan pahala itu dianggap tidak ada di sini, berarti ia pasti ada di pengadilan besar di negeri lain.
Gambaran Kedua
Perhatikan perjalanan sejumlah peristiwa di kerajaan ini, bagaimana rezeki dibagikan secara berlimpah termasuk kepada makhluk yang paling lemah dan paling miskin, bagaimana perawatan yang baik kepada seluruh orang sakit yang tidak memiliki siapa-siapa. Perhatikan berbagai makanan nikmat, tempat hidangan yang indah, dekorasi yang terhias, serta pakaian yang memesona dan hidangan berlimpah ada di mana-mana. Perhatikan! Semua orang menunaikan tugas mereka dengan tekun, kecuali engkau dan orang-orang bodoh sepertimu. Tidak seorangpun yang dapat melampaui batas yang ditetapkan padanya. Orang yang paling mulia juga menunaikan kewajiban yang diberikan padanya dengan penuh tawaduk, penuh ketaatan, dalam kondisi takut dan tunduk.
Pemilik kerajaan ini adalah sosok yang sangat pemurah, pemilik rahmat yang sangat luas, dan pemilik kemuliaan. Sebagaimana diketahui bersama, sifat pemurah melahirkan pemberian anugerah, rahmat terwujud dengan adanya kebaikan, sikap mulia menuntut adanya semangat membela kehormatan, serta kemuliaan dan kehormatan menuntut hukuman terhadap mereka yang biadab. Sementara, pada kerajaan ini tidak dilakukan satu pun dari seperseribu bagian yang layak dengan rahmat dan kemuliaan tersebut. Karenanya, orang zalim tetap pergi dalam kondisi sombong, sementara pihak yang dizalimi pergi dalam kondisi hina.
Jadi, persoalannya ditangguhkan ke pengadilan terbesar.
Gambaran Ketiga
Lihatlah bagaimana sejumlah pekerjaan di sini ditunaikan de- ngan penuh hikmah dan teratur. Perhatikan bagaimana sejumlah muamalah terlaksana dengan keadilan hakiki dan neraca yang cermat. Seperti diketahui bersama, sikap bijak pemerintah menuntut sikap lembut terhaadp pihak-pihak yang meminta perlindungan kepadanya. Keadilan juga menuntut adanya perhatian terhadap hak-hak rakyat agar kehormatan pemerintah dan keagungan negara bisa terjaga. Namun, yang terlihat di sini hanya sebagian kecil dari penunaian sesuatu yang sesuai dengan hikmah dan keadilan di atas. Orang-orang lalai seperti dirimu sebagian besarnya akan meninggalkan kerajaan ini tan- pa melihat adanya hukuman.
Jadi, persoalannya sudah pasti ditunda ke pengadilan terbesar.
Gambaran Keempat
Perhatikan berbagai permata langka yang jumlahnya tak terhingga yang terpampang di galeri ini dan makanan istimewa yang nikmat yang menghiasi hidangan yang ada. Semua itu menunjukkan bahwa penguasa kerajaan ini sangat dermawan dan memiliki kekayaan yang tak pernah habis. Hanya saja, kedermawanan permanen serta kekayaan yang tak pernah habis semacam ini tentu saja menuntut keberadaan jamuan abadi yang kekal yang berisi apa yang disenangi jiwa. Selain itu, ia juga mengharuskan keabadian para penikmat yang berada di dalamnya agar mereka tidak tersiksa oleh pedihnya perpisahan. Pa- salnya, sebagaimana hilangnya kepedihan merupakan kenikmatan, begitu juga hilangnya kenikmatan merupakan kepedihan.
Lihatlah galeri yang ada, cermati informasi yang terdapat di dalam pengumuman ini dan perhatikan dengan baik para penyeru yang menggambarkan ber- bagai keajaiban ciptaan raja yang luar biasa sekaligus mengungkap dan memperlihatkan kesempurnaannya. Mereka menjelaskan keindahan maknawinya yang tak tertandingi dan menyebutkan sejumlah pernak-pernik kebaikannya yang tersembunyi.Jadi, raja tersebut memiliki kesempurnaan cemerlang dan ke- indahan gemilang yang melahirkan rasa takjub.
Gizli, kusursuz kemal ise takdir edici, istihsan edici, mâşâallah deyip müşahede edicilerin başlarında teşhir ister. Mahfî, nazirsiz cemal ise görünmek ve görmek ister. Yani, kendi cemalini iki vecihle görmek: Biri, muhtelif âyinelerde bizzat müşahede etmek. Diğeri, müştak seyirci ve mütehayyir istihsan edicilerin müşahedesi ile müşahede etmek ister. Hem görmek hem görünmek hem daimî müşahede hem ebedî işhad ister.
Tentu semua ini mengharuskan keabadian mereka yang me- nyaksikan, mengagumi, dan mengapresiasi keindahan tersebut. Sebab, keindahan yang kekal tidak menyukai pencinta yang fana. Di samping itu, gambaran perpisahan menjadikan apa yang dicinta berubah menjadi musuh, kekaguman berubah menjadi sikap meremehkan, dan penghormatan berubah menjadi penghinaan. Pasalnya, secara fitrah manusia memusuhi sesuatu yang tidak ia ketahui dan yang tidak bisa ia capai. Selama seluruh makhluk meninggalkan negeri jamuan ini dengan cepat, lalu menghilang tanpa pernah puas dengan keindahan dan kesempurnaan yang ada, bahkan hanya melihat bayangan suram dari cahaya keindahan dan kesempurnaan tersebut secara selintas,
maka perjalanan ini bergerak menuju pentas yang kekal abadi.
BEŞİNCİ SURET
Bak, bu işler içinde görünüyor ki o misilsiz zatın pek büyük bir şefkati vardır. Çünkü her musibetzedenin imdadına koşturuyor, her suale ve matluba cevap veriyor. Hattâ bak, en edna bir hâcet, en edna bir raiyetten görse şefkatle kaza ediyor. Bir çobanın bir koyunu, bir ayağı incinse ya merhem ya baytar gönderiyor.
Gel gidelim, şu adada büyük bir içtima var. Bütün memleket eşrafı orada toplanmışlar. Bak, pek büyük bir nişanı taşıyan bir yaver-i ekrem bir nutuk okuyor. O şefkatli padişahından bir şeyler istiyor. Bütün ahali: “Evet, evet biz de istiyoruz.” diyorlar. Onu tasdik ve teyid ediyorlar. Şimdi dinle, bu padişahın sevgilisi diyor ki:
Ia menyeru dengan berkata: “Wahai raja kami yang telah melimpahkan berbagai nikmatnya kepada kami. Perlihatkan pada kami sumber dan asal dari seluruh sampel yang kau perlihatkan pada kami. Bawa kami kepada pusat kekuasaanmu dan jangan binasakan kami begitu saja di gurun ini. Terimalah kami di hadapanmu. Kasihi kami dan beri kami di sana sejumlah kenikmatan yang telah kau anugerahkan pada kami di sini. Jangan kau siksa kami dengan perpisahan dan pengusiran. Mereka adalah rakyatmu yang senantiasa rindu, bersyukur, dan taat kepadamu. Jangan kau biarkan mereka tersesat dan jangan kau binasakan mereka dengan kematian abadi.”
“Wahai sahabat, apakah engkau mendengar apa yang ia katakan? Mungkinkah sosok yang memiliki kekuatan luar biasa semacam ini dan kasih sayang yang sempurna tidak akan memberi apa yang diinginkan oleh utusannya serta tidak mengabulkan tujuan tertinggi dan termulia tadi? Padahal, dialah yang memenuhi keinginan terkecil dari rakyatnya yang paling hina. Selain itu, apa yang diminta oleh utusan mulia tersebut adalah wujud dari keinginan dan tujuan semua. Ia adalah konsekuensi dari keadilan, rahmat, dan ridanya. Juga, permintaannya adalah sesuatu yang mudah dan ringan bagi raja. Ia tidak lebih sulit daripada berbagai hal yang ditampilkan pada sejumlah tempat rekreasi di kerajaan ini. Maka, karena dia telah mengeluarkan biaya yang sangat besar dan telah mendirikan kerajaan ini untuk memper- lihatkan sejumlah sampelnya secara temporer, sudah pasti dia akan memperlihatkan kekayaannya yang hakiki serta kesempurnaan dan berbagai keajaibannya yang mencengangkan di pusat kekuasaannya.
Jadi, mereka yang berada di negeri ujian ini tidak sia-sia dan percuma. Tetapi, mereka dinantikan oleh istana kebahagiaan atau penjara menakutkan.
Gambaran Keenam
Mari perhatikan semua kereta, pesawat, mesin, gudang, pameran, dan pekerjaan yang mengagumkan. Semua itu menunjukkan bahwa terdapat kekuasaan yang sangat hebat(*[2])yang mengontrol dari balik tirai.
Kekuasaan semacam itu tentu saja menuntut keberadaan rakyat yang sesuai dengannya. Sementara engkau bisa menyaksikan bagaimana mereka berkumpul di tempat jamuan inijamuan dunia—sementara tempat jamuan tersebut setiap hari diisi dan dikosongkan. Rakyat itu hadir dalam medan ujian untuk manuver. Hanya saja, medan tersebut berganti setiap saat. Mereka tinggal sebentar di galeri agung ini untuk menikmati sejumlah sampel karunia raja yang berharga dan berbagai kreasi yang menakjubkan. Akan tetapi, galeri itu sendiri berganti setiap menit. Yang pergi tidak akan pernah kembali, dan yang datang pasti akan pergi.
Semua persoalan ini menjelaskan secara tegas bahwa di balik negeri jamuan yang fana ini, di balik medan yang terus berganti ini, dan di balik galeri yang terus berubah ini, terdapat sejumlah istana yang kekal, tempat tinggal yang baik dan abadi, taman-taman yang penuh dengan “hakikat” dari sampel tadi, serta khazanah yang berisi barang aslinya.
Jadi, amal perbuatan di sini tidak lain ditujukan untuk meraih balasan yang dipersiapkan di sana. Raja yang mahakuasa menyuruh kerja di sini, lalu memberikan balasan di sana. Setiap individu memiliki kebahagiaan sesuai dengan kesiapan dan kemampuannya.
Gambaran Ketujuh
Mari kita berkunjung sejenak ke tengah-tengah masyarakat berperadaban guna melihat kondisi mereka berikut berbagai peristiwa yang terjadi pada mereka. Perhatikan bagaimana pada setiap sudut dipasang sejumlah kamera untuk mengambil gambar, sementara di setiap tempat terdapat banyak pengawas yang mencatat segala sesuatu, termasuk hal-hal yang paling remeh. Lihatlah gunung yang tinggi ters Ia memotret dan merekam semua hal yang terjadi di kerajaan. Penguasa mengeluarkan perintahnya untuk mencatat seluruh persoebut. Padanya terdapat kamera besar(*[3])yang khusus milik penguasa.alan atau menulis semua transaksi yang terdapat di kerajaannya. Ini berarti bahwa penguasa agung itulah yang menyuruh untuk mencatat semua peristiwa serta memerintahkan untuk memotretnya.
Pencatatan dan rekaman yang sangat cermat tersebut sudah pasti untuk sebuah perhitungan. Sebab, mana mungkin Penguasa Yang Maha Menjaga yang tidak mengabaikan kejadian kecil sedikit pun tidak memedulikan dan tidak mencatat amal-amal besar yang dilakukan oleh para pembesar di kalangan rakyatnya? Mana mungkin Dia tidak menghisab dan sekaligus memberi balasan terhadap perbuatan mereka? Sementara mereka telah melakukan sejumlah perbuatan yang mendurhakai Raja yang Mahaperkasa, menantang kebesaran-Nya, serta menjauhkannya dari rahmat-Nya yang luas.
Manakala mereka tidak mendapatkan hukumannya di sini, sudah pasti hukuman tersebut ditangguhkan ke Mahkamah Agung Akhirat.
Gambaran Kedelapan Aku akan membacakan untukmu sejumlah perintah yang bersumber dari sang raja. Perhatikan! Dia berulang kali menyebutkan janji dan ancamannya dengan berkata, “Aku akan membawa kalian ke tempat kekuasaanku. Aku akan memberikan kebahagiaan kepada orang yang taat di antara kalian serta akan memasukkan para pembangkang ke dalam penjara. Aku juga akan menghancurkan tempat temporer tersebut dan akan membangun kerajaan lain yang berisi istana dan penjara abadi.” Perlu diketahui bahwa apa yang dijanjikan oleh raja sangat mudah baginya untuk dilaksanakan, sedangkan hal itu sangat penting bagi rakyatnya. Adapun jika dia mengingkari janji, hal itu sangat bertentangan dengan kemuliaan kekuasaannya.
Perhatikanlah wahai orang yang lalai! Engkau hanya membenarkan ilusimu yang dusta, akalmu yang rancu, dan jiwamu yang menipu. Engkau tidak percaya kepada sosok yang sangat tidak perlu mengingkari janji, di mana sikap ingkar tadi sama sekali tidak sesuai dengan kemuliaannya. Engkau tidak percaya kepada sosok yang semua urusan menjadi saksi atas kebenarannya. Karena itu, engkau layak mendapatkan hukuman besar. Pasalnya, orang sepertimu di dunia ini seperti musafir yang menutup mata terhadap cahaya matahari dan mengikuti imajinasinya semata. Ia ingin menyinari jalannya yang menakutkan dengan cahaya akalnya yang tidak mampu memberikan cahaya kecuali seperti cahaya kunang-kunang di malam hari.Karena dia telah berjanji, tentu dia akan menepati janjinya. Sebab, menepati janji baginya adalah sesuatu yang mudah di mana hal itu adalah bagian dari kekuasaannya sekaligus sangat penting bagi kita dan segala sesuatu.
Dengan demikian, di sana terdapat Mahkamah Agung dan kebahagiaan yang paling utama.
Gambaran Kesembilan Mari kita melihat para pemimpin sejumlah wilayah dan komu- nitas.(*[4])Di antara mereka ada yang dapat berkomunikasi secara pribadi dengan raja lewat telepon khusus. Bahkan sebagian lagi naik menu- ju hadapannya. Perhatikan apa yang mereka katakan? Mereka semua memberitahukan kepada kita bahwa raja telah menyiapkan sebuah tempat besar dan menakjubkan sebagai balasan bagi mereka yang berbuat baik dan tempat menakutkan sebagai hukuman bagi mereka yang berbuat buruk. Dia menetapkan janji yang kuat dan memberikan ancaman yang sangat keras. Kemuliaan dan keagungannya tidak mungkin membiarkan kehinaan dengan mengingkari janji.
Apalagi informasi yang disampaikan oleh para informan itu demikian banyak sampai pada tingkatan mutawatir, serta sangat kuat sampai pada tingkatan ijmak. Mereka semua menyampaikan kepada kita bahwa tempat kekuasaan agung tersebut yang jejak dan tandanya kita lihat di sini adalah kerajaan lain yang sangat jauh. Bangunan yang terdapat pada medan ujian ini bersifat sementara. Ia akan digantikan dengan sejumlah istana yang kekal dan bumi ini akan digantikan dengan yang lain. Hal itu karena kekuasaan yang kekal yang keagungannya dapat diketahui dari jejaknya, tidak mungkin hanya terbatas pada sejumlah urusan yang temporer, yang tidak sempurna, tidak bernilai, dan tidak tetap. Akan tetapi, kekuasaannya mengarah pada sesuatu yang sesuai dengan kekuasaan dan keagungannya di mana ia bersifat kekal, sempurna, dan besar.
Dengan demikian, terdapat negeri lain dan perjalanan menuju tempat tersebut adalah sesuatu yang pasti terjadi.
Gambaran Kesepuluh Mari wahai sahabatku. Hari ini adalah hari raya kerajaan.(*[5])
Akan terjadi sejumlah perubahan dan pergantian. Berbagai hal menakjub- kan akan terlihat. Mari kita pergi berekreasi di salah satu hari dari musim semi yang indah menuju padang berhias bunga-bunga indah. Lihatlah orang-orang menuju ke sana. Lihat, di sini terdapat satu hal yang aneh. Seluruh bangunan hancur dan tampil dalam bentuk lain. Ini sungguh merupakan sesuatu yang menakjubkan. Pasalnya, bangunan yang hancur itu segera dibangun kembali di sini. Padang tandus ini pun berubah menjadi satu kota yang makmur. Lihat, ia senantiasa memperlihatkan kepadamu satu pertunjukan baru yang tidak sama dengan sebelumnya seperti tayangan film. Perhatikan ia dengan cermat agar engkau bisa melihat kehebatan tatanan yang apik ini pada layar hakiki yang menampilkan ragam tayangan dan berubah dengan sangat cepat. Masing-masing mengambil posisi yang sebenarnya secara sangat cermat dan rapi. Bahkan, pentas khayalan pun tidak sampai serapi dan seindah itu. Juga, jutaan tukang sihir yang hebat tidak bisa melakukan pekerjaan indah semacamnya. Jadi, raja agung yang tidak terlihat oleh kita itu memiliki banyak urusan yang luar biasa.
Wahai orang yang bingung, engkau bertanya, “Bagaimana mungkin kerajaan besar ini akan dihancurkan dan dibangun kembali di tempat lain?”
Di hadapanmu terdapat banyak perubahan yang mencengang- kan yang sulit diterima akal. Pertemuan dan perpisahan yang demikian cepat, perubahan dan pergantian, serta pembangunan dan kehancu- ran ini semuanya menginformasikan tentang satu maksud dan tujuan. Pasalnya, untuk pertemuan selama satu jam saja dikeluarkan anggaran sebanyak kebutuhan sepuluh tahun. Jadi, berbagai kondisi ini bukan merupakan tujuan. Ia hanyalah contoh dan sampel untuk ditampilkan di sini. Raja menghadirkan proses ini secara sangat menakjubkan agar gambarannya diambil dan hasilnya dijaga lalu semua yang terdapat di medan atraksi militer dicatat. Dengan demikian, semua urusan dan muamalah akan berlangsung di dalam pertemuan terbesar dan terus berlaku sesuai dengan yang terdapat di sini. Ia akan ditampilkan secara terusmenerus dalam pameran terbesar. Dengan kata lain, seluruh kondisi fana ini melahirkan buah abadi dan sejumlah gambaran yang kekal di sana.
Jadi, perayaan ini dimaksudkan untuk sampai kepada kebahagiaan paling agung, mahkamah agung, dan tujuan mulia yang tak terlihat oleh kita.
Gambaran Kesebelas Wahai teman yang keras kepala, mari kita naik pesawat atau kereta. Kita pergi ke wilayah Timur dan Barat—yakni ke masa lalu dan masa mendatangguna menyaksikan sejumlah mukjizat yang ditampilkan sang raja di seluruh tempat. Berbagai hal menakjubkan seperti pameran, medan ujian, atau istana yang kita saksikan ada di setiap tempat. Hanya saja, bentuk dan konstruksinya berbeda. Wahai sahabatku, perhatikan ini dengan cermat untuk melihat sejauh mana kerapian hikmah yang tampak, tanda perhatian yang sangat jelas, ukuran tanda keadilan, serta tingkat kemunculan buah rahmat yang luas di tempat yang terus berganti, medan yang fana dan pameran yang tak kekal ini. Siapa yang masih memiliki mata hati, tentu ia akan memahami dengan yakin bahwa tidak ada hikmah yang lebih sempurna daripada hikmah sang raja, tidak ada perhatian yang lebih indah dari-pada perhatiannya, tidak ada rahmat yang lebih komprehensif dari- pada rahmatnya, serta tidak ada keadilan yang lebih agung daripada keadilannya.
Namun, karena kerajaan inisebagaimana diketahuitak mampu menampakkan berbagai hakikat hikmah, perhatian, rahmat, dan keadilannya, kalau dalam pusat kerajaannya tidak terdapat istana kekal, tempat istimewa yang abadi, serta tempat tinggal yang nyaman dan permanen berikut penduduk dan rakyatnya yang bahagia di mana ia menjadi tempat terwujudnya hikmah, perhatian, rahmat, dan keadilan-Nya, berarti hikmah, perhatian, rahmat, serta berbagai petunjuk keadilan yang tampak jelas ini harus diingkari. Pengingkaran terhadap semuanya hanya terwujud lewat satu kebodohan nyata layaknya orang yang melihat sinar matahari lalu mengingkari keberadaan matahari itu sendiri di siang bolong. Hal itu juga berarti bahwa pihak yang melakukan semua proses yang berhias hikmah, perbuatan yang mengarah kepada tujuan mulia, serta kebajikan yang dipenuhi rahmat melakukannya dengan sia-sia dan percuma. Sungguh ini sangat tidak mungkin. Ini merupakan bentuk pembalikan fakta. Ini mustahil dalam pandangan semua kalangan berakal, selain kaum sofis yang meng- ingkari wujud segala sesuatu; bahkan wujud mereka sendiri.
Dengan demikian, di sana terdapat negeri selain negeri ini. Ia berisi pengadilan terbesar, tempat keadilan yang paling tinggi, serta pusat kemurahan yang agung agar rahmat, hikmah, perhatian, dan keadilan tersebut tampak di dalamnya secara jelas dan terang.
Gambaran Kedua Belas
Wahai sahabatku, sekarang mari kita kembali untuk bertemu dengan para komandan dan pemimpin komunitas. Lihatlah perlengkapan mereka! Mungkinkah mereka dibekali dengannya hanya untuk menjalani kehidupan yang singkat di medan ujian ini? Atau, semua itu diberikan kepada mereka untuk menjalani kehidupan bahagia yang terbentang di tempat lain? Karena kita tidak dapat berjumpa dengan setiap orang dari mereka dan tidak bisa mengetahui semua perleng- kapan dan persiapan mereka, kita berusaha melihat identitas dan aktivitas salah seorang dari mereka sebagai contoh.
Pada identitasnya, kita bisa melihat pangkat, gaji, tugas, skill, ruang lingkup kerja, serta semua yang berhubungan dengan keadaan komandan. Perhatikan bahwa kedudukan tersebut tidak untuk waktu yang singkat, tetapi untuk waktu yang terbentang lama. Dalam identitasnya tertulis bahwa ia menerima gaji dari perbendaharaan khusus pada tanggal tertentu. Hanya saja, tanggal yang termaktub sangat jauh. Ia baru tiba setelah tugas ujian di medan ini selesai dilakukan. Tugas ini tidak sesuai dengan medan yang bersifat temporer ini, namun diberikan untuk meraih kebahagiaan abadi di tempat yang mulia di sisi raja. Berbagai tuntutan yang ada juga tidak mungkin untuk melewati bilangan hari di negeri jamuan ini. Akan tetapi, ia untuk kehidupan lain yang bahagia dan abadi. Lewat identitas tadi, jelas bahwa pemiliknya disiapkan untuk tempat lain. Bahkan, ia berusaha untuk menuju ke sana.
Lihatlah catatan yang berisi teknis penggunaan perlengkapan berikut tanggung jawab yang tersusun padanya. Jika di sana tidak terdapat kedudukan tinggi yang kekal di luar dunia ini, maka identitas yang demikian rapi tersebut sama sekali tidak berguna. Selain itu, tentu sang komandan terhormat dan pemimpin mulia tadi menjadi lebih rendah daripada orang lain serta menghadapi penderitaan, kehinaan, kelemahan dan kepapaan.Demikianlah keadaannya, ketika engkau melihat segala sesuatu dengan cermat, hal itu menjadi saksi bahwa terdapat keabadian di balik kefanaan ini.
Wahai sahabatku,
kerajaan yang bersifat sementara ini hanyalah sebatas ladang, tempat pembelajaran, dan pasar dagang. Setelah itu, pengadilan besar dan kebahagiaan tertinggi pasti datang. Jika engkau mengingkari hal ini, maka engkau harus mengingkari seluruh identitas dan catatan yang dimiliki sang komandan berikut semua perlengkapan, prinsip dan pengajaran yang ada. Bahkan engkau harus mengingkari semua aturan yang terdapat di kerajaan ini sekaligus mengingkari keberadaan pemerintahan itu sendiri. Dengan demikian, berarti engkau mendustakan semua aktivitas dan proses yang ada. Selanjutnya, engkau tidak bisa disebut sebagai manusia yang memiliki perasaan. Namun, ketika itu engkau lebih bodoh daripada kaum sofis.(*[6])
Jangan pernah mengira bahwa bukti dan petunjuk mengenai penggantian kerajaan ini hanya terbatas pada dua belas gambaran yang telah kami sebutkan di atas. Pasalnya, masih ada bukti dan pe- tunjuk lain yang tak terhitung banyaknya bahwa kerajaan yang senantiasa berubah ini akan berganti menjadi kerajaan lain yang kekal abadi. Masih banyak dalil dan argumen lain yang menunjukkan bahwa manusia akan dipindahkan dari negeri jamuan yang temporer dan fana ini menuju pusat kekuasaan yang kekal abadi.
Wahai sahabat, aku akan menegaskan untukmu sebuah bukti yang lebih kuat dan lebih jelas dari kedua belas gambaran di atas.
Mari perhatikan utusan yang mulia ini, pemilik medali istimewa yang kita saksikan di jazirah ini sebelumnya. Ia menyampaikan sebuah pengumuman kepada banyak orang yang tampak dari kejauhan. Mari kita pergi dan menyimaknya. Dengarkan bagaimana ia menyampaikan semua perintah dari sang raja kepada rakyat dengan berkata:
“Bersiap-siaplah! Kalian akan menuju kerajaan lain yang abadi. Ia adalah kerajaan yang amat menakjubkan. Kerajaan kita ini hanya seperti penjara jika dibandingkan dengannya. Jika kalian memperhatikan perintah ini dengan saksama, lalu melaksanakannya dengan sungguh-sungguh, pasti kalian akan pergi ke pusat kekuasaan raja seraya mendapatkan rahmat dan karunianya. Namun, jika kalian membangkang dan tidak mematuhinya, sel tahanan yang menakutkan akan menjadi tempat kalian.” Ia mengingatkan hadirin dengan informasi ini.
Engkau melihat pada berita agung tersebut terdapat stempel menakjubkan yang tidak bisa ditiru. Semua orang—selain orang bingung sepertimu—mengetahui dengan pasti bahwa perintah itu berasal dari raja. Dengan sekadar tanda dan medali tersebut, semua mengetahui dengan yakinkecuali orang buta sepertimubahwa utusan yang mendapatkan medali itu adalah penyampai perintah raja yang amanah.
Dengan demikian, mungkinkah persoalan penggantian kerajaan ini yang diserukan oleh sang utusan mulia tersebut dengan segala argumentasinya yang kuat yang berisi pesan Ilahi itu ditentang atau disanggah? Sama sekali tidak mungkin, kecuali jika engkau mengingkari semua persoalan dan kejadian yang kau lihat.
Wahai sahabat, sekarang engkau boleh berkata apa saja!
Ia menjawab: “Apa lagi yang dapat kukatakan?! Apakah ada yang bisa menentang hakikat ini? Apakah mungkin mengingkari keberadaan matahari di siang bolong? Aku hanya ingin mengucap alhamdulilâh dan beriburibu syukur. Aku telah selamat dari cengkeraman ilusi dan hawa nafsu serta telah terbebas dari tawanan diri dari penjara abadi. Aku percaya bahwa terdapat negeri kebahagiaan di sisi raja yang agung. Sementara kita disiapkan untuk menuju ke sana setelah berada di negeri yang fana ini.
Demikianlah cerita metaforis tentang hari kebangkitan dan akhirat. Sekarang, dengan taufik Ilahi kita berpindah ke sejumlah hakikat utama.
Kami akan menjelaskannya dalam “dua belas hakikat” di mana ia merupakan landasan yang saling terpaut dan sepadan dengan dua belas gambaran atau cerita di atas. Sebelum itu, kami akan memberikan sebuah pendahuluan.
PENDAHULUAN
Secara singkat kami akan menunjukkan sejumlah persoalan yang telah kami jelaskan dalam berbagai tempat lain, yaitu pada “Kalimat Kedua Puluh Dua”, “Kalimat Kesembilan Belas”, dan “Kalimat Kedua Puluh Enam”.
Petunjuk Pertama
Terdapat tiga hakikat bagi orang yang lalai serta temannya yang amanah sebagaimana disebutkan dalam cerita di atas:
Pertama, nafsu ammârah dan kalbuku.
Kedua, pelajar filsafat dan murid al-Qur’an.
Ketiga, golongan kafir dan umat Islam.
Kesesatan paling menakutkan yang dialami oleh para pelajar filsafat, golongan kafir dan nafsu ammârah adalah tidak mengenal Allah. Seperti yang diucapkan oleh si pemberi nasihat yang amanah dalam cerita di atas bahwa tidak mungkin ada sebuah huruf tanpa ada penulis dan tidak mungkin ada aturan tanpa ada penguasanya, maka kami juga berkata bahwa mustahil terdapat sebuah kitab tanpa penulisnya.
Terlebih lagi, kitab semacam ini di mana setiap kata darinya berupa kitab tersendiri yang ditulis dengan pena yang halus dan di bawah setiap hurufnya terdapat satu kumpulan syair yang digubah dengan pena istimewa. Selain itu, sangat mustahil alam yang besar ini tanpa pencipta.
Pasalnya, alam ini adalah kitab besar yang setiap lembarnya berisi banyak kitab. Bahkan, setiap kata darinya mengandung banyak kitab dan setiap hurufnya memuat kumpulan syair.Muka bumi merupakan lembaran yang memuat banyak kitab. Pohon adalah satu kata yang memuat banyak lembaran. Buah adalah satu huruf dan benih adalah titik. Pada titik ini terdapat indeks pohon yang besar berikut rancangan kerjanya. Kitab seperti ini tentu saja merupakan hasil karya pena Pemilik qudrah yang memiliki sifat indah, agung, dan berkuasa serta penuh hikmah mutlak. Artinya, dengan sekadar melihat kepada alam, hal itu akan melahirkan keimanan. Terkecuali, orang yang mabuk dengan kesesatan.
Sebagaimana tidak mungkin ada sebuah rumah tanpa ada yang membangun, apalagi alam yang dihias dengan perhiasan paling menakjubkan dan ukiran yang paling memukau serta dibangun dengan kreasi yang luar biasa sehingga setiap batu darinya mewakili seni yang terdapat pada keseluruhan bangunannya. Maka, orang berakal tidak akan dapat menerima jika alam semacam ini terwujud tanpa pencipta yang mahir. Terlebih lagi, setiap waktu Dia membangun pada lembaran ini sejumlah tempat tinggal hakiki yang sangat rapi lalu dengan sangat rapi dan mudah pula ia diubah dan diganti seperti mengganti baju. Bahkan, pada setiap sudut Dia membangun sejumlah ruangan kecil.
Maka, sudah pasti alam yang besar ini memiliki Pencipta Yang Mahabijak (Hakîm), Maha Mengetahui (‘Alîm), dan Mahakuasa (Qadîr) secara mutlak. Pasalnya, alam ini laksana istana menakjubkan di mana matahari dan bulan merupakan dua lenteranya, bintang adalah lilinnya, lalu perjalanan waktu merupakan kaset yang padanya setiap tahun Sang Pencipta memasang alam lain untuk dimunculkan ke permukaan dengan memperbaharui sejumlah bentuknya secara rapi dalam tiga ratus enam puluh model. Semua itu dilakukan dengan sa- ngat teratur dan penuh hikmah seraya menjadikan permukaan bumi sebagai meja hidangan berbagai karunia. Pada setiap musim semi Dia menghiasinya dengan tiga ratus ribu jenis makhluk serta mengisinya dengan karunia yang jumlahnya tak terhingga di mana masing-masing memiliki ciri yang berbeda meski bercampur sedemikian rupa. Hal yang sama juga terjadi pada yang lainnya. Jadi, bagaimana mungkin Pencipta istana indah tersebut diabaikan?
Sungguh sangat bodoh orang yang mengingkari matahari di siang bolong, padahal kilau cahayanya terlihat pada buih lautan, benda transparan, dan pada kristal salju. Mengingkari keberadaan matahari dalam kondisi tersebut berarti harus menerima keberadaan banyak matahari kecil yang orisinal sebanyak tetesan air di laut, sebanyak buih, dan sebanyak kristal salju.
Apabila menerima keberadaan matahari pada setiap partikel merupakan bentuk kebodohan, maka tidak beriman kepada Sang Pencipta Yang Mahaagung dan tidak mempercayai sifat sempurna-Nya padahal alam yang tertata dan terus berubah dengan penuh hikmah di setiap waktu terlihat jelas, hal itu merupakan bentuk kesesatan, bahkan merupakan bentuk igauan dan ketidakwarasan. Pasalnya, dalam kondisi demikian mestinya ia meneri- ma ketuhanan yang mutlak yang terdapat pada segala sesuatu, bahkan pada setiap partikel.Sebab, setiap partikel udara—misalnyamampu masuk ke setiap bunga, buah, dan daun sekaligus melaksanakan perannya di sana. Andaikan partikel tersebut tidak diperintah dan tidak ditundukkan, berarti ia mengetahui berbagai bentuk yang membuatnya dapat masuk ke dalamnya berikut susunan dan konstruksinya. Dengan kata lain, ia memiliki pengetahuan yang komprehensif dan memiliki kemampuan integral agar dapat melaksanakan tugas di atas.
Sebagai contoh, setiap partikel tanah dapat menjadi sebab tum- buhnya benih dan beragam jenisnya. Andaikata ia tidak diperintah, berarti ia berisi berbagai perangkat maknawi sebanyak jenis rerumputan dan pepohonan. Atau, ia diberi satu kemampuan sehingga mengetahui semua jenis susunannya untuk menciptakannya serta mengenali berbagai bentuknya untuk dapat merangkainya.Demikianlah keberadaan seluruh entitas sehingga engkau dapat memahami bahwa keesaan Tuhan memiliki begitu banyak dalil yang jelas dan cemerlang pada segala sesuatu.
Ya, penciptaan segala sesuatu dari satu entitas dan penciptaan sebuah entitas dari segala sesuatu merupakan sebuah karya yang hanya dapat dilakukan oleh Pencipta segala sesuatu.
Renungkan dan perhatikan firman Allah yang berbunyi: “Segala sesuatu bertasbih memuji-Nya.” (QS. al-Isrâ [17]: 44.)
Serta ketahuilah bahwa tidak mempercayai Tuhan Yang Maha Esa berarti mempercayai banyak tuhan sebanyak entitas.
Petunjuk Kedua Dalam cerita di atas disebutkan adanya utusan yang mulia. Disebutkan pula bahwa siapa yang tidak buta dengan melihat tanda-tandanya akan memahami bahwa ia bergerak dengan perintah Raja. Ia merupakan pelayanNya yang istimewa. Utusan tersebut tidak lain adalah Rasulullah .
Ya, alam yang indah semacam ini serta Penciptanya yang suci pasti memiliki utusan mulia semacam beliau sebagaimana cahaya yang tidak bisa dipisahkan dengan matahari. Sebab, apabila matahari menyebarkan cahaya, maka uluhiyahNya juga memperlihatkan diri dengan mengutus para utusan yang mulia.
Mungkinkah keindahan yang sangat sempurna tidak ingin menampakkan diri lewat sarana dan petunjuk yang memperkenalkan dirinya?
Mungkinkah kreasi sempurna yang amat indah tidak ingin mengungkap dirinya lewat perantara yang menarik perhatian padanya?
Atau, mungkinkah kekuasaan universal dari rububiyah umum tidak ingin memproklamirkan wahdaniyah dan shamadaniyahNya pada seluruh tingkatan lewat utusan yang memiliki dua sayap atau memiliki dua sifat, yaitu sifat penghambaan total yang mewakili kedudukan makhluk saat berada di hadapan Ilahi, dan sifat kerasulan yang diutus oleh-Nya kepada seluruh alam?
Mungkinkah Pemilik keindahan mutlak tersebut tidak ingin menyaksikan dan mempersaksikan kepada makhluk-Nya tentang berbagai keindahan-Nya pada berbagai cermin yang memantulkan keindahan tersebut? Atau, lewat perantaraan utusan yang dicinta? Beliau adalah sosok yang dicinta karena kedekatan dan ubudiyahnya yang tulus kepada Allah . Beliau adalah utusan yang dicinta kare- na mengajarkan makhluk untuk mencintai-Nya dan memperlihatkan keindahan nama-nama-Nya yang mulia.
Mungkinkah Dzat yang memiliki perbendaharaan barang paling berharga dan paling menakjubkan di mana ia mencengangkan akal, tidak ingin memperlihatkan kesempurnaan-Nya yang tersembunyi dan tidak ingin memperlihatkannya kepada pandangan seluruh makhluk lewat sosok pengenal dan informan yang cerdas?
Mungkinkah Dzat yang menghias alam dengan berbagai makhluk untuk mengungkap kesempurnaan nama-nama-Nya, lalu menjadikannya sebagai istana indah, serta menghiasnya dengan berbagai kreasi menakjubkan guna dihidangkan di hadapan seluruh mata, tidak menunjuk seorang pengajar yang dapat membimbing?
Mungkinkah Pemilik alam ini tidak menerangkan lewat sosok utusan tentang apa tujuan dari berbagai transformasi alam serta tujuan dari misteri yang tertutup itu? Lalu tidak menjawab ketiga pertanyaan misterius lewat perantaraannya, yaitu dari mana? Hendak ke mana? dan siapa dirimu?
Atau, mungkinkah Pencipta Mahaagung yang memperkenalkan diri kepada makhluk yang memiliki perasaan lewat sejumlah entitas indah seraya membuat mereka mencintai-Nya dengan sejumlah karunia-Nya yang berharga tidak menjelaskan kepada mereka lewat perantaraan seorang utusan mengenai apa yang Dia inginkan dari mereka dan apa yang Dia ridai terkait dengan nikmat tersebut?
Mungkinkah Sang Pencipta yang menguji manusia dengan sejumlah perasaan dan kecenderungan serta menyiapkan potensi ubudiyah yang sempurna tidak ingin mengarahkan pandangan mereka dari pluralitas makhluk kepada tauhid lewat perantaraan sosok utusan?
Demikianlah, terdapat banyak dalil kenabian selain yang telah disebutkan di atas. Semuanya merupakan bukti yang kuat bahwa ketuhanan tidak terwujud tanpa kerasulan.
Sekarang, adakah di dunia ini yang lebih layak serta lebih menghimpun semua sifat dan tugas yang telah disebutkan daripada Muhammad x? Adakah seseorang yang lebih pantas daripada beliau untuk mengemban tugas kerasulan dan misi dakwah? Apakah zaman ini memperlihatkan seseorang yang lebih layak daripada beliau? Tentu saja tidak. Beliau adalah pemimpin seluruh rasul, imam bagi seluruh nabi, tambatan hati orang-orang suci, pembimbing seluruh mursyid, orang yang paling dekat dengan Allah di antara muqarrabîn (orang- orang yang dekat dengan-Nya), dan makhluk yang paling sempurna.
Ribuan mukjizat seperti terbelahnya bulan, terpancarnya air dari jemari beliau, serta berbagai bukti kenabian lainnya yang tak terhingga sebagaimana telah disepakati oleh para peneliti, selain al-Qur’an yang agung yang merupakan lautan hakikat dan mukjizat terbesar, cukup menunjukkan kebenaran risalah beliau sejelas sinar matahari. Kami telah menegaskan kemukjizatan al-Qur’an lewat sekitar empat puluh aspeknya dalam sejumlah Risalah, terutama dalam “Kalimat Kedua Puluh Lima”.
Petunjuk Ketiga
Jangan sampai ada yang berpikir dan berkata, “Apa urgensi dan nilai dari manusia yang kecil sehingga dunia yang besar ini berakhir serta dunia lain dibuka guna menghisab amal perbuatannya?” Sebab, manusia yang kecil ini adalah pemimpin seluruh entitas, penyeru kepada kekuasaan uluhiyah Allah, serta pemeran dari ubudiyah yang menyeluruh. Meskipun ia mahluk yang kecil, namun ia memiliki fitrah komprehensif dan universal. Oleh sebab itu, urgensi dan kedudu- kannya sangat penting.
Selain itu, jangan sampai ada yang berpikir, “Mengapa manusia dihukum dengan siksa yang kekal, padahal umurnya sangat singkat?” Hal itu karena kekufuran merupakan kejahatan terbesar dan krimi- nalitas yang tak terhingga. Ia telah merendahkan nilai dan derajat semua entitasyang sebenarnya menyamai nilai dan derajat goresan shamadaniyahmenjadi sia-sia. Ia merupakan bentuk penghinaan yang nyata bagi seluruh alam, bentuk pengingkaran terhadap seluruh cahaya nama-nama-Nya yang terlihat, serta pengingkaran terhadap jejak-Nya pada entitas. Selanjutnya, ia merupakan bentuk pendustaan terhadap bukti yang menunjukkan hakikat wujud Allah yang jumlahnya tak terhingga. Kriminalitas yang tak terhingga mengharuskan siksa yang tak terbatas.
Petunjuk Keempat
Lewat kedua belas gambaran dari cerita di atas, kita telah melihat bahwa tidak mungkin Raja yang agung memiliki kerajaan yang temporer layaknya tempat jamuan, namun tidak memiliki kerajaan lain yang bersifat kekal dan permanen yang layak dengan keagungan-Nya dan kedudukan kekuasaan-Nya yang suci.
Selain itu, tidak mungkin Pencipta Yang Mahakekal tidak men- ciptakan alam lain yang abadi setelah Dia menghadirkan alam yang fana ini. Tidak mungkin Pencipta Yang Mahakekal menciptakan alam indah yang fana ini lalu tidak menciptakan alam lain yang kekal abadi. Juga, tidak mungkin Pencipta Yang Mahabijak (Hakîm), Yang Mahakuasa (Qadîr), serta Maha Penyayang (Rahîm), menciptakan alam ini sebagai galeri umum, medan ujian, serta ladang yang bersifat sementara lalu tidak menciptakan negeri akhirat yang menyingkap dan memperlihatkan semua tujuan-Nya.
Hakikat ini dapat dimasuki lewat dua belas pintu dan pintu-pintu tersebut dapat dibuka lewat dua belas hakikat. Kita mulai dari yang paling singkat dan paling sederhana:
HAKIKAT PERTAMA
Pintu Rububiyah dan Kekuasaan sebagai Manifestasi dari Nama “ar-Rabb”.
Mungkinkah Dzat yang memiliki rububiyah dan kekuasaan uluhiyah menciptakan sebuah alam yang indah seperti alam ini untuk berbagai tujuan mulia dan agung guna memperlihatkan kesempurnaan-Nya, kemudian Dia tidak menyediakan pahala bagi kaum beriman yang menanggapi tujuan mulia tersebut dengan iman dan pengabdian, serta tidak menghukum kaum yang sesat yang menanggapi tujuan tadi dengan penolakan dan sikap meremehkan?
HAKIKAT KEDUA
Pintu Kemurahan dan Rahmat sebagai Manifestasi dari Nama “al-Karîm” dan “ar-Rahîm”.
Mungkinkah Tuhan Pemelihara dan Pemilik alam yang lewat berbagai jejak-Nya memperlihatkan kemurahan tak terhingga, rahmat tak bertepi, dan keperkasaan tak terkira tidak menetapkan pahala yang sesuai dengan kemurahan dan rahmat-Nya kepada mereka yang berbuat baik serta tidak menentukan hukuman yang sesuai dengan keperkasaan-Nya bagi mereka yang berbuat jahat?
Andaikan manusia mau mencermati perjalanan dunia, terlihat bahwa mulai dari makhluk hidup terlemah(*[7]) hingga makhluk yang paling kuat, setiap makhluk hidup mendapatkan limpahan rezeki yang sesuai dengannya. Bahkan Allah memberikan kepada makhluk yang paling lemah rezeki yang paling halus dan paling baik serta menolong orang sakit dengan kesembuhan. Demikian pula setiap makhluk yang memiliki kebutuhan, mendapatkan kebutuhannya dari arah yang tak terduga. Jamuan yang mewah dan mulia ini serta kemurahan yang berlimpah ini secara jelas menunjukkan bahwa tangan mulia yang tanpa batas itulah yang bekerja dan mengatur semua urusan.
Sebagai contoh, pembungkusan seluruh pohon dengan sejumlah perhiasan yang menyerupai sutra hijau laksana bidadari surga, penghiasannya dengan bunga-bunga indah dan buah yang elok, fungsinya untuk melayani kita dengan menghasilkan beragam buah yang paling nikmat di pangkal dahannya yang merupakan tangan-tangan indah- nya, pemberian kemampuan kepada kita untuk mereguk madu yang lezatyang menjadi obat bagi manusiadari serangga penyengat yang beracun, pemberian pakaian terindah untuk kita dari apa yang diambil oleh serangga tanpa tangan, serta penyimpanan kekayaan rahmat yang begitu banyak bagi kita dalam benih yang sangat kecil, semua itu secara jelas memperlihatkan kepada kita satu bentuk kemu- rahan dalam bentuk paling indah dan sebuah rahmat dalam bentuk yang paling halus.
Demikian pula upaya seluruh makhluk, baik yang kecil mau- pun yang besardi luar manusia dan sebagian binatang buasuntuk menunaikan berbagai tugasnya secara teratur dan cermat, mulai dari matahari, bulan, bumi, hingga makhluk yang paling kecil, dalam bentuk yang tak mampu dijelaskan oleh siapa pun dalam sebuah ketaatan dan ketundukan sempurna disertai penghormatan luar biasa, hal itu memperlihatkan bahwa makhluk-makhluk itu bergerak dan diam de- ngan perintah Dzat Yang Mahaagung, Maha Perkasa dan Mahamulia.
Juga, perhatian ibu kepada anaknya yang lemah—baik dalam dunia tumbuhan, hewan, ataupun manusia—dengan perhatian yang penuhi kasih sayang,(*[8])serta bagaimana mereka memberikan makanan yang halus seperti susu memperlihatkan manifestasi keluasan rahmat-Nya.
Tuhan Pemelihara dan Pengatur semesta alam ini memiliki kemurahan yang luas dan rahmat tak terhingga tersebut. Dia memiliki keagungan dan keperkasaan mutlak di mana hal itu mengimplikasikan adanya hukuman kepada mereka yang meremehkan. Sementara, kemurahan-Nya yang luas melahirkan karunia tak terhingga, dan rahmat-Nya yang meliputi segala sesuatu melahirkan kebaikan yang sesuai dengannya. Hanya saja, itu semua tidak bisa terwujud di dunia yang fana dan usia singkat ini kecuali hanya sedikit, ibarat satu tetes dari lautan.Karena itu, harus ada negeri kebahagiaan yang sesuai dengan kemurahan yang berlimpah itu serta selaras dengan rahmat yang luas tadi. Jika tidak, rahmat yang sangat jelas itu dapat diingkari sebagaimana mengingkari wujud matahari yang cahayanya memenuhi siang. Pasalnya, kepergian yang tak bisa kembali lagi melahirkan sikap menafikan hakikat rahmat dengan mempersepsikan kasih sayang sebagai malapetaka, cinta sebagai bara, karunia sebagai bencana, nikmat sebagai derita, dan akal terpuji sebagai organ yang sial.
Selain itu, harus ada negeri balasan yang sesuai dengan kea- gungan dan kemuliaan-Nya. Sebab, biasanya orang zalim terus hidup dengan keangkuhannya dan orang yang dizalimi terus hidup dalam kehinaannya. Lalu mereka pergi dengan kondisi mereka tanpa ada hukuman dan balasan. Hal itu bukan berarti mereka dibiarkan. Mereka hanya ditangguhkan sampai ke pengadilan terbesar. Bahkan kadangkala hukumannya sudah diberikan di dunia. Penurunan azab pada masa terdahulu kepada sejumlah kaum yang membangkang dan durhaka menjelaskan kepada kita bahwa manusia tidak dibiarkan be- gitu saja. Namun, ia selalu dihadapkan pada teguran dan hukuman Allah Yang Mahakuasa.
Ya, manusia telah dipilih di antara seluruh makhluk untuk mengemban tugas penting serta dibekali dengan sejumlah potensi fitri yang sempurna. Nah, jika ia tidak mengenal Tuhannya dengan kacamata iman setelah Dia memperkenalkan diri padanya lewat sejumlah makhluk-Nya yang tertata rapi; jika ia tidak meraih cinta-Nya melalui ibadah setelah Dia membuat diri-Nya dicintai oleh manusia lewat beragam buah indah yang berasal dari rahmat-Nya; jika ia tidak memberikan penghargaan dan penghormatan yang sesuai lewat rasa syukur dan pujian setelah Dia memperlihatkan cinta dan rahmat-Nya melalui nikmat-Nya yang sangat banyak; jika manusia tidak mengenal Tuhannya tersebut, bagaimana mungkin ia akan dibiarkan begitu saja tanpa mendapat balasan dan tanpa dipersiapkan negeri hukuman untuknya?
Mungkinkah Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang tidak memberikan negeri balasan dan kebahagiaan abadi kepada kaum beriman yang membalas pengenalan Tuhan kepada mereka dengan makrifat yang diwujudkan dalam bentuk iman, cinta-Nya dengan cinta mereka yang diwujudkan dalam bentuk ibadah, serta rahmat-Nya dengan penghargaan yang diwujudkan dalam bentuk syukur?
HAKIKAT KETIGA
Pintu Hikmah dan Keadilan sebagai Manifestasi dari Nama “al- Hakîm” dan “al-Âdil”.
Pencipta Yang Mahaagung telah memperlihatkan kekuasaan ru- bubiyah-Nya lewat penataan hukum wujud mulai dari partikel hingga galaksi dengan penuh hikmah dan keteraturan serta dengan penuh keadilan dan keseimbangan. Lalu mungkinkah(*[9])
Dia tidak memper- lakukan orang yang mengakui rububiyah-Nya serta tunduk kepada hikmah dan keadilan-Nya dengan perlakuan yang baik? Mungkinkah keadilan dan hikmah-Nya tidak membalas orang-orang yang membangkang lewat kekufuran dan kezaliman mereka? Sementara, ma- nusia tidak menerima ganjaran dan hukuman yang layak ia terima di kehidupan yang fana ini sesuai dengan hikmah dan keadilan tersebut kecuali hanya sedikit. Akan tetapi, biasanya ia ditunda sehingga sebagian besar kaum yang sesat pergi tanpa mendapatkan hukuman serta kaum yang mendapat hidayah pergi tanpa mendapat ganjaran mereka. Jadi, hal ini ditangguhkan ke mahkamah yang besar dan kebahagiaan yang mulia.
Ya, sangat jelas bahwa Dzat yang mengatur alam menata semuanya dengan penuh hikmah. Apakah ini masih membutuhkan bukti? Lihatlah perhatian-Nya terhadap semua kemaslahatan dan manfaat yang terdapat pada segala sesuatu. Tidakkah engkau melihat bahwa semua organ manusia, entah itu tulang, urat, bahkan sel-sel tubuh serta semua bagian darinya dihiasi dengan manfaat dan hikmah yang beragam. Bahkan pada organ-organ tubuhnya terdapat manfaat dan rahasia sebagaimana sebuah pohon menghasilkan banyak buah. Hal itu menunjukkan bahwa Pemilik hikmah yang mutlak telah menata semua urusan.
Selain itu, keteraturan sempurna dalam kreasi segala sesuatu menunjukkan bahwa semua urusan tersebut ditunaikan dengan penuh hikmah. Ya, rancangan yang cermat bagi setangkai bunga yang indah yang termuat dalam benihnya serta tulisan program kerja pohon besar berikut sejarah hidup dan indeks perangkatnya yang terdapat dalam bijinya lewat pena takdir maknawi memperlihatkan dengan jelas ke- pada kita bahwa pena hikmah yang bersifat mutlak itulah yang menata urusan tersebut.
Demikian pula wujud kreasi indah yang tak terhingga dalam penciptaan segala sesuatu memperlihatkan bahwa Pencipta Yang Mahabijak adalah pemilik kreasi tadi. Ya, pemuatan indeks seluruh alam, kunci perbendaharaan seluruh rahmat, dan cermin seluruh nama-nama-Nya dalam tubuh kecil manusia termasuk hal yang menunjukkan keberadaan hikmah yang mendalam di dalam kreasi menakjubkan tersebut.
Mungkinkah hikmah yang mengontrol sejumlah proses dan urusan rububiyah Ilahi semacam ini tidak akan memperlakukan secara baik orang-orang yang berlindung pada rububiyah tersebut dan tunduk padanya dalam bentuk iman serta tidak memberikan pahala abadi kepada mereka?
Apakah engkau menginginkan bukti bahwa penunaian berbagai aktivitas itu terwujud dengan adil dan seimbang?
Pemberian wujud kepada segala sesuatu dengan neraca yang cermat dan standar yang khusus, pemberian bentuk tertentu padanya, serta penempatannya di tempat yang sesuai menjelaskan kepada kita secara gamblang bahwa segala urusan berjalan sesuai dengan keadilan dan timbangan-Nya yang bersifat mutlak.
Demikian pula pemberian kepada pemilik hak apa yang menjadi haknya sesuai dengan potensinya, atau pemberian apa yang dibutuhkan bagi keberadaannya serta pemenuhan semua yang dibutuhkan untuk kelangsungan wujudnya dalam bentuk terbaik menunjukkan bahwa Sang Pemilik keadilan mutlak itulah yang menjalankan sega- la urusan.
Juga, pemberian jawaban secara terus-menerus terhadap semua permintaan dan hajat yang diminta lewat lisan potensi, kebutuhan fitri dan keterdesakan menunjukkan keadilan dan hikmah mutlak.Nah, mungkinkah keadilan dan hikmah tersebut mengabaikan kebutuhan terbesar makhluk seperti manusia, yaitu kebutuhan untuk kekal?
Padahal, kedua sifat tersebut telah mengabulkan hajat makhluk yang paling lemah? Mungkinkah ia menolak harapan terpenting dan impian terbesar manusia? Mungkinkah Dia tidak menjaga kemuliaan rububiyah-Nya dan mengabaikan hak-hak hamba? Di lain sisi, manusia yang menjalani kehidupan singkat di dunia yang fana ini tidak mendapat dan tidak akan mendapat hakikat keadilan semacam itu. Ia baru akan diberi di pengadilan tertinggi.
Sebab, keadilan hakiki menuntut bahwa manusia yang kecil ini mendapatkan balasan dan hukuman bukan karena kecilnya fisik, namun karena besarnya kejahatannya, karena substansinya yang sangat penting, dan karena tugasnya yang besar.Nah, karena dunia yang singkat ini sangat tidak mungkin menjadi wadah bagi keadilan dan hikmah-Nya yang terkait secara khusus dengan manusia—yang tercipta untuk kekalmaka, harus ada surga abadi dan neraka permanen milik Dzat Mahaadil Yang Mahaagung Pemilik keindahan, serta milik Dzat Mahabijak Yang Mahaindah Pemilik keagungan.
HAKIKAT KEEMPAT
Pintu Kedermawanan dan Keindahan sebagai Manifestasi dari Nama “al-Jawâd” dan “al-Jamîl”.
Mungkinkah kedermawanan dan kemurahan mutlak, kekayaan yang tak pernah kering, simpanan karunia yang tak pernah habis, keindahan yang tak ada bandingannya, serta kesempurnaan abadi yang tanpa cacat tidak menginginkan negeri kebahagiaan dan tempat jamuan di mana kaum yang memerlukan kemurahan-Nya, yang merindukan keindahan-Nya, dan yang takjub pada-Nya hidup dengan kekal?
Penghiasan wajah alam dengan berbagai ciptaan yang indah dan halus, pemosisian matahari dan bulan sebagai lentera, permukaan bumi sebagai meja hidangan nikmat di mana ia diisi dengan beragam makanan lezat, fungsi pohon sebagai wadah dan lembaran yang terus berubah pada setiap waktu, semua itu memperlihatkan kedermawa- nan dan kemurahan yang tak terkira.
Kedermawanan dan kemurahan mutlak semacam itu, khazanah kekayaan yang tak pernah habis, serta rahmat yang meliputi segala sesuatu tersebut sudah pasti menginginkan negeri jamuan abadi dan tempat kebahagiaan yang kekal yang memuat semua yang disenangi jiwa. Selain itu, sebagai konsekuensinya mereka yang menikmati jamuan tersebut pasti kekal dan senantiasa tinggal di negeri kebahagiaan. Pasalnya, sebagaimana hilangnya kenikmatan merupakan derita, begitu pula hilangnya penderitaan merupakan nikmat. Kemurahan di atas tentu saja tidak ingin mendatangkan kepedihan dan penderitaan.
Dengan kata lain, ia menuntut keberadaan surga abadi dan kekalnya kaum yang membutuhkan di dalamnya. Sebab, kedermawanan dan kemurahan mutlak menginginkan ihsan dan pemberian karunia secara mutlak pula. Lalu sikap ihsan dan pemberian karunia tak terbatas tersebut juga melahirkan kenikmatan dan anugerah tak terhingga. Hal ini menuntut keberadaan permanen orang yang mendapatkan ihsan tersebut agar ia selalu menampakkan rasa syukur atas nikmat abadi tersebut melalui nikmat secara terusmenerus. Jika tidak, kenikmatan sedikit yang menjadi pahit akibat kehilangan di masa yang singkat ini tidak mungkin sejalan dan selaras dengan kemurahan dan kedermawanan-Nya.
Lalu perhatikan galeri berbagai penjuru alam yang menjadi salah satu pentas kreasi Ilahi. Perhatikan iklan rabbani yang terkandung dalam tumbuhan dan hewan yang terdapat di muka bumi.(*[10])Dengarkan para nabi dan wali yang merupakan da’i penyeru keindahan rububiyah. Mereka menyeru seluruh manusia untuk menyaksikan kesempurnaan kreasi Sang Pencipta Pemilik keagungan dengan memperlihatkan ciptaan-Nya yang indah serta menarik perhatian mereka padanya.
Jadi, pencipta alam ini memiliki kesempurnaan luar biasa yang menakjubkan sekaligus tersembunyi. Maka, lewat ciptaan-Nya yang indah Dia ingin memperlihatkan kesempurnaan tadi. Sebab, kesempurnaan yang tersembunyi yang tanpa cacat harus diperlihatkan kepada seluruh makhluk yang mampu mengapresiasi dengan ucapan Masyâ Allâh. Kesempurnaan abadi menuntut ketertampakan yang bersifat permanen. Pada gilirannya hal ini menuntut kekekalan mereka yang dapat menghargai dan mengagumi. Pasalnya, jika mereka tidak kekal, maka nilai kesempurnaan tadi menjadi jatuh tak berguna.(*[11])
Selanjutnya, berbagai entitas yang indah, menakjubkan dan berhias ini yang tersebar di alam secara jelas menunjukkan keindahan maknawi yang tiada tara sebagaimana sinar menunjukkan keberadaan matahari. Ia juga memperlihatkan padamu sejumlah kehalusan tersembunyi yang tiada bandingannya.(*[12])Manifestasi keindahan cemerlang yang suci tersebut menunjukkan kekayaan berlimpah yang tersembunyi yang terdapat pada nama-nama-Nya, bahkan pada setiap nama-Nya.
Sebagaimana keindahan tersembunyi dan mulia yang tak terkira itu berharap keindahannya terlihat pada “cermin entitas” sekaligus kualitas dan standar keindahannya tampak pada “cermin” yang memiliki perasaan dan kerinduan pada-Nya, ia juga ingin tampil dan muncul untuk melihat keindahannya lewat pandangan orang lain.
Artinya, melihat keindahan DzatNya menuntut dua aspek: Pertama, menyaksikan keindahan tersebut secara langsung pada “cermin” yang banyak dan beragam. Kedua, menyaksikan keindahan-Nya lewat pandangan mereka yang menyaksikan, merindukan dan mengaguminya.
Artinya, keindahan dan kebaikan menuntut adanya penyak- sian (menyaksikan sendiri) dan persaksian (mempersaksikan kepada orang lain). Penyaksian dan persaksian menuntut adanya orang-orang yang menyaksikan, mencintai, mengapresiasi dan mengagumi.
Karena keindahan dan kebaikan tersebut merupakan dua hal yang kekal abadi, maka sebagai konsekuensinya orang-orang yang mencintai tersebut kekal pula. Sebab, keindahan abadi tidak puas dengan pencinta yang fana. Karena itu, orang yang merasa akan fanadan merasa tidak akan hidup kembalidengan sekadar membayangkan perpisahan, cintanya akan berubah menjadi permusuhan, kekagumannya berubah menjadi sikap meremehkan, dan penghormatannya berubah menjadi penghinaan. Sebab, sebagaimana sosok yang egois memusuhi apa yang tidak ia ketahui, ia juga memusuhi apa yang tidak mampu ia capai. Ia menyembunyikan permusuhan, kedengkian, dan pengingkarannya terhadap keindahan yang mestinya dibalas dengan cinta tak terbatas, kerinduan tak bertepi, dan kekaguman tak terkira sebagaimana mes- tinya. Dari sini dapat dipahami mengapa orang kafir memusuhi Allah.
Kedermawanan dalam pemberian yang tak bertepi, kebaikan da- lam keindahan yang tak tertandingi, serta kesempurnaan tanpa cacat itu tentu mengharuskan kekekalan kaum yang bersyukur, merindu- kan dan mengapresiasi. Nah, kita menyaksikan perjalanan setiap in- dividu dengan sangat cepat di negeri jamuan dunia ini tanpa sempat menikmati kemurahan tadi kecuali hanya sedikit lewat selera yang diberikan padanya serta tanpa melihat cahaya keindahan dan kesem- purnaan-Nya kecuali sekilas,
maka perjalanan tersebut sudah pasti menuju tempat wisata yang kekal abadi.
Kesimpulannya, sebagaimana alam inilewat entitasnya—menjadi petunjuk yang jelas dan meyakinkan atas keberadaan Penciptanya Yang Mahamulia, maka sifat-sifat-Nya yang suci dan nama-nama-Nya yang mulia juga membuktikan, memperlihatkan dan menuntut ke- beradaan negeri akhirat.
HAKIKAT KELIMA
Pintu Kasih Sayang dan Ubudiyah Muhammadx
sebagai Manifestasi dari Nama “al-Mujîb” dan “ar-Rahîm”.
Tuhan Pemilik rahmat yang luas dan cinta tak terbatas mengetahui kebutuhan paling tersembunyi dari makhluk-Nya yang paling kecil sekaligus menolongnya lewat cara yang tak terduga dengan penuh kasih sayang; mendengar suara paling samar dari makhluk-Nya yang paling halus sekaligus membantunya; dan mengabulkan permintaan setiap makhluk, baik lewat lisân hâl maupun verbal. Jika demikian, mungkinkah Tuhan Yang Maha Mengabulkan (al-Mujîb) dan Maha Pengasih (ar-Rahîm) tidak akan memenuhi kebutuhan terpenting dari hamba-Nya yang paling agung(*[13])dan makhluk-Nya yang paling dicinta? Mungkinkah Dia tidak menolongnya untuk mewujudkan harapan-nya?
Pemeliharaan yang baik terhadap hewan yang kecil dan lemah serta pemberian rezeki kepadanya dengan sangat mudah merupakan dua fenomena yang menunjukkan kepada kita bahwa Pemilik alam menjalankan semuanya lewat rububiyah yang berdasarkan kasih sayang tanpa batas. Mungkinkah rububiyah yang dibungkus dengan kasih sayang tersebut tidak merespon doa terindah yang diucapkan makhluknya yang paling mulia?Sebagaimana hakikat ini telah kujelaskan dalam “Kalimat Kesembilan Belas”, di sini aku ingin menjelaskannya kembali.
Wahai teman yang ikut mendengar bersamaku. Dalam cerita sebelumnya telah dijelaskan bahwa terdapat satu pertemuan di sebuah jazirah di mana seorang utusan mulia menyampaikan pidato di da- lamnya. Hakikat yang dijelaskan oleh cerita tersebut adalah sebagai berikut: Mari kita melepaskan diri dari kungkungan zaman. Mari kita pergi bersama pikiran kita menuju era kebahagiaan. Mari kita bawa khayalan kita menuju Jazirah Arab agar dapat mengunjungi Rasulul- lah x yang sedang melaksanakan tugas dengan penuh penghambaan. Lihatlah bagaimana beliau menjadi sebab dan wasilah kebahagiaan lewat risalah dan petunjuk yang dibawanya. Beliau adalah sosok yang menjadi sarana terwujudnya kebahagiaan dan penciptaan surga lewat doa dan ubudiyahnya.
Lihatlah, Nabi yang mulia berdoa untuk kebahagiaan abadi dalam salat yang agung dan ibadah yang mulia di mana Jazirah Arab, bahkan bumi seluruhnya seakan-akan mengikuti salat yang dilaku- kannya serta berdoa kepada Allah lewat doanya yang indah. Hal itu karena ubudiyah beliau berisi ubudiyah seluruh umat yang mengikutinya.
Dengan rahasia kesamaan dalam hal prinsip, ia juga me- ngandung rahasia pengabdian semua Nabi. Beliau menunaikan salat teragung dan bermunajat dengan doa bersama jamaah yang besar di mana seakanakan orang-orang yang sempurna dan mendapatkan cahayamulai dari zaman Adam hingga sekarang dan hingga hari kiamat—mengikutinya seraya mengamini doanya.(*[14])
Perhatikan bagaimana beliau berdoa untuk kebutuhan yang bersifat umum seperti keabadiaan. Doa ini tidak hanya diucapkan oleh penduduk bumi semata, tetapi juga oleh penduduk langit, bahkan oleh seluruh makhluk. Mereka semua berkata, “Amin, kabulkan ya Allah doa beliau! Kami menjadikan beliau sebagai wasilah dan memohon hal yang sama kepada-Mu.”
Kemudian perhatikan! Dia memohon kebahagiaan dan keabadian dengan penuh kelembutan, kecintaan, kerinduan, serta ketundukan dan harapan. Hal ini membuat seluruh alam ikut bersedih, menangis, dan larut dalam doanya.
Kemudian perhatikan dan renungkan! Beliau berdoa memohon kebahagiaan untuk satu tujuan agung dan mulia. Beliau memohon kebahagiaan untuk menyelamatkan manusia dan seluruh makhluk agar tidak jatuh ke tingkat yang paling rendah yang berupa kefanaan total dan kesia-siaan seraya mengangkatnya ke tingkatan yang paling tinggi berupa kemuliaan, keabadian, dan penerimaan sejumlah beban taklif, sehingga layak naik menjadi tulisan shamadaniyah. Perhatikan bagaimana beliau menangis meminta pertolongan seraya bersimpuh dengan penuh harap hingga seolaholah beliau memperdengarkan kepada semua entitas, bahkan kepada langit dan arasy. Beliau menggun- cang mereka hingga ikut berdoa dan mengucap, “Amin yâ Allah!”(*[15])
Lihatlah! Beliau meminta kebahagiaan dan kekekalan abadi. Beliau mengharapkan keduanya dari Tuhan Mahakuasa yang Maha Mendengar dan Maha Pemurah, serta dari Sang Maha Mengetahui Yang Maha Melihat dan Maha Penyayang di mana Dia melihat dan mendengar kebutuhan paling tersembunyi dari makhluk yang paling lemah. Maka, Dia berikan rahmat-Nya dan Dia kabulkan doanya, bah- kan meskipun doa tersebut terucap lewat lisân hâl. Ya, Dia mengabulkan dengan basirah dan rahmat-Nya, serta menolong dengan hikmah-Nya di mana hal itu menghapus seluruh keraguan bahwa pemeliharaan yang luar biasa tersebut tidak lain berasal dari Dzat Yang Maha Mendengar dan Maha Melihat serta bahwa pengaturan yang cermat tersebut tidak lain berasal dari Dzat Yang Maha Pemurah dan Maha Penyayang.
Ya, beliau membimbing umat manusia di muka bumi ini menuju arasy yang agung seraya mengangkat kedua tangan dan menyerukan dakwah komprehensif menuju hakikat pengabdian yang merupakan inti sari pengabdian umat manusia. Apa yang diinginkan oleh manusia termulia, sosok kebanggaan alam, dan makhluk istimewa ini? Mari kita mendengarnya. Beliau memohon kebahagiaan abadi untuk dirinya dan umatnya. Beliau memohon keabadian di negeri yang kekal dan memohon surga berikut segala kenikmatannya. Ya, beliau memohon dan mengharapkannya disertai sejumlah nama-nama Ilahi yang dengan keindahannya terwujud dalam cermin entitas. Beliau meng- harapkan syafaat dari nama-nama Tuhan yang kekal serta memohon surga berikut segala kenikmatannya.
Andaikan sebab yang mengharuskan keberadaan akhirat yang jumlahnya tak terhingga itu tidak ada, andaikan tidak ada dalil yang menunjukkan keberadaannya, maka satu doa yang dipanjatkan oleh Nabi x sudah cukup menjadi sebab bagi penciptaan surga(*[16])yang demikian mudah bagi kekuasaan Tuhan Yang Maha Penyayang, sama seperti mudahnya mengembalikan kehidupan ke muka bumi di musim semi.Ya, Dia menjadikan muka bumi di musim semi sebagai perumpamaan bagi kebangkitan di hari akhir di mana Dia menghadirkan di dalamnya seratus ribu contoh kekuasaan-Nya yang bersifat mutlak. Jika demikian, bagaimana mungkin sulit bagi-Nya menciptakan surga?
Jadi, sebagaimana risalah Nabi x menjadi sebab penciptaan negeri ujian ini sekaligus menjadi penjelasan dari rahasia ungkapan لَوْلَاكَ لَوْلَاكَ لَمَا خَلَقْتُ الْاَفْلَاكَ ‘Kalau bukan karenamu, jagat raya takkan kuciptakan,’(*[17])maka ubudiyah beliau juga menjadi sebab penciptaan negeri kebahagiaan abadi.
Mungkinkah keteraturan alam yang menakjubkan dan mence- ngangkan akal, serta kreasi apik dan keindahan rububiyah yang komprehensif dalam bingkai rahmat-Nya yang luas ini dihiasi oleh keburukan, kegelapan yang pekat, serta kekacauan dengan tidak mengabulkan doa tersebut. Dengan kata lain, Dia tidak memperhatikan, tidak mendengar, dan tidak mewujudkan keinginan yang paling penting dan paling mendesak, padahal Dia memberikan perhatian besar kepada keinginan yang paling kecil serta mendengar suara paling samar sekaligus memenuhi semua kebutuhan pemilik hajat. Hal ini tentu saja tidak mungkin terjadi. Keindahan-Nya tidak akan ternodai dan tidak akan menjadi buruk.(*[18])
Dengan demikian, lewat ubudiyah, Rasul x membuka pintu akhirat sebagaimana dengan risalahnya beliau membuka pintu dunia.
“Semoga salawat Dzat Yang Maha Penyayang tercurah kepada beliau sepenuh dunia dan akhirat.
Ya Allah, limpahkan salawat dan salam kepada hamba dan rasulMu, sang kekasih yang merupakan pimpinan dunia dan akhirat, kebang- gaan dua alam,
kehidupan dua negeri, sarana dua kebahagiaan, pemilik dua sayap, serta utusan bagi jin dan manusia.
Juga kepada keluarga, seluruh sahabat, serta seluruh nabi dan rasul. Amin.”
HAKIKAT KEENAM
Pintu Keagungan dan Keabadian sebagai Manifestasi dari Nama “al-Jalîl” dan “al-Bâqî”.
Mungkinkah keagungan rububiyah yang mengatur dan menundukkan seluruh entitas, mulai dari galaksi hingga pepohonan, atom dan yang lebih kecil darinya, laksana pasukan yang dimobilisasi, tidak mampu menyebarkan kekuasaan-Nya kepada makhluk papa dan fana yang menjalani kehidupan sementara di negeri jamuan dunia ini serta tidak menyiapkan tempat mulia yang abadi yang menjadi poros ru- bubiyah-Nya yang kekal?
Berbagai prosedur luar biasa semisal pergantian musim, sejumlah aktivitas besar semisal peredaran bintang-gemintang, sejumlah penundukan menakjubkan semisal penciptaan bumi sebagai hamparan dan matahari sebagai lentera, sejumlah transformasi yang luas semisal proses menghidupkan dan menghias bumi yang sebelumnya mati sebagaimana yang kita saksikan di alam ini, semua itu menunjukkan secara sangat jelas bahwa di balik tirai terdapat rububiyah agung yang mengontrol dan mengendalikan lewat kekuasaan-Nya. Kekuasaan rububiyah semacam itu mengharuskan adanya penghuni yang sesuai dan wujud lahiriah yang tepat.
Sementara, kita menyaksikan hamba yang memiliki keistime- waan paling baik dan paling komprehensif berkumpul untuk sementara waktu lalu lenyap dari dunia. Dunia sendiri setiap hari dalam kondisi diisi dan dikosongkan. Di dalamnya rakyat hanya tinggal sebatas untuk menunaikan tugas di medan ujian. Medan ujian itu pun berganti setiap saat. Jadi, rakyat berhenti sejenak untuk menyaksikan berbagai karunia berharga milik Tuhan yang terdapat pada galeri pasar alam. Mereka menyaksikan berbagai kreasi-Nya yang terdapat di galeri besar ini. Setelah itu mereka pergi. Sementara galeri itu sendiri setiap waktu selalu berubah dan berganti. Yang pergi tidak akan kembali, dan yang datang pasti akan pergi.
Kondisi ini menerangkan dengan sangat jelas bahwa di balik tempat jamuan fana ini, di balik medan yang senantiasa berubah ini, serta sesudah galeri yang terus berganti ini terdapat sejumlah istana abadi yang sesuai dengan kekuasaan-Nya, tempat-tempat tinggal yang kekal yang berhias taman, serta perbendaharaan yang dipenuhi oleh benda-benda asli dari sejumlah sampel yang kita saksikan di dunia. Karena itu, usaha dan upaya yang dilakukan di dunia adalah untuk menuju ke sana. Pengabdian yang dilakukan di sini adalah untuk meraih ganjaran di sana. Masing-masing akan mendapatkan kebahagiaan berlimpah yang tak pernah habis sesuai dengan kesiapannya. Ya, mustahil kekuasaan-Nya yang abadi hanya terbatas pada mereka yang fana dan hina.
Renungkanlah hakikat tersebut lewat perumpamaan berikut: Bayangkan engkau sedang bepergian. Di dalam perjalanan engkau menyaksikan sebuah hotel besar yang dibangun oleh seorang raja untuk para tamunya. Ia rela mengeluarkan banyak biaya untuk menghias dan membuatnya indah agar para tamunya merasa senang sekaligus bisa mengambil pelajaran dari apa yang mereka lihat. Akan tetapi, para tamu tersebut hanya dapat menikmati sebagian kecil dari dekorasi yang ada serta hanya mencicipi sedikit sekali dari aneka kenikmatan yang tersedia. Pasalnya mereka hanya tinggal sebentar. Karenanya, mereka meninggalkan hotel sebelum merasa puas dan kenyang. Di sana mereka hanya bisa mengambil gambar dari sejumlah hal yang terdapat di hotel lewat kamera. Di sisi lain, para pekerja dan pelayan di hotel itu merekam dan mencatat dengan cermat semua gerak-ge- rik para tamu yang singgah. Lalu engkau bisa melihat bagaimana sang raja menghancurkan sebagian besar dekorasi berharga itu setiap hari seraya menggantinya dengan yang lain bagi para tamu yang baru.Apakah sesudah gambaran ini engkau masih meragukan orang yang mem- bangun hotel tadi bahwa ia memiliki sejumlah istana abadi dan tinggi, bahwa ia memiliki kekayaan berlimpah dan bernilai yang tak pernah habis, bahwa ia sangat pemurah, dan bahwa kedermawanan yang ia perlihatkan di hotel adalah untuk menggugah keinginan tamunya ke- pada sejumlah hadiah yang telah dipersiapkan di sisinya?
Jika engkau mencermati kondisi hotel dunia ini lewat perum- pamaan di atas serta merenungkannya dengan penuh kesadaran, engkau akan memahami sembilan pilar berikut ini:
Pilar Pertama, engkau akan memahami bahwa dunia yang serupa dengan hotel di atas tidak tercipta dengan dan untuk dirinya sendiri. Mustahil ia mengambil gambar dan bentuknya sendiri untuk dirinya sendiri. Namun ia merupakan negeri jamuan yang selalu diisi dan dikosongkan, serta persinggahan yang dibangun untuk rombongan entitas dan makhluk.
Pilar Kedua, engkau akan memahami bahwa penghuni ho- tel tersebut adalah para tamu, sementara Tuhan mereka Yang Maha Pemurah mengundang mereka menuju negeri kedamaian.
Pilar Ketiga, engkau akan memahami bahwa dekorasi yang terdapat di dunia bukan untuk dinikmati semata. Sebab, jika ada kenikmatan yang kau dapatkan selama sesaat, engkau akan merasa sakit karena ditinggal olehnya dalam waktu yang lama. Ia hanya memberimu untuk menggugah seleramu tanpa membuatmu kenyang lantaran umurnya atau umurmu yang singkat sehingga tidak cukup mengenyangkan. Jadi, dekorasi dan perhiasan berharga yang berusia singkat ini diperlihatkan untuk menjadi pelajaran, untuk disyukuri, dan sebagai pendorong untuk meraih barang aslinya yang abadi, di samping untuk berbagai tujuan mulia lainnya.(*[19])
Pilar Keempat, engkau akan memahami bahwa perhiasan yang terdapat di dunia(*[20])laksana gambaran dan sampel dari sejumlah nikmat yang tersimpan pada rahmat Ilahi di surga yang akan diberikan kepada kaum beriman.
Pilar Kelima, engkau akan memahami bahwa makhluk yang fana ini tidak tercipta untuk fana. Ia tidak dicipta hanya untuk dilihat sebentar, kemudian pergi begitu saja. Akan tetapi, ia berkumpul di sini dan mengambil tempat yang diinginkan untuk waktu yang singkat agar gambarnya bisa direkam, maknanya bisa dipahami, hasilnya bisa dicatat, serta agar bisa dirangkai menjadi pemandangan abadi seka- ligus menjadi poros bagi berbagai tujuan lain di negeri yang kekal.
Dari perumpamaan berikut ini dapat dipahami bahwa segala sesuatu tidak dicipta untuk fana, tetapi untuk kekal. Bahkan, kefanaan lahiriahnya hanya merupakan bentuk pembebasan tugas setelah ia menunaikan pekerjaan. Dapat dipahami pula bahwa meski dari satu sisi sesuatu itu fana, namun dari banyak sisi ia kekal abadi.
Perhatikan bunga yang merupakan salah satu kalimat qudrah Ilahi. Ia menatap kita dengan senyuman hanya untuk beberapa saat. Setelah itu, ia pergi menuju kefanaan. Ia laksana kalimat yang kita ucapkan di mana ia meninggalkan ribuan kalimat yang serupa di sejumlah telinga, sementara maknanya tetap terpelihara sebanyak akal yang memperhatikannya. Setelah menunaikan tugasnya, yakni setelah memberikan suatu makna, ia pun menghilang. Bunga juga demikian. Ia pergi setelah meninggalkan bentuk lahiriahnya pada ingatan setiap orang yang menyaksikannya dan setelah ia meninggalkan esensi maknawiyahnya pada benihnya. Jadi, seakan-akan setiap ingatan dan setiap benih bagaikan gambar potografi yang berfungsi menjaga keindahannya, bentuknya, hiasannya, serta tempat yang mengekalkannya.
Jika ciptaan tersebut yang berada pada tingkat kehidupan terendah diperlakukan untuk kekal seperti itu, apalagi manusia yang berada pada tingkat kehidupan yang paling mulia di mana ia memiliki roh abadi. Apakah ia tidak terpaut dengan keabadian? Jika bentuk tumbuhan yang berbunga dan berbuah serta hukum konstruksinya yang di satu sisi serupa dengan roh bersifat abadi dan terpelihara di benihnya secara teratur dalam berbagai transformasi yang dialaminya, bukankah dapat dipahami jika roh manusia bersifat kekal abadi. Apalagi ia merupakan wujud hukum imperatif, memiliki perasaan bercahaya, mempunyai substansi mulia, hidup, serta memiliki sejumlah karakter komprehensif dan menyeluruh yang kemudian diberi bentuk lahiriah.
Pilar Keenam, engkau akan memahami bahwa manusia tidak dibiarkan begitu saja untuk mengembara semaunya seperti binatang yang lepas dari kendalinya demi mencari makanan. Namun, semua amalnya dicatat, gerak-geriknya direkam, dan seluruh perbuatannya ditulis untuk dihisab.
Pilar Ketujuh, engkau akan memahami bahwa kematian dan kehancuran pada musim gugur yang menimpa sebagian besar makhluk musim semi dan musim panas yang indah bukanlah kefanaan final. Akan tetapi, ia merupakan bentuk pembebasan tugas setelah selesai ditunaikan.(*[21]) Ia memberikan kesempatan dan ruang bagi makhluk baru yang akan datang di musim semi yang baru. Ia mempersiapkan bagi entitas baru yang akan datang. Ia juga merupakan bentuk peringatan Ilahi kepada manusia yang terlalaikan oleh tugas mereka dan yang tak bersyukur karena kondisi mabuk.
Pilar Kedelapan, engkau akan memahami bahwa Sang Pencipta alam fana ini memiliki alam lain berupa alam kekal abadi. Dia membuat hamba merindukannya sekaligus menggiring mereka menuju kepadanya.
Pilar Kesembilan, engkau akan memahami bahwa Tuhan Yang Maha Pengasih di alam yang luas tersebut akan memuliakan para hamba-Nya yang tulus dengan sesuatu yang tak pernah terlihat oleh mata, tak pernah terdengar oleh telinga, dan tak pernah terlintas dalam benak manusia. Kami beriman wahai Tuhan.
HAKIKAT KETUJUH
Pintu Penjagaan dan Pengawasan sebagai Manifestasi dari Nama “al-Hafîdz” dan “ar- Raqîb”.
Mungkinkah Dzat Yang Maha Menjaga dan Maha Mengawasi menjaga secara teratur dan rapi semua yang basah dan kering, kecil dan besar, biasa dan luar biasa yang terdapat di langit dan bumi serta di darat dan laut, guna menghisab semuanya, tidak akan menjaga dan mengawasi amal manusia yang memiliki fitrah mulia, yang berposisi sebagai khalifah di muka bumi, dan mengemban misi amanah terbesar? Mungkinkah Dia tidak merekam semua perbuatannya yang berkenaan dengan rububiyah-Nya, tidak memunculkannya lewat sebuah hisab, tidak menimbangnya dengan neraca keadilan, serta tidak membalas pelakunya dengan pahala dan hukuman yang sesuai? Mahasuci Allah dari semua itu.
Ya, sosok yang menata urusan alam ini adalah Dzat yang men- jaga segala sesuatu yang terdapat di dalamnya dalam sebuah tatanan dan neraca yang rapi. Tatanan dan neraca tersebut merupakan mani- festasi ilmu dan hikmah serta kehendak dan qudrah-Nya. Sebab, kita menyaksikan bahwa semua entitas tercipta dengan sangat teratur dan seimbang serta bahwa beragam bentuk yang Dia ubah sepanjang hayatnya juga dalam kondisi sangat teliti sebagaimana semuanya berjalan dengan sangat rapi.
Kita melihat pula bahwa Dzat Yang Maha Menjaga (al-Hafîdz) memelihara bentuk segala sesuatu saat ia menga- khiri usianya seiring dengan berakhirnya tugasnya, lalu pergi meninggalkan alam nyata. Allah menyimpan dalam benak yang sangat serupa dengan lauhil mahfudz(*[22])pada tempat yang semacam cermin imajiner.
Sebagian besar kehidupannya ditulis dalam benihnya dan terukir dalam buahnya. Dengan demikian, kehidupannya menjadi kekal dalam cermin lahir dan batin. Ingatan manusia, buah pohon, benih buah, dan benih bunga, semua itu menerangkan keagungan rekaman Allah yang bersifat komprehensif.Sebagian besar kehidupannya ditulis dalam benihnya dan terukir dalam buahnya. Dengan demikian, kehidupannya menjadi kekal dalam cermin lahir dan batin. Ingatan manusia, buah pohon, benih buah, dan benih bunga, semua itu menerangkan keagungan rekaman Allah yang bersifat komprehensif.Engkau bisa melihat bagaimana segala sesuatu yang berbunga dan berbuah pada musim semi yang luas dijaga serta bagaimana seluruh lembaran amalnya, semua hukum konstruksinya, dan sampel bentuknya dipelihara dalam “catatan” pada sejumlah benih kecil.
Nah, ketika musim semi menebarkan lembaran tersebut sesuai dengan perhitungan yang cermat, maka ia akan keluar menuju alam wujud sebagai musim semi yang sangat teratur dan penuh hikmah. Bukankah hal ini menjelaskan sejauh mana kekuatan penjagaan dan pengawasan Tuhan berikut jangkauannya yang sempurna? Jika penjagaan dan perekaman Allah demikian rapi dan menyeluruh terhadap sesuatu yang tidak penting dan terhadap sesuatu yang bersifat sementara, logiskah Dia tidak menjaga dan menyimpan amal manusia yang memiliki buah penting di alam gaib, alam akhirat, dan alam barzakh? Mungkinkah ia diabaikan dan tidak ditulis? Tentu tidak mungkin.
Ya, dari menifestasi penjagaan Allah dan dari gambaran yang jelas ini dapat dipahami bahwa Pemilik entitas memiliki perhatian yang sangat besar untuk menulis dan merekam segala sesuatu yang terjadi di dalam wilayah kekuasaan-Nya. Ia memberikan pengawasan yang luar biasa terhadap kebijakan-Nya, perhatian terbesar terhadap kekuasaan rububiyah-Nya di mana Dia mencatat peristiwa terkecil dan perbuatan paling remeh lewat berbagai gambaran yang terjadi di kerajaan-Nya dalam banyak tempat penyimpanan.
Perekaman yang luas dan cermat ini menunjukkan bahwa lembar catatan amal akan dibuka untuk menghisab seluruh amal. Terutama, amal perbuatan makhluk yang mulia yang tercipta dengan sejumlah keistimewaan agung. Ia tidak lain adalah manusia. Sudah pasti amalnya yang terhitung besar dan perbuatannya yang penting dimasukkan ke dalam neraca akurat dan perhitungan yang cermat. Pasti lembaran amalnya akan dihamparkan.
Logiskah gerangan manusia yang menjadi mulia dengan khalifah dan mendapat amanah, serta diangkat sebagai pemimpin dan saksi atas makhluk lewat keikut-sertaannya dalam urusan ibadah dan tasbih sebagian besar makhluk dengan mendeklarasikan keesaan Allah dalam medan makhluk-Nya yang banyak, mungkinkah manusia ini dibiarkan pergi menuju kubur untuk tidur tenang tanpa dibangunkan untuk ditanya mengenai setiap yang kecil dan yang besar dari perbuatannya serta tanpa digiring menuju mahsyar guna diadili dalam pengadilan terbesar? Tentu tidak mungkin.
Bagaimana mungkin manusia pergi menuju ketiadaan? Bagaimana mungkin ia lenyap ditelan tanah sehingga lepas dari tangan Dzat Yang Mahakuasa di mana seluruh peristiwa yang merupkan mukjizat qudrah-Nya di masa lalu menjadi saksi atas berbagai kemungkinan yang akan terjadi di masa-masa mendatang.(*[23])Itulah qudrah yang menghadirkan musim dingin dan musim semi yang serupa dengan kiamat dan kebangkitan.
Karena di dunia ini manusia tidak mendapatkan hisab yang semestinya, tentu pada suatu saat nanti ia akan pergi menuju pengadilan terbesar dan kebahagiaan paling agung.
HAKIKAT KEDELAPAN
Pintu Janji dan Ancaman sebagai Manifestasi dari Nama “al- Jamîl” dan “al-Jalîl”.
Mungkinkah Pencipta entitas, di mana Dia Maha Mengetahui dan Mahakuasa, tidak melaksanakan janji dan ancaman yang disampaikan secara berulang-ulang oleh seluruh nabi secara mutawatir, serta yang disaksikan oleh kaum shiddîqîn dan wali secara ijmak seraya memperlihatkan kelemahan dan ketidaktahuan tentangnya? Sungguh hal itu tidak mungkin terjadi. Apalagi, semua persoalan yang Dia janjikan tidak ada yang sulit bagi-Nya, tetapi semuanya ringan dan mudah, semudah mengembalikan entitas yang tak terhitung banyaknya di musim semi yang lalu dengan entitas yang sama(*[24])atau yang serupa(*[25]) di musim semi berikutnya.
Adapun menepati janji, di samping penting bagi kita dan bagi segala sesuatu, ia juga penting bagi kekuasaan rububiyah-Nya. Sebaliknya, mengingkari janji berlawanan dengan kemuliaan qudrah-Nya serta menafikan pengetahuan-Nya yang komprehensif di mana hal itu hanya bersumber dari kebodohan dan kelemahan.
Wahai pengingkar! Tahukah engkau betapa bodoh kejahatan yang kau lakukan lewat sikap kufur dan ingkarmu itu. Engkau membenarkan ilusi dustamu, akal gilamu, dan jiwamu yang menipu. Engkau mengingkari Dzat yang tidak butuh ingkar janji dan tidak butuh ditentang. Bahkan, sikap ingkar sama sekali tidak sesuai dengan kemuliaan dan keagungan-Nya. Segala sesuatu dan semua yang terlihat menjadi saksi atas kebenaranNya. Jadi, engkau melakukan kejahatan besar yang tak terhingga dalam keberadaanmu yang sangat kecil, sehingga tidak aneh kalau engkau layak mendapat siksa besar yang abadi. Untuk melihat sejauh mana dosa orang kafir, disebutkan dalam riwayat bahwa geraham sebagian penduduk neraka sebesar gunung.(*[26])Engkau seperti musafir yang menutup mata dari cahaya matahari lalu mengikuti ilusinya. Kemudian ia ingin menerangi jalannya yang menakutkan dengan cahaya akalnya yang redup seperti cahaya kunang-kunang.
Ketika Allah telah berjanji di mana semua entitas merupakan kalimat-Nya yang jujur serta berbagai kejadian yang terdapat di alam adalah tanda-Nya yang menuturkan kebenaran, maka sudah pasti Dia akan menepati janji-Nya, akan membuka pengadilan terbesar, serta akan memberi kebahagiaan yang paling mulia.
HAKIKAT KESEMBILAN
Pintu Menghidupkan dan Mematikan sebagai Manifestasi
dari Nama “al-Hayy al-Qayyûm”, “al-Muhyî”, dan “al-Mumît”.
Allah Dzat Yang memperlihatkan qudrah-Nya dengan menghidupkan bumi yang besar ini setelah sebelumnya mati dan kering, serta membangkitkan lebih dari tiga ratus ribu spesies makhluk di mana masing-masing spesies merupakan makhluk ajaib seajaib dibangkitkannya manusia. Dia memperlihatkan pengetahuan-Nya yang komprehensif dalam proses menghidupkan tersebut dengan membedakan setiap entitas di antara sekian banyak makhluk yang berbaur dan bercampur. Dia mengarahkan pandangan seluruh hamba-Nya kepada kebahagiaan abadi dengan menjanjikan kebangkitan pada semua perintah samawi-Nya. Dia memperlihatkan keagungan rububiyah-Nya dengan menjadikan seluruh makhluk dalam kondisi saling menolong dan bekerjasama di mana Dia mengatur mereka dalam bingkai perintah dan kehendak-Nya seraya menundukkan setiap anggotanya dalam kondisi tolong-menolong. Dia memberikan posisi yang sangat penting kepada manusia dengan menjadikannya sebagai buah paling komprehensif dalam pohon alam serta paling halus, paling lembut, seraya menundukkan segala sesuatu untuknya dan berbicara kepadanya. Nah,mungkinkah Dzat Yang Mahakuasa dan Maha Penyayang semacam itu serta Dzat Yang Maha Mengetahui dan Mahabijak tersebut yang mem- berikan posisi penting kepada manusia tidak akan mendatangkan kia- mat? Mungkinkah Dia tidak menghadirkan mahsyar dan tidak mampu membangkitkan manusia? Mungkinkah Dia tak dapat membuka pintu-pintu pengadilan tertinggi serta menciptakan surga dan neraka? Allah sangat jauh dari semua kondisi tersebut.
Ya, Tuhan Yang Maha berbuat di alam ini menghadirkan di bumi yang bersifat sementara dan sempit ini pada setiap waktu, setiap tahun, dan setiap hari, berbagai sampel dan beragam petunjuk tentang kebangkitan terbesar. Sebagai contoh:
Hanya dalam beberapa hari pada kebangkitan musim semi, Dia membangkitkan lebih dari tiga ratus ribu spesies tumbuhan dan hewan, baik yang kecil maupun yang besar. Dia menghidupkan akar pohon dan rumput serta mengembalikan sejumlah hewan sebagaimana adanya di samping mengembalikan semisal yang lainnya. Meskipun sejumlah perbedaan fisik antara benih yang tak terhingga jumlahnya sangat tipis, namun semua dibangkitkan dan dihidupkan dengan kondisi berbeda dalam waktu yang sangat cepat pada masa enam hari atau enam minggu dengan sangat mudah dan banyak dalam bentuk yang sangat teratur dan cermat meskipun bercampur dan berbaur. Jika demikian, mungkinkah Dzat yang melakukan perbuatan di atas mengalami kesulitan atau tidak mampu menciptakan langit dan bumi dalam enam hari? Mungkinkah Dia tidak mampu membangkitkan manusia hanya dengan sekali tiupan? Mahasuci Allah dari apa yang mereka katakan.
Jika sekiranya ada seorang penulis luar biasa yang menulis tiga ratus ribu buku, yang hurufnya telah dihapus, dalam satu halaman tanpa adanya kerancuan dan kekurangan, dengan sangat indah, serta ditulis hanya dalam satu jam, kemudian ada yang berkata, “Lewat ingatannya, penulis ini akan menulis ulang buku karyanya yang sudah menjadi milikmu, yang jatuh ke dalam air, hanya dalam satu menit”. Mungkinkah engkau membantah dengan menjawab, “Tidak akan bisa. Aku tidak percaya”?
Atau, misalkan ada seorang penguasa yang memiliki sejumlah keluarbiasaan di mana ia mampu mengangkat dan menghancurkan gunung serta mampu mengubah seluruh kota dan menjadikan daratan sebagai lautan hanya dengan satu isyarat guna memperlihatkan kekuasaannya sekaligus sebagai bukti bagi manusia. Lalu ketika engkau menyaksikan semua perbuatannya itu, tiba-tiba ada sebuah batu besar yang jatuh ke lembah dan menutup jalan para tamunya. Lalu ada seseorang yang berujar, “Sang penguasa pasti akan menyingkirkan batu ini dari jalan dan akan menghancurkannya sebesar apa pun ada- nya, sebab ia tidak akan membiarkan tamunya berada di jalan.” Maka akan menjadi sangat bodoh dan dungu jika engkau menjawab, “Mana mungkin ia bisa melakukannya?!”
Atau, misalkan seorang pemimpin yang mampu mengumpulkan kembali anggota pasukan, yang telah ia bentuk sendiri, dalam satu hari. Kemudian ada yang berkata, “Ia pasti bisa mengumpulkan pasukan. Mereka yang berpencar itu akan bergabung dalam panjinya hanya dengan satu tiupan trompet.” Namun engkau menjawab, “Aku tidak percaya.” Dari sini dapat dipahami bahwa jawabanmu bersumber dari kedunguan.
Jika engkau telah memahami ketiga contoh di atas, renungkan- lah Tuhan Yang Maha membentuk, Allah, yang telah menulis dalam bentuk terbaik di hadapan semua mata lewat pena qudrah dan qadar lebih dari tiga ratus ribu spesies pada satu lembaran bumi seraya mengganti lembaran musim dingin yang putih menjadi helai demi helai musim semi dan musim panas. Dia menuliskannya dalam kondisi saling terkait tanpa pernah bercampur. Dia menuliskannya secara bersamaan tanpa ada yang salah dan keliru di mana yang satu dengan yang lain sangat berbeda dilihat dari susunan dan bentuknya.
Jika demikian, layakkah Tuhan Yang Maha Menjaga dan Bijaksana, yang memasukkan rancangan roh pohon besar ke dalam benih yang sangat kecil, ditanya bagaimana Dia akan menjaga roh orang mati?
Mungkinkah Tuhan Yang Mahakuasa dan Mahaagung yang menjalankan bumi dalam putarannya dengan kecepatan luar biasa akan ditanya bagaimana Dia bisa menyingkirkan bumi dari jalan akhirat dan bagaimana Dia menghancurkannya?
Mungkinkah Dzat Yang Mahamulia dan Maha Pemurah yang menghadirkan partikel dari tiada seraya mengoordinasikannya dengan perintah kun fayakûn dalam tubuh pasukan makhluk hidup lalu darinya Dia membuat pasukan besar, ditanya bagaimana seluruh atom yang saling mengenal itu serta partikel-partikel utama yang bergabung di bawah panji pasukan dan sistem tubuh dikumpulkan dengan sekali “tiupan”?
Engkau dapat melihat dengan matamu betapa banyak sampel dan petunjuk kebangkitan di hari kiamat yang menyerupai kebangkitan di musim semi. Allah telah menghadirkannya pada setiap musim dan setiap masa, bahkan pergantian siang dan malam, penghadiran awan lalu pelenyapannya di angkasa merupakan sampel dan contoh kebangkitan. Jika engkau membayangkan dirimu di masa seribu tahun yang lalu, misalnya, kemudian membandingkan antara dua sisi waktu, masa lalu dan mendatang, engkau akan melihat begitu banyak contoh kebangkitan dan kiamat sebanyak masa dan hari yang ada.Jika engkau memandang kebangkitan fisik sebagai sesuatu yang mustahil dan tidak logis padahal engkau telah menyaksikan begitu banyak contoh dan sampelnya, engkau akan menyadari seberapa bodoh orang yang mengingkari kebangkitan. Perhatikan bunyi firman paling agung (al-Qur’an) tentang hakikat ini:
“Perhatikanlah bekas-bekas rahmat Allah, bagaimana Allah menghidupkan bumi yang sudah mati. Sesungguhnya (Tuhan yang berkuasa seperti) demikian benar-benar (berkuasa) menghidupkan orang-orang yang telah mati. Dia Mahakuasa atas segala sesuatu.” (QS. ar-Rûm [30]: 50).
Kesimpulannya, tidak ada yang dapat menghalangi terjadinya kebangkitan. Bahkan segala sesuatu menuntut keberadaannya.
Dia adalah Dzat Yang menghidupkan bumi yang besar ini di mana ia merupakan pentas berbagai keajaiban Ilahi sekaligus mematikannya sebagaimana hewan yang paling rendah. Dia menjadikannya sebagai hamparan menyenangkan dan perahu indah bagi manusia dan binatang. Dia menjadikan matahari sebagai cahaya dan tungku bagi tempat jamuan ini. Dia pun menjadikan planet dan bintang yang gemerlap sebagai tempat tinggal bagi para malaikat. Nah, rububiyah-Nya yang kekal dan mulia semacam itu, serta kekuasaan-Nya yang mencakup dan agung sedemikian rupa tidak hanya terbatas di dunia yang fana, sementara dan selalu berubah.
Tentu terdapat negeri lain yang abadi, agung, mulia, dan permanen yang sesuai dengan-Nya. Dia menggiring kita untuk terus berusaha menuju kerajaan dan negeri tersebut. Dia mengajak dan memindahkan kita kepadanya. Hal ini seperti yang disaksikan oleh para pemilik jiwa yang bersinar, pemilik kalbu yangmenembus kedalaman hakikat. Mereka mendapatkan kemuliaan untuk mendekat kepada-Nya. Mereka kemudian menyampaikan kepada kita dengan satu kesepakatan bahwa Allah telah menyiapkan imbalan dan pahala. Dia juga memberikan janji yang pasti serta memberikan ancaman yang tegas.
cemerlang, pemilik akal yang bercaha- ya, di mana mereka mampu Mengingkari janji tidak mungkin dilakukan oleh-Nya, sebab ia merupakan bentuk kehinaan dan kerendahan. Sedangkan menging- kari ancaman bersumber dari adanya maaf atau kelemahan. Padahal sikap kufur merupakan kejahatan mutlak(*[27])yang tidak dapat diampuni dan dimaafkan. Selanjutnya Dzat Yang Mahakuasa sangat jauh dan bersih dari sifat lemah.
Lalu, para informan dan saksi semuanya sepakat dalam masalah ini, meskipun cara mereka berbeda-beda. Dari segi kuantitas, mereka mencapai tingkatan mutawatir. Dari segi kualitas, mereka mencapai kekuatan ijmak. Dari segi kedudukan, mereka laksana bintang dan pemberi petunjuk bagi umat manusia, serta orang-orang mulia. Dari segi urgensi, mereka adalah orang-orang ahli dan mumpuni. Seperti yang kita ketahui, penilaian dua orang yang ahli di satu disiplin ilmu mengalahkan ribuan lainnya.Nah, dalam hal periwayatan, ucapan dua orang yang menetapkan satu hal mengalahkan ribuan orang yang menafikannya.
Contohnya, dalam persoalan melihat hilal Ramadhan di mana dua orang saksi yang melihat lebih kuat daripada ucapan ribuan orang yang menyangkal.
Sebagai kesimpulan:tidak ada informasi yang lebih benar daripada hal ini, tidak ada dakwah yang lebih kuat darinya, dan tidak ada hakikat yang lebih jelas darinya. Jadi, dunia sudah pasti merupakan ladang, padang mahsyar merupakan timbunan, sedangkan surga dan neraka adalah gudang.
HAKIKAT KESEPULUH
Pintu Hikmah, Perhatian, Rahmat, dan Keadilan sebagai Manifestasi dari Nama “al- Hakîm”,
“al-Karîm”, “al-Âdil”, dan “ar-Rahîm”.
Mungkinkah Sang Penguasa Kerajaan, Allah , memperlihatkan berbagai jejak hikmah-Nya yang luas, perhatian-Nya yang jelas, keadilan-Nya yang tegas, serta ayat-ayat rahmat-Nya yang luas sedemikian rupa di negeri jamuan dunia yang fana ini, di medan ujian yang sementara ini, serta di galeri bumi yang senantiasa berubah dan segera lenyap ini, kemudian Dia tidak menghadirkan di alam kerajaan dan malakut-Nya tempat tinggal abadi, penghuni yang kekal, kedudu- kan yang permanen, dan makhluk yang abadi sehingga semua hakikat yang menunjukkan hikmah, perhatian, keadilan, dan rahmat-Nya itu lenyap begitu saja?
Allah Yang Mahabijak telah memilih manusia di antara sekian banyak makhluk, lalu menjadikannya sebagai mitra bicara yang komprehensif, cermin universal dari Asmaul Husna, serta sebagai makhluk yang bisa menghargai, mengapresiasi, dan mengenal berbagai sumber kekayaan yang terdapat dalam khazanah rahmat-Nya, di mana Tuhan memperkenalkan Dzat-Nya yang agung kepada manusia lewat seluruh nama-Nya sehingga Dia mencintai mereka dan membuat mereka mencintai-Nya. Nah, logiskah Sang Mahabijak tersebut tidak mengirim manusia yang malang ini ke kerajaan-Nya yang kekal? Logiskah Dia tidak membuatnya bahagia di negeri itu setelah Dia mengundang- nya ke sana?
Selain itu, Dia membebani setiap entitasmeski sebuah benihdengan berbagai tugas besar seberat pohon, lalu menghiasinya dengan sejumlah hikmah sebanyak bunganya, serta menyertainya dengan sejumlah maslahat sebanyak buahnya. Nah, logiskah jika kemudian tujuan dari adanya berbagai tugas, hikmah, dan maslahat tadi hanya untuk mendapatkan balasan yang kecil yang terdapat di dunia? Atau menjadikan tujuan eksistensi hanya kekal di dunia saja yang sama sekali tidak penting meski hanya seberat biji sawi? Logiskah Dia tidak menjadikan berbagai tugas, hikmah, dan maslahat yang ada sebagai benih bagi alam makna, serta tidak menjadikannya sebagai ladang bagi alam akhirat guna menghasilkan buahnya yang hakiki yang sesuai dengannya? Logiskah semua festival yang indah dan pesta agung tersebut menghilang begitu saja tanpa makna dan hikmah? Logiskah semuanya tidak diarahkan kepada alam makna dan alam akhirat agar tujuan aslinya dan buahnya yang sesuai menjadi tampak jelas?
Ya, mungkinkah semua itu berbeda dengan hakikatnya, berbeda dengan sifat-sifat-Nya yang suci dan nama-nama-Nya: al-Hakîm, al- Karîm, al-Âdil, dan ar-Rahîm? Tentu tidak mungkin.Mungkinkah Allah mengingkari hakikat semua entitas yang menunjukkan hikmah, keadilan, kemurahan, dan rahmat-Nya yang merupakan sifat-Nya yang suci, lalu Dia juga menolak kesaksian semua entitas sekaligus menafikan petunjuk seluruh ciptaan?! Semua itu sangat tidak mungkin bagi-Nya.
Apakah masuk akal manusia diberi imbalan dunia yang hanya seukuran helai rambut, padahal ia diberi tugas sebanyak rambut di kepalanya? Mungkinkah Dia melakukan berbagai hal yang tidak berarti, tidak mempunyai tujuan, yang berarti bertentangan dengan keadilan-Nya serta menafikan hikmah-Nya yang hakiki? Mahasuci Allah dari apa yang mereka katakan.
Mungkinkah Allah menghias setiap makhluk, bahkan setiap organ—seperti lidah misalnya—atau setiap ciptaan dengan berbagai hikmah dan kepentingan sebanyak buah setiap pohon seraya menampakkan hikmah-Nya yang mutlak, lalu Dia tidak memberi keabadian dan kekekalan kepada manusia, serta tidak memberinya kebahagiaan abadi yang merupakan puncak hikmah, kepentingan yang paling esensial, serta hasil yang paling tepat? Selanjutnya Dia menanggalkan keabadian, pertemuan, dan kebahagiaan abadi yang membuat hik- mah, nikmat, dan rahmat tadi bermakna, bahkan menjadi sumbernya. Mungkinkah Dia mengabaikannya dan membiarkan semua tadi hilang percuma, lalu Dia memosisikan diri-Nya laksana orang yang membangun istana megah di mana setiap batunya berisi ribuan ukiran dan hiasan, setiap sisinya berisi dekorasi, dan setiap ruangannya berisi ribuan perangkat berharga dan penting, lalu ia tidak membangun atap untuk menjaganya. Ia membiarkan semuanya hancur begitu saja. Allah tidak mungkin semacam itu.
Kebaikan hanya bersumber dari Sang Mahabaik, dan keindahan bersumber dari Yang Mahaindah. Jadi, kesiasiaan tidak mungkin bersumber dari Allah Yang Mahabijak dan Pemilik hikmah. Ya, setiap orang yang mencermati sejarah dan melepaskan khayalannya ke masa lalu akan melihat bahwa begitu banyak tempat tinggal, galeri, lapangan, dan alam yang serupa dengan rumah dunia, lapangan ujian, dan galeri segala sesuatu di masa kita sekarang ini telah mati sebanyak tahun yang telah berlalu. Meskipun bentuk dan substansi berbeda, na- mun keteraturan, kreasi, dan penampakan kekuasaan Sang Pencipta berikut hikmah-Nya tetap sama.
Selain itu, selama mata hatinya berfungsi ia juga akan melihat bahwa di berbagai tempat yang berubah itu, di sejumlah lapangan yang lenyap, serta di berbagai galeri yang fana terdapat tatanan bersinar dan penuh hikmah, petunjuk yang jelas yang menunjukkan pengawasan-Nya, tanda yang tegas yang memperlihatkan keadilan- Nya, serta buah yang berisi rahmat. Dari sana ia akan menyadari dengan penuh keyakinan bahwa tidak mungkin ada hikmah yang lebih sempurna daripada hikmah-Nya yang kita saksikan. Tidak mungkin ada perhatian yang lebih menakjubkan daripada perhatian-Nya yang tampak jelas. Tidak mungkin ada keadilan yang lebih agung daripada keadilan yang petunjuknya sangat terang. Tidak mungkin ada rahmat yang lebih mencakup daripada rahmat yang buahnya sangat tampak tersebut.
Anggaplah Sang Penguasa abadiyang telah menata semua urusan, dan terus mengganti para tamutidak memiliki tempat permanen yang mulia, kedudukan yang tetap, tempat tinggal yang kekal, penduduk yang abadi, serta para hamba yang bahagia di kerajaan-Nya yang kekal, berarti ada empat hakikat yang harus diingkari: hikmah, keadilan, perhatian, dan rahmat-Nya di mana ia merupakan unsur yang kuat dan komprehensif laksana cahaya, udara, air, dan tanah. Sebab, seperti diketahui bersama, dunia berikut isinya tidak dapat me- madai bagi kemunculan semua hakikat tersebut.
Andaikan di tempat lain tidak ada sesuatu yang tepat dan sesuai dengannya, berarti hikmah yang terdapat pada segala sesuatu di hadapan kita harus diing- kari seperti sikap gila orang yang mengingkari keberadaan matahari yang cahayanya menyelimuti siang. Selain itu, adanya perhatian Tuhan yang selalu kita saksikan pada diri kita dan pada segala sesuatu serta keadilan-Nya yang sangat jelas harus diingkari pula.(*[28])Termasuk pengingkaran atas rahmat-Nya yang kita lihat di mana-mana. Di samping itu, berarti Pemilik dari seluruh aktivitas penuh hikmah, perbuatan mulia, serta karunia yang penuh rahmat tersebut hanya bermainmain, zalim sekaligus berkhianat. Sungguh Allah jauh dari semua itu. Ini hanya bentuk pembalikan fakta dan hakikat yang ada. Ia sangat mustahil. Bahkan kaum sofis yang mengingkari wujud mereka sendiri tidak bisa menggambarkan kemustahilan tersebut dengan mudah.
Kesimpulannya, tidak ada hubungan atau kesesuaian antara kehidupan yang sangat luas, kematian yang begitu cepat, festival yang demikian besar, dan manifestasi menakjubkan yang terlihat di alam ini, dengan berbagai hasil yang parsial, tujuan yang sia-sia dan sementara, serta masa yang sangat singkat yang mengacu kepada dunia yang fana ini. Karena itu, menghubungkan antara kedua hal di atas atau menganggap adanya kesesuaian di antara keduanya, tidak sejalan dengan logika serta tidak selaras dengan hikmah.
Karena dengan begitu, ia sama seperti mengaitkan berbagai hikmah yang besar dan sejumlah tujuan yang mulia laksana gunung dengan batu kerikil yang sangat kecil, serta sama seperti mengaitkan tujuan sepele, parsial, dan temporer yang seukuran kerikil dengan gunung yang besar.Artinya, tidak adanya korelasi antara berbagai entitas ini dengan tujuannya yang mengacu kepada dunia secara jelas menunjukkan bahwa entitas tersebut mengarah kepada alam makna di mana ia memberikan buahnya yang lembut dan sesuai di sana, pandangannya mengarah kepada Asmaul Husna, dan tujuannya menuju kepada alam tersebut. Meskipun benih-benihnya tersembunyi di bawah tanah dunia, namun bulirnya tampak di alam mitsal. Manusia—sesuai dengan potensinyamenanam dan ditanam di sini, lalu memanen di akhirat sana.
Ya, kalau engkau melihat wajah entitas yang mengarah kepada nama-nama-Nya dan kepada alam akhirat, engkau akan mengetahui bahwa:Setiap benih yang merupakan mukjizat qudrah Ilahi memiliki sejumlah tujuan besar sebesar pohon. Setiap bunga(*[29]) yang merupakan kalimat hikmah memiliki sejumlah makna besar sekapasitas bunga- bunga pohon. Setiap buah yang merupakan mukjizat kreasi dan kasidah rahmat-Nya memiliki sejumlah hikmah yang terdapat pada pohon itu sendiri. Adapun dilihat dari sisi keberadaannya sebagai rezeki bagi kita, ia hanyalah salah satu dari ribuan hikmah yang ada di mana ia mengakhiri tugasnya, memenuhi tujuannya, lalu mati dan ditanam di perut kita.
Sepanjang benda-benda yang fana ini memberikan buahnya yang abadi di tempat lain, menitipkan berbagai gambaran permanennya di sana, mengekspresikan sejumlah makna yang kekal, serta memberikan zikir dan tasbih abadinya di sana, maka manusia benar-benar menjadi manusia selama mau memperhatikan aspek yang mengarah kepada keabadian tersebut. Ketika itulah ia menemukan jalan dari alam yang fana menuju alam yang abadi.
Jadi, di sana terdapat tujuan akhir di balik entitas yang terkumpul dan berserakan yang mengalir dalam lautan kehidupan dan kematian. Keadaannya menyerupai sejumlah kondisi yang ditata untuk satu peran. Begitu banyak biaya yang dikeluarkan untuk mempersiapkan sejumlah pertemuan dan perpisahan singkat guna mengambil potret dan rangkaiannya agar bisa ditayangkan di layar secara permanen. Demikianlah, salah satu tujuan menempuh kehidupan pribadi dan sosial dalam waktu singkat di dunia ini adalah untuk mengambil gambar berikut konstruksinya, serta menyimpan hasil amal untuk kemudian dihisab di hadapan kumpulan makhluk, guna ditayangkan di pentas terbesar, supaya berbagai potensinya dipersiapkan untuk kebahagiaan terbesar. Hakitat tersebut dijelaskan oleh hadis Nabi x yang berbunyi: “Dunia adalah ladang akhirat.”(*[30])
Karena dunia benar-benar ada dan ia berisi hikmah, perhatian, rahmat, dan keadilan dengan sejumlah jejak, maka akhirat sudah pasti ada sebagaimana keberadaan dunia. Karena segala sesuatu dari satu sisi mengarah ke alam tersebut, maka perjalanan yang ada pasti menuju ke sana. Oleh sebab itu, mengingkari akhirat berarti mengingkari dunia berikut isinya. Sebagaimana ajal dan kubur menantikan manusia, surga dan neraka juga menantikan sekaligus mengintainya.
HAKIKAT KESEBELAS
Pintu Kemanusiaan sebagai Manifestasi dari Nama “al-Haq”.
Allah yang merupakan Dzat yang patut disembah menciptakan manusia guna menjadi hamba yang paling mulia dan paling penting bagi rububiyah-Nya yang mencakup semesta alam, serta yang paling memahami perintah-Nya, dalam bentuk terbaik sehingga menjadi cermin komprehensif dari nama-nama-Nya sekaligus menjadi manifestasi nama-Nya yang paling agung dan manifestasi tingkatan tertinggi dari setiap Asmaul Husna. Dia menciptakan manusia guna menjadi mukjizat qudrah Ilahi yang paling indah yang memiliki perangkat dan neraca paling berharga untuk memahami dan mengapresiasi kekayaan yang terdapat dalam khazanah rahmat Ilahi serta guna menjadi makhluk yang paling membutuhkan nikmat-Nya yang tak terhingga, menjadi paling menderita dengan adanya kefanaan, paling merindukan keabadian, paling halus, paling lembut dan paling papa. Di samping bahwa dari sisi kehidupan dunia, manusia merupakan makhluk yang paling tidak bahagia dan dari sisi potensi fitrinya merupakan yang paling bagus bentuk rupanya. Nah, mungkinkah Allah menciptakan manusia dengan substansi di atas, lalu tidak membangkitkannya menuju negeri abadi yang dipersiapkan untuknya? Kemudian Dia melenyapkan hakikat kemanusiaan dan melakukan sesuatu yang sangat bertentangan dengan kebenaran-Nya? Allah sangat jauh dari semua itu.
Dzat Yang berkuasa dengan hak dan Dzat Maha Penyayang yang mutlak telah memberi manusia potensi fitri yang mulia sehingga dapat memikul amanah besar yang enggan dipikul oleh langit, bumi dan gunung. Artinya, Dia menciptakan manusia guna mengenal sifat-sifat Penciptanya yang komprehensif berikut berbagai atribut dan manifestasi-Nya yang mutlak lewat kemampuannya yang sedikit. Dia menciptakannya sebagai makhluk paling lembut, paling lemah, dan paling tidak berdaya. Namun Dia menundukkan semua makhluk hidup, baik tumbuhan maupun hewan, untuknya kemudian menjadikannya sebagai pengatur, penata serta berbaur dalam rangkaian tasbih dan ibadahnya. Dia menjadikan manusia sebagai model dan sampel dari berbagai aktivitas Ilahi di alam, sebagai perantara yang memperlihatkan rububiyah-Nya yang suci, lewat perbuatan ataupun ucapan, kepada seluruh alam sehingga ia diberi kedudukan yang lebih mulia daripada malaikat seraya mengangkat derajatnya kepada ting- katan khalifah.Nah, mungkinkah Allah memberi manusia semua tugas tersebut kemudian Dia tidak memberinya berbagai tujuan, buah, dan hasilnya yang berupa kebahagiaan abadi? Mungkinkah Dia melemparkan manusia kepada kehinaan, kenistaan, dan musibah serta menjadikannya sebagai makhluk yang paling menderita? Mungkinkah Dia menjadikan akal yang merupakan hadiah penuh berkah dan bercahaya bagi hikmah-Nya serta sarana untuk mengenali kebahagiaan sebagai perangkat yang menyiksa, kebalikan dari hikmah-Nya yang bersifat mutlak dan bertentangan dengan rahmat-Nya? Mahasuci Allah dari semua itu.
Kesimpulannya, sebagaimana kita melihat pada cerita sebelum- nya bahwa pada identitas komandan dan daftar pengabdiannya terdapat kedudukan berikut tugas, upah, kegiatan, dan perlengkapannya. Kita mengetahui bahwa sang komandan tidak bekerja hanya untuk medan yang bersifat sementara ini. Tetapi untuk penghormatan dan karunia yang dituju di sebuah kerajaan abadi. Demikian pula berbagai perangkat yang terdapat pada identitas kalbu manusia, indra yang terdapat pada daftar akalnya, peralatan yang terdapat pada fitrahnya, semuanya mengarah kepada kebahagiaan abadi. Bahkan, ia diberikan demi kebahagiaan tersebut. Inilah yang disepakati oleh para ahli hakikat dan ahli kasyaf. Sebagai contoh:
Andai dikatakan kepada imajinasi manusia sebagai salah satu sarana akal dan salah satu pembentuknya, “Engkau akan diberi kekuasaan dunia berikut perhiasannya disertai tambahan usia sebanyak sejuta tahun. Namun engkau akan berakhir pada kebinasaan dan ketiadaan,” pasti ia akan mengeluh dan sedih, selama ilusi dan hawa nafsu tidak ikut campur. Dengan kata lain, barang fana yang paling besar yaitu dunia berikut isinya tidak bisa memuaskan perangkat terkecil yang ada pada manusia, yaitu imajinasi.Dari sini jelas bahwa manusia yang memiliki potensi fitri dan memiliki sejumlah impian yang terbentang menuju keabadian, pikiran yang meliputi dunia, keinginan yang tersebar di berbagai jenis keba- hagiaan abadi, ia tercipta untuk abadi dan pasti akan pergi kepadanya. Dunia ini hanyalah tempat jamuan sementara sekaligus merupakan ruang tunggu akhirat.
HAKIKAT KEDUA BELAS
Pintu Risalah dan Wahyu sebagai Manifestasi dari
“Bismillâhirrahmânirrahîm”.
Sosok yang ucapannya didukung oleh seluruh nabi serta diperkuat oleh mukjizat mereka, dan dakwahnya dibenarkan oleh para wali dengan bersandar kepada kasyaf dan karamah mereka serta kebenarannya disaksikan oleh semua ulama dan ashfiyâ dengan bersandar kepada hakikat yang mereka capai, ia tidak lain adalah Rasulullah x yang lewat kekuatan yang diberikan padanya, ia membuka jalan akhirat dan pintu surga didukung oleh seribu mukjizatnya dan ribuan ayat al-Qur’an berikut kemukjizatannya dari empat puluh aspek. Nah, mungkinkah sejumlah ilusi yang lebih lemah daripada sayap lalat dapat membendung jalan akhirat dan pintu surga yang dibuka oleh Rasulullah x?
Demikianlah, dari berbagai hakikat di atas dapat dipahami bahwa persoalan kebangkitan merupakan hakikat yang demikian kuat dan kukuh di mana ia tidak bisa digoyahkan oleh kekuatan apa pun. Bahkan, meski ia dapat menggerakkan dan menghancurkan bola bumi. Pasalnya, Allah menetapkan hakikat tersebut sesuai dengan Asmaul Husna dan sifat-sifat-Nya yang mulia. Kemudian Rasul x membenarkannya lewat berbagai mukjizat dan dalil kenabiannya.
Lalu al-Qur’an membuktikannya lewat seluruh ayat dan hakikatnya. Terakhir, alam dengan semua tanda-tanda kekuasaan yang ada padanya dan urusan yang penuh hikmah di dalamnya menjadi bukti atasnya. Jadi, semua entitas—selain kaum kafir—sejalan dengan Tuhan dalam hakikat kebangkitan. Jika demikian, mungkinkah sebuah syubhat setan yang demikian lemah dapat menghapuskan hakikat yang kuat dan kukuh tersebut? Tentu tidak mungkin.
Jangan pernah mengira bahwa berbagai dalil akan adanya kebangkitan hanya terbatas pada dua belas hakikat yang telah kita bahas. Akan tetapi, sebagaimana al-Qur’an mengajarkan hakikat tersebut, lewat ribuan sisi dan petunjuk yang kuat, ia juga menjelaskan bahwa Tuhan Sang Pencipta akan memindahkan kita dari negeri yang fana ini menuju negeri keabadian.
Selain itu, jangan engkau mengira bahwa dalil adanya kebangkitan hanya sebagai konsekuensi nama al-Hakîm, al-Karîm, ar-Rahîm, al-Âdil, dan al-Hafîzh. Akan tetapi, seluruh na- ma-Nya yang terwujud dalam pengaturan alam menuntut keberadaan akhirat.
Jangan mengira bahwa tanda-tanda kekuasaan Allah yang terdapat di alam yang menunjukkan adanya kebangkitan hanya terbatas pada apa yang kami sebutkan. Akan tetapi, masih terdapat banyak sisi pada sebagian besar entitas. Sebagaimana sebuah sisinya menunjukkan dan menjadi saksi keberadaan Sang Pencipta, maka sisi lainnya menunjukkan dan mengisyaratkan adanya kebangkitan.Sebagai contoh, kreasi yang apik dan rapi pada penciptaan manusia dalam bentuk terbaik merupakan petunjuk yang mengarah kepada Sang Pencipta, sementara sejumlah potensi dan kekuatan komprehensif yang terdapat di dalamnya di mana ia lenyap dalam waktu singkat menunjukkan keberadaan akhirat.
Bahkan, kalau satu sisi dilihat dengan dua tatapan ia menunjukkan kepada Sang Pencipta dan akhirat secara bersamaan.Contoh lainnya, jika substansi penataan hikmah, penghiasan perhatian, penetapan keadilan, dan kelembutan rahmat-Nya yang tampak pada sebagian besar entitas menjelaskan bahwa ia bersumber dari tangan qudrah Sang Pencipta Yang Mahabijak, Pemurah, Adil, dan Penyayang, maka pada waktu yang sama jika keagungan sifat-sifat dan kekuatan-Nya dibandingkan dengan usia makhluk yang sangat singkat di dunia ini, maka dari sana akhirat menjadi jelas.
Dengan kata lain, segala sesuatu membaca dan mengamati lewat lisân hâl seraya berkata, “Aku beriman kepada Allah dan hari akhir.”
PENUTUP
Dua belas hakikat yang telah dijelaskan sebelumnya saling menguatkan, menyempurnakan dan menopang. Dari keseluruhannya, hasil dan kesimpulannya terlihat jelas. Jadi, ilusi apapun tidak dapat menembus dua belas pagar besi ini, atau bahkan berlian yang kuat ini, guna menggoyahkan keimanan terhadap adanya kebangkitan yang dibentengi dengan benteng yang kukuh. Allah berfirman:
“Tidaklah Allah menciptakan dan membangkitkan kamu (dari dalam kubur) melainkan hanyalah seperti (menciptakan dan membang- kitkan) satu jiwa.” (QS. Luqmân [31]: 28).
Ayat al-Qur’an di atas menegaskan bahwa penciptaan dan pe- ngumpulan seluruh manusia sangat mudah bagi qudrah Ilahi. Ia sama seperti menciptakan dan membangkitkan seorang manusia. Ya, de- mikianlah keadaannya di mana hakikat ini telah dijelaskan dalam pembahasan tentang kebangkitan (al-Hasyr) dari risalah “Setitik Cahaya Makrifatullah”.(*[31])Namun, di sini kita hanya menjelaskan kesimpulannya disertai dengan sejumlah contoh. Siapa yang ingin melihat uraian lebih rinci dapat membaca risalah tersebut.
Sebagai contoh: Sebagaimana matahari mengirim cahaya dengan sangat mu- dah ke sebuah partikel, ia juga mengirim dengan sama mudahnya ke seluruh benda transparan dan bening yang tak terhitung banyaknya. Hal itu terwujud lewat rahasia nûrâniyah (kehalusan).
Satu butir partikel transparan dapat memuat bayangan matahari sama seperti permukaan laut yang luas. Hal itu terwujud lewat rahasia syaffâfiyyah (transparansi atau kebeningan).
Sebagaimana anak kecil dapat menggerakkan perahu mainan, ia juga dapat menggerakkan perahu sungguhan lewat rahasia intizhâm (sistematisasi atau keteraturan) yang terdapat di dalamnya.
Seorang pemimpin dapat menggerakkan seorang prajurit dengan perintah, “Berjalanlah!”, ia juga dapat menggiring seluruh pasukan dengan kalimat yang sama. Hal itu terwujud lewat rahasia imtitsâl (kepatuhan atau ketaatan).
Sebuah neraca yang sangat akurat di angkasa, misalnya, di mana ia bisa mengukur berat satu biji kecil, pada waktu yang sama di atas dua sisi timbangannya bisa diletakkan dua matahari, maka upaya yang dikerahkan untuk menaikkan dan menurunkan salah satu sisi timba- ngannya adalah sama. Ini terwujud lewat rahasia muwâzanah (keseimbangan).
Jika benda terbesar sama dengan benda terkecil, di mana sega- la sesuatu yang tak terhitung banyaknya seperti satu di keseluruhan makhluk yang bersifat mungkin dan fana ini lantaran sifat cahaya (kehalusan), kebeningan, keteraturan, kepatuhan, dan keseimbangan yang ada di dalamnya, maka di hadapan Dzat Yang Mahakuasa, baik yang sedikit ataupun banyak, yang kecil maupun yang besar, kebang- kitan satu individu maupun seluruh manusia tidak ada bedanya. Hal itu terwujud lewat manifestasi “kehalusan” milik qudrah-Nya yang ber- sifat mutlak dan sempurna, “kebeningan” dan kehalusan pada hakikat sesuatu, “keteraturan” hikmah dan qudrah, “kepatuhan dan ketaatan” segala sesuatu terhadap perintah penciptaan-Nya (sunnatullah) secara sempurna, serta lewat rahasia “keseimbangan” di mana seluruh makhluk statusnya sama dalam hal ada ataupun tiada.
Selanjutnya, tingkat kekuatan dan kelemahan sesuatu adalah ha- sil dari adanya unsur kebalikan padanya. Suhu panas, misalnya, di- hasilkan dari adanya suhu dingin. Tingkat keindahan lahir dari adanya keburukan. Tingkatan cahaya juga berasal dari masuknya kegelapan. Hanya saja, jika sesuatu bersifat dzâti (asli dan melekat pada dirinya); bukan berasal dari luar (‘aradhi), ia tidak bisa dimasuki oleh kebalikannya. Jika tidak, maka dua hal yang berlawanan tersebut menyatu dan ini mustahil. Dengan kata lain, tidak ada tingkatan pada sesuatu yang bersifat dzâti atau asli. Nah, karena qudrah Dzat Yang Mahakuasa bersifat dzâti; bukan berasal dari luar sebagaimana makhluk, di mana ia sangat sempurna, maka mustahil dimasuki oleh ketidakberdayaan yang merupakan kebalikannya.
Artinya, proses penciptaan musim semi bagi Tuhan sangat mudah sama seperti menciptakan setangkai bunga. Membangkitkan seluruh manusia sangat mudah bagi-Nya sama seperti mencipta satu individu dari mereka.
Hal ini berbeda jika persoalannya dinisbatkan kepada sebab-sebab materi. Maka penciptaan setangkai bunga menjadi sulit sama seperti mencipta musim semi. Berbagai contoh dan penjelasan tentang kebangkitan serta sejumlah hakikatnya yang diketengahkan dari awal tidak lain bersumber dari limpahan al-Qur’an. Ia dimaksudkan untuk mempersiapkan jiwa agar mau tunduk dan agar kalbu bisa menerima. Sebab, penjelasan yang rinci hanya dimiliki al-Qur’an. Karena itu, mari kita memperhatikannya!
“Allah mempunyai hujjah yang jelas lagi kuat.” (QS. al-An’âm [6]:149).
“Perhatikanlah bekas-bekas rahmat Allah, bagaimana Allah menghidupkan bumi yang sudah mati. Sesungguhnya (Tuhan yang berkuasa seperti) demikian benar-benar (berkuasa) menghidupkan orang-orang yang telah mati. Dia Mahakuasa atas segala sesuatu.” (QS. ar-Rûm [30]: 50).“Ia berkata, ‘Siapakah yang dapat menghidupkan tulang belulang, yang telah hancur luluh?’ Katakanlah, ‘Ia akan dihidupkan oleh Tuhan yang menciptakannya kali pertama. Dia Maha mengetahui tentang segala makhluk.” (QS. Yâsin [36]: 78-79).“Wahai manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu; sesungguh- nya guncangan hari kiamat itu adalah suatu kejadian yang sangat besar (dahsyat). Ingatlah pada hari ketika kamu melihat guncangan itu, lalailah semua wanita yang menyusui anaknya dari anak yang disusuinya dan gugurlah kandungan segala wanita yang hamil. Kamu melihat manusia dalam keadaan mabuk, padahal sebenarnya mereka tidak mabuk. Akan tetapi azab Allah sangat keras.” (QS. al-Hajj [22]: 1-2).“Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Dia akan mengumpulkan kamu di hari kiamat yang pasti terjadinya. Siapakah orang yang lebih benar perkataannya daripada Allah?” (QS. an- Nisâ [4]: 87).
“Sesungguhnya orang-orang yang banyak berbakti akan berada dalam surga yang penuh kenikmatan. Sementara orang-orang yang durhaka berada dalam neraka.” (QS. al-Infithâr [82]: 13-14).
“Apabila bumi diguncangkan dengan guncangan (yang dahsyat), bumi mengeluarkan beban-beban beratnya, manusia bertanya, ‘Mengapa bumi menjadi begini? Pada hari itu bumi menceritakan beritanya, karena sesungguhnya Tuhanmu telah memerintahkan (yang sedemiki- an itu) kepadanya. Pada hari itu manusia keluar dari kuburnya dalam keadaan bermacam-macam, supaya diperlihatkan kepada mereka (balasan) pekerjaan mereka. Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat atom sekalipun niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar atom sekalipun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula.” (QS. az-Zalzalah [99]: 1-8).
“Hari kiamat. Apakah hari kiamat itu? Tahukah kamu apakah hari kiamat itu? Pada hari itu manusia seperti anai-anai yang berteba- ran dan gunung-gunung seperti bulu yang dihambur-hamburkan. Adapun orang-orang yang berat timbangan (kebaikan)nya, maka ia berada dalam kehidupan yang memuaskan. Adapun orang-orang yang ringan timbangan (kebaikan)nya, tempat kembalinya adalah neraka Hawiyah. Tahukah kamu apakah neraka Hawiyah itu? (Yaitu) api yang sangat panas.” (QS. al-Qâri’ah [101]: 1-11).
“Dan kepunyaan Allah-lah segala apa yang tersembunyi di langit dan di bumi. Tidak ada kejadian kiamat itu, melainkan seperti sekejap mata atau lebih cepat. Sesungguhnya Allah Mahakuasa atas segala se- suatu.” (QS. an-Nahl [16]: 77).
Perhatikanlah ayat-ayat yang sangat jelas tersebut, lalu katakan, “Kami beriman dan kami percaya”.
Aku beriman kepada Allah, malaikat, kitab suci, para rasul, hari akhir, dan kepada takdir baik dan buruk yang berasal dari-Nya. Kebangkitan setelah kematian adalah benar, surga itu benar, neraka benar, syafa’at benar, malaikat Mungkar dan Nakir juga benar. Allah akan membangkitkan mereka yang berada di kubur.
Aku bersaksi tiada Tuhan selain Allah dan aku bersaksi Muhammad adalah utusan Allah.
Ya Allah, limpahkan salawat dan salam kepada buah Tuba rahmatMu yang paling lembut, yang paling mulia, yang paling sempurna, dan paling indah, di mana Engkau utus ia sebagai rahmat bagi semesta alam dan sebagai sarana bagi kami untuk bisa sampai kepada buah Tuba yang paling indah, paling bagus, dan paling matang yang menjulur ke negeri akhirat, yaitu surga. Ya Allah, lindungi kami dan kedua orang tua kami dari api neraka. Masukkan kedua orang tua kami ke dalam surga bersama mereka yang taat dengan kedudukan Nabi pilihan-Mu. Amin.
Wahai yang membaca risalah ini dengan objektif,
jangan menga- takan mengapa saya tidak dapat memahami “Kalimat Kesepuluh” ini secara keseluruhan. Jangan risau dan jangan sedih lantaran tidak dapat memahami semuanya. Sebab, para filsuf jenius seperti Ibnu Sina saja mengatakan bahwa, “Persoalan kebangkitan di luar jangkauan nalar. Artinya, cukup diimani saja. Jalan dan kedalamannya tidak bisa ditelu- suri dengan akal.” Para ulama juga sepakat bahwa persoalan kebang- kitan bersifat naqliyyah. Dengan kata lain, dalil-dalilnya berdasarkan nash agama. Ia tidak bisa dicapai dengan akal. Pada saat yang sama, ia jalan berliku dan terjal. Karena itu, tidak semua orang bisa melewati- nya sebagaimana jalan biasa.
Akan tetapi, dengan limpahan karunia al-Qur’an dan dengan rahmat Tuhan Yang Maha Penyayang, kita diberi kemudahan untuk melewati jalan yang tinggi dan dalam tersebut di masa sekarang ini di mana sikap taklid dan tunduk telah rusak. Karenanya, kita harus mengucapkan ribuan syukur kepada Tuhan atas kebaikan dan karuniaNya yang sangat besar. Sebab, ini sudah cukup menyelamatkan iman kita. Jadi, kita harus rida dengan kapasitas pemahaman kita seraya meningkatkannya dengan terus menelaah dan membaca.
Di samping itu, salah satu rahasia mengapa persoalan ini tidak bisa dicapai dengan akal, yaitu karena kebangkitan dan mahsyar terbesar merupakan manifestasi nama-Nya yang paling agung. Maka, proses melihat dan memperlihatkan perbuatan-perbuatan besar yang bersumber dari nama-Nya yang paling agung, serta yang bersumber dari manifestasi tingkatan setiap nama-Nya yang paling tinggi, itulah yang menjadikan penetapan kebangkitan terbesar sangat mudah dan pasti seperti menetapkan keberadaan musim semi. Itu pula yang mengantarkan kepada ketundukan total dan keimanan hakiki.Karena itulah, masalah kebangkitan dijelaskan dalam “Kalimat Kesepuluh” ini lewat limpahan karunia al-Qur’an. Andaikan akal hanya bersandar kepada standar-standar yang dimilikinya, tentu ia akan lemah kemudian terpaksa bertaklid.
LAMPIRAN KALIMAT KESEPULUH BAGIAN PERTAMA
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ
“Maka, bertasbihlah kepada Allah di waktu kalian memasuki petang dan subuh. Milik-Nyalah segala puji di langit dan di bumi serta di waktu kalian berada pada petang hari dan di waktu zuhur. Dia mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup. Dia menghidupkan bumi sesudah matinya. Seperti itulah kalian akan dikeluarkan (dari kubur). Di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya, Dia menciptakan kalian dari tanah, kemudian tiba-tiba kalian (menjadi) manusia yang berkembang-biak. Di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya, Dia menciptakan untuk kalian istri-istri dari jenis kalian sendiri supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antara kalian rasa kasih dan sayang. Se- sungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir. Di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan langit dan bumi serta bahasa dan warna kulit kalian yang berbeda-beda. Sesungguhnya pada yang demikan itu benar-benar ter- dapat tanda bagi orang-orang yang mengetahui. Di antara tanda-tan- da kekuasaan-Nya ialah tidur kalian di waktu malam dan siang hari dan usaha kalian mencari sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda bagi kaum yang mendengarkan. Di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya, Dia memperlihatkan kepada kalian kilat untuk (menimbulkan) ketakutan dan hara- pan, dan Dia menurunkan hujan dari langit, lalu menghidupkan bumi dengan air itu sesudah matinya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang menggunakan akalnya. Di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah berdirinya langit dan bumi dengan iradat-Nya. Kemudian apabila Dia memanggil ka- lian sekali panggil dari bumi, seketika itu kalian keluar (dari kubur). Kepunyaan-Nyalah siapa saja yang ada di langit dan di bumi. Semua hanya tunduk kepada-Nya. Dialah yang menciptakan (manusia) dari permulaan, kemudian menghidupkannya kembali, dan menghidupkan kembali itu adalah lebih mudah bagi-Nya. Bagi-Nyalah sifat Yang Maha Tinggi di langit dan di bumi. Dialah yang Mahaperkasa dan Mahabijak- sana.” (QS. ar-Rûm[30]: 17-27).
Dalam “Sinar Kesembilan” ini kami akan menjelaskan satu dalil yang sangat kuat dan argumen yang tak terbantahkan tentang poros iman yang dijelaskan oleh ayat-ayat al-Qur’an. Yaitu persoalan kebangkitan.
Allah telah memberikan pertolongan rabbâni kepada “Said lama”(*[32])di mana tiga puluh tahun yang lalu pada akhir tulisannya, Muhâkamât, yang ditulis sebagai pendahuluan dari tafsir Isyârât al- I’jâz fî Mazhân al-Îjâz beliau menulis sebagai berikut:
Tujuan Kedua: Akan menjelaskan dua ayat yang menerangkan tentang hari kebangkitan. Namun beliau memulai dengan kalimat, “Dengan demikian, bismillâhirrahmânirrahîm.” Lalu berhenti, dan beliau tidak lagi memiliki kesempatan untuk menulis lebih lanjut. Maka, beribu-ribu dan sebanyak bukti-bukti kebangkitan kuucapkan syukur kepada Sang Pencipta Yang Maha Pemurah atas limpahan taufik-Nya untuk menjelaskan tafsiran tersebut tiga puluh tahun kemudian.
Allah mengaruniakan kepadaku penafsiran ayat pertama, yaitu: “Perhatikanlah bekas-bekas rahmat Allah, bagaimana Allah menghidupkan bumi yang sudah mati. Sesungguhnya (Tuhan yang berkuasa seperti) demikian benar-benar (berkuasa) menghidupkan orang-orang yang telah mati. Dia Mahakuasa atas segala sesuatu.” (QS. ar-Rûm [30]: 50). Hal itu terjadi sekitar sepuluh tahun kemudian. Penafsiran tersebut kemudian menjadi “Kalimat Kesepuluh” dan “Kalimat Kedua Puluh Sembilan”. Keduanya merupakan bukti kuat yang membungkam para pengingkar.
Sekitar sepuluh tahun sesudah penjelasan tentang benteng kebangkitan yang demikian kukuh, Allah menganugerahiku penjelasan tentang ayat-ayat yang disebutkan pada bagian awal dari ‘sinar’ ini. Ia kemudian menjadi risalah yang kita bahas sekarang ini. “Sinar Kesembilan” ini merupakan penjelasan tentang sembilan kedudukan mulia yang ditunjukkan oleh ayat-ayat al-Qur’an disertai sebuah pendahuluan yang penting.
Pendahuluan Pendahuluan ini berisi dua poin. Pertama-tama kami akan menjelaskan secara singkat satu rangkuman universal di antara sekian banyak rangkuman kehidupan dan manfaat spiritual dari akidah kebangkitan seraya menerangkan sejauh mana urgensi keyakinan ini bagi kehidupan manusia, terutama kehidupan sosial.Kami juga akan mengemukakan sebuah argumen yang bersifat komprehensif di antara sekian banyak argumen tentang keimanan pada kebangkitan seraya menerangkan tingkat kejelasannya di mana ia sama sekali tidak dicampuri oleh keraguan.
Poin Pertama
Sebagai contoh dan analogi, kami akan menunjukkan empat dalil dari ratusan dalil yang membuktikan bahwa keyakinan tentang akhirat merupakan pilar utama kehidupan sosial dan individu manusia sekaligus sebagai pilar seluruh kesempurnaan dan kebahagiaannya.
Dalil Pertama Anak-anak yang mewakili setengah umat manusia tidak akan mampu menerima kenyataan yang tampak menyakitkan saat terjadi kematian, kecuali dengan kekuatan moral yang lahir dari adanya “iman kepada surga”, yang terdapat dalam diri mereka yang lemah. Keimanan itulah yang membuka pintu harapan bersinar bagi tabiat mereka yang halus dan demikian rapuh, serta menangis karena sebab yang paling sepele sekalipun. Maka, dengan keimanan tersebut mereka dapat hidup dengan nyaman, senang, dan gembira. Maka, si anak mukmin itu pun mengajak dirinya berbicara tentang surga. Ia berkata, “Adikku atau temanku tercinta yang telah meninggal, sekarang telah menjadi salah seekor burung di surga. Ia terbang di surga ke mana saja ia suka dan hidup dalam kondisi yang paling menyenangkan.”
Andai iman kepada surga tidak ada, tentu kematian yang menimpa anak-anak semisalnya atau orang dewasa sekalipun akan menghancurkan kekuatan moral orang-orang yang tidak memiliki daya dan kekuatan tersebut, serta akan merusak jiwa mereka, dan meremukkan kehidupan mereka sehingga ketika itu seluruh jasad, roh, kalbu, akal mereka ikut menangis bersama dengan tangisan mata. Kemungkinan- nya ada dua: kepekaan mereka mati dan perasaan mereka mengeras. Atau, mereka menjadi seperti hewan yang tersesat dan malang.
Dalil Kedua Para orang tua yang merupakan setengah umat manusia yang sudah berada di tepi kubur hanya dapat bersabar dan tabah dengan adanya “iman kepada hari akhir”. Mereka tidak bisa tegar dan tidak mendapatkan pelipur lara dari nyaris padamnya cahaya kehidupan mereka serta tidak menemukan keceriaan akibat tertutupnya pintu dunia mereka, kecuali di dalam iman tersebut. Para lansia yang telah kembali seperti anak-anak itu dan sangat sensitif, hanya bisa menghadapi rasa putus asa yang pedih yang bersumber dari kematian dan kepergian, serta hanya dapat bersabar dengan adanya harapan akan kehidupan akhirat.
Andaikan iman kepada hari akhir tidak ada, tentu para ayah dan ibu, yang layak mendapat kasih sayang serta sangat membutuhkan ketenangan dan kehidupan yang tenteram, akan merasa resah dan gelisah. Dunia akan terasa sempit bagi mereka serta akan berubah menjadi penjara gelap yang menakutkan. Juga, kehidupan ini akan berubah menjadi siksa yang sangat pedih.
Dalil Ketiga Para pemuda yang beranjak dewasa di mana mereka merupakan poros kehidupan masyarakat, tidak ada yang bisa meredakan gejolak jiwa mereka, tidak ada yang menghalangi mereka dari berbuat menyimpang, tidak ada yang membuat mereka terkendali, serta tidak ada yang membuat hubungan sosial mereka baik, kecuali rasa takut kepada neraka Jahanam.
Kalau rasa takut terhadap neraka Jahanam tidak ada, maka dengan dorongan hawa nafsu, mereka akan mengubah dunia men- jadi neraka Jahanam yang kobaran apinya melumat kaum yang papa dan lemah. Sebab, kekuasaan berada di tangan pihak yang dominan. Mereka akan mengubah kehidupan manusia yang mulia menjadi kehidupan hewani yang hina.
Dalil Keempat Kehidupan keluarga merupakan pusat perhimpunan kehidupan dunia. Ia merupakan surga kebahagiaan, benteng yang kukuh, serta tempat yang aman bagi kehidupan dunia. Rumah setiap individu merupakan alam dan dunianya masing-masing. Maka, spirit dan kebahagiaan kehidupan keluarga akan dicapai dengan adanya sikap saling hormat dan kesetiaan tulus antar seluruh elemen, disertai kasih sayang yang jujur yang sampai pada tingkat mau berkorban dan menguta makan orang lain. Sikap saling menghormati dan mengasihi yang jujur dan tulus ini hanya dapat terwujud dengan keimanan terhadap adanya hubungan persahabatan dan kebersamaan yang abadi dalam waktu tak terbatas di bawah naungan kehidupan yang tak terhingga.
Ia diikat oleh hubungan keayahan yang terhormat dan mulia, hubungan persaudaraan yang suci dan bersih, di mana suami berkata dalam dirinya, “Istriku adalah pendamping hidupku serta temanku di alam abadi. Karena itu, tidak masalah kalau sekarang sudah jelek dan tua. Sebab, nanti ia akan memiliki kecantikan abadi. Aku siap mempersembahkan puncak kesetiaan dan kasih sayangku. Aku juga siap berkorban dengan seluruh yang menjadi tuntutan persahabatan kekal itu.”
Demikianlah sang suami dapat menyimpan rasa cinta dan kasih sayang kepada istrinya yang tua sebagaimana rasa cinta terhadap bidadari. Jika hal ini tidak ada, tentu persahabatan formal yang hanya berlangsung sesaat yang kemudian disusul dengan perpisahan abadi akan menjadi persahabatan lahiriah yang rapuh. Yang bisa diberikan hanya kasih sayang simbolik dan rasa hormat yang dibuat-buat. Belum lagi, kepentingan dan syahwat pribadi yang mendominasi cinta dan kasih sayang tadi. Ketika hal tersebut terjadi, maka surga dunia akan berubah menjadi neraka.
Begitulah, satu dari ratusan buah iman kepada kebangkitan yang terkait dengan kehidupan sosial manusia di mana ia memiliki ratusan sisi dan manfaat, jika dianalogikan dengan keempat dalil di atas dapat dipahami bahwa terjadinya kebangkitan merupakan sesuatu yang pasti. Sama seperti kepastian hakikat manusia yang mulia berikut kebutuhannya yang universal. Bahkan, ia lebih jelas daripada kebutuhan perut terhadap makanan dan nutrisi.
Sejauh mana realisasinya lebih dalam dan lebih banyak dapat ditetapkan ketika manusia kehilangan hakikat ini, hakikat kebangkitan, di mana esensinya yang mulia, pen- ting, dan vital laksana bangkai busuk serta tempat mikroba dan bakteri.
Karena itu, hendaknya para ilmuwan sosial, politik dan etika yang memiliki perhatian terhadap urusan manusia, berikut moral dan masyarakatnya mau mendengar. Hendaknya mereka datang dan menjelaskan dengan apa mereka akan mengisi kekosongan ini (hidup tanpa iman kepada hari akhir)? Dengan apa mereka akan mengobati dan membalut luka menganga yang dalam tersebut?
Poin Kedua
Secara singkat bagian ini menjelaskan sebuah argumen di antara sekian banyak argumen yang ada mengenai hakikat kebangkitan. Ia bersumber dari rangkuman kesaksian seluruh rukun iman sebagai berikut:
Semua mukjizat yang menjadi bukti risalah Nabi Muhammad x berikut seluruh dalil kenabiannya dan semua petunjuk yang menjelasan kebenarannya, menjadi saksi atas hakikat kebangkitan sekaligus menunjukkan dan menetapkannya. Sebab, setelah persoalan tauhid, dakwah yang beliau bawa sepanjang hidupnya yang penuh berkah berorientasi pada persoalan kebangkitan. Seluruh mukjizat dan argumennya yang menunjukkan kebenaran para nabi juga menjadi saksi atas hakikat yang sama, yaitu persoalan kebangkitan.
Demikian pula dengan kesaksian kitab-kitab suci yang mengangkat kesaksian yang bersumber dari para rasul mulia kepada tingkatan aksioma. Keduanya menjadi saksi atas hakikat yang sama sebagai berikut:
Al-Qur’an al-Karim yang memiliki penjelasan menakjubkan, lewat seluruh mukjizat, argumen dan hakikatnya—yang menetapkan kebenarannya—menjadi saksi atas adanya kebangkitan di mana se- pertiga al-Qur’an serta permulaan sebagian besar surah pendek berisi ayat-ayat yang menjelaskan tentang kebangkitan. Dengan kata lain, al-Qur’an al-Karim memberitahukan tentang hakikat tersebut lewat ribuan ayatnya secara langsung ataupun tidak langsung, serta menetapkannya secara jelas dan memperlihatkannya dengan terang. Misalnya:
“Apabila matahari digulung.” (QS. at-Takwîr [81]: 1). “Wahai manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu. Sesungguhnya guncangan hari kiamat itu adalah suatu yang sangat besar (dahsyat).” (QS. al-Hajj [22]: 1). “Apabila bumi diguncang dengan guncangan keras.” (QS. az-Zal- zalah [99]: 1).“Apabila langit terbelah.” (QS. al-Infithâr [82]: 1).“Apabila langit terbelah.” (QS. al-Insyiqâq [84]:1).“Tentang apa mereka bertanya-tanya.” (QS. an-Naba [78]: 1).“Sudah datangkah kepadamu berita (tentang) hari pembalasan?”(QS. al-Ghâsyiyah [88]: 1).
Dengan ayat-ayat di atas dan yang sejenisnya, al-Qur’an menetapkan pada permulaan sekitar tiga puluh sampai empat puluh surah bahwa “kebangkitan” adalah sesuatu yang pasti. Ia peristiwa yang sangat penting di alam ini. Kejadiannya sangat mendesak dan tidak bisa dielakkan. Lewat ayat-ayat yang lain, al-Qur’an juga menjelaskan sejumlah dalil tentang hakikat tersebut secara meyakinkan.
Nah, jika sebuah petunjuk dari salah satu ayat al-Qur’an dapat menghasilkan sejumlah hakikat ilmiah dan alamiah yang dikenal dengan ilmu-ilmu keislaman, apalagi dengan kesaksian ribuan ayatnya yang menjelaskan keimanan kepada kebangkitan laksana matahari yang bersinar terang. Bukankah sikap mengingkari keimanan tersebut sama seperti mengingkari keberadaan matahari, bahkan seperti mengingkari seluruh alam? Bukankah ini batil dan mustahil?
Mungkinkah ribuan janji dan ancaman penguasa yang perkasa dan agung dianggap dusta atau tidak nyata, sementara di sisi lain ada sebuah pasukan yang siap bergerak dan berperang demi membe- narkan petunjuk penguasa.
Jika demikian, apalagi dengan penguasa maknawi yang agung, yang telah berkuasa selama tiga belas abad tanpa pernah terputus. Ia telah mendidik roh, akal, kalbu, dan jiwa yang jumlahnya tak terhingga seraya membersihkan dan membimbingnya kepada hakikat kebenaran. Bukankah satu petunjuk ini sudah cukup untuk membuktikan hakikat kebangkitan? Apalagi di dalamnya terdapat ribuan penjelasan yang demikian gamblang. Bukankah orang yang tidak dapat memahami hakikat yang jelas ini tergolong bodoh dan dungu? Bukankah sangat adil jika neraka yang menjadi tempatnya?
Selanjutnya, seluruh suhuf samawi dan kitab suci yang masing- masing menjadi hukum pada masanya dengan ribuan dalil yang ada telah membenarkan pernyataan al-Qur’an tentang hakikat kebangkitan meskipun penjelasannya singkat dan ringkas. Hal itu sesuai dengan kondisi zaman dan waktunya. Itulah hakikat tak terbantahkan yang dijelaskan oleh al-Qur’an yang hukumnya berlaku sepanjang waktu hingga masa mendatang di mana ia dijelaskan dengan sangat jelas dan gamblang.
Di sini dimasukkan pula teks yang terdapat di akhir ‘Risalah Munajat’ agar selaras dengan materi pembahasan. Ia merupakan argumen kuat yang merupakan saripati dari kebangkitan yang bersumber dari kesaksian seluruh rukun iman berikut dalil-dalilnya yang menunjukkan keimanan kepada hari akhir. Terutama, keimanan kepada para rasul dan kitab suci yang melenyapkan semua ilusi dan keraguan di mana ia datang dengan gaya bahasa yang singkat dalam bentuk munajat.
“Wahai Tuhan Yang Maha Penyayang. Lewat pengajaran Rasu- lullah x dan al-Qur’an al-Karim, aku mengetahui dan memahami bahwa seluruh kitab suci terutama al-Qur’an, dan seluruh nabi terutama Rasulullah x, telah sepakat menunjukkan dan memberi ke- saksian bahwa manifestasi Asmaul Husna yang agung dan indah yang bekas-bekasnya tampak di dunia ini serta di seluruh alam akan terus ada dalam bentuk yang lebih cemerlang dan bersinar di negeri keabadian. Serta berbagai manifestasinya yang penuh rahmat dan berbagai karunia-Nya yang bentuk-bentuknya terlihat di alam fana ini akan berbuah lewat cahaya yang lebih bersinar dan akan terus kekal di negeri kebahagiaan. Mereka juga bersaksi bahwa para perindu yang sangat mencintainya dalam kehidupan dunia yang singkat ini akan menyer- tainya untuk selamanya dan akan terus kekal bersamanya.
Al-Qur’an berikut ayat-ayatnya yang bersifat pasti; seluruh nabisebagai pemilik jiwa bercahaya—terutama Rasulullah x; para wali sebagai poros pemilik kalbu yang bersinar, dan seluruh kaum shiddîqîn yang merupakan sumber akal yang tajam dan cemerlang, seluruhnya meyakini adanya kebangkitan dengan keimanan yang mantap seka- ligus menjadi saksi atasnya dan memberikan kabar gembira kepada umat manusia akan adanya kebahagiaan abadi. Di sisi lain, mereka juga mengancam kaum yang sesat bahwa akhir perjalanan mereka adalah neraka, serta memberikan kabar gembira kepada kalangan yang mendapat petunjuk bahwa kesudahan mereka berupa surga. Dalam hal ini, mereka bersandar kepada ratusan mukjizat yang terang dan tanda-tanda kekuasaan yang demikian jelas, serta kepada janji dan ancaman yang Kau sebutkan berulang kali dalam suhuf samawi dan kitab suci. Dalam hal ini, mereka juga berpegang pada mulianya kea- gungan-Mu, kekuasaan rububiyah-Mu, kondisi-Mu yang agung, serta sifat-sifat-Mu yang suci seperti kuasa, kasih sayang, perhatian, hikmah, keagungan, dan keindahan. Ia juga dibangun di atas kesaksian dan penyingkapan mereka yang tak terhingga yang menginformasikan jejak-jejak akhirat. Serta dibangun di atas iman dan keyakinan yang kukuh yang setara dengan ilmul yaqîn dan ainul yaqîn.
Wahai Yang Mahakuasa, Yang Mahabijaksana, Yang Maha Pe- ngasih, Yang Maha Penyayang, Yang Maha menepati janji, Wahai pemilik keperkasaan dan keagungan, Wahai Yang Maha Memaksa Yang Ma- haagung, Engkau suci dan mulia. Engkau tidak mungkin melekatkan sifat dusta kepada seluruh waliMu, seluruh janji-Mu, semua sifat-Mu, serta seluruh atribut-Mu yang suci sehingga Kau ingkari. Engkau tidak mungkin menghijab sesuatu yang menjadi konsekuensi kekuasaan rububiyah-Mu dengan tidak mengabulkan doa-doa hamba-Mu yang saleh yang Kau cintai, di mana mereka pun mencintai-Mu serta membuat diri mereka Kau cintai lewat iman, pembenaran dan keta- atan. Engkau juga sangat tidak mungkin membenarkan kaum sesat dan kafir terkait dengan sikap mereka yang mengingkari kebangkitan. Mereka adalah orang-orang yang mengabaikan keagungan dan kebesaran-Mu dengan bersikap kufur, membangkang, dan ingkar kepadaMu dan kepada janji-Mu. Mereka meremehkan kemuliaan keagungan-Mu, kebesaran uluhiyah-Mu, serta kasih sayang rububiyah-Mu. Kami benar-benar memuliakan keadilan dan keindahan-Mu yang bersifat mutlak serta rahmat-Mu yang luas yang sama sekali bersih dari sifat zalim dan buruk.
Dengan seluruh kekuatan yang diberikan, kami yakin dan percaya bahwa ribuan rasul dan nabi yang mulia serta para wali yang menyeru kepada-Mu, mereka semua dengan haqqul yaqîn, ainul yaqîn, dan ilmul yaqîn menjadi saksi atas perbendaharaan rahmat ukhrawi-Mu dan kebaikanMu di alam baka serta atas manifestasi Asmaul Husna yang tersingkap secara komprehensif di negeri kebahagiaan. Kami beriman bahwa kesaksian tersebut benar dan nyata. Kabar gem- bira mereka tepat dan tidak dusta. Mereka semua meyakini bahwa hakikat besar ini (kebangkitan) merupakan kilau besar dari nama al- Haq yang merupakan sandaran dan mentari seluruh hakikat. Dengan izin-Mu, mereka membimbing manusia dalam wilayah kebenaran sekaligus mengajari mereka dengan inti hakikat.
Wahai Tuhan, dengan kebenaran pelajaran yang mereka berikan serta dengan kemuliaan petunjuk mereka, berikan kami iman yang sempurna dan karuniakan kami husnul khatimah. Berikan hal itu kepada kami dan kepada seluruh murid Nur. Jadikan kami sebagai orang-orang yang layak mendapatkan syafa’at mereka. Amin.”
Demikianlah, dalil dan argumen yang menetapkan kebenaran al-Qur’an, bahkan seluruh kitab samawi, serta berbagai mukjizat dan petunjuk yang membuktikan kenabian Sang kekasih Allah, bahkan seluruh nabi, semua itu menunjukkan hal terpenting yang mereka se- rukan, yaitu realitas akhirat. Di samping itu, sebagian besar dalil dan argumen yang menjadi saksi akan eksistensi wajibul wujud dan keesaan-Nya, juga menjadi saksi atas keberadaan negeri kebahagiaan dan alam baka di mana ia merupakan orbit rububiyah dan uluhiyah serta manifestasi terbesar darinya. Ia menjadi saksi atas eksistensi negeri akhirat dan keterbukaan pintu-pintunya sebagaimana akan diterangkan nanti.
Pasalnya, eksistensi Allah, sifat-sifat-Nya yang mulia, sebagian besar nama-Nya, berbagai gelar-Nya yang penuh hikmah, serta sifat-sifat-Nya yang suci seperti rububiyah, uluhiyah, rahmat, perhatian, hikmah, dan keadilan menuntut keberadaan akhirat. Bahkan ia mengharuskan keberadaan alam baka sampai pada tingkatan wajib (mutlak). Ia menuntut adanya pengumpulan makhluk dan kebang- kitan mereka untuk mendapat ganjaran dan hukuman.
Ya, selama Allah ada, di mana Dia Maha Esa, azali dan abadi, sudah barang tentu poros kekuasaan uluhiyah-Nya yang berupa akhirat juga ada. Selama rububiyah-Nya yang bersifat mutlak termanifestasi di alam ini, terutama pada makhluk hidup di mana ia berhias kea- gungan, kebesaran, hikmah, dan kasih sayang yang sangat jelas, sudah pasti terdapat kebahagiaan abadi yang membantah adanya prasangka bahwa Tuhan membiarkan makhluk begitu saja tanpa diberi ganjaran. Ia juga membersihkan hikmah Tuhan dari segala kesiasiaan. Dengan kata lain, negeri akhirat sudah pasti ada dan pasti akan dimasuki.
Selama beragam karunia, anugerah, kemurahan, perhatian, dan kasih Tuhan tampak dan terlihat di hadapan akal yang tidak pa- dam serta di hadapan kalbu yang tidak mati, di mana ia menunjukkan eksistensi Sang wajibul wujud, Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang, dari balik hijab, maka sudah pasti terdapat kehidupan yang kekal abadi agar karunia tadi tidak diremehkan, anugerah-Nya tidak dimanipulasi, perhatian-Nya tidak sia-sia, rahmat-Nya tidak menjadi bencana, serta kemurahan-Nya tidak dinistakan sehingga terus tercurah pada hamba. Ya, yang membuat anugerah benar-benar menjadi anugerah serta nikmat benar-benar menjadi nikmat adalah keberadaan kehidupan abadi di alam baka. Ya, hal itu harus terwujud.
Selama pena qudrah yang di musim semi dan dalam lembaran yang sempit dan kecil bisa menulis seratus ribu kitab secara berbaur tanpa ada kesalahan dan rasa penat sebagaimana hal itu tampak jelas di hadapan kita, dan Pemilik pena tersebut telah berjanji seratus ribu kali bahwa, “Aku akan menulis kitab yang lebih mudah daripada kitab musim semi yang tertulis di hadapan kalian. Aku akan menuliskan satu tulisan yang kekal di tempat yang lebih luas, lebih lapang, dan lebih indah daripada tempat yang sempit ini. Ia merupakan kitab yang tidak akan pernah hancur. Aku akan membuat kalian membacanya dengan penuh heran dan takjub.” Allah menyebutkan kitab tersebut dalam seluruh perintah-Nya. Dengan kata lain, pilar-pilar utama kitab tersebut sudah pasti telah ditulis, sementara catatan kaki dan lampi- rannya akan ditulis lewat pengumpulan makhluk dan kebangkitan. Di dalamnya akan dicatat berbagai lembaran amal semua makhluk.
Selama bumi demikian penting karena berisi banyak makhluk, serta berisi ratusan ribu spesies makhluk hidup dan roh yang beragam dan bergantian sehingga menjadi jantung, pusat, inti, saripati alam dan sebab penciptaannya di mana ia selalu disandingkan dengan langit dalam semua firman-Nya, sebagaimana dalam ayat: “Tuhan pemelihara langit dan bumi.”
Selama manusia menguasai berbagai belahan bumi serta berkuasa atas seluruh makhluk dengan menundukkan sebagian besarnya serta menjadikan sebagian besar ciptaan berkumpul di sekitarnya sesuai dengan keinginan dan kebutuhan alamiahnya yang ditata dan dihias di mana berbagai hal menarik darinya diletakkan di setiap tempat agar tidak hanya menarik perhatian jin dan manusia, namun juga perhatian penduduk langit dan seluruh alam, bahkan perhatian Penguasa Alam, sehingga ia mendapatkan rasa kagum, penghargaan, dan apresiasi serta dari sisi ini menjadi sangat penting dan bernilai. Lewat karunia ilmu dan kecakapan yang diberikan, ia memperlihatkan bahwa dirinya merupakan tujuan dari hikmah penciptaan alam dan merupakan buah besarnya. Hal itu tidak aneh mengingat ia merupakan khalifah di atas bumi. Karena berbagai kreasi Tuhan yang menakjubkan digelar dan ditata dalam bentuk yang sangat indah di dunia ini, maka siksa untuk para pembangkang dan pengingkar ditunda. Mereka diberi kesempatan menikmati hidup di dunia dan ditang- guhkan agar bisa menunaikan tugas dengan sukses.
Selama manusiayang memiliki esensi istimewa, baik se- cara fisik maupun tabiat, serta memiliki kebutuhan tak terhingga di samping kelemahannya yang luar biasa berikut derita tak terhingga di samping ketidakberdayaannya—mempunyai Tuhan Yang Mahakuasa. Dia memiliki qudrah dan kasih sayang bersifat mutlak yang menjadikan bumi luas ini sebagai gudang besar bagi berbagai jenis mineral yang dibutuhkan manusia. Ia juga menjadi tempat penyimpanan berbagai jenis makanan yang penting, serta toko bagi berbagai barang yang diinginkan. Allah melihat kepadanya dengan tatapan perhatian dan penuh kasih sayang seraya memelihara dan membekalinya dengan apa yang dia kehendaki.
Selama Tuhan mencintai manusia dan membuat diri-Nya dicintai olehnya, Mahakekal dan memiliki sejumlah alam abadi. Dia menjalankan semua urusan sesuai dengan keadilan-Nya serta berbuat segala sesuatu sesuai dengan hikmah-Nya. Besarnya kekuasaan Sang Pencipta azali serta keabadian hâkimiyah-Nya tidak hanya terbatas pada dunia yang singkat ini. Usia manusia yang sangat pendek serta usia bumi yang bersifat sementara dan fana juga tidak memadai bagi keduanya. Pasalnya, ada manusia yang tidak mendapatkan balasan di dunia ini atas tindak kezaliman yang ia lakukan, serta sikap ingkar dan pembangkangan yang ia tampakkan terhadap Tuhannya yang telah memberinya nikmat serta memeliharanya dengan penuh kasih sayang.
Hal ini tentu bertentangan dengan sistem alam yang tertata, serta keadilan dan keseimbangan sempurna yang terdapat di dalamnya. Ini juga bertentangan dengan keindahan dan kebaikan-Nya. Sebab, si zalim melewati hidupnya dengan nyaman, sementara pihak yang dizalimi melewatinya dengan penuh derita. Tentu saja esensi keadilan mutlak tersebut yang jejaknya terlihat di alam tidak bisa menerima jika kaum yang zalim itu tidak dibangkitkan bersama orang-orang yang mereka zalimi di mana keduanya sama di hadapan kematian.
Selama Sang Raja Diraja telah memilih bumi dari alam ini, serta memilih manusia dari bumi. Dia memberinya kedudukan yang mulia seraya memberikan perhatian dan pertolongan. Dia memilih para nabi, wali, dan orang-orang yang saleh di antara manusia di mana mereka sejalan dengan tujuan Ilahi dengan membuat diri mereka disenangi Tuhan lewat iman dan ketundukan. Dia menjadikan mereka sebagai para wali-Nya yang dicinta dan diajak bicara. Dia memuliakan mereka dengan sejumlah mukjizat dan taufik dalam beramal. Dia mengazab musuh mereka dengan tamparan samawi.
Dia juga memilih di antara para kekasih tersebut seorang imam sekaligus simbol kebanggaan mereka. Ia tidak lain adalah Muhammad x. Dengan cahayanya, Dia terangi separuh bola bumi dan seperlima umat manusia yang sangat penting selama berabad-abad sehingga seakanakan alam dicipta karenanya lantaran seluruh tujuan tampak dengannya,
lantaran agama yang ia bawa demikian terang dan terlihat, serta lantaran ia bersinar dengan al-Qur’an yang diturunkan padanya.Ketika beliau layak mendapat imbalan atas pengabdiannya yang agung tak terbatas oleh usia singkat di mana beliau hanya hidup selama 63 tahun dengan penuh perjuangan dan susah payah, maka mungkinkah dan logiskah beliau, orang-orang sejenis beliau, dan para kekasih beliau tidak dibangkitkan? Apakah beliau saat ini tidak hidup dengan rohnya serta fana dan lenyap? Sama sekali tidak mungkin. Ya, alam berikut semua hakikat alam menuntut kebangkitan dan ke- hidupannya.
Risalah al-Âyat al-Kubrâ yang merupakan “Sinar Ketujuh” telah menjelaskan dan menetapkan lewat tiga puluh tiga kesepakatan besar di mana kekuatan argumen masing-masingnya laksana gunung, bahwa alam ini bersumber dari tangan Dzat Yang Maha Esa dan milik Dzat Yang Maha Esa. Lewat berbagai argumen dan tahapan, secara jelas tauhid memperlihatkan bahwa ia merupakan poros dan inti ke- sempurnaan Ilahi. Risalah tersebut juga menerangkan bahwa dengan keesaan, seluruh alam berubah laksana prajurit yang siap pakai dan laksana pegawai yang tunduk milik Dzat Yang Maha Esa. Lewat kedatangan dan eksistensi akhirat, kesempurnaan-Nya menjadi terwujud dan terpelihara, keadilan-Nya terbentang dan terbebas dari kezaliman, hikmah-Nya yang bersifat komprehensif menjadi suci dan bersih dari kesia-siaan, rahmat-Nya yang luas menyebar, serta keperkasaan dan qudrah-Nya yang mutlak terlihat dan jauh dari kelemahan. Setiap sifat-Nya tampak suci dan mulia.
Jadi, tidak diragukan lagi bahwa kiamat pasti terjadi. Demikian pula dengan pengumpulan dan kebangkitan. Pintu-pintu negeri gan- jaran dan hukuman akan dibuka sesuai dengan hakikat yang terdapat dalam delapan paragraf di atas yang dimulai dengan kata “selama” di mana ia merupakan persoalan penting dan memiliki tujuan halus di antara ratusan bahasan tentang iman kepada Allah. Hal itu agar urgensi dan sentralitas bumi berikut urgensi dan kedudukan manusia terwujud; agar keadilan Tuhan Pemelihara bumi dan manusia, serta hikmah, rahmat, dan kekuasaan-Nya kukuh; agar para wali, kekasih hakiki, dan para perindu Tuhan yang abadi selamat dari kondisi fana dan kebinasaan abadi; agar sosok paling agung, tercinta, dan termulia dari mereka melihat ganjaran amalnya dan hasil pengabdiannya yang menjadikan alam selalu diridai; serta agar kesempurnaan kekuasaan Tuhan yang abadi bersih dari cacat, qudrah-Nya bersih dari kelema- han, hikmah-Nya jauh dari kebodohan, dan keadilan-Nya jauh dari kezaliman.
Kesimpulannya: Selama Allah ada, maka akhirat juga pasti ada.
Sebagaimana ketiga rukun iman yang disebutkan di atas menetapkan adanya kebangkitan lewat seluruh dalilnya, maka kedua rukun iman lainnya, yaitu iman kepada malaikat serta iman kepada takdir baik dan buruk juga menuntut dan menjadi bukti kuat atas adanya alam abadi.
وَبِمَلٰئِكَتِهِ وَبِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ مِنَ اللّٰهِ تَعَالٰى
Keduanya menjadi petunjuk atas hal itu sebagai berikut:
Seluruh dalil, penyaksian, dan diskursus yang menunjukkan keberadaan malaikat berikut tugas pengabdian mereka juga menjadi dalil keberadaan alam arwah, alam gaib, alam akhirat, negeri kebahagiaan, surga dan neraka yang akan diisi oleh jin dan manusia. Sebab, dengan izin Tuhan, malaikat dapat menyaksikan dan masuk ke berbagai alam tersebut. Karena itu, malaikat yang berada di dekat dengan Tuhan seperti Jibril yang (sering) bertemu dengan manusia dapat mem- beritahukan keberadaan berbagai alam di atas sekaligus berkeliling di dalamnya. Sebagaimana kita mengetahui secara pasti keberadaan Benua Amerika yang belum kita lihat lewat informasi orang-orang yang datang dari sana, kita juga meyakini apa yang diinformasikan oleh malaikat yang memiliki kekuatan seratus riwayat mutawatir akan keberadaan alam baka, negeri akhirat, surga dan neraka. Begitulah kita beriman dan percaya.
Demikian pula berbagai dalil yang menetapkan iman kepada takdir sebagaimana disebutkan dalam risalah al-Qadar pada “Kalimat Kedua Puluh Enam”. Ia juga menjadi dalil atas eksistensi kebangki- tan, pembukaan lembar catatan, dan timbangan amal di mizan. Pasalnya, penulisan berbagai ketentuan di atas tatanan dan mizan yang kita lihat di depan mata, tulisan berbagai peristiwa kehidupan milik setiap makhluk pada kekuatan ingatannya (manusia) dan benihnya (tumbuhan), serta pada seluruh lembaran catatan maknawi. Penetapan daftar amal perbuatan setiap makhluk, terutama manusia, dan keberadaannya pada Lauhil Mahfûz, semua itu bersumber dari takdir yang komprehensif, ketentuan penuh hikmah, dan tulisan yang cermat yang terwujud untuk pengadilan tertinggi guna memperoleh pahala atau siksa yang abadi. Jika tidak, maka pencatatan komprehensif dan tulisan yang mencatat persoalan yang paling halus sama sekali tidak berguna, sehingga berlawanan dengan hikmah dan hakikat yang ada. Artinya, jika kebangkitan tidak ada, maka semua makna tulisan alam yang ditulis dengan pena ketentuan Tuhan akan hilang dan rusak. Ini sama sekali tidak mungkin. Bahkan ia sangat mustahil sama seperti mengingkari keberadaan alam.
Sebagai kesimpulan: semua petunjuk dari lima rukun iman merupakan dalil yang menetapkan adanya kebangkitan di hari kiamat serta eksistensi negeri akhirat.
Bahkan ia menuntut dan menjadi saksi atasnya. Karena itu, sangatlah sesuai dan pantas jika sepertiga al- Qur’an membahas tentang kebangkitan karena ia memiliki sejumlah landasan dan dalil yang tak terbantahkan, serta menjadikannya pilar dan sentral bagi semua hakikatnya yang dibangun di atas batu pertama tersebut.
(Mukaddime nihayet buldu.)
LAMPIRAN KEDUA
Ia merupakan ‘kedudukan pertama’ dari sembilan kedudukan pada sembilan tingkatan petunjuk yang membahas tentang kebangkitan di mana dijelaskan oleh kemukjizatan ayat al-Qur’an berikut:
“Maka, bertasbihlah kepada Allah di waktu kalian memasuki petang dan subuh. Milik-Nyalah segala puji di langit dan di bumi serta di waktu kalian berada pada petang hari dan di waktu zuhur. Dia mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup. Dia menghidupkan bumi sesudah matinya. Seperti itulah kalian akan dikeluarkan (dari kubur).” (QS. ar-Rûm[30]: 17-19).
Petunjuk terang dan bukti meyakinkan tentang kebangkitan yang diterangkan oleh ayat-ayat di atas insya Allah akan dijelaskan nanti.(*[33])
Dalam karakter “kehidupan” yang kedua puluh delapan telah dijelaskan bahwa kehidupan membuktikan, mengarah, dan menunjuk- kan realisasi dari keenam rukun iman.
Ya, selama kehidupan merupakan hikmah penciptaan alam dan hasil terpenting darinya, maka hakikat mulia tersebut tidak hanya terbatas pada kehidupan dunia yang fana, pendek, cacat, dan pedih ini. Namun kedua puluh sembilan karakter kehidupan, keagungan esensinya, apa yang dipahami dari tujuan dan hasil buahnya, serta buahnya yang layak yang sesuai dengan keagungan pohon tersebut tidak lain merupakan kehidupan abadi, kehidupan akhirat, kehidupan yang benar-benar hidup dengan seluruh batu, tanah dan pohonnya di negeri kebahagiaan abadi.
Jika tidak, maka pohon kehidupan yang disiapkan dengan berbagai perangkat yang beragam pada makhluk yang memi- liki perasaan, terutama manusia, tidak berguna dan sia-sia. Manusia akan menderita, celaka, dan hina serta dua puluh kali lebih rendah daripada burung pipit dilihat dari tingkat kebahagiaan hidupnya. Padahal manusia merupakan makhluk yang paling mulia dan jauh lebih tinggi darinya.
Bahkan akal yang merupakan karunia paling berharga menjadi bencana dan musibah bagi manusia karena memikirkan berbagai kesedihan masa lalu dan kecemasan masa depan. Karena itu, kalbu- nya selalu tersiksa di mana satu kenikmatan dikeruhkan oleh sembilan kepedihan. Tentu saja ini seratus persen merupakan kebatilan. Jadi, kehidupan dunia membuktikan eksistensi rukun iman kepada akhirat secara sangat meyakinkan di mana pada setiap musim semi ia mem- perlihatkan lebih dari tiga ratus ribu sampel dan model kebangkitan.
Tuhan Yang Mahakuasa menyiapkan berbagai kebutuhan yang terkait dengan kehidupanmu. Dia memenuhi semua perangkat hidup, baik yang terdapat pada tubuhmu, kebunmu, ataupun negerimu serta mengirimkannya pada waktu yang tepat dengan penuh hikmah, perhatian dan rahmat. Bahkan Dia mengetahui keinginan perutmu yang membuatmu eksis dan tetap hidup. Dia mendengar permintaan dan doa individu terhadap rezeki dengan menampakkan pengabulan-Nya terhadap doa tersebut dengan menebarkan berbagai makanan nikmat yang tak terbatas agar perutmu tenang.Nah, mungkinkah Sang Pengatur Yang Mahakuasa tidak mengenalmu dan tidak melihatmu? Mungkinkah Dia tidak menyiapkan sebab-sebab utama bagi tujuan tertinggi manusia yang berupa kehidupan abadi? Mungkinkah Dia tidak mengabulkan doa terbesar dan terpenting manusia, yaitu doa untuk kekal abadi? Mungkinkah Dia tidak menerimanya dengan tidak menciptakan kehidupan akhirat dan tidak menciptakan surga?
Mungkinkah Dia tidak mendengar doa manusia yang merupakan makhluk termulia di alam? Yaitu doa yang komprehensif dan kuat yang bersumber dari relung-relung hatinya di mana ia menggetarkan seluruh alam. Mungkinkah Dia tidak memperhatikan doanya sebagaimana perhatian-Nya terhadap doa perut dan lambung yang kecil kemudian Dia tidak meridai manusia? Mungkinkah Dia menghamparkan hikmah-Nya yang sempurna dan rahmat-Nya yang mutlak untuk diingkari? Tentu saja hal itu sangat tidak mungkin.
Logiskah Dia mendengar suara paling samar dari bagian terkecil kehidupan serta mendengar keluhannya, mengasihi dan mendidiknya dengan penuh perhatian seraya menundukkan untuknya makhluk terbesar di alam, kemudian Dia tidak mendengar suara seperti ge- muruh dari kehidupan yang paling besar, paling mulia, paling halus, dan paling konsisten? Logiskah Dia tidak memperhatikan doa penting manusia, yaitu doa untuk abadi, serta tidak memperhatikan munajat dan harapannya? Dengan demikian, kondisinya seperti orang yang dengan penuh perhatian menyiapkan seorang prajurit dengan perlengkapan lengkap, namun tidak memperhatikan pasukan besar yang mendukungnya. Atau, seperti orang yang melihat partikel, tetapi tidak melihat matahari. Atau, seperti orang yang mendengar suara lalat, namun tidak mendengar suara petir di langit. Sungguh hal itu mustahil bagi Allah.
Dapatkah akal menerima bahwa Dzat Yang Mahakuasa dan Bijaksana, Pemilik rahmat yang luas dan cinta yang mendalam, Pemilik kasih sayang sempurna yang sangat mencintai ciptaan-Nya dan mem- buat diri-Nya dicinta oleh makhluk di mana Dia sangat mencintai makhluk yang mencintai-Nya; dapatkah akal menerima bahwa kehidupan sosok yang sangat Dia cintai, yang layak dikasihi, serta yang secara fitrah mengabdi kepada Penciptanya akan dibuat fana? Mung- kinkah Dia melenyapkan inti dan esensi kehidupan, yaitu roh, dengan kematian abadi, lalu melahirkan rasa antipati kepada-Nya, serta membuat mereka merasa sangat pedih sehingga rahasia rahmat-Nya dan cahaya cinta-Nya menjadi diingkari? Hal itu tidak mungkin Allah lakukan. Keindahan mutlak yang Dia hiaskan kepada alam, kasih sayang mutlak yang membuat gembira dan menghiasi seluruh makhluk, tentu saja keduanya suci dan bersih dari segala keburukan dan kezaliman.
Kesimpulan:Selama di dunia terdapat kehidupan, maka sudah pasti mereka yang memahami rahasia kehidupan dan tidak menyalah- gunakannya sangat layak untuk mendapatkan kehidupan abadi di negeri yang abadi dan surga yang abadi. Kami percaya.
Kemudian kemilau materi yang terdapat di permukaan bumi, kilau gelembung dan buih yang tampak di permukaan laut, lalu padamnya kilau tersebut seiring dengan hilangnya gelembung serta sinar yang menyusulnya laksana cermin matahari kecil, hal itu secara jelas menunjukkan kepada kita bahwa kilau tersebut tidak lain merupakan manifestasi pantulan matahari yang tinggi. Lewat sejumlah lisan ia mengingatkan dan menunjukkan keberadaan matahari lewat telunjuk cahaya.
Hal yang sama terjadi pada kilau makhluk yang terdapat di permukaan bumi dan di lautan yang terwujud dengan qudrah Ilahi dan dengan manifestasi nama al-Muhyî (Yang Maha Menghidupkan) milik al-Hayy (Yang Mahahidup) dan al-Qayyûm (Yang Berdiri sendiri). Sementara padamnya kilau tadi di balik tirai gaib untuk memberi- kan kesempatan kepada yang menyusulnya—setelah ia berulang kali mengucap Yâ Hayyu—tidak lain merupakan bukti dan petunjuk adanya kehidupan abadi dan keniscayaan wujud Allah.Demikian pula seluruh dalil yang menjadi saksi atas pengetahuan Ilahi di mana jejak-jejaknya tampak dari penataan entitas; seluruh petunjuk yang menegaskan keberadaan qudrah yang bekerja di alam ini; seluruh tanda dan mukjizat yang menetapkan risalah di mana ia menjadi orbit kalam dan wahyu Ilahi; semua bukti dan dalil tersebut yang menunjukkan tujuh sifat Ilahi yang mulia juga menjadi saksi atas kehidupan al-Hayy al-Qayyûm, Allah.
Pasalnya, jika sesuatu bisa melihat berarti ia memiliki kehidupan. Andaikan ia memiliki pendengaran, itu menjadi tanda kehidupan. Kalau ada kalam dan ucapan, itu menunjukkan adanya kehidupan. Jika terdapat pilihan dan kehendak, hal itu wujud kehidupan.
Demikianlah, seluruh petunjuk sifat Allah yang mulia yang jejaknya terlihat dan wujud hakikinya dapat diketahui secara jelas, seperti kekuasaan-Nya yang bersifat mutlak, kehendak-Nya yang menyeluruh, dan pengetahuan-Nya yang komprehensif menunjukkan kehidupan dan keberadaan Dzat al-Hayy al-Qayyûm. Ia juga menjadi saksi atas kehidupan-Nya yang abadi yang dengan kilaunya menyinari seluruh alam dan dengan manifestasinya menghidupkan kehidupan akhirat berikut seluruh bagiannya.
Kehidupan juga menjadi petunjuk rukun “iman kepada ma- laikat” dan membuktikannya dengan isyarat. Seperti diketahui, kehidupan merupakan hasil terpenting alam, dan makhluk hidup—karena berhargamenjadi yang paling banyak tersebar di mana mereka datang secara silih-berganti rombongan demi rombongan mendatangi negeri jamuan bumi sehingga menjadi ramai dan ceria. Selain itu, bumi merupakan persinggahan makhluk hidup di mana ia terisi dan kosong lewat hikmah pembaruan dan proses reproduksi secara terus-menerus. Pada entitas yang paling hina tercipta makhluk hidup dalam jumlah besar sehingga bumi menjadi galeri makhluk yang bersifat umum.
Selanjutnya, dalam jumlah yang banyak tercipta saripati paling murni lewat adanya percikan kehidupan. Ia berupa perasaan, akal, dan roh halus yang memiliki esensi permanen. Seolaholah bumi hidup dan berhias kehidupan, akal, perasaan, dan roh. Jika demikian, tidak mungkin benda-benda langit yang lebih halus, lebih bercahaya, dan lebih penting daripada bumi berada dalam kondisi tak bernyawa dan tidak memiliki perasaan.
Mereka yang diperintahkan memakmurkan langit sudah pasti akan memakmurkannya dan menghias seluruh matahari dan bintang. Mereka memberikan vitalitas kepadanya serta mencerminkan hasil dan buah penciptaannya. Mereka yang mendapat kehormatan menerima kalam Ilahi adalah penduduk langit yang memiliki perasaan dan kehidupan serta para penghuninya yang sesuai di mana mereka berada di sana berkat rahasia kehidupan. Mereka adalah para malaikat.
Selain itu, rahasia dan esensi kehidupan juga mengarah kepada “iman kepada rasul”.Ya, alam tercipta untuk kehidupan. Sementara kehidupan merupakan manifestai terbesar, ukiran paling sempurna, dan kreasi Tuhan yang paling indah. Juga, kehidupan-Nya yang bersifat abadi dan kekal menjelaskan dan menyingkap kehidupan abadi-Nya dengan mengutus para rasul dan menurunkan kitab suci. Andaikan “para rasul” dan “kitab suci” tidak ada, tentu kehidupan azali itu tidak dapat diketahui. Sebagaimana dengan berbicara dapat diketahui vitalitas dan kehidupan seseorang, demikian pula keberadaan nabi, rasul, dan kitab suci yang diturunkan juga menjelaskan dan menunjukkan eksistensi Sang Pembicara Yang Mahahidup Yang memerintah dan melarang lewat sejumlah kalimat dan ucapan-Nya dari alam gaib yang terhijab dari balik tirai alam.
Dengan demikian, kehidupan yang terdapat di alam ini secara pasti menunjukkan wujud Dzat Yang Mahahidup dan Azali serta menunjukkan kemutlakan wujud-Nya. Kilau kehidupan azali dan manifestasinya tersebut juga menatap dan mengarah kepada sejumlah rukun iman, seperti “pengutusan rasul” dan “penurunan kitab suci”, yang terkait dengan kehidupan azali tadi, khususnya “risalah Muhammad” dan “wahyu al-Qur’an”. Pasalnya, bisa dikatakan bahwa keduanya merupakan sesuatu yang tegas dan pasti sama seperti kepas- tian adanya kehidupan di mana keduanya laksana roh dan akal bagi kehidupan.
Ya, apabila kehidupan merupakan saripati yang terserap dari alam, sementara perasaan dan kesadaran terserap dari kehidupan sehingga keduanya merupakan saripatinya, akal terserap dari perasaan dan kesadaran serta merupakan saripatinya, lalu roh merupakan sub- stansi murni dari kehidupan serta merupakan materinya yang perma- nen dan mandiri, demikian pula dengan kehidupan Muhammad, baik secara fisik maupun psikis. Ia terserap dari kehidupan dan roh alam. Ia merupakan inti saripatinya. Risalah Muhammad terserap dari kesadaran, perasaan, dan akal alam. Ia merupakan saripatinya yang paling murni. Bahkan, kehidupan Muhammad x secara fisik dan psikis sebagaimana kesaksian jejak-jejaknya adalah inti dari kehidupan alam. Serta risalah Muhammad merupakan inti perasaan dan cahaya alam. Lalu berdasarkan kesaksian hakikatnya yang hidup, wahyu al-Qur’an merupakan roh kehidupan alam berikut akal bagi perasaannya.
Ya, demikian adanya.Jika cahaya risalah Muhammad berpisah dengan alam, maka alam dan seluruh entitas akan mati. Jika al-Qur’an berpisah dengan alam, maka alam dan bola bumi akan kehilangan kesadaran, akalnya akan timpang, serta akan berjalan tanpa keseimbangan sehingga bisa membentur salah satu planet di angkasa. Dengan demikian, terjadilah kiamat.
Selanjutnya ‘kehidupan’ menatap rukun “iman kepada takdir” serta menjadi petunjuk atasnya. Pasalnya, selama kehidupan merupakan cahaya alam nyata di mana ia merupakan hasil dan tujuan wujud, cermin manifestasi Pencipta alam yang paling luas, serta indeks dan contaris dan pedomannya, maka rahasia kehidupan menuntut agar alam gaib, dengan pengertian masa lalu dan masa depan atau makhluk masa lalu dan masa depan, berada dalam satu tatanan dan keteraturan di mana ia diketahui, terlihat, dan siap untuk melaksanakan perintah penciptaan.
Dengan kata lain, ia seolah-olah berada dalam kehidupan maknawi.oh kreasi Ilahi yang paling sempurna sehingga bisa dikatakan sebagai g Perumpamaannya seperti benih asal dan pangkal pohon serta biji dan buah akhirnya yang memiliki sejumlah sifat kehidupan sebagaimana pohon itu sendiri. Bahkan, benih tersebut kadang kala membawa sejumlah hukum kehidupan yang lebih cermat daripada kehidupan pohonnya.Sebagaimana benih dan asal yang digantikan oleh musim gugur masa lalu dan akan digantikan oleh musim semi saat ini membawa cahaya kehidupan dan berjalan sesuai dengan hukum-hukum kehidupan seperti kehidupan yang dibawa oleh musim semi ini, demikian pula dengan pohon alam.
Setiap dahan dan cabangnya, masing-masing memiliki masa lalu dan masa depan. Ia juga memiliki silsilah yang tersusun dari sejumlah fase dan keadaan masa mendatang dan masa yang telah berlalu. Setiap spesies dan bagian darinya memiliki wujud beragam sesuai dengan aneka fase yang terdapat pada pengetahuan Ilahi di mana dengan itu ia membentuk rangkaian wujud ilmiah. Wujud ilmiah yang menyerupai wujud eksternal tersebut merupakan bentuk manifestasi maknawi dari kehidupan yang bersifat umum di mana berbagai ketentuan kehidupan diambil dari lembaran takdir yang hidup yang memiliki tujuan agung.
Ya, penuhnya alam arwah—sebagai bagian dari alam gaib—dengan roh yang merupakan sumber, elemen, esensi dan materi kehidupan menuntut bahwa masa lalu dan mendatang sebagai bagian dari alam gaib dan bagian kedua darinya memperlihatkan adanya kehidupan. Demikian pula keteraturan dan koordinasi sempurna yang terdapat dalam wujud ilmu Ilahi pada berbagai kondisi yang memiliki pengertian halus, serta hasil dan berbagai fase kehidupannya menjelaskan bahwa ia layak untuk memiliki sejenis kehidupan maknawi.
Ya, manifestasi kehidupan yang merupakan cahaya mentari kehidupan azali, tidak hanya terbatas pada alam nyata ini, dan tidak terbatas pada masa kini. Namun, setiap alam pasti memiliki salah satu bentuk manifestasi cahaya tersebut sesuai dengan tingkat penerimaannya. Jadi, jagat raya dengan seluruh alamnya adalah hidup dan bersinar lewat manifestasi tadi. Jika tidak, tentu setiap alam itu seperti dilihat oleh kaum sesat laksana jenazah besar menakutkan yang berada di bawah kehidupan dunia yang bersifat sementara serta laksana alam yang rusak dan gelap.
Demikianlah, salah satu aspek dari iman terhadap qada dan qadar dapat dipahami dan dibuktikan lewat rahasia kehidupan. Sebagaimana kehidupan alam nyata dan entitas tampak lewat keteraturan dan hasilnya, maka makhluk masa lalu dan mendatang yang dianggap sebagai alam gaib juga memiliki wujud maknawi, memiliki kehidupan maknawi, serta terbukti dan memiliki roh di mana melalui nama ketentuan-Nya jejak kehidupan maknawi tadi tampak dengan perantaraan lembaran qada dan qadar.
LAMPIRAN KETIGA
Pertanyaan yang Terkait dengan Kebangkitan Makhluk di Hari Kemudian
Dalam al-Qur’an disebutkan berulang kali:“Tidak ada siksaan atas mereka melainkan satu teriakan (tiupan sangkakala) saja…” (QS. Yâsîn [36]: 29).“Tidaklah kejadian kiamat itu melainkan seperti sekejap mata...” (QS. an-Nahl [16]: 77).Ayat di atas menjelaskan kepada kita bahwa kebangkitan makhluk di hari kemudian akan terlihat seketika dalam satu waktu. Akan tetapi, akal yang sempit membutuhkan contoh nyata yang dapat disaksikan agar dapat menerima dan tunduk kepada peristiwa luar biasa dan permasalahan yang tiada tara itu.
Jawaban:Pada hari kebangkitan, terdapat tiga persoalan: kembalinya roh ke jasad, proses menghidupkan jasad, serta penciptaan dan penyusunan jasad.
Pertama: Kedatangan dan Kembalinya Roh ke Jasad. Ia seperti berkumpulnya tentara yang sebelumnya berpencar di masa istirahat lewat suara trompet militer.Ya, sangkakala yang merupakan trompet Israfil tidak terbatas seperti trompet militer. Di samping itu, roh yang berada di alam abadi dan alam partikel di mana ia menjawab dengan قَالُوا بَلٰى (QS. al-A’râf [7]: 172) terhadap firman Allah اَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ, tentu saja jauh lebih taat, teratur dan tunduk daripada pasukan tentara. “Kalimat Ketiga Puluh” telah menegaskan dengan berbagai argumen yang kuat bahwa bukan hanya roh yang merupakan pasukan Ilahi, tetapi semua partikel merupakan prajurit-Nya yang bersia-siap menyambut sangkakala umum tersebut.
İkinci mesele: Cesetlerin ihyasına misal ise, çok büyük bir şehirde, şenlik bir gecede, bir tek merkezden, yüz bin elektrik lambaları, âdeta zamansız, bir anda canlanmaları ve ışıklanmaları gibi bütün küre-i arz yüzünde dahi bir tek merkezden yüz milyon lambalara nur vermek mümkündür. Madem Cenab-ı Hakk’ın elektrik gibi bir mahluku ve bir misafirhanesinde bir hizmetkârı ve bir mumdarı, Hâlık’ından aldığı terbiye ve intizam dersiyle bu keyfiyete mazhar oluyor. Elbette elektrik gibi binler nurani hizmetkârlarının temsil ettikleri, hikmet-i İlahiyenin muntazam kanunları dairesinde, haşr-i a’zam, tarfetü’l-aynda vücuda gelebilir.
Üçüncü mesele ki ecsadın def’aten inşasının misali ise, bahar mevsiminde birkaç gün zarfında, nev-i beşerin umumundan bin derece ziyade olan umum ağaçların bütün yaprakları, evvelki baharın aynı gibi birden mükemmel bir surette inşaları; ve yine umum ağaçların umum çiçekleri ve meyveleri ve yaprakları, geçmiş baharın mahsulatı gibi berk gibi bir süratle icadları; hem o baharın mebdeleri olan hadsiz tohumcukların, çekirdeklerin, köklerin, birden beraber intibahları ve inkişafları ve ihyaları; hem kemiklerden ibaret olarak ayakta duran emvat gibi bütün ağaçların cenazeleri bir emir ile def’aten “ba’sü ba’de’l-mevt”e mazhariyetleri ve neşirleri; hem küçücük hayvan taifelerinin hadsiz efradlarının gayet derecede sanatlı bir surette ihyaları; hem bilhassa sinekler kabilelerinin haşirleri ve bilhassa daima yüzünü, gözünü, kanadını temizlemekle bize abdesti ve nezafeti ihtar eden ve yüzümüzü okşayan gözüm önündeki kabilenin bir senede neşrolan efradı, benî-Âdem’in Âdem zamanından beri gelen umum efradından fazla olduğu halde, her baharda sair kabileler ile beraber birkaç gün zarfında inşaları ve ihyaları, haşirleri; elbette kıyamette ecsad-ı insaniyenin inşasına bir misal değil, belki binler misaldirler.
Evet, dünya dârü’l-hikmet ve âhiret dârü’l-kudret olduğundan dünyada Hakîm, Mürettib, Müdebbir, Mürebbi gibi çok isimlerin iktizasıyla dünyada icad-ı eşya bir derece tedricî ve zaman ile olması; hikmet-i Rabbaniyenin muktezası olmuş. Âhirette ise hikmetten ziyade kudret ve rahmetin tezahürleri için maddeye ve müddete ve zamana ve beklemeye ihtiyaç bırakmadan birden eşya inşa ediliyor. Burada bir günde ve bir senede yapılan işler, âhirette bir anda, bir lemhada inşasına işareten Kur’an-ı Mu’cizü’l-Beyan وَمَٓا اَمْرُ السَّاعَةِ إِلَّا كَلَمْحِ الْبَصَرِ اَوْ هُوَ أَقْرَبُ ferman eder.
Eğer haşrin gelmesini, gelecek baharın gelmesi gibi kat’î bir surette anlamak istersen haşre dair Onuncu Söz ile Yirmi Dokuzuncu Söz’e dikkat ile bak, gör. Eğer baharın gelmesi gibi inanmaz isen, gel parmağını gözüme sok.
Dördüncü mesele olan mevt-i dünya ve kıyamet kopması ise, bir anda bir seyyare veya bir kuyruklu yıldızın emr-i Rabbanî ile küremize, misafirhanemize çarpması bu hanemizi harap edebilir. On senede yapılan bir sarayın, bir dakikada harap olması gibi…
* * *
Zeylin Dördüncü Parçası
❀ قَالَ مَنْ يُحْيِي الْعِظَامَ وَهِىَ رَم۪يمٌ ❀ قُلْ يُحْي۪يهَا الَّذ۪ٓي اَنْشَاَهَٓا اَوَّلَ مَرَّةٍ وَهُوَ بِكُلِّ خَلْقٍ عَل۪يمٌ
Yani, insan der: “Çürümüş kemikleri kim diriltecek?” Sen, de: “Kim onları bidayeten inşa edip hayat vermiş ise o diriltecek.”
Onuncu Söz’ün Dokuzuncu Hakikati’nin üçüncü temsilinde tasvir edildiği gibi bir zat, göz önünde bir günde yeniden büyük bir orduyu teşkil ettiği halde biri dese: “Şu zat, efradı istirahat için dağılmış olan bir taburu bir boru ile toplar, tabur nizamı altına getirebilir.” Sen ey insan, desen: “İnanmam.” Ne kadar divanece bir inkâr olduğunu bilirsin.
Aynen onun gibi hiçlikten, yeniden ordu-misal bütün hayvanat ve sair zîhayatın tabur-misal cesetlerini kemal-i intizamla ve mizan-ı hikmetle o bedenlerin zerratını ve letaifini emr-i كُنْ فَيَكُونُ ile kaydedip yerleştiren ve her karnda, hattâ her baharda rûy-i zeminde yüz binler ordu-misal zevi’l-hayatın envalarını ve taifelerini icad eden bir Zat-ı Kadîr-i Alîm, tabur-misal bir cesedin nizamı altına girmekle birbiriyle tanışan zerrat-ı esasiye ve ecza-i asliyeyi bir sayha ile Sûr-u İsrafil’in borusuyla nasıl toplayabilir? İstib’ad suretinde denilir mi? Denilse, eblehçesine bir divaneliktir.
Hem Kur’an kâh oluyor ki Cenab-ı Hakk’ın âhirette hârika ef’allerini kalbe kabul ettirmek için ihzariye hükmünde ve zihni tasdike müheyya etmek için bir i’dadiye suretinde, dünyadaki acayip ef’alini zikreder. Veyahut istikbalî ve uhrevî olan ef’al-i acibe-i İlahiyeyi öyle bir surette zikreder ki meşhudumuz olan çok nazireleriyle onlara kanaatimiz gelir. Mesela اَوَلَمْ يَرَ الْاِنْسَانُ اَنَّاخَلَقْنَاهُ مِنْ نُطْفَةٍ فَاِذَا هُوَخَص۪يمٌ مُب۪ينٌ tâ surenin âhirine kadar… İşte şu bahiste haşir meselesinde Kur’an-ı Hakîm haşri ispat için yedi sekiz surette, muhtelif bir tarzda ispat ediyor.
Evvela, neş’e-i ûlâyı nazara verir. Der ki: Nutfeden alakaya, alakadan mudgaya, mudgadan tâ hilkat-i insaniyeye kadar olan neş’etinizi görüyorsunuz. Nasıl oluyor ki neş’e-i uhrayı inkâr ediyorsunuz? O, onun misli, belki daha ehvenidir.
Hem Cenab-ı Hak, insana karşı ettiği ihsanat-ı azîmeyi اَلَّذ۪ي جَعَلَ لَكُمْ مِنَ الشَّجَرِ الْاَخْضَرِ نَارًا kelimesiyle işaret edip der: “Size böyle nimet eden bir zat, sizi başıboş bırakmaz ki kabre girip kalkmamak üzere yatasınız.”
Hem remzen der: Ölmüş ağaçların dirilip yeşillenmesini görüyorsunuz. Odun gibi kemiklerin hayat bulmasını kıyas edemeyip istib’ad ediyorsunuz.
Hem semavat ve arzı halk eden, semavat ve arzın meyvesi olan insanın hayat ve mematından âciz kalır mı? Koca ağacı idare eden, o ağacın meyvesine ehemmiyet vermeyip başkasına mal eder mi? Bütün ağacın neticesini terk etmekle bütün eczasıyla hikmetle yoğrulmuş hilkat şeceresini abes ve beyhude yapar mı zannedersiniz?
Der: Haşirde sizi ihya edecek zat öyle bir zattır ki bütün kâinat ona emirber nefer hükmündedir. Emr-i كُنْ فَيَكُونُ e karşı kemal-i inkıyad ile serfürû eder. Bir baharı halk etmek, bir çiçek kadar ona ehven gelir. Bütün hayvanatı icad etmek, bir sinek icadı kadar kudretine kolay gelir bir zattır. Öyle bir zata karşı مَنْ يُحْيِي الْعِظَامَ deyip kudretine karşı taciz ile meydan okunmaz.
Sonra فَسُبْحَانَ الَّذ۪ي بِيَدِه۪ مَلَكُوتُ كُلِّ شَىْءٍ tabiriyle her şeyin dizgini elinde, her şeyin anahtarı yanında, gece ve gündüzü, kış ve yazı bir kitap sahifeleri gibi kolayca çevirir; dünya ve âhireti iki menzil gibi bunu kapar, onu açar bir Kadîr-i Zülcelal’dir. Madem böyledir, bütün delailin neticesi olarak وَ اِلَيْهِ تُرْجَعُونَ yani, kabirden sizi ihya edip haşre getirip huzur-u kibriyasında hesabınızı görecektir.
İşte şu âyetler, haşrin kabulüne zihni müheyya etti, kalbi de hazır etti. Çünkü nazairini dünyevî ef’al ile de gösterdi.
Hem kâh oluyor ki ef’al-i uhreviyesini öyle bir tarzda zikreder ki dünyevî nazairlerini ihsas etsin. Tâ istib’ad ve inkâra meydan kalmasın. Mesela اِذَا الشَّمْسُ كُوِّرَتْ ve اِذَا السَّمَٓاءُ انْفَطَرَتْ ve اِذَا السَّمَٓاءُ انْشَقَّتْ
İşte şu surelerde, kıyamet ve haşirdeki inkılabat-ı azîmeyi ve tasarrufat-ı rububiyeti öyle bir tarzda zikreder ki insan onların nazirelerini dünyada mesela, güzde, baharda gördüğü için kalbe dehşet verip akla sığmayan o inkılabatı kolayca kabul eder. Şu üç surenin meal-i icmalîsine işaret dahi pek uzun olur. Onun için bir tek kelimeyi numune olarak göstereceğiz. Mesela اِذَا الصُّحُفُ نُشِرَتْ kelimesiyle ifade eder ki haşirde herkesin bütün a’mali bir sahife içinde yazılı olarak neşrediliyor. Şu mesele kendi kendine çok acib olduğundan akıl ona yol bulamaz. Fakat surenin işaret ettiği gibi haşr-i baharîde başka noktaların naziresi olduğu gibi şu neşr-i suhuf naziresi pek zâhirdir.
Çünkü her meyvedar ağaç ve çiçekli bir otun da amelleri var, fiilleri var, vazifeleri var. Esma-i İlahiyeyi ne şekilde göstererek tesbihat etmiş ise ubudiyetleri var. İşte onun bütün bu amelleri tarih-i hayatlarıyla beraber umum çekirdeklerinde, tohumcuklarında yazılıp başka bir baharda, başka bir zeminde çıkar. Gösterdiği şekil ve suret lisanıyla gayet fasih bir surette analarının ve asıllarının a’malini zikrettiği gibi dal, budak, yaprak, çiçek ve meyveleriyle sahife-i a’malini neşreder. İşte gözümüzün önünde bu hakîmane, hafîzane, müdebbirane, mürebbiyane, latîfane şu işi yapan odur ki der: اِذَا الصُّحُفُ نُشِرَتْ
Başka noktaları buna kıyas eyle, kuvvetin varsa istinbat et. Sana yardım için bunu da söyleyeceğiz. İşte: اِذَا الشَّمْسُ كُوِّرَتْ Şu kelâm, tekvir lafzıyla yani sarmak ve toplamak manasıyla parlak bir temsile işaret ettiği gibi nazirini dahi îma eder.
Birinci: Evet, Cenab-ı Hak tarafından adem ve esîr ve sema perdelerini açıp güneş gibi dünyayı ışıklandıran pırlanta-misal bir lambayı, hazine-i rahmetinden çıkarıp dünyaya gösterdi. Dünya kapandıktan sonra o pırlantayı perdelerine sarıp kaldıracak.
İkinci: Veya ziya metaını neşretmek ve zeminin kafasına ziyayı zulmetle münavebeten sarmakla muvazzaf bir memur olduğunu ve her akşam o memura metaını dahi toplattırıp gizlettiği gibi, kâh olur bir bulut perdesiyle alışverişini az yapar, kâh olur ay onun yüzüne karşı perde olur, muamelesini bir derece çeker. Metaını ve muamelat defterlerini topladığı gibi elbette o memur bir vakit o memuriyetten infisal edecektir. Hattâ hiçbir sebeb-i azl bulunmazsa şimdilik küçük fakat büyümeye yüz tutmuş yüzündeki iki leke büyümekle güneş yerin başına izn-i İlahî ile sardığı ziyayı, emr-i Rabbanî ile geriye alıp güneşin başına sarıp “Haydi yerde işin kalmadı.” der, “Cehenneme git, sana ibadet edip senin gibi bir memur-u musahharı sadakatsizlikle tahkir edenleri yak.” der. اِذَا الشَّمْسُ كُوِّرَتْ fermanını lekeli siyah yüzüyle yüzünde okur.
* * *
Zeylin Beşinci Parçası
Evet, nass-ı hadîs ile nev-i beşerin en mümtaz şahsiyetleri olan yüz yirmi dört bin enbiyanın icma ve tevatür ile kısmen şuhuda ve kısmen hakkalyakîne istinaden, müttefikan âhiretin vücudundan ve insanların oraya sevk edileceğinden ve bu kâinat Hâlık’ının kat’î vaad ettiği âhireti getireceğinden haber verdikleri gibi; ve onların verdikleri haberi keşif ve şuhud ile ilmelyakîn suretinde tasdik eden yüz yirmi dört milyon evliyanın o âhiretin vücuduna şehadetleriyle ve bu kâinatın Sâni’-i Hakîm’inin bütün esması bu dünyada gösterdikleri cilveleriyle bir âlem-i bekayı bilbedahe iktiza ettiklerinden yine âhiretin vücuduna delâletiyle; ve her sene baharda rûy-i zeminde ayakta duran hadd ü hesaba gelmez ölmüş ağaçların cenazelerini “Emr-i kün feyekûn” ile ihya edip ba’sü ba’de’l-mevte mazhar eden ve haşir ve neşrin yüz binler numunesi olarak nebatat taifelerinden ve hayvanat milletlerinden üç yüz bin nevleri haşir ve neşreden hadsiz bir kudret-i ezeliye ve hesapsız ve israfsız bir hikmet-i ebediye ve rızka muhtaç bütün zîruhları kemal-i şefkatle gayet hârika bir tarzda iaşe ettiren ve her baharda az bir zamanda hadd ü hesaba gelmez enva-ı ziynet ve mehasini gösteren bir rahmet-i bâkiye ve bir inayet-i daime, bilbedahe âhiretin vücudunu istilzam ile ve şu kâinatın en mükemmel meyvesi ve Hâlık-ı kâinat’ın en sevdiği masnuu ve kâinatın mevcudatıyla en ziyade alâkadar olan insandaki şedit, sarsılmaz, daimî olan “aşk-ı beka” ve “şevk-i ebediyet” ve “âmâl-i sermediyet” bilbedahe işareti ve delâletiyle, bu âlem-i fâniden sonra bir âlem-i bâki ve bir dâr-ı âhiret ve bir dâr-ı saadet bulunduğunu o derece kat’î bir surette ispat ederler ki: Dünyanın vücudu kadar, bilbedahe âhiretin vücudunu kabul etmeyi istilzam ederler (Hâşiye[34]).
Madem Kur’an-ı Hakîm’in bize verdiği en mühim bir ders, iman-ı bi’l-âhirettir ve o iman da bu derece kuvvetlidir ve o imanda öyle bir rica ve bir teselli var ki yüz bin ihtiyarlık bir tek şahsa gelse bu imandan gelen teselli mukabil gelebilir. Biz ihtiyarlar “Elhamdülillahi alâ kemali’l-iman” deyip ihtiyarlığımıza sevinmeliyiz.
- ↑ *Isyarat tentang musim di mana musim semi laksana kereta yang penuh dengan makanan di mana ia datang dari alam gaib—Penulis.
- ↑ *Sebagaimana pasukan besar di medan pertempuran, seketika berubah menjadi seperti hutan duri manakala mendapat perintah, “Ambil senjata dan pasang bayonet!”. Juga, sebagaimana garnisun militer pada setiap hari raya seketika berubah menjadi seperti taman yang indah yang berhias bunga berwarna-warni manakala menerima perintah, “Pakailah seragam dan pasanglah medali kalian!” Demikian pula tumbuhan yang tidak memiliki perasaan di mana ia merupakan salah satu tentara Allah yang tak terhingga. Juga para malaikat, jin, manusia dan hewan, semuanya merupakan prajurit-Nya. Ketika menerima perintah kun fayakûn saat berjuang menjaga kehidupan dan mendapat perintah Ilahi, “Bawalah senjata dan bekal kalian agar bisa bertahan!” pohon dan tanaman berduri mempersiapkan tombak-tombak kecilnya sehingga permukaan bumi berubah menjadi seperti markas militer yang dilengkapi ‘bayonet’. Setiap hari dan setiap pekan pada musim semi bagi sebagian jenis tumbuhan laksana hari raya. Setiap jenis dan setiap kelompok darinya memperlihatkan hadiah indah yang diberikan oleh rajanya. Ia memperlihatkan dirinya laksana pertunjukan militer di hadapan penguasa azali. Seakan-akan ia mendengar perintah Tuhan yang berbunyi, “Pakailah hiasan kreasi Ilahi dan medali fitrah-Nya yang berupa bunga dan buah! Lalu mekarkanlah bunga-bunga yang ada! Ketika itu muka bumi kembali laksana kamp besar pada hari raya yang indah yang dihiasi dengan sejumlah lambang dan lencana cemerlang. Persiapan penuh hikmah, perbekalan yang tertata rapi, serta bentuk dekorasi yang menakjubkan ini memperlihatkan kepada mereka yang bisa melihat bahwa semuanya merupakan urusan Raja Mahakuasa yang memiliki qudrah tak terbatas serta urusan Penguasa bijak yang tak terhingga hikmah-Nya—Penulis.
- ↑ *Sebagian makna yang ditunjukkan di sini telah dijelaskan pada ‘hakikat ketujuh’. Kamera besar milik penguasa di atas mengarah kepada lauhil mahfudz berikut hakikat- nya. “Kalimat Kedua Puluh Enam” telah menegaskan keberadaan lauhil mahfudz di mana ia dapat diterangkan sebagai berikut: Portofolio yang kecil menunjukkan adanya buku besar. Dokumen yang kecil menunjukkan keberadaan catatan induk. Tetes air yang kecil dan deras menunjukkan keberadaan sumber yang besar. Nah, kekuatan memori yang terdapat pada manusia, buah pohon dan benihnya masing-masing berkedudukan sebagai portofolio kecil, miniatur lauhil mahfudz, dan tetesan titik kecil yang bersumber dari pena Dzat yang menulis lauhil mahfudz yang besar. Jadi, masing-masing mengisyaratkan keberadaan kekuatan memori yang besar, catatan terbesar, dan lauhil mahfudz yang paling agung. Bahkan ia membuktikan dan memperlihatkannya kepada akal yang cerdas—Penulis.
- ↑ *Makna yang disebutkan pada isyarat ini akan terlihat pada ‘hakikat kedelapan’. Misalnya, pemimpin sejumlah wilayah pada contoh di atas mengarah kepada para nabi dan wali. Adapun sambungan telekomunikasinya berupa hubungan Ilahi yang terben- tang dari kalbu yang merupakan cermin wahyu dan ilham, serta laksana telepon dan alat penerimanya—Penulis.
- ↑ *Engkau akan melihat petunjuk dari gambaran ini pada ‘hakikat kesembilan’. Hari raya misalnya mengarah kepada musim semi. Padang yang berhias bunga mengarah kepada permukaan bumi di musim semi. Sementara pemandangan dan pentas yang selalu berubah di layar maksudnya adalah beragam karunia untuk binatang dan manusia yang muncul di musim semi dan musim panas seperti yang ditetapkan oleh Sang Pencipta Yang Mahakuasa dan Mahaindah. Dia yang mengubahnya secara sangat sempurna dan memperbaharuinya lewat rahmat yang sempurna pula lalu mengirimnya dalam rangkaian waktu yang berurutan, mulai dari awal musim semi hingga akhir musim panas—Penulis.
- ↑ *Suatu golongan yang mengingkari wujud segala sesuatu, bahkan wujudnya sendiri (Gambaran Kesebelas).
- ↑ *Bukti kuat bahwa rezeki yang halal diberikan sesuai kebutuhan dan tidak diambil dengan kekuatan makhluk adalah kelapangan hidup makhluk-makhluk kecil yang ti- dak memiliki daya dan kekuatan serta kesempitan hidup binatang buas, gemuknya ikan serta kurusnya rubah dan kera yang cerdik. Jadi, rezeki datang berbanding terbalik de- ngan upaya dan kekuatan yang ada. Dengan kata lain, setiap kali makhluk mengandalkan kehendaknya ia semakin diuji dengan kesempitan dan kesulitan hidup—Penulis.
- ↑ *Ya, sikap singa lapar yang lebih mengutamakan anaknya yang lemah atas dirinya terkait dengan sepotong daging yang ia peroleh, sikap ayam pengecut yang menyerang anjing dan singa guna melindungi anaknya yang kecil, bagaimana pohon tin menyiapkan “susu murni” buah tin untuk buahnya yang merupakan anaknya, semua itu dengan sangat jelas menunjukkan kepada kaum yang tidak buta bahwa ia terjadi dengan perintah Dzat Yang Maha Penyayang (ar-Rahîm) yang rahmat-Nya tak terhingga, Maha Pemurah (al- Karîm) yang kemurahannya tak terbatas, dan Maha Baik (ar-Ra’ûf) yang kebaikan-Nya tak terhingga. Kondisi tumbuhan dan hewan yang tak memiliki kesadaran di mana ia menu- naikan sejumlah tugas dengan penuh kesadaran dan penuh hikmah menjelaskan bahwa Dzat Yang Maha Mengetahui dan Maha Bijaklah yang menggiringnya untuk menunaikan semua tugas yang ada. Mereka semua bekerja atas nama-Nya—Penulis.
- ↑ *Ungkapan “Mungkinkah” disebutkan berulang kali untuk menunjukkan satu tujuan yang sangat penting. Yaitu bahwa kekufuran dan kesesatan biasanya lahir dari sikap manusia yang memandang apa yang tidak diyakininya sebagai sesuatu yang tidak masuk akal sehingga ia menganggapnya mustahil dan mulai menunjukkan pengingkaran. Hanya saja, bahasan ini menjelaskan dengan sejumlah bukti yang kuat bahwa kemustahilan hakiki, irrasionalitas, dan kerumitan yang sampai pada tingkat sulit diterima akal hanya terdapat dalam jalan kekufuran dan kaum yang sesat. Sebaliknya, kemungkinan hakiki, ra- sionalitas, dan kemudahan yang mengarah kepada satu keniscayaan terdapat dalam jalan iman dan Islam. Kesimpulannya, ahli filsafat tergelincir dalam pengingkaran diakibatkan oleh anggapan bahwa ia tidak masuk akal. Nah, “Kalimat Kesepuluh” ini menerangkan dengan ungkapan, “Mungkinkah” bahwa semua itu tidak bisa dipungkiri. Ia menyumpal mulut mereka—Penulis.
- ↑ *Ya, bunga indah yang demikian menawan berikut buahnya yang sangat rapi dan menarik yang bergantung di tangkai halus dan kering sudah barang tentu merupakan “papan iklan” yang menjadikan makhluk pemilik perasaan bisa membaca keindahan kreasi Pencipta Yang Mahabijak yang terdapat di dalamnya. Kiaskan tumbuhan dengan bina- tang! (Penulis).
- ↑ *Ada sebuah perumpamaan yang isinya: seorang wanita yang sangat cantik mengu- sir salah seorang pengagumnya. Maka, si pengagum itu pun menghibur diri dengan berkata, “Dia sangat jelek.” Ia mengingkari kecantikan wanita tersebut. Pada suatu hari, ada seekor beruang yang lewat di bawah pohon anggur yang buahnya sangat nikmat. Beruang itu ingin memakannya, namun ketika tangannya tak bisa menggapai buah itu sementara ia tak bisa memanjat, ia pun berujar, “Buah ini kecut.” Ia menghibur diri, lalu meneruskan perjalanan—Penulis.
- ↑ *Berbagai entitas yang menyerupai cermin, meski terus berganti akibat kepunahan, namun wujud manifestasi keindahan yang ada pada dirinya menunjukkan bahwa keindahan tersebut bukan merupakan miliknya. Akan tetapi, ia adalah tanda dan bukti keindahan suci milik TuhanPenulis.
- ↑ *Ya, Sosok yang kekuasaannya tetap berlaku selama seribu tiga ratus lima puluh tahun; yang jumlah umatnya lebih dari tiga ratus lima puluh juta pada umumnya yang senantiasa memperbaharui sumpah setia mereka kepadanya setiap hari di mana mereka menyaksikan ketinggian kedudukan, tunduk pada perintahnya secara total dan tanpa paksaan; sosok yang pengaruhnya mencapai separuh bumi dan seperlima umat manusia, pribadinya yang mulia menjadi tambatan hati, pendidik ruh, dan penyuci jiwa mereka, sudah pasti merupakan hamba yang paling mulia di sisi Tuhan semesta alam. Sosok hamba mulia tersebut yang menyambut sebagian besar jenis entitas dengan misi dan risalahnya dimana setiap jenis darinya membawa satu dari sekian banyak buah mukjizatnya, sudah pasti dia merupakan makhluk paling dicintai oleh sang Pencipta yang Mahaagung. Umat manusia yang mendambakan dan membutuhkan keabadian dengan segenap potensi yang ia miliki dimana hal itu yang menyelamatkan mereka agar tidak terjatuh ke tingkat asfalu sâfilîn sekaligus mengangkat mereka ke tingkat ‘alâ ‘illiyyîn, tentu saja sosok yang mem- bawanya menuju Dzat Yang Maha Memenuhi segala hajat menjadi hamba yang paling mulia—Penulis.
- ↑ *Ya, seluruh salat yang ditunaikan umat sejak munajat beliau berikut semua salawat dan salam merupakan bentuk pengaminan abadi terhadap doanya serta bentuk partisipasi umum bersamanya, sehingga setiap salawat dan salam yang terucap merupakan bentuk pengaminan terhadap doa tersebut. Salawat yang dihadirkan setiap orang dalam salat serta doa setelah iqamat (dalam kalangan Syafi`i) adalah bentuk pengaminan umum terhadap doa kebahagiaan abadi yang beliau panjatkan. Dalam doanya, Nabi x meminta keabadian dan kebahagiaan yang kekal. Inilah yang diinginkan dan diharapkan manusia lewat lisan kondisi fitrahnya. Karenanya, seluruh orang yang mendapatkan cahaya iman mengamini di belakangnya. Jika demikian, mungkinkah doa tersebut tidak diterima dan tidak dikabulkan?—Penulis.
- ↑ *Ya, mustahil Tuhan Pemelihara Alam ini tidak mengetahui perbuatan sosok ciptaan-Nya yang paling mulia sementara Dia mengatur alam berdasarkan pengetahuan dan hikmah yang sempurna. Mustahil Dia tidak peduli dengan doa hamba pilihan-Nya sementara Dia mengetahui seluruh perbuatan dan doanya. Mustahil Tuhan Yang Mahakuasa dan Maha Penyayang tidak mengabulkan doa tersebut sementara Dia peduli dengan doa hamba-Nya. Ya, kondisi alam berubah dengan cahaya Nabi x. Hakikat manusia dan dunia berikut esensinya menjadi terang dengan cahaya tersebut. Tampaklah bahwa entitas alam merupakan tulisan shamadaniyah yang menampilkan nama-nama-Nya, pekerja dan pegawai-Nya, entitas berharga dan bermakna yang mendapatkan keabadian. Kalau bukan karena cahaya tersebut, pasti alam tertutup di bawah kegelapan ilusi dan berada dalam kondisi fana tanpa makna dan manfaat. Bahkan ia menjadi sia-sia dan percuma. Karena rahasia ini, sebagaimana manusia mengamini doa beliau, begitu pula segala sesuatu yang terdapat di langit dan bumi, mulai dari tanah hingga bintang bangga dengan cahaya Nabi x dan menampakkan hubungan dengannya. Tidak aneh kalau spirit dan inti pengabdian beliau berupa doa. Bahkan seluruh gerakan dan tugas alam adalah sejenis doa. Misalnya proses tumbuh berkembangnya benih berikut berbagai perubahannya tidak lain merupakan sejenis doa kepada Tuhan Penciptanya agar menjadi pohon yang besar—Penulis.
- ↑ *Ya, penciptaan sejumlah sampel kreasi yang cermat dan indah di muka bumi yang jumlahnya tak terhingga laksana lembaran kecil dibandingkan dengan alam akhirat yang luas. Begitu pula pemunculan sejumlah sampel kebangkitan dan kiamat pada tiga ratus ribu makhluk yang demikian seimbang dan rapi berikut penulisannya pada lembaran tersebut dengan teratur, sudah pasti lebih rumit daripada penciptaan surga yang megah di alam yang kekal. Karena itu, bisa dikatakan bahwa penciptaan berbagai taman musim semi berikut bunga-bunga yang ada di dalamnya lebih sulit dan menakjubkan daripada penciptaan surga—Penulis.
- ↑ *“Maknanya benar meski redaksi atau sanadnya lemah”. Lihat: Ali al-Qârî, Syarh asy-Syifâ j.1, h.6; al-Asrâr al-Marfû`ah h.385; al-Ajlûni, Kasyful Khafâ j.2, h.214; asy- Syaukâni, al-Fawâid al-Majmûah h.326.
- ↑ *Ya, perubahan sejumlah hakikat adalah mustahil. Dan yang paling mustahil adalah perubahan sesuatu menjadi kebalikannya. Termasuk di dalamnya adalah perubahan se- suatu menjadi lawannya, sementara substansinya masih terpelihara. Misalnya, keindahan mutlak berubah menjadi keburukan hakiki. Maka, perubahan keindahan rububiyah yang sangat jelas kepada lawannya sementara substansinya tetap merupakan sesuatu yang paling mustahil dan paling aneh secara logika—Penulis.
- ↑ *Meskipun segala hal yang kreasinya demikian cermat, bentuknya menakjubkan, serta konstruksinya indah adalah mahal dan berharga, namun usianya singkat dan keberadaannya sangat sebentar. Ia hanyalah prototipe dan gambaran dari sesuatu yang lain. Nah, karena terdapat sesuatu yang menyerupai pengalihan perhatian kepada hakikat asli, tidak aneh jika dikatakan bahwa perhiasan kehidupan dunia hanyalah prototipe bagi berbagai kenikmatan surga yang disediakan oleh Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang lewat karunia dan kemurahan-Nya kepada hamba-Nya yang Dia cintai. Bahkan demikianlah adanyaPenulis.
- ↑ *Ya, wujud segala sesuatu memiliki tujuan. Kehidupannya memiliki target dan buah. Tak seperti pandangan kaum yang sesat, ia tidak hanya terbatas pada tujuan yang mengarah kepada dunia atau yang hanya terbatas pada entitas itu sendiri sehingga bisa menjadi percuma dan sia-sia. Namun, tujuan dari wujud dan kehidupan segala sesuatu terbagi tiga: Pertama, tujuan yang paling mulia yang mengarah kepada Penciptanya. Yaitu untuk memamerkan detail-detail penciptaan segala sesuatu dan keindahan susunannya di hadapan Saksi Azali, Allah , di mana kehidupan sesuatu sudah cukup ketika dilihat meski hanya sesaat. Bahkan, kesiapannya untuk memperlihatkan kekuatan tersembunyi di mana ia belum tampil ke alam wujud sudah cukup. Contohnya adalah makhluk-makhluk kecil yang cepat lenyap dan benih yang belum sempat memberikan buah dan bunga. Mereka mengungkapkan tujuan tersebut dan menjelaskannya secara sempurna. Sama sekali ia tidak sia-sia dan percuma. Artinya, tujuan pertama dari segala sesuatu adalah memperlihatkan mukjizat qudrah Penciptanya serta jejak kreasi-Nya lewat kehidupan dan wujudnya kepada Sultan yang Mahaagung.Kedua, di antara tujuan wujud dan kehidupan adalah mengarah kepada makhluk yang memiliki perasaan. Yaitu segala sesuatu laksana risalah Ilahi yang berhias sejumlah hakikat, rangkaian untaian bait yang memancarkan kelembutan dan kehalusan, serta ka- limat yang mengungkap hikmah di mana mereka memperlihatkannya kepada malaikat, jin, hewan, dan manusia sekaligus mengajak mereka untuk merenung. Dengan kata lain, segala sesuatu merupakan objek renungan bagi setiap orang yang mau melihatnya.Ketiga, di antara tujuan wujud dan kehidupan mengarah kepada dirinya sendiri. Misalnya bersenang-senang, menikmati, menjalani kehidupan serta tinggal di dalamnya dengan tenang. Misalnya, hasil dari pekerjaan nelayan di kapal raja yang besar didapat olehnya di mana hal itu merupakan upahnya dengan besaran satu banding seratus. Sementara, sembilan puluh sembilan persennya kembali kepada raja yang memilikinya. De- mikianlah, jika tujuan yang mengarah kepada segala sesuatu itu sendiri dan kepada dunia adalah satu, maka tujuan yang mengarah kepada Sang Penciptanya adalah sembilan puluh sembilan. Pada tujuan yang banyak itu tersimpan rahasia keselarasan antara hikmah, sikap hemat dan dermawan yang terlihat berlawanan atau kontradiktif. Penjelasannya sebagai berikut:Jika sebuah tujuan dilihat secara tunggal, maka wujud dan kedermawanan menjadi dominan serta nama al-Jawâd (Yang Maha Dermawan) menjadi tampak jelas. Sehingga sesuai dengan tujuan tunggal tersebut, buah dan benih yang ada menjadi tak terhingga. Artinya, ia memberikan kedermawanan mutlak dan kemurahan yang tak bertepi. Adapun jika melihat kepada semua tujuannya, maka hikmah-Nyalah yang tampak dan mengen- dalikan serta nama al-Hakîm (Yang Mahabijak) menjadi terlihat nyata. Dengan demikian, berbagai hikmah dan tujuan yang dituju dari buah sebuah pohon sebanyak buah yang ter- dapat pada pohon tersebut. Tujuan tersebut terdistribusikan pada ketiga bagian yang telah dijelaskan di atas. Berbagai tujuan yang bersifat umum itu menunjukkan hikmah yang tak terhingga dan penghematan yang tak terbatas. Hikmah yang bersifat mutlak menyatu dengan kedermawanan yang bersifat mutlak di mana tadinya tampak saling berlawanan.Sebagai contoh: salah satu tujuan pasukan adalah menjaga keamanan dan peraturan yang ada. Jika melihat pasukan dengan perspektif ini, engkau akan menyangka bahwa jumlahnya melebihi kebutuhan. Namun jika melihatnya dengan memperhatikan berbagai tujuan lain, misalnya menjaga batas negara, berjuang melawan musuh dan sebagainya, maka jumlah bilangan yang ada nyaris sepadan dengan angka yang dibutuhkan. Jadi, ada keseimbangan dengan neraca hikmah. Pasalnya, hikmah dan kebijakan pemerintah me- nyatu dengan keagungannya. Dengan demikan, dapat dikatakan bahwa pasukan tersebut tidak melebihi angka yang dibutuhkan—Penulis.
- ↑ *Ya, buah, bunga, dan daun yang menempel pada dahan dan pohon—yang merupakan penbendaharaan rahmat Ilahi—harus lenyap setelah menunaikan tugas agar tidak menutup pintu bagi yang akan datang di belakangnya. Jika tidak, tentu ia akan menjadi bendungan yang menahan luasnya rahmat Tuhan serta menghalangi tugas saudara-sauda- ranya. Jadi, musim semi menyerupai pohon berbuah tersebut yang menampilkan gambaran kiamat. Alam manusia pada setiap masa merupakan pohon berbuah yang penuh dengan hikmah dan pelajaran. Bumi juga merupakan pohon qudrah yang indah. Dunia pun laksana pohon menakjubkan yang mengirim buahnya ke pasar akhirat—Penulis.
- ↑ *Lihat catatan kaki pada “gambaran ketujuh”—Penulis.
- ↑ *Masa lalu yang sejak sekarang terbentang menuju awal penciptaan penuh dengan berbagai peristiwa. Setiap hari yang muncul ke permukaan merupakan sebuah baris. Setiap tahun darinya merupakan lembaran. Sementara era darinya merupakan sebuah kitab. Pena ketentuan Tuhan yang menggoresnya. Tangan qudrah-Nya menulis tanda-tanda kekuasaan-Nya yang mencengangkan dengan penuh hikmah dan teratur. Lalu masa depan yang terbentang dari sekarang hingga hari kiamat, hingga surga, dan hingga masa keaba- dian termasuk dalam ruang berbagai kemungkinan. Dengan kata lain, apabila masa lalu merupakan rangkaian kejadian yang benar-benar terjadi, maka masa depan merupakan rangkaian kemungkinan yang mungkin akan terjadi. Jika kedua rangkaian zaman tersebut saling dihadapkan, maka sudah pasti Dzat yang mencipta hari kemarin berikut berbagai entitas yang terdapat di dalamnya mampu menciptakan hari esok dengan semua entitas yang mungkin ada di dalamnya. Juga, berbagai entitas dan kejadian luar biasa di masa lalu yang merupakan galeri aneka hal menakjubkan adalah mukjizat Tuhan Yang Mahakuasa. Ia menjadi bukti bahwa Allah mampu menciptakan seluruh masa depan berikut berbagai kemungkinan di dalamnya. Dia juga dapat menghamparkan segala keajaiban dan seluruh mukjizat yang ada.Dzat yang mampu menciptakan sebuah apel, pasti mampu menciptakan seluruh buah apel yang terdapat di alam. Bahkan Dia mampu menghadirkan musim semi yang besar. Sebab, yang tidak bisa menciptakan musim semi, tidak akan bisa menciptakan sebuah apel karena apel tersebut dirangkai di pabrik itu. Siapa yang mampu menciptakan sebuah apel, ia juga mampu menciptakan musim semi. Apel adalah miniatur pohon dan taman. Bahkan ia miniatur seluruh alam. Dari segi penciptaan yang menakjubkan, apel merupakan mukjizat kreasi Tuhan di mana ia memuat benihnya sepanjang sejarah kehidupan pohonnya. Dzat yang menciptakannya dengan menakjubkan seperti ini tidak mungkin dilemahkan oleh siapa pun.Begitu pula Dzat yang menciptakan hari ini mampu menciptakan hari kiamat. Dzat yang menghadirkan musim semi pasti mampu menghadirkan berbagai kejadian di mah- syar. Dzat yang menampakkan dunia masa lalu serta mengaitkannya pada rekaman waktu secara penuh hikmah dan teratur, sudah pasti mampu memperlihatkan alam lain dengan mengaitkannya dengan tali masa depan. Kami telah menjelaskan secara tegas pada banyak “kalimat”, terutama pada “Kalimat Kedua Puluh Dua”, bahwa siapa yang tidak mampu mencipta segala sesuatu tidak mampu menciptakan sesuatu. Sebaliknya, siapa yang mam- pu menciptakan sesuatu, ia mampu menciptakan segala sesuatu. Demikian pula jika penciptaan segala sesuatu dinisbatkan kepada Dzat yang satu, tentu semuanya menjadi mudah seperti mencipta satu benda. Namun, kalau ia dinisbatkan kepada banyak sebab, tentu penciptaan satu entitas saja sangat sulit sesuai dengan kadar penciptaan segala sesuatu. Bahkan ia dapat dikatakan mustahil—Penulis.
- ↑ *Seperti akar pohon dan rumput—Penulis.
- ↑ *Seperti daun dan buah—Penulis
- ↑ *Diriwayatkan dari Abu Hurairah d bahwa Nabi x bersabda, “Geraham orang kafir sebesar Gunung Uhud. Tebal kulitnya sejarak perjalanan tiga hari.” (HR. Muslim, bab tentang surga h.44; at-Tirmidzi, sifat neraka h.3; Ibnu Majah, bab tentang zuhud h.38; Ahmad ibn Hambal, al- Musnad j.2, h.26, h.328, h.334, h.537, dan j.3, h.29, h.366).
- ↑ *Ya, kekufuran adalah bentuk penistaan dan penghinaan terhadap seluruh enti- tas, sebab semuanya dianggap percuma dan sia-sia. Ia merupakan pengingkaran terhadap nama-nama Allah (Asmaul Husna) karena mengingkari manifestasi nama-nama terse- but pada cermin entitas. Ia merupakan bentuk pengingkaran terhadap seluruh makhluk karena menolak kesaksian mereka atas keesaan Tuhan. Karena itu, kekufuran merusak kekuatan dan potensi manusia sampai ke tingkat yang membuatnya tidak mampu menerima kebaikan. Jadi, kufur merupakan kezaliman yang sangat besar karena melanggar hak-hak seluruh makhluk dan Asmaul Husna. Karena itu, untuk menjaga hak-hak tadi dan lantaran jiwa orang kafir tak dapat menerima kebaikan, maka sangat wajar kalau tidak mendapat ampunan. Firman Allah yang berbunyi: اِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ menegaskan hal tersebut—Penulis.
- ↑ *Ya, keadilan memiliki dua sisi: positif dan negatif. Yang positif adalah memberikan kepada setiap pemilik hak apa yang menjadi haknya. Sisi keadilan ini mencakup seluruh yang terdapat di dunia dengan sangat jelas. Seperti yang telah kami buktikan dalam ‘hakikat ketiga’ bahwa apa yang dituntut oleh segala sesuatu serta hal yang mendesak bagi ek- sistensinya seperti yang diminta oleh lisan kecenderungannya dengan bahasa kebutuhan fitrinya serta dengan lisan kepapaannya terhadap Tuhan akan datang dengan timbangan yang khusus dan cermat serta dengan standar dan ukuran tertentu. Dengan kata lain, sisi keadilan ini sangat jelas, sejelas wujud dan kehidupan.Sedangkan sisi negatifnya adalah menghukum yang bersalah. Yakni merealisasikan kebenaran dengan memberikan balasan dan siksa kepada mereka. Sisi ini meskipun tidak tampak dengan jelas di dunia, namun terdapat sejumlah petunjuk atasnya. Sebagai contoh adalah siksa dan hukuman yang diberikan kepada kaum `Ad dan Tsamûd. Bahkan kepada kaum yang membangkang di masa kita sekarang ini. Dari sana dapat ditangkap begitu dominannya keadilan Tuhan—Penulis.
- ↑ *Pertanyaan: Jika engkau bertanya, mengapa sebagian besar contohnya berupa bunga, benih, dan buah? Jawabannya: karena ia merupakan mukjizat qudrah Ilahi yang paling indah, paling mengagumkan, dan paling halus. Nah, manakala kaum sesat, kaum naturalis, dan filsuf materialis tak mampu membaca tulisan halus yang digoreskan pena ketetapan dan qudrah Ilahi di dalamnya, maka mereka tersesat dan tenggelam di dalamnya. Mereka pun jatuh ke dalam kubangan alam yang keruh—Penulis.
- ↑ *Lihat: al-Ghazâlî, Ihyâ `Ulûmuddîn j.4, h.19; Ali al-Qârî, al-Asrâr al-Marfû’ah h.205, beliau menegaskan bahwa makna hadis tersebut sahih. Ia diambil dari firman Allah yang berbunyi, “Barangsiapa yang menghendaki ladang di akhirat akan Kami tambahkan” (QS. asy-Syûrâ [42]: 20). Lihat pula al-Ajlûnî, Kasyful Khafâ j.1, h.490.
- ↑ *Risalah Kedua Belas dalam buku al-Matsnawi an-Nûri—Peny.
- ↑ *“Said lama” adalah gelar yang diberikan oleh Said Nursi kepada dirinya sebelum beliau menulis Risalah Nur (1926) dan sebelum “Said Baru” mengambil peran penyela- matan iman serta menuliskan Risalah Nur lewat limpahan petunjuk al-Qur’an.
- ↑ *Kedudukan ini belum ditulis. Karena persoalan “kehidupan” terkait dengan kebangkitan, maka ia dimasukkan di sini. Pada penutup terdapat petunjuk kehidupan tentang rukun iman (qadar). Ia merupakan persoalan yang sangat penting dan mendalam—Penulis.
- ↑ Hâşiye: Evet, sübutî bir emri ihbar etmenin kolaylığı ve inkâr ve nefyetmenin gayet müşkül olduğu, bu temsilden görünür. Şöyle ki biri dese: Meyveleri süt konserveleri olan gayet hârika bir bahçe, küre-i arz üzerinde vardır. Diğeri dese: Yoktur. İspat eden, yalnız onun yerini veyahut bazı meyvelerini göstermekle kolayca davasını ispat eder. İnkâr eden adam, nefyini ispat etmek için küre-i arzı bütün görmek ve göstermekle davasını ispat edebilir.
Aynen öyle de cenneti ihbar edenler yüz binler tereşşuhatını, meyvelerini, âsârını gösterdiklerinden kat’-ı nazar, iki şahid-i sadıkın sübutuna şehadetleri kâfi gelirken onu inkâr eden hadsiz bir kâinatı ve hadsiz ebedî zamanı temaşa etmek ve görmek ve eledikten sonra inkârını ispat edebilir, ademini gösterebilir.
İşte ey ihtiyar kardeşler, iman-ı âhiretin ne kadar kuvvetli olduğunu anlayınız.
Said Nursî