İçeriğe atla

Otuzuncu Söz/id: Revizyonlar arasındaki fark

"Seakan-akan ia menantang Allah dan menuduh-Nya tidak kuasa, bahkan sampai ikut campur dalam sifat-sifat-Nya. Ia pun mengingkari atau mengubah atau bahkan menolak semua yang tidak sesuai dengan keinginan hawa nafsunya, atau tidak disenangi oleh sifat Fir’aun yang terdapat dalam dirinya." içeriğiyle yeni sayfa oluşturdu
("Para ahli hakikat tersebut berkata, “Wahai orang-orang bodoh, kalian melakukan kebodohan dan perilaku yang buruk. Kalian meniti jalan kaum zindik dan mengembangkan pemikiran mereka dalam ruang lingkup adab dan sastra kalian.”Kemudian di antara hasil dari pilar filsafat yang rusak adalah bahwa ego yang sebenarnya merupakan substansi yang lemah laksana udara atau asap, namun karena pandangan filsafat yang keliru dan karena dilihat dengan makna ismi, ak..." içeriğiyle yeni sayfa oluşturdu)
("Seakan-akan ia menantang Allah dan menuduh-Nya tidak kuasa, bahkan sampai ikut campur dalam sifat-sifat-Nya. Ia pun mengingkari atau mengubah atau bahkan menolak semua yang tidak sesuai dengan keinginan hawa nafsunya, atau tidak disenangi oleh sifat Fir’aun yang terdapat dalam dirinya." içeriğiyle yeni sayfa oluşturdu)
141. satır: 141. satır:
Para ahli hakikat tersebut berkata, “Wahai orang-orang bodoh, kalian melakukan kebodohan dan perilaku yang buruk. Kalian meniti jalan kaum zindik dan mengembangkan pemikiran mereka dalam ruang lingkup adab dan sastra kalian.”Kemudian di antara hasil dari pilar filsafat yang rusak adalah bahwa ego yang sebenarnya merupakan substansi yang lemah laksana udara atau asap, namun karena pandangan filsafat yang keliru dan karena dilihat dengan makna ismi, akhirnya ia menjadi lembap (cair). Lalu karena tenggelam dalam dunia materi dan syahwat, ia pun mengeras. Setelah itu ia dihadapkan pada kondisi lalai dan ingkar sehingga ego tadi membatu. Selanjutnya, dengan sikap membangkang kepada perintah Allah, ego mengeruh dan kehilangan kebeningannya, ia pun menjadi hitam pekat. Secara perlahan-lahan ia menjadi keras dan besar hingga menelan pemiliknya. Bahkan, tidak hanya sampai di situ. Ia juga semakin berkembang dan meluas dengan berbagai pemikiran manusia. Ia mulai menganalogikan manusia, bahkan ber- bagai sebab kepada dirinya sendiri. Ia memberinya sifat Fir’aun yang tiran meski ia sendiri menolak dan berlindung darinya. Ketika itulah ia memasuki fase memusuhi berbagai perintah ilahi. Ia berkata, “Sia- pa yang menghidupkan tulang-belulang yang sudah hancur ini?” (QS. Yâsîn [36]: 78).
Para ahli hakikat tersebut berkata, “Wahai orang-orang bodoh, kalian melakukan kebodohan dan perilaku yang buruk. Kalian meniti jalan kaum zindik dan mengembangkan pemikiran mereka dalam ruang lingkup adab dan sastra kalian.”Kemudian di antara hasil dari pilar filsafat yang rusak adalah bahwa ego yang sebenarnya merupakan substansi yang lemah laksana udara atau asap, namun karena pandangan filsafat yang keliru dan karena dilihat dengan makna ismi, akhirnya ia menjadi lembap (cair). Lalu karena tenggelam dalam dunia materi dan syahwat, ia pun mengeras. Setelah itu ia dihadapkan pada kondisi lalai dan ingkar sehingga ego tadi membatu. Selanjutnya, dengan sikap membangkang kepada perintah Allah, ego mengeruh dan kehilangan kebeningannya, ia pun menjadi hitam pekat. Secara perlahan-lahan ia menjadi keras dan besar hingga menelan pemiliknya. Bahkan, tidak hanya sampai di situ. Ia juga semakin berkembang dan meluas dengan berbagai pemikiran manusia. Ia mulai menganalogikan manusia, bahkan ber- bagai sebab kepada dirinya sendiri. Ia memberinya sifat Fir’aun yang tiran meski ia sendiri menolak dan berlindung darinya. Ketika itulah ia memasuki fase memusuhi berbagai perintah ilahi. Ia berkata, “Sia- pa yang menghidupkan tulang-belulang yang sudah hancur ini?” (QS. Yâsîn [36]: 78).


<div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
Seakan-akan ia menantang Allah dan menuduh-Nya tidak kuasa, bahkan sampai ikut campur dalam sifat-sifat-Nya. Ia pun mengingkari atau mengubah atau bahkan menolak semua yang tidak sesuai dengan keinginan hawa nafsunya, atau tidak disenangi oleh sifat Fir’aun yang terdapat dalam dirinya.
مَن۟ يُح۟يِى ال۟عِظَامَ وَ هِىَ رَمٖيمٌ   der. Meydan okur gibi Kadîr-i Mutlak’ı acz ile ittiham eder. Hattâ Hâlık-ı Zülcelal’in evsafına müdahale eder. İşine gelmeyenleri ve nefs-i emmarenin firavunluğunun hoşuna gitmeyenleri ya red ya inkâr ya tahrif eder. Ezcümle:
</div>


<div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
Misalnya, sekelompok filsuf menyebut Allah dengan al-Mûjibu bi adz-Dzât (Dzat Yang meniscayakan diri sendiri). Dengan demikian, mereka menafikan kehendak dan pilihan Allah. Mereka mendustakan kesaksian seluruh alam akan adanya kehendak Allah yang bersifat mutlak.
Felasifenin bir taifesi, Cenab-ı Hakk’a “mûcib-i bizzat” demişler, ihtiyarını nefyetmişler; ihtiyarını ispat eden bütün kâinatın nihayetsiz şehadetlerini tekzip etmişler. Feyâ Sübhanallah! Şu kâinatta zerreden şemse kadar bütün mevcudat taayyünatlarıyla, intizamatıyla, hikmetleriyle, mizanlarıyla Sâni’in ihtiyarını gösterdikleri halde, şu kör olası felsefenin gözü görmüyor.
Sungguh mengherankan, betapa anehnya manusia! Seluruh entitas, mulai dari atom hingga matahari, secara sangat jelas menunjukkan kehendak Sang Pencipta Yang Mahabijak dengan ketentuan, ketera- turan, dan timbangan yang ada pada masing-masingnya. Bagaimana mungkin hal itu tidak terlihat oleh filsafat? Sungguh Allah telah mem- butakan penglihatan mereka.
</div>


<div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">
<div lang="tr" dir="ltr" class="mw-content-ltr">